Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Trotoar ialah Tepi jalan besar

yang sedikit lebih tinggi dari pada jalan tersebut, tempat orang berjalan kaki.

Menurut keputusan direktorat jendral Bina Marga No 76/KPTS/Db/1999 tanggal

20 Desember 1999 yang di maksud dengan trotoar adalah bagian dari jalan yang

raya yang khusus di sediakan untuk pejalan kaki yang terletak di daerah manfaat

jalan, yang diberi lapisan permukaan dengan elevasi yang lebih tinggi dari

permukaan perkerasan jalan, dan pada umumnya sejajar dengan jalur Lalu Lintas

kendaraan. Fungsi utama adalah untuk memberikan pelayanan kepada pejalan kaki

sehingga dapat meningkatkan kelancaran, keamanan dan kenyamanan pejalan kaki

tersebut.

Trotoar juga berfungsi memperlancar lalu lintas jalan raya karena tidak

terganggu atau tidak terpengaruh oleh lalu lintas pejalan kaki.

Menurut Ir. Wibowo Gunawan (1988) dalam bukunya (standar perangcangan

Geometrik jalan perkotoaan). Menjelaskan bahwa trotoar memiliki pengertian

sebagai bagian jalan yang di sediakan untuk pejalan kaki.Umumnya di tempatkan

sejajar dengan jalur lalu lintas, dan harus terpisah dari jalur lalu lintas oleh struktur

fisik. Pengertian tersebut Mengatakan bahwa trotoar merupakan tempat berjalan kaki

yang berada bersebelahan dengan jalan raya, keadaaan trotoar dan jalan raya harus

memiliki batas yang memisahkan keduanya. Pemisah yang di buat tersebut

5
6

digunakan untuk keamanan pejalan kaki agar pemakai jalan tidak memasuki area

trotoar dan dapat membahayakan pejalan kaki.

Menurut Iswanto (2006). Trotoar merupakan wadah atau ruang untuk kegiatan

pejalan kaki melakukan aktifitas dan untuk memberikan pelayanan kepada pejalan

kaki sehingga dapat meningkatkan kelancaran, keamanan, dan kenyamanan bagi

pejalan kaki. Trotoar juga memicu interaksi social antar masyarakat apabila

berfungsi sebagai ruang publik

Dari dua pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa trotoar merupakan jalan

yang di sediakan dan digunakan untuk berjalan kaki.Jalan ini berada di pinggir jalan

dan memiliki ketinggian tertentu serta terpisah dari jalur lalu lintas oleh struktur fisik.

Dapat dikatakan bahwa segala sesuatu bangunan yang berada di trotoar tidak di

perkenakan karena tidak sesuai dengan fungsi dan tempatnya.

2.2 Fungsi Trotoar

Fungsi utama dari trotoar adalah memberikan pelayanan yang optimal

kepada pejalan kaki baik dari segi keamanan maupun kenyamanan. Trotoar juga

berfungsi untuk meningkatkan kelancaran lalu lintas (kendaraan). Karena tidak

terganggu atau terpengaruh oleh lalu lintas pejalan kaki. Terutama daerah

perkotaan, ruang dibawah trotoar dapat digunakan sebagai ruang untuk

mendapatkan utilities dan pelengkap jalan lainnya.

2.3 Teori Tentang Jalur Pejalan Kaki (pedestrian)

Pejalan dalam melakukan kegiatan dari satu tempat ke tempat lain antara lain

dengan berjalan kaki dengan kedua kakinya sebagai sarana transportasi dimana

dibutuhkan suatu tempat yang dinamakan jalur pejalan kaki sebagai sarana tersebut.
7

Jalur pejalan kaki dikenal juga sebagai jalan pedestrian (pedestrian Ways),

termasuk jalan penyebrangan (berupa zebra cross, jembatan pejalan kaki diatas

jalan raya dan jalur pejalan kaki dibawah jalan raya).

