Puji syukur kami panjatkan ke Hadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya
sehingga Buku Profil Ekonomi Kabupaten Tulang Bawang Tahun 2020 ini dapat selesai tanpa
perekonomian yang selama ini menjadi motor penggerak pembangunan ekonomi daerah.
Susunan sistematis buku ini diawali dengan gambaran perkembangan makroekonomi Tulang
perkembangan mengenai perekonomian per sektor. Pada bagian inti, diuraikan secara
Kami menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan buku
Profil Ekonomi Kabupaten Tulang Bawang ini, untuk itu kritik dan saran yang membangun
sangat kami butuhkan guna perbaikan dan pengembangan kedepan. Selanjutnya atas
bantuan dari berbagai pihak dalam penyelesaian buku ini kami ucapkan terima kasih.
i
I. PENDAHULUAN
ekonomi daerah dapat membuat masyarakat ikut serta membentuk bangun ekonomi
pembayar pajak dan penanam modal juga dapat tergerak untuk mengupayakan peningkatan
ekonomi. Kebijakan pertanian yang mantap, misalnya, akan membuat pengusaha dapat
melihat ada peluang untuk peningkatan produksi pertanian dan perluasan ekspor. Dengan
peningkatan efisiensi pola kerja pemerintahan dalam pembangunan, sebagai bagian dari
tidak naik, sehingga tersedia lebih banyak modal bagi pembangunan ekonomi daerah pada
tahun depan.
dimulai dari hilir pada level produsen hingga hulu pada level konsumen. Porter (1990 dalam
Wang, 2014) menyatakan bahwa faktor keunggulan komparatif telah dikalahkan oleh
kemajuan teknologi. Namun demikian, setiap wilayah masih mempunyai faktor keunggulan
khusus bukan didasarkan pada biaya produksi yang murah saja, tetapi lebih dari itu, yaitu
adanya inovasi (innovations). Pemerintah Daerah dihadapkan pada sebuah pilihan yang
berat dimana, peningkatan perekonomian, yang dalam hal ini umum dikatakan
pertumbuhan ekonomi selama ini selalu dilandaskan atas keunggulan komparatif. Hal yang
1
selalu menjadi ujung tombak bagi pembangunan daerah adalah aspek potensi unggulan
daerah yang melimpah, lokasi yang strategis, serta biaya produksi yang masih sangat murah
yang diikuti dengan jumlah tenaga kerja tak terdidik yang melimpah. Jika pemerintah
daerah sadari, ilmu pengetahuan yang mampu melahirkan sebuah inovasi merupakan hal
berimbang dengan tingkat perekonomian pada level industri, rumah tangga dan masyarakat
yang dikenal dengan istilah ekonomi sektoral atau perekonomian secara mikro.
keunggulan komparatif semata berupa kekayaan alam yang berlimpah, upah tenaga kerja
murah, dan posisi strategis, saat ini sulit untuk dipertahankan lagi. Menurut Romer (1990)
daya saing tidak dapat diperoleh dari misalnya faktor upah rendah atau tingkat bunga
rendah, tetapi harus pula diperoleh dari kemampuan untuk melakukan perbaikan dan
inovasi secara berkesinambungan. Besarnya potensi sumber daya, tanpa diikuti dengan
peningkatan ilmu pengetahuan adalah hal yang sia-sia belaka (Hoff, 2016).
manusia, kelembagaan, dan sumberdaya fisik secara lokal (daerah) dengan Ilmu
pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan
untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang kegiatan ekonomi (Arsyad,
2
2010). Berdasarkan uraian tersebut, maka dirasa perlu untuk membuat sebuah dokumen
yang mampu menyajikan berbagai informasi penting terkait dengan pembangunan ekonomi
daerah di Kabupaten Tulang Bawang dalam bentuk Profil Ekonomi Kabupaten Tulang
Bawang.
Tujuan dari penyusunan Profil Ekonomi Kabupaten Tulang Bawang Tahun 2020
daerah bidang ekonomi. Profil Ekonomi Kabupaten Tulang Bawang ini disusun secara
sistematis dan terstruktur. Ruang lingkup kegiatan penyusunan buku ini adalah sebagai
berikut:
1. Pengumpulan Data yang terdiri dari updating, pengolahan dan analisis data baik berupa
data primer dan data sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber;
3. Output berupa buku Profil Ekonomi Kabupaten Tulang Bawang Tahun 2020.
3
II. LANDASAN KONSEPTUAL
beli masyarakat dan terkendalinya tingkat inflasi. Dalam upaya untuk mencapai tujuan
inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah (beserta partisipasi
masyarakatnya dan dengan menggunakan setiap sumber daya yang ada) harus mampu
menaksir potensi setiap sumberdaya yang diperlukan untuk merancang dan membangun
terus menerus yang bersifat menambah dan memperbaiki segala sesuatu menjadi lebih baik
lagi. Adanya proses pembangunan itu di diharapkan terdapat kenaikan pendapatan riil
suatu proses pembangunan yang terjadi terus-menerus yang bersifat dinamis. Apapun yang
dilakukan, hakikat dari sifat dan proses pembangunan itu mencerminkan adanya terobosan
yang baru, jadi bukan merupakan gambaran ekonomi suatu saat saja. Pembangunan
ekonomi berkaitan pula dengan pendapatan perkapita riil, di sini ada dua aspek penting
yang saling berkaitan yaitu pendapatan total atau yang lebih banyak dikenal dengan
4
pendapatan nasional dan jumlah penduduk. Pendapatan perkapita berarti pendapatan total
mencakup segala aspek dan kebijaksanaan yang komprehensif baik ekonomi maupun non
ekonomi (Arsyad, 2010). Tiga nilai inti pembangunan (Todaro dan Smith, 2006) sekaligus
merupakan sasaran pembangunan utama yang minimal dan pasti ada adalah:
bahan pokok yang dibutuhkan untuk bisa hidup, seperti perumahan, kesehatan dan
lingkungan.
