Anda di halaman 1dari 14

ANALISIS NILAI WALKABILITY PADA FASILITAS PEJALAN KAKI

DI KAWASAN TRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT (TOD)


(ANALYSIS OF WALKABILITY INDEX ON THE PEDESTRIAN
FACILITIES IN TRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT (TOD) AREA)

Agah Muhammad Mulyadi

Balai Perkerasan dan Lingkungan Jalan, Direktorat Bina Teknik Jalan dan Jembatan
Jl. A.H. Nasution 264, Bandung
email : agah.muhammad@pusjatan.pu.go.id
Diterima: 29 September 2020; direvisi: 7 Desember 2020; disetujui: 17 Desember 2020.

ABSTRAK
Peningkatan pengguna transportasi umum selama tiga tahun terakhir di Jakarta berdampak pada berkurangnya
penggunaan kendaraan pribadi sehingga mengurangi kemacetan lalu lintas di jalan raya. Salah satu cara untuk
meningkatkan minat berjalan kaki adalah dengan cara menerapkan konsep walkability yang diakomodasi
Pedoman Perencanaan Fasilitas Pejalan Kaki dan konsep Transit Oriented Development (TOD). Penilaian
penyediaan fasilitas pejalan kaki di sebuah kawasan dapat dilakukan dengan nilai walkability. Namun demikian,
konsep nilai walkability sampai saat ini belum distandarkan di Indonesia. Beberapa penelitian walkability
terdahulu masih menggunakan metode dari luar negeri. Salah satunya adalah metode Global Walkability Indeks
(GWI) yang didasarkan pada persepsi pejalan kaki terhadap sembilan parameter pengamatan yang selanjutnya
dikalikan dengan bobot masing-masing parameter. Hasil perkalian tersebut merupakan nilai walkability area
yang menunjukkan kinerja seluruh fasilitas pejalan kaki di area tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk
mengevaluasi fasilitas pejalan kaki dengan nilai walkability di area transit Dukuh Atas dan mengetahui metoda
evaluasi penyediaan fasilitas pejalan kaki dengan menggunakan GWI. Hasil penelitian menunjukkan nilai
walkability rata-rata seluruh parameter pada area Dukuh Atas adalah 93,4 atau sebagian besar kegiatan di area
tersebut dilakukan dengan berjalan kaki. Dengan adanya penilaian kinerja fasilitas-fasilitas yang telah disediakan
diharapkan akan meningkatkan walkability di kawasaan transit antarmoda transportasi yang terintegrasi. Metode
evaluasi fasilitas pejalan kaki dengan penilaian walkability menggunakan GWI dengan data parameter dan
standar nilai walkability yang didasarkan pada kota-kota di Asia Tenggara yang memiliki karakter hampir sama
dengan di Indonesia memungkinkan untuk dipergunakan di Indonesia.
Kata Kunci: walkability, pejalan kaki, transit oriented development, dukuh atas, aksesibilitas

ABSTRACT
The increase in public transportation users over the past three years in Jakarta has resulted in reduced use of
private vehicles, thereby reducing traffic congestion on the highway. One way to increase interest in walking is by
applying the concept of walkability whichn was accommodated by the Guidelines for Pedestrian Facility Planning
and the concept of Transit Oriented Development (TOD). An assessment of the provision of pedestrian facilities
in an area can be carried out using walkability values. However, the concept of walkability value has not yet been
standardized in Indonesia. Several previous walkability studies still used methods from others counties. One of
them is the GWI method which is based on pedestrian perceptions of the nine observation parameters which are
then multiplied by the weight of each parameter. The result of this multiplication is the value of the walkability
area which shows the performance of all pedestrian facilities in the area. This study aims to evaluate pedestrian
facilities with the value of walkability in the Dukuh Atas transit area and to determine the evaluation method for
pedestrian facilities provision using the GWI. The average walkability value in Dukuh Atas area is 93.4. Thus, it
can be categorized that most of the movement activities are carried out by foot. Furthermore, with the assessment
of the pedestrian facilities that has been built is expected to improve walkability in integrated transit areas. The
method of evaluating pedestrian facilities with a walkability assessment uses the GWI with parameter data and
walkability value standards based on cities in Southeast Asia which have almost the same character as in
Indonesia, which is possible to be used in Indonesia.
Keywords: walkability, pedestrians, transit oriented development, dukuh atas, accessibility

116 Jurnal Jalan-Jembatan, Volume 37 No. 2 Juli-Desember 2020: 116-129


PENDAHULUAN ASEAN Green Creative Hub, Fatmawati
Peningkatan pengguna transportasi Ruang Atas Dinamis, dan Lebak Bulus Gerbang
umum selama tiga tahun terakhir di Jakarta Terminus Selatan Jakarta (Rahardyan 2019)
berdampak pada berkurangnya penggunaan Penerapan fasilitas TOD Dukuh atas
kendaraan pribadi, sehingga mengurangi didukung dengan beberapa pembangunan
kemacetan lalu lintas di jalan raya. Untuk terus kawasan yang telah dilakukan yaitu dengan
meningkatkan penggunaan transportasi umum, dibangunannya fasilitas umum berupa stasiun
sangat penting untuk menyiapkan fasilitas Mass Rapid Transit (MRT), stasiun KRL
pejalan kaki yang memadai, sehingga menarik commuter line Sudirman, stasiun kereta
minat pejalan kaki. Bandara / Airport Railink Service (ARS), halte
Salah satu metode untuk meningkatkan BRT Transjakarta dan halte bis non BRT
fasilitas pejalan kaki adalah dengan Metrotrans (Gambar 1). Terintegrasinya moda
menerapkan konsep walkability. Konsep transportasi tersebut dalam satu kawasan
walkability ini telah dimplementasikan di kota- mengakibatkan bangkitan pergerakan pejalan
kota besar di dunia seperti Roma, Tokyo, New kaki. Selain merubah fungsi dari terowongan
York, Hongkong, Singapura, dan beberapa Kendal, penataan TOD Dukuh Atas juga
kota lainnya dengan memprioritaskan integrasi mencakup penataan trotoar sebagai koneksi
antara penggunaan lahan dengan transportasi MRT, stasiun halte dan pemasangan papan
(Southworth 2005). petunjuk arah bagi pejalan kaki (wayfinding)
Konsep walkability digambarkan dalam (Gambar 2).
perencanaan fasilitas-fasilitas pejalan kaki Penerapan konsep TOD dapat
dalam Pedoman Pd 03-2017-B tentang diaplikasikan secara nasional untuk menekan
perencanaan teknis fasilitas pejalan kaki. pemakaian kendaran pribadi, sehingga terdapat
Pedoman ini mengatur bagaimana suatu area-area transit antarmoda yang dapat dicapai
fasilitas pejalan kaki harus direncanaan agar dengan kendaraan umum dan berjalan kaki.
memenuhi standar. Sebagai contoh trotoar yang Penyediaan fasilitas pejalan kaki dapat
nyaman dengan pelandaian, penyeberangan dinilai untuk mengetahui sejauh mana tingkat
jalan tersedia, sehingga selalu ada kontinuitas walkability pada kawasan TOD Dukuh Atas
jalur pejalan kaki, ubin pengarah untuk tersebut. Nilai tersebut didapat dengan
disabilitas, peneduh, penerangan jalan. pengamatan kawasan aktivitas pejalan kaki.
Kawasan berorientasi transit atau Transit Kawasan yang pernah dinilai adalah kawasan
Oriented Development (TOD) merupakan salah pendidikan, kawasan perbelanjaan, kawasan
satu solusi permasalahan transportasi dan perkantoran dan kawasan peribadatan (Tanan,
lingkungan di kawasan perkotaan. Wibowo, dan Tinumbia 2017).
Pengembangan TOD ditujukan untuk Makalah ini merupakan analisis nilai
mengatasi permasalahan kemacetan melalui walkability pada area pengembangan kawasan
integrasi sistem jaringan transportasi massal, TOD yang memiliki kaitan sangat erat dengan
selain itu diproyeksikan untuk mengurangi peningkatan walkability. Makalah ini bertujuan
penggunaan kendaraan pribadi dan mendorong untuk mengetahui nilai walkability dan
orang untuk berjalan kaki, serta menggunakan mengetahui metoda evaluasi fasilitas pejalan
kendaraan umum seperti KRL, BRT dan MRT. kaki menggunakan Global Walkability Index
TOD telah diatur dalam norma, standar, (GWI).
prosedur dan kriteria oleh pemerintah pusat
maupun daerah. Peraturan Menteri ATR/Kepala
BPN No. 16 tahun 2017 tentang Pedoman
Pengembangan Kawasan Berorientasi Transit.
Konsep TOD sudah direncanakan di lima
kawasan stasiun potensialnya sebagai pelopor
di Jakarta, yaitu Dukuh Atas adalah kawasan
TOD pertama yang sudah di bangun di
Indonesia sebagai Poros Transit Internasional
yang sudah terbangun, Istora Senayan sebagai
kolase aktivitas di Jakarta Pusat, Blok M -