Jalur pejalan kaki akan mampu berfungsi baik terhadap pejalan kaki dalam

melakukan kegiatan menurut David Sucher (1995) harus memenuhi peraturan

sebagai berikut:

1. Contunuity (kelancaran): pada umumnya pejalan kaki segala usia lebih

menyukai untuk berjalan memutar dimana pejalan kaki dapat diketahui saat

datang dan pergi. Hal terpenting adalah rute menjadi lancar, dapat dilakukan

setiap waktu

2. Length (jarak/lama/panjang): jalur pejalan kaki tidak boleh terlalu panjang

sehinga pejalan kaki dapat melalui beberapa pejalan kaki lain. Pejalan kaki

harus dapat membuat kontak mata dengan pejalan kaki lainnya agar tidak

terjadi konflik.

3. Width (lebar/keluasan): beberapa pejalan kaki menyukai untuk jalan-jalan

bersama, jadi sangatlah ideal jika jalur pejalan kaki memiliki jalur yang cukup

lebar untuk dua orang berpapasan satu sama lainnya tanpa canggung

menyelah percakapan. Jalur pejalan kaki yang baik dan humanis bila terdapat

elemen pendukung atau street Furniture.

2.4 Tingkat Pelayanan Trotoar

Konsep tingkat pelayanan jalur berjalan pada dasarnya sama dengan

konsep tingkat pelayanan yang di gunakan untuk menentukan tingkat kenyamanan

jalan. Pada konsep ini, faktor – faktor kenyamanan, seperti kemampuan memilih
8

kecepatan berjalan, mendahului dan mencegah konflik dengan pejalan kaki lain,

berkaitan dengan kepadatan dan volume pejalan kaki.

Pola arus pejalan kaki hampir sama dengan pola arus kendaraan bermotor.

Apabila arus meningkat, kecepatan akan menurun. Apabila aurs telah mencapai

maksimum, kecepatan berjalan akan mendekati nilai nol. Ukuran kualitatif pejalan

kaki serupa dengan yang di gunakan untuk arus kendaraan, yaitu kebebasan untuk

memilih kecepatan yang di inginkan untuk mendahului pejalan kaki lain.

Sumber : SE Menteri PUPR, Nomor : 02/SE/M/2018 tentang Perencanaan teknis fasilitas pejalan kaki
Gambar 2.1 Perspektif Dan Dimensi Jalur Yang Digunakan Bersama

Sumber : Fruin (1971) dan TRB (2000)

Gambar 2.2 Ilustrasi Tingkat Pelayanan Trotoar


9

2.5 Ketentuan Umum Trotoar

Dalam membangun sarana trotoar di butuhkan beberapa kriteria untuk

tercapainya sarana berjalan kaki yang nyaman. Trotoar memiliki ketentuan jalan Tipe

II kelas 1, kelas 2, kelas 3 di lengkapi dengan trotoar kecuali jalan Tipe I seperti jalan

pintas karena jalan tersebut terlalu sempit untuk didampingi trotoar, sedangkan jalan

Tipe II merupakan jalan raya yang sering di lewati kendaraan, seperti pada daerah

pinggir kota untuk daerah Tipe II kelas 3 karena pejalan kaki lebih dari 300 orang /12

jam serta volume kendaraan melebihi 1000 buah /12 jam maka perlu di sediakan

trotoar

Beberapa aturan dalam penempatan trotoar dan fasilitas penungjang lainnya:

1. Suatu ruas jalan di anggap perlu di lengkapi trotoar apabila di sepanjang jalan

tersebut terdapat pengunaan lahan yang mempunyai potensi menimbulkan

pejalan kaki. Pengunaan lahan tersebut antara lain Perumahan, Sekolah, Pusat

Perbelanjaan, Pusat Perdagangan, Pusat Perkantoran, Pusat Hiburan, Pusat

Kegiatan Sosial, Terminal Bus dan lain – lain.

2. Secara umum trotoar dapat di rencanakan pada ruas jalan yang terdapat

volume pejalan kaki lebih besar dari 300 orang/12 jam (06:00 – 18:00) dan

volume lalu lintas lebih besar dari 1000 kendaraan/12 jam (06:00 – 18:00).

3. Penempatan trotoar telah di tentukan seperti di tempatkan pada sisi kiri bahu

jalan atau sisi kanan bahu jalan jalur lalu lintas (bila tersedia jalur parkir).

