Anda di halaman 1dari 22

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Transit Oriented Development (TOD)
2.1.1 Pengertian Transit Oriented Development (TOD)
Pengertian TOD menurut Metropolitan Atlanta Rapid Transit Authority (MARTA) (2010),
ialah pembangunan di sekitar stasiun transit yang compact, bersemangat (vibrant), ramah
pejalan kaki dan benar-benar terintegrasi dengan transit. Dalam TOD, rancang bangun
perkotaan dan penggunaan lahan terintegrasi erat, efisien, dan mendukung moda-moda
perjalanan yang berorientasi pada manusia, seperti berjalan kaki, bersepeda, dan penggunaan
angkutan umum masal.
TOD menekankan pada mobilitas, konektivitas, walkability, bentuk perkotaan dan
penggunaan lahan campuran dengan kepadatan dan intensitas yang tinggi. Dengan adanya
TOD, berbagai penggunaan lahan dapat diakses dengan mudah oleh pejalan kaki, akibatnya
dapat mengurangi lalu lintas kendaraan bermotor sehingga dapat meningkatkan mobilitas
pejalan kaki, pesepeda maupun angkutan umum masal (Treasure Coast Regional Planning
Council (TCRPC), 2012).
TCRPC menetapkan bahwa, TOD adalah area pengembangan yang kompak dengan
kepadatan dan intensitas yang sedang hingga tinggi dan terdiri dari penggunaan lahan campuran
dalam radius setengah mil dari stasiun atau tempat transit. Salah satu pertimbangan utama
dalam konsep TOD adalah karakter pejalan kaki di area stasiun TOD, akses berjalan dari dan/ke
stasiun merupakan faktor yang utama. Tujuan utama TOD adalah untuk mengintensifkan
kegiatan pengembangan di Area Stasiun, terutama dalam Transit Core (radius seperempat mil
di sekitar stasiun). Ada pepatah transit yang menunjukkan "setiap perjalanan transit dimulai dan
berakhir sebagai pejalan kaki." Akibatnya, semakin banyak pejalan kaki mendukung
lingkungan area stasiun, semakin tinggi tingkat aktivitas, dan karenanya, semakin banyak
jumlah asal dan tujuan yang dapat diakses dari stasiun dengan berjalan kaki.
2.1.2 Prinsip Transit Oriented Development (TOD)
TOD memiliki prinsip memanfaatkan peruntukan lahan campuran berupa perumahan dan
perdagangan ataupun perkantoran yang direncanakan untuk memaksimalkan akses dan
penggunaan angkutan umum. Kawasan yang menggunakan konsep TOD mengonstruksi sistem
transportasi massal ke dalam kawasan terpadu (mix use) (Arif et al. 2017). TOD menjadikan
kawasan menjadi kompak dengan penggunaan lahan campuran (mixed-use), dimana
pembangunan dilakukan secara vertikal dengan KDB rendah dan KLB tinggi, sehingga mampu
commit to user
mencipakan kawasan untuk pejalan kaki dengan ketersediaan ruang publik yang signifikan dan

8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
didukung keberadaan integrasi transportasi multimoda yang menghubungkan antar pusat-pusat
aktivitas (Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) Kementerian PUPR, 2016).
Elemen penting dalam TOD menurut Cervero (2004) dalam Irvine (2009) yaitu
pembangunan atau pusat-pusat aktivitas akan ramah pejalan kaki, terdiri dari campuran
penggunaan lahan sebagai perumahan, komersial dan lainnya dengan kepadatan yang tinggi
yang berkumpul di sekitar dan masih dalam dalam jarak berjalan kaki dari stasiun transit.
Menurut Institute for Transportation & Develompent Policy (ITDP) dalam TOD Standard
v3.0 (2017) menjelaskan prinsip-prinsip transportasi perkotaan dan kunci penerapan TOD,
yakni pertama ialah berjalan kaki (Walk) yang berarti membangun lingkungan yang
mendukung kegiatan berjalan seperti infrastruktur pejalan kaki yang aman, nyaman, lengkap,
dapat diakses oleh semua, aktif dan hidup. Kedua, bersepeda (Cycle) yaitu memberikan
prioritas kepada jaringan transportasi bagi kendaraan non bermotor. Ketiga, menghubungkan
(Connect) yang berarti menciptakan jaringan jalan dan jalur pejalan kaki yang padat dalam arti
jalur pejalan kaki memiliki rute yang bervariasi, langsung, dan lebih pendek daripada rute
kendaraan. Keempat, angkutan umum (Transit) menempatkan pembangunan TOD di dekat
jaringan angkutan umum massal yang dapat diakses dengan berjalan kaki. Kelima, pembauran
(Mix) atau biasa juga disebut dengan penggunaan lahan campuran yaitu pembangunan dengan
tata guna lahan dan demografi bercampur yang berada pada jarak berjalan kaki yang pendek
dari tempat dimana orang tinggal dan bekerja, dan dilengkapi dengan ruang publik yang aktif
untuk waktu yang lama. Keenam, memadatkan (Densify) yang berarti mengoptimalkan
kepadatan ruang seperti ruang untuk pemukiman dan pekerjaan yang di sesuaikan dengan
kapasitas angkutan umum. Ketujuh, merapatkan (Compact) yaitu dengan membangun wilayah-
wilayah dengan jarak kebutuhan perjalanan yang pendek, yang dibangun di dalam atau di
sebelah area perkotaan terutama kenyamanan dalam perjalanan dalam kota. Kedelapan ialah
beralih (Shift) yang berarti pengurangan lahan yang digunakan untuk kendaraan bermotor.
MARTA (2010) menjelaskan bahwa pengembangan TOD yang baik dimulai dengan desain
dan perencanaan dari elemen transit. Salah satu fungsi terpenting dari TOD adalah untuk
menghubungkan sebanyak mungkin orang ke sebanyak mungkin kegiatan, layanan, dan tempat
dengan mudah. Berbagai jenis stasiun memiliki kesesuaian kepadatan bangunannya masing-
masing yang dapat diukur dari rasio luas lantai, unit hunian per acre, dan ketinggian bangunan.
TOD berarti membandingkan stasiun transit dan daerah sekitarnya dikembangkan pada skala
yang lebih besar, padat dan lebih kompak. Selain itu, TOD kaya akan beragam penggunaan
lahan campuran karena dapat menyeimbangkan aliran puncak pengendara pada sistem transit,
commit to user
dengan menggabungkan transit origins (asal) terutama perumahan dengan transit tujuan seperti
pekerjaan, toko, dan sekolah, pembangunan mixed-use memungkinkan sistem transit untuk
9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
membawa para penumpang di kedua arah dengan moda transportasi yang sama. Dan yang
terakhir ialah pendekatan baru untuk parkir, karena prinsip dasar dari TOD ialah untuk
menggantikan perjalanan mobil pribadi dengan perjalanan transit ataupun dengan berjalan kaki
dan bersepeda yang dihasilkan dari sinergi pengembangan kompak, mixed-use.
Implementasi konsep TOD di Indonesia sudah diatur oleh Peraturan Menteri Agaria dan
Tata Ruang No. 16 Tahun 2017 Tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Berorientasi
Transit, yang menjelaskan bahwa prinsip TOD mewujudkan kawasan campuran serta kawasan
padat dan terpusat yang terintegrasi dengan sistem transportasi massal yang terdiri aras
pengembangan kawasan dengan mendorong mobilitas berkelanjutan melalui peningkatan
penggunaan angkutan umum massal dan pengembangan fasilitas lingkungan untuk moda
transportasi tidak bermotor dan pejalan kaki yang terintegrasi dengan simpul transit.
The Puget Sound Regional Council (dalam Edward dan Theodore, 2010) mendefinisikan
prinsip kunci untuk mencapai TOD yang berhasil, antara lain Compact, Mixed-Use
Development, yang berarti variasi dan intensitas penggunaan lahan yang cukup, disediakan
dalam jarak berjalan kaki dari stasiun. Pedestrian-Friendly Design, dirancang untuk
menciptakan lingkungan yang kondusif untuk berjalan di sekitar fasilitas stasiun. Dan Parking
and Access Management yang artinya parkir mobil dan sepeda harus diseimbangkan dengan
kebutuhan perjalanan kendaraan bermotor, sepeda, dan pejalan kaki.