Analisis nilai walkability pada fasilitas pejalan kaki di kawasan


Transit Orientid Development (TOD) (Agah M. Mulyadi) 117
Sebuah kota layak mendapatkan persepsi
positif pada saat kondisi berjalan kaki dapat
dilakukan dengan nyaman dan menarik. Desain
model lingkungan telah direncanakan
mengikuti konsep walkability, pemilihan moda
transportasi berjalan kaki menjadi salah satu
indikator yang perlu dipertimbangkan untuk
menjadikan suatu wilayah menjadi liveable city.
Idealnya jalur pejalan kaki berada pada
radius area pemukiman dan perkantoran,
sehingga dapat diamanfaatkan untuk berbagai
aktifitas, seperti bersantai, rekreasi, olahraga,
kegiatan budaya, dan pendidikan. Area berjalan
kaki dalam perancanaan dan pembangunannya
diharapkan memiliki aksesibilitas yang cukup
baik yakni memiliki jalan dengan kondisi baik
dan dapat ditempuh dengan berjalan kaki dari
Sumber: Dokumentasi Survei (2019) pemukiman warga dan kompleks perkantoran
Gambar 1. Integrasi stasiun kereta api (MRT, KRL ataupun dengan kendaraan umum yang
commuter line dan kereta bandara) terintegrasi (Sjamsu 2017).
Nilai walkability pada fasilitas pejalan
kaki dipengaruhi oleh lima belas elemen yang
membuat berjalan menjadi mudah, nyaman dan
aman (Ujang 2014). Lima belas elemen tersebut
adalah sebagai berikut:
1) Dekat dengan jalur kendaraan umum/halte
bus (close to an LRT/Bus/Taxi station)
2) Mudah untuk terhubung dengan tujuan
(Easy to connect with my destination)
3) Jalur trotoar yang jelas dan terarah
(Directness of walkways/routes)
Sumber: Dokumentasi Survei (2019) 4) Dekatnya jarak ke titik transit (proximity to
Gambar 2. Pemasangan papan petunjuk arah bagi transit points)
pejalan kaki (wayfinding) 5) Tersedianya rute alternatif (Availability of
alternative routes)
6) Kelancaran jalur (Continuity of
KAJIAN PUSTAKA walkways/routes)
Konsep Walkability 7) Fasilitas pejalan kaki (Pedestrian
Walkability disebut juga dengan facilities)
kelayakan berjalan adalah interaksi antara 8) Kondisi trotoar (Condition of pavement)
fasilitas pejalan kaki dan dukungan untuk 9) Rambu jalur pejalan kaki (Walking routes
lingkungan pejalan kaki secara keseluruhan signage)
(Krambeck 2006). Teori lain mengatakan 10) Berjalan bebas hambatan (Walking freely
bahwa walkability adalah kondisi sejauh mana with less obstruction)
suatu lingkungan memiliki kesan ramah 11) Rasa menyenangkan untuk berjalan
lingkungan terhadap para pejalan kaki (New (Pleasantness of walking)
Zealand Transport Agency 2007). Lingkungan 12) Daya tarik visual (Visual attractiveness)
pejalan kaki harus memudahkan para 13) Kenyamanan berjalan (Comfort of
masyarakat dalam mengakses dan bersifat walking)
aman, dan tidak menyulitkan pejalan kaki dan 14) Aman dari kejahatan (Safety of crime)
penghuni daerah sekitarnya (Leather et al. 15) Aman dari gangguan arus lalu lintas
2011). (Safety of traffic)

118 Jurnal Jalan-Jembatan, Volume 37 No. 2 Juli-Desember 2020: 116-129


GWI mendeskripsikan mengenai konsep Selanjutnya untuk memudahkan
walkability yang terus dikembangkan pada penyajian pengolahan data, kesembilan
kota-kota di Asia dan memberikan cara untuk parameter tersebut diberikan kode P1 untuk
meningkatkan minat berjalan kaki (Krambeeck. parameter pengamatan konflik pejalan kaki
2006). Indeks walkability pada masing-masing dengan moda transportasi lainnya dan
kota dapat dipergunakan untuk seterusnya. Parameter ini dikembangkan dari
membandingkan karakter responden dan walkability indeks yang terdiri dari tiga
kondisi fasilitas pada kota tersebut, selanjutnya komponen yaitu keselamatan dan keamanan,
hasilnya dapat digunakan sebagai alat utuk kenyamanan, serta dukungan kebijakan. Hal ini
mengidentifikasi perbaikan dengan spesifik. diharapkan dapat membantu pembuat kebijakan
Asian Development Bank (ADB) dan pemerintah dalam peningkatan
melakukan penelitian mengenai metode infrastruktur untuk pejalan kaki.
penilaian walkability yang dibandingkan Nilai bobot dari setiap parameter diambil
dengan penelitian GWI, dimana GWI harus dari Walkability Surveys in Asian Cities (Gota
memasukan parameter jumlah pejalan kaki dan 2019). Parameter penilaian walkability dan nilai
panjang segmen jalan yang ditinjau. Jumlah bobot ditunjukkan pada Tabel 1.
pejalan kaki dan panjang segmen ruas yang Semakin tinggi nilai walkability
ditinjau berpengaruh terhadap indeks menggambarkan kinerja suatu kawasan yang
walkability. semakin baik mampu mengakomodir
Survei walkability pada penelitian ADB pergerakan pejalan kaki. Tingginya nilai
menggunakan sembilan parameter atau walkability juga menggambarkan
parameter pemeriksaan kondisi fasilitas pejalan kecenderuangan pergerakan kegiatan dapat
kaki dan sekitarnya serta kriteria pengendara dicapai dengan mudah dengan berjalan kaki dan
kendaraan bermotor (Leather et al. 2011). tidak membutuhkan kendaraan bermotor,