Namun bila jalur tanaman tersedia dan terletak di sebelah bahu kiri jalan atau

parkir, Trotoar harus di buat bersebelahan dengan jalur tersebut.


10

4. Penempatan perlengkapan jalan pada prinsipnya harus di letakan pada sisi

dalam atau sisi luar trotoar.

5. Bila trotoar bersebelahan langsung dengan tanah milik perorangan, maka

sarana penghijauan kota (pohon, pot) haruslah di tanam di sisi dalam dari

trotoar, namun bila terdapat ruang cukup antara trotoar dengan tanah milik

perorangan tersebut maka saran penghijauan kota dapat di tanam di sisi luar

trotoar.

6. Selokan terbuka untuk drainase, jalan harus terletak pada bagian luar dari

trotoar. Selokan tertutup dapat dianggap sebagai bagian dari trotoar bila

tertutup dengan slab beton.

7. Trotoar harus di tinggikan setinggi kereb

Menurut Iswanto (2006), Elemen – Elemen pendukung yang harus terdapat

pada jalur trotoar:

1. Lahan parkir kendaraan bermotor

2. Saluran air tertutup maupun terbuka

3. Sarana penghijauan jalan

4. Tempat sampah

5. Halte Bus

6. Telephone umum
11

2.6 Prinsip Umum Perencanaan Fasilitas dan Prinsip Perencanaan Teknis Pejalan

Kaki

2.6.1 Prinsip Umum Perencanaan Fasilitas Pejalan Kaki

1. Memenuhi aspek keterpaduan sistem, dari penataan lingkungan, sistem

transportasi, dan aksebilitas antar kawasan.

2. Memenuhi aspek kontinuitas, yaitu menghubungkan antara tempat asal

ke tempat tujuan, dan sebaliknya.

3. Memenuhi aspek keselamatan, keamanan, dan kenyamanan

4. Memenuhi aspek aksebilitas, dimana fasilitas yang direncanakan harus

dapat diakses oleh seluruh pengguna, termasuk oleh pengguna dengan

berbagai keterbatasan fisik.

2.6.2 Prinsip perenacanaan teknis fasilitas pejalan kaki

1. Memenuhi kriteria pemenuhan kebutuhan kapasitas (demand)

2. Memenuhi ketentuan kotinuitas dan memenuhi persyaratan teknis

aksebilitas bagi semua pengguna termasuk pejalan kaki berkebutuhan

khusus.

3. Memilih konstruksi atau bahan yang memenuhi syarat keamanan dan

relatif mudah dalam pemeliharaan (pedoman pemeliharaan diatur di

pedoman lain)

2.7 Kelengkapan Fasilitas Pejalan Kaki

2.7.1 Fasilitas utama

Fasilitas utama terdiri atas komponen:

1. Jalur pejalan kaki (trotoar)


12

2. Penyeberangan, yang terdiri dari:

a. Penyeberangan sebidang

b. Penyeberangan tidak sebidang berupa overpass (jembatan) dan

underpass (terowongan)

2.7.2 Fasilitas pejalan kaki untuk pengguna berkebutuhan khusus

Kebutuhan fasilitas untuk orang dengan kebutuhan khusus termasuk

didalamnya orang yang berjalan dengan alat bantu seperti kursi roda,

tongkat, kruk dan lain-lain membutuhkan desain fasilitas pejalan kaki yang

tanpa halangan. Kebutuhan dari pejalan kaki dengan kebutuhan khusus

sangatlah tergantung dari lebar alat bantu yang digunakan oleh prjalan kaki

berkebutuhan khusus tersebut.

2.7.3 Fasilitas pejalan kaki sementara pada areal konstruksi.

Perencanaan fasilitas pejalan kaki yang melalui suatu areal pekerjaan

konstruksi sangat penting, khususnya didaerah perkotaaan dan pinggiran

kota. Beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait dengan masalah

keselamatan pejalan kaki, antara lain:

a. Perlunya pemisahan pejalan kaki dari konflik dengan kendaraan di

lokasi pekerjaan, peralatan, serta pelaksanaan pekerjaan.

b. Pemisahan pejalan kaki dari konflik dengan arus kendaraan di sekitar

lokasi pekerjaan

c. Menyediakan fasilitas bagi pejalan kaki yang aman, selamat, mudah

diakses, serta lajur berjalan yang senyaman dan sedekat mungkin

d. Jenis fasilitas yang disediakan adalah trotoar ataupun jalan setapak.


