Sekolah Pascasarjana Universitas Simalungun 2022 Jalur pedestrian merupakan elemen penting perancangan kota. Jalur pedestrian merupakan sarana infrastruktur fisik berupa jalan/jalur yang diperuntukan bagi aktifitas berjalan seorang manusia/pejalan kaki. Berjalan kaki merupakan bagian dari sistem penghubung kota (linkage system) yang sangat penting. Berjalan kaki merupakan alat pergerakan internal kota dan penghubung antara moda-moda angkutan lain. Dengan adanya aktifitas berjalan kaki, akan tercipta jalur-jalur dan pola pergerakan di setiap sudut kota. Jalur pedestrian harus direncanakan dengan baik sesuai ketentuan dan standar aturan perencanaan jalur pedestrian. Penelitian dari Standford University pada tahun 2017 menunjukkan bahwa warga Indonesia berada di posisi paling bawah (peringkat 111) dalam hal keaktifan berjalan kaki dengan rata-rata 3.513 langkah per-hari. Sesungguhnya terdapat banyak faktor yang membuat Indonesia mendapat predikat tersebut. Beberapa faktor di antaranya adalah jalur pedestrian yang tidak layak (sempit, berlubang, tidak memenuhi standar, dll), diambilalih menjadi fungsi lain, dan tidak menjangkau ke seluruh wilayah kota (Stanford Jurnal Nature, 2017). Terdapat empat faktor penting yang juga harus diperhatikan dan mempengaruhi panjang/jarak orang berjalan kaki yaitu waktu, kenyamanan, ketersediaan kendaraan bermotor, dan pola tata guna lahan (Unterman, 1984). Menurut Hamid Shirvani (1985), perencanaan jalur pedestrian perlu mempertimbangkan adanya keseimbangan interaksi antara pejalan kaki dan kendaraan, faktor keamanan, ruang yang cukup bagi pejalan kaki, fasilitas yang menawarkan kesenangan sepanjang area pedestrian, dan tersedianya fasilitas publik yang menyatu dan menjadi elemen penunjang. Dalam kaitannya dalam perancangan kota, diperlukan perencanaan pedestrian secara menyeluruh yang saling terkait dengan elemen- elemen perkotaan lainnya, sehingga tersedianya jalur pedestrian yang dapat memfasilitasi berbagai jenis kebutuhan bagi penggunanya. Alasan berjalan kaki untuk menikmati pemandangan menjadi bagian dari berjalan kaki dengan tujuan rekreatif, kemudian alasan berjalan kaki untuk kesehatan dan efisiensi menjadi bagian dari berjalan kaki dengan tujuan fungsional, sedangkan alasan berjalan kaki untuk pencapaian menjadi bagian dari berjalan kaki dengan tujuan pragmatis. Rekreatif adalah suatu kegiatan yang bersifat rekreasi. Rekreasi sendiri memiliki arti penyegaran kembali badan dan pikiran: sesuatu yang menggembirakan hati dan menyegarkan seperti hiburan, dan piknik (KBBI online). Dari jawaban responden, diketahui bahwa melihat visual kota, menikmati pemandangan dan suasana kota merupakan alasan responden berjalan kaki dengan tujuan rekreatif. Fungsional merupakan suatu hal yang dilihat dari segi fungsi. Dalam kaitannya dengan alasan berjalan kaki, alasan untuk kesehatan dan efisensi masuk kedalam kelompok berjalan kaki dengan tujuan fungsional, dimana berjalan kaki yang berfungsi untuk alasan kesehatan dan dan berfungsi untuk alasan efiseinsi waktu dan biaya. Pragmatis mencakup sesuatu yang bersifat mengutamakan segi kepraktisan dan kegunaan (KBBI online). Tujuan orang berjalan kaki dengan alasan untuk mencapai suatu tempat (pencapaian) masuk kedalam kelompok berjalan kaki dengan tujuan pragmatis, dimana berjalan kaki memiliki nilai kepraktisan dan kegunaan untuk mencapai tujuan. Prasarana pedestrian menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 03/PRT/M/2014 adalah fasilitas utama berupa jalur khusus yang diperkeras yang disediakan untuk pejalan kaki termasuk para difabel. Menurut Pedoman Teknik Persyaratan Aksesibilitas pada Jalan Umum No. 022/T/BM/1999, prasarana pedestrian adalah jalur yang diperuntukkan bagi pejalan kaki atau yang berkursi roda serta bagi penyandang cacat, para lansia (lanjut usia), dan tuna netra yang dirancang berdasarkan kebutuhan ruang minimum untuk bergerak dengan aman, bebas dan tak terhalang. Untuk Keselamatan jalur pedestrian harus terpisah dari jalur lalu lintas kendaraan dan memiliki ketinggian yang berbeda. Kenyamanan, pedestrian harus memiliki lebar yang nyaman dengan ketentuan minimal 1,5 meter dan permukaannya tidak licin. Menurut buku panduan Pedestrian Facilities Guidebook, ruang rata-rata yang diperlukan untuk dua pejalan kaki yang berdampingan atau melewati satu sama lain (berlawanan arah) adalah 1,4 m dengan daerah bebas yang memadai di