Anda di halaman 1dari 11

ANALISIS PEMBANGUNAN EKONOMI

DAERAH

PENYUSUN:

NAMA :Fahkri M. Rizal

KELAS :XI IPS 3

MAPEL :Sosiologi

TEMA :Ekonomi

MAN 1 JEPARA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu ekonomi pembangunan mengacu pada masalah-masalah perkembangan ekonomi


di daerah-daerah otonomi. Dengan berlakunya undang-undang Nomor 22 tahun 1999 dan
telah di ubah menjadi Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, maka
terjadi pula pergeseran dalam pembangunan ekonomi yang tadinya bersifat sentralistis,
mengarah pada desentralisasi, yaitu dengan memberikan keleluasaan kepada daerah untuk
membangun wilayahnya termasuk pembangunan dalam bidang ekonominya.

Ditinjau dari aspek ekonomi daerah mempunyai pengertian :

 Suatu daerah dianggap sebagai ruang di mana terdapat kegiatan ekonomi dan didalam
pelosok ruang tersebut terdapat sifat-sifat yang sama. Kesamaan sifat-sifat tersebut
antara lain dari segi pendapatan perkapita, sosial budaya, geografisnya, dan
sebagainya. Daerah yang memiliki ciri-ciri seperti ini disebut daerah homogen.
 Suatu daerah dianggap sebagai suatu ekonomi ruang apabila daerah tersebut dikuasai
oleh satu atau beberapa pusat kegiatan ekonomi. Daerah dalam pengertian ini disebut
daerah modal.
 Suatu daerah adalah suatu ekonomi ruang yang berada di bawah satu administrasi
tertentu seperti satu propinsi, kabupaten/kota, pembagian administratif suatu negara.
Daerah dalam pengertian ini dinamakan daerah administrasi.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana Konsep Pembangunan Ekonomi Daerah?


2. Apa saja Permasalahan dalam Pembangunan Ekonomi Daerah?
3. Bagaimana Peran Pemerintah dalam Pembangunan Ekonomi Daerah?
4. Apa saja Strategi dalam Pembangunan Ekonomi Daerah?
5. Konsep Tenaga Kerja
6. Perencanaaan Eembangunan Ekonomi daerah

C. Tujuan Penulisan

Pembuatan makalah ini bertujuan agar kita mengetahui tentang:

1. Pembangunan Ekonomi Daerah


2. Permasalahan dalam Pembangunan Ekonomi Daerah
3. Peran Pemerintah dalam Pembangunan Ekonomi Daerah
4. Strategi dan Pembangunan Ekonomi Daerah
5. Konsep Tenaga Kerja
6. Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah

BAB II

PEMBAHASAN

A. Teori analisis pembangunan ekonomi daerah

Ada sejumlah teori yang dapat menerangkan kenapa ada perbedaan dalam tingkat
pembangunan ekonomi antardaerah diantaranya yang umum di gunakan adalah teori basis
ekonomi,teori lokasi dan teori daya tarik industri.

1. Teori pembangunan ekonomi daerah


a. Teori basis ekonomi

Teori basis ekonomi menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi
suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa
dari luar daerah.

b. Teori lokasi

Teori lokasi juga sering digunakan untuk penentuan atau pengembangan kawasan
industri di suatu dareah. Inti pemikiran dari teori ini didasarkan pada sifat rasional
pengusaha/perusahaan yang cenderung mencari keuntungan setinggi mungkin dengan
biaya serendah mungkin oleh karena itu , pengusaha akan memilih lokasi usaha yang
memaksimalkan keuntungannya dan meminimalisasikan biaya usaha atau
produksinya, yakni lokasi yang dekat dengan tempat bahan baku dan pasar.

c. Teori daya tarik industry

Dalam upaya pembangunan ekonomi daerah di Indonesia sering di pertanyakan. Jenis


– jenis industri apa saja yang tepat untuk dikembangkan (diunggulkan) ? Ini adalah
masalah membangun fortofolio industri suatu daerah.