Tabel 1. Parameter Penilaian Walkability dan Nilai Bobot


No Parameter pengamatan Kode Keterangan Bobot
Konflik yang dihadapai pejalan kaki pada saat
Konflik pejalan kaki dengan
1 P1 berjalan dengan moda transportasi lainnya, seperti 15
moda transportasi lainnya
sepeda, sepeda motor dan mobil.
Ketersediaan dan kondisi jalur pejalan kaki baik
Ketersediaan lajur pejalan
2 P2 pemeliharaan, kualitas perkerasan maupun 25
kaki
kebersihannya.
Ketersediaan fasilitas penyeberangan (zebra cross, 10
3 Ketersediaan penyeberangan P3 JPO dan terowongan) untuk menyeberang dengan
aman.
Keselamatan penyeberangan meliputi resiko yang
timbul saat menyeberang, waktu menunggu dan
4 Keselamatan penyeberangan P4
menyeberang jalan serta waktu yang cukup untuk 10
menyeberang di simpang bersinyal.
Perilaku pengendara kepada pejalan kaki berupa
Perilaku pengendara
5 P5 memberikan prioritas kepada pejalan kaki di tempat 5
kendaraan bermotor
penyeberangan maupun ruang pejalan kaki.
Ketersediaan fasilitas pendukung seperti rambu dan
marka, peneduh dan lainnya dimana fasilitas
6 Fasilitas pendukung P6
pendukung ini memberikan peningkatan kenyamanan 10
lingkungan bagi pejalan kaki.
Infastruktur penunjang Ketersediaan, posisi dan pemeliharaan infastruktur 10
7 P7
kelompok penyandang cacat untuk penyandang cacat.
Adanya penghalang permanen dan sementara pada 10
8 Penghalang P8
jalur pejalan kaki.
Persepsi rasa aman bagi pejalan kaki dari kejahatan 5
9 Keamanan dari kejahatan P9
terutama pada malam hari.

Sumber: Leather et al. (2011) dan Gota (2009)

Analisis nilai walkability pada fasilitas pejalan kaki di kawasan


Transit Orientid Development (TOD) (Agah M. Mulyadi) 119
Begitu pula sebaliknya semakin rendah Walkability Index (GWI). Pada pelaksanaan metoda
nilai walkability menggambarkan bahwa tersebut, proses penilaian yang dilakukan hanya
pergerakan kegiatan di kawasan tersebut harus membutuhkan data survei lapangan dari berbagai
dilakukan dengan menggunakan kendaran variabel. Variabel-variabel survei yang dimaksud
bermotor karena tidak memadainya fasilitas adalah konflik di jalur pejalan kaki, keamanan dari
pejalan kaki yang menyebabkan pejalan kaki tindak kejahatan, keselamatan penyeberang jalan,
kesulitan melakukan pergerakan. Ukuran perilaku pengendara kendaraan bermotor terhadap
standar nilai walkability telah ditentukan pejalan kaki, pemeliharaan dan kebersihan, dan
berdasarkan walkability survey in Asian Cities ketersediaan infrastruktur penyeberangan. Kajian
yang ditunjukkan pada Tabel 2. walkability terdahulu di Indonesia menunjukkan
bahwa rata-rata nilai walkability yang didapat adalah
Tabel 2. Ukuran Standar Nilai Walkability beberapa fasilitas dapat dijangkau dengan berjalan
Nilai kaki dimana variabel-variabel yang memiliki nilai
Kinerja
No Walkability
1 90-100 Dalam melakukan kegiatan minimal adalah hambatan pada lajur berjalan dan
harian tidak membutuhkan tidak tersedianya fasilitas pendukung (fasilitas untuk
mobil kaum difable dan penerangan khusus pejalan kaki
2 70-89 Sebagian besar kegiatan pada malam hari). Variabel-variabel tersebut pada
dilakukan dengan berjalan
kaki penilaian walkability adalah berdasarkan persepsi
3 50-69 Beberapa fasilitas dapat pejalan kaki, peneliti, dan berdasarkan pada
dijangkau dengan berjalan perencanaan dan pelaksanaan konstruksi
kaki
4 25-49 Sedikit fasilitas yang dapat Transit Oriented Development (TOD)
di jangkau dengan berjalan
kaki
TOD merupakan pembangunan kembali
5 0-24 Hampir semua kegiatan kawasan terpadu dari kawasan lama yang
memerlukan mobil berada di lokasi jalur-jalur transportasi utama
Sumber: Gota (2009) seperti jalur kereta api, busway dan lainnya.
Pembangunan TOD pun dilakukan dengan
Kajian Walkability Terdahulu mengembangkan kawasan berfungsi campuran
Konsep walkability atau dapat disebut (mixed use) antara fungsi hunian, komersil dan
juga walkability merupakan konsep penilaian perkantoran dimana pusat kawasannya berada
yang berorientasi pada prasarana dan evaluasi di stasiun kereta, MRT dan stasiun bus. TOD
fasilitas pejalan kaki berdasarkan perspektif secara konsep adalah metode penanganan area
dari pejalan kaki. Untuk memastikan berjalan transit dengan tujuan menurunkan penggunaan
kaki menjadi pilihan moda transportasi pada kendaraan bermotor dan meningkatkan pejalan
perjalanan jarak dekat, maka evaluasi mengenai kaki, pengguna transit serta perbaikan kualitas
kualitas dari kondisi fasilitas pejalan kaki yang lingkungan.
ideal diperlukan. Konsep TOD bertujuan untuk
Konsep penilaian walkability diperlukan, memberikan alternatif pemecahan masalah
karena secara spesifik dapat mengidentifikasi pertumbuhan kota metropolitan terbentuk
karakteristik jalur pejalan kaki. Untuk itu, menggunakan auto oriented development.
memudahkan dalam menyusun evaluasi Kawasan mix used yang tertata dengan baik,
perbaikan. yaitu berjalan kaki dalam waktu lima sampai
Kajian walkability yang telah dilakukan dengan lima belas menit pada area-area transit
pada fasilitas pejalan kaki kota-kota di diharapkan memberikan manfaat berupa dapat
Indonesia dengan tipe kawasan bervariatif di terjadinya pergerakan fokus internal antara
antaranya kawasan pendidikan, kawasan hunian, perkantoran dan fungsi-fungsi lain
perumahan, dan kawasan lainnya dengan dalam sebuah kawasan yang tersentralisasi.
mayoritas metode penilaian yang digunakan Pola pergerakan ini diharapkan dapat
menggunakan GWI. Kajian mengenai penilaian mendorong orang untuk menggunakan fasilitas
walkability terdahulu ditunjukkan pada Tabel 3. transit dibandingkan dengan kendaraan pribadi
Mayoritas analisis walkability penelitian yang dapat berdampak pada pengurangan
terdahulu menunjukkan penggunaan metoda Global kemacetan.

