Anda di halaman 1dari 13

MODUL 5 PEMBANGUNAN BERBASIS WILAYAH

Indikator keberhasilan
 
Setelah mempelajari bab ini, peserta diharapkan mampu menjelaskan
pengertian wilayah, tujuan pengembangan wilayah, dan teori
pengembangan wilayah.
Pengertian Wilayah
Menurut UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, wilayah
didefinisikan sebagai ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta
segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan
aspek administratif dan/atau aspek fungsional. Menurut Murty (2000),
wilayah adalah suatu area geografis, teritorial atau tempat, yang dapat
berwujud sebagai suatu negara, negara bagian, provinsi, distrik
(kabupaten), dan perdesaan. Menurut Nasoetion (1990), wilayah dapat
didefinisikan sebagai unit geografis dengan batas-batas spesifik (tertentu)
dimana komponen-komponen wilayah tersebut (sub wilayah) satu sama
lain saling berinteraksi secara fungsional. Sedangkan sistem wilayah
diartikan sebagai struktur ruang dan pola ruang yang mempunyai
jangkauan pelayanan pada tingkat wilayah.
 Wilayah pada dasarnya bukan sekedar areal dengan batas-batas tertentu,
menurutnya wilayah adalah suatu area yang memiliki arti (meaningful)
karena adanya masalah-masalah yang ada di dalamnya sedemikian rupa,
sehingga ahli regional memiliki interest di dalam menangani permasalahan
tersebut, khususnya karena menyangkut permasalahan sosial-ekonomi (Isard
W, 1975, dalam Ernan Rustiadi 2009 hal 25).
 Wilayah adalah adalah bentuk istilah teknis klasifikasi spasial dan
merekomendasikan dua tipe wilayah: 1) Wilayah formal, merupakan tempat-
tempat yang memiliki kesamaan-kesamaan karakteristik, 2) Wilayah
fungsional atau nodal, merupakan konsep wilayah dengan menekankan
kesamaan keterkaitan antarkomponen atau lokasi/tempat (Johnston, 1976
dalam Ernan Rustiadi 2009 hal 26).
 
 Wilayah sebagai suatu area geografis, teritorial atau tempat, yang dapat
berwujud sebagai suatu negara, negara bagian, provinsi, distrik (kabupaten),
dan perdesaan. Tapi suatu wilayah pada umumnya tidak sekedar merujuk
suatu tempat atau area, melainkan merupakan suatu kesatuan ekonomi,
politik, sosial, administrasi, iklim hingga geografis, sesuai dengan tujuan
pembagunan atau kajian (Murty, 2000 dalam Ernan Rustiadi 2009 hal 26).
 Pengertian wilayah tersebut diatas dapat difahami secara mendalam dengan
memperhatikan praktek pembangunan di Indonesia yaitu melalui arah kebijakan
utama pembangunan wilayah nasional difokuskan untuk mempercepat
pemerataan pembangunan antar wilayah. Arah pengembangan wilayah yang
dapat mendorong transformasi dan akselerasi pembangunan wilayah KTI, yaitu
Sulawesi, Kalimantan, Maluku, Nusa Tenggara dan Papua, dengan tetap menjaga
momentum pertumbuhan di Wilayah Jawa-Bali dan Sumatera.
 Keterkaitan antara pusat pertumbuhan wilayah dan daerah sekitarnya, perlu
difasilitasi dengan infrastruktur wilayah yang terintegrasi dan terhubung dengan
baik dan terpadu .
 Terdapat beberapa isu strategis pembangunan perkotaan, antara lain: kesenjangan
yang tinggi antarkota dan pusat pertumbuhan antara Kawasan Barat Indonesia
(KBI) dengan Kawasan Timur Indonesia (KTI) serta antara kota-kota di Pulau
Jawa-Bali dengan di luar Pulau Jawa-Bali; masih belum terpenuhinya Standar
Pelayanan Perkotaan (SPP) di kota dan kawasan perkotaan, sehingga menjadi
kurang layak huni; Rendahnya daya saing kota serta ketahanan sosial, ekonomi
dan lingkungan kota terhadap perubahan iklim dan bencana; dan belum
optimalnya pengelolaan perkotaan, terutama di kawasan perkotaan metropolitan
dan kawasan perkotaan yang terletak di kabupaten.
Tujuan Pengembangan Wilayah
 Pembangunan berbasis wilayah adalah pembangunan yang
bertujuan untuk mengembangkan wilayah. Infrastruktur yang
direncanakan untuk dibangun adalah karena kebutuhan
pengembangan wilayah tersebut. Pembangunan berbasis wilayah
atau pembangunan wilayah dikenal sebagai Regional
Development.
 
