Anda di halaman 1dari 6

BAB III

TEORI PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH

Teori yang membicarakan pertumbuhan regional ini dimulai dari teori yang dikutip dari
ekonomi makro atau ekonomi pembangunan dengan mengubah batas wilayah dan disesuaikan dengan
lingkungan operasionalnya, dilanjutkan dengan teori yang dikembangkan asli dalam ekonomi regional.
Apabila dalam ekonomi makro dan ekonomi pembangunan, istilah ekspor atau impor adalah
perdagangan dengan luar negeri maka dalam ekonomi regional hal itu berarti perdagangan dengan luar
wilayah.
Menurut Tarigan (2009 : 46) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi wilayah adalah
pertambahan pendapatan masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu
kenaikan seluruh nilai tambah yang terjadi. Kemakmuran suatu wilayah selain ditentukan oleh
besarnya nilai tambah yang tercipta di wilayah tersebut juga oleh seberapa besar terjadi transfer
payment, yaitu bagian pendapatan yang mengalir ke luar wilayah atau mendapat aliran dana dari luar
wilayah.
Menurut Budiono (dalam Tarigan, 2009 : 46), pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan
output per kapita dalam jangka panjang. Jadi persentase pertambahan output itu haruslah lebih tinggi
dari persentase pertambahan jumlah penduduk dan ada kecenderungan dalam jangka panjang bahwa
pertumbuhan itu akan berlanjut.