commit to user

10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 2.1 Sintesis Prinsip Transit Oriented Development (TOD)


Institute for MARTA– Puget Sound Peraturan Mentri Watson et al, 2003; Dittmar Cervero (2004)
Transportation Transit Oriented Regional ATR dan Ohland, 2004 dalam dalam Irvine
& Develompent Development Council, 1999 No. 16 Thn 2017 Handayeni (2014) (2009)
Policy (ITDP) – Guidelines dalam Edward Tentang
TOD Standard (2010) dan Theodore Pedoman Sintes Keyword
v3.0, 2017 (2010) Pengembangan
Kawasan
Berorientasi
Transit
1. Walk 1. Pembangunan 1. Compact, 1. Pengembangan 1. Kaya akan pilihan 1. Pembangunan 1. Menciptakan jaringan 1. Jalur Pejalan
2. Cycle area stasiun Mixed-Use kawasan aktivitas perkotaan (rich pusat-pusat jalan yang berorientasi kaki (Jalur
3. Connect yang kompak Development dengan mix of choice) melalui aktivitas yang pejalan kaki dengan Pedestrian)
4. Transit dan padat s 2. Pedestrian- mendorong sistem mixed use di sekitar ramah pejalan didukung oleh jalur 2. Kawasan
5. Mix terhadap Friendly mobilitas titik transit kaki pedestrian yang juga Transit
(Penggunaan sekitarnya. Design berkelanjutan 2. Menjadikan “tempat” 2. Terdiri dari termasuk sebagai ruang 3. Penggunaan
Lahan 2. Kaya akan 3. Parking and melalui yang atraktif (place campuran terbuka. Lahan
Campuran) beragam Access peningkatan making), titik transit tidak penggunaan 2. Berorientasi pada Campuran
6. Densify penggunaan Management penggunaan hanya sebagai tempat lahan sebagai penggunaan angkutan (mixed use)
(memadatkan) lahan angkutan naik-turun penumpang perumahan, umum masal yang di 4. Kompak dan
7. Compact campuran umum massal 3. Mendorong pertumbuhan komersial dan dukung dengan adanya Padat
8. Shift (beralih) 3. Ranah publik 2. Pengembangan kompak (compact) dan lainnya dengan kawasan transit 5. Konektivitas
(public realm) fasilitas didukung oleh sistem kepadatan 3. Pengembangan kawasan
yang besar. lingkungan transit yang memadai yang tinggi transit dengan
4. Pendekatan untuk moda 4. Mengembangkan mixed yang penggunaan lahan
baru untuk transportasi use dalam radius berjalan berkumpul di campuran (Mixed Use)
parkir. tidak bermotor kaki dari titik transit sekitar dan 4. Pengembangan kawasan
dan pejalan 5. Menciptakan jaringan masih dalam yang kompak dan padat di
kaki yang jalan yang ramah pejalan dalam jarak sekitar kawasan transit.
terintegrasi kaki dan terkoneksi berjalan kaki 5. Menciptakan jaringan
dengan simpul dengan baik dari stasiun jalan ramah pejalan kaki
transit. 6. Melindungi ruang terbuka transit yang terkoneksi dengan
(open space) baik
7. Mendorong pembangunan
kembali (infill and
redevelopment) sepanjang
koridor transit
Sumber: Hasil Olahan Penulis, 2019
11
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Berdasarkan Tabel 2.1 di atas, diperoleh hasil sintesis mengenai prinsip TOD. Pertama,
menciptakan jaringan jalan yang berorientasi pejalan kaki dengan didukung oleh jalur
pedestrian yang juga termasuk sebagai ruang terbuka. Prinsip ini menekankan pada Jalur
Pedestrian, dimana dalam konsep TOD sangat memperhatikan pejalan kaki dan jalur pedestrian
sebagai fasilitas penunjangnya.
Kedua ialah berorientasi pada penggunaan angkutan umum massal yang di dukung dengan
adanya kawasan transit. Dalam TOD, penggunaan kendaraan bermotor sangat diminimalisir,
sebagai gantinya masyarakat beralih menggunakan angkutan umum massal yang harus
didukung dengan adanya kawasan transit, sebagai sebuah kawasan yang atraktif dan terintegrasi
dengan sistem angkutan umum masal.
Ketiga, pengembangan kawasan transit dengan penggunaan lahan campuran (Mixed Use).
Kawasan transit dengan berbagai macam penggunaan lahan akan menciptakan kawasan transit
yang kaya akan pilihan aktivitas perkotaan. Sehingga kawasan transit tidak hanya sebagai
tempat pergantian moda, tetapi juga sebagai kawasan yang dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat.
Keempat, pengembangan kawasan yang kompak dan padat di sekitar kawasan transit.
Kawasan transit tidak hanya memiliki penggunaan lahan campuran, tetapi juga merupakan
kawasan yang kompak dan padat, sehingga efisien dalam memanfaatkan ruang yang ada, dan
ruang yang tersisa dapat digunakan untuk fungsi lain, salah satunya yaitu untuk jalur pedestrian.
Selain itu, sekitar kawasan transit yang padat juga menjadikan fungsi kawasan transit tersebut
menjadi lebih optimal, dikarenakan banyaknya masyarakat yang menggunakan.
Kelima, ialah menciptakan jaringan jalan ramah pejalan kaki yang terkoneksi dengan baik,
dengan kata lain adanya jalur pejalan kaki yang memiliki konektivitas yang baik. Jalur
pedestrian yang terkonesi dengan kawasan sekitarnya dapat memudahkan masyarakat dalam
mencapai kawasan transit, selain itu juga meningkatkan minat dan keinginan masyarakat untuk
menggunakan angkutan umum karena merasa lebih efektif dan efisien.
2.1.3 Tipologi kawasan TOD
Menurut Peraturan Menteri ATR No.16 Tahun 2017, berdasarkan skala layanan sistem
transportasi massal, pengembangan pusat pelayanan, dan jenis kegiatan yang
dikembangkannya, tipologi kawasan TOD terbagi menjadi tiga kawasan, yaitu Kawasan TOD
Kota, Kawasan TOD Subkota dan Kawasan TOD Lingkungan. Kawasan TOD Kota memiliki
lokasi pada pusat pelayanan kota di dalam sebuah wilayah kota yang memiliki fungsi pelayanan
berskala regional atau sebuah kawasan perkotaan dalam wilayah kabupaten yang ditetapkan
commit to user
sebagai pusat kegiatan.

12
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Kawasan TOD Kota tersebut haruslah dilayani oleh sistem transportasi massal dalam
cakupan internal daerah kabupaten/kota tersebut, cakupan regional antarkabupaten, atau
antarkota maupun antarprovinsi. Sistem transportasi massal tersebut juga terintegrasi dengan
kawasan dengan fungsi campuran komersial, perkantoran dan perumahan atau permukiman
dengan intensitas yang tinggi. Kawasan tersebut berada pada jalur utama angkutan umum
massal berkapasitas tinggi, seperti titik transit antarkabupaten/antarkota/antarprovinsi dan
stasiun Kereta yang dilayani oleh sistem transit sebagai pengumpan.
2.2 Kawasan Transit Stasiun Bus Menurut Konsep TOD
TOD memiliki fokus pada penggunaan lahan di kawasan transit yang memiliki radius
seperempat sampai setengah mil dari stasiun transit. Menurut TCRPC (2012), dalam TOD,
Premium Transit Station atau stasiun transit premium merupakan sebuah stasiun transit yang
melayani kegiatan transit, misalnya Bus Rapid Transit ataupun sebuah stasiun yang berfungsi
sebagai hub (pusat) pelayanan bus yang minimal terdapat tiga rute bus lokal yang pasti
beroperasional dengan rata-rata interval waktu tunggu selama 21 sampai 30 menit atau kurang.
Menurut ITDP, area layanan stasiun dapat mencakup sekitar 3,14 km 2, dengan kata lain
memiliki radius sejauh 1000 m. Namun biasanya lebih kecil karena menggunakan
pertimbangan jarak berjalan kaki. Sedangkan rekomendasi jarak berjalan kaki menurut ITDP
ialah sejauh 500 m dengan maksimum 1000 m dari pintu masuk stasiun angkutan umum dan
pintu masuk daerah yang dituju) (ITDP –TOD Standard 3.0, 2017).
TOD Station Area atau Kawasan Stasiun
TOD ialah kawasan dengan radius tidak lebih
dari satu setengah mil di sekitarstasiun transit
premium, yang terdiri dari Transit Core dan
Transit Neighborhood. Pengembangan TOD
cenderung terkonsentrasi dalam radius
seperempat mil (sekitar 400 meter) di sekitar
stasiun transit premiun yang menjadi inti
dalam kawasan transit, oleh karena itu disebut
Transit Core. Selanjutnya menyebar ke radius
setengah mil dari stasiun transit premiun Gambar 2.1 Tipologi Kawasan Transit
yang mengelilingi inti transit, disebut Sumber: Florida TOD Guidebook, TCRPC 2012