 
 Regional development is a broad term but can be seen as a
general effort to reduce regional disparities by supporting
(employment and wealth-generating) economic activities in
regions. In the past, regional development policy tended to try to
achieve these objectives by means of large-scale infrastructure
development and by attracting inward investment (oecd).
 Pengembangan wilayah diperlukan karena Kondisi wilayah yang berbeda-beda (alasan
ekonomi) dan potensi setiap daerah yang berbeda-beda, seperti potensi sumber daya
alam.
 Konsep pengembangan wilayah tumbuh karena adanya kebutuhan suatu wilayah untuk
berkembang terutama karena ketersediaan sumber daya alam dan adanya kebutuhan
masyarakat yang makin meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk.
Upaya pengembangan suatu wilayah merupakan rangkaian kegiatan untuk mewujudkan
keterpaduan dalam penggunaan berbagai sumber daya, mensinergi dan
menyeimbangkan pembangunan di seluruh wilayah di Indonesia, untuk meningkatkan
keserasian antarkawasan, keterpaduan antarsektor pembangunan melalui proses
penataan ruang dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan yang berkelanjutan.
 Pengembangan wilayah memiliki peran penting dalam pembangunan suatu daerah,
terutama di daerah dengan sumber daya yang berlimpah yang rentan terhadap
perubahan yang berskala global, seperti kemajuan teknologi yang pesat pada wilayah
yang relatif berkembang sehingga berakibat pada wilayah yang terbelakang, yang
memiliki keterbatasan baik sumber daya maupun aksesibilitas. Untuk itu, perencanaan
pengembangan wilayah harus bersifat global dengan mempertimbangkan keterkaitan
antarwilayah dan antarsektor dengan berbagai dampak yang akan timbul untuk
mengembangkan keseluruhan sektor sebagai satu kesatuan dalam rangka pemerataan
pembangunan.
 Pengembangan wilayah memiliki peran penting dalam pembangunan
suatu daerah, terutama di daerah dengan sumber daya yang berlimpah
yang rentan terhadap perubahan yang berskala global, seperti kemajuan
teknologi yang pesat pada wilayah yang relatif berkembang sehingga
berakibat pada wilayah yang terbelakang, yang memiliki keterbatasan
baik sumber daya maupun aksesibilitas. Untuk itu, perencanaan
pengembangan wilayah harus bersifat global dengan
mempertimbangkan keterkaitan antarwilayah dan antarsektor dengan
berbagai dampak yang akan timbul untuk mengembangkan
keseluruhan sektor sebagai satu kesatuan dalam rangka pemerataan
pembangunan.
 Pengembangan wilayah bertujuan untuk kemakmuran wilayah dengan
memberdayakan seluruh potensi yang ada secara optimal dengan
mengupayakan keserasian dan keseimbangan pembangunan
antardaerah sehingga dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi
seluruh masyarakat.
 Tujuan dari perencanaan pengembangan wilayah secara umum adalah:
 1. Pendayagunaan SDA secara optimal melalui pengembangan
ekonomi lokal
 2. Mengurangi kesenjangan antarwilayah (regional imbalances)
 3. Sustainable development
 4. Mempertahankan dan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi
 5. Mengembangkan daerah-daerah tertinggal sesuai dengan
potensinya
 6. Merangsang pertumbuhan ekonomi dan pembangunan infrastruktur
 
 Tujuan dari pengembangan wilayah nasional Indonesia menurut
Konsepsi Dasar Pengembangan Wilayah di Indonesia oleh
Poernomosidi Hadjisarosa (1980) adalah:
 1 Mewujudkan keseimbangan antar daerah dalam hal tingkat
pertumbuhannya
 2 Memperkokoh kesatuan ekonomi nasional,
 3 Memelihara efisiensi pertumbuhan nasional.
 