A. TEORI PERTUMBUHAN
Menurut Supartoyo (2013 : 4), keseluruhan pola kemampuan regional sebagai hasil
pembawaan dari lingkungan sosial dan ekonomi sehingga menentukan pola aktivitas dalam meraih
tujuan tercermin dalam karakteristik regional yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yaitu berupa
aspek-aspek atau kualitas regional yang terdiri dari angkatan kerja, penduduk, modal manusia
(pendidikan), inflasi dan ekspor netto.
Teori pertumbuhan yang menyangkut ekonomi nasional cukup banyak, berikut yang akan
dibahas adalah teori yang langsung terkait dengan kebijakan yang dapat ditempuh oleh pemerintah
daerah, yakni diantaranya teori ekonomi klasik, teori Harrod – Domar, teori Solow – Swan, dan teori
jalur cepat.
1. Teori Ekonomi Klasik
Orang yang pertama membahas pertumbuhan ekonomi secara sistematis adalah Adam
Smith (1723-1790) yang membahas masalah ekonomi dalam bukunya yang kita kenal “The
Wealth of nations”. Menurut Smith sistem ekonomi pasar bebas akan menciptakan efisiensi,
membawa ekonomi pada kondisi full employment, dan menjamin pertumbuhan ekonomi
sampai tercapai posisi stasioner. Posisi stasioner terjadi apabila sumber daya alam telah
seluruhnya termanfaatkan, kalaupun ada pengangguran hal itu bersifat sementara.
Pemerintah tidak perlu terlalu mencampuri urusan perekonomian. Pemerintah hanya
menciptakan kondisi dan menyediakan fasilitas yang mendorong pihak swasta untuk berperan
optimal dalam perekonomian. Pemerintah dapat menjamin keamanan dan ketertiban dalam
kehidupan masyarakat serta membuat peraturan dan memberikan kepastian hukum dan
keadilan bagi para pelaku ekonomi.
Dalam kerangka ekonomi wilayah, ada pandangan Smith yang tidak bisa diterapkan
sepenuhnya, misalnya tentang lokasi dari kegiatan ekonomi. Sesuai dengan tata ruang yang
berlaku maka lokasi dari berbagai kegiatan sudah diatur dan kegiatan yang akan dilaksanakan
harus memilih di antara lokasi yang diperkenankan.
Untuk itu, hal yang perlu dilakukan pemerintah daerah adalah memberi kebebasan
kepada setiap orang/badan untuk berusaha, tidak mengeluarkan peraturan yang menghambat
pergerakan orang dan barang, tidak membuat tarif pajak daerah yang lebih tinggi dari daerah
lain sehingga pengusaha enggan berusaha di daerah tersebut, menjaga keamanan dan
ketertiban, menyediakan berbagai fasilitas dan prasarana sehingga pengusaha dapat beroperasi
dengan efisien, dan berusaha menciptakan iklim yang kondusif sehingga investor tertarik
menanamkan modalnya di wilayah tersebut.
2. Teori Harrod – Domar
Teori in dikembangkan oleh Roy F. Harrod (1948) di Inggris dan Evsey D. Domar
(1957) di Amerika Serikat. Teori Harrod – Domar didasarkan pada asumsi :
a. Perekonomian bersifat tertutup
b. Hasrat menabung (MPS = s) adalah konstan
c. Proses produksi memiliki koefisien yang tetap
d. Tingkat pertumbuhan angkatan kerja adalah konstan dan sama dengan tingkat pertumbuhan
penduduk.
Atas dasar asumsi tersebut, Harrod – Domar membuat analisis dan menyimpulkan
bahwa pertumbuhan jangka panjang yang mantap (seluruh kenaikan produksi dapat diserap
oleh pasar) hanya bisa tercapai apabila terpenuhi syarat-syarat :
G=K=n
G = Growth (tingkat pertumbuha output)
K = Capital (tingkat pertumbuhan modal)
n = Tingkat pertumbuhan angkatan kerja
Untuk perekonomian daerah, Harry W. Ricahrdson (dalam Tarigan, 2009 : 50),
mengatakan kekakuan asumsi tersebut diperlunak bahwa perekonomian daerah bersifat
terbuka. Artinya, faktor-faktor produksi/hasil produksi yang berlebihan dapat diekspor dan
yang kurang dapat diimpor. Sehingga pertumbuhan daerah akan mengarah kepada
heterogenous.
Untuk wilayah yang hasil produksinya tidak layak atau kurang menguntungkan untuk
diekspor (karena biaya angkut tinggi atau produk tidak tahan lama) maka peningkatan produksi
secara berlebihan mengakibatkan produk tidak diserap oleh pasar lokal dan tingkat harga turun
drastis sehingga merugikan produsen. Oleh karena itu, lebih baik mengatur pertumbuhan
berbagai sektor secara seimbang. Dengan demikian, pertambahan produksi di satu sektor dapat
diserap oleh sektor lain yang tumbuh secara seimbang.
3. Teori Solow – Swan
Teori in dikembangkan oleh Robert m. Solow (1970) dari Ameika Serikat dan T.W.
Swan (1956) dari Australia. Model Solow – Swan menggunakan unsur pertumbuhan penduduk,
akumulasi kapital, kemajuan teknologi, dan besarnya output yang saling berinteraksi.
