Anda di halaman 1dari 39

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke Hadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya

sehingga Buku Profil Ekonomi Kabupaten Tulang Bawang Tahun 2020 ini dapat selesai tanpa

hambatan berarti. Dokumen ini merupakan basis data perkembangan sektor-sektor

perekonomian yang selama ini menjadi motor penggerak pembangunan ekonomi daerah.

Susunan sistematis buku ini diawali dengan gambaran perkembangan makroekonomi Tulang

Bawang dengan indikator pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya, diuraikan tentang gambaran

perkembangan mengenai perekonomian per sektor. Pada bagian inti, diuraikan secara

mendetail mengenai perkembangan ekonomi sektoral.

Kami menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan buku

Profil Ekonomi Kabupaten Tulang Bawang ini, untuk itu kritik dan saran yang membangun

sangat kami butuhkan guna perbaikan dan pengembangan kedepan. Selanjutnya atas

bantuan dari berbagai pihak dalam penyelesaian buku ini kami ucapkan terima kasih.

Menggala, September 2020


Kepala Bappeda Kabupaten Tulang Bawang,

Dicky Soerachman, S.E.


NIP. 19730811 199902 1 001

i
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keinginan kuat dari pemerintah daerah untuk membuat strategi pengembangan

ekonomi daerah dapat membuat masyarakat ikut serta membentuk bangun ekonomi

daerah yang dicita-citakan. Dengan pembangunan ekonomi daerah yang terencana,

pembayar pajak dan penanam modal juga dapat tergerak untuk mengupayakan peningkatan

ekonomi. Kebijakan pertanian yang mantap, misalnya, akan membuat pengusaha dapat

melihat ada peluang untuk peningkatan produksi pertanian dan perluasan ekspor. Dengan

peningkatan efisiensi pola kerja pemerintahan dalam pembangunan, sebagai bagian dari

perencanaan pembangunan, pengusaha dapat mengantisipasi bahwa pajak dan retribusi

tidak naik, sehingga tersedia lebih banyak modal bagi pembangunan ekonomi daerah pada

tahun depan.

Tahap selanjutnya yang perlu dilakukan adalah menginisiasi penguatan ekonomi

melalui berbagai pengembangan yang diarahkan pada keunggulan kompetitif (competitive

advantages). Pengembangan dilakukan dengan melakukan berbagai inovasi produk yang

dimulai dari hilir pada level produsen hingga hulu pada level konsumen. Porter (1990 dalam

Wang, 2014) menyatakan bahwa faktor keunggulan komparatif telah dikalahkan oleh

kemajuan teknologi. Namun demikian, setiap wilayah masih mempunyai faktor keunggulan

khusus bukan didasarkan pada biaya produksi yang murah saja, tetapi lebih dari itu, yaitu

adanya inovasi (innovations). Pemerintah Daerah dihadapkan pada sebuah pilihan yang

berat dimana, peningkatan perekonomian, yang dalam hal ini umum dikatakan

pertumbuhan ekonomi selama ini selalu dilandaskan atas keunggulan komparatif. Hal yang

1
selalu menjadi ujung tombak bagi pembangunan daerah adalah aspek potensi unggulan

daerah yang melimpah, lokasi yang strategis, serta biaya produksi yang masih sangat murah

yang diikuti dengan jumlah tenaga kerja tak terdidik yang melimpah. Jika pemerintah

daerah sadari, ilmu pengetahuan yang mampu melahirkan sebuah inovasi merupakan hal

yang tidak dapat dikesampingkan.

Pembangunan dikatakan berhasil apabila tingkat perekonomian secara makro

berimbang dengan tingkat perekonomian pada level industri, rumah tangga dan masyarakat

yang dikenal dengan istilah ekonomi sektoral atau perekonomian secara mikro.

Pembangunan ekonomi yang hanya mengejar pertumbuhan tinggi dengan mengandalkan

keunggulan komparatif semata berupa kekayaan alam yang berlimpah, upah tenaga kerja

murah, dan posisi strategis, saat ini sulit untuk dipertahankan lagi. Menurut Romer (1990)

daya saing tidak dapat diperoleh dari misalnya faktor upah rendah atau tingkat bunga

rendah, tetapi harus pula diperoleh dari kemampuan untuk melakukan perbaikan dan

inovasi secara berkesinambungan. Besarnya potensi sumber daya, tanpa diikuti dengan

peningkatan ilmu pengetahuan adalah hal yang sia-sia belaka (Hoff, 2016).

Masalah pokok dalam pembangunan daerah berada pada penekanan terhadap

kebijakan-kebijakan pembangunan yang berdasarkan pada kekhasan daerah yang

bersangkutan (endogenous development) dengan menggunakan potensi sumberdaya

manusia, kelembagaan, dan sumberdaya fisik secara lokal (daerah) dengan Ilmu

pengetahuan sebagai pembangkit pembangunan daerah. Sehingga kita perlu melakukan

pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan

untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang kegiatan ekonomi (Arsyad,

2
2010). Berdasarkan uraian tersebut, maka dirasa perlu untuk membuat sebuah dokumen

yang mampu menyajikan berbagai informasi penting terkait dengan pembangunan ekonomi

daerah di Kabupaten Tulang Bawang dalam bentuk Profil Ekonomi Kabupaten Tulang

Bawang.

1.2 Tujuan dan Ruang Lingkup

Tujuan dari penyusunan Profil Ekonomi Kabupaten Tulang Bawang Tahun 2020

adalah mengidentifikasi dan memperbaharui perkembangan perekonomian Tulang Bawang

serta memberikan Informasi sekaligus rujukan dalam pengambilan kebijakan pembangunan

daerah bidang ekonomi. Profil Ekonomi Kabupaten Tulang Bawang ini disusun secara

sistematis dan terstruktur. Ruang lingkup kegiatan penyusunan buku ini adalah sebagai

berikut:

1. Pengumpulan Data yang terdiri dari updating, pengolahan dan analisis data baik berupa

data primer dan data sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber;

2. Penyusunan kerangka pikir dan Penyusunan Outline;

3. Output berupa buku Profil Ekonomi Kabupaten Tulang Bawang Tahun 2020.

3
II. LANDASAN KONSEPTUAL

Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama yaitu

termanfaatkannya seluruh faktor produksi (full employment) sehingga tingkat

kesejahteraan meningkat yang ditandai dengan menurunnya tingkat pengangguran,

menurunnya angka kemiskinan, meningkatnya pertumbuhan ekonomi, meningkatnya daya

beli masyarakat dan terkendalinya tingkat inflasi. Dalam upaya untuk mencapai tujuan

tersebut, pemerintah daerah dan masyarakatnya harus secara bersama-sama mengambil

inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah (beserta partisipasi

masyarakatnya dan dengan menggunakan setiap sumber daya yang ada) harus mampu

menaksir potensi setiap sumberdaya yang diperlukan untuk merancang dan membangun

perekonomian daerah (Osborn dan Gaebler, 1992).

2.1 Konsep Pembangunan Ekonomi

Pembangunan ekonomi berarti adanya suatu proses pembangunan yang terjadi

terus menerus yang bersifat menambah dan memperbaiki segala sesuatu menjadi lebih baik

lagi. Adanya proses pembangunan itu di diharapkan terdapat kenaikan pendapatan riil

masyarakat yang berlangsung untuk jangka panjang. Pembangunan ekonomi merupakan

suatu proses pembangunan yang terjadi terus-menerus yang bersifat dinamis. Apapun yang

dilakukan, hakikat dari sifat dan proses pembangunan itu mencerminkan adanya terobosan

yang baru, jadi bukan merupakan gambaran ekonomi suatu saat saja. Pembangunan

ekonomi berkaitan pula dengan pendapatan perkapita riil, di sini ada dua aspek penting

yang saling berkaitan yaitu pendapatan total atau yang lebih banyak dikenal dengan

4
pendapatan nasional dan jumlah penduduk. Pendapatan perkapita berarti pendapatan total

dibagi dengan jumlah penduduk.

Pembangunan ekonomi dipandang sebagai proses multidimensional yang

mencakup segala aspek dan kebijaksanaan yang komprehensif baik ekonomi maupun non

ekonomi (Arsyad, 2010). Tiga nilai inti pembangunan (Todaro dan Smith, 2006) sekaligus

merupakan sasaran pembangunan utama yang minimal dan pasti ada adalah:

1. Sustenance, Meningkatkan persediaan dan memperluas pembagian atau pemerataan

bahan pokok yang dibutuhkan untuk bisa hidup, seperti perumahan, kesehatan dan

lingkungan.