pendapatan dan penyediaan lapangan kerja, pendidikan yang lebih baik, dan perhatian
yang lebih besar terhadap nilai-nilai budaya manusiawi, yang semata-mata bukan hanya
untuk memenuhi kebutuhan materi, akan tetapi untuk meningkatkan kesadaran akan
3. Freedom, Memperluas jangkauan pilihan ekonomi dan sosial bagi semua individu dan
nasional dengan cara membebaskan mereka dari sikap budak dan ketergantungan, tidak
hanya hubungan dengan orang lain dan negara lain, tetapi dari sumber-sumber
yaitu (1) model pembangunan ekonomi yang beorientasi pada pertumbuhan; (2) model
pembangunan ekonomi yang berorientasi pada penciptaan lapangan kerja; (3) model
pembangunan ekonomi yang berorientasi pada penghapusan kemiskinan; serta (4) model
5
pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dasar. Berdasarkan
empat model pembangunan tersebut, semuanya bertujuan pada perbaikan kualitas hidup,
peningkatan barang-barang dan jasa, penciptaan lapangan kerja baru dengan upah yang
layak, dengan harapan tercapainya tingkat hidup minimal untuk semua rumah tangga yang
perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk yang
dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya yang ada dan
membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk
menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi
daerah adalah meningkatnya pertumbuhan ekonomi wilayah, atau dengan kata lain
kenaikan seluruh nilai tambah (added value) yang terjadi di wilayah tersebut (Tarigan,
6
a. Teori Pertumbuhan Klasik
secara sistematis. Inti ajaran Smith adalah agar masyarakat diberi kebebasan yang
Menurut Smith sistem ekonomi pasar bebas akan menciptakan efisiensi, membawa
ekonomi kepada kondisi full employment dan menjamin pertumbuhan ekonomi sampai
tercapai posisi stationer (stationary state). Pemerintah tidak perlu terlalu dalam
dan menyediakan fasilitas yang mendorong pihak swasta berperan optiml dalam
perekonomian.
Pemerintah tidak perlu terjun langsung dalam kegiatan produksi dan jasa.
memberi kepastian hukum dan keadilan bagi para pelaku ekonomi. John Maynard
kebijaksanaan moneter, dan pengawasan langsung. Adam Smith dan John Maynard
menginginkan peran pemerintah yang cukup besar tetapi ada pula yang menginginkan
7
rasio tabungan nasional (s) serta rasio modal-output nasional. Secara lebih
atau secara positif berbanding lurus dengan rasio tabungan (yakni, semakin
lebih besar lagi pertumbuhan GDP yang dihasilkannya) dan secara negatif
Teori ini dikembangkan pada waktu yang hamper bersamaan oleh Roy F.
Harrod (1948) di Inggris dan Evsey D. Domar (1957) di Amerika Serikat. Teori ini
didasarkan atas asumsi : (a) Perekonomian bersifat tertutup, (b) Hasrat menabung
(MPS = s) adalah konstan, (c) Proses produksi memiliki koefisien yang tetap, serta (d)
Tingkat pertumbuhan angkatan kerja (n) adalah konstan dan sama dengan tingkat
analisis dan menyimpulkan bahwa pertumbuhan jangka panjang yang mantap (seluruh
kenaikan produksi dapat diserap oleh pasar) hanya bisa tercapai apabila terpenuhi
g = k= n,
Dimana:
g = growth (tingkat pertumbuhan output)
k = capital (tingkat pertumbuhan modal)
n = tingkat pertumbuhan angkatan kerja
8
Dalam Model ini, kelebihan atau kekurangan tabungan dan dengan tenaga
kerja dapat dinetralisir oleh arus keluar atau arus masuk. Pertumbuhan yang mantap
tergantung pada apakah arus modal dan tenaga kerja interregional bersifat
menyeimbangkan atau tidak. Pada model ini arus modal dan tenaga kerja searah
2004).
c. Teori Basis Ekonomi Teori basis ekspor murni dikembangkan pertama kali
oleh Tiebout.
satu wilayah atas sektor basis dan sektor non basis. Kegiatan basis
adalah kegiatan yang bersifat exogenous artinya tidak terikat pada kondisi
permintaan terhadap barang atau jasa di dalam wilayah tersebut, sehingga pada
produk dari aktivitas non basis. Teori basis ekonomi mendasarkan pandangannya
9
bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya
menggunakan sumberdaya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk
diekspor, akan menghasilkan kekayaan Daerah dan penciptaan peluang kerja (Arsyad,
1999).
sector unggulan apabila Daerah tersebut dapat memenangkan persaingan pada sektor
yang sama dengan Daerah lain sehingga dapat menghasilkan ekspor. Untuk
menganalisis basis ekonomi suatu wilayah, salah satu teknik yang lazim digunakan
adalah kuosien lokasi (Location Quotient, LQ). Location Quotient digunakan untuk
(leading sektors). Dalam teknik LQ berbagai peubah (faktor) dapat digunakan sebagai
indikator pertumbuhan wilayah, misalnya kesempatan kerja (tenaga kerja) dan Produk
Model pertumbuhan ini adalah perluasan dari teori basis ekspor, yaitu dengan
menambah faktor-faktor yang bersifat eksogen. Selain itu model basis ekspor hanya
membahas Daerah itu sendiri tanpa memperhatikan dampak dari Daerah tetangga.