dengan Transit Neighborhood. Transit core dan Transit Neighborhood merupakan radius di
mana kemampuan pejalan kaki dapat melintasi kawasan dengan nyaman, yang ditempuh dalam
commit to user
waktu kurang lebih lima sampai sepuluh menit perjalanan berjalan kaki. Selanjutnya terdapat

13
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Transit Supportive Area yang memiliki radius satu mil dari stasiun transit premiun yang
mengelilingi kawasan Transit Neighborhood.
Mayoritas perjalanan dimulai dan/atau diakhiri dengan berjalan kaki, oleh karena itu
masyarakat yang berada di kawasan transit mayoritas berasal dari pejalan kaki. Baik yang
berjalan kaki dari awal perjalanan, mapun berjalan kaki dari tempat parkir kendaraan yang
sebelumnya digunakan. Area transit harus dirancang dengan fasilitas untuk menunggu
kendaraan umum, dapat dengan mudah diakses oleh semua pengguna dan menyediakan jalur
yang jelas baik menuju ataupun dari shelter transit (San Francisco Planning Department,
2008).
Cervero dan Kockelman (1997) (dalam Li, 2016) mengadopsi kepadatan pembangunan,
penggunaan lahan campuran dan urban design dalam menciptakan lingkungan ramah pejalan
kaki di dekat pusat transit sebagai model utama dalam perencanaan yang menggunakan TOD.
Sementara orang lain membutuhkan angkutan umum atau kendaraan bermotor untuk
melakukan perjalanan yang jauh dari tempatnya, pola jalan, skala blok dan pemilihan
penggunaan lahan dapat meningkatkan kesempatan pejalan kaki untuk melakukan perjalanan
dengan berjalan kaki.
MARTA (2010), menjelaskan beberapa tipologi dari stasiun TOD, dua di antaranya ialah
Urban Core dan Arterial Corridor, dengan penjelasan seperti pada Tabel 2.2:
Tabel 2.2 Tipologi Stasiun TOD
Tipologi Penggunaan lahan Mode transit dan
Stasiun campuran yang ideal fungsinya Wilayah publik Penunjang lain
TOD dan skala pengembangan
- -Fungsi lahan untuk - Moda transportasi - Lokasi biasanya - Memiliki
kantor, institusi, hotel, berat/multi-modal dipisahkan namun campuran yang
fungsi pemerintahan - Volume transfer dengan jarak yang menarik selama 7
dan perumahan tinggi antar koridor dekat untuk hari 24 jam
multifamily maupun antar moda berjalan (misalnya dengan
- Pendapatan - Tidak ada park- - Stasiun adalah adanya lebih
didominasi sektor ritel and-ride. bagian inti dari banyak tempat
Urban Core
dan restoran. - Merupakan sebuah jaringan pejalan tinggal, ritel,
- Pengembangan tujuan transit kaki makan, atraksi
menara bertingkat regional di/atau - Bus berhenti di budaya).
yang tinggi dekat inti sistem. trotoar. - Jaminan
keamanan area-
stasiun selama non-
9-5 jam
- Perumahan multi- - Arterial BRT atau - Stasiun - Memiliki
family dan/atau rel ringan, pada ditingkatkan baik di lingkungan pejalan
penggunaan campuran. koridor yang trotoar atau di kaki yang
Transisi ke mungkin radial atau median khusus. transformatif dari
pembangunan dengan lintas regional. - Lingkungan awal.
Arterial
kepadatan lebih rendah - Memungkinkan pejalan kaki sangat - Memasarkan
Corridor
antar stasiun. untuk dijadikan asal penting. konsep TOD / BRT.
- Skala bervariasi; tipikal transit dan tujuan.
mixed-rise, namun commit
- Boleh to user
memiliki
beberapa berskala tinggi parkand-ride
dan rendah. ataupun tidak.
Sumber: Transit Oriented Development Guideline, MARTA (2010)
14
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Berdasarkan penjabaran teori Pada Tabel 2.2, didapatkan sintesis kriteria mengenai kawasan transit
stasiun bus menurut konsep TOD, seperti Pada Tabel 2.3 berikut:
Tabel 2.3 Sintesis Kriteria Kawasan Transit Stasiun Bus Menurut Konsep TOD
Institute for
Transit San Francisco
Cervero dan Transportation and
Cooperative Planning
Kockelman, 1997 Development Policy Sintesis
Research Program Department,
(dalam Li, 2016) (ITDP) –TOD
(TCRPC), 2012 2008
Standard V.3.0, 2017
Radius setengah Area layanan stasiun
mil (sekitar 800 m) mempertimbangkan
merupakan radius jarak maksimal
di mana pejalan kaki sejauh
kemampuan 1000m
Kawasan transit
pejalan kaki dapat Area pelayanan
memiliki radius
melintasi kawasan stasiun dapat
pelayanan 800 m
dengan nyaman menjangkau radius
dari titik transit
dengan waktu sejauh 1000 m, namun
tempuh lima biasanya lebih kecil
sampai sepuluh karena menggunakan
menit perjalanan pertimbangan jarak
berjalan kaki. berjalan kaki.
Stasiun transit
melayani kegiatan
Melayani
transit Bus Rapid
kegiatan transit
Transit ataupun
pelayanan
sebuah stasiun
angkutan umum
yang berfungsi
sebagai hub
Area transit harus
dirancang dengan Terdapat fasilitas
fasilitas untuk penunjang stasiun
menunggu transit
kendaraan umum
Area transit harus
dapat dengan
mudah diakses
oleh semua
pengguna dan Aksesibel dengan
menyediakan jalur yang jelas
jalur yang jelas
baik menuju
ataupun dari
shelter transit.
Mengadopsi
kepadatan
pembangunan, Terdiri dari
penggunaan lahan kepadatan
campuran bangunan dan
dalam menciptakan penggunaan lahan
lingkungan ramah campuran
pejalan kaki
di dekat pusat transit
Sumber: Hasil Olahan Penulis, 2019
Berdasarkan Tabel 2.3, didapatkan lima poin sintesis kriteria kawasan transit stasiun bus
menurut konsep TOD. Pertama, kawasan transit memiliki radius pelayanan 800 m dari titik
commit to user
transit. Radius pelayanan maksimal dari kawasan transit ialah 1000 m, namun harus
dipertimbangkan pula jarak maksimal pejalan kaki yang dihitung menurut jalan, yaitu sejauh
15
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
1000 m. Sehingga dengan mempertimbangkan jarak maksimal berjalan kaki, radius kawasan
transit tersebut akan berkurang, sehingga digunakan radius 800 m. Kedua, melayani kegiatan
transit pelayanan angkutan umum. Angkutan umum yang dilayani dapat berupa Bus Rapid
Transit ataupun bus yang pasti beroperasional dan angkutan umum lainnya. Ketiga, terdapat
fasilitas penunjang stasiun transit. Fasilitas tersebut dapat berupa tempat untuk menunggu bus
di halte, ataupun fasilitas penunjang lainnya di dalam terminal dan titik transit. Keempat,
aksesibel dengan jalur yang jelas. Masyarakat yang berada di kawasan transit mayoritas berasal
dari pejalan kaki, oleh karena itu area transit harus dapat diakses dengan mudah oleh seluruh
pengguna terminal dan titik transit. Kelima, terdiri dari kepadatan bangunan dan penggunaan
lahan campuran. Kepadatan bangunan dan penggunaan lahan campuran di dekat pusat transit
bertujuan agar dapat menciptakan lingkungan kawasan transit yang ramah pejalan kaki.
2.3 Jalur Pedestrian
2.3.1 Pengertian Jalur Pedestrian
Jalur pedestrian menjadi salah satu jaringan mendasar dari ruang terbuka publik yang
memungkinkan pejalan kaki untuk melakukan perjalanan dari sebuah area terbangun yang
aman dari kendaraan. Jalur pedestrian juga dapat menjadi tempat interaksi, ruang sosial untuk
melihat dan dilihat. Pada akhir abad ke-18, pembangunan jalur pedestrian menjadi umum di
daerah perkotaan, dan umumnya dihubungkan dengan penggunaan lahan yang berdekatan.
Pada akhir abad kesembilan belas, karena adanya peningkatan urbanisasi, kendaraan dan
pengguna jalan pun meningkat. Jalur pedesrian menjadi semakin penting sebagai sarana utama
dalam sirkulasi publik, serta mulai adanya peraturan yang mengatur. (Loukaitou, dalam Active
Design: Shaping the side walk experience, 2013).
Jalur pedestrian juga dapat kita sebut sebagai jalur pejalan kaki. Permen PU No. 3 tahun
2014 tentang Pedoman Perencanaan, Penyediaan, dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana
Jaringan Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan menjelaskan bahwa, jaringan pejalan kaki adalah
ruas pejalan kaki yang diperuntukan untuk prasarana dan sarana pejalan kaki yang
menghubungkan pusat-pusat kegiatan dan/atau fasilitas pergantian moda. Fasilitas pergantian
moda tersebut dapat diartikan sebagai stasiun kereta, terminal maupun titik transit.
2.3.2 Kriteria Jalur Pedestrian
Permen PU No. 3 Tahun 2014 tentang Pedoman Perencanaan, Penyediaan, dan
Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Jaringan Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan menjelaskan
bahwa dalam penyediaan jaringan pejalan kaki harus berdasarkan pada pemikiran bahwa
berjalan kaki merupakan rangkaian penggunaan moda transportasi dalam satu sistem
commit to user
transportasi secara yang dapat menghubungkan suatu kegiatan dengan kegiatan yang lainnya,
oleh karena itu haruslah mempertimbangkan titik pergantian moda, tempat parkir, keberadaan
16
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
pusat kegiatan serta jenis penggunaan lahan. Prinsip perencanaan prasarana dan sarana jaringan
pejalan kaki menurut Permen PU tersebut menekankan pada pertimbangan aspek kepekaan
pejalan kaki dan aspek kontekstual kawasan.
Berbagai jenis penggunaan lahan dan kegiatan yang berbeda-beda dapat mempengaruhi
sifat perjalanan dengan berjalan kaki yang dilakukan. Prasarana dan sarana jaringan pejalan
kaki berfungsi untuk memfasilitasi pergerakan pejalan kaki dari satu tempat ke tempat lainnya
baik antarpusat kegiatan, blok ke blok hingga persil ke persil di kawasan perkotaan, maupun
dalam suatu sistem pergantian moda, dengan mudah, aman, nyaman, dan mandiri termasuk
untuk penyandang disabilitas (Sung et al., 2011 dalam Li, 2016).
Untuk mencapai suasana pejalan kaki yang ideal, diberikan standar minimum lebar jaringan
pejalan kaki berdasarkan jenis penggunaan lahannya seperti pada Tabel 2.4 dan kebutuhan jalur
pejalan kaki berdasarkan fungsi jalan dan penggunaan lahan seperti pada Tabel 2.5.
Tabel 2.4 Lebar Jaringan Pejalan Kaki Berdasarkan Penggunaan Lahan
Penggunaan Lahan Lebar Minimum (m) Lebar yang Dianjurkan (m)
Perumahan 1,6 2,75
Perkantoran 2 3
Industri 2 3
Sekolah 2 3
Terminal/stop bis/TPKPU (Tempat
pemberhentian kendaraan penumpang 2 3
umum)
Pertokoan/perbelanjaan/hiburan 2 4
Jembatan, terowongan 1 1
Sumber: Permen PU No. 3 Tahun 2014 tentang Pedoman Perencanaan, Penyediaan, dan
Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Jaringan Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan

Tabel 2.5 Kebutuhan Pengembangan Jaringan Pejalan Kaki Berdasarkan Fungsi Jalan dan
Penggunaan Lahan
Penggunaan Perumahan
Lahan Komersial
Fungsi Jalan 0-3 unit /ha 4-10 unit /ha >10 unit /ha
Arteri 2 2 2 2
Kolektor 2 2 2 2
Lokal/lingkungan 2 0 1 2
Keterangan: 2 = Dibutuhkan pada kedua sisi jalan
1 = Dibutuhkan hanya pada satu sisi jalan
0 = Diharapkan namun tidak terlalu diperlukan
Sumber: Permen PU No. 3 Tahun 2014 tentang Pedoman Perencanaan, Penyediaan, dan Pemanfaatan
Prasarana dan Sarana Jaringan Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan

Menurut San Fransisco Better Street Plan, 2008, dalam mendesain jalur pejalan kaki, jalur
pedestrian pada jalan raya berfokus pada penyangga pejalan kaki dari lalu lintas kendaraan.
Pejalan kaki biasanya lebih nyaman di trotoar yang terlindung dari kendaraan yang bergerak.
Untuk menciptakan lingkungan berjalan yang aman, diperlukan penyangga yang lebih luas agar
commit to user
dapat terlindungi dari volume dan arus mobil dan truk yang tinggi. Parkir di tepian jalan dan