2. Self esteem, Mengangkat taraf hidup temasuk menambah dan mempertinggi

pendapatan dan penyediaan lapangan kerja, pendidikan yang lebih baik, dan perhatian

yang lebih besar terhadap nilai-nilai budaya manusiawi, yang semata-mata bukan hanya

untuk memenuhi kebutuhan materi, akan tetapi untuk meningkatkan kesadaran akan

harga diri baik individu maupun nasional.

3. Freedom, Memperluas jangkauan pilihan ekonomi dan sosial bagi semua individu dan

nasional dengan cara membebaskan mereka dari sikap budak dan ketergantungan, tidak

hanya hubungan dengan orang lain dan negara lain, tetapi dari sumber-sumber

kebodohan dan penderitaan.

Terdapat empat model pembangunan berdasarkan teori pembangunan ekonomi

yaitu (1) model pembangunan ekonomi yang beorientasi pada pertumbuhan; (2) model

pembangunan ekonomi yang berorientasi pada penciptaan lapangan kerja; (3) model

pembangunan ekonomi yang berorientasi pada penghapusan kemiskinan; serta (4) model

5
pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dasar. Berdasarkan

empat model pembangunan tersebut, semuanya bertujuan pada perbaikan kualitas hidup,

peningkatan barang-barang dan jasa, penciptaan lapangan kerja baru dengan upah yang

layak, dengan harapan tercapainya tingkat hidup minimal untuk semua rumah tangga yang

kemudian sampai batas maksimal (Dang dan Peng, 2015).

2.2 Teori Pembangunan Ekonomi Daerah

Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang

melibatkan pembentukan institusi baru, pembangunan industri alternatif,

perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk yang

lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, dan transformasi pengetahuan

(Adisasmita, 2005:19). Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses

dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya yang ada dan

membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk

menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi

(pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut (Arsyad, 1999).

Pembangunan ekonomi daerah erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi

wilayah. Hal yang mampu mendorong terjadinya percepatan pembangunan ekonomi

daerah adalah meningkatnya pertumbuhan ekonomi wilayah, atau dengan kata lain

terjadinya pertambahan pendapatan masyarakat yang terjadi di suatu wilayah, yaitu

kenaikan seluruh nilai tambah (added value) yang terjadi di wilayah tersebut (Tarigan,

2005). Terdapat beberapa teori pertumbuhan ekonomi daerah/wilayah sebagai berikut:

6
a. Teori Pertumbuhan Klasik

Adam Smith adalah orang pertama yang membahas pertumbuhan ekonomi

secara sistematis. Inti ajaran Smith adalah agar masyarakat diberi kebebasan yang

seluas-luasnya dalam menentukan kegiatan ekonomi yang terbaik untuk dilakukan.

Menurut Smith sistem ekonomi pasar bebas akan menciptakan efisiensi, membawa

ekonomi kepada kondisi full employment dan menjamin pertumbuhan ekonomi sampai

tercapai posisi stationer (stationary state). Pemerintah tidak perlu terlalu dalam

mencampuri urusan perekonomian. Tugas pemerintah adalah menciptakan kondisi

dan menyediakan fasilitas yang mendorong pihak swasta berperan optiml dalam

perekonomian.

Pemerintah tidak perlu terjun langsung dalam kegiatan produksi dan jasa.

Sementara peranan pemerintah adalah menjamin keamanan dan ketertiban serta

memberi kepastian hukum dan keadilan bagi para pelaku ekonomi. John Maynard

Keynes mengoreksi pandangan Smith dengan mangatakan bahwa untuk menjamin

pertumbuhan yang stabil pemerintah perlu menerapkan kebijaksanaan fiskal,

kebijaksanaan moneter, dan pengawasan langsung. Adam Smith dan John Maynard

Keyneys tetap mengandalkan mekanisme pasar. Perbedaanya adalah ada yang

menginginkan peran pemerintah yang cukup besar tetapi ada pula yang menginginkan

peran pemerintah haruslah sekecil mungkin.

b. Teori Harrod-Domar dalam sistem regional

Teori pertumbuhan ekonomi harrod-domar, secara jelas menyatakan bahwa

tingkat pertumbuhan GDP (ΔY / Y) ditentukan secara bersama-sama oleh

7
rasio tabungan nasional (s) serta rasio modal-output nasional. Secara lebih

spesifik, persamaan itu menyatakan bahwa tanpa adanya intervensi

pemerintah, tingkat pertumbuhan pendapatan nasional akan secara langsung

atau secara positif berbanding lurus dengan rasio tabungan (yakni, semakin

banyak bagian-bagian GDP yang ditabung dan di investasikan, maka akan

lebih besar lagi pertumbuhan GDP yang dihasilkannya) dan secara negatif

atau berbanding terbalik terhadap rasio modal-output dari suatu

perekonomian (yakni semakin besar rasio modal out-put nasional atau k,

maka tingkat pertumbuhan GDP akan semakin rendah) (michael p.todaro,

stephen c smith. 2003).

Teori ini dikembangkan pada waktu yang hamper bersamaan oleh Roy F.

Harrod (1948) di Inggris dan Evsey D. Domar (1957) di Amerika Serikat. Teori ini

didasarkan atas asumsi : (a) Perekonomian bersifat tertutup, (b) Hasrat menabung

(MPS = s) adalah konstan, (c) Proses produksi memiliki koefisien yang tetap, serta (d)

Tingkat pertumbuhan angkatan kerja (n) adalah konstan dan sama dengan tingkat

pertumbuhan penduduk. Atas dasar asumsi-asumsi tersebut, Harrod-Domar membuat

analisis dan menyimpulkan bahwa pertumbuhan jangka panjang yang mantap (seluruh

kenaikan produksi dapat diserap oleh pasar) hanya bisa tercapai apabila terpenuhi

syarat-syarat keseimbangan sebagai berikut :

g = k= n,
Dimana:
g = growth (tingkat pertumbuhan output)
k = capital (tingkat pertumbuhan modal)
n = tingkat pertumbuhan angkatan kerja

8
Dalam Model ini, kelebihan atau kekurangan tabungan dan dengan tenaga

kerja dapat dinetralisir oleh arus keluar atau arus masuk. Pertumbuhan yang mantap

tergantung pada apakah arus modal dan tenaga kerja interregional bersifat

menyeimbangkan atau tidak. Pada model ini arus modal dan tenaga kerja searah

karena pertumbuhan membutuhkan keduanya secara seimbang (Robinson Tarigan,

2004).

c. Teori Basis Ekonomi Teori basis ekspor murni dikembangkan pertama kali
oleh Tiebout.

Teori ini membagi kegiatan produksi/jenis pekerjaan yang terdapat di dalam

satu wilayah atas sektor basis dan sektor non basis. Kegiatan basis

adalah kegiatan yang bersifat exogenous artinya tidak terikat pada kondisi

internal perekonomian wilayah dan sekaligus berfungsi mendorong

tumbuhnya jenis pekerjaan lainnya. Sedangkan kegiatan non basis adalah

kegiatan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di Daerah itu sendiri.

Analisis basis ekonomi adalah berkenaan dengan identifikasi

pendapatan basis (Richardson, 1991).

Bertambah banyaknya kegiatan basis dalam suatu wilayah akan menambah

arus pendapatan ke dalam wilayah yang bersangkutan, yang selanjutnya menambah

permintaan terhadap barang atau jasa di dalam wilayah tersebut, sehingga pada

akhirnya akan menimbulkan kenaikan volume kegiatan non basis. Sebaliknya

berkurangnya aktivitas basis akan mengakibatkan berkurangnya pendapatan yang

mengalir ke dalam suatu wilayah, sehingga akan menyebabkan turunnya permintaan

produk dari aktivitas non basis. Teori basis ekonomi mendasarkan pandangannya

9
bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya

peningkatan ekspor dari wilayah tersebut. Pertumbuhan industri-industri yang

menggunakan sumberdaya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk

diekspor, akan menghasilkan kekayaan Daerah dan penciptaan peluang kerja (Arsyad,

1999).

Asumsi ini memberikan pengertian bahwa suatu Daerah akan mempunyai

sector unggulan apabila Daerah tersebut dapat memenangkan persaingan pada sektor

yang sama dengan Daerah lain sehingga dapat menghasilkan ekspor. Untuk

menganalisis basis ekonomi suatu wilayah, salah satu teknik yang lazim digunakan

adalah kuosien lokasi (Location Quotient, LQ). Location Quotient digunakan untuk

mengetahui seberapa besar tingkat spesialisasi sektor-sektor basis atau unggulan

(leading sektors). Dalam teknik LQ berbagai peubah (faktor) dapat digunakan sebagai

indikator pertumbuhan wilayah, misalnya kesempatan kerja (tenaga kerja) dan Produk

Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu wilayah.

d. Model Pertumbuhan Interregional (perluasan dari teori basis).

