Anda di halaman 1dari 16

TUGAS MAKALAH

KEBIJAKAN PERENCANAAN TRANSPORTASI

APLIKASI TRANSPORTASI BERKELANJUTAN


(PENERAPAN TRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT SEBAGAI UPAYA
MEWUJUDKAN TRANSPORTASI YANG BERKELANJUTAN )

OLEH

NAMA : GLEEN STEVVANY

STAMBUK : F 112 20 031

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK SIPIL


PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan jumlah penduduk di Indonesia terus mengalami peningkatan dari
tahun ke tahun dan merupakan salah satu negara dengan pertumbuhan penduduk yang
relatif tinggi, yaitu sekitar 1,45% per tahun dan menempati posisi ke enam setelah Laos
(2,3% per tahun), Filipina (2,0% per tahun), Brunei Darussalam (1,9% per tahun),
Malaysia (1,8% per tahun), Kamboja (1,8% per tahun). Berdasarkan perkiraan, jumlah
penduduk Indonesia di tahun 2020 akan mencapai 271.066.400 jiwa (Badan Pusat
Statistik, 2017).Perkembangan kota-kota diseluruh dunia mengalami perkembangan
yang sangat cepat, salah satunya disebabkan oleh adanya aktivitas urbanisasi.
Urbanisasi menyebabkan kota kota menjadi padat akan penduduk, tingginya aktivitas
yang terjadi meningkatkan pergerakan manusia didalamnya serta terjadinya pemekaran
atau berkembangnya kawasan perkotaan. Meluasnya kawasan perkotaan dengan
berkembangan kawasan pinggiran sebagai alternatif lokasi hunian bagi masyarakat
merupakan residu dari efek padatnya sebuah kota, masyarakat akan terus terdesak
hingga keluar dari wilayah inti perkotaan menunuju ke pinggiran kota atau disebut
sebagai Urban Sprawl (Kusumantoro, 2007).
Perkembangan suatu perkotaan membutuhkan sistem transportasi yang efektif
dan efisien. Untuk mewujudkan sistem transportasi yang efektif dan efisien dapat
dengan menerapkan konsep transportasi berkelanjutan. Transportasi berkelanjutan
adalah komponen penting dalam pembangunan berkelanjutan karena transportasi
merupakan prasyarat untuk pembangunan secara umum (Benfield & Replogle, 2002).
Konsep transportasi berkelanjutan memiliki keterkaitan dengan efisiensi energi,
keberlanjutan dan emisi yang dikeluarkan.
Pada konteks pembangunan berkelanjutan, Urban Sprawl dianggap sebagai salah
satu pembawa efek buruk bagi suatu daerah, salah satunya adalah gaya hidup yang
memungkinkan penggunaan kendaraan pribadi sebagai pilihan transportasi utama bagi
masyarakat yang tinggal dikawasan pinggiran kota. Penggunaan kendaraan pribadi
sebagai alat transportasi utama bagi masyarakat pinggiran kota dapat memberikan
dampak negatif, salah satunya peningkatan mobilitas yang berpengaruh kepada
terciptanya kemacetan lalu lintas disuatu wilayah.