B. Pembangunan Ekonomi Daerah

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan
masyarakatnya mengelola sumber daya-sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola
kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan
kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam
wilayah tersebut.

Dalam pembangunan ekonomi daerah yang menjadi pokok permasalahnya adalah


terletak pada kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang
bersangkutan (endogonus) dengan menggunakan potensi sumber daya manusia,
kelembagaan, dan sumber daya fisik secara lokal (daerah). Orientasi ini mengarah pada
pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan
untuk meenciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan kegiatan ekonomi.

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses yang mancakup pembentukan


institusi-institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga
kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar
baru, alih pengetahuan dan teknologi, serta pengembangan usaha-usaha baru.

Tujuan utama dari setiap pembangunan ekonomi daerah adalah untuk meningkatkan
jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Untuk mencapai tujuan tersebut,
pemerintah daerah dan masyarakatnya harus bersama-sama mengambil inisiatif
pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah dengan partisipasi masyarakatnya,
dengan dukungan sumber daya yang ada harus mampu menghitung potensi sumber daya-
sumber daya yang diperlukan untuk merancang dan membangun ekonomi daerahnya.[2]

C. Permasalahan dalam Pembangunan Ekonomi Daerah


1. Ketimpangan Pembangunan Sektor Industri

Konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi di daerah tertentu merupakan salah satu
faktor yang menyebabkan terjadinya ketimpangan pembangunan antar daerah. Pertumbuhan
ekonomi di daerah dengan konsentrasi ekonomi yang tinggi cenderung pesat, sedangkan
daerah yang konsentrasi ekonominya rendah ada kecenderungan tingkat pembangunan dan
pertumbuhan ekonominya juga rendah.

Industri manufaktur merupakan sektor ekonomi yang secara potensial sangat


produktif, hal ini dapat dilihat dari sumbangan terhadap pembentukan PDB atau PDBR.
Terjadinya ketimpangan pembangunan sektor industri atau tingkat industrialisasi antar daerah
adalah sebagai salah satu faktor penyebab terjadinya ketimpangan ekonomi antar daerah.
Kurang berkembangnya sektor industri di luar Jawa merupakan salah satu penyebab
terjadinya kesenjangan ekonomi antara Jawa dengan wilayah di luar Jawa. Pada daerah di
luar Jawa, seperti sumatera, kalimantan timur, papua, bisa menjadi wilayah-wilayah yang
sangat potensial untuk pengembangan sektor industri manufaktur. Hal ini dapat dilihat dari
dua hal yaitu (1) Ketersediaan bahan baku, (2) Letak Geografis yang dekat dengan negara
tetangga yang bisa menjadi potensi pasar yang besar yang baru di samping pasar domestik.

2. Kurang Meratanya Investasi

Harrod-Domar ada korelasi positif antara tingkat investasi dengan laju pertumbuhan
ekonomi, sehingga dengan kurangnya investasi dengan laju pertumbuhan ekonomi, sehingga
dengan kurangnya investasi di suatu daerah membuat pertumbuhan dan tingkat pendapatan
perkapita masyarakat di daerah tersebut rendah. Hal ini dikarenakan tidak adanya kegiatan-
kegiatan ekonomi yang produktif seperti industri manufaktur.

Terhambatnya perkembangan investasi di daerah disebabkan banyak faktor,


diantaranya kebijakan dan birokrasi yang selama orde baru terpusat, keterbatasan
infrastruktur dan sumber daya manusia di daerah-daerah luar jawa.