Model pertumbuhan ini adalah perluasan dari teori basis ekspor, yaitu dengan

menambah faktor-faktor yang bersifat eksogen. Selain itu model basis ekspor hanya

membahas Daerah itu sendiri tanpa memperhatikan dampak dari Daerah tetangga.

Model ini memasukkan dampak dari daerah tetangga, itulah sebabnya maka

dinamakan model interregional. Dalam model ini diasumsikan bahwa selain ekspor

pengeluaran pemerintah dan investasi juga bersifat eksogen dan Daerah itu terikat

10
kepada suatu sistem yang terdiri dari beberapa Daerah yang berhubungan erat

(Tarigan, 2004).

Dalam penelitian ini digunakan teori basis ekonomi karena teori ini adalah

bentuk model pendapatan yang paling sederhana dan dapat bermanfaat sebagai

sarana untuk memperjelas struktur daerah yang bersangkutan, teori ini juga

memberikan landasan yang kuat bagi studi pendapatan regional dan juga dapat

digunakan untuk melihat faktor-faktor apa saja yang dapat mendorong pertumbuhan

wilayah (Adisasmita, 2005).

2.3 Konsep dan Definisi Indikator Makro Ekonomi

Indikator makro ekonomi adalah statistik yang digunakan untuk melihat

perkembangan ekonomi saat ini dan saat yang akan datang. Statistik tersebut

diterbitkan secara periodik (umumnya harian, bulanan, maupun tahunan) oleh

pemerintah, lembaga-lembaga ataupun organisasi-organisasi swasta. Indikator

makro ekonomi tersebut dipublikasikan berdasarkan atas pengamatan terhadap

industri-industri, wilayah/daerah, ataupun negara.

Fungsi utama indikator makro ekonomi adalah untuk menganalisis perkembangan

ekonomi saat ini dan untuk memprediksi perkembangan ekonomi di masa yang akan

datang. Fungsi lain dari indikator makro ekonomi adalah untuk mengatur atau mengubah

ekspektasi pasar. Oleh sebab itu, indikator makro ekonomi dapat memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap pasar barang dan jasa, pasar tenaga kerja, pasar valuta asing, pasar

saham, dan pasar bursa berjangka. Secara lebih spesifik, dalam rangka mencapai tujuan

penulisan buku ini, maka terdapat indikator-indikator makro ekonomi yang perlu untuk

11
diamati. Indikator-indikator dimaksud adalah (1) Pertumbuhan Ekonomi, (2) PDRB per

kapita, dan (3) Inflasi.

1. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi merupakan tingkat keberhasilan pembangunan suatu

daerah dalam periode waktu tertentu atau bisa juga digunakan untuk mengukur kinerja

ekonomi suatu daerah pada suatu periode tertentu. LPE ini dihitung berdasarkan data

PDRB atas dasar harga konstan. Rumusnya adalah sebagai berikut:

Yit x 100%
r = - 100%
Yit-1
Dimana:

r = laju pertumbuhan (%)


Yit = PDRB adhk tahun ke-t (nominal)
Yit-1 = PDRB adhk tahun sebelumnya (nominal)

Peranan/kontribusi sektor ekonomi: persentase (proporsi) masing-masing

sektor terhadap total PDRB ADHB, peran/kontribusi masing-masing sektor ekonomi

dalam kemampuan menciptakan nilai tambah; melihat struktur perekonomian suatu

wilayah. Sumber pertumbuhan ekonomi: seberapa besar bagian dari masing-masing

sektor dalam penciptaan total laju pertumbuhan ekonomi. Rumus yang digunakan

adalah: Yit - Yit-1


SOGit = x 100%
∑ Yit-1

SOGit = laju pertumbuhan sektor ke i pada tahun ke t (%)


Yit = PDRB adhk sektor ke-i pada tahun ke t (nominal)
Yit-1 = total PDRB adhk pada tahun sebelumnya (nominal)

12
PDRB perkapita: merupakan besaran untuk menunjukkan besarnya pendapatan yang

dapat dinikmati oleh setiap penduduk secara rata-rata selama satu tahun. PDRB per

kapita diperoleh dari hasil bagi PDRB total Atas Dasar Harga Berlaku dengan jumlah

penduduk pada pertengahan tahun.

2. Produk Domestik Regional Bruto perkapita (PDRB perkapita)

Secara umum Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan nilai tambah

bruto seluruh barang dan jasa yang tercipta atau dihasilkan di wilayah domestik suatu

negara yang timbul akibat berbagai aktivitas ekonomi dalam suatu periode tertentu

tanpa memperhatikan apakah faktor produksi yang dimiliki residen atau non-residen.

PDRB disajikan atas dasar harga konstan dan atas dasar harga berlaku. PDRB atas dasar

harga berlaku menceritakan nilai ekonomi yang tidak hanya dipengaruhi oleh

perubahan volume produksi tetapi juga dipengaruhi oleh inflasi (harga).

Melalui distribusi nilai PDRB atas dasar harga berlaku dapat diketahui struktur

perekonomian suatu wilayah. Selain itu kinerja perekonomian daerah yang dinilai dari

pertumbuhan ekonominya dapat diketahui melalui perkembangan nilai PDRB atas

dasar harga konstannya. Tiga pendekatan yang digunakan dalam penghitungan Produk

Domestik Regional Bruto (PDRB):

a. Pendekatan produksi :

PDRB = Nilai Tambah Bruto (NTB) tujuh belas kategori lapangan usaha

b. Pendekatan pendapatan :

PDRB = Balas jasa faktor produksi dalam suatu wilayah

13
c. Pendekatan pengeluaran :

PDRB = Permintaan akhir (konsumsi rumah tangga dan lembaga


nirlaba, konsumsi pemerintah, PMTB, perubahan inventori,
ekspor dan impor).

Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan dapat dihitung dengan

menggunakan metode penghitungan NTB dengan cara:

a. Revaluasi : perkalian kuantum pada tahun berjalan dengan harga pada tahun dasar

b. Ekstrapolasi : perkalian nilai produksi pada tahun dasar dengan indeks kuantum

atau indeks produksi.

c. Deflasi : membagi nilai produksi pada tahun berjalan dengan indeks harga tahun

berjalan.

d. Double Deflasi : membagi nilai produksi dan biaya antara pada tahun berjalan

dengan indeks harga tahun berjalan.

Ada beberapa manfaat dari penghitungan PDRB antara lain, untuk melihat

keterbandingan antar daerah, untuk melihat kesenjangan ekonomi antar daerah dan

antar sektor, untuk melihat potensi ekonomi yang masih bisa dikembangkan untuk

meningkatkan perekonomian di masing-masing daerah, PDRB juga digunakan sebagai

salah satu komponen dalam pengalokasian Dana Alokasi Umum (DAU).

Untuk melihat tingkat kesejahteraan suatu wilayah umumnya digunakan

perhitungan PDRB perkapita baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga

konstan. Secara makro, indikator tersebut cukup mewakili capaian pembangunan suatu

wilayah. Perhitungan PDRB perkapita adalah dengan membandingkan antara output

14
yang dihasilkan pada seluruh sektor ril dengan jumlah penduduk dalam wilayah

tersebut.

3. Inflasi

Untuk mengukur perubahan harga dari dua periode waktu yang berbeda

digunakan angka indeks harga. Angka indeks harga adalah angka yang menunjukkan

perbandingan harga dalam dua waktu yang berbeda, sehingga angka indeks harga

didefinisikan sebagai angka perbandingan antara harga komoditi atau kelompok

komoditi yang terjadi pada suatu periode waktu dengan periode waktu yang telah

ditentukan. Karena data harga yang digunakan adalah harga konsumen, maka indeks

harga yang digunakan adalah Indeks Harga Konsumen (IHK).