I
Permasalahan Urban Sprawl telah lama menjadi fokus bagi para perencana,
untuk mengatasi permasalahan tersebut, Peter Calthorpe, seorang Arsitek Perencana
berkebangsaan Amerika memperkenalkan sebuah konsep TOD (Transit-Oriented
Development) untuk mengatasi permasalahan Urban Sprawl. TOD sendiri didefinisikan
sebagai penggunaan lahan campuran, kota dengan kepadatan yang relative tinggi, serta
pengembangan yang berorientasi kepada pejalan kaki di sekitar stasiun kereta api atau
bus (Staricco, 2017). TOD memiliki tujuan guna merivitalisasi daerah dengan
mempromosikan gaya hidup yang baru, yakni gaya hidup sehat, nyaman dan aman.
Pesatnya perkembangan kawasan pinggiran seolah menjadi momok tersendiri
bagi berbagai kebijakan penataan ruang. Dalam konteks pembangunan berkelanjutan,
Urban Sprawl dianggap sebagai salah satu pembawa efek buruk bagi suatu daerah, salah
satunya adalah gaya hidup yang memungkinkan penggunaan kendaraan pribadi sebagai
pilihan transportasi utama bagi masyarakat yang tinggal dikawasan pinggiran kota.
Penggunaan kendaraan pribadi sebagai alat transportasi utama bagi masyarakat
pinggiran kota dapat memberikan dampak negatif, salah satunya peningkatan mobilitas
yang berpengaruh kepada terciptanya kemacetan lalu lintas disuatu wilayah. Tindakan
tindakan yang diambil dalam mengatasi permasalahan kota-kota berkembang umumnya
masih terpaku padaVol 24 No 1 Tahun 2019 47 PONDASI permasalahan sektoral dan
internal kota, seperti permasalahan kemiskinan perkotaan, kawasan permukiman
kumuh, ketersediaan air bersih, sanitasi lingkungan dan persoalan internal kota lainya,
sehingga masalah perkembangan kawasan pinggiran relatif kurang tersentuh
(Kusumantoro, 2007).
Kota-kota di negara-negara Benua Eropa dan Amerika telah terlebih dahulu
mengimplementasikan konsep TOD sebagai salah satu elemen penyelesaian
permasalahan Urban Sprawl dan dijadikan dasar dalam pembentukan kota yang
berkelanjutan. Konsep ini diyakini dapat menjadikan kota lebih Kompak dan
terintegrasi antara sisitem transportasi dengan guna lahan perkotaan. Baru-baru ini,
beberapa pemerintah kota di negara-negara Asia seperti Hongkong, Taiwan, China,
Korea sudah mulai mengkaji penerapan konsep TOD untuk mengatasi permasalahan
perkotaan mereka terutama kemacetan lalu lintas.
Menurut Cervero (1993), secara ideal kawasan TOD memiliki tiga aspek yaitu
density, diversity dan design. Density berkaitan dengan kepadatan kawasan atau
intensitas pemanfaatan lahan yang tinggi, diversity berkaitan dengan keberagaman

II
penggunaan lahan dan jenis aktivitas pada kawasan dan design berkaitan dengan desain
kawasan yang ramah terhadap pejalan kaki dan pesepeda.
Beberapa kota di Indonesia sudah menerapkan sistem TOD dalam mengintegrasi
sistem transportasi yang berkelanjutan. Terlebih, diterbitkannya Peraturan Menteri
ATR/BPN RI No. 16 Tahun 2017 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan
Berorientasi Transit, yang menandakan Pemerintah Indonesia akan menerapkan konsep
TOD dalam perencanaan transportasi negeri ini. Selain itu, terdapat kota-kota di
Indonesia yang menerapkan sistem BRT (Bus Rapid Transit) yang merupakan salah
satu unsur penerapan TOD. Kepemilikian BRT di suatu kota merupakan suatu embrio
dalam penerapan TOD. Dengan adanya TOD, diharapkan kota-kota di Indonesia dapat
mengatasi permasalahan seperti urban sprawl, peningkatan aksesibilitas dan mobilitas
sehingga kemacetan akan berkurang, mereduksi pencemaran lingkungan serta efisiensi
penggunaan energi pada sektor transportasi, mengurangi ketergantungan terhadap
penggunaan kendaraan pribadi sehingga mencapai sistem transportasi yang
berkelanjutan dan kota-kota tersebut dapat lebih berkembang dengan baik. Sudah
sepatutnya saat ini mengupayakan sebuah pendekatan perencanaan spasial yang inovatif
dan mampu mengakomodir mobilitas penduduk dengan sistem transit transportasi yang
terintegrasi dan berkelanjutan. Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka
perlu dilakukan bagaimana potensi penerapan konsep TOD dengan mengidentifikasi
studi kasus lain dengan teori yang relevan, dikarenakan TOD berpotensi untuk
diterapkan di kota-kota di seluruh Indonesia sebagai solusi alternatif dalam mengatasi
permasalahan kota, bentuk inovasi pembangunan wilayah dan kota dan mencapai sistem
transportasi yang berkelanjutan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana penerapan pengembangan TOD bagi perencanaan guna mencapai
transportasi yang berkelanjutan ?

III
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Kependudukan Indonesia

Gambar 1. Perkiraan lokasi tinggal penduduk di Indonesia

Berdasarkan fakta tersebut diatas maka perlu dilakukan kajian secara


komprehensif tentang pola dan pendekatan dalam pengelolaan permukiman secara tepat
berdasarkan pemanfaatan tata ruang maupun disain bangunan yang mampu memberikan
kenyamanan dan menghadirkan kesehatan bagi penggunanya tanpa mengabaikan aspek
ekonomi, sosial, dan lingkungan.