 Teori Pengembangan Wilayah
 Teori pengembangan wilayah muncul dari fenomena-fenomena yang terjadi dalam
perkembangan wilayah itu sendiri, yang kemudian dirumuskan oleh para ahli menjadi suatu
teori. Teori-teori yang pernah diterapkan dalam pengembangan wilayah adalah sebagai berikut
(Modul Diklat Teknis Pengembangan Wilayah – BIPR):
 1. Teori Pertumbuhan Neo-Klasik (Adam Smith-David Ricardo-Thomas R. Malthus)
 Adam Smith dikenal sebagi pencetus pertama mengenai free-market capitalist, kebijaksanaan
laissez-faire sekaligus merupakan bapak ekonomi modern.Ruh pemikiran ekonomi Adam Smith
adalah perekonomian yang berjalan tanpa campur tangan pemerintah. Model pemikiran Adam
Smith ini disebut laissez-faire yang berasal dari bahasa Perancis yang digunakan pertama kali
pada abad ke 18 sebagai bentuk perlawanan terhadap intervensi pemerintah dalam Pengenalan
Pengembangan Wilayah 10
 
 perdagangan. Laissez-faire menjadi sinonim untuk ekonomi pasar bebas yang ketat selama awal
dan pertengahan abad ke-19 (Skousen, 2005). “In economics, Laissez-faire means allowing
industry to be free of government restriction, especially restrictions in the form of tariffs and
government monopolies.”Menekankan pada ketergantungan terhadap mekanisme pasar yang
terjadi dalam proses pengembangan wilayah. Teori ini menganggap bahwa setiap wilayah selalu
memiliki kekuatan tandingan (potensi yang dimiliki satu wilayah) yang dapat menanggulangi
kesenjangan antarwilayah kepada keadaan ekuilibrium (seimbang) sehingga tidak diperlukan
intervensi dari pemerintah. Ekuilibrium dipengaruhi oleh investasi (penanaman modal dari
wilayah kaya ke wilayah miskin) dan tenaga kerja (buruh dari wilayah miskin ke wilayah kaya).
 2. Teori Pertumbuhan Neo-Keynes (Harrod - Domar)
 Laju pertumbuhan yang dianggap memadai oleh para investor tidak sama dengan laju
pertumbuhan yang ditentukan oleh kondisi dasar berkenaan dengan pertumbuhan angkatan
kerja dan peningkatan produktivitas. Untuk itu, agar suatu wilayah yang kurang berkembang
dapat berkembang lebih tinggi, pemerintah perlu mengintervensi dengan memperbesar
kesempatan untuk menabung atau memperkecil modal.
 3. Teori Pentahapan (Rostov, Hoover & Fisher)
 Memberikan kejelasan tahapan-tahapan pencapaian kemajuan yang meliputi: 1) masyarakat
tradisional, fungsi produksi terbatas dan relatif primitif 2) masyarakat pra kondisi tinggal
landas, di mana masyarakat mempersiapkan dirinya untuk mencapai pertumbuhan atas
kekuatan sendiri 3) masyarakat tinggal landas, perubahan drastis masyarakat seperti revolusi
politik, terciptanya kemajuan yang pesat dalam inovasi, atau berupa terbukanya pasar-pasar
baru dan peningkatan investasi. Investasi semakin tinggi akan mempercepat laju pertumbuhan
pendapatan nasional dan melebihi tingkat pertumbuhan penduduk 4) masyarakat kematangan
pertumbuhan, masa di mana masyarakat sudah secara efektif menggunakan teknologi modern
pada hampir semua kegiatan produksi dan 5) masyarakat dengan konsumsi biaya tinggi, yang
lebih menekankan pada masalah-masalah yang berkaitan dengan konsumsi dan kesejahteraan
masyarakat bukan lagi kepada masalah produksi. Pengenalan Pengembangan Wilayah 11
 
