Anda di halaman 1dari 6

Nama: Soraya Siti Isfihana

NIM: 225060607111024
Kelas: Bahasa Indonesia F7G

PERWUJUDAN KONSEP WALKABLE CITY DALAM KOTA MALANG SEBAGAI


BENTUK REALISASI PENGEMBANGAN KOTA YANG SUSTAINABLE
Abstrak
Ketersediaan jalur pedestrian bagi pengguna jalur pejalan kaki mempengaruhi pengeluaran
emisi karbon dan keamanan masyarakat. Walaupun kota-kota di Indonesia telah menyediakan
jalur pedestrian sepanjang jalannya, sebagaimana yang dinyatakan dalam Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan bahwa setiap jalan yang
digunakan untuk lalu lintas diwajibkan untuk menyediakan perlengkapan jalan, jalur
pedestrian masih belum digunakan sesuai dengan fungsinya. Trotoar masih kerap dijadikan
lahan berjualan, parkiran, bahkan jalur motor sendiri. Untuk menangani hal tersebut, maka
diperlukan perancangan pengembangan kota yang berkelanjutan. Salah satu konsepnya yaitu
konsep walkable city. Konsep ini mengutamakan kenyamanan dan keamanan pengguna jalur
pejalan kaki, sehingga dapat menarik minat masyarakat untuk beralih dari moda transportasi
bermotor ke moda yang lebih ramah lingkungan.

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kualitas penyediaan jalur pedestrian atau pejalan kaki dapat mempengaruhi
pengeluaran emisi karbon. Jalur pedestrian merupakan jalur di luar bangunan dan terpisah
dari jalan yang berfungsi sebagai wadah mobilisasi penduduk dari suatu tempat ke tempat
yang lain tanpa menggunakan moda kendaraan bermotor. Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, setiap jalan yang digunakan
untuk lalu lintas diwajibkan untuk menyediakan perlengkapan jalan, seperti fasilitas untuk
sepeda, pejalan kaki, dan penyandang disabilitas.
Indonesia menduduki peringkat pertama sebagai negara yang paling malas berjalan
kaki di seluruh dunia. Hasil riset dari Stanford University menunjukkan bahwa rata-rata
orang di Indonesia berjalan sebanyak hanya 3.513 langkah per harinya. Alih-alih berjalan,
kebanyakan masyarakat di Indonesia lebih memilih untuk bepergian menggunakan
transportasi. Oleh karena itu, adanya penggunaan transportasi yang tinggi menyebabkan
permasalahan di ruang publik, baik dari segi kenyamanan penduduk hingga kesehatan
lingkungan. Permasalahan yang disebabkan oleh kepadatan transportasi antara lain
kemacetan, polusi dari asap udara, dan rentannya terjadi kecelakaan. Preferensi masyarakat
terhadap pemilihan moda transportasi disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu cuaca yang
panas, jarak yang jauh, dan kurangnya akses dan buruknya kualitas jalur pedestrian di
beberapa wilayah.
Kota Malang menjadi salah satu kota dengan kepadatan penduduk dan transportasi
yang tinggi. Berdasarkan Inrix, yang Global Traffic Scoreboard 2021, Kota Malang meraih
peringkat keempat sebagai kota termacet di Indonesia. Kota Malang telah menyediakan
banyak jalur pedestrian di sepanjang jalannya. Namun, penggunaanya cenderung tidak
berjalan sebagaimana fungsinya. Trotoar dan jalur pedestrian seringkali digunakan sebagai
tempat parkir atau jalur kendaraan bermotor roda dua. Tidak hanya itu, salah satu contoh
kasus permasalahan jalur pejalan kaki di Jalan Merdeka Malang sering digunakan oleh
pedagang kaki lima untuk berjualan (Adibah & Andardi). Akibatnya, akses pengguna jalur
pejalan kaki menjadi terhalang.
Walkable city adalah suatu gagasan pengembangan kota yang berinovasi dalam
menciptakan dan mengutamakan fasilitas jalur pedestrian untuk pejalan kaki (Ayu, Diana and
Wibawani, 2020). Perencanaan perkotaan harus memperhatikan kebutuhan pejalan kaki,
karena pejalan kaki merupakan pengguna utama jalur pedestrian dan ruang terbuka
hijau, sehingga perlu adanya perhatian khusus terhadap keamanan dan kenyamanan dalam
menciptakan jalur pedestrian tersebut (Sanjaya & Mudiyono, 2017). Konsep walkable city
memiliki berbagai manfaat, baik untuk lingkungan, kesehatan masyarakat, dan kenyamanan
dan keamanan penduduk. Dengan adanya walkable city, maka minat masyarakat untuk dapat
memilih moda mobilisasi dengan berjalan kaki dapat bertambah. Dengan itu, penggunaan
kendaraan bermotor akan berkurang sehingga mengurangi polusi dan emisi karbon dari asap
kendaraan. Hal ini akan mewujudkan lingkungan hijau yang ramah.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perwujudan konsep walkable city di Kota Malang sebagai bentuk realisasi
pengembangan kota yang sustainable?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui konsep walkable city di Kota Malang sebagai bentuk realisasi
pengembangan kota yang sustainable
D. Kegunaan Penelitian
1. Mengetahui konsep walkable city di Kota Malang sebagai bentuk realisasi
pengembangan kota yang sustainable