Untuk menghitung angka Indeks Harga Konsumen (IHK) ada beberapa formula

atau rumusan indeks yang dapat digunakan, seperti indeks paasche, indeks fisher,

indeks laspeyres, indeks berantai dan sebagainya. Dalam penghitungan, rumusan

indeks yang digunakan adalah rumusan indeks laspeyres, karena dalam rumusan

indeksnya menggunakan kuantum yang tetap sesuai tahun dasar. Rumusan indeks

laspeyres dituliskan sebagai berikut:

∑ PnQ0
In = x 100%
∑ P0Q0

Dimana:
In = indeks bulan ke-n
Pn = harga jenis komoditi bulan ke-n
P0 = harga jenis komoditi tahun dasar
Q0 = kuantum jenis komoditi tahun dasar

15
Dengan pertimbangan bahwa perhitungan dilakukan secara bulanan, serta

dapat mengakomodir perubahan relatif dari setiap harga komoditi yang termasuk

dalam paket dari penghitungan IHK, maka rumusan indeks laspeyres diatas dimodifikasi

sedemikian rupa sehingga menghasilkan rumusan indeks (Modified Laspeyres) (BPS,

2008) sebagai berikut:

Tahapan untuk menghitung inflasi, dimulai dengan menghitung relatif harga

(RH), kemudian menghitung nilai konsumsi (NK), menghitung IHK, dan terakhir

menghitung angka inflasi kabupaten. Sedangkan untuk menghitung inflasi atau

deflasinya digunakan rumusan berikut:

16
III. MAKROEKONOMI KABUPATEN TULANG BAWANG

3.1 Pertumbuhan Ekonomi

Struktur perekonomian Kabupaten Tulang Bawang pada tahun 2019 masih

didominasi oleh kategori pertanian, kehutanan, dan perikanan dengan distribusi mencapai

37,51 persen, kemudian disusul oleh kategori industri pengolahan sebesar 23,22 persen.

Kategori perdagangan serta konstruksi secara berturut-turut menyumbangkan angka

sebesar 10,85 persen dan 9,15 persen. Sementara itu, peranan sektor lainnya masing-

masing masih di bawah 5 persen.

Tabel 3.1 Peranan PDRB Menurut Lapangan Usaha


Kabupaten Tulang Bawang 2015-2019
Komponen 2015 2016 2017 2018 2019
Pertanian, kehutanan, dan perikanan 42,01 40,83 39,53 38,87 37,51
Pertambangan dan penggalian 1,05 1,07 1,10 1,10 1,06
Industri Pengolahan 21,37 21,38 22,62 23,24 24,22
Pengadaan Listrik dan Gas 0,08 0,10 0,11 0,11 0,11
Pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah, dan daur 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05
ulang
Konstruksi 8,40 8,69 9,16 9,24 9,15
Perdagangan besar dan eceran. Reparasi mobil dan 9,97 10,02 10.13 6,90 7,24
sepeda motor
Transportasi dan pergudangan 3,91 4,01 3,94 3,87 3,75
Penyediaan akomodasi makan minum 1,35 1,39 1,36 1,40 1,40
Informasi dan komunikasi 3,00 3,16 3,22 3,22 3,30
Jasa keuangan dan asuransi 1,25 1,26 1,23 1,19 1,14
Real estate 1,90 1,97 2,04 2,00 1,94
Jasa perusahaan 0,05 0,05 0,05 0,05 0,04
Administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan 3,00 2,92 2,86 2,79 2,75
sosial
Jasa pendidikan 1,82 1,84 1,79 1,83 1,92
Jasa kesehatan dan kegiatan sosial 0,42 0,43 0,42 0,42 0,41
Jasa lainnya 0,37 0,38 0,39 0,39 0,41
PDRB 100 100 100 100 100
Sumber: BPS Tulang Bawang, 2020

17
Pertumbuhan Ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk mengetahui

perkembangan perekonomian suatu daerah pada satu periode tertentu. Secara makro

pertumbuhan ekonomi Tulang Bawang mengalami tren positif. Perekonomian Kabupaten

Tulang Bawang pada tahun 2019 mengalami penurunan sebesar 0,01 persen dibandingkan

tahun sebelumnya. Laju pertumbuhan PDRB Tulang Bawang tahun 2019 mencapai 5,48

persen. Pertumbuhan ekonomi tertinggi dicapai oleh kategori industri pengolahan sebesar

11,65 persen (BPS:2020).

Pemanfaatan teknologi dalam proses produksi seperti peningkatan teknik

bercocok tanam dengan alat dan mesin pertanian modern, pola penanaman dengan

menerapkan sistem pertanian terpadu, pembinaan dan pemberdayaan UMKM,

pemberdayaan masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan melalui 25 program

unggulan, adalah beberapa upaya yang dilakukan pemerintah daerah dalam mendongkrak

geliat perekonomian di Kabupaten Tulang Bawang. Selain itu kerjasama yang dibangun

antara pemerintah daerah dengan pihak swasta melalui optimalisasi Costumer Social

Responsibilities (CSR) juga membawa dampak positif terhadap perkembangan laju

pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Tulang Bawang. Pemberian bantuan melalui program

CSR tersebut baik materiil maupun non materiil mampu mengurangi disparitas antar

wilayah di Kabupaten Tulang Bawang. Masyarakat yang notabene terpinggirkan telah

terangkat secara ekonomi dengan adanya program CSR tersebut. Masyarakat mulai

menyadari bahwa kehadiran pihak swasta tidak semata membawa dampak negatif terhadap

lingkungan, akan tetapi juga memberikan manfaat langsung khususnya dalam

18
pengembangan beberapa usaha yang selama ini dijalankan oleh masyarakat di Kabupaten

Tulang Bawang.

Pertumbuhan riil PDRB atau lebih dikenal dengan pertumbuhan ekonomi

(economic growth), yang menggambarkan kinerja pembangunan di bidang ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi Tulang Bawang dari tahun 2015 sampai 2019 secara rata-rata

mencapai 5,37 persen, dengan masing-masing pertumbuhan sebesar 5,02 persen (2015);

5,42 persen (2016); 5,45 persen (2017); 5,49 persen (2018); dan 5,49 persen (2019).

Pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2018 yakni sebesar 5,49 persen, sebaliknya yang

terendah terjadi pada tahun 2015 (5,02 persen).

Tabel 3.2 Pertumbuhan PDRB ADHK 2010


Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Tulang Bawang 2015-2019
Komponen 2015 2016 2017 2018 2019
Pertanian, kehutanan, dan perikanan 3,44 2,63 1,99 1,64 2,11
Pertambangan dan penggalian 11,90 8,83 9,26 7,52 2,20
Industri Pengolahan 7,76 7,58 8,52 9,99 11,65
Pengadaan Listrik dan Gas 1,85 11,28 5,75 6,06 6,94
Pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah, dan daur ulang 2,48 4,48 7,01 4,22 9,29
Konstruksi 1,87 10,88 11,14 8,20 2,61
Perdagangan besar dan eceran. Reparasi mobil dan sepeda 4,78 4,43 5,92 6,90 7,24
motor
Transportasi dan pergudangan 11,60 7,55 6,62 5,67 3,47
Penyediaan akomodasi makan minum 11,17 7,71 8,37 9,91 6,17
Informasi dan komunikasi 8,33 10,46 9,83 8,11 9,46
Jasa keuangan dan asuransi -1,18 8,35 3,49 1,39 1,67
Real estate 6,16 8,80 6,28 3,35 3,67
Jasa perusahaan 7,26 4,57 5,66 2,04 3,97
Administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial 3,86 2,48 4,32 5,62 4,78
Jasa pendidikan 7,38 7,38 5,01 9,08 8,37
Jasa kesehatan dan kegiatan sosial 7,93 8,08 4,19 6,24 4,37
Jasa lainnya 8,76 5,93 8,24 9,06 8,06
Pertumbuhan Ekonomi 5,02 5,42 5,45 5,49 5,48
Sumber: BPS Tulang Bawang, 2020

19
3.2 Inflasi

Inflasi atau kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus-menerus.

Inflasi yang tinggi dan tidak stabil menyebabkan pendapatan riil masyarakat turun,

menciptakan ketidakpastian pengambilan keputusan pelaku ekonomi, dan menciptakan

ekonomi biaya tinggi. Melalui peran Tim Pengendalian Inflasi di pusat dan TPID yang saat ini

mencapai 451, di seluruh provinsi dan di kabupaten/kota diharapkan kenaikan harga yang

mengarah ke inflasi lebih cepat dikenali dan diatasi.

Salah satu ciri inflasi, khususnya komoditas pangan adalah karena kurangnya

pasokan yang disebabkan oleh gangguan produksi, distribusi, dan perubahan kebijakan

pemerintah. Dari karakteristik ini, maka cara yang cukup efektif untuk mengatasinya adalah

kerja sama dan koordinasi antara BI dan pemerintah dalam hal harmonisasi dan sinkronisasi

kebijakan.