17
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
jalur sepeda dapat berfungsi sebagai penyangga. Namun jika tidak ada, dapat menambah lebar
trotoar. Jalur pedestrian juga dapat menjadi tempat interaksi.
Tempat perpotongan dari jenis jalan yang berbeda juga perlu diperhatikan, misalnya, jalan
lingkungan perumahan bersinggungan dengan jalan raya utama, diperlukan adanya median
yang ditanami pohon. Jalan-jalan komersial pusat kota menangani volume pejalan kaki yang
tinggi dan tingkat aktivitas yang tinggi sepanjang hari, oleh karena itu jalan-jalan di pusat kota
seharusnya memiliki trotoar yang ramah, serta dilengkapi dengan fasilitas pejalan kaki yang
lengkap. Selain itu lebar tambahan juga diperlukan untuk mengakomodasi besarnya jumlah
pejalan kaki. Sedangkan untuk jalan lingkungan cenderung lebih tenang dengan volume dan
kecepatan lalu lintas yang relatif rendah, namun jalan lingkungan memiliki peran kunci untuk
mendukung kehidupan sosial di suatu lingkungan. Oleh karena itu jalan lingkungan di area
perumahan harus menyediakan lebih banyak ruang terbuka bagi tetangga untuk berkumpul,
bersantai (San Francisco Better Street Plan, 2008).
Jalur pejalan kaki meningkatkan aksesibilitas di antara area-area tempat pemberhentian atau
stasiun transit, kawasan komersial dan perumahan. Jaringan jalan yang saling terhubung
meminimalkan jarak berjalan kaki dan bersepeda dan mendistribusikan lalu lintas untuk
mengurangi volume kendaraan di jalan-jalan lokal. Jalur pejalan kaki pada ruas jalan arteri
memudahkan aktivitas berjalan kaki pada jalur yang panjang dan berlokasi di sebelah arus
kendaraan yang bergerak cepat. Jalur pejalan kaki yang panjang ini biasanya jarang digunakan
oleh pejalan kaki, oleh karena itu perlu disediakan tempat duduk yang berselang-seling agar
dengan anggapan mereka bisa berhenti dan beristirahat di jalur pejalan kaki yang panjang
tersebut (NYC Sidewalk guideline, 2013).
Dalam sebuah lingkungan, berbagai jalur pejalan kaki yang berbeda-beda bekerja sama
untuk menciptakan jaringan jalur pejalan kaki yang komprehensif dengan jalur dan rute yang
menghubungkan berbagai destinasi. Oleh karena itu, diperlukan pula jalur penyebrangan seperti
zebra cross untuk menghubungkan jalur pedestrian dengan kawasan ataupun jalur pedestrian
lainnya yang letaknya bersebrangan.
Menurut pedoman Tatacara Perencanaan Fasilitas Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan
Direktorat Jenderal Bina Marga dijelaskan, jika jalur pedestrian ditempatkan pada sisi luar bahu
jalan atau sisi luar jalur lalu lintas yang dibuat sejajar dengan jalan yang sebaiknya ditempatkan
pada sisi dalam saluran drainase terbuka atau di atas saluran drainase yang telah ditutup dengan
plat beton yang memenuhi syarat.
Berdasarkan penjabaran di atas, dapat dilihat pada Tabel 2.6 mengenai gambaran secara
commit to user
umum mengenai kriteria jalur pedestrian berdasarkan penggunaan ruang dan kriteria jalur
pedestrian berdasarkan jenis jalan. Berdasarkan Tabel 2.6, diperoleh empat poin hasil sintesis
18
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
kriteria jalur pedestrian, yaitu pertama, konektivitas pusat kegiatan dan titik transit. Jalur
pedestrian harus mampu menghubungkan pusat-pusat kegiatan, fasilitas pergantian moda dan
titik transit dengan mempertimbangkan jenis penggunaan lahan di sekitarnya. Menurut
Pedoman RTBL, bangunan/kavling/blok yang tersebar dalam lingkungan namun memiliki
keterkaitan satu sama lain dihubungkan dengan adanya jalur penghubung yang dapat berbentuk
jalur pedestrian.
Kedua, aksesibilitas. Aksesibilitas dalam konsep TOD memiliki arti jauh-dekatnya
lingkungan sekitar ke stasiun angkutan umum atau fasilitas umum, dan jarak ke tempat transit.
Aksesibilitas juga berarti kemampuan untuk mengakses angkutan umum, jasa, dan ruang
terbuka dengan adanya jaringan jalur pedestrian yang aman, lengkap dan nyaman yang
dirancang untuk semua kalangan tanpa adanya perbedaan atau bersifat inkluisif. Agar jalur
pedestrian dapat menciptakan lingkungan berjalan kaki yang aman, diperlukan penyangga agar
pengguna dapat terlindungi dari volume dan arus kendaraan bermotor (National Association of
City Transportation Officials, 2008). Jalur pedestrian merupakan ruang publik, sehingga harus
inklusif bagi seluruh masyarakat, tidak terkecuali untuk para penyandang disabilitas dan orang
lanjut usia. Mereka harus mendapatkan kenyamanan dan kemudahan yang sama dengan
pengguna lainnya, oleh karena itu diperlukan adanya komponen-komponen pendukung lain.
Ketiga, Keamanan. Fungsi dari jalur pedestrian ialah mengakomodasi masyarakat untuk
berjalan kaki dengan menjamin keamanan di dalamnya. Jalur pedestrian yang notabennya
terletak bersebelahan dengan arus lalu lintas harus diberi perlindungan agar masyarakat aman
dari adanya arus lalu lintas tersebut. Pengaman yang diberikan berbeda-beda, sesuai dengan
tingkatan arus lalu lintas dan jenis jalannya.
Keempat, kesesuaian dengan fungsi sekitar. Jalur pedestrian harus disesuaikan dengan
penggunaan lahan maupun kondisi jalan di sekitarnya sehingga dapat mengakomodasi pejalan
kaki sesuai dengan karakteristik perjalannya

commit to user

19
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 2.6 Sintesis Kriteria Jalur Pedestrian


Permen PU No. 3 tahun 2014 tentang Pedoman
Perencanaan, Penyediaan, dan Pemanfaatan
San Fransisco Better Street Plan, 2008 Sintesis Keterangan
Prasarana dan Sarana Jaringan Pejalan Kaki di
Kawasan Perkotaan
Menghubungkan pusat-pusat kegiatan dan/atau Berbagai jalur pejalan kaki bekerja sama
Menghubungkan pusat-pusat
fasilitas pergantian moda menciptakan jaringan jalur pejalan kaki yang
Konektivitas kegiatan dan berbagai
komprehensif dengan jalur dan rute yang
destinasi.
menghubungkan berbagai destinasi
Perabot ruang pejalan kaki terletak pada lokasi
Meningkatkan aksesibilitas di antara area-area Jalur yang mudah dan
yang mudah dijangkau.
terdekat tempat pemberhentian atau stasiun transit, Aksesibilitas nyaman diakses bagi semua
Harus dapat digunakan oleh penyandang disabilitas
kawasan komersial dan perumahan orang
Jalur pedestrian pada jalan raya berfokus pada
penyangga pejalan kaki dari lalu lintas kendaraan

Memfasilitasi pergerakan dengan mudah, aman, Pejalan kaki terlindung dari kendaraan yang
Pejalan kaki terlindung dari
nyaman bergerak Keamanan
aktivitas kendaraan bermotor
Penyangga yang lebih luas agar dapat terlindungi
dari volume dan arus mobil dan truk yang tinggi
Lebar tambahan diperlukan untuk mengakomodasi
besarnya jumlah pejalan kaki.
Lebar jaringan pejalan kaki yang berbeda-beda Jalan lingkungan perumahan yang bersinggungan
berdasarkan jenis penggunaan lahan dengan jalan raya utama perlu adanya median
Ukuran dan perlengkapan
Menekankan pada pertimbangan aspek yang ditanami pohon
jalur pedestrian yang sesuai
kontekstual kawasan Kesesuaian dengan fungsi lahan sekitar
dengan penggunaan lahan
Mempertimbangkan titik pergantian moda, tempat Jalan lingkungan mendukung kehidupan sosial di
sekitarnya
parkir, keberadaan pusat kegiatan serta jenis suatu lingkungan, harus menyediakan lebih
penggunaan lahan banyak ruang terbuka
Sumber: Permen PU No. 3 tahun 2014 tentang Pedoman Perencanaan, Penyediaan, dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Jaringan Pejalan Kaki di Kawasan
Perkotaan, San Fransisco Better Street Plan (2008) dan olahan penulis, 2019.