Model ini memasukkan dampak dari daerah tetangga, itulah sebabnya maka
dinamakan model interregional. Dalam model ini diasumsikan bahwa selain ekspor
pengeluaran pemerintah dan investasi juga bersifat eksogen dan Daerah itu terikat
10
kepada suatu sistem yang terdiri dari beberapa Daerah yang berhubungan erat
(Tarigan, 2004).
Dalam penelitian ini digunakan teori basis ekonomi karena teori ini adalah
bentuk model pendapatan yang paling sederhana dan dapat bermanfaat sebagai
sarana untuk memperjelas struktur daerah yang bersangkutan, teori ini juga
memberikan landasan yang kuat bagi studi pendapatan regional dan juga dapat
digunakan untuk melihat faktor-faktor apa saja yang dapat mendorong pertumbuhan
perkembangan ekonomi saat ini dan saat yang akan datang. Statistik tersebut
ekonomi saat ini dan untuk memprediksi perkembangan ekonomi di masa yang akan
datang. Fungsi lain dari indikator makro ekonomi adalah untuk mengatur atau mengubah
ekspektasi pasar. Oleh sebab itu, indikator makro ekonomi dapat memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap pasar barang dan jasa, pasar tenaga kerja, pasar valuta asing, pasar
saham, dan pasar bursa berjangka. Secara lebih spesifik, dalam rangka mencapai tujuan
penulisan buku ini, maka terdapat indikator-indikator makro ekonomi yang perlu untuk
11
diamati. Indikator-indikator dimaksud adalah (1) Pertumbuhan Ekonomi, (2) PDRB per
1. Pertumbuhan Ekonomi
daerah dalam periode waktu tertentu atau bisa juga digunakan untuk mengukur kinerja
ekonomi suatu daerah pada suatu periode tertentu. LPE ini dihitung berdasarkan data
Yit x 100%
r = - 100%
Yit-1
Dimana:
sektor dalam penciptaan total laju pertumbuhan ekonomi. Rumus yang digunakan
12
PDRB perkapita: merupakan besaran untuk menunjukkan besarnya pendapatan yang
dapat dinikmati oleh setiap penduduk secara rata-rata selama satu tahun. PDRB per
kapita diperoleh dari hasil bagi PDRB total Atas Dasar Harga Berlaku dengan jumlah
Secara umum Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan nilai tambah
bruto seluruh barang dan jasa yang tercipta atau dihasilkan di wilayah domestik suatu
negara yang timbul akibat berbagai aktivitas ekonomi dalam suatu periode tertentu
tanpa memperhatikan apakah faktor produksi yang dimiliki residen atau non-residen.
PDRB disajikan atas dasar harga konstan dan atas dasar harga berlaku. PDRB atas dasar
harga berlaku menceritakan nilai ekonomi yang tidak hanya dipengaruhi oleh
Melalui distribusi nilai PDRB atas dasar harga berlaku dapat diketahui struktur
perekonomian suatu wilayah. Selain itu kinerja perekonomian daerah yang dinilai dari
dasar harga konstannya. Tiga pendekatan yang digunakan dalam penghitungan Produk
a. Pendekatan produksi :
PDRB = Nilai Tambah Bruto (NTB) tujuh belas kategori lapangan usaha
b. Pendekatan pendapatan :
13
c. Pendekatan pengeluaran :
a. Revaluasi : perkalian kuantum pada tahun berjalan dengan harga pada tahun dasar
b. Ekstrapolasi : perkalian nilai produksi pada tahun dasar dengan indeks kuantum
c. Deflasi : membagi nilai produksi pada tahun berjalan dengan indeks harga tahun
berjalan.
d. Double Deflasi : membagi nilai produksi dan biaya antara pada tahun berjalan
Ada beberapa manfaat dari penghitungan PDRB antara lain, untuk melihat
keterbandingan antar daerah, untuk melihat kesenjangan ekonomi antar daerah dan
antar sektor, untuk melihat potensi ekonomi yang masih bisa dikembangkan untuk
perhitungan PDRB perkapita baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga
konstan. Secara makro, indikator tersebut cukup mewakili capaian pembangunan suatu
14
yang dihasilkan pada seluruh sektor ril dengan jumlah penduduk dalam wilayah
tersebut.