BAB II
PEMBAHASAN

Konsep walkable city adalah fondasi dari pembangunan perkotaan yang


berkelanjutan. Moda mobilisasi berjalan kaki adalah moda yang tidak hanya mengurangi
kemacetan, tetapi juga ramah lingkungan dan mempromosikan gaya hidup yang sehat
(Newman & Kenworthy, 1999). Untuk dapat mewujudkan konsep walkable city di Kota
Malang, maka perlu diperhatikan beberapa kriteria, yaitu konektivitas jalur, keterkaitan
dengan moda lainnya, pola tata guna lahan, keamanan, kualitas jalur, dan latar jalur.
Konektivitas jalur merupakan kriteria yang memperhatikan ketersinambungan antara
suatu jalur dengan jalur lainnya. Adanya konektivitas membangun suatu jaringan jalur
pedestrian. Suatu kota dikatakan memiliki konektivitas yang buruk apabila memiliki banyak
jalan buntu atau pembatas jalan. Sebagai penanganan masalah tersebut, maka dapat dilakukan
manufaktur dalam bentuk pembangunan jembatan penyebrangan dan alat pengatur lalu lintas.
Konektivitas jalur pedestrian tidak hanya terdapat di dalam satu kawasan wilayah.
Perencanaan jaringan jalur pedestrian juga perlu diperhatikan hingga kawasan di luar wilayah
sekitarnya. Jaringan jalur pedestrian antar wilayah ini dapat dihubungkan melalui moda
transportasi umum, seperti kereta api, subway, atau bus. Jaringan jalur pedestrian yang
lengkap mampu menawarkan konektivitas yang penuh antara moda-moda mobilisasi
sehingga masyarakat dapat menavigasi perjalanannya tanpa gangguan yang sulit.
Aksesibilitas menjadi faktor yang sangat penting dalam merancang konsep walkable
city. Aksesibilitas di sini mengacu pada jarak kedekatan dan kemudahan untuk menjangkau
suatu tempat dari tempat yang lain. Sebuah kota dapat dikatakan memiliki konsep walkable
city apabila seseorang dapat berjalan kaki mengitari area utama lingkungannya dalam waktu
10-20 menit. Oleh karena itu, pola penggunaan lahan perlu diperhatikan dalam merancang
jalan supaya mudah diakses masyarakat.
Keamanan bagi pejalan kaki dan pengguna jalur pejalan kaki menjadi perhatian utama
dalam merancang jalur dan jaringan jalur pedestrian. Fasilitas yang menunjang keamanan
pengguna jalur pejalan kaki yaitu lampu penerangan, tiang petunjuk jalan, rambu lalu lintas,
dan zebra cross. Tidak hanya itu, pembatas antara pengguna jalur pejalan kaki dengan jalur
kendaraan perlu diperhatikan, dengan jarak minimal tertentu. Dengan memperhatikan hal-hal
tersebut, maka potensi kecelakaan bagi kedua pengguna jalur pedestrian dan jalur kendaraan
dapat terminimalisir.
Kualitas jalur pedestrian juga menjadi penyokong keamanan bagi pejalan kaki. Suatu
jalur pedestrian harus menyeimbangi lebar jalannya dengan fasilitas prasarana dalam jalur
tersebut. Contohnya, apabila jalur pedestrian terlalu sempit dan didominasi penempatan tiang
listrik, fire hydrant, dan tempat sampah yang berantakan, maka hal tersebut akan
mengganggu kenyamanan pengguna jalur pejalan kaki. Untuk dapat menyeimbangi jalan
dengan prasarana jalan, maka diperlukan pengembangan tipologi dan pengklasifikasian jenis
jalur pedestrian yang berbeda. Klasifikasi tersebut terbagi menjadi distrik pejalan kaki, jalur
pedestrian kota, jalur layanan lokal, dan jalur off-street. Dengan adanya klasifikasi tersebut,
maka rancangan jalur pedestrian dapat memperhatikan tipe trotoar, jenis jalan, dan
penempatan prasarana sesuai dengan klasifikasi tersebut.
Setelah memperhatikan konektivitas, keterkaitan dengan moda lain, aksesibilitas,
keamanan, dan kualitas jalur, maka hal yang perlu dikembangkan selanjutnya adalah untuk
menarik minat masyarakat untuk menggunakan jalur pedestrian. Hal tersebut dapat
direalisasikan dengan memperhatikan konteks atau latar pada jalur pedestrian. Agar dapat
menarik minat masyarakat, jalur pedestrian dapat dirancang untuk melewati perkotaan
dengan dapat melihat desain jalan secara keseluruhan dan pemandangan perkotaan.
Lingkungan yang transparan memungkinkan seseorang untuk merasakan kehidupan sosial
dan alam suatu tempat melalui pengamatan langsung.
Jalur pedestrian harus serasi dengan lingkungan infrastruktur yang telah terbangun.
Keserasian tersebut juga memperhatikan density, diversity, design, distance, dan destination
accessibility. Kawasan padat dengan tingkat keragaman yang tinggi dan akses pelayanan
yang pendek dan halte angkutan umum memiliki potensi lebih untuk menjadi kawasan
pejalan kaki dan berkelanjutan. Dengan itu, jalur pedestrian memiliki dampak terhadap
lingkungan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konsep walkable city adalah konsep yang mengintegrasikan jalur pedestrian dengan
lingkungan alam dan pembangunan yang berkelanjutan. Untuk mewujudkan konsep tersebut,
maka hal-hal yang perlu diperhatikan dalam merancang jalur pedestrian tersebut adalah
konektivitas jalur, kesinambungan dengan moda transportasi lainnya, aksesibilitas, keamanan
pengguna jalur pedestrian, kualitas jalur, dan konteks dari jalur tersebut. Dengan adanya
konsep walkable city, maka minat masyarakat untuk beralih dari moda transportasi bermotor
ke moda berjalan kaki dapat terealisasikan, sehingga angka kemacetan berkurang. Dengan
berkurangnya penggunaan moda transportasi, maka angka polusi dari kendaraan juga ikut
berkurang. Sehingga, pengembangan kota yang sustainable di Kota Malang dapat terealisasi.
DAFTAR PUSTAKA

Sari, A. M., Sari, F. D., Wibawani, S. (2020). PENERAPAN KONSEP


WALKABILITY DALAM MENDUKUNG KOTA SURABAYA SEBAGAI KOTA
METROPOLITAN YANG PRODUKTIF DAN BERKELANJUTAN. Public Administration
Journal of Research.
Rafiemanzelat, R., Emadi, M. I., Kamali, A. J. (2016). City Sustainability: The
Influence of Walkability on Built Environments. Science Direct: Transportation Research
Procedia.
Southworth, M. (2005). Designing the Walkable City. Journal of Urban Planning
and Development.
Adibah, A. N., Andardi, F. R. KINERJA JALUR PEJALAN KAKI DI JALAN
MERDEKA KOTA MALANG. Universitas Muhammadiyah Malang.
Lestari, A. R. (2019) KAJIAN KONSEP WALKABLE CITY DI KOTA
PEKANBARU (STUDI KASUS: KAWASAN PERDAGANGAN DAN JASA JALAN
JENDERAL SUDIRMAN). Universitas Islam Riau.
Ferdian, H. A. (2022). Riset: Indonesia Juara 1 Negara Paling Malas Jalan Kaki.
KumparanSains.

Anda mungkin juga menyukai