Peningkatan jumlah penduduk yang terus meningkat berimbas pada


permasalahan pembangunan infrastruktur transportasi dan struktur ruang yang tidak
terintegrasi dengan baik.
2.2. Transit Oriented Development (TOD)
TOD sendiri didefinisikan sebagai penggunaan lahan campuran, kota dengan
kepadatan yang relative tinggi, serta pengembangan yang berorientasi kepada pejalan
kaki di sekitar stasiun kereta api atau bus (Staricco, 2017).
Lund, Cervero dan Willson (2004), TOD adalah peruntukan lahan campuran
berupa perumahan atau perdagangan yang direncanakan untuk memaksimalkan akses
angkutan umum dan sering ditambahkan kegiatan lain untuk mendorong penggunaan
moda angkutan umum.

I
Siwi dan Ratnasari (2014), TOD dapat di definisikan dengan ciri-ciri sebagai
berikut:
1. Kerapatan penggunaan lahan
2. Pedestrian dan siklus ramah lingkungan
3. Fasilitas umum dekat dengan stasiun
4. Stasiun sebagai penghubung masyarakat.
Hasil studi TOD pada tahun 2003 di California mendapatkan hasil bahwa warga
sampai lima kali atau lebih, melakukan perjalanan bolak-balik melalui angkutan umum
dibandingkan dengan daerah-daerah non – TOD (Lund et al., 2004). Di San Francisco
Bay Area, rata-rata warga yang tinggal di dekat stasiun lima kali lebih melakukan
perjalanan dengan kereta api transit, dan dalam beberapa kasus melakukan perjalanan
sebanyak tujuh kali atau lebih “(Cervero,1994). Studi Lain dari 103 TOD di dua belas
wilayah di Amerika menemukan bahwa rata-rata warga, 2-2,5 kali lebih melakukan
perjalanan bolakbalik dengan menggunakan transit dibandingkan dengan penduduk
yang bukan pada wilayah TOD

2.3. Perencanaan Transportasi


Berkembangnya aktivitas masyarakat dan tingginya mobilitas penduduk
terkadang tidak diimbangi dengan sarana dan prasarana pendukungnya, khususnya di
bidang transportasi, sehingga masalah kemacetan jalan selalu terjadi di beberapa kota
besar. Penanggulangan kemacetan dapat dilakukan melalui suatu perencanaan
transportasi. Perencanaan Transportasi sendiri dapat diartikan sebagai suatu proses yang
tujuannya mengembangkan sistem transportasi yang memungkinkan manusia dan
barang bergerak atau berpindah tempat dengan aman dan murah (pignataro,1973) dalam
(Tamin,2000).
Terdapat beberapa konsep perencanaan transportasi yang telah berkembang saat
ini, yang paling populer adalah model perencanaan Transportasi Empat Tahap (Four
Stages Transport Model) yaitu Bangkitan dan Tarikan pergerakan (Trip Generation),
Distribusi pergerakan lalu lintas (Trip Distribution), Pemilihan moda (Modal
choice/Modal split), dan Pembebanan lalu lintas (Trip Assignment), yang harus
dilakukan secara bertahap (Tamin,2000).
Model perencanaan transportasi empat tahap dapat disederhanakan agar
memenuhi kebutuhan perencanaan transportasi di daerah yang mempunyai keterbatasan
waktu dan biaya. Waktu merupakan hal yang penting, jika hanya sedikit waktu tersedia