3. Inflasi
Untuk mengukur perubahan harga dari dua periode waktu yang berbeda
digunakan angka indeks harga. Angka indeks harga adalah angka yang menunjukkan
perbandingan harga dalam dua waktu yang berbeda, sehingga angka indeks harga
komoditi yang terjadi pada suatu periode waktu dengan periode waktu yang telah
ditentukan. Karena data harga yang digunakan adalah harga konsumen, maka indeks
Untuk menghitung angka Indeks Harga Konsumen (IHK) ada beberapa formula
atau rumusan indeks yang dapat digunakan, seperti indeks paasche, indeks fisher,
indeks yang digunakan adalah rumusan indeks laspeyres, karena dalam rumusan
indeksnya menggunakan kuantum yang tetap sesuai tahun dasar. Rumusan indeks
∑ PnQ0
In = x 100%
∑ P0Q0
Dimana:
In = indeks bulan ke-n
Pn = harga jenis komoditi bulan ke-n
P0 = harga jenis komoditi tahun dasar
Q0 = kuantum jenis komoditi tahun dasar
15
Dengan pertimbangan bahwa perhitungan dilakukan secara bulanan, serta
dapat mengakomodir perubahan relatif dari setiap harga komoditi yang termasuk
dalam paket dari penghitungan IHK, maka rumusan indeks laspeyres diatas dimodifikasi
(RH), kemudian menghitung nilai konsumsi (NK), menghitung IHK, dan terakhir
16
III. MAKROEKONOMI KABUPATEN TULANG BAWANG
didominasi oleh kategori pertanian, kehutanan, dan perikanan dengan distribusi mencapai
37,51 persen, kemudian disusul oleh kategori industri pengolahan sebesar 23,22 persen.
sebesar 10,85 persen dan 9,15 persen. Sementara itu, peranan sektor lainnya masing-
17
Pertumbuhan Ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk mengetahui
perkembangan perekonomian suatu daerah pada satu periode tertentu. Secara makro
Tulang Bawang pada tahun 2019 mengalami penurunan sebesar 0,01 persen dibandingkan
tahun sebelumnya. Laju pertumbuhan PDRB Tulang Bawang tahun 2019 mencapai 5,48
persen. Pertumbuhan ekonomi tertinggi dicapai oleh kategori industri pengolahan sebesar
bercocok tanam dengan alat dan mesin pertanian modern, pola penanaman dengan
unggulan, adalah beberapa upaya yang dilakukan pemerintah daerah dalam mendongkrak
geliat perekonomian di Kabupaten Tulang Bawang. Selain itu kerjasama yang dibangun
antara pemerintah daerah dengan pihak swasta melalui optimalisasi Costumer Social
CSR tersebut baik materiil maupun non materiil mampu mengurangi disparitas antar
terangkat secara ekonomi dengan adanya program CSR tersebut. Masyarakat mulai
menyadari bahwa kehadiran pihak swasta tidak semata membawa dampak negatif terhadap
18
pengembangan beberapa usaha yang selama ini dijalankan oleh masyarakat di Kabupaten
Tulang Bawang.
Pertumbuhan ekonomi Tulang Bawang dari tahun 2015 sampai 2019 secara rata-rata
mencapai 5,37 persen, dengan masing-masing pertumbuhan sebesar 5,02 persen (2015);
5,42 persen (2016); 5,45 persen (2017); 5,49 persen (2018); dan 5,49 persen (2019).
Pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2018 yakni sebesar 5,49 persen, sebaliknya yang
19
3.2 Inflasi
Inflasi atau kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus-menerus.
Inflasi yang tinggi dan tidak stabil menyebabkan pendapatan riil masyarakat turun,
ekonomi biaya tinggi. Melalui peran Tim Pengendalian Inflasi di pusat dan TPID yang saat ini
mencapai 451, di seluruh provinsi dan di kabupaten/kota diharapkan kenaikan harga yang
Salah satu ciri inflasi, khususnya komoditas pangan adalah karena kurangnya
pasokan yang disebabkan oleh gangguan produksi, distribusi, dan perubahan kebijakan
pemerintah. Dari karakteristik ini, maka cara yang cukup efektif untuk mengatasinya adalah
kerja sama dan koordinasi antara BI dan pemerintah dalam hal harmonisasi dan sinkronisasi
kebijakan.
mengalami penurunan secara rata-rata sebesar 1,012 persen. Akan tetapi lain halnya jika
20
Laju inflasi
Grafik 3.1 Laju Inflasi Kabupaten Tulang Bawang
di Kabupaten Tulang
Bawang rata-rata
Tahun 2018-2019,
deflasi sebesar 0,52 persen dengan tingkat inflasi sebesar 2,40 persen. Kondisi tersebut
terjadi karena terjadi penurunan pertumbuhan pada beberapa sektor ril, seperti konstruksi,
transportasi, sektor jasa seperti jaminan sosial, kasehatan, jasa pendidikan, dan jasa lainnya.