Perbedaannya dengan harrod – Domar yaitu dimasukkannya unsur kemajuan teknologi dalam
modelnya.
Teori Solow – Swan melihat bahwa dalam banyak hal mekanisme pasar dapat
menciptakan keseimbangan sehingga pemerintah tidak perlu terlalu banyak mencampuri atau
mempengaruhi pasar. Campur tangan pemerintah hanya sebatas kebijakan fiskal dan kebijakan
moneter.
4. Teori Jalur Cepat
Teori pertumbuhan jalur cepat diperkenalkan oleh Samuelson (1955). Setiap negara
atau wilayah perlu melihat sektor/komoditi apa yang memiliki potensi besar dan dapat
dikembangkan dengan cepat, baik karena potensi alam maupun karena sektor itu memiliki
competitive advantage untuk dikembangkan. Artinya, dengan kebutuhan modal yang sama
sektor tersebut dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar, dapat berproduksi dalam
waktu yang relatif singkat dan volume sumbangan untuk perekonomian juga cukup besar.
Mensinergikan sektor-sektor adalah membuat sektor-sektor saling terkait dan saling
mendukung. Misalnya, usaha perkebunan yang dibuat bersinergi dengan usaha peternakan.
Rumput dari limbah perkebunan akan dijadikan makanan ternak, sedangkan kotoran ternak
akan dijadikan pupuk untuk tanaman perkebunan. Dengan demikian, pertumbuhan sektor yang
satu akan mendorong pertumbuhan sektor lainnya, begitu juga sebaliknya. Menggabungkan
kebijakan jalur cepat, dan mensinergikannya dengan sektor lain yang terkait akan mampu
membuat perekonomian tumbuh cepat.
B. TEORI PERTUMBUHAN EKONOMI REGIONAL
Pola pertumbuhan ekonomi regional tidaklah sama dengan apa yang lazim ditemukan pada
pertumbuhan ekonomi nasional. Hal in disebabkan, pada analisa pertumbuhan ekonomi regional
tekanan lebih dipusatkan pada pengaruh perbedaan karakteristik space terhadap pertumbuhan
ekonomi. Pada teori pertumbuhan ekonomi regional, faktor yang mendapat perhatian utama adalah
keuntungan lokasi, aglomerasi migrasi, dan arus lalu lintas modal antar wilayah.
Ada beberapa teori pertumbuhan ekonomi regional, yaitu :
1. Model Eksport – Base
Model ini mendasarkan pandangannya dari sudut teori lokasi, yang berpendapat bahwa
pertumbuhan ekonomi suatu wilayah akan lebih banyak ditentukan oleh jenis keuntungan
lokasi dan dapat digunakan oleh daerah tersebut sebagai kekuatan ekspor. Keuntungan lokasi
tersebut umumnya berbeda-beda setiap wilayah dan hal ini tergantung pada keadaan geografi
daerah setempat.
Pendapatan yang diperoleh dari penjualan ekspor akan mengakibatkan berkembangnya
kegiatan-kegiatan penduduk setempat, perpindahan modal dan tenaga kerja, keuntungan-
keuntungan eksternal, dan pertumbuhan wilayah lebih lanjut.
Untuk meningkatkan pertumbuhan suatu wilayah, strategi pembangunannya harus
disesuaikan dengan keuntungan lokasi yang dimilikinya dan tidak harus sama dengan strategi
pembangunan pada tingkat nasional.
2. Model Neo Klasik
Model ini mendasarkan analisanya pada peralatan fungsi produksi. Unsur-unsur yang
menentukan pertumbuhan ekonomi wilayah adalah modal dan tenaga kerja. Dan kekhususan
teori ini melihat pengaruh perpindahan penduduk dan lalu lintas modal terhadap pertumbuhan
ekonomi wilayah.
Pada saat proses pembangunan untuk wilayah sedang berkembang, tingkat perbedaan
kemakmuran antar wilayah cenderung menjadi tinggi, sedangkan bila proses pembangunan
telah berjalan dalam waktu yang lama, maka perbedaan tingkat kemakmuran antar wilayah
cenderung menurun. Hal in dikarenakan pada wilayah yang sedang berkembang lalu lintas
modal masih belum lancar sehingga proses penyesuaian ke arah tingkat keseimbangan
pertumbuhan belum dapat terjadi. Selain itu kuatnya tradisi masyarakat juga dapat menghambat
mobilitas penduduk.
3. Model Cummulative Causation
Teori ini berpendapat bahwa peningkatan pemerataan pembangunan antar daerah tidak
dapat hanya diserahkan pada kekuatan pasar, tetapi perlu adanya campur tangan pemerintah
dalam bentuk program-program pembangunan regional, terutama untuk daerah-daerah yang
relatif masih berkembang.
4. Model Core – Periphery
Teori ini menekankan analisanya pada hubungan yang erat dan saling mempengaruhi antara
pembangunan kota (core) dan desa (periphery). Menurut teori ini, gerak langkah pembangunan
daerah perkotaan akan lebih banyak ditentukan oleh keadaan desa-desa sekitarnya. Sebaliknya
corak pembangunan daerah pedesaan akan sangat ditentukan oleh arah pembangunan perkotaan
Sehingga interaksi antar daerah sangat ditonjolkan.