Secara umum perkembangan tingkat inflasi di Kabupaten Tulang Bawang

mengalami penurunan secara rata-rata sebesar 1,012 persen. Akan tetapi lain halnya jika

melihat perkembangan inflasi berdasarkan PDB Deflator, tingkat inflasi cenderung

berfluktuasi. Berikut disajikan data laju infalsi Kabupaten Tulang Bawang.

Tabel 3.3 Laju Inflasi Kabupaten Tulang Bawang Tahun 2015-2019


Tahun PDRB ADHB PDRB ADHK PDRB Deflator Inflasi
PDRB Def IHK
2015 16.194.045,00 12.811.520,10 126,40 3,21 4,08
2016 17.992.071,46 13.505.401,04 133,22 5,39 4,04
2017 19.861.020,48 14.242.028,88 139,45 4,68 4,02
2018 21.561.448,10 15.023.249,80 143,52 2,92 3,97
2019 23.289.817,90 15.847.231,50 146,96 2,40 3,92
Sumber: BPS Tulang Bawang, 2020 (data diolah)

20
Laju inflasi
Grafik 3.1 Laju Inflasi Kabupaten Tulang Bawang

di Kabupaten Tulang

Bawang rata-rata

sebesar 3,86 persen.

Tahun 2018-2019,

2015 2016 2017 2018 2019 Kabupaten Tulang


PDB Def 3,21 5,39 4,68 2,92 2,4
IHK 4,08 4,04 4,02 3,97 3,92 Bawang mengalami

deflasi sebesar 0,52 persen dengan tingkat inflasi sebesar 2,40 persen. Kondisi tersebut

terjadi karena terjadi penurunan pertumbuhan pada beberapa sektor ril, seperti konstruksi,

transportasi, sektor jasa seperti jaminan sosial, kasehatan, jasa pendidikan, dan jasa lainnya.

Selain itu dari aspek pengeluaran, tingkat konsumsi masyarakat juga mengalami

pertumbuhan yang menurun pada tahun 2019 dengan tingkat pertumbuhan konsumsi

rumah tangga perkapita sebesar 4,11 persen atau turun sebesar 13,84 persen dari tahun

2018.

3.3 PDRB Perkapita

Tingkat kesejahteraan masyarakat secara umum bisa ditunjukkan dengan tinggi

rendahnya tingkat pendapatan perkapita suatu wilayah. Semakin tinggi tingkat pendapatan

perkapita suatu wilayah menunjukkan semakin tinggi pula tingkat kesejahteraan

penduduknya. Sebaliknya, semakin rendah pendapatan perkapita suatu wilayah

menunjukkan semakin rendah tingkat kesejahteraan penduduknya.

21
Tabel 3.4 PDRB Perkapita Kabupaten Tulang Bawang Tahun 2015-2019 (Juta Rp)
PDRB 2015 2016 2017 2018 2019
PDRB ADH Berlaku 16.194.045,00 17.992.071,46 19.898.360,48 21.633.049,91 23.289.817,89
Penduduk 429.515 435.125 440.511 445.797 450.902
PDRB Perkapita 37,70 41,35 45.17 48,53 51,65
PDRB ADH Konstan 12.811.520,10 13.505.401,04 14.242.028,88 15.023.467,25 15.023.249,79
Penduduk 429.515 435.125 440.511 445.797 450.902
PDRB Perkapita 29,83 31,03 32,33 33,70 35,15
Pertumbuhan Jumlah Penduduk (%) 1,37 1,31 1,24 1,20 1,15

Sumber: BPS Tulang Bawang, 2020

Bila PDRB suatu daerah dibagi dengan jumlah penduduk yang tinggal di daerah itu,

maka akan dihasilkan angka PDRB perkapita. PDRB Per kapita atas dasar harga berlaku

menunjukkan nilai PDRB per kepala atau per satu orang penduduk. PDRB perkapita

Kabupaten Tulang Bawang dari tahun 2015 sampai 2019 terus mengalami peningkatan.

Pada tahun 2019, PDRB perkapita ADHB Kabupaten Tulang Bawang sebesar 51,65 Juta

Rupiah, dengan pertumbuhan sebesar 8,02 persen. Sedangkan PDRB perkapita ADHK

Kabupaten Tulang Bawang sebesar 35,15 Juta Rupiah, dengan pertumbuhan sebesar 4,30

persen.

PDRB perkapita Kabupaten Tulang Bawang menunjukkan peningkatan dari tahun

ke tahun seiring dengan kenaikan jumlah penduduk. Indikator ini menunjukkan bahwa

secara ekonomi setiap penduduk Tulang Bawang rata-rata mampu menciptakan PDRB atau

(nilai tambah) sebesar nilai perkapita di masing-masing tahun tersebut.

Sementara itu pertumbuhan perkapita secara ril juga meningkat antara 3 sampai 4

persen. Pertumbuhan ekonomi tersebut diikuti pula oleh penambahan jumlah penduduk

yang meningkat rata-rata pada kisaran 1 sampai 2 persen setiap tahunnya. Dengan

demikian maka pertumbuhan perkapita tersebut tidak saja terjadi secara ril tetapi juga

terjadi secara kualitas.

22
3.4 Indikator Lainnya

3.4.1 Kemiskinan

Perkembangan kesejahteraan masyarakat dapat tercermin dalam angka

kemiskinan yang merupakan salah satu persoalan serius dan tidak diharapkan oleh semua

orang. Ukuran kemiskinan dapat dilihat dari jumlah penduduk miskin atau persentase

penduduk miskin/angka garis kemiskinan. Selama kurun waktu 2016-2019 persentase

penduduk miskin di Kabupaten Tulang Bawang cenderung mengalami penurunan, hal ini

menunjukkan adanya keberhasilan pemerintah dalam penanganan kemiskinan. Pada tahun

2016 prosentase penduduk miskin sebesar 10,20 persen sedangkan pada akhir tahun 2019

menjadi sebesar 9,50 persen atau secara persentase berkurang sebesar 3,66 persen. Untuk

lebih jelasnya gambaran umum mengenai angka kemiskinan di Kabupaten Tulang Bawang

dapat dilihat pada Tabel 3.5 berikut.

Tabel 3.5 Persentase Penduduk Miskin Kabupaten Tulang Bawang 2016-2019


No Uraian Tahun
2016 2017 2018 2019
1. Jumlah Penduduk Miskin (Jiwa) 44.260 44.310 43.100 42.730
2. Angka Kemiskinan (%) 10,20 10,09 9,70 9,50
3. Garis Kemiskinan (Rp/Kap/Bln) 362.185 373.681 384.465 395.724
Sumber: BPS Tulang Bawang, 2020 (diolah)

Program pemberdayaan yang menjadi prioritas utama melalui 25 Program

unggulan pemerintah Kabupaten Tulang Bawang untuk tahun 2019 menunjukkan hasil yang

cukup menggembirakan. Jumlah penduduk miskin turun hingga 0,86 persen yang

dibuktikan dengan menurunnya angka kemiskinan sebesar 2,09 persen.

23
3.4.2 Ketenagakerjaan

Pemerintah Kabupaten Tulang Bawang secara kontinyu melakukan mobilisasi

mengenai pentingnya pemberdayaan mengingat tujuan akhir dari pemberdayaan adalah

menciptakan masyarakat yang berdaya secara ekonomi. Perkembangan beberapa indikator

ketenagakerjaan sepanjang tahun 2016 s.d. 2019 menunjukkan kemajuan.

Tabel 3.6 Indikator Ketenagakerjaan Kabupaten Tulang Bawang


Indikator 2016 2017 2018 2019
Angkatan Kerja (Orang) 189.682 213.246 215.379 231.799
Bekerja 179.649 205.855 210.149 229.051
Pengangguran Terbuka 10.033 7.391 5.230 2.748
Bukan Angkatan Kerja (Orang) 110.768 96.619 90.990 79.681
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (%) 63,13 68,82 70,30 74,59
Tingkat Pengangguran (%) 5,29 3,47 2,01 1,98
Sumber: TBDA 2020, BPS Tulang Bawang (diolah)

Tingkat pengangguran turun hingga 1,49 persen; tingkat partisipasi angkatan

kerja naik sebesar 6,09 persen persen; angkatan kerja yang bekerja meningkat 2,08 persen.

Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pemerintah daerah berkomitmen untuk membangun

masyarakat secara ekonomi dengan mengedepankan pemberdayaan masyarakat.