Selain itu dari aspek pengeluaran, tingkat konsumsi masyarakat juga mengalami
pertumbuhan yang menurun pada tahun 2019 dengan tingkat pertumbuhan konsumsi
rumah tangga perkapita sebesar 4,11 persen atau turun sebesar 13,84 persen dari tahun
2018.
rendahnya tingkat pendapatan perkapita suatu wilayah. Semakin tinggi tingkat pendapatan
21
Tabel 3.4 PDRB Perkapita Kabupaten Tulang Bawang Tahun 2015-2019 (Juta Rp)
PDRB 2015 2016 2017 2018 2019
PDRB ADH Berlaku 16.194.045,00 17.992.071,46 19.898.360,48 21.633.049,91 23.289.817,89
Penduduk 429.515 435.125 440.511 445.797 450.902
PDRB Perkapita 37,70 41,35 45.17 48,53 51,65
PDRB ADH Konstan 12.811.520,10 13.505.401,04 14.242.028,88 15.023.467,25 15.023.249,79
Penduduk 429.515 435.125 440.511 445.797 450.902
PDRB Perkapita 29,83 31,03 32,33 33,70 35,15
Pertumbuhan Jumlah Penduduk (%) 1,37 1,31 1,24 1,20 1,15
Bila PDRB suatu daerah dibagi dengan jumlah penduduk yang tinggal di daerah itu,
maka akan dihasilkan angka PDRB perkapita. PDRB Per kapita atas dasar harga berlaku
menunjukkan nilai PDRB per kepala atau per satu orang penduduk. PDRB perkapita
Kabupaten Tulang Bawang dari tahun 2015 sampai 2019 terus mengalami peningkatan.
Pada tahun 2019, PDRB perkapita ADHB Kabupaten Tulang Bawang sebesar 51,65 Juta
Rupiah, dengan pertumbuhan sebesar 8,02 persen. Sedangkan PDRB perkapita ADHK
Kabupaten Tulang Bawang sebesar 35,15 Juta Rupiah, dengan pertumbuhan sebesar 4,30
persen.
ke tahun seiring dengan kenaikan jumlah penduduk. Indikator ini menunjukkan bahwa
secara ekonomi setiap penduduk Tulang Bawang rata-rata mampu menciptakan PDRB atau
Sementara itu pertumbuhan perkapita secara ril juga meningkat antara 3 sampai 4
persen. Pertumbuhan ekonomi tersebut diikuti pula oleh penambahan jumlah penduduk
yang meningkat rata-rata pada kisaran 1 sampai 2 persen setiap tahunnya. Dengan
demikian maka pertumbuhan perkapita tersebut tidak saja terjadi secara ril tetapi juga
22
3.4 Indikator Lainnya
3.4.1 Kemiskinan
kemiskinan yang merupakan salah satu persoalan serius dan tidak diharapkan oleh semua
orang. Ukuran kemiskinan dapat dilihat dari jumlah penduduk miskin atau persentase
penduduk miskin di Kabupaten Tulang Bawang cenderung mengalami penurunan, hal ini
2016 prosentase penduduk miskin sebesar 10,20 persen sedangkan pada akhir tahun 2019
menjadi sebesar 9,50 persen atau secara persentase berkurang sebesar 3,66 persen. Untuk
lebih jelasnya gambaran umum mengenai angka kemiskinan di Kabupaten Tulang Bawang
unggulan pemerintah Kabupaten Tulang Bawang untuk tahun 2019 menunjukkan hasil yang
cukup menggembirakan. Jumlah penduduk miskin turun hingga 0,86 persen yang
23
3.4.2 Ketenagakerjaan
kerja naik sebesar 6,09 persen persen; angkatan kerja yang bekerja meningkat 2,08 persen.
investasi tersebut. ICOR juga bisa diartikan sebagai dampak penambahan kapital terhadap
penambahan sejumlah output (keluaran). Kapital diartikan sebagai barang modal fisik yang
dibuat oleh manusia dari sumber daya alam untuk digunakan secara terus menerus dan
berulang dalam proses produksi. Sedangkan output adalah besarnya nilai keluaran dari
24
suatu proses ekonomi (produksi) yang dalam hal ini digambarkan melalui parameter ”Nilai
Tambah”.
Data di atas menunjukkan besaran ICOR menurun dari sebesar 6,63 (2015)
menjadi 6,39 (2016). Pada tahun 2017 ICOR meningkat menjadi sebesar 6,47. Selanjutnya, di
tahun 2018 meningkat menjadi 6,64 dan tahun 2019 kembali meningkat menjadi 6,67. Hal
ini berarti bahwa untuk meningkatkan satu satuan output PDRB diperlukan investasi sebesar
6,67 satuan. Kenyataan yang terjadi Kabupaten Tulang Bawang masih sangat membutuhkan
Bawang kaya akan potensi sumber daya alam, namun pemanfaatannya masih kurang
optimal karena kurangnya investasi yang masuk. Investasi di semua sektor seperti
pariwisata angkutan dan pertanian selain mampu meningkatkan produksi juga menyerap
tenaga kerja.
25
IV. EKONOMI SEKTORAL
pembangunan ekonomi yang terjadi pada periode 2015 sampai 2019, tidak terlepas dari dua
faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal lebih dipengaruhi oleh
Sedangkan faktor eksternal banyak dipengaruhi oleh perubahan teknologi dan struktur
PDRB suatu wilayah digunakan atau dimanfaatkan, baik untuk memenuhi kebutuhan
permintaan di dalam wilayah maupun untuk memenuhi kebutuhan di luar wilayah. PDRB
menurut penggunaan atau pengeluaran biasa disebut sebagai PDRB yang ditinjau dari sisi
Konsumsi akhir rumah tangga menempati porsi terbesar dalam PDRB menurut
pengeluaran. Data berikut menunjukan hal tersebut, dimana sebagian besar produk
domestic dan produk impor digunakan untuk memenuhi konsumsi akhir rumah tangga.