II
dalam penentuan kebijakan, maka melakukan pemodelan yang sesederhana mungkin
akan lebih baik daripada pemodelan yang menyeluruh. Sampai saat ini banyak
dikembangkan kombinasi tahapan tersebut, yaitu menggabungkan tahapan, kemudian
parameternya dikalibrasi dengan arus lalu lintas (moda jalan, moda udara, moda laut,
atau moda abstrak), model seperti ini disebut model simultan.
Model Simultan menggabungkan keempat model tahapan menjadi satu model
yang secara tidak langsung menampilkan keseimbangan antara tujuan perjalanan, moda,
serta rute yang tersedia dalam jaringan transportasi. Model simultan menghasilkan
perkiraan jumlah perjalanan antarpasangan zona asal -tujuan yang menggunakan moda
tertentu dan melalui rute tertentu (Tamin,2000).
Sedangkan menurut Eddu Pandika (2015), Perencanaan transportasi adalah suatu
usaha untuk memperkirakan jumlah serta lokasi kebutuhan akan transportasi yang
digunakan pada masa mendatang atau pada tahun rencana khususnya di daerah
perkotaan. Proses perencanaan transportasi dilakukan terutama untuk melihat adalah
hubungan antara transportasi dengan tata guna lahan. Pola pengembangan lahan akan
menghasilkan kebutuhan akan transportasi, sebaliknya bentuk sistem transportasi akan
mempengaruhi pola pengembangan lahan.
Salah satu aspek penting dalam perencanaan transportasi adalah prediksi kebutuhan
transportasi pada masa yang akan datang.
Lingkup perencanaan transportasi dengan konsep TOD meliputi aspek-aspek yang
berkaitan dengan rencana pengembangan wilayah/daerah. Perencanaan transportasi
dibagi dalam 3 kelompok besar, Setijowarno dan Frazila (2001), yaitu:
1. Studi perencanaan prasarana transportasi
- masterplan
- penentuan trase
- pengembangan jaringan jalan
- prasarana transportasi bagi suatu daerah permukiman.
2. Studi kebijakan operasional
- sistem sirkulasi lalu lintas
- strategi pengembangan tingkat pelayanan angkutan umum.
3. Studi perencanaan trasnportasi komprehensif
- studi kebutuhan prasarana dan sarana transportasi dari suatu rencana pengembangan
daerah baru
- studi pengembangan sistem transportasi regional
III
- studi pengembangan sistem transportasi nasional.
2.4. Pemilihan Moda
Pemilihan moda mungkin merupakan model terpenting dalam perencanaan
transportasi. Hal ini disebabkan karena peran kunci dari angkutan umum dalam berbagai
kebijakan transportasi dibanding angkutan pribadi. Model ini bertujuan untuk
mengetahui proporsi orang yang akan menggunakan setiap moda. Pemilihan moda juga
mempertimbangkan pergerakan yang menggunakan lebih dari satu moda dalam
perjalanan (multimoda). Jenis pergerakan inilah yang banyak dijumpai di Indonesia
karena geografi Indonesia yang terdiri dari banyak pulau sehingga persentase
pergerakan multimoda cukup tinggi. Jadi, dapat dikatakan bahwa pemodelan pemilihan
moda merupakan bagian terlemah dan tersulit dimodelkan dari keempat tahapan model
perencanaan transportasi.
Faktor yang dapat mempengaruhi pemilihan moda adalah :
1. Ciri pengguna jalan
- Ketersediaan atau pemilikan kendaraan pribadi; Semakin tinggi pemilikan
kendaraan pribadi maka semakin kecil ketergantungan pada angkutan umum
- Kepemilikan SIM - Struktur rumah tangga (pasangan muda, keluarga dengan
anak, pensiun, bujangan)
- Pendapatan; semakin tinggi pendapatan maka semakin besar peluang
menggunakan kendaraan pribadi- Factor lain misalnya keharusan menggunakan
mobil ke tempat bekerja dan keperluan mengantar anak sekolah
2. Ciri pergerakan
- Tujuan pergerakan
- Waktu terjadinya pergerakan
- Jarak perjalanan
3. Ciri fasilitas moda transportasi
- Faktor kuantitatif, seperti ; waktu perjalanan, biaya perjalanan, ketersediaan ruang
dan tarif parkir
- Faktor kualitatif, seperti; kenyamanan dan keamanan, keandalan dan keteraturan,
dan lain-lain

IV
2.5. Sistem Transportasi
Sistem transportasi merupakan bentuk interaksi antara penumpang, barang,
sarana serta prasarana untuk bergerak atau berpindah dengan tujuan tertentu yang
mencangkup dalam tatanan alami maupun buatan (Aziz&Asrul, 2014).
2.6. Transportasi Berkelanjutan
Transportasi berkelanjutan adalah komponen penting dalam pembangunan
berkelanjutan karena transportasi merupakan prasyarat untuk pembangunan secara
umum (Benfield & Replogle, 2002).
Transportasi berkelanjutan merupakan sistem transportasi yang dapat digunakan
secara efektif, efisien, mereduksi emisi yang tidak meninggalkan masalah dan tidakVol
24 No 1 Tahun 2019 49 PONDASI menimbulkan dampak negatif dimasa yang akan
datang, serta memiliki tiga pilar yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan (Brotodewo,
2010)
Tabel 1. Indikator Transportasi Yang Berkelanjutan