20
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2.3.3 Jalur pedestrian dalam Konsep TOD
Agar aktivitas berjalan kaki dapat menyenangkan harus didukung oleh adanya kondisi
lingkungan jalur pejalan kaki yang baik, agar dapat terwujud walkability, di mana terdapat
beberapa faktor kunci seperti keselamatan, keaktifan dan kenyamanan. Hal dasar dari
walkability ini ialah tersedianya jaringan untuk berjalan kaki yang aman, menghubungkan antar
bangunan dan tempat tujuan, aksesibel bagi semua orang, dan aman dari kendaraan bermotor
(Institute for Transportation and Development Policy (ITDP), 2017). Konektivitas jalan dan
penggunaan lahan campuran juga mempengarui keinginan masyarakat untuk berjalan kaki.
Menurut Badan Penelitian Transportasi AS, TOD adalah mengenai fasilitas transisi dan
lingkungan berjalan kaki yang berkualitas tinggi (Irvine, 2009).
Menurut Cervero and Kockelman (1997) dalam Li (2016), jalur pejalan kaki dalam TOD
didesain untuk memaksimalkan aktivitas pejalan kaki, meningkatkan akses untuk transit serta
menyediakan lingkungan park-once yang dapat mengurangi kebutuhan sirkulasi kendaraan
bermotor. Cervero dan Kockelman (1997) mengadopsi kepadatan pembangunan, penggunaan
lahan campuran, layanan transportasi dan urban design dalam menciptakan lingkungan ramah
pejalan kaki di dekat pusat transit sebagai model utama dalam perencanaan yang menggunakan
TOD. TOD menekankan pada pentingnya lingkungan berjalan kaki, karena skala spasial TOD
yang utama diukur dengan jarak berjalan kaki. Lingkungan berjalan kaki harus berbasis
manusia, dimana dapat memungkinkan orang untuk menikmati ruang pejalan kaki yang
nyaman, aman dan mudah. Calthorpe (1999) dalam Li (2016) percaya bahwa lingkungan
pejalan kaki yang baik merupakan bagian terpenting dalam TOD.
Jalan-jalan di TOD dirancang untuk memperlambat lalu lintas dan meminimalkan jarak
penyeberangan pejalan kaki. Jalur pejalan kaki dalam TOD menawarkan koneksi langsung dan
cepat untuk transit dan koneksi antar area di sekitarnya (Metropolitan Council, 2006). Koneksi
jalan harus meluas ke area yang berdekatan untuk mendorong berjalan kaki dan bersepeda ke
lokasi transit TOD. Pada kawasan sekitar, konektivitas jalan akan mendorong perjalanan
pejalan kaki ke arah pusat TOD, dan menggunakan fasilitas transit, ritel dan fasilitas umum
yang digunakan oleh penduduk dan karyawan di sekitarnya.
Desain TOD harus memberikan perhatian khusus untuk menciptakan lingkungan bebas
hambatan bagi penyandang cacat, orang tua, agar dapat bergerak bebas tanpa adanyanya
penghalang. Aksesibilitas bebas hambatan ini termasuk juga di dalamnya akses menuju tempat
transit dan stasiun, retail, kawasan perkantoran dan permukiman (Metropolitan Council, 2006).
Tabel 2.7 merupakan sintesis kriteria jalur pedestrian menurut konsep TOD. Berdasarkan hasil
commit to user
sintesis, didapati lima kriteria jalur pedestrian menurut konsep TOD, yaitu pertama,
penggunaan lahan campuran. Tujuan utama dari penggunaan lahan campuran di sekitar jalur
21
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
pedestrian dalam TOD adalah untuk meningkatkan kenyamanan, kemauan dan mempengaruhi
keinginan masyarakat untuk berjalan kaki dan menggunakan transportasi umum.
Kedua, lingkungan pejalan kaki berkualitas tinggi yang mendorong aktivitas berjalan kaki.
Lingkungan berjalan kaki dalam TOD harus dalam kondisi baik dan ditunjang oleh fasilitas
transisi yang berkualitas tinggi dalam rangka meningkatkan minat masyarakat untuk berjalan
kaki dan menggunakan transportasi umum. Yang menjadi pembeda jalur pedestrian dalam TOD
dengan jalur pedestrian pada umumnya salah satunya ialah karena jalur pedestrian dalam TOD
sangat mendorong dan berfokus untuk memaksimalkan aktivitas berjalan kaki dengan
menciptakan lingkungan berjalan kaki yang baik.
Ketiga ialah konektivitas tempat transit. Konektivitas disini berarti menghubungkan dari
dan/atau menuju tempat transit secara langsung. Selain itu, koneksi jalan harus meluas ke area
yang berdekatan untuk mendorong berjalan kaki ke lokasi transit TOD.
Keempat, keamanan pejalan kaki. Jalur pedestrian dalam TOD bertujuan untuk
memperlambat lalu lintas agar dapat memberikan rasa aman bagi pengguna jalur pedestrian.
Rasa aman yang dimaksud ialah aman dari aktivitas lalu lintas kendaraan bermotor di sekitar
jalur pedestrian.
Kelima, aksesibilitas pejalan kaki. Aksesibilitas jalur pedestrian dalam TOD yaitu
memberikan kenyamanan pengguna saat menggunakan jalur pedestrian, memberi jarak tempuh
yang dekat dan bebas hambatan untuk menuju tempat transit bagi semua kalangan pengguna
jalur pedestrian, agar penyandang disabilitas dan orang tua dapat merasakan hal yang sama
dengan pengguna jalur pedestrian yang lainnya.
Berdasarkan hasil sintesis teori kriteria jalur pedestrian dan kriteria jalur pedestrian menurut
konsep TOD, didapatkan kesimpulan bahwa tujuan utama dari jalur pedestrian menurut konsep
TOD ialah untuk meningkatkan minat dan keinginan masyarakat untuk beralih dari
mengguinakan kendaraan pribadi menjadi berjalan kaki dan menggunakan transportasi umum.

commit to user

22
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 2.7 Sintesis Kriteria Jalur Pedestrian Menurut Konsep TOD


TOD Standard 3.0 –
Institute for Badan Penelitian
Cervero and Kockelman,
Transportation and Metropolitan Council, 2006 Transportasi AS TOD Sintesis Keterangan
1997 (dalam Li, 2016)
Development Policy (dalam Irvine, 2009)
(ITDP)
Karakteristik TOD
meliputi penyediaan
Lahan di sekitar terdiri dari
layanan transportasi, Konektivitas jalan dan Penggunaan lahan
penggunaan lahan campuran
penggunaan lahan penggunaan lahan campuran
(mixed use)
campuran, jaringan jalan campuran yang
dan urban design. mempengarui keinginan
Koneksi jalan harus meluas ke untuk berjalan kaki Memiliki kondisi dan fasilitas
Memaksimalkan aktivitas Lingkungan pejalan
area yang berdekatan untuk transisi yang baik sehingga
pejalan kaki kaki berkualitas
mendorong berjalan kaki meningkatkan keinginan untuk
tinggi yang
Kondisi lingkungan Fasilitas transisi dan berjalan kaki dan memaksimalkan
mendorong aktivitas
jalur pejalan kaki yang lingkungan berjalan kaki aktivitas berjalan kaki
berjalan kaki
baik yang berkualitas tinggi
Menawarkan koneksi langsung
Menghubungkan antar dan cepat untuk transit dan Menghubungkan dari/ke Tempat
Konektivitas tempat
bangunan dan tempat koneksi antar area di sekitarnya Transit secara langsung dan
transit
tujuan Koneksi jalan harus meluas ke berdekatan
area yang berdekatan
Memberikan rasa aman dari lalu
Aman dari kendaraan Keamanan pejalan
Memperlambat lalu lintas lintas kendaraan bermotor kepada
bermotor kaki
pengguna jalur pedestrian
Ruang pejalan kaki yang
Memberikan perhatian khusus
nyaman, aman dan
bagi penyandang cacat, orang
mudah Memberikan kenyamanan, jarak
tua
dekat yang bebas hambatan
Aksesibel bagi semua Meminimalkan jarak Aksesibilitas pejalan
menuju tempat transit bagi semua
orang penyeberangan pejalan kaki kaki
kalangan pengguna jalur
Aksesibilitas bebas hambatan
Meningkatkan akses pedestrian.
menuju tempat transit dan
untuk transit
stasiun, retail, kawasan
Sumber: Cervero and Kockelman, 1997 (dalam Li, 2016), TOD Standard 3.0 – Institute for Transportation and Development Policy (ITDP), Metropolitan Council
(2006), Badan Penelitian Transportasi AS TOD (dalam Irvine, 2009) dan Penulis, 2018

23
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Tabel 2.8 merupakan persilangan sintesis jalur pedestrian dengan jalur pedestrian menurut
konsep TOD agar didapatkan sebuah kesimpulan untuk menentukan keseluruhan kriteria jalur
pedestrian yang sesuai dengan konsep TOD:
Tabel 2.8 Sintesis Kriteria Jalur Pedestrian yang Sesuai dengan Konsep TOD
Hasil sintesis kiteria jalur Hasil sintesis kriteria jalur
Sintesis
pedestrian secara umum pedestrian menurut konsep TOD
Konektivitas Konektivitas tempat transit Konektivitas tempat transit
Aksesibilitas Aksesibilitas pejalan kaki Aksesibilitas pejalan kaki
Keamanan Keamanan pejalan kaki Keamanan pejalan kaki