120 Jurnal Jalan-Jembatan, Volume 37 No. 2 Juli-Desember 2020: 116-129


Tabel 3 Kajian Walkability Terdahulu di Indonesia
No Penulis Judul Makalah Lokasi Hasil Walkability
1 Yoppie Analisis Walkability Kota Menggunakan metode GWI, nilai walkability Pada
(2013) Index pada Kawasan Depok Jalan Margonda Depok atau kawasan Pendidikan
Pendidikan Jalan adalah sebesar 32,5 atau termasuk zona kriteria
Margonda Depok sedikit fasilitas yang dapat terjangkau dengan
berjalan kaki
2 Ridhani Walkability Index of Kawasan Menggunakan metode GWI, trotoar ruas Jalan Jend.
dan Sidewalk In Poros Merdeka- Sudirman memiliki skor walkability yang paling
Christanto Medan Merdeka- Thamrin- tinggi, yakni 89, sedangkan trotoar ruas Jalan Medan
(2015) Thamrin- Sudirman Merdeka dan Jalan MH. Thamrin secara berurutan
Sudirman Jakarta Jakarta adalah 64 dan 71. Walkability pada kawasan
perdagangan, jasa/pelayanan, pemerintahan,
pendidikan, rekreasi dan perkantoran.
3 Tanan et Pengukuran Kota Menggunakan metode GWI, kawasan pendidikan
al., (2015) Walkability Index Semarang memperoleh walkability index tertinggi (70,64),
Pada Ruas Jalan di yang diikuti oleh kawasan perbelanjaan (68,03),
Kawasan Perkotaan perkantoran (68,16), dan peribadatan (67,42)
4 Maria C. Penilaian Walkability Kota Menggunakan metode GWI, walkability score pada
Endarwati, Score Index pada Malang Pusat Pelayanan Kota Malang memiliki walkability
et al Pusat Pelayanan score 37,4 yang berarti Pusat Pelayanan Kota
(2018) dalam Menuju Malang memiliki kriteria fasilitas terbatas untuk
Kota Malang dijangkau dengan
Berkelanjutan berjalan kaki.
5 Hendra Kajian Tingkat Kota Menggunakan metode GWI, sehingga secara
Triantoro Walkability Pada Makasar keseluruhan mulai dari jalan Penghibur, Ujung
(2018) Jalur Padestrian Di Pandang, Riburane, dan Ahmad Yani memiliki
Ruas indeks walkability dengan parameter menengah atau
Jalan Utama Pusat waiting to walk, dengan nilai rata-rata walkability
Kota Makassar sebesar 57,1625
6 Revy Walkability Index Di Kota Menggunakan metode GWI, tidak disebutkan nilai
Safitri Kawasan Pangkal walkability, penilaian dilakukan berdasarkan
(2019) Perdagangan Pinang parameter atau parameter walkability 6 dari 9
Kota Pangkalpinang paramater berada di parameter merah yang bisa
diartikan sebagian besar parameter berada pada
kondisi kurang baik.
7 Worwor et Urban Walkability di Kota Menggunakan metode GWI, tidak terdapat nilai
al (2019) Kota Manado Manado walkability. Disimpulkan bahwa masyarakat setuju
jika mereka merasa nyaman untuk berjalan kaki
(walkable) di Kecamatan Mapanget dengan rata-rata
presentase kenyamanan di Kecamatan Mapanget
adalah 72,4% dari total nilai presentase 100%.

Penerapan konsep TOD yang dan ketentuan yang harus dipenuhi diantaranya
diaplikasikan di Indonesia masih belum sesuai aspek walk, aspek transit, aspek mix dan aspek
dengan konsep TOD itu sendiri. TOD di desify (Institute for Transportation
Indonesia banyak dikembangkan oleh Development Policy 2013).
pembangunan area hunian seperti membangun Konsep TOD dapat diartikan sebagai
apartemen dan gedung bisnis yang berdekatan pengembangan suatu wilayah yang berorientasi
dengan stasiun kereta. Padahal banyak indikator transit yang lebih mengedepankan perpindahan

Analisis nilai walkability pada fasilitas pejalan kaki di kawasan


Transit Orientid Development (TOD) (Agah M. Mulyadi) 121
antarmoda transportasi (transit) dengan berjalan pejalan kaki berkebutuhan khusus dan juga
kaki atau upaya yang tidak menggunakan pemilihan konstruksi atau bahan harus
kendaraan bermotor. Salah satu contoh memenuhi syarat keamanan dan relatif mudah
penerapan TOD Negara lain adalah di Belanda dalam pemeliharan
pada Kota Rotterdam Kawasan Blaak. Blaak Pedoman ini dapat digunakan untuk
merupakan pusat kota Rotterdam dimana mengevaluasi fasilitas pejalan kaki yang masih
terdapat fungsi kawasan campuran, baik fungsi dalam tahap perencanaan maupun telah
komersil, residensial maupun perkantoran. Di terbangun. Hal ini dilakukan dengan cara
kawasan ini juga terdapat stasiun kereta yang memeriksa kontinuitas dan persyaratan teknis
menghubungkan Rotterdam dengan kota lain masing-masing pejalan kaki.
yaitu Kota Delft. Jalur kereta pada stasiun Blaak
difungsikan juga sebagai jalur metro atau kereta
HIPOTESIS
bawah tanah yang menjadi jaringan antara area
di dalam kota Rotterdam. Kawasan Blaak juga Nilai walkability pada fasilitas pejalan
dilengkapi dengan ruang publik berupa plaza kaki di ruas jalan di dalam kawasan transit
dan taman dan pop-up market. Kawasan Blaak antarmoda transportasi yang terintegrasi dapat
memiliki mayoritas variable dan pemenuhan dijadikan model evaluasi fasilitas pejalan kaki
ketentuan yang merupakan unsur utama dalam menentukan keberhasilan penerapan
pengembangan konsep TOD terutama jalur konsep TOD.
pedestrian dan sepeda yang memudahkan
pergerakan dengan tanpa menggunakan METODOLOGI
kendaraan bermotor (Annabel, 2019).
Konsep TOD diterapkan di kawasan Metode yang di gunakan dalam
Dukuh Atas dengan dibangunnya fasilitas penelitian ini adalah metode penelitian
pejalan kaki untuk mendukung penggunaan kualitatif, karena Global Walkability Index
fasilitas transportasi umum yang berada pada (GWI) merupakan penelitian yang bersifat
satu kawasan. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta persepsional atau persepsi dari peneliti untuk
menggunakan delapan prinsip TOD, yaitu menilai walkability pada lokasi penelitian, dan
fungsi campuran, kepadatan tinggi, peningkatan berdasarkan pedoman GWI, disebutkan bahwa
kualitas konektivitas, peningkatan kualitas analisis yang digunakan adalah analisis
hidup, keadilan sosial, keberlanjutan kualitatif yang merupakan penilaian tentang
lingkungan, ketahanan infrastruktur, dan kondisi berjalan termasuk keselamatan,
pembaruan ekonomi (PT MRT Jakarta, 2019). keamanan, dan kenyamanan lingkungan pejalan
kaki.
Lokasi penelitian yang dipilih adalah
Pedoman Puslitbang Jalan dan Jembatan kawasan Dukuh Atas, kawasan ini dipilih
Puslitbang Jalan dan Jembatan telah karena merupakan kawasan dengan penerapan
mengeluarkan Pd 03-2017-B pedoman konsep TOD pertama di Jakarta dan menjadi
perencanaan teknis fasilitas pejalan kaki. pusat transit moda transportasi umum. Moda
Pedoman tersebat mengatur perhitungan lebar transportasi umum yang saling terkoneksi pada
trotoar dan penentuan tipe fasilitas kawasan Dukuh Atas, antara lain adalah kereta
penyebrangan sebidang maupun tidak sebidang. bandara, kereta commuter line, bus BRT
Pada pedoman perancangan teknis fasilitas Transjakarta, kereta MRT, dan bus non BRT
pejalan kaki harus memenuhi aspek metrotrans. Terdapat tiga lokasi yang menjadi
keterpaduan sistem, kontinuitas, keselamatan, koneksi antar transportasi umum pada kawasan
keamanan dan kenyamanan, aksesibilitas dan Dukuh Atas, yaitu Jalan Tanjung Karang, Jalan
material yang mudah dipelihara. Blora dan Terowongan Kendal.
Pada pedoman tersebut prinsip Pengambilan data persepsi dilakukan
perencanaan teknis fasilitas pejalan kaki harus dengan cara kuesioner dan wawancara terhadap
memenuhi kriteria pemenuhan kebutuhan pejalan kaki yang melintas pada 5 hari kerja,
kapasitas (demand), memenuhi ketentuan yaitu pada tanggal 30 September - 4 Oktober
kontinuitas dan memenuhi persyaratan teknis 2019. Lokasi penelitian adalah Jalan Tanjung
aksesibilitas bagi semua pengguna termasuk Karang, Jalan Blora dan Terowongan Kendal.

