Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Globalisasi yang terjadi mengharuskan Indonesia dituntut untuk siap bersaing
dengan negara-negara lain. Agar mampu bersaing Indonesia harus memantapkan terlebih
dahulu perekonomian. Dalam meningkatkan kesiapan pemerintah dalam menghadapi
globalisasi diperlukan perekonomian yang kuat dan stabil. Pembangunan ekonomi secara
nasional tidak bisa terlepas dari pembangunan ekonomi secara regional. Pada hakekatnya
pembangunan regional merupakan pelaksanaan dari pembangunan nasional pada
wilayah tertentu yang disesuaikan dengan kemampuan ekonomi regional tersebut.
Pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan pendapatan
perkapita penduduk suatu negara meningkat terus menerus dalam jangka panjang.
Peningkatan pendapatan perkapita harus dilihat dari kenaikan GDP dan harus
dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk, kenaikan GDP harus juga diikuti
dengan adanya perubahan atau modernisasi dalam struktur ekonomi. (Ronald
Witton:1989). Sedangkan Pembangunan ekonomi daerah menurut Arsyad (1999:85)
adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelolah sumberdayasumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah
dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan pekerjaan baru dan meransang
perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut.
Menurut Arsyad Lincolin (2004:13) mengartikan pertumbuhan ekonomi sebagai
kenaikan produk domestik bruto tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau
lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk, atau apakah pertumbuhan ekonomi
terjadi atau tidak. Mengingat pentingnya pertumbuhan ekonomi regional, maka setiap
wilayah dituntut mampu mengembangkan potensinya agar dapat menciptakan
keunggulan sektoral atau komoditi daerahnya, ini diharapkan agar sektor yang memiliki
keunggulan tersebut akan membawa prospek yang lebih baik untuk dikembangkan,
sehingga akan berdampak pada sektor-sektor lain untuk berkembang serta berdampak
positif terhadap PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) baik secara sektoral maupun
perkapita. Menurut Tjokrowinoto (1995), mendefinisikan pembangunan kawasan

(regional development) secara konvensional lebih cenderung berorientasi pada


pertumbuhan ekonomi, dengan asumsi dasar bahwa proses pembangunan berlangsung
dalam suatu keseimbangan matrik lokasi yang terdiri dari beberapa pusat pertumbuhan
(growth poles) dan kawasan penyangga atau hinterland.
Berdasarkan Direktorat Pengembangan Kawasan Khusus dan Tertinggal, (2004).
Konsep kawasan sebagai suatu pendekatan kebijakan baru dalam pembangunan daerah,
telah semakin luas digunakan di berbagai negara baik negara maju maupun negara
berkembang, terutama dikaitkan dengan kesiapan suatu kawasan meningkatkan daya
saingnya dalam menghadapi kawasanisasi dan globalisasi. Kawasan secara signifikan
mampu untuk meningkatkan kemampuan ekonomi daerah untuk membangun kekayaan
masyarakat. Kawasan juga mampu bertindak sebagai pendorong inovasi, dimana
keberadaan unsur-unsur dalam kawasan diperlukan untuk mengubah gagasan menjadi
kekayaan. Konsep, prinsip, dan instrumen kebijakan di dalam model pada perencanaan
ekonomi kawasan adalah konsep kutub pertumbuhan, yang pada awalnya dirumuskan
oleh Perroux (1955) dengan pertumbuhan yang dirangsang oleh suatu kombinasi dari
inter-industrial.
Kawasan unggulan merupakan kawasan yang ditetapkan sebagai penggerak
perekonomian kawasan (prime mover) yang memiliki kriteria sebagai kawasan yang
cepat tumbuh, mempunyai sektor unggulan dan memiliki keterkaitan dengan kawasan
sekitar atau (hinterland) (Royat, 1996). Penetapan suatu daerah menjadi kawasan
unggulan karena diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan suatu daerah. Ada tiga
faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu akumulasi modal, pertumbuhan
penduduk dan kemajuan teknologi (Todaro, 2000). Berdasarkan teori basis ekonomi,
faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung
dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah (Arsyad,1999). Pertumbuhan
industri-industri yang menggunakan sumberdaya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan
baku untuk di ekspor akan menghasilkan kekayaan daerah dan menciptakan peluang
kerja (job creation).
Dalam pelaksanaan pembangunan daerah diperlukan perencanaan dan strategi
yang tepat karena disetiap daerah mempunyai keadaan yang berbeda, mempunyai
karakteristik tersendiri, laju pertumbuhan ekonomi maupun potensi yang dimiliki masingmasing daerah. Sedangkan fakta yang terjadi secara umum perkembangan Surabaya dan