13

2.8 Fasilitas Pendukung

2.8.1 Rambu dan Marka

1. Rambu yang berhubungan dengan pejalan kaki

Penempatan rambu dan marka jalan harus diperhitungkan secara

efesien untuk memastikan keselamatan lalu lintas. Rambu diletakan

pada jalur fasilitas, pada titik interaksi sosial, pada jalur arus orang

padat, dengan besaran sesuai dengan kebutuhan, dan bahan yang

digunakan terbuat dari bahan yang memiliki daya tahan yang tingi, dan

tidak menimbulkan efek silau. Detail rambu mengacu pada peraturan

menteri Perhubungan No13/2104 Tentang Rambu lalu lintas. Rambu

yang berkaitan dengan pejalan kaki adalah:

a. Rambu Larangan, yaitu rambu yang digunakan untuk menyatakan

perbuatan yang dilarang dilakukan oleh pengguna jalan dalam hal

ini pejalan kaki, seperti Gambar berikut

b. Rambu peringatan, yaitu rambu yang digunakan untuk memberi

peringatan kemungkinan ada bahaya atau tempat berbahaya di

bagian jalan di depannya.

c. Rambu perintah, yaitu yang digunakan untuk menyatakan perintah

yang wajib dilakukan oleh pengguna jalan dalam hal ini pejalan

kaki, seperti:

d. Rambu petunjuk, yaitu rambu yang digunakan untuk menyatakan

petunjuk mengenai jurusan, jalan, kota, tempat, pengaturan,


14

fasilitas, dan lain – lain bagi pengguna jalan dalam hal ini pejalan

kaki, seperti:

2. Marka yang berhubungan dengan pejalan kaki

Marka jalan dimaksudkan sebagai pengingat kepada pengemudi

untuk berhati – hati dan bila diperlukan berhenti pada lokasi yang tepat

untuk memberikan kesempatan kepada pejalan kaki mengunakan

fasilitas dengan selamat. Pengaturan dengan marka jalan harus

diupayakan untuk mampu memberikan perlindungan pada penguna

jalan yang lebih lemah, seperti pada pejalan kaki.

Detail marka mengacu pada keputusan Menteri Perhubungan No.

34 Tahun 2014 Tentang marka jalan. Marka yang sering digunakan

untuk fasilitas pejalan kaki adalah marka melintang, sebagai marka

penyeberangan pejalan kaki, yang berupa zebra cross dan marka dua

garis utuh melintang.

a. Marka zebra cross

- Marka ini berupa garis utuh yang membujur tersusun melintang

jalur lalu lintas (zebra cross) tanpa alat pemberi isyarat lalu

lintas untuk menyeberang (pelican crossing), sebagaimana

ditujukan gambar 6:

- Garis utuh yang membujur harus memliki panjang paling sedikit

2,5 meter dan lebar 30 sentimeter

- Jarak diantara garis utuh yang membujur paling sedikit memiliki

lebar sama atau tidak lebih dari 2 kali lebar garis membujur
15

tersebut (jarak celah diantara garis – garis membujur minimal

30 sentimeter maksimal dan 60 sentimeter).

Sumber : SE Menteri PUPR, Nomor : 02/SE/M/2018 tentang Perencanaan


teknis fasilitas pejalan kaki
Gambar 2.3 Marka Zebra Cross pada ruas jalan, dilengkapi
dengan rambu penyeberang jalan
b. Marka 2 (dua) garis utuh melintang.

- Marka ini berupa dua garis utuh yang melintang jalur lalu lintas

dengan alat pemberi isyarat lalu lintas untuk menyeberang

pelican crossing), sebagaimana ditujukan gambar 4:

- Ukuran, jarak antar garis melintang paling sedikit 2,50 meter,

lebar garis melintang 0,30 meter.