122 Jurnal Jalan-Jembatan, Volume 37 No. 2 Juli-Desember 2020: 116-129


Jumlah responden yang diberikan kuesioner dan membutuhkan perbaikan, yaitu pada area
diwawancara berjumlah 90 pejalan kaki, dengan nilai walkability rendah padahal jumlah
dengan pembagian waktu pengambilan data pejalan kaki relatif tinggi. Namun demikian,
pagi, siang dan sore dengan asumsi data yang telah diketahui data pejalan kaki pada kawasan
didapat bervariatif. TOD Dukuh Atas. Data tersebut adalah: volume
Pada makalah ini penulis tidak rata-rata pejalan kaki adalah pada jalan Kendal
memasukan faktor jumlah pejalan kaki dan sebanyak 15 pejalan kaki per 5 menit, pada jalan
panjang segmen ruas fasilitas pejalan kaki, Blora sebanyak 47 pejalan kaki per 5 menit dan
dikarenakan diasumsikan bahwa tingkat kondisi pada Terowongan Kendal adalah sebanyak 229
infastruktur tidak dapat digunakan sebagai pejalan kaki per 5 menit pada jam puncak
parameter untuk menilai walkability. (Mulyadi 2020).
Penghitungan jumlah pejalan kaki dan panjang
ruas periksa digunakan dalam mengidentifikasi
area-area prioritas yang diidentifikasi

Gambar 3. Denah lokasi penelitian (Dukuh Atas)

setiap lokasi penelitian, sesuai dengan hasil


Metoda walkability score
penilaian responden.
Pengambilan data persepsi atau penilaian
Walkability score didapatkan dengan
dilakukan dengan memberikan kuesioner dan
menggunakan dua rumus. Rumus pertama
wawancara kepada pejalan kaki dengan
adalah menghitung nilai rata-rata setiap
menggunakan parameter seperti pada Tabel 1.
parameter yang dibagi dengan tiga karena
Setiap segmen dinilai dengan nilai 1 sampai
terdapat tiga lokasi yang menjadi pengamatan
dengan nilai 5 untuk masing-masing parameter
penelitian. Rumus kedua adalah rumus
dimana skor 1 adalah skor yang terendah atau
walkability score, yaitu nilai parameter
kondisi terburuk dan skor 5 adalah skor yang
dikalikan dengan masing-masing bobot
tertinggi atau kondisi terbaik.
(Christiana, 2017)
Pada pengolahan data hasil nilai yang
dapat diubah dengan nilai 20 sampai dengan Nilai rata-rata parameter …………………..(1)
100 dengan kelipatan 20, jadi nilai 1 sama 𝛴𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑃𝑎𝑟𝑎𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟𝑛 𝑥 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑃𝑎𝑟𝑎𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟𝑛
dengan 20 dan nilai 5 sama dengan 100. Nilai =
𝑛
yang dihasilkan kemudian dikalikan dengan
bobot tiap parameter walkability yang diambil Walkability Score ………………………….(2)
dari Tabel 1. Selanjutnya penilaian walkability 𝛴𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑃𝑎𝑟𝑎𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟𝑛 𝑥 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡𝑛
=
dilakukan sesuai dengan metode walkability 𝛴𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡
scoring guide yang diambil dari Tabel 2 untuk