wilayah sekitarnya yakni GERBANG KERTASUSILA saat ini ternyata menunjukkan


perkembangan yang lebih besar dari konsep SWP yang ditentukan dalam RTRW Jawa
Timur. Pola perkembangan ini terjadi terutama pada koridor antar kota dan pada beberapa
bagian berfungsi sebagai suatu pusat (nodal).

1.1 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah maka tujuan yang akan dicapai
dari penelitian ini adalah :
a. Sektor-sektor ekonomi apa saja yang menjadi sektor unggulan di Gerbang kertasusila
(Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan) di Jawa Timur ?
a. Bagaimana perkembangan sektor perekonomian dan tingkat penyerapan tenaga kerja
antar daerah di jawa timur ?
1.2 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah :
a. menganalisis sektor ekonomi apa saja yang menjadi sektor unggulan di Gerbang
kertasusila (Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan) di Jawa
Timur
b. menganalisis perkembangan sektor perekonomian dan tingkat penyerapan tenaga kerja
antar daerah dijawa timur

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi
Todaro (2006 : 22) mendefinisikan pembangunan merupakan suatu proses
multidimensional yang mencangkup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial,
sikap-sikap masyarakat dan institusi-institusi nasional disamping tetap mengejar
akselerasi pertumbuhan ekonomi, penganganan ketimpangan pendapatan, serta
pengentasan kemiskinan. Pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan
kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang yang
disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan (Arsyad, 1999 : 11). Pertumbuhan ekonomi
meliputi penggunaan input tertentu dan lebih efisien untukk mendapatkan output lebih
banyak. Sedangkan pembangunan ekonomi tidak hanya terdapat lebih banyak output,
tetapi juga perubahan dalam struktur output dan alokasi input pada berbagai sektor
perekonomian.
Pada umumnya pembangunan ekonomi selalu diikuti dengan pertumbuhan
ekonomi, namun pertumbuhan ekonomi belum tentu disertai pembangunan ekonomi.
Tetapi pada awal pembangunan ekonomi suatu negara dapat dimungkinkan terjadinya
pembangunan ekonomi yang diikuti oleh pertumbuhan ekonomi dan sebaliknya. Proses
pembangunan menghendaki adanya proses pertumbuhan yang diikuti dengan perubahan
struktur ekonomi dan kelembagaan (Mudrajad, 2006 : 17). Sedangkan Boediono (1999 :
mendefinisikan pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses dari kenaikan output perkapita
dalam jangka panjang.
2.1.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi Regional
Ada beberapa teori pertumbuhan dan pembangunan ekonomi regional yang akan
disajikan, khususnya teori-teori yang sangat terkait dengan penelitian ini, diantaranya :
(1) Teori Pertumbuhan Jalur Cepat; (2) Teori Basis Ekspor; (3) Teori Pusat Pertumbuhan.
1. Teori Pertumbuhan Jalur Cepat