3. Tingkat Mobilitas Faktor Produksi yang Rendah

Kurang lancarnya mobilitas faktor produksi seperti tenaga kerja dan kapitas antar
daerah juga merupakan penyebab terjadinya ketimpangan ekonomi regional. Hal ini karena
perbedaan laju pertumbuhan ekonomi antar daerah membuat terjadinya perbedaan tingkat
pendapatan perkapita antar daerah, dengan asumsi bahwa mekanisme pasar output dan input
bebas (tanpa distorsi yang direkayasa, misalnya kebijakan pemerintah) memengaruhi
mobilitas faktor produksi antar daerah. Menurut A. Lewis, jika perpindahan faktor produksi
antar daerah tidak ada hambatan, maka pada akhirnya pembangunan ekonomi yang optimal
antar daerah akan tercapai dan semua daerah akan menjadi lebih baik (dalam pengertian
pareto optimal: semua daerah mengalami better off).

Di sisi permintaan jumlah penduduk yang besar merupakan potensi besar bagi
pertumbuhan pasar, yang berarti faktor pendorong bagi pertumbuhan kegiatan ekonomi. Dari
sisi penawaran, jumlah penduduk yang besar dengan pendidikan dan kesehatan yang baik,
disiplin dan etos kerrja yang tinggi merupakan aset penting bagi produksi.

4. Kurang lancarnya Perdagangan antar Daerah

Kurang lancarnya perdagangan antara daerah (intra-trade) juga merupakan faktor


yang turut menciptakan ketimpangan ekonomi regional Indonesia. Tidak lancarnya intra trade
disebabkan oleh keterbatasan transportasi dan komunikasi. Jadi, tidak lancarnya arus barang
dan jasa antar daerah mempengaruhi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi suatu daerah
dari sisi permintaan dan penawaran.[3]

D. Peran Pemerintah dalam Pembangunan Ekonomi Daerah


1. Entrepreneur

Peran pemerintah daerah sebagai entrepreneur, adalah merupakan tanggung jawab


untuk menjalankan suatu usaha bisnis di daerahnya. Dalam hal ini pemeritah daerah bisa
mengengembangkan suatu usaha sendiri dengan membentuk badan usaha milik daerah
(BUMD) atau bermitra dengan dunia usaha swasta namun kegiatan usahanya tetap dalam
pengendalian pemerintah daerah. Pemerintah daerah harus mampu mengelola aset-aset
pemerintah daerah dengan lebih baik dan ekonomis sehingga mampu memberikan
keuntungan bagi pemerintah daerah.
2. Koordinator

Pemerintah daerah harus mampu bertindak sebagai koordinator dalam pembangunan


ekonomi di daerahnya, yaitu melalui penetapan kebijakan-kebijakan atau mengusulkan
strategi-strategi pembangunan ekonomi yang komprehensip bagi kemajuan daerahnya. Dalam
peran ini pemerintah daerah bisa melibatkan kelompok-kelompok dalam masyarakat untuk
proses pengumpulan data dan evaluasi tentang informasi yang berkaitan tentang kondisi
perekonomian di daerah.

3. Fasilitator

Pemerintah daerah dapat berperan sebagai fasilitator dengan cara mempercepat


pembagunan melalui perbaikan lingkungan attitudinal (perilaku atau budaya masyarakat)
didaerahnya. Hal ini perlu dilakukan untuk mempercepat proses pembangunan dan prosedur
perencanaan, peraturan penetapan tata ruang daerah (Zoning) yang lebih baik.

4. Stimulator

Pemerintah daerah dapat berperan sebagai stimulan dalam penciptaan dan


pengembangan usaha melalui tindakan-tindakan khusus yang dapat mempengaruhi dunia
usaha untuk masuk ke daerah tersebut dan menjaga agar perusahaan-perusahaan yang telah
ada tetap eksis berada di daerah tersebut. Stimulus ini dapat dilakukan antara lain dengan
pembuatan brosur-brosur, pembangunan kawasan industri pembuatan outlet untuk produk-
produk UKM, membantu UKM melakukan pameran dan sebagainya.[6]

4.Strategi dalam Pembangunan Ekonomi Daerah

Sebelum membahas strategi pembangunan ekonomi daerah, kita coba mengingat


kembali tujuan strategi pembangunan ekonomi. Secara umum strategi pembangunan ekonomi
adalah mengembangkan kesempatan kerja bagi penduduk yang ada searang dan upaya untuk
mencapai stabilitas ekonomi, serta mengembangan basis ekonomi dan kesempatan kerja yang
beragam. Pembangunan ekonomi akan berhasil bila mampu memenuhi kebutuhan dunia
usaha. Hal ini untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya fluktuasi ekonomi sektoral, yang
pada akhirnya akan mempengaruhi kesempatan kerja.