Analisis nilai walkability pada fasilitas pejalan kaki di kawasan


Transit Orientid Development (TOD) (Agah M. Mulyadi) 123
Pada penelitian ini nilai walkability yang Selanjutnya hasil analisis berupa nilai
diukur adalah nilai walkability tiap lokasi yaitu rata-rata walkability untuk masing-masing
pada Jalan Tanjung Karang, Jalan Blora dan parameter pada kawasan Dukuh Atas. Nilai
Terowongan Kendal, untuk mengetahui secara rata-rata tertinggi parameter walkability pada
detail nilai dari masing-masing parameter area TOD Dukuh Atas, yaitu pada parameter P7
secara detail pada tiap lokasi. Selanjutnya yaitu infastruktur penunjang kelompok
adalah pengukuran nilai walkability pada penyandang cacat. Hal ini menunjukkan bahwa
kawasan Dukuh Atas dengan data yang dipakai, infastruktur untuk penyandang cacat tersedia
yaitu data rata-rata per parameter dari setiap dan dalam kondisi baik. Ketersediaan
lokasi. Setelah mendapatkan walkability score, infastruktur ini sejalan dengan posisi dan
maka dapat dideskripsikan kinerja secara pemeliharaan yang baik termasuk kelandaian
kualitatif suatu kawasan tentang kenyamanan jalur pejalan kaki (ramps), pegangan tangan
transportasi dengan berjalan kaki sesuai dengan (hand rail), permukaan perkerasan khusus
Tabel 2. untuk difable yang mudah diakses oleh kursi
Selanjutnya untuk metoda evaluasi roda dan orang (tunanetra) bertongkat.
fasilitas pejalan kaki dilakukan dengan
Nilai walkability di bawah rata-rata
mengkaji tahapan metode dengan global
adalah pada parameter P3 dan P4 atau
walkability index. Selain itu, data-data yang
ketersediaan dan keselamatan penyeberangan,
dibutuhkan dalam melakukan metode tersebut.
serta parameter P5, yaitu perilaku kendaraan
bermotor. Parameter ini memberikan gambaran
pengendara kendaraan bermotor tidak
HASIL DAN ANALISIS
memberikan prioritas kepada pejalan kaki baik
Walkability di tempat penyeberangan maupun pada ruang
Hasil analisis didapatkan nilai pejalan kaki. Nilai rata-rata parameter P5 atau
walkability pada Area Dukuh Atas secara perilaku kendaraan bermotor pada area Dukuh
keseluruhan adalah sebesar 93,41 termasuk ke Atas adalah sebesar 77. Hal ini berarti
dalam ukuran nilai walkability dengan predikat pengendara sering kali memperlambat
baik sekali atau dalam melakukan kegiatan kendaraannya untuk pejalan kaki.
harian tidak memerlukan mobil. Begitu pun Nilai parameter walkability yang di
pada masing-masing lokasi yang ditinjau pada bawah rata-rata pada area Dukuh Atas adalah
area Dukuh Atas, yaitu Jalan Tanjung Karang parameter fasilitas pendukung, dengan nilai 85
dan Terowongan Kendal memiliki nilai atau terdapat beberapa fasilitas pendukung bagi
walkability berturut-turut 96,33 dan 98,00 yang pejalan kaki (4 jenis). Contoh fasilitas
berarti kedua jalan tersebut memiliki nilai pendukung yang seharusnya ada pada area TOD
ukuran baik sekali atau dalam melakukan adalah kursi, lampu penerangan khusus pejalan
kegiatan harian tidak memerlukan mobil. kaki, kalur hijau, peneduh (pohon), marka, halte
Sedangkan Jalan Blora memiliki ukuran nilai dan bangunan pembatas dengan kendaraan
baik sebesar 85,90 yang berarti sebagian besar bermotor. Sedangkan fasilitas yang tidak
kegiatan dilakukan dengan berjalan kaki. ditemukan pada area Dukuh Atas menurut
Rekapitulasi nilai walkability pada kawasan responden adalah jenis fasilitas peneduh dan
Dukuh Atas ditunjukkan pada Tabel 4. tempat sampah yang membuat kenyamanan
Tabel 4. Nilai walkability lokasi penelitian area berjalan kaki berkurang. Nilai rata-rata
parameter walkability Dukuh Atas ditunjukkan
No Lokasi Walkability pada Gambar 4.
Nilai rata-rata tertinggi walkability
1 Jalan Tanjung Karang 96,33
di Jalan Tanjung Karang, Jalan Blora dan
2 Jalan Blora 85,90 Terowongan Kendal adalah infastruktur
penunjang kelompok penyandang cacat (P7).
3 Terowongan Kendal 98,00
Salah satu penataan yang dilakukan di lokasi
4 Area Dukuh Atas 93,41 penelitian untuk meningkatkan nilai walkability
adalah dengan membangun jalur pemandu dan
jalur peringatan pada jalur pejalan kaki.

124 Jurnal Jalan-Jembatan, Volume 37 No. 2 Juli-Desember 2020: 116-129


Gambar 4. Grafik nilai rata-rata parameter walkability

Gambar 5. Grafik Nilai Walkability Area Dukuh Atas Per Tempat Pengamatan

Jalur pemandu ini dibangun untuk menjadikan parameter ini memiliki nilai di
memandu penyandang cacat berjalan dengan bawah rata-rata adalah terdapatnya kendaraan
memanfaatkan tekstur ubin pengarah dan ubin ojek yang menunggu penumpang pada area
peringatan. Fasilitas lainnya yang telah penyeberangan.
dibangun di lokasi penelitian adalah handrail Pada Jalan Blora nilai parameter yang di
yang memiliki posisi dan ketinggian bawah rata-rata adalah parameter keselamatan
disesuaikan dengan pengguna kursi roda dan penyeberangan, perilaku kendaraan bermotor,
penyandang difable lainnya fasilitas pendukung dan terdapatnya
Nilai parameter walkability di bawah penghalang pada area berjalan kaki. Hasil
rata-rata pada lokasi pengamatan di Jalan penilaian responden keselamatan
Tanjung Karang adalah parameter ketersediaan penyeberangan memiliki nilai 71 atau sulit
dan keselamatan penyeberangan dan perilaku untuk memastikan bahaya yang ditimbulkan
pengendara kendaraan bermotor. Alasan yang untuk pejalan kaki. Sedangkan untuk penilaian

Analisis nilai walkability pada fasilitas pejalan kaki di kawasan


Transit Orientid Development (TOD) (Agah M. Mulyadi) 125
terhadap perilaku kendaraan bermotor adalah pengendara bermotor memperlambat
sebesar 50 atau pengendara tidak kendaraannya hanya jika terdapat pejalan kaki
memperlambat kendaraannya untuk para dengan jumlah yang banyak atau berkelompok.
pejalan kaki hanya membunyikan klakson yang Pada Terowongan Kendal parameter yang
sifatnya seperti mengintimidasi. memiliki nilai terbesar adalah parameter
ketersediaan infastruktur bagi penyandang
cacat dan ketersediaan, serta kebersihan jalur
pejalan kaki.

Metode Evaluasi Fasilitas Pejalan Kaki


Pedoman Puslitbang Jalan dan Jembatan
Pd 03-2017-B menunjukan bahwa pedoman
tersebut merupakan pedoman untuk
merencanakan berbagai fasilitas pejalan kaki.
Fasilitas-fasilitas tersebut untuk di kawasan
pemukiman, kawasan pedagangan dan kawasan
antar moda. Pedoman tersebut belum
menujukkan metoda evaluasi walkability pada
kondisi eksisting suatu kawasan atau ruas jalan.
Gambar 6. Perilaku pengendara kendaraan Analisis walkability fasilitas pejalan kaki
bermotor suatu kawasan atau ruas jalan merupakan
Selanjutnya parameter pada Jalan Blora analisis yang mudah dilakukan dengan cara
yang memiliki nilai di bawah rata-rata adalah menanyakan persepsi masyarakat terhadap
fasilitias pendukung dengan nilai 68 atau kesediaan fasilitas pejalan kaki. Data yang pada
terdapat beberapa fasilitas pendukung bagi penelitian ini diambil di kawasan TOD Dukuh
pejalan kaki (3 jenis), hasil dari penilaian Atas.
responden mayoritas membutuhkan fasilitas Salah satu parameter yang berbeda
pendukung berupa tempat sampah dan adalah jika membandingkan antara global
bangunan peneduh. Parameter lainya pada Jalan walkability index dengan pedoman perencanaan
Blora dengan nilai di bawah rata-rata adalah fasilitas pejalan kaki Pd 03-2017-B. Terdapat
terdapatnya penghalang pada jalur pejalan kaki, perbedaan pada variabel lebar efektif trotoar
penilaian responden terhadap parameter ini dimana pada pedoman untuk berjalan minimal
adalah 76 atau lalu lintas pejalan kaki agak 1,5 m baik ketika terjadi hambatan ataupun
terganggu dikarenakan penghalang sementara. tidak, sedangkan pada global walkability index
minimal lebar efektif adalah 1 meter.