kedua sisi. Material yang digunakan untuk prasarana pedestrian adalah material yang tidak licin, dapat menyerap air, tidak menyilaukan, perawatan dan pemeliharannya mudah untuk dilakukan dan biayanya relatif murah serta cepat kering atau air tidak tergenang di saat hujan turun. Pejalan Kaki Berkebutuhan Khusus adalah pejalan kaki dengan keterbatasan fisik, termasuk diantaranya penyandang disabilitas, orang tua, orang sakit, ibu hamil, dan pengguna kursi roda (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 03/PRT/M/2014) Menurut Pedoman Teknik Persyaratan Aksesibilitas pada Jalan Umum No. 022/T/BM/1999, persyaratan untuk Pemilihan bahan permukaan yang dipergunakan harus stabil, kuat, bertekstur halus tetapi tidak licin, baik pada kondisi kering maupun basah. Untuk memandu penyandang cacat tuna netra pada jalur pejalan kaki, pemilihan bahan dapat memanfaatkan tekstur ubin pemandu (ubin garis-garis) dan untuk situasi disekitar jalur yang bisa membahayakan tuna netra dapat memanfaatkan ubin peringatan (ubin dot/bulat). Untuk konteks pedestrian, sarana sebagaimana yang disebutkan dalam Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Sarana dan prasarana Ruang Pejalan Kaki di Perkotaan, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 03/PRT/M/2014 adalah fasilitas pendukung jalur pejalan kaki yang dapat berupa bangunan pelengkap petunjuk informasi maupun alat penunjang lainnya yang disediakan untuk meningkatkan kenyamanan dan keamanan pejalan kaki. Sarana ini berguna untuk meningkatkan kenyamanan, keamanan dan keselamatan serta aksesibilitas para pejalan kaki dalam melakukan mobilitas. Berdasarkan Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Sarana dan Prasarana Ruang Pejalan Kaki di Perkotaan, drainase terletak berdampingan atau di bawah ruang pejalan kaki. Drainase berfungsi sebagai penampung dan jalur aliran air pada ruang pejalan kaki. Dimensi minimal adalah lebar 50 centimeter dan tinggi 50 centimeter. Jalur hijau pada pedestrian berguna untuk memberikan keteduhan pada pejalan kaki dan juga bermanfaat mengurangi kadar polusi yang ditimbulkan dari kendaraan bermotor serta menciptakan suasana yang asri dan sejuk. Jalur hijau diletakan pada jalur amenitas dengan lebar 150 centimeter dan tanaman yang digunakan adalah tanaman peneduh. Lampu penerangan diletakkan di jalur amenitas, yaitu jalur pendukung ruang pejalan kaki yang dapat dimanfaatkan untuk peletakan fasilitas ruang pejalan kaki. Lampu ini diletakan setiap 10 meter dengan tinggi maksimal 4 meter dan material bahan yang digunakan adalah bahan dengan durabilitas tinggi agar tahan lama seperti metal atau beton cetak. Tempat duduk diletakan pada jalur amenitas. Tempat duduk ini memberi ruang istirahat bagi pejalan kaki setelah lelah berjalan. Terletak setiap 10 meter dengan lebar 40-50 centimeter, panjang 150 centimeter. Pagar pengaman terletak di luar ruang bebas jalur pejalan kaki pada titik tertentu yang memerlukan perlindungan. Pagar pengaman dibuat dengan tinggi 0,9 meter, serta menggunakan material yang tahan terhadap cuaca dan kerusakan, seperti metal dan beton. Marka, perambuan, dan papan informasi terletak di luar ruang bebas jalur pejalan kaki, pada titik interaksi sosial, dan pada jalur pejalan kaki dengan arus padat. Marka, perambuan, dan papan informasi disediakan sesuai dengan kebutuhan, serta menggunakan material yang memiliki durabilitas tinggi dan tidak menimbulkan efek silau. Sarana tempat sampah menurut Danoe (2006), memiliki kriteria sebagai berikut : 1. Perletakan tempat sampah yang diatur dalam jarak tertentu (jarak penempatan 15 – 20 meter ). 2. Mudah dalam system pengangkutannya. 3. Jenis tempat sampah yang disediakan memiliki tipe yang berbeda-beda sesuai dengan fungsinya (tempat sampah kering dan tempat sampah basah). Sarana halte atau lapak tunggu memiliki kriteria sebagai berikut: terlindung dari cuaca (panas atau hujan). Penempatan pada pinggir jalan utama yang padat lalu lintas. Panjang halte minimum sama dengan panjang bus kota, yang memungkinkan penumpang dapat naik atau turun dari pintu depan atau pintu belakang. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 03/PRT/M/2014 tanggal 26 Februari 2014 tentang Pedoman Perencanaan, Penyediaan, dan Pemanfatan Prasarana dan Sarana Jaringan Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan. Hamid Shirvani, 1985, Urban Design Process, New York: Van Nostrand Reinhold.