Sumber : SE Menteri PUPR, Nomor : 02/SE/M/2018 tentang Perencanaan


teknis fasilitas pejalan kaki
Gambar 2.4 Marka penyeberangan dua garis melintang sejajar
16

2.8.2 Pengendali kecepatan

Pengendali kecepatan adalah fasilitas untuk memaksa pengendara

menurunkan kecepatan kendaraan saat mendekati fasilitas penyeberangan

atau lokasi tertentu.Dengan adanya penurunan kecepatan tersebut,

diharapkan pejalan kaki dapat menyeberang dengan lebih aman.

Beberapa metode yang dapat digunakan sebagai pengendali

kecepatan: jendulan, penyempitan trotoar, penggantian permukaan jalan

berua blok beton khusus, pemasangan gapura khusus, zona selamat

sekolah dan lain sebagainya.

Posisi pengendali kecepatan harus mudah terlihat oleh pengendara.

Karena itu harus dilengkapi dengan rambu serta marka yang memadai.

Pengendali kecepatan dapat ditempatkan pada ruas atau

persimpangan bila kecepatan lalu lintas yang tinggi yang dapat

membahyakan pejalan kaki ketika melakukan aktivitas menyeberang dan

areal tersebut lebih diprioritaskan untuk pejalan kaki.

Salah satu alat pengendali kecepatan yang dapat dipasang sebelum

fasilitas penyeberangan sebidang adalah jendulan.Jendulan adalah fasilitas

yang dirancang dalam bentuk gangguan geometrik vertikal. Fasilitas ini

dimaksudkan untuk memberikan efek paksaan bagi pengemudi untuk

menurunkan kecepatan. Jendulan bukan berfungsi sebagai fasilitas

penyeberangan. Kriteria pemasangan jendulan adalah sebagai berikut:


17

a. Jendulan ditempatkan pada jalan lokal atau kolektor dengan volume

kendaraan yang lebih dari 300 kendaraan/hari tapi kurang dari 3.000

kendaraan /hari

b. Pemasangan jendulan memungkinkan untuk ruas jalan dengan

kecepatan kendaraan sekitar 30 km/jam. Jendulan dapat

diimplementasikan untuk jalan searah maupun dua arah baik terpisah

maupun tidak terpisah.

c. Material yang digunakan dapat berupa aspal, karet (contoh dapat dilihat

pada gambar 9), paving, beton, ataupun kombinasi

d. Jendulan ditempatkan tegak lurus ataupun diagonal bidang jalan.

e. Dimensi jendulan sebagaimana di tunjukan pada gambar VIII.

(a)

(b)

Sumber : SE Menteri PUPR, Nomor : 02/SE/M/2018 tentang Perencanaan teknis


fasilitas pejalan kaki
Gambar 2.4 (a) Contoh jendulan dengan material karet, (b) Dimensi
jendulan
18

2.8.3 Lapak tunggu

Lapak tunggu merupakan fasilitas untuk berhenti sementara pejalan

kaki dalam melakukan penyeberangan. Penyeberangan jalan dapat berhenti

sementara sambil menunggu kesempatan melakukan penyeberangan

berikutnya.Fasilitas tersebut diletakan pada median jalan serta pada

pergantian moda, yaitu dari pejalan kaki ke moda kendaraan umum.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pemasangan lapak tunggu:

a. Lapak tunggu dipasang pada jalur dengan volume lalu lintas yang

cukup besar.

b. Lapak tunggu harus dipasang pada jalur lalu lintas yang lebar, dimana

penyeberangan jalan sulit untuk menyeberang dengan aman

c. Lebar lapak tunggu minimum adalah 1,20 meter.

2.8.4 Lampu penerangan fasilitas pejalan kaki

Lampu penerangan fasilitas pejalan kaki adalah untuk memberikan

pencahayaan pada malam hari agar area fasilitas pejalan kaki dapat lebih

aman dan nyaman lampu penerangan diletakan pada jalur fasilitas.

Lampu penerangan dipasang setiap 10 meter dengan tinggi maksimal

4 meter, dan bahan yang digunakan adalah bahan dengan daya tahan yang

tinggi seperti metal dan beton cetak.