 Suatu wilayah mengalami perkembangan melalui suatu proses atau tahapan perkembangan
(stages theory). Tahapan tersebut pada intinya bergerak dari sektor primer (pertanian) ke
sektor tersier (jasa) sebagai sektor dominan. Teori ini hanya berlaku hingga tahun 1960.
 4. Teori Unbalanced Growth/Ketimpangan Wilayah (Myrdal-Hirschman)
 Perkembangan tidak dapat atau sulit terjadi secara seimbang dalam waktu
bersamaan karena masalah dana yang tidak terdistribusi merata dan masalah
stimulus/dorongan. Misalnya, sebuah industri yang berkembang, akan
mendorong munculnya prasarana/infrastruktur, yang kemudian akan mendorong
munculnya industri-industri lain. Dalam hal ini juga terjadi perputaran/aliran
modal, penduduk, serta barang dan jasa dari wilayah maju ke wilayah
terbelakang dan sebaliknya. Dengan demikian, perkembangan berlangsung
secara susul-menyusul antara satu aspek dan aspek lain, tidak dapat terjadi
langsung secara bersamaan. Pada teori ini terdapat istilah backwash-effect dan
spread-effect. Backwash-effect adalah kondisi dimana aliran penduduk, modal,
serta barang dan jasa dari wilayah maju ke wilayah terbelakang dan sebaliknya
cenderung menguntungkan wilayah maju dan menekan kegiatan ekonomi di
wilayah terbelakang. Spread-effect adalah kondisi di mana aliran penduduk,
modal, serta barang dan jasa dari wilayah maju ke wilayah terbelakang dan
sebaliknya akan memberikan pengaruh positif satu sama lain sehingga terjadi
keseimbangan pembangunan wilayah. Namun beberapa ahli beranggapan bahwa
mekanisme pasar saja tidak mampu mengurangi kesenjangan antarwilayah
tetapi perlu adanya intervensi dari pemerintah untuk mengembalikannya pada
keadaan ekuilibrium.
 5. Teori Economic Base (North)
 Economic Base merupakan teori yang berorientasi pada ekspor. Artinya, dalam pengembangan suatu wilayah,
kegiatan ekspor dijadikan sebagai orientasi untuk memajukan perekonomian wilayah tersebut. Teori ini juga
menentang Teori Pertumbuhan wilayah bertahap (Hoover & Fisher). Teori ini menekankan pada multiplier effect
yang ditimbulkan dari sektor ekonomi basis kepada sektor ekonomi lain (ekonomi non-basis) pada wilayah
belakang (hinterland). Wilayah yang akan dikembangkan dengan menggunakan teori ini harus memiliki sektor
yang dapat diandalkan dan wilayah tersebut harus disiapkan sehingga multiplier effect akan benar-benar jatuh
ke wilayah belakang (hinterland). Pengenalan Pengembangan Wilayah 12
 
 6. Teori Dependensi
 Teori ketergantungan (Dependency Theory) dikembangkan pada akhir tahun 1950-an oleh Raul Presibich
(Direktur Economic Commission for Latin America, ECLA). Dalam hal ini Raul Presbich dan rekannya bimbang
terhadap pertumbuhan ekonomi di negara-negara maju yang tumbuh pesat, namun tidak serta merta
memberikan perkembangan yang sama kepada pertumbuhan ekonomi di negara-negara miskin. Bahkan dalam
kajiannya mereka mendapati aktivitas ekonomi di negara-negara yang lebih kaya sering kali membawa kepada
masalah-masalah ekonomi di negara-negara miskin. (Wikipedia, 2015)
 Teori ini beranggapan bahwa apabila kota metropolitan (wilayah inti) dikembangkan secara besar-besaran,
maka kota satelit di sekitarnya akan sulit untuk berkembang. Begitupula dengan negara maju dan negara
berkembang. Interaksi antara wilayah periphery (negara berkembang) dengan negara maju menyebabkan
wilayah periphery bergantung pada negara maju. Keadaan ini menguntungkan negara maju dan tidak
menguntungkan wilayah periphery. Wilayah yang kurang maju, yang ada di dalam wilayah periphery, adalah
bagian yang paling tidak diuntungkan dalam teori dependensi ini karena nilai tambah yang diperoleh paling
sedikit.
7. Teori New International Division of Labour
 Dalam teori ini terdapat anggapan bahwa beberapa industri tertentu sudah mulai berelokasi ke negara
berkembang sehingga di negara berkembang, sudah ada industri, tidak hanya pertanian. Dengan semakin
berkembangnya industri di negara maju maka akan menyebabkan ketidakseimbangan dengan negara
berkembang. Relokasi dilakukan dengan mengalihkan industri dari negara maju, dengan kriteria industri
yang berteknologi rendah, membutuhkan pekerja yang banyak (dengan syarat ongkos pekerja lebih
rendah), dan bahkan industri yang polutif. Pekerjaan-pekerjaan yang lebih memerlukan keahlian dapat
dikerjakan di negara berkembang yang mempunyai tingkat upah yang lebih rendah daripada di negara
maju, tetapi memberi kesejahteraan yang tinggi bagi para profesional di negara berkembang. Namun, pada
umumnya hubungan ini hanya akan menguntungkan negara maju/wilayah inti karena keuntungan di negara
berkembang/wilayah terbelakang akan mengalir ke wilayah inti. Keadaan ini disebabkan karena wilayah inti
memiliki kemampuan untuk bersaing. Pengenalan Pengembangan Wilayah 13
 