PEMBAHASAN
Nilai Walkability
Sebagai kawasan transit antarmoda
transportasi yang terintegrasi, fasilitas pejalan
kaki sangat diperlukan untuk meningkatkan
minat para pengguna antarmoda transportasi
dalam melakukan perjalanan.
Penataan area Dukuh Atas dengan
konsep TOD telah menunjukkan bahwa
Gambar 7. Penghalang sementara pada jalur pengguna moda transportasi publik dapat
pejalan kaki melakukan perjalanan transit dari moda satu ke
Selanjutnya pada Terowongan Kendal moda lainnya berjalan kaki nyaman (Gambar 4
memiliki satu parameter dengan nilai di bawah dan 8). Konsep walkability semakin mendorong
rata-rata yaitu perilaku pengendara kendaraan jumlah pengguna kendaraan umum di Jakarta
bermotor dengan nilai 94 atau perilaku

126 Jurnal Jalan-Jembatan, Volume 37 No. 2 Juli-Desember 2020: 116-129


yang pada akhirnya dapat mengurangi Penerapan konsep walkability di lokasi
kemacetan di jalan raya. transit antar moda adalah di Kawasan bandara
internasional Soekarno Hatta dimana perlunya
integrasi antar moda yang ada dalam kawasan
bandara, seperti kereta bandara, kereta kalayang
antar terminal, bus antar kota, bus dalam kota,
taksi, maupun transport daring. Selain itu di
kawasan stasiun kereta api di Jabodetabek juga
konsep walkability dapat diterapkan, terutama
di kawasan stasiun-stasiun transit seperti stasiun
Manggarai, stasiun Bekasi, stasiun Jatinegara
dan stasiun Kota dimana integrasi antar moda di
Gambar 8. Penataan fasilitas pejalan kaki di Jalan kawasan stasiun, yaitu moda kereta KRL, kereta
Tanjung Karang jarak jauh, busway, taksi, maupun ojek online.
Secara umum untuk meningkatkan
walkability terutama di tempat transit antar Metode Evaluasi Fasilitas Pejalan Kaki
moda, maka dalam merancang fasilitas pejalan Metode penilaian walkability sebagai alat
kaki harus dilihat dalam suatu jaringan yang evaluasi fasilitas pejalan kaki di suatu area
utuh, tidak lagi memandang secara parsial yang harus dilakukan dengan pendekatan subjektif
masing-masing berdiri sendiri. Perancangan dan obyektif. Pendekatan subyektif dilakukan
dengan mengutamakan pengalaman berjalan
secara menyeluruh haruslah mempertimbangan
kaki dan dari karakteristik lingkungan dengan
bagaimana pola pergerakan pejalan kaki untuk cara mengumpulkan persepsi responden terkait
berpindah antar moda. Aksesibilitas jalur infrastruktur pejalan kaki. Pendekatan obyektif
pejalan kaki dirancang dengan konsep dilakukan dengan mengevaluasi dampak dari
kontinuitas (berkelanjutan) yang ciri kota terhadap kegiatan berjalan kaki.
menghubungkan simpul-simpul transit antar Dalam melakukan penilaian tersebut, ke
moda transportasi. depannya perlu adanya pedoman penilaian
Fasilitas pejalan kaki harus mudah walkability dengan beberapa parameter sudah
digunakan oleh semua kalangan terutama kaum disesuaikan dengan kondisi yang ada di
rentan seperti orang tua, anak kecil dan kaum Indonesia. Hal ini dimaksudkan agar terdapat
disabilitas. Selanjutnya untuk lebih kesesuaian standar yang berlaku dan kesesuaian
meningkatkan aspek lain walkability seperti prilaku pengguna jalan di Indonesia
aspek estetika juga perlu diperhatikan seperti Global Walkability Index (GWI) sebagai
desain lampu pedestrian, bangku, bollard, salah satu cara untuk menilai walkability pada
tanaman, papan petunjuk arah (wayfinding) suatu area. Indeks walkability di kota-kota di
haruslah dirancang dengan menarik tanpa Indonesia dapat dicari dan dipergunakan untuk
mengurangi aspek kenyamanan dan membandingkan karakter responden dan
keamanannya. Dengan demikian, dapat kondisi fasilitas pada kota tersebut. Hasil
mendorong minat orang untuk berjalan kaki dan perbandingan dapat digunakan sebagai alat utuk
dapat meningkatkan interaksi sosial dan budaya mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan
antar warga. dengan spesifik.
Berdasarkan hasil rata-rata nilai Model evaluasi fasilitas pejalan kaki atau
walkability di Dukuh atas sebesar 93,4. Sebagai penilaian walkability dilakukan dengan cara
pembanding dengan hasil kajian Walkability menilai kontinuitas dan standar fasilitas pejalan
seperti rata-rata walkability di kota Semarang kaki yang telah ada dengan menggunakan
untuk kawasan pendidikan 70,64, kawasan Pedoman Puslitbang Jalan dan Jembatan Pd 03-
perbelanjaan 68,03, kawasan perkantoran 2017-B. Penilaian selanjutnya adalah dengan
68,16, dan kawasan peribadatan 67,42 (Tanan, menggunakan persepsi dari pejalan kaki dalam
Wibowo, dan Tinumbia 2017). Hasil studi melakukan perjalanan yang dinilai melalui
lainnya di kota Makasar untuk kawasan parameter pengamatan beserta bobot setiap
perdagangan adalah 48,7 dan kawasan wisata parameter. Hasil dari penilaian persepsi adalah
adalah 67,15 (Triantoro, 2018).