Kesesuaian dengan fungsi lahan Penggunaan lahan campuran Kesesuaian dengan penggunaan
sekitar lahan campuran di sekitarnya
Lingkungan pejalan kaki Lingkungan pejalan kaki
berkualitas tinggi yang mendorong berkualitas tinggi yang
aktivitas berjalan kaki mendorong aktivitas berjalan kaki
Sumber: Hasil Olahan Penulis, 2018
Berdasarkan hasil sintesis pada tabel 2.8, didapatkan lima buah variabel keseluruhan kriteria
jalur pedestrian yang sesuai dengan konsep TOD, yaitu sebagai berikut:
1. Konektivitas tempat transit
Menurut NYC Sidewalk guideline (2013) idealnya, jaringan jalur pejalan kaki yang
memiliki konektivitas yang baik memiliki banyak persimpangan, pola blok yang pendek, dan
tidak ada jalan buntu. Jaringan jalur pejalan kaki yang baik memungkinkan penggunanya untuk
memilih banyak jalur, termasuk rute yang paling singkat antara asal dan tujuan, yang menjadi
kan jalan merupakan sebuah moda transportasi yang efektif. Konsep TOD berfokus pada
peningkatan minat masyarakat untuk berjalan kaki dan menggunakan transportasi umum,
sehingga peran dari tempat transit sangat penting, oleh karena itu jalur pedestrian menurut TOD
harus dapat menghubungkan kawasan sekitar tempat transit secara langsung dan berdekatan
menuju dan/atau dari tempat transit tersebut.
2. Aksesibilitas pejalan kaki
Aksesibilitas pejalan kaki yang dimaksud ialah jalur pedestrian mudah diakses, memberikan
kenyamanan, memilliki jarak dekat yang bebas hambatan menuju tempat transit bagi semua
kalangan pengguna jalur pedestrian. Tentunya aksesibilitas yang menjadi fokus ialah
aksesibilitas menuju/dari tempat transit. Kemudahan yang dimaksud berarti jalur pedestrian
yang ada mudah untuk digunakan, dalam arti lokasi dari jalur pedestrian yang mudah diraih
maupun tata letak atribut jalur pedestrian yang tidak mengganggu alur pejalan kaki. Selain itu,
aksesibilitas yang dimaksud juga ditujukan untuk semua orang dan kalangan, karena menurut
ADA Standard 2010 dan the accessible and Usable Buildings and Facilities Standards 2010
(dalam NYC sidewalk guideline 2013), jalur pejalan kaki harus mengakomodasi pengguna dari
commit
berbagai usia mulai dari bayi hingga orang tousia
lanjut userdan juga dari berbagai kemampuan fisik

24
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
dan mental. Desain jalur pejalan kaki yang inklusif akan membuat penggunanya merasa
nyaman dan memiliki dampak yang sangat besar pada pilihan individu untuk berjalan kaki.
3. Keamanan pejalan kaki
Keamanan yang dimaksud ialah pejalan kaki yang menggunakan jalur pedestrian harus
terlindung dari bahaya aktivitas kendaraan bermotor di sekitarnya dan jaminan keamanan
pejalan kaki menjadi sebuah keharusan yang harus dipenudi dari jalur pedestrian. Dalam konsep
TOD, jalur pedestrian dibuat untuk memperlambat lalu lintas agar dapat memberikan rasa aman
bagi pengguna jalur pedestrian. Selain itu jalur pedestrian juga dilengkapi dengan penyangga
atau pelindung.
4. Kesesuaian dengan penggunaan lahan campuran di sekitarnya
Jalur pedestrian harus memperhatikan kesesuaiannya dengan fungsi sekitarnya, terutama
fungsi penggunaan lahan campuran (mixed use) karena merupakan fokus dalam konsep TOD.
Kesesuaian tersebut dapat berupa konteks terhadap penggunaan lahannya, maupun konteks
dengan jenis pelayanan jalan di sekitarnya. Kesesuaian yang dimaksud dapat mempengaruhi
lebar jalur pedestrian, kebutuhan pedestrian maupun atribut pelengkap jalur pedestrian.
5. Lingkungan pejalan kaki berkualitas tinggi yang mendorong aktivitas berjalan kaki
Lingkungan berjalan kaki dalam TOD dituntut dalam kondisi baik dan ditunjang oleh
fasilitas transisi berkualitas tinggi, sehingga dapat berpengaruh dalam meningkatkan minat
berjalan kaki. Jalur pedestrian menurut TOD merupakan jalur pedestrian yang dapat mendorong
dan meningkatkan minat berjalan kaki dengan adanya lingkungan berjalan kaki berkualitas
tinggi. Dapat dikatakan jika hal tersebut merupakan tujuan dari pedestrian menurut konsep
TOD dan sekaligus menjadi pembeda antara jalur pedestrian biasa dengan jalur pedestrian
menurut TOD. Diharapkan dengan meningkatnya minat masyarakat untuk berjalan kaki dapat
mengurangi penggunaan kendaraan bermotor dan beralih menggunakan transportasi umum.
Dapat disimpulkan jika pedestrian menutur konsep TOD bertujuan untuk menciptakan
ruang kota yang berorientasi pada manusia yang bertujuan untuk menciptakan lingkungan
transit yang nyaman untuk berjalan kaki dan ruang publik tambahan yang juga dilengkapi
dengan pelayanan transportasi umum (Li, 2016).
2.4 Jalur Pedestrian di Kawasan Transit Stasiun Bus
Identifikasi kriteria jalur pedestrian di kawasan transit bus berdasarkan konsep TOD
dilakukan dengan persilangan antara kriteria jalur pedestrian yang sesuai dengan konsep TOD,
dengan kriteria kawasan transit stasiun bus menurut konsep TOD. Persilangan kriteria jalur
pedestrian dengan kawasan transit stasiun bus menurut konsep TOD dapat dilihat pada Tabel
commit to user
2.9.

25
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2.5 Variabel Penelitian
Berdasarkan hasil sintesa teori dan persilangan hasil sintesis kriteria, didapatkan variabel-
variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini. Menurut Sugiono (2014), variabel
penelitian adalah sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang memiliki variasi tertentu
yang telah ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya. Variabel dan
sub variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.10.
Berdasarkan Tabel 2.10, penelitian ini memiliki lima buah variabel dan delapan belas sub
variabel. Kelima variabel tersebut ialah pertama, konektivitas dalam kawasan transit. Variabel
ini memiliki dua buah sub variabel dan memiliki definisi operasional yaitu hubungan jalur
pedestrian dengan pusat kegiatan, titik transit dan berbagai penggunaan lahan.
Variabel kedua yaitu aksesibilitas pejalan kaki yang memiliki sembilan sub variabel dan
variabel ini memiliki definisi operasional yaitu kenyamanan jalur pedestrian untuk digunakan
dan kemudahan jalur pedestrian untuk dicapai oleh seluruh kalangan. Variabel ketiga yaitu
keamanan pejalan kaki dan memiliki tiga sub variabel. Variabel ini memiliki definisi
operasional yaitu pejalan kaki terlindung dari bahaya kendaraan bermotor.
Variabel keempat ialah kesesuaian dengan fungsi penggunaan lahan di sekitarnya.
Variabel ini memiliki dua sub variabel dan memiliki definisi operasional yaitu kondisi jalur
pedestrian sesuai dengan fungsi jalan dan penggunaan lahan di sekitarnya. Variabel kelima
ialah lingkungan pejalan kaki berkualitas tinggi yang mendorong aktivitas berjalan kaki.
Definisi operasional dari variabel kelima ini ialah kondisi jalur pedestrian yang berpengaruh
terhadap minat dan keinginan berjalan kaki. Variabel ini memiliki dua buah sub variabel.