Teori pertumbuhan jalur cepat diperkenalkan oleh Samuelson pada tahun 1955.
Pada intinya, teori ini menekankan bahwa setiap daerah perlu mengetahui sektor ataupun
komoditi apa yang memiliki potensi besar dan dapat dikembangkan dengan cepat, baik
karena potensi alam maupun karena sektor itu memiliki competitive advantage untuk
dikembangkan. Artinya, dengan dengan kebutuhan modal yang sama sektor tersebut
dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar, dapat berproduksi dalam waktu relatif
singkat dan sumbangan untuk perekonomian juga cukup besar. Agar pasarnya terjamin,
produk tersebut harus bisa diekspor (keluar daerah atau luar negeri). Perkembangan
sektor tersebut akan mendorong sektor lain turut berkembang sehingga perekonomian
secara keseluruhan akan tumbuh. Mensinergikan sektor-sektor adalah membuat
sektorsektor saling terkait dan saling mendukung. Menggabungkan kebijakan jalur cepat
dan mensinergikannya dengan sektor lain yang terkait akan akan mampu membuat
perekonomian tumbuh cepat (Tarigan, 2005 : 54).
2. Teori Basis Ekspor Richardson
Teori ini membagi sektor produksi atau jenis pekerjaan yang terdapat di dalam
suatu wilayah atas pekerjaan basis (dasar) dan pekerjaan servis (pelayanan) atau lebih
sering disebut sektor nonbasis. Pada intinya, kegiatan yang hasilnya dijual ke luar daerah
(atau mendatangkan dari luar daerah) disebut kegiatan basis. Sedangkan kegiatan nonbasis adalah kegiatan yang melayani kebutuhan masyarakat di daerah itu sendiri, baik
pembeli maupun asal uangnya dari daerah iru sendiri (Tarigan, 2005 : 55). Teori basis
ekspor menggunakan dua asumsi, yaitu : (1) asumsi pokok atau yang utama bahwa
ekspor adalah satu-satunya unsur eksogen (independen) dalam pengeluaran. Artinya,
semua unsur pengeluaran lain terikat (dependen) terhadap pendapatan. Secara tidak
langsung hal ini berarti diluar pertambahan alamiah, hanya peningkatan ekspor saja yang
dapat mendorong peningkatan pendapatan daerah karena sektor-sektor lain terikat
peningkatannya oleh peningkatan pendapatan daerah. Sektor lain hanya meningkat
apabila pendapatan daerah secara keseluruhan meningkat. Jadi satu-satunya yang bisa
meningkat secara bebas adalah ekspor. Ekspor tidak terikat dalam siklus pendapatan
daerah; (2) asumsi kedua adalah fungsi pengeluaran dan fungsi impor bertolak dari titik
nol sehingga tidak akan berpotongan (Tarigan, 2005 : 56).
3. Teori Pusat Pertumbuhan ( The Growth Pole Theory )

Dalam suatu wilayah, ada penduduk atau kegiatan yang terkonsentrasi pada suatu
tempat, yang disebut dengan berbagai istilah seperti: kota, pusat perdagangan, pusat
industri, pusat pertumbuhan, simpul distribusi, pusat permukiman, atau daerah modal.
Sebaliknya, daerah di luar pusat konsentrasi dinamakan: daerah pedalaman, wilayah
belakang (hinterland), daerah pertanian, atau daerah pedesaan (Tarigan, 2005 : 162).
Suatu daerah dikatakan sebagai pusat pertumbuhan harus memiliki empat ciri, yaitu:
Adanya hubungan internal dari berbagai macam kegiatan yang memiliki nilai ekonomi,
Ada efek pengganda (multiplier effect), Adanya konsentrasi geografis, Bersifat
mendorong pertumbuhan daerah di belakangnya (Tarigan, 2005 : 162).
2.1.3 Teori Basis Ekonomi (Economic Base Theory) dan Sektor Ekonomi Unggulan
Salah satu teori ekonomi yang dikembangkan dalam rangka meningkatkan
perekonomian daerah adalah teori basis ekonomi. Menurut Arsyad (1999) teori basis
ekonomi ini menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu
daerah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah.
Pertumbuhan industri-industri yang menggunakan sumberdaya lokal, termasuk tenaga
kerja dan bahan baku untuk diekspor akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan
peluang kerja (job creation), dan daerah mempunyai kesempatan untuk mengembangkan
sumberdaya yang dimiliki dengan memanfaatkan tenaga kerja yang ada termasuk dari
luar daerah dalam upaya meningkatkan peluang ekspor. Lebih lanjut dalam analisisnya,
teori basis ekonomi biasanya digunakan untuk mengidentifikasi dan menentukan sektor
unggulan.
Apabila sektor unggulan tersebut dikembangkan dengan baik akan mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, yang pada akhirnya
dapat meningkatkan pendapatan daerah secara optimal. Tumbuh atau tidaknya suatu
wilayah dan cepat atau tidaknya wilayah itu tumbuh ditentukan oleh bagaimana kinerja
wilayah itu sebagai eksportir ke daerah lain dan atau ke luar negeri. Oleh karena itu
muncul suatu strategi pembangunan daerah yang menekankan tentang arti pentingnya
bantuan (aid) kepada dunia usaha yang mempunyai pasar secara nasional maupun
internasional agar mengurangi hambatan-hambatan terhadap perusahaan-perusahaan yang
berorientasi ekspor yang didirikan di daerah tersebut.