Secara garis besar strategi pembangunan ekonomi daerah menurut Arsyad (1999)
dapat dikelompokan menjadi empat yaitu:

1. Strategi Pengembangan Fisik (Locality Or Physical Development Strategy)

Melalui pengembangan program perbaikan kondisi fisik/lokalitas daerah yang


ditujukan untuk kepentingan pembangunan industri dan perdagangan, pemerintah daerah
akan berpengaruh positif bagi pembangunan dunia usaha di daerah. Secara khusus, tujuan
strategi pembangunan fisik ini adalah untukmenciptakan identitas daerah/kota, memperbaiki
pesona (amenity base) atau kualitas hidup masayarakat, dan memperbaiki daya tarik pusat
kota (civic center) dalam upaya memperbaiki dunia usaha daerah. Untuk mencapai tujuan
pembangunan fisik tersebut diperlukan alat-alat pendukung, antara lain :

 Pembuatan bank tanah (landbanking), dengan tujuan agar memiliki data tentang tanah
yang kurang optimal penggunaannya, tanah yang belum dikembangkan, atau salah
dalam penggunaannya, dan sebagainya.
 Pengendalian perencanaan dan pembangunan, dengan tujuan untuk memperbaiki
iklim investasi di daerah dan memperbaiki citra pemerintah daerah.
 Penataan kota (townscaping), dengan tujuan untuk memperbaiki sarana jalan,
penataan pusat-pusat pertokoan, dan penataan standar fisik suatu bangunan.
 Pengaturan tata ruang (zoning) dengan baik untuk meragsang perrtumbuhan dan
pembangunan ekonomi daerah.
 Penyediaan perumahan dan pemukiman yang baik akan berpengaruh positif bagi
dunia usaha, di samping menciptakan lapangan kerja
 Penyadiaan infrastruktur seperti: sarana air bersih, listrik, taman, sarana parkir, tempat
olahraga, dan sebagainya.

2. Strategi Pengembangan Dunia Usaha (Bussines Development Strategi)

Pengembangan dunia usaha meruakan komponen penting dalam pembangunan


ekonomi daerah, karena daya tarik, kreativitas atau daya tahan kegiatan dunia usaha
merupakan cara terbaik untuk menciptakan perekonomian daerah yang sehat. Untuk
mencapai tujuan pembangunan fisik tersebut diperlukan alat-alat pendukung, antaa lain:

 Penciptaan iklim usaha yang baik bagi dunia usaha, melalui pengaturan dan kebijakan
yang memberikan kemudahan bagi dunia usaha dan pada saat yang sama mencegah
penurunan kualitas lingkungan.
 Pembuatan informasi terpadu yang dapat memudahkan masyarakat dan dunia usaha
untuk berhubungan dengan aparat pemerintah daerah yang berkaitan dengan peirjinan
dan informasi rencana pembangunan ekonomi daerah.
 Pendirian pusat konsultasi dan pengembangan usaha kecil, karena usaha kecil
perannya sangat penting sebagai penyerap tenaga kerja dan sebagai sumberdorongan
memajukan kewirausahaan.
 Pembuatan sistem pemasaran bersama untuk menghindari skala yang tidak ekonomis
dala produksi, dan meningkatkan daya saing terhadap produk impor, serta sikap
kooperatif sesama pelaku bisnis.
 Pembuatan lembaga penelitian dan pengembangan (Litbang). Lembaga ini diperlukan
untuk melakukan kajian tentang pengembangan produk baru, teknologi baru, dan
pencarian pasar baru.

3. Strategi Pengembangan Sumber Daya Manusia (Human Resources Development


Strategy)

Strategi pengembangan sumber daya manusia merupakan aspek paling penting dalam
proses pembangunan ekonomi. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi tanpa dibarengi
dengan peningkatan kualitas dan keterampilan sumber daya manusia adalah suatu
keniscayaaan. Pengembangan kualitas sumber daya manusia dapat dilakukan dengan cara:

 Pelatihan dengan sistem customized training, yaitu sistem pelatihan yang dirancang
secara khusus untuk memenuhi kebutuhan dan harapan siemberi kerja.
 Pembuatan bank keahlian (skillbanks), sebagai bank informasi yang berisi data
tentang keahlian dan latar belakang oarng yang menganggur di daerah.
 Penciptaan iklim yang mendukung bai perkembangan lembaga-lembaga pendidikan
dan keterampilan di darah.
 Pengenmbangan lembaga pelatihan bagi para penyandang cacat.

4. Strategi Pengembangan Masyarakat (Community-Based Development Strategy)

Startegi pengembangan masyarakat ini merupakan kegiatan yang ditujukan untuk


memberdayakan (empowerment) suatu kelompok masyarakat tertentu pada suatu daerah.
Kegiatan-kegiatan ini berkembang baik di Idonesia belakangan ini, karena ternyata kebijakan
umum ekonomi tidak mampu membetikan manfaat begi kelompok-kelompok tetentu.

Tujuan kegiatan ini adalah untuk menciptakan manfaat sosial, seperti mislanya
dengan menciptakan proyek-proyek padat karya untuk memenuhi kebutuhan hidupatau untuk
memperoleh keuntungan dari usahanya.[8]

5. Konsep Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan salah satu faktor penunjang penggunaan faktor-faktor


produksi lainnya, yang akan digunakan dalam proses produksi. Tenaga kerja
merupakanfaktor terpenting dibanding yang lain karena manusia merupakan penggerak dari
seluruh faktor-faktor produksi tersebut.

Tenaga kerja biasa pula disebut sebagai “manpower”. Ada beberapa pendapat
mengenai tenaga kerja oleh ahli-ahli tenaga kerja seperti yang dikemukakan oleh
Djoyohadikusumo (1995: 146), tenaga kerja adalah orang-orang yang bersedia dan sanggup
bekerja untuk diri sendiri atau anggota keluarga yang tidak menerima upah serta mereka yang
bekerja untuk upah. Golongan tenaga kerjapun meliputi mereka yang menganggur dengan
terpaksa karena tidak ada kesempatan kerja.

Sedang menurut Simanjuntak (1998: 2 - 3), memberikan pengertian tenaga kerja


(manpower) adalah penduduk dalam usia kerja, dimana hanya mampu bekerja atau
melakukan kegiatan bernilai ekonomis dalam menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat.

Di Indonesia, tenaga kerja dipilih batas umur minimum 15 tahun tanpa batas
maksimum. Sebab umur 15 tahun tersebut adalah sudah banyak terlibat dalam kegiatan
produksi, terutama di daerah pedesaan. Jadi Indonesia tidak menganut batas umur
maksimum, alasannya karena Indonesia belum mempunyai jaminan sosial nasional. Hanya
sebagian kecil penduduk Indonesia yang menerima tunjangan di hari tua yaitu pegawai negeri
dan sebagian pegawai swasta. Bagi golongan ini pun, pendapatan yang mereka terima tidak
mencukupi kebutuhan sehari-hari. Oleh karena itu, mereka yang telah mencapai usia pensiun
biasanya masih tetap harus kerja.

6. Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah

Perencanaan pembangunan ekonomi daerah bisa dianggap sebagai perencanaan untuk


memperbaiki penggunaan sumber daya publik yang tersedia didaerah tersebut dan untuk
memperbaiki kapasitas sektor swasta dalam menciptakan nilai sumber daya swasta secara
bertanggung jawab. Pembangunan ekonomi yang efisien membutuhkan secara seimbang
perencanaan yang lebih teliti mengenai penggunaan sumber daya publik dan sektor swasta :
petani, pengusaha kecil, koperasi, pengusaha besar, organisasi sosial harus mempunyai peran
dalam proses perencanaan.

Ada tiga (3) impilikasi pokok dari perencanaan pembangunan ekonomi daerah:

Pertama, perencanan pembangunan ekonomi daerah yang realistik memerlukan


pemahaman tentang hubungan antara daerah dengan lingkungan nasional dimana daerah
tersebut merupakan bagian darinya, keterkaitan secara mendasar antara keduanya, dan
konsekuensi akhir dari interaksi tersebut.

Kedua, sesuatu yang tampaknya baik secara nasional belum tentu baik untuk
daerah dan sebaliknya yang baik di daerah belum tentu baik secara nasional.

Ketiga, Perangkat kelembagaan yang tersedia untuk pembangunan daerah,


misalnya administrasi, proses pengambilan keputusan, otoritas biasanya sangat berbeda pada
tingkat daerah dengan yang tersedia pada tingkat pusat. Selain itu, derajat pengendalian
kebijakan sangat berbeda pada dua tingkat tersebut. Oleh karena itu perencanaan darah yang
efektif harus bisa membedakan apa yang seyogyanya dilakukan dan apa yang dapat
dilakukan, dengan menggunakan sumber daya pembangunan sebaik mungkin yang benar-
benar dapat dicapai, dan mengambil manfaat dari informasi yang lengkap yang tersedia pada
tingkat daerah karena kedekatan para perencananya dengan obyek perencanaan. (Lincolin
arsyad, 1999).

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan
masyarakatnya mengelola sumber daya-sumber daya yang ada dan membentuk suatu
pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan
suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi
(pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut.
2. Permasalahan dalam Pembangunan Ekonomi Daerah
a) Ketimpangan Pembangunan Sektor Industri
b) Kurang Meratanya Investasi
c) Tingkat mobilitas faktor produksi yang rendah
d) Kurang lancarnya perdagangan antar daerah
3. Strategi yang harus dilakukan dalam pembangunan ekonomi daerah
a) Strategi Pengembangan Fisik (Locality Or Physical Development Strategy)
b) Strategi Pengembangan Dunia Usaha (Bussines Development Strategi)
c) Strategi Pengembangan Sumber Daya Manusia (Human Resources
Development Strategy)
d) Strategi Pengembangan Masyarakat (Community-Based Development
Strategy)
4. Peran pemerintah dalam membangun ekonomi daerah
a) Entrepreneur
b) Koordinator
c) Fasilitator
d) Stimulator
DAFTAR PUSTAKA

Jhingan. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. 2012. Jakarta: RajaGrafindo

Mulyadi S. Ekonomi Sumber Daya Manusia. 2012. Jakarta: Rajawali Pers

Subandi. Ekonomi Pembangunan. 2012. Bandung: AlfaBeta

Sukirno, Sadono. Ekonomi Pembangunan. 2011. Jakarta: Kecana


[1]
Sadono Sukirno. Ekonomi Pembangunan. 2011. Jakarta: Kencana. Hlm. 10-11
[2]
Subandi. Ekonomi Pembangunan. 2012. Jakarta: AlfaBeta. op.cit, Hlm.133-134
[3]
Ekonomi pembangunan dan perencanaan karya M.L. Jhingan, halaman 431.
[4]
Mulyadi S. Ekonomi Sumber Daya Manusia. 2012. Jakarta: Rajawali Pers. Hlm. 243-245
[5]
Subandi. op.cit.,halaman 138-140

Anda mungkin juga menyukai