C. TEORI PUSAT PERTUMBUHAN


Menurut Sirojuzilam (2010 : 17), Teori pusat pertumbuhan adalah salah satu teori yang dapat
menggabungkan antara prinsip-prinsip konsentrasi dengan desentralisasi secara sekaligus. Konsep dari
teori pusat pertumbuhan berasal dari salah satu ahli perencanaan yang bernama Francois Perroux
(1955). Menurutnya, suatu pusat pengembangan didefenisikan sebagai suatu konsentrasi industri pada
suatu tempat tertentu yang kesemuanya saling berkaitan melalui hubungan antara input dan output
dengan industri utama. Dan melalui faktor in akan dapat diciptakan berbagai bentuk aglomeration
economics yang dapat menunjang pertumbuhan industri-industri melalui penurunan ongkos produksi.
Keuntungan aglomerasi menurut Sirojuzilam (2010 : 17) dibagi atas tiga, yaitu :
1. Scale Economics, yaitu semacam keuntungan yang dapat timbul karena pusat pengembangan
memungkinkan perusahaan industri yang tergabung di dalamnya beroperasi dengan skala besar
karena adanya jaminan sumber bahan baku dan pasar.
2. Localization Economics, yang dapat timbul karena adanya saling keterkaitan antara industri
sehingga kebutuhan bahan baku dan pemasaran dapat dipenuhi dengan mengeluarkan ongkos
angkut yang minim.
3. Urbanization Economics, yang timbul karena fasilitas pelayanan sosial dan ekonomi yang
dapat digunakan secara bersama sehingga pembebanan ongkos untuk masing-masing
perusahaan industri dapat dilakukan serendah mungkin.
Perekonomian suatu wilayah terbentuk dari berbagai macam aktivitas/kegiatan ekonomi yang
timbul di wilayah tersebut. Kegiatan ekonomi dikelompokkan kedalam sembilan sektor/lapangan
usaha. Adanya perbedaan geografis maupun potensi ekonomi yang dimiliki suatu daerah
menggambarkan keadaan sektor ekonomi yang menentukan dan berpengaruh di daerah tersebut. Dan
untuk hal ini, pemerintah melakukan kebijakan otonomi daerah. Menurut Mursidah (2013 : 44),
otonomi daerah dapat mempengaruhi pembangunan daerah dimana daerah harus bisa melihat potensi
wilayahnya agar dapat dikembangkan untuk bisa mensejahterakan masyarakat, yang salah satu
upayanya adalah dengan membuat suatu kawasan andalan yang berorientasi untuk mengembangkan
potensi daerah.
Kawasan andalan menurut PP No.47 tahun 1997 pasal 7 tentang RTRWN, merupakan
kawasan-kawasan yang dipilih dari kawasan budidaya yang dapat berperan mendorong pertumbuhan
ekonomi bagi kawasan tersebut dan kawasan di sekitarnya, serta dapat mewujudkan pemerataan
pemanfaatan ruang di wilayah nasional.
Menurut Wijaya (2006 : 102), bahwa pertumbuhan kawasan andalan diharapkan dapat
memberikan imbas positif bagi pertumbuhan ekonomi daerah sekitar atau daerah dibelakangnya,
melalui pembudayaan sektor atau sub sektor basis sebagai penggerak perekonomian daerah dan
keterkaitan ekonomi antar daerah. Tujuan utama dari kawaan andalan adalah mempercepat
pembangunan.

SOAL:
1. Untuk wilayah yang hasil produksinya tidak layak atau kurang menguntungkan untuk diekspor
maka peningkatan produksi secara berlebihan mengakibatkan produk tidak diserap oleh pasar
lokal dan tingkat harga turun drastis sehingga merugikan produsen. Misalkan anda adalah para
pengambil kebijakan perekonomian daerah, langkah apa yang akan anda ambil untuk
mengatasi hal tersebut? Jelaskan!
2. Apa yang menyebabkan perbedaan laju pembangunan antar wilayah sehingga terjadi
kesenjangan kemakmuran dan kemajuan? Jelaskan!
3. Apa yang dimaksud dengan aglomerasi?
4. Buat satu contoh dari sektor yang saling bersinergi. Dan jelaskan hubungannya!

REFERENSI :
1. Mursidah, dkk. 2013. Analisis Pengembangan Kawasan Andalan Di Kabupaten Aceh Besar.
Jurnal Ilmu Ekonomi Volume 1, No.1. Pascasarjana Universitas Syiah Kuala.
httpprodipps.unsyiah.ac.idJurnalmieimagesJurnal1.vol1.no15.43.55.mursidah.pdf.
2. Sirojuzilam dan Mahali, Kasyful. 2010. Regional,Pembangunan, Perencanaan, dan Ekonomi.
Penerbit USU Press. Medan.
3. Supartoyo, Hendriani, Yesi, dkk. 2013. The Economic Growth And The Regional
Characteristics : The Case Of Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. Program Studi
Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD) Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor. httpwww.bi.go.ididpublikasijurnal-
ekonomiDocumentsYesiHSupartoyoJenTatuhReckyHESendouw.pdf
4. Tarigan, Robinson. 2009. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi Edisi Revisi. Penerbit : Bumi
Aksara. Jakarta.
5. Wijaya, Bayu, dkk. 2006. Analisis Pengembangan Wilayah Dan Sektor Potensial Guna
Mendorong Pembangunan Di Kota Salatiga. Jurnal Dinamika Pembangunan Volume 3 No.2.
Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. httpscore.ac.ukdownloadpdf11716733.pdf

Anda mungkin juga menyukai