commit to user

26
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Tabel 2.9 Sintesis Kriteria Jalur Pedestrian di Kawasan Transit Stasiun Bus Menurut Konsep TOD
Kawasan Transit Kawasan Transit Melayani kegiatan Terdapat fasilitas Aksesibel Terdiri dari Kesimpulan Variabel
Bus memiliki radius transit pelayanan penunjang di dengan jalur Kepadatan bangunan
Jalur pelayanan 800 m angkutan umum stasiun transit yang jelas dan penggunaan
Pedestrian dari titik transit lahan campuran
Konektivitas Menghubungkan Menghubungkan Menghubungkan Menghubungkan
Konektivitas
tempat transit pusat-pusat kegiatan area di kawasan area di kawasan berbagai penggunaan Jalur pedestrian harus dapat
dalam
dengan radius transit untuk transit dengan lahan di kawasan menghubungkan pusat-
kawasan
pelayanan 800 m mencapai angkutan jalur yang mudah transit pusat kegiatan, titik transit
transit
dari titik transit umum di akses angkutan umum dan
Aksesibilitas Aksesibel terutama Aksesibel untuk Terdapat fasilitas Jalur yang Aksesibel untuk berbagai penggunaan lahan
pejalan kaki dalam cakupan mencapai angkutan penunjang yang aksesibel dan mencapai berbagai di kawasan transit dengan
Aksesibilitas
radius pelayanan umum menciptakan jelas di kawasan aktivitas penggunaan jalur yang jelas dan
pejalan kaki
kawasan transit kenyamanan jalur transit lahan di kawasan aksesibel.
pedestrian transit
Keamanan pejalan Menjamin Menjamin Terdapat fasilitas Jalur pejalan Menjamin keamanan Jalur pedestrian dilengkapi
kaki keamanan pejalan keamanana pejalan penunjang yang kaki yang aman untuk mencapai dengan penunjang yang
kaki terutama di kaki dalam dapat menjadi dari aktivitas berbagai penggunaan menjamin keamanan
radius pelayanan melakukan pengaman pejalan kendaraan di lahan di kawasan pejalan kaki dalam Keamanan
kawasan transit kegiatan transit kaki dari aktivitas jalan raya transit mencapai titik transit dan pejalan kaki
kendaraan berbagai aktivitas
bermotor penggunaan lahan di
kawasan transit
Kesesuaian dengan Sesuai dengan Terdapat fasilitas
penggunaan lahan fungsi penggunaan penunjang yang Jalur pedestrian di kawasan Kesesuaian
campuran di lahan di radius disesuaikan transit harus sesuai dengan dengan fungsi
sekitarnya pelayanan kawasan dengan jenis fungsi penggunaan lahan penggunaan
transit fungsi penggunaan campuran di kawasan lahan di
lahan di sekitar transit sekitarnya.
stasiun transit
Lingkungan Lingkungan Lingkungan Terdapat fasilitas Terdapat Jalur Lingkungan berjalan Jalur pedestrian di kawasan
pejalan kaki berjalan kaki dalam berjalan kaki transit yang yang jelas agar kaki yang sekitarnya transit harus memiliki
berkualitas tinggi kawasan transit berkualitas tinggi mendukung masyarkat mau dipadunkan dengan lingkungan berjalan kaki
Lingkungan
yang mendorong yang berkualitas yang melayani lingkungan berjalan kaki penggunaan lahan berkualitas tinggi yang
berjalan kaki
aktivitas berjalan tinggi yang kegiatan transit berjalan kaki yang campuran agar dilengkapi dengan fasilitas
berkualitas
kaki mendorong sehingga baik agar dapat masyarakat memiliki pendukung dan dipadukan
tinggi
keinginan dan mendorong mendorong minat keinginan untuk dengan penggunaan lahan
aktivitas berjalan keinginan berjalan dan keinginan berjalan kaki campuran agar dapat
kaki kaki mendorong dan

27
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Kawasan Transit Kawasan Transit Melayani kegiatan Terdapat fasilitas Aksesibel Terdiri dari Kesimpulan Variabel
Bus memiliki radius transit pelayanan penunjang di dengan jalur Kepadatan bangunan
Jalur pelayanan 800 m angkutan umum stasiun transit yang jelas dan penggunaan
Pedestrian dari titik transit lahan campuran
untuk berjalan meningkatkan minat
kaki masyarakat untuk berjalan
kaki
Sumber: Hasil Olahan Penulis, 2019

Tabel 2.10 Variabel dan sub variabel penelitian


Variabel Definisi Operasional Sub – Variabel Definisi Operasional
Jenis hubungan antar titik transit Menghubungkan titik transit dengan titik transit
Menghubungkan berbagai penggunaan lahan dengan titik
Hubungan jalur pedestrian dengan transit
Konektivitas dalam
pusat kegiatan, titik transit dan Menghubungkan pusat kegiatan dengan titik transit
kawasan transit
berbagai penggunaan lahan Jenis hubungan dengan pusat aktivitas Menghubungkan antar pusat kegiatan
Menghubungkan pusat kegiatan dengan penggunaan lahan
sekitar
Jarak berjalan kaki Melayani pejalan kaki untuk dapat mencapai halte dengan
jarak maksimal 400 meter atau dengan waktu tempuh
maksimal 10 menit
Jenis variasi rute jalur pejalan kaki Jumlah rute berjalan kaki untuk menuju/dari tempat tujuan
Visibilitas tata informasi Ketersediaan tiang/plang petunjuk informasi yang terlihat
dengan mudah
Jenis kelangsungan jalur pejalan kaki Hubungan jalur pedestrian terhadap bagian depan bangunan
Kenyamanan jalur pedestrian untuk Percabangan jalur pedestrian ke area yang berdekatan
Aksesibilitas pejalan digunakan dan kemudahan jalur
Ketersediaan atribut jalur pedestrian Kelengkapan atribut jalur pedestrian (seperti Lapak
kaki pedestrian untuk dicapai oleh seluruh
tunggu/kursi, lampu penerangan, rambu/sign, marka).
kalangan
Nilai strategis lokasi Letak jalur pedestrian dan ketersediaan kantung parkir
Pengaruh faktor iklim Ketersediaan elemen peneduh dari panas matahari dan hujan
Aspek kenyamanan bagi disabilitas Keberadaan penghalang bagi pengguna kursi roda
Aspek kemudahan bagi disabilitas Jalur penanda khusus untuk penyandang tuna netra (guiding
block)
Ramp untuk pengguna kursi roda dengan derajat kemiringan
sesuai standar kenyamanan (7o).

28
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Variabel Definisi Operasional Sub – Variabel Definisi Operasional
Ketersediaan penyangga/pelindung Ketersediaan penyangga/pelindung sesuai dengan kelas jalan
dan penggunaan lahan sekitar
Ketersediaan penyangga khusus pada jalur
Pejalan kaki terlindung dari bahaya
Keamanan pejalan kaki pedestrian di jalan raya
kendaraan bermotor
Ketersediaan fasilitas penyebrangan Keberadaan Zebra cross dan/atau jembatan penyebrangan

Lebar jalur pedestrian berdasarkan penggunaan


Kesesuaian dengan Kondisi jalur pedestrian sesuai dengan lahan
fungsi penggunaan fungsi jalan dan penggunaan lahan di Jenis kebutuhan jalur pedestrian berdasarkan Jumlah jalur Pedestrian pada sisi jalan arteri/kolektor/lokal/
lahan di sekitarnya sekitarnya fungsi jalan dan penggunaan lahan lingkungan dengan penggunaan lahan sebagai komersial
dan/ hunian
Lingkungan pejalan Kualitas jalur pedestrian Baik/buruknya kondisi jalur pedestrian
Kondisi jalur pedestrian yang
kaki berkualitas tinggi Pengaruh baik/buruknya kondisi jalur pedestrian terhadap
berpengaruh terhadap minat dan Jenis hubungan kondisi jalur pedestrian dengan
yang mendorong keinginan masyarakat untuk berjalan kaki
keinginan berjalan kaki keinginan berjalan kaki
aktivitas berjalan kaki
Sumber: Hasil Olahan Penulis, 2019

29

Anda mungkin juga menyukai