19

2.8.5 Pagar pengaman

Pagar pengaman diletakan di jalur fasilitas dengan tinggi 90 cm, dan

bahan yang digunakan adalah metal/beton yang tahan terhadap cuaca,

kerusakan, dan murah pemeliharaaannya. Pagar pengaman dipasang

apabila:

a. Apabila volume pejalan kaki di satu sisi jalan sudah > 450

orang/jam/lebar efektif ( dalam meter )

b. Apabila volume kendaraan sudah > 500 kendaraan/jam;

c. Kecepatan kendaraan > 40 km/jam;

d. Kecenderungan pejalan kaki tidak menggunakan fasilitas

penyeberangan;

e. Bahan pagar bisa terbuat dari konstruksi bangunan atau tanaman.

2.8.6 Pelindung/peneduh

Jenis pelindung/peneduh disesuaikan dengan fasilitas pejalan kaki

dapat berupa: pohon, pelindung, atap, dan lain sebagainya.

2.8.7 Jalur hijau

Jalur hijau diletakan pada jalur fasilitas. Lebar jalur hijau 150

centimeter dan bahan yang digunakan adalah tanaman peneduh

2.8.8 Tempat duduk

Penempatan tempat duduk pada fasilitas pejalan kaki dimaksudkan

untuk meningkatkan kenyamanan pejalan kaki.Tempat duduk diletakan pada

jalur fasilitas dan tidak boleh menggangu pergerakan pejalan kaki.


20

2.8.9 Tempat sampah

Terletak setiap 20 meter serta pada titi – titik pertemuan (misalnya

persimpangan), dengan besaran sesuai kebutuhan, dan bahan yang

digunakan adalah bahan dengan daya tahan yang tinggi seperti metal dan

beton cetak.

2.8.10 Halte/tempat pemberhentian Bus

Halte diletakan pada setiap radius 300 meter atau pada titik potensial

kawasan, dengan besaran sesuai kebutuhan, bahan yang digunakan adalah

bahan yang memiliki daya tahan yang tinggi

2.8.11 Drainase

Dimensi minimal drainase adalah lebar 50 cm dan tinggi 50 cm.

2.8.12 Bolar

Bolar ditempatkan sekitar 30 cm dari kerb. Dimensi bolar adalah

diameter 30 cm dengan ketinggian 0,6-1,2 meter. Jarak penempatan

disesuaikan dengan kebutuhan, namun tidak lebih dari 1,4 meter

2.9 Ketentuan Teknis

2.9.1 Lebar Trotoar

Lebar trotoar harus dapat melayani volume pejalan kaki yang ada.

Trotoar yang sudah ada perlu ditinjau kapasitas (lebar), keadaan dan

penggunaannya apabila terdapat pejalan kaki yang mengunakan jalur lalu

lintas kendaraan. Trotoar disarankan untuk direncanakan dengan tingkat

pelayanan serendah-rendahnya C. Pada keadaan tertentu yang tidak


21

memungkinkan trotoar dapat direncanakan sampai dengan tingkat

pelayanan E.

Kebutuhan lebar trotoar di hitung bedasarkan volume pejalan kaki

rencana (V). Volume pejalan kaki rencan (V) adalah volume rata – rata per

menit pada interval puncak. (V) dihitung berdasarkan survey perhitungan

pejalan kaki yang dilakukan setiap interval waktu 15 menit selama delepan

jam paling sibuk dalam satu hari untuk dua arah. Lebar trotoar dapat dihitung

dengan rumus persamaan berikut :

V
W= +N (2.1)
35

Dimana :

W = lebar trotoar (m)

V = volume pejalan kaki rencana/dua arah (orang/meter/menit)

N = lebar tambahan sesuai dengan keadaan setempat (meter), ditentukan

dalam tabel 2.1

Prosedur pengumpulan data volume pejalan kaki diatur pada pedoman

terpisah.