 Konsep Pengembangan Wilayah yang berkembang di Indonesia merupakan penggabungan dari berbagai
teori dan model yang senantiasa berkembang yang telah diujiterapkan dan kemudian dirumuskan kembali
menjadi suatu pendekatan yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pembangunan di Indonesia.
Konsep ini lahir dari suatu proses iteratif yang menggabungkan dasar-dasar pemahaman teoritis dengan
pengalaman-pengalaman praktis sebagai bentuk penerapannya yang bersifat dinamis. Dengan kata lain,
konsep pengembangan wilayah di Indonesia merupakan penggabungan dari berbagai teori dan model yang
senantiasa berkembang yang telah diujiterapkan dan kemudian dirumuskan kembali menjadi suatu
pendekatan yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pembangunan di Indonesia. Dalam sejarah
perkembangan konsep pengembangan wilayah di Indonesia, terdapat beberapa landasan teori yang turut
mewarnai keberadaannya, antara lain:
teori faktor pembentuk ruang dari Walter Issard, pelopor Ilmu Wilayah yang mengkaji terjadinya
hubungan sebab-akibat dari faktor-faktor utama pembentuk ruang wilayah (faktor fisik, sosial-ekonomi,
dan budaya)
 teori Trickle Down Effect dan Polarization Effect dari Hirschman, perkembangan suatu wilayah tidak
terjadi secara bersamaan
 teori Backwash and Spread Effect dari Myrdal, menjelaskan hubungan antara wilayah maju dan
wilayah belakangnya
 teori Growth Pole dari Friedman: menekankan pada pembentukan hierarki guna mempermudah
pengembangan sistem pembangunan
 teori Urban and Rural Linkages dari Douglas: memperkenalkan lahirnya model keterkaitan desa –
kota dalam pengembangan wilayah
 Teori pembangunan infrastruktur dari Sutami untuk mendukung pemanfaatan potensi sumberdaya
alam akan mampu mempercepat pengembangan wilayah.
 Teori Orde Kota dari Poernomosidhi: lahirnya konsep hierarki kota-kota dan hierarki prasarana jalan
melalui Orde Kota.
 
Strategi dan model pengembangan wilayah yang lebih dulu berkembang adalah strategi pembangunan
dari atas dengan menekankan pengembangan pada Pengenalan Pengembangan Wilayah 14
 
wilayah urban (urban based) yang disebut strategi pusat pertumbuhan (growth pole). Dalam strategi ini,
pusat pertumbuhan diharapkan dapat memberikan trickle down effect dan spread effect pada wilayah
sekitarnya (hinterland) dan pedesaan melalui mekanisme hierarki perktoaan secara horizontal. Namun
dalam praktiknya, seringkali terjadi backwash effect yaitu pusat pertumbuhan justru melakukan
penghisapan sumber daya wilayah hinterland ke wilyah urban. Akibatnya pusat pertumbuhan semakin
berkembang pesat dan hinterland serta perdesaan menjadi terbelakang dan tidak berkembang sehingga
terjadi kesenjangan.

Anda mungkin juga menyukai