Menurut Tarigan (2005), berdasarkan teori basis ekonomi, perkonomian suatu


wilayah dibagi menjadi dua, yaitu sektor basis dan sektor non basis. Sektor basis adalah
kegiatan-kegiatan yang mengekspor barang dan jasa ke luar batasbatas perkonomian
wilayah yang bersangkutan. Sedangkan sektor non basis merupakan kegiatan-kegiatan
yang menyediakan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan orang-orang yang
bertempat tinggal di dalam batas-batas perkonomian wilayah tersebut.
Dasar pemikiran teknik ini adalah teori economic base yang intinya adalah karena
sektor basis menghasilkan barang-barang dan jasa untuk pasar di daerah maupun di luar
daerah yang bersangkutan, maka penjualan ke luar daerah akan menghasilkan pendapatan
bagi daerah tersebut, menambah permintaan terhadap barang dan jasa di dalamnya, serta
menaikkan volume kegiatan non basis. Terjadinya arus pendapatan dari luar daerah ini
menyebabkan kenaikan konsumsi dan investasi di daerah tersebut, dan pada gilirannya
akan menaikkan pendapatan dan menciptakan kesempatan kerja baru. Peningkatan
pendapatan tersebut tidak hanya menaikkan permintaan terhadap industri basis, tetapi
juga menaikkan permintaan akan industri non basis atau lokal. Kenaikan permintaan ini
akan mendorong kenaikan investasi pada sektor yang bersangkutan sehingga investasi
modal dalam produksi lokal merupakan investasi yang didorong sebagai akibat dari
industri

basis.

Sebaliknya

berkurangnya

kegiatan

basis

akan

mengakibatkan

berkurangnya pendapatan yang mengalir masuk kedalam daerah tersebut, dan turunnya
permintaan terhadap produk dari kegiatan non basis. Dengan demikian kegiatan atau
sektor basis mempunyai peranan sebagai penggerak utama dimana setiap perubahan
mempunyai efek terhadap perekonomian. Oleh Karena itu, industri basis merupakan
industri yang harus dikembangkan di suatu daerah (Arsyad, 1999).
Pengertian basis ekonomi di suatu wilayah tidak bersifat statis melainkan dinamis,
maksudnya pada tahun tertentu mungkin saja sektor tersebut merupakan sektor basis,
namun pada tahun berikutnya belum tentu sektor tersebut secara otomatis menjadi sektor
basis. Sektor basis bisa mengalami kemajuan ataupun kemunduran. Adapun sebab-sebab
kemajuan sektor basis adalah perkembangan jaringan transportasi dan komunikasi;
perkembangan pendapatan dan penerimaan daerah; perkembangan teknologi; dan adanya
perkembangan prasarana ekonomi dan sosial. Sedangkan penyebab kemunduran sektor

basis adalah adanya perubahan permintaan dari luar daerah, dan kehabisan cadangan
sumberdaya.
Location Quotient (LQ) merupakan teknik analisis yang tergolong sederhana
dalam menentukan kegiatan ekonomi yang dapat dikembangkan dalam suatu wilayah.
Asumsi yang dipakai adalah adanya persamaan pola permintaan dan persamaan
produktivitas tiap pekerja pada wilayah yang kecil dengan wilayah yang lebih luas.
Kelemahan dari teori ini adalah bahwa teori ini didasarkan pada permintaan eksternal
bukan internal, karena menurut teori ini pertumbuhan suatu wilayah itu ditentukan oleh
ekspor yang pada akhirnya akan menyebabkan ketergantungan yang sangat tinggi
terhadap kekuatan-kekuatan pasar secara nasional maupun global. Selain itu, teknik ini
berasumsi bahwa tingkat ekspor tergantung pada tingkat disagregasi. Namun, teori ini
sangat berguna untuk menentukan keseimbangan antara jenis-jenis industri dan sektor
yang dibutuhkan masyarakat untuk mengembangkan stabilitas ekonomi. Kelebihan
analisis Location Quotient (LQ) antara lain bahwa teknik ini memperhitungkan ekspor
langsung dan tidak langsung (Richardson, 2001).
Dalam model ekonomi basis, alat ukur yang digunakan adalah nilai tambah atau
jumlah pekerja (employment). Basis ekonomi dari sebuah aktifitas terdiri atas aktivitasaktivitas yang menciptakan pendapatan dan kesempatan kerja sebagai suatu basis dari
ekonomi sebuah daerah. Semua pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh sektor basis.
Pendapatan dan kesempatan kerja basis berasal dari ekspor. Hal ini mengakibatkan
industri-industri ekspor merupakan basis dari wilayah tersebut. Pendapatan dan
kesempatan kerja non basis ditentukan oleh pendapatan dan kesempatan kerja sektor
basis.