Tabel 2.1 Nilai N

N (meter) Keadaan

1,5 Jalan di daerah dengan bangkitan pejalan kaki tinggi *


1,0 Jalan di daerah dengan bangkitan pejalan kaki sedang **
0,5 Jalan di daerah dengan bangkitan pejalan kaki rendah ***

Sumber : SE Menteri PUPR, Nomor : 02/SE/M/2018 tentang Perencanaan teknis fasilitas


pejalan kaki
22

Keterangan:

* arus pejalan kaki > 33 orang/menit/meter, atau dapat berupa daerah

pasar atau terminal

** arus pejalan kaki 16 – 33 orang/menit/meter, atau dapat berupa daerah

perbelanjaan bukan pasar

*** arus pejalan kaki <16 orang/menit/meter, atau dapat berupa daerah

perumahan lainnya.

Tabel 2.2 Tingkat Pelayanan Trotoar

Tingkat Modul Volume


Pelayanan (m2/orang) (orang/meter/menit)

A ≥ 3,25 ≤ 23

B 2,30 ≥ 3,25 23 - 33

C 1,40 ≥ 2,30 33 - 50

D 0,90 ≥ 1,40 50 - 66

E 0,45 ≥ 0,90 66 - 82

F ≥ 0,45 ≤ 82
Sumber : Standar perangcangan Geometrik Jalan Perkotaaan Direktorat Jendral Bina
Marga – Departemen Pekerjaan Umum ( 1990 )
23

Tabel 2.3 Lebar Minimum Menurut Pengunaan Lahan

Lebar minimum
Pengunaan lahan sekirtanya
(m)
Perumahan 1,5
Perkantoran 2,0
Industri 2,0
Sekolah 2,0
Terminal / Stop Bus 2,0
Pertokoan dan perbelanjaan 2,0
Sumber : Standar perangcangan Geometrik Jalan Perkotaaan Direktorat Jendral Bina
Marga – Departemen Pekerjaan Umum ( 1990 )

Ketentuan lebar trotoar untuk jalan tipe – tipe sebagai berikut:

Tabel 2.4 Ketentuan Lebar Trotoar Untuk Jalan Tipe 2

Klasifikasi Standar lebar minimum


Rencana Minimum (pengecualian)

Kelas 1 3,0 1,5

Tipe 2 Kelas 2 3,0 1,5

Kelas 3 1,5 1,0


Sumber : Standar perangcangan Geometrik Jalan Perkotaaan Direktorat Jendral Bina
Marga – Departemen Pekerjaan Umum ( 1990 )

Lang dalam Tisnaningtyas (2002) mengungkapkan bahwa jalur

pejalan kaki mempunyai kaitan antara asal dan tujuan pergerakan orang.

Trotoar merupakan jalur pejalan kaki di luar bangunan dan merupakan

bagian dari jalan berupa jalur terpisah yang khusus untuk pejalan kaki dan

biasanya terletak di pinggiran jalan. Hal utama yang perlu di pertimbangkan

dalam mengkaji trotoar adalah sirkulasi pejalan kaki tersebut.


24

Sirkulasi pejalan kaki berkaitan dengan beberapa hal berikut

(Tisnaningtyas):

1. Tempat asal dan tujuan

Tempat parkir dapat menjadi tempat asal pejalan kaki menuju

tempat tujuan, sehingga perletakan lokasi parkir akan mempengaruhi

aktifitas pejalan kaki tersebut.

2. Karakteristik perjalanan

Sebagian besar pejalan kaki melakukan perjalan dari lokasi parkir

atau pemberhentian umum yang tidak jauh sehingga perjalanan relativ

dekat.

Kriterian yang harus di miliki oleh suatu trotoar adalah

(Tisnaningtyas, 2002):

a. Kenyamanan

Uterman dalam Tisnaningtyas (2002) menjelaskan bahwa

kenyamanan di pengaruhi oleh jarak tempuh, Wiesman dalam

Tisnaningtyas (2002) memdefenisikan kenyamanan sebagai suatu

suatu keadaan suatu lingkungan yang memberikan rasa yang

sesuai kepada panca indera disertai dengan fasilitas yang sesuai

dengan kegiatan. Tingkat kenyamanan pejalan kaki di pengaruhi

oleh kapasitor trotoar yang meliputi jumlah pejalan kaki per satuan

waktu, penghentian, lebar jalur, ruang pejalan kaki, volume, tingkat

pelayanan, harapan pemakai, dan jarak berjalan. Menurut Uterman

dalam Indraswara (2007), kenyamanan seseorang untuk berjalan


25

kaki dipengaruhi oleh faktor cuaca dan jenis aktifitas. Jarak tempu

pejalan kaki di Indonesia hanya berkisar kurang lebih 400 meter

dan kenyamanan bisa di peroleh apabilah jarak tempu kurang dari

300 meter.