Proporsi pengeluaran konsumsi rumah tangga terhadap PDRB pada periode tahun 2015
sampai dengan 2019 cukup berfluktuatif dengan berkisar diantara 55 sampai 56 persen.
60
Porsi tertinggi terjadi pada tahun 2019 yaitu 56,90 persen dan yang terendah terjadi pada
Secara umum, rata-rata konsumsi per rumah tangga terus meningkat dari tahun ke
tahun, baik menurut ADH Berlaku maupun ADH Konstan 2010. Pada tahun 2015, berdasar
harga berlaku setiap rumah tangga di Tulang bawang secara umum menghabiskan dana
sekitar 76 juta rupiah dalam setahun untuk membiayai konsumsi, baik dalam bentuk
makanan maupun bukan makanan (sandang, perumahan, pendidikan, dsb). Pengeluaran ini
terus meningkat menjadi 81 juta rupiah (2016); 87 juta rupiah (2017); 93 juta rupiah (2018);
61
Di sisi lain, rata-rata konsumsi per-kapita juga menunjukan kecenderungan yang
searah dengan kenaikan jumlah penduduk. Kondisi ini menunjukan bahwa rata-rata
konsumsi setiap penduduk di Kabupaten Tulang Bawang meningkat baik secara kuantitas
Secara total, pertumbuhan konsumsi rumah tangga ADH Konstan sebesar 5,38
persen pada tahun 2015. Pertumbuhan ini sedikit mengalami peningkatan selama tiga tahun
terakhir hingga pada tahun 2018 pertumbuhan konsumsi rumah tangga tercatat sebesar
6,03 persen dan kemudian sedikit menurun di tahun 2019 menjadi 5,30 persen. Hal senada
terjadi pada konsumsi perkapita yang pertumbuhannya meningkat dari 3,96 persen pada
tahun 2015 menjadi 4,77 persen pada tahun 2018 dan kemudian sedikit menurun di tahun
2019 menjadi 4,11 persen. Berdasarkan tabel 6 tersebut, terlihat bahwa peningkatan
keseluruhan konsumsi rumah tangga secara “riil” lebih tinggi daripada peningkatan jumlah
penduduk yang umumnya berada di bawah 2 persen. Pertumbuhan “riil” ini menunjukan
adanya perubahan konsumsi rumah tangga dalam bentuk kuantumn (volume) dari waktu ke
Bawang.
Komponen pembentukan modal tetap bruto (PMTB) pada sajian PDRB menurut
pengeluaran lebih menjelaskan tentang bagian dari pendapatan (income) yang direalisasikan
menjadi investasi (fisik). Atau pada sisi yang berbeda dapat pula diartikan sebagai gambaran
62
dari berbagai produk barang dan jasa yang sebagian digunakan sebagai investasi fisik
(kapital). Fungsi capital adalah sebagai input tidak langsung (indirect input) di dalam proses
produksi pada berbagai lapangan usaha. Kapital ini dapat berasal dari produksi domestik
Selain peningkatan yang terjadi pada komponen konsumsi akhir (rumah tangga
maupun pemerintah), PMTB juga menunjukkan peningkatan baik secara nominal maupun
riil. Dalam kurun waktu 2015 sampai 2019, pertumbuhan PMTB berfluktuatif, namun secara
keseluruhan pertumbuhannya cenderung meningkat dari sebesar 5,82 persen di tahun 2015
menjadi 5,96 persen di tahun 2018. Pertumbuhan PMTB pada masing-masing komponen
sangat bervariasi setiap tahunnya. Sub komponen bangunan merupakan komponen dengan
63
proporsi terbesar dalam pembentukan modal tetap. Pertumbuhan di sektor bangunan dan
Proporsi PMTB bangunan dan non bangunan terhadap total PMTB cenderung
stabil selama periode 2015 sampai 2019 (tabel 9). Perubahan yang terjadi pada proporsi
tersebut tidak lepas dari pengaruh pertumbuhan yang terjadi pada masing-masing sub
komponen PMTB tersebut. Pertumbuhan “riil” sub komponen non bangunan pada tahun
2015 sebesar 9,03 persen. Pada tahun berikutnya meningkat menjadi 11,93 persen (2016);
kemudian turun drastis menjadi 3,46 persen (2017); lalu kembali meningkat menjadi 7,77
persen (2018); kemudian turun kembali menjadi 6,66 persen (2019). Sementara pada sub
komponen bangunan, jika dilihat pada pertumbuhannya juga menunjukkan pola yang
variatif antar tahunnya. Dalam periode tahun 2015 sampai dengan 2018 pertumbuhan
menjadi 7,54 persen (2016). Pada tahun 2017 pertumbuhan bangunan kembali meningkat
sebesar 9,95 persen. Namun pada tahun 2018 sedikit melambat menjadi 9,44 persen dan
Seluruh barang dan jasa yang dihasilkan (output) dalam sebuah wilayah
merupakan barang dan jasa akhir yang siap digunakan. Dalam beberapa literatur dikatakan
bahwa barang dan jasa yang dihasilkan merupakan penyediaan produk akhir yang
diproduksi dalam upaya pemenuhan permintaan dalam suatu wilayah maupun di luar
64
wilayah. Nilai akumulasi dari seluruh produk akhir dari barang dan jasa merupakan Produk
Domestik Regional Bruto dari sisi penawaran (supply sides). Peningkatan PDRB berdasarkan
lapangan usaha umumnya terjadi karena adanya peningkatan dari faktor-faktor produksi
seperti Tenaga Kerja (L), Modal (K), serta adanya penurunan biaya produksi sebagai dampak
Kategori ini mencakup segala pengusahaan yang didapatkan dari alam dan
digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sendiri atau untuk dijual kepada pihak lain.
Pengusahaan ini termasuk kegiatan yang tujuan utamanya untuk memenuhi kebutuhan
Tulang Bawang selama lima tahun terakhir memiliki trend cenderung menurun. Tercatat
pada tahun 2015 Nilai Tambah Bruto (NTB) kategori pertanian sebesar 6.802 miliar rupiah
dengan kontribusi terhadap nilai PDRB ADHB sebesar 42,01 persen. Lima tahun kemudian di
tahun 2019 NTB kategori pertanian memang naik menjadi 8.736 miliar rupiah, tetapi
Pada tahun 2019 terjadi kemarau panjang yang membuat hasil pertanian
menurun. Meskipun demikian, kontribusi pertanian terhadap total PDRB ADHB tetap yang
paling besar dibanding kategori yang lain. Kategori Pertanian terbagi atas 3 subkategori
65
besar antara lain subkategori Pertanian, Peternakan, Perburuan, dan Jasa Pertanian;
Tabel 4.3 Peranan Sub Kategori Pertanian, Peternakan, Perburuan dan Jasa
Terhadap Total PDRB Kategori Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Lapangan Usaha 2019
Pertanian, peternakan, perburuan, dan jasa pertanian
a. Tanaman pangan 25,11
b. Tanaman Holtikultura 0,53
c. Tanaman Perkebunan 3,07
d. Tanaman Holtikultura Tahunan dan Lainnya 0,74
e. Perkebunan Tahunan 16,70
f. Peternakan 9,07
g. Jasa Pertanian 1,76
Kehutanan dan Penebangan Kayu 0,56
Perikanan 42,46
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 100
Sumber: BPS Tulang Bawang, 2020
pertanian menjadi penyumbang terbesar terhadap kategori pertanian yaitu tercatat sebesar
56,98 persen dari seluruh NTB kategori pertanian. Disusul dengan subkategori perikanan
yang menyumbang sebesar 42,46 persen terhadap NTB Kategori Pertanian dan sisanya 0,56
persen dari subkategori kehutanan dan penebangan kayu. Jika dirinci lebih jauh, tanaman
66
4.2.2 Industri Pengolahan
secara kimia atau fisik dari bahan, unsur atau komponen menjadi produk baru. Bahan baku
atau penggalian seperti produk dari kegiatan industri pengolahan lainnya Perubahan,
pembaharuan atau rekonstruksi yang pokok dari barang secara umum diperlakukan sebagai
industri pengolahan. Unit industri pengolahan digambarkan sebagai pabrik, mesin atau
peralatan yang khusus digerakkan dengan mesin dan tangan. Termasuk kategori industri
pengolahan adalah perubahan bahan menjadi produk baru dengan menggunakan tangan,
kegiatan maklon atau kegiatan penjualan produk yang dibuat di tempat yang sama dimana
produk tersebut dijual dan unit yang melakukan pengolahan bahan-bahan dari pihak lain
terbesar adalah Industri Makanan dan Minuman yaitu sebesar 99,85 persen pada tahun
2019; kemudian diikuti oleh Industri Barang Galian Bukan Logam sebesar 0,08 persen;
Industri Karet, Barang dari Karet dan Plastik sebesar 0,03 persen; dan Industri Kayu, Barang
dari Kayu dan Gabus dan Barang Anyaman dari Bambu, Rotan dan Sejenisnya sebesar 0,02
persen. Sementara itu, peranan subkategori yang lain memyumbang dengan persentase
67
Tabel 4.4 Peranan Sub Kategori Industri Pengolahan terhadap Total PDRB Industri Pengolahan
Lapangan Usaha 2019
Industri Makanan dan Minuman 99,85
Industri Kayu, Barang dari Kayu dan gabus dan Barang anyaman dari bambu, rotan dan 0,02
sejenisnya
Industri Karet, Barang dari Karet dan Plastik 0,03
Industri Barang Galian bukan Logam 0,08
Industri Barang dari Logam, Komputer, barang elektronik, optik dan peralatan listrik 0,01
Industri Furnitur 0,01
Industri Pengolahan 100
Sumber: BPS Tulang Bawang, 2020
4.2.3 Perdagangan
besar dan eceran (yaitu penjualan tanpa perubahan teknis) dari berbagai jenis barang, dan
penjualan secara grosir (perdagangan besar) maupun eceran merupakan tahap akhir dalam
pendistribusian barang dagangan. Kategori ini juga mencakup reparasi mobil dan sepeda
motor.
Penjualan tanpa perubahan teknis juga mengikutkan kegiatan yang terkait dengan
ulang menjadi ukuran yang lebih kecil, penggudangan, baik dengan pendingin maupun tidak,
pembersihan dan pengeringan hasil pertanian, pemotongan lembaran kayu atau logam.
Pedagang besar seringkali secara fisik mengumpulkan, menyortir, dan memisahkan kualitas
barang dalam ukuran besar, membongkar dari ukuran besar dan mengepak ulang menjadi
68
ukuran yang lebih kecil. Sedangkan pedagang eceran melakukan penjualan kembali
barangbarang (tanpa perubahan teknis), baik barang baru maupun bekas, utamanya kepada
masyarakat umum untuk konsumsi atau penggunaan perorangan maupun rumah tangga,
melalui toko, departement store, kios, mail-order houses, penjual dari pintu ke pintu,
pedagang keliling, koperasi konsumsi, rumah pelelangan, dan lainlain. Pada umumnya
pedagang pengecer memperoleh hak atas barang-barang yang dijualnya, tetapi beberapa
pedagang pengecer bertindak sebagai agen, dan menjual atas dasar konsinyasi atau komisi.
Tabel 4.5 Peranan Sub Kategori Perdagangan Besar dan Eceran;Reparasi mobil
dan sepeda motor terhadap Total PDRB Kategori Perdagangan Besar dan Eceran
Lapangan Usaha 2019
Perdagangan Mobil, Sepeda Motor dan Reparasinya 24,15
Perdagangan Besar dan Eceran, Bukan Mobil dan Sepeda Motor 75,85
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 100
Sumber: BPS Tulang Bawang, 2020
Selama 5 tahun terakhir, Kategori Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil
Tulang Bawang. Pada tahun 2019, kontribusi kategori ini sebesar 10,85 persen, dengan
rincian bahwa sebesar 75,85 persen (terhadap kategori) disumbangkan oleh subkategori
Perdagangan Besar dan Eceran, Bukan Mobil dan Sepeda Motor dan sisanya sebesar 24,15
persen (terhadap kategori) disumbangkan oleh Perdagangan Mobil, Sepeda Motor dan
Reparasinya.
69
V. PENUTUP
yang dimiliki oleh Tulang Bawang, terutama sumber daya unggulan yang tergolong dalam
sumber daya alam sebagai modal dasar pembangunan ekonomi daerah. Pengembangan
perekonomian daerah, pemerintah daerah memiliki peranan yang sangat sentral, yaitu
sebagai pelopor dan koordinator dalam pemanfaatan sumber daya ekonomi, sebagai
entrepreneur dimana pemerintah daerah dituntut untuk terlibat secara aktif dan inovatif,
dan sebagai stimulator dan fasilitator yang mampu merangsang investor untuk
buku ini diharapkan menjadi motivasi bagi semua pihak untuk lebih proaktif dalam
potensi ekonomi di Kabupaten Tulang Bawang. Oleh karenanya, saran dan kritik yang
konstruktif sangat dibutuhkan dalam upaya perbaikan mutu substansi buku ini di masa yang
akan datang. Semoga dengan buku profil ekonomi daerah ini dapat memberikan manfaat
70
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Lincolin. 2010. Ekonomi Pembangunan, Edisi 5. UPP STIM YKPN. Yogyakarta.
Dang, G. dan Peng, L. Sue. 2015. (Chapter 2: Theoriest of Economic Development), dalam
Dang G dan L Sue Peng (Eds). Infrastructure Investment in Developing Economies. DOI
10.1007/978-981-287-248-7_2. Springer Science Bussiness Media. Singapore.
Hidayatulloh, ND. Bait. 2016. Analisis Pelayanan Publik Setelah Pemekaran Wilayah di
Kabupaten Tulang Bawang Tahun 2016. Tesis tidak dipublikasikan, Program
Perencanaan Pembangunan Daerah, Magister Ekonomika Pembangunan, Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.
Hoff, Karla and Stiglitz E. Joseph. 2016. Modern Economic Theory and Development.
Economic Development Documents.
Osborn, David dan Gaebler Ted. 1992. Reinventing Government: How the Enterpreuneurial
Spirit Is Transforming the Public Sector, dalam Addison Wesley (Eds.). Restructuring
Local Government. Departement of City and Regional Planning and Cornell
Cooperative Extension, Cornell University, New York. Tersedia di
http://cms.mildredwarner.org. Diakses pada 22 Oktober 2016.
Romer, Paul M. 1990. Endogenous Technological Change. The Journal of Political Economy,
Vol. 98 No.5, part 2: The Problem of Development: A Conference of Institute for the
Study of Free Enterprise Systems: S71-S102.
--------. 1994. The Origin of Endogenous Growth. Journal of Economic Perspective. Volume 8
No. 1: 3-22.
61
Rondinelli, Dennis A., McCullogh, S. James, dan Ronald, W. Johnson. 1989. Analysing
Decentralization Policies in Developing Countries: a Political-Economy Framework.
Development and Change (SAGE, London, Newburry Park and New Delhi), Vol. 20 : 57-
87.
Solow, M. Robert. 1956. A Contribution to the Theory of Economic Growth. The Quarterly
Journal of Economics, Vol. 70. No.1: 65-94.
Todaro, M.P. 1998. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Edisi 5. Trans. Haris Munandar.
Erlangga. Jakarta.
Todaro, M.P. dan Smith, S.C. 2006. Pembangunan Ekonomi, Edisi 9. Trans. Haris Munandar.
Erlangga. Jakarta.
Wang, Hui-Ling. 2014. Theories For Competitive Advantage, Papers, Faculty of Bussiness,
University of Wollongong. Australia.
62