3.4.3 Incremental Capital Output Ratio (ICOR)

”ICOR” merupakan parameter ekonomi makro yang menggambarkan rasio

investasi kapital/modal terhadap hasil yang diperoleh (output) dengan menggunakan

investasi tersebut. ICOR juga bisa diartikan sebagai dampak penambahan kapital terhadap

penambahan sejumlah output (keluaran). Kapital diartikan sebagai barang modal fisik yang

dibuat oleh manusia dari sumber daya alam untuk digunakan secara terus menerus dan

berulang dalam proses produksi. Sedangkan output adalah besarnya nilai keluaran dari

24
suatu proses ekonomi (produksi) yang dalam hal ini digambarkan melalui parameter ”Nilai

Tambah”.

Tabel 3.7 Incremental Capital Output Ratio


Kabupaten Tulang Bawang Tahun 2015-2019

Uraian 2015 2016 2017 2018 2019


PDRB (ADHK 2010/ Juta Rp) 12.811.520 13.505.401 14.242.029 15.023.250 15.847.231
Perubahan (Juta Rp) 612.360 693.881 736.628 781.221 823.982
PMTB (ADHK 2010/Juta Rp) 4.061.487 4.431.688 4.776.869 5.188.792 5.198.142
ICOR 6,63 6,39 6,47 6,64 6,67
Sumber: BPS Tulang Bawang, 2020

Data di atas menunjukkan besaran ICOR menurun dari sebesar 6,63 (2015)

menjadi 6,39 (2016). Pada tahun 2017 ICOR meningkat menjadi sebesar 6,47. Selanjutnya, di

tahun 2018 meningkat menjadi 6,64 dan tahun 2019 kembali meningkat menjadi 6,67. Hal

ini berarti bahwa untuk meningkatkan satu satuan output PDRB diperlukan investasi sebesar

6,67 satuan. Kenyataan yang terjadi Kabupaten Tulang Bawang masih sangat membutuhkan

banyak investasi untuk mendongkrak perekonomian Tulang Bawang. Kabupaten Tulang

Bawang kaya akan potensi sumber daya alam, namun pemanfaatannya masih kurang

optimal karena kurangnya investasi yang masuk. Investasi di semua sektor seperti

pariwisata angkutan dan pertanian selain mampu meningkatkan produksi juga menyerap

tenaga kerja.

25
IV. EKONOMI SEKTORAL

Perubahan struktur ekonomi Kabupaten Tulang Bawang akibat proses

pembangunan ekonomi yang terjadi pada periode 2015 sampai 2019, tidak terlepas dari dua

faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal lebih dipengaruhi oleh

perkembangan maupun perubahan perilaku masing-masing komponen pengeluaran akhir.

Sedangkan faktor eksternal banyak dipengaruhi oleh perubahan teknologi dan struktur

perdagangan global sebagai akibat peningkatan perdagangan internasional.

4.1 Aspek Permintaan (Demand Sides)

PDRB yang disusun melalui pendekatan pengeluaran menjelaskan bagaimana

PDRB suatu wilayah digunakan atau dimanfaatkan, baik untuk memenuhi kebutuhan

permintaan di dalam wilayah maupun untuk memenuhi kebutuhan di luar wilayah. PDRB

menurut penggunaan atau pengeluaran biasa disebut sebagai PDRB yang ditinjau dari sisi

permintaan (demand sides).

4.1.1 Konsumsi Rumah Tangga

Konsumsi akhir rumah tangga menempati porsi terbesar dalam PDRB menurut

pengeluaran. Data berikut menunjukan hal tersebut, dimana sebagian besar produk

domestic dan produk impor digunakan untuk memenuhi konsumsi akhir rumah tangga.

Proporsi pengeluaran konsumsi rumah tangga terhadap PDRB pada periode tahun 2015

sampai dengan 2019 cukup berfluktuatif dengan berkisar diantara 55 sampai 56 persen.

60
Porsi tertinggi terjadi pada tahun 2019 yaitu 56,90 persen dan yang terendah terjadi pada

tahun 2017 yaitu sebesar 55,79 persen.

Secara umum, rata-rata konsumsi per rumah tangga terus meningkat dari tahun ke

tahun, baik menurut ADH Berlaku maupun ADH Konstan 2010. Pada tahun 2015, berdasar

harga berlaku setiap rumah tangga di Tulang bawang secara umum menghabiskan dana

sekitar 76 juta rupiah dalam setahun untuk membiayai konsumsi, baik dalam bentuk

makanan maupun bukan makanan (sandang, perumahan, pendidikan, dsb). Pengeluaran ini

terus meningkat menjadi 81 juta rupiah (2016); 87 juta rupiah (2017); 93 juta rupiah (2018);

dan menjadi 98 juta rupiah (2019).

Tabel 4.1 Perkembangan Penggunaan Konsumsi Akhir Rumah Tangga


Kabupaten Tulang Bawang, 2015-2019
Uraian 2015 2016 2017 2018 2019
1 2 3 4 5 6
Total Konsumsi Rumah Tangga
ADHB (Juta Rp) 9.145.419 10.068.535 11. 081.126 12. 255.516 13. 251. 472
ADHK (Juta Rp) 7.080.625 7.477.207 7.909.273 8.386.027 8.830.306
Proporsi terhadap PDRB
(% ADHB) 56,47 55,96 55,79 56,84 56,80
Rata-rata Konsumsi per-Rumah Tangga/tahun (Ribu Rp)
ADHB 76.112 81.538 87.322 93.978 98.882
ADHK 58.928 60.553 62.327 64.306 65.891
Rata-rata konsumsi perkapita/tahun (Rp)
ADHB 21.292.433 23.139.409 25.155.163 27.491.248 29.388.808
ADHK 16.485.162 17.184.044 17.954.768 18.811.313 19.583.647
Pertumbuhan (%)
Total Konsumsi RT 5,38 5,60 5,78 6,03 5,30
Per RT 2,54 2,76 2,93 3,17 2,47
Perkapita 3,96 4,24 4,49 4,77 4,11
Jumlah RT (unit) 120.158 123.483 126.899 130.408 134.013
Jumlah Penduduk (Orang) 429.515 435.125 440.511 445.797 450.902
Sumber: BPS Tulang Bawang, 2020

61
Di sisi lain, rata-rata konsumsi per-kapita juga menunjukan kecenderungan yang

searah dengan kenaikan jumlah penduduk. Kondisi ini menunjukan bahwa rata-rata

konsumsi setiap penduduk di Kabupaten Tulang Bawang meningkat baik secara kuantitas

(volume) maupun secara nilai (termasuk juga peningkatan kualitas).

Secara total, pertumbuhan konsumsi rumah tangga ADH Konstan sebesar 5,38

persen pada tahun 2015. Pertumbuhan ini sedikit mengalami peningkatan selama tiga tahun

terakhir hingga pada tahun 2018 pertumbuhan konsumsi rumah tangga tercatat sebesar

6,03 persen dan kemudian sedikit menurun di tahun 2019 menjadi 5,30 persen. Hal senada

terjadi pada konsumsi perkapita yang pertumbuhannya meningkat dari 3,96 persen pada

tahun 2015 menjadi 4,77 persen pada tahun 2018 dan kemudian sedikit menurun di tahun

2019 menjadi 4,11 persen. Berdasarkan tabel 6 tersebut, terlihat bahwa peningkatan

keseluruhan konsumsi rumah tangga secara “riil” lebih tinggi daripada peningkatan jumlah

penduduk yang umumnya berada di bawah 2 persen. Pertumbuhan “riil” ini menunjukan

adanya perubahan konsumsi rumah tangga dalam bentuk kuantumn (volume) dari waktu ke

waktu. Hal ini menunjukkan terjadinya peningkatan kemakmuran masyarakat di Tulang

Bawang.

4.1.2 Pembentukan Modal Tetap Bruto

Komponen pembentukan modal tetap bruto (PMTB) pada sajian PDRB menurut

pengeluaran lebih menjelaskan tentang bagian dari pendapatan (income) yang direalisasikan

menjadi investasi (fisik). Atau pada sisi yang berbeda dapat pula diartikan sebagai gambaran

62
dari berbagai produk barang dan jasa yang sebagian digunakan sebagai investasi fisik

(kapital). Fungsi capital adalah sebagai input tidak langsung (indirect input) di dalam proses

produksi pada berbagai lapangan usaha. Kapital ini dapat berasal dari produksi domestik

maupun dari impor.

Tabel 4.2 Perkembangan dan Struktur PMTB


Kabupaten Tulang Bawang Tahun 2015-2019
Uraian 2015 2016 2017 2018 2019
Total PMTB
ADHB (Juta Rp) 4.987.813 5.678.484 6.450.169 7.319.449 7.936.085
ADHK (%) 4.061.487 4.431.688 4.776.869 5.188.792 5.498.142
Proporsi terhadap PDRB (%-ADHB) 30,80 31,56 32,48 33,95 34,07
Struktur PMTB
Bangunan (Juta Rp) 3.225.850 3.609.648 4.083.724 4.668.139 5.076.611
% 64,67 63,57 63,31 63,78 63,97
Non Bangunan (Juta Rp) 1.761.963 2.068.835 2.366.445 2.651.311 2.859.574
% 35,33 36,43 36,69 36,22 36,03
Total PMTB (Juta Rp) 4.987.813 5.678.484 6.450.169 7.319.449 7.936.085
% 100 100 100 100 100
Pertumbuhan
Bangunan 4,10 7,54 9,95 9,44 5,58
Non Bangunan 9,03 11,93 3,46 7,77 6,66
Total PMTB 5,82 9,11 7,56 8,85 5,96
Sumber: BPS Tulang Bawang, 2020
Diturunkan dari perhitungan PDRB (atas dasar harga berlaku/ADHB)
Diturunkan dari perhitungan PDRB (atas dasar harga konstan/ADHK 2010)

Selain peningkatan yang terjadi pada komponen konsumsi akhir (rumah tangga

maupun pemerintah), PMTB juga menunjukkan peningkatan baik secara nominal maupun

riil. Dalam kurun waktu 2015 sampai 2019, pertumbuhan PMTB berfluktuatif, namun secara

keseluruhan pertumbuhannya cenderung meningkat dari sebesar 5,82 persen di tahun 2015

menjadi 5,96 persen di tahun 2018. Pertumbuhan PMTB pada masing-masing komponen

sangat bervariasi setiap tahunnya. Sub komponen bangunan merupakan komponen dengan

63
proporsi terbesar dalam pembentukan modal tetap. Pertumbuhan di sektor bangunan dan

non bangunan cenderung meningkat dengan polanya yang cukup berfluktuasi.

Proporsi PMTB bangunan dan non bangunan terhadap total PMTB cenderung

stabil selama periode 2015 sampai 2019 (tabel 9). Perubahan yang terjadi pada proporsi

tersebut tidak lepas dari pengaruh pertumbuhan yang terjadi pada masing-masing sub

komponen PMTB tersebut. Pertumbuhan “riil” sub komponen non bangunan pada tahun

2015 sebesar 9,03 persen. Pada tahun berikutnya meningkat menjadi 11,93 persen (2016);

kemudian turun drastis menjadi 3,46 persen (2017); lalu kembali meningkat menjadi 7,77

persen (2018); kemudian turun kembali menjadi 6,66 persen (2019). Sementara pada sub

komponen bangunan, jika dilihat pada pertumbuhannya juga menunjukkan pola yang

variatif antar tahunnya. Dalam periode tahun 2015 sampai dengan 2018 pertumbuhan

bangunan cenderung berfluktuasi tercatat 4,10 persen (2015); kemudian meningkat

menjadi 7,54 persen (2016). Pada tahun 2017 pertumbuhan bangunan kembali meningkat

sebesar 9,95 persen. Namun pada tahun 2018 sedikit melambat menjadi 9,44 persen dan

menurun drastis di tahun 2019 menjadi 5,58 persen.

4.2 Aspek Penawaran (Supply Sides)

Seluruh barang dan jasa yang dihasilkan (output) dalam sebuah wilayah

merupakan barang dan jasa akhir yang siap digunakan. Dalam beberapa literatur dikatakan

bahwa barang dan jasa yang dihasilkan merupakan penyediaan produk akhir yang

diproduksi dalam upaya pemenuhan permintaan dalam suatu wilayah maupun di luar

64
wilayah. Nilai akumulasi dari seluruh produk akhir dari barang dan jasa merupakan Produk

Domestik Regional Bruto dari sisi penawaran (supply sides). Peningkatan PDRB berdasarkan

lapangan usaha umumnya terjadi karena adanya peningkatan dari faktor-faktor produksi

seperti Tenaga Kerja (L), Modal (K), serta adanya penurunan biaya produksi sebagai dampak

dari pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi.

4.2.1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Kategori ini mencakup segala pengusahaan yang didapatkan dari alam dan

merupakan benda-benda atau barang-barang biologis (hidup) yang hasilnya dapat

digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sendiri atau untuk dijual kepada pihak lain.

Pengusahaan ini termasuk kegiatan yang tujuan utamanya untuk memenuhi kebutuhan

sendiri (subsisten) seperti pada kegiatan usaha tanaman pangan.

Secara umum, kontribusi kategori pertanian terhadap total PDRB Kabupaten

Tulang Bawang selama lima tahun terakhir memiliki trend cenderung menurun. Tercatat

pada tahun 2015 Nilai Tambah Bruto (NTB) kategori pertanian sebesar 6.802 miliar rupiah

dengan kontribusi terhadap nilai PDRB ADHB sebesar 42,01 persen. Lima tahun kemudian di

tahun 2019 NTB kategori pertanian memang naik menjadi 8.736 miliar rupiah, tetapi

kontribusinya menurun menjadi 37,51 persen.

Pada tahun 2019 terjadi kemarau panjang yang membuat hasil pertanian

menurun. Meskipun demikian, kontribusi pertanian terhadap total PDRB ADHB tetap yang

paling besar dibanding kategori yang lain. Kategori Pertanian terbagi atas 3 subkategori

65
besar antara lain subkategori Pertanian, Peternakan, Perburuan, dan Jasa Pertanian;

subkategori Kehutanan dan Penebangan Kayu; serta subkategori Perikanan. Untuk

subkategori yang pertama dibagi lagi menjadi lima golongan.

Tabel 4.3 Peranan Sub Kategori Pertanian, Peternakan, Perburuan dan Jasa
Terhadap Total PDRB Kategori Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Lapangan Usaha 2019
Pertanian, peternakan, perburuan, dan jasa pertanian
a. Tanaman pangan 25,11
b. Tanaman Holtikultura 0,53
c. Tanaman Perkebunan 3,07
d. Tanaman Holtikultura Tahunan dan Lainnya 0,74
e. Perkebunan Tahunan 16,70
f. Peternakan 9,07
g. Jasa Pertanian 1,76
Kehutanan dan Penebangan Kayu 0,56
Perikanan 42,46
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 100
Sumber: BPS Tulang Bawang, 2020

Pada tahun 2019 subkategori pertanian, peternakan, perburuan, dan jasa

pertanian menjadi penyumbang terbesar terhadap kategori pertanian yaitu tercatat sebesar

56,98 persen dari seluruh NTB kategori pertanian. Disusul dengan subkategori perikanan

yang menyumbang sebesar 42,46 persen terhadap NTB Kategori Pertanian dan sisanya 0,56

persen dari subkategori kehutanan dan penebangan kayu. Jika dirinci lebih jauh, tanaman

pangan (25,11 persen) merupakan kontributor terbesar untuk subkategori Pertanian,

Peternakan, Perburuan, dan Jasa Pertanian.

66
4.2.2 Industri Pengolahan

Kategori Industri Pengolahan meliputi kegiatan ekonomi di bidang perubahan

secara kimia atau fisik dari bahan, unsur atau komponen menjadi produk baru. Bahan baku

industri pengolahan berasal dari produk pertanian, kehutanan, perikanan, pertambangan

atau penggalian seperti produk dari kegiatan industri pengolahan lainnya Perubahan,

pembaharuan atau rekonstruksi yang pokok dari barang secara umum diperlakukan sebagai

industri pengolahan. Unit industri pengolahan digambarkan sebagai pabrik, mesin atau

peralatan yang khusus digerakkan dengan mesin dan tangan. Termasuk kategori industri

pengolahan adalah perubahan bahan menjadi produk baru dengan menggunakan tangan,

kegiatan maklon atau kegiatan penjualan produk yang dibuat di tempat yang sama dimana

produk tersebut dijual dan unit yang melakukan pengolahan bahan-bahan dari pihak lain

atas dasar kontrak.

Pada Kategori Industri Pengolahan, subkategori yang menyumbang peranan

terbesar adalah Industri Makanan dan Minuman yaitu sebesar 99,85 persen pada tahun

2019; kemudian diikuti oleh Industri Barang Galian Bukan Logam sebesar 0,08 persen;

Industri Karet, Barang dari Karet dan Plastik sebesar 0,03 persen; dan Industri Kayu, Barang

dari Kayu dan Gabus dan Barang Anyaman dari Bambu, Rotan dan Sejenisnya sebesar 0,02

persen. Sementara itu, peranan subkategori yang lain memyumbang dengan persentase

yang kecil di bawah 0,02 persen.