Analisis nilai walkability pada fasilitas pejalan kaki di kawasan


Transit Orientid Development (TOD) (Agah M. Mulyadi) 127
menyandingkan dengan ukuran standar terintegrasi yang harus dilalui pejalan kaki yang
walkability. akan mendorong orang untuk melakukan
Penilaian persepsi tersebut masih kegiatan berjalan kaki sebagai alat transportasi
menggunakan data dari luar Indonesia. Data sehari-hari. Kedepannya aspek-aspek ini perlu
parameter pengamatan, bobot setiap parameter lebih diatur secara teknis.
(Leather et all 2011) dan ukuran standar nilai
walkability yang diambil dari kota-kota di Asia UCAPAN TERIMA KASIH
Tenggara (Gota 2009). Data tersebut Penulis mengucapkan terima kasih
diperkirakan masih memungkinkan untuk kepada Dr. Ir. Hikmat Iskandar, M.Sc dan Dr.
digunakan di Indonesia mengingat ada Greece Maria Lawalata, ST., MT atas segala
kesamaan-kesamaan karakter lalu lintas dan masukannya dalam rangka perbaikan karya tulis
cuaca di negara-negara di Asia Tenggara. ini. Selanjutnya kepada segenap tim surveyor
dari Puslitbang Jalan dan Jembatan yang telah
KESIMPULAN DAN SARAN mengumpulkan data di area TOD Dukuh Atas
sehingga karya tulis ini dapat terwujud.
Kesimpulan
Pembangunan fasilitas pejalan kaki untuk
DAFTAR PUSTAKA
mendukung penerapan kawasan TOD Dukuh
Atas menunjukkan nilai walkability rata-rata Christiana, Nadia E. 2017. Pengembangan Jalur
sebesar 93,4 memiliki nilai walkability very Pejalan Kaki Dengan Konsep Walkable City
walkable. Nilai yang didapat dari pembenahan Koridor Dukuh Atas Jakarta Berdasarkan
aspek aksesibilitas yang mendukung konsep Preferensi Pengguna. Surabaya: Institut
Teknologi Sepuluh Nopember
TOD, yaitu menfasilitasi dengan nyaman Gota, Sudhir. 2009. Walkability Survey In Asian
pergerakan perpindahan orang dari satu moda Cities, Clean Air Initiative for Asian Cities
transportasi massal ke moda transportasi massal (CAI-Asia) Center. Ortigas Center,
lainnya dengan berjalan kaki sehingga tercipta Philippines: ADB.
sistem jaringan yang terintegrasi. Hadi, Rian FA. 2015. Walkability dan Faktor-faktor
Penataan kawasan Dukuh Atas dapat yang Mempengaruhi Mahasiswa untuk
dijadikan rujukan untuk menata kawasaan Berjalan Kaki pada Pusat Pendidikan Tinggi
transit antarmoda transportasi yang terintegrasi Jawa Barat di Jatinangor. 4(2):449-458.
yang sesuai dengan TOD yang ramah bagi Institute for Transportation Development Policy.
pejalan kaki di Indonesia. Dengan demikian 2013. TOD Standard. New York: ITDP)
Indonesia. 2018. Pedoman Perencanaan Fasilitas
tercapai pemecahan permasalahan kemacetan Pejalan Kaki. SE Menteri PUPR
melalui integrasi sistem jaringan transportasi 02/SE/M/2018. Pd 03-2017-B: Kementerian
massal. Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat,
Metode evaluasi fasilitas pejalan kaki Jakarta.
dengan penilaian walkability belum Indonesia. 2017. Peraturan Menteri ATR/Kepala
distandarkan di dalam pedoman. Namun BPN. Pedoman Pengembangan Kawasan
demikian, beberapa metode yang telah ada Berorientasi Transit. Jakarta: Kementerian
dapat dijadikan bagian dalam pedoman ATR/Kepala BPN.
penilaian walkability. Sebagai contoh, Jakarta. 2012. Peraturan Daerah No. 1 Tahun 2012
penggunaan Global Walkability Index (GWI) tentang RTRW DKI Jakarta. Jakarta:
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
dengan data parameter dan standar nilai Jakarta. 2014. Peraturan Daerah No.1 Tahun 2014
walkability yang didasarkan pada kota-kota di tentang RDTR dan Peraturan Zonasi DKI
Asia Tenggara yang memiliki karakter hampir Jakarta. Jakarta: Pemerintah Provinsi DKI
sama dengan di Indonesia. Jakarta.
Jakarta. 2017. Peraturan Gubernur No.44 Tahun
Saran
2017 tentang Penembangan Kawasan TOD.
Berbagai peraturan dan pedoman yang terkait Jakarta: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
dengan fasilitas pejalan kaki di Indonesia masih Krambeck. H. 2006. Global Walkability Index.
fokus kepada aspek fasilitas pejalan kaki secara http://dspace.mit.edu/handle/1721.1/34409
parsial dan masih belum fokus mengenai Leather, J., Herbert Fabian, Sudhir Gota, dan
bagaimana keseluruhan kawasan yang Alvin Meija. 2011. Walkability and

128 Jurnal Jalan-Jembatan, Volume 37 No. 2 Juli-Desember 2020: 116-129


Pedestrian Facilities in Asian Cities. Metro Southworth, Michael. 2005. Designing the Walkable
Manilla: ADB Sustainable Development City. Journal of Urban Planning and
Working Paper Series. Development 131(4): 246-257.
Mulyadi, Agah M. 2020. Tingkat Pelayanan Fasilitas Tanan, N., Wibowo, S. S., dan Tinumbia, N. 2017.
Pejalan Kaki Di Kawasan Transit Oriented Pengukuran Walkability Index pada Ruas
Development Dukuh Atas Jakarta. Jurnal Jalan di Kawasan Perkotaan. Jurnal Jalan-
HPJI 6 (2): 139-150. Jembatan 34(2): 115–127.
New Zealand Transport Agency. 2007. Pedestrian Triantoro, Hendra. 2018. Kajian Tingkat Walkability
Planning and Design Guide. Wellington: Pada Jalur Padestrian Di Ruas Jalan Utama
Land Transport New Zealand. Pusat Kota Makassar. Universitas
PT MRT Jakarta. 2019. Kawasan Berorientasi Hassanudin
Transit (TOD), https://jakartamrt.co.id/ Ujang, N., & Muslim, Z. 2014. Walkability and
id/kawasan-berorientasi-transit-tod attachment to tourism places in the city of
Rahardyan, A. 2019. Proyek Hunian TOD Stasiun Kuala Lumpur, Malaysia. Athens journal of
MRT Bisa Capai 500.000 Unit, Tourism, 2(1), 53-65.
https://jakarta.bisnis.com/read/20191113/38 Worwor, D. V., Kumurur, V. A., dan Lefrandt, L. I.
4/1170169/proyek-hunian-tod-stasiun-mrt- R. 2019. Urban Walkability di Kota Manado
bisa-capai-500.000-unit (Studi Kasus: Kec. Mapanget). Jurnal
Ridhani, C., dan Christanto, J. 2015. Walkability Spasial 6(1): 178-186.
Index of Sidewalk in Poros Medan Merdeka- Yoppie, R. 2013. Analisis Walkability Index Pada
Thamrin-Sudirman Jakarta. Jurnal Bumi Kawasan Pendidikan Jalan Margonda
Indonesia 4(3). Depok. Skripsi. Fakultas Teknik, Jurusan
Sjamsu, Arief Saleh dkk. 2017. Wujud Pelaksanaan Teknik Sipil, Universitas Indonesia, Depok.
Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH)
Melalui Optimalisasi Penyediaan Ruang
Terbuka Hijau Perkotaan. Prosiding Temu
Ilmiah IPLBI.

Analisis nilai walkability pada fasilitas pejalan kaki di kawasan


Transit Orientid Development (TOD) (Agah M. Mulyadi) 129

Anda mungkin juga menyukai