2.2 Penelitian Terdahulu


No.

Nama

dan Judul

Alat Analisis

1.

Tahun
ARIFIN

SRI ANALISIS

Alat

Kesimpulan

analisis bahwa

Location

pada

HASCARYO

DETERMINAN

(2014)

SEKTOR BASIS 15 Quotient (LQ), 2011 ada sekitar


KOTA/KABUPATE
N

Data Panel.

TERHADAP

tahun

2007-

8 daerah yang
unggul

dalam

PERTUMBUHAN

sektor

EKONOMI

pertanian,

JAWA

DI

TENGAH

pada

TAHUN 2007 - 2011

9
sektor

industri

dan

perdagangan.
Dengan
panel

data
dapat

dianalisa bahwa
masing

sektor

mempengaruhi
pertumbuhan
ekonomi,
tetapi

akan
hanya

sektor pertanian
yang
pengaruhnya
2.

Damayanti

Analisis

(2006)

unggulan

negatif.
bahwa sektor-

sektor analisis
serta Typology

kaitannya

dalam Klassen

penyerapan

tenaga Indeks

kerja di DKI Jakarta

yang

dan menjadi
unggulan

Williamson
serta

sektor

kota

Analisis adalah

bagi
Jakarta
sektor-

shift share

sektor sekunder
seperti
perdagangan,
hotel

dan

restoran;

serta

pengangkutan
dan komunikasi.
Keduanya
memiliki

laju

pertumbuhan
yang

lebih

tinggi
dibandingkan
sektor

yang

sama

pada

tingkat
megapolitan
ataupun
nasional. Sektor
yang

juga

menjadi

salah

satu

sektor

potensial
kota

bagi
Jakarta

adalah jasa-jasa.
Sektor tersebut
ternyata mampu
menyerap
tenaga

kerja

dalam

jumlah

yang besar.

3.

Rika harini, sri Analisis

sektor Alat analisis LQ Bahwa

yum

dalam dan Shift Share

kabupaten/kota

tenaga

memiliki sektor

didaerah

unggulan yang

sri

giyarsih, unggulan
rahayu penyerapan

budiani (2001)

kerja

istimewa Yogyakarta

antar

berbeda-beda.
Sektor pertanian
(sektor primer)
menjadi sektor
unggulan

pada

kabupaten kulon
progo,

bantul,

dan

gunung

kidul.
Sedangkan
dikabupaten
sleman dan kota
yogyakarta yang
menjadi sektor
unggulan hanya
sektor sekunder
dan tersier.

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
a. Lokasi Penelitian
Wilayah gerbang kertasusila yaitu Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya,
Sidoarjo, Lamongan merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Timur. Hal yang
menjadi pertimbangan penelitian dilakukan di wilayah gerbang kertasusila adalah agar
hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan menjadi prioritas dalam
perencanaan Pembangunan wilayah tersebut.
b. Jenis dan Sumber Data
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan data sekunder. Data sekunder adalah
data-data pendukung yang diperoleh dari buku-buku, majalah,dan sebagainya yang
berkaitan dengan penelitian atau dengan mengambil dari sumber lain yang diterbitkan
oleh lembaga yang dianggap berkompeten. Datasekunder tersebut di peroleh dari Badan
Pusat Statistik (BPS) Propinsi Jawa Timur dan BPS Kabupaten Gresik, Bangkalan,
Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan periode 2011-2013.
3.2 Metode Analisis Data
a. Location Quotient (LQ)
Identifikasi sektor unggulan dan potensial ekonomi daerah merupakan proses
awal dalam kegiatan perencanaan ekonomi untuk pengembangan sektor kegiatan
ekonomi. Untuk mempercepat pertumbuhan perekonomian daerah, mengidentifikasi
faktor-faktor yang menjadi potensi sektor terendah serta menentukan prioritas untuk
menanggulangi kelemahan tersebut, maka sangat diperlukan adanya penentuan sektorsektor ekonomi unggulan.
Untuk menentukan potensi relatif perekonomian suatu wilayah digunakan salah
satu alat analisis yaitu LQ (Location Quotient). Analisis LQ merupakan analisis dengan
teknik perbandingan berapa besar peranan suatu sektor/industri dalam suatu wilayah
terhadap peranan suatu sektor/industri tersebut secara nasional. (Tarigan,2003:78).
Analisis ini digunakan untuk mengetahui apakah sektor-sektor ekonomi tersebut
termasuk kegiatan basis atau bukan basis sehingga dapat melihat sektorsektor yang
termasuk ke dalam kategori sektor unggulan. Perhitungan LQ digunakan untuk