b. Visibilitas

Wiesman dalam Tisnaningtyas (2002) mendefinisakan

Visibilitas sebagai jarak penglihatan dimana objek di amati dapat

terlihat jelas.

Jarak penglihatan tersebut tidak hanya berkaitan dengan

jarak dirasakan secara dimensional atau geometris saja, tetapi

juga mengkut persepsi visual dimana seorang tidak merasa tidak

adanya halangan untuk mencapai objek yang dituju.

c. Waktu

Menurut Uterman dalam Indraswara (2007), Berjalan kaki

pada waktu – waktu tertentu akan mempengaruhi jarak berjalan

yang mampu di tempu.

d. Ketersedian transportasi publik

Transportasi publik sebagai moda penghantar sebelum dan

sesudah berjalan kaki sangat mempengaruhi jarak tempuh berjalan

kaki (Indraswara,2007)

e. Pola tata guna lahan

Indraswara (2007) mengungkapkan bahwa perjalan di

daerah dengan pengunaan lahan mixed use seperti dipusat kota


26

akan lebih cepat dilakukan dengan berjalan kaki dibandingkan

dengan kendaraan bermotor.

Menurut Uniaty (1992), jalur Trotoar sebagai bagian ruang

arsitektur kota merupakan prasarana penting dalam sistem

transportasi kota dan menjadi bagian penting yang tidak

terpisahkan dari transportasi kota. Penanganan jalur trotoar tidak

sekedar menekankan pada penanganan secara kualitas dan

kuantitas fisik saja, melainkan pula penanganan non fisik yang

berkaitan dengan manusia sebagai pemakai jalur tersebut.

2.10 Hak dan Kewajiban Pejalan Kaki

2.10.1 Hak pejalan kaki dalam berlalu lintas

1. Pejalan kaki berhak atas ketersedian fasilitas pendukung berupa

Trotoar, tempat penyeberangan dan fasilitas lain.

2. Pejalan kaki berhak mendapatkan prioritas pada saat menyeberang

jalan di tempat penyeberangan

3. Dalam hal belum tersedia fasilitas sebagaimana dimaksud diatas

pejalan berhak menyeberang di tempat yang dipilih dengan

memperhatikan dirinya.

2.10.2 Kewajiban pejalan kaki

1. Pejalan kaki wajib

a) Menggunakan bagian jalan yang diperuntuhkan bagi pejalan kaki

atau jalan yang paling tepi atau

b) Menyeberang di tempat yang telah di tentukan


27

2. Pejalan kaki penyandang cacat harus menggenakan tanda khusus yang

jelas dan mudah di kenali pengguna jalan lain.

Dapat terlihat bahwa pejalan kaki memiliki hak dan kewajiban nya di jalan

raya. Namun jika dilihat dari faktanya pejalan kaki tidak sepenuhnya

mendapatkan hak nya untuk menggunakan trotoar. Tak sampai 50% pejalan

kaki bisa menggunakan trotoar untuk berjalan kaki, hal ini dapat terlihat dari

banyaknya kawasan trotoar yang di pakai pedagang kaki lima untuk

berjualan, selain dari pada itu terlalu sempitnya kawasan trotoar sehingga

pejalan kaki sulit untuk menggunakan trotoar untuk berjalan kaki.

Seperti yang dikemukakan oleh Ahmad Syarifuddin penggiat koalisi

pejalan kaki mengatakan bahwa tidak berfungsinya trotoar dikarenakan

trotoar yang telah rusak atau dan sebagian besar telah di gunakan oleh

pedagang kaki lima serta sebagai lahan parkir kendaraan.

Anda mungkin juga menyukai