67
Tabel 4.4 Peranan Sub Kategori Industri Pengolahan terhadap Total PDRB Industri Pengolahan
Lapangan Usaha 2019
Industri Makanan dan Minuman 99,85
Industri Kayu, Barang dari Kayu dan gabus dan Barang anyaman dari bambu, rotan dan 0,02
sejenisnya
Industri Karet, Barang dari Karet dan Plastik 0,03
Industri Barang Galian bukan Logam 0,08
Industri Barang dari Logam, Komputer, barang elektronik, optik dan peralatan listrik 0,01
Industri Furnitur 0,01
Industri Pengolahan 100
Sumber: BPS Tulang Bawang, 2020

4.2.3 Perdagangan

Kategori ini meliputi kegiatan ekonomi/lapangan usaha di bidang perdagangan

besar dan eceran (yaitu penjualan tanpa perubahan teknis) dari berbagai jenis barang, dan

memberikan imbalan jasa yang mengiringi penjualan barang-barang tersebut. Baik

penjualan secara grosir (perdagangan besar) maupun eceran merupakan tahap akhir dalam

pendistribusian barang dagangan. Kategori ini juga mencakup reparasi mobil dan sepeda

motor.

Penjualan tanpa perubahan teknis juga mengikutkan kegiatan yang terkait dengan

perdagangan, seperti penyortiran, pemisahan kualitas dan penyusunan barang,

pencampuran, pembotolan, pengepakan, pembongkaran dari ukuran besar dan pengepakan

ulang menjadi ukuran yang lebih kecil, penggudangan, baik dengan pendingin maupun tidak,

pembersihan dan pengeringan hasil pertanian, pemotongan lembaran kayu atau logam.

Pedagang besar seringkali secara fisik mengumpulkan, menyortir, dan memisahkan kualitas

barang dalam ukuran besar, membongkar dari ukuran besar dan mengepak ulang menjadi

68
ukuran yang lebih kecil. Sedangkan pedagang eceran melakukan penjualan kembali

barangbarang (tanpa perubahan teknis), baik barang baru maupun bekas, utamanya kepada

masyarakat umum untuk konsumsi atau penggunaan perorangan maupun rumah tangga,

melalui toko, departement store, kios, mail-order houses, penjual dari pintu ke pintu,

pedagang keliling, koperasi konsumsi, rumah pelelangan, dan lainlain. Pada umumnya

pedagang pengecer memperoleh hak atas barang-barang yang dijualnya, tetapi beberapa

pedagang pengecer bertindak sebagai agen, dan menjual atas dasar konsinyasi atau komisi.

Tabel 4.5 Peranan Sub Kategori Perdagangan Besar dan Eceran;Reparasi mobil
dan sepeda motor terhadap Total PDRB Kategori Perdagangan Besar dan Eceran
Lapangan Usaha 2019
Perdagangan Mobil, Sepeda Motor dan Reparasinya 24,15
Perdagangan Besar dan Eceran, Bukan Mobil dan Sepeda Motor 75,85
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 100
Sumber: BPS Tulang Bawang, 2020

Selama 5 tahun terakhir, Kategori Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil

dan Sepeda Motor menyumbang di atas 9 persen terhadap perekonomian Kabupaten

Tulang Bawang. Pada tahun 2019, kontribusi kategori ini sebesar 10,85 persen, dengan

rincian bahwa sebesar 75,85 persen (terhadap kategori) disumbangkan oleh subkategori

Perdagangan Besar dan Eceran, Bukan Mobil dan Sepeda Motor dan sisanya sebesar 24,15

persen (terhadap kategori) disumbangkan oleh Perdagangan Mobil, Sepeda Motor dan

Reparasinya.

69
V. PENUTUP

Profil ekonomi daerah merupakan gambaran detail mengenai segala sumberdaya

yang dimiliki oleh Tulang Bawang, terutama sumber daya unggulan yang tergolong dalam

sumber daya alam sebagai modal dasar pembangunan ekonomi daerah. Pengembangan

perekonomian daerah, pemerintah daerah memiliki peranan yang sangat sentral, yaitu

sebagai pelopor dan koordinator dalam pemanfaatan sumber daya ekonomi, sebagai

entrepreneur dimana pemerintah daerah dituntut untuk terlibat secara aktif dan inovatif,

dan sebagai stimulator dan fasilitator yang mampu merangsang investor untuk

menanamkan modalnya di daerah.

Kebutuhan akan data perekonomian daerah merupakan aspek vital dalam

mendukung pembangunan ekonomi daerah. Berbagai kekurangan yang terdapat dalam

buku ini diharapkan menjadi motivasi bagi semua pihak untuk lebih proaktif dalam

membangun jaringan updating data, khususnya data-data terkait dengan perkembangan

potensi ekonomi di Kabupaten Tulang Bawang. Oleh karenanya, saran dan kritik yang

konstruktif sangat dibutuhkan dalam upaya perbaikan mutu substansi buku ini di masa yang

akan datang. Semoga dengan buku profil ekonomi daerah ini dapat memberikan manfaat

lebih bagi semua pihak.

70
DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Lincolin. 2010. Ekonomi Pembangunan, Edisi 5. UPP STIM YKPN. Yogyakarta.

----------. 2016. Pengantar Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah, Edisi 3. BPFE.


Yogyakarta.

Baland, Jean-Marie et al. 2009. Governance and Development. Papers as a chapter in


Handbook of Development Economics. Harvard University, Department of
Government and IQSS, 1737 Cambridge St., Cambridge MA02138.

Dang, G. dan Peng, L. Sue. 2015. (Chapter 2: Theoriest of Economic Development), dalam
Dang G dan L Sue Peng (Eds). Infrastructure Investment in Developing Economies. DOI
10.1007/978-981-287-248-7_2. Springer Science Bussiness Media. Singapore.

Hagemann, Harald. 2013. Schumpeter’s Theory of Economic Development. Material’s


Colledge Study of University of Hohenheim. Stuttgart.

Hidayatulloh, ND. Bait. 2016. Analisis Pelayanan Publik Setelah Pemekaran Wilayah di
Kabupaten Tulang Bawang Tahun 2016. Tesis tidak dipublikasikan, Program
Perencanaan Pembangunan Daerah, Magister Ekonomika Pembangunan, Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.

Hoff, Karla and Stiglitz E. Joseph. 2016. Modern Economic Theory and Development.
Economic Development Documents.

Osborn, David dan Gaebler Ted. 1992. Reinventing Government: How the Enterpreuneurial
Spirit Is Transforming the Public Sector, dalam Addison Wesley (Eds.). Restructuring
Local Government. Departement of City and Regional Planning and Cornell
Cooperative Extension, Cornell University, New York. Tersedia di
http://cms.mildredwarner.org. Diakses pada 22 Oktober 2016.

Pranab, Bardhan. 2002. Decentralization of Governance and Development. Journal


Economic Perspectives, Vol.16, No.4 :185-205.

Romer, Paul M. 1990. Endogenous Technological Change. The Journal of Political Economy,
Vol. 98 No.5, part 2: The Problem of Development: A Conference of Institute for the
Study of Free Enterprise Systems: S71-S102.

--------. 1994. The Origin of Endogenous Growth. Journal of Economic Perspective. Volume 8
No. 1: 3-22.

61
Rondinelli, Dennis A., McCullogh, S. James, dan Ronald, W. Johnson. 1989. Analysing
Decentralization Policies in Developing Countries: a Political-Economy Framework.
Development and Change (SAGE, London, Newburry Park and New Delhi), Vol. 20 : 57-
87.

Schumpeter, Joseph A. 1939. Bussiness Cycles A Theoretical, Historical and Statistical


Analysist of the Capitalist Process. McGraw-Hill Book Company. New York Toronto
London.

Solow, M. Robert. 1956. A Contribution to the Theory of Economic Growth. The Quarterly
Journal of Economics, Vol. 70. No.1: 65-94.

Todaro, M.P. 1998. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Edisi 5. Trans. Haris Munandar.
Erlangga. Jakarta.

Todaro, M.P. dan Smith, S.C. 2006. Pembangunan Ekonomi, Edisi 9. Trans. Haris Munandar.
Erlangga. Jakarta.

Wang, Hui-Ling. 2014. Theories For Competitive Advantage, Papers, Faculty of Bussiness,
University of Wollongong. Australia.

62

Anda mungkin juga menyukai