menunjukkan perbandingan antara peranan sektor tingkat regional dengan peran sektor
wilayah tingkat yang lebih luas. Tidak meratanya penyebaran kegiatan ekonomi di pulau
Jawa yang pada umumnya hanya terkonsentrasi pada beberapa daerah saja memberikan
indikasi bahwa produk ekonomi wilayah merupakan komoditi ekspor. Dengan demikian
dampak komoditi ekspor terhadap wilayah produsen dapat ditelaah dengan konsep Basis
Ekonomi. Berdasarkan konsep ini, pendapatan dari sektor basis akan memberikan
dampak positif yang luas dalam pertumbuhan perekonomian wilayah.
Untuk menghitung LQ digunakan rumus sebagai berikut (Tarigan,2003:78) :
( xi/PDRB)
LQ Xi /PNB
Dimana :
LQ

: Indeks Location Quotient

xi

: Nilai tambah sektor/sub sektor i pada wilayah Kabupaten Purbalingga

PDRB

: Produk domestik regional bruto pada wilayah Kabupaten Purbalingga.

Xi

: Nilai tambah sektor / sub i sektor secara nasional.

PNB

: Produk domestik regional bruto Provinsi Jawa Tengah.

Hasil perhitungan LQ dapat digunakan untuk mengidentifikasi sektor yang potensial,


yaitu :
a. Apabila LQ > 1, artinya sektor tersebut berperan lebih besar daripada sektor yang sama
secara nasional sehingga seringkali sebagai petunjuk bahwa daerah tersebut surplus akan
produk sektor i dan mengekspornya ke daerah lain. Hal tersebut menunjukkan bahwa
daerah tersebut memiliki keunggulan komparatif untuk sektor i tersebut.
b. Jika LQ < 1, maka sektor tersebut mempunyai peran lebih kecil dibandingkan peranan
sektor tersebut secara nasional.
c. Jika LQ = 1, memberikan indikasi sektor tersebut kurang potensial dan kurang
menguntungkan untuk dikembangkan, artinya sektor tersebut tidak mempunyai peran
sektor ekspor di wilayah justru akan mendatangkan impor dari wilayah lain.
Dengan demikian semakin tinggi nilai LQ dari suatu sektor, maka semakin tinggi
pula keunggulan bagi daerah itu untuk mengembangkan sektor tersebut lebih lanjut.

Kelebihan LQ adalah merupakan alat analisis yang sederhana dalam perekonomian suatu
daerah dengan menunjukkan produk-produk yang bisa dikembangkan untuk ekspor dan
menunjukkan industri industri potensial (sektoral) untuk menganalisis lebih lanjut.
Sedangkan kelemahannya yaitu indikator yang deskriptif, merupakan kesimpulan
sementara dan tidak memperhatikan struktur ekonomi setiap daerah.
b. Analisis Shift Share (Shift Share Analysis)
Untuk menjawab rumusan masalah dan tujuan penelitian tentang pergeseran dan
perubahan struktur pada perekonomian wilayah gerbang kertasusila digunakan analisis
shift share. Analisis shift share sama seperti metode LQ yaitu membandingkan perbedaan
laju pertumbuhan berbagai sektor di daerah dengan wilayah, tetapi metode LQ tidak
dapat memberikan penjelasan tentang faktor penyebab perubahan sedangkan metode shift
share memperinci penyebab perubahan atas berbagai variabel (Tarigan, 2005:85).
Analisis ini menggunakan metode pengisolasian berbagai faktor penyebab perubahan
struktur industri suatu daerah dalam pertumbuhannya dari satu kurun waktu ke kurun
waktu berikutnya. Analisis shift share dapat menggunakan variabel lapangan kerja atau
nilai tambah. Pada umumnya, variabel yang digunakan dalam analisis shift share adalah
lapangan kerja, karena datanya lebih mudah diperoleh.
Pertambahan lapangan kerja (employment) regional total (Er) dapat diurai
menjadi komponen shift dan komponen share. Kompenen share (national share) adalah
berapa banyak pertumbuhan lapangan kerja regional seandainya proporsi perubahannya
sama dengan laju pertumbuhan nasional selama periode tersebut. Komponen shift adalah
penyimpangan (deviation) dari national share dalam pertumbuhan lapangan kerja
regional. Apabila penyimpangan tersebut positif, maka dapat dikatakan bahwa daerah
tersebut tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan lapangan kerja secara
nasional sedangkan daerah yang tumbuh lebih lambat/merosot, maka penyimpangan
tersebut menghasilkan negatif (Tarigan, 2005:86).
Dengan analisis shift share, dapat diketahui gambaran kinerja sektor-sektor dalam
PDRB Kabupaten Purbalingga dibandingkan dengan Provinsi Jawa Tengah. Analisis shift

share menggunakan data PDRB wilayah gerbang kertasusila dan Provinsi Jawa Timur
tahun 2011-2013 menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan tahun 2000.
Penggunaan data harga konstan dengan tahun dasar yang sama nilai riilnya bisa
sama dan perbandingan menjadi valid. Bagi setiap daerah, shift netto dapat dibagi
menjadi dua komponen, yaitu proportional shift component (P) dan differential shift
component (D) (Tarigan, 2005:86).
a. Proportional Shift Component (P) atau dikenal sebagai komponen struktural atau
industrial mix, komponen ini mengukur tentang besarnya shift regional netto akibat dari
komposisi industri di daerah yang tersebut. Pada daerah daerah yang memiliki
spesialisasi dalam sektor-sektor secara nasional yang tumbuh cepat, maka komponen ini
akan memiliki hasil positif. Sedangkan negatif apabila daerah daerah tersebut memiliki
spesialisasi dalam sektor-sektor yang secara nasional tumbuh lebih lambat atau bahkan
merosot. Proportional Shift (Pr,i) adalah melihat pengaruh sektor i pada region yang di
analisis.
b. Differential Shift Component (D) atau sering dikenal sebagai komponen lokasional atau
regional adalah sisa kelebihan. Komponen ini mengukur besarnya shift regional netto
akibat dari sektor-sektor industri tertentu yang tumbuh lebih cepat atau lebih lambat di
daerah yang bersangkutan daripada tingkat nasional yang disebabkan oleh faktor-faktor
lokasional intern. Daerah yang memiliki keuntungan lokasional intern seperti sumber
daya yang melimpah/efisien, akan mempunyai differential shift component yang positif,
sedangkan differential shift component akan negatif jika daerah tersebut memiliki
lokasional yang tidak menguntungkan (Tarigan, 2003:80).
Rumus dari analisis Shift Share adalah sebagai berikut (Glasson, 1990:95-96) :
G
: Yjt Yjo
: (Nj + Pj + Dj)
Nj

: Yjo (Yt / Yo) Yjo

(P + D)j

: Yjt (Yt / Yo) Yjo

Pj

: i [(Yjt / Yio) (Yt / Yo)] Yijo

Dj

: t [ Yijt (Yit / Yio) Yijo]

: (P + D)j Pj
Dimana :
Gj

: Pertumbuhan PDRB Total jawa timur

Nj

: Komponen Share

(P + D)j

: Komponen Net Shift

Pj

: Proportional Shift Kota Tangerang

Dj

: Differential Shift Kota Tangerang

Yj

: PDRB Total Kota Tangerang

: PDRB Total Propinsi Banten

o,t

: Periode awal dan Periode akhir

: Subskripsi sektor pada PDRB

Anda mungkin juga menyukai