Transportasi berkelanjutan bisa diwujudkan pada transportasi publik yang


memiliki peran dalam memenuhi kebutuhan manusia akan pergerakan ataupun
mobilitas. Jenis transportasi publik perkotaan yang sedang banyak dikembangkan yakni
LRT, metro dan BRT. Pengembangan transportasi publik berbasis kereta api seperti
LRT dan metro lebih cocok untuk negara maju dan diakui sebagai cara investasi yang
efektif untuk meningkatkan daya tarik dan daya saing transportasi publik bagi

V
pengendara dan pengemudi untuk beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi publik
(Bhattacharjee & Goetz, 2012).

Gambar 2. Konsep pembangunan Berkelanjutan


Dapat dikatakan bahwa transportasi berkelanjutan merupakan refleksi
pembangunan yang berkelanjutan dalam sektor transportasi dan juga sebagai solusi bagi
menurunnya kualitas sistem transportasi. Transportasi berkelanjutan merupakan suatu
konsep yang tidak hanya menambah supply (jaringan jalan maupun kapasitas jalan
dengan jumlah moda transportasi tertentu) tetapi mengurangi demand (permintaan akan
jaringan jalan dan jumlah moda transportasi disesuaikan dengan kapasitas jalan yang
ada). Mobilitas berkelanjutan (sustainable mobility) menyatukan segala macam upaya
untuk mencapai keseimbangan biaya dan keuntungan sektor transportasi.
Transportasi berkelanjutan merupakan refleksi pembangunan yang berkelanjutan
dalam sektor transportasi dan juga sebagai solusi bagi menurunnya kualitas sistem
transportasi. Transportasi berkelanjutan merupakan suatu konsep yang tidak hanya
menambah supply (jaringan jalan maupun kapasitas jalan dengan jumlah moda
transportasi tertentu) tetapi mengurangi demand (permintaan akan jaringan jalan dan
jumlah moda transportasi disesuaikan dengan kapasitas jalan yang ada) dengan
menggunakan konsep TOD yaitu mengsinergikan pembangunan transportasi dengan
struktur ruang.

2.4. Pengaplikasian TOD di Kota - Kota Besar

Beberapa Kota Besar dan padat penduduk khususnya di Indonesia seperti


Surabaya, Bandung, Jakarta telah melakukan salah satu unsur penerapan TOD seperti
Minibus/Mikrolet, Bis Kota, BRT, LRT/Monorail, Bis AKAP/AKDP.

VI
2.5. Tantangan Pengembangan TOD
Penerapan konsep Transit Oriented Development (TOD) pada beberapa kasus
memiliki kekurangan atau tantangan dalam pengembangannya, berikut merupakan
tantangan dalam penerapan pengembangan TOD pada masing-masing kasus:
a. Kota Surabaya
1. Penggunaan lahan non hunian masih didominasi di sekitar kawasan transit
sehingga keberagaman kawasan masih sulit tercapai dan jarak antar aktivitas
masih belum dapat dijangkau pejalan kaki
2. Kepadatan kawasan masih didominasi kepadatan horizontal sehingga
aksesbilitas masyarakat terhadap fasilitas publik masih kurang dapat dicapai
dengan berjalan kaki
3. Lahan yang telah dibebaskan dimanfaatkan bukan untuk pembuatan blok,
pusat keberagaman aktivitas atau RTH namun dibuat untuk penambahan
jalan raya
4. Masyarakat masih belum memiliki kebiasaan untuk berjalan kaki ataupun
bersepeda
5. Belum tersedianya jalur pedestrian dan moda transportasi yang baik dan
memenuhi secara kualitas dan kuantitasVol 24 No 1 Tahun 2019 62
PONDASI
b. Kota Bandung
1. Kepadatan atau densitas kawasan masih cenderung horizontal belum
kepadatan vertikal sehingga aksesbilitas masyarakat terhadap aktivitas
publik masih belum dapat dijangkau dengan mudah
2. Pola perancangan kawasan masih menggunakan praktik zonasi yang
memisahkan kawasan hunian, komersial, industri membuat masyarakat
berjalan lebih jauh sehingga tidak ada ketertarikan untuk berjalan kaki
3. Penggunaan lahan di kawasan transit didominasi oleh penggunaan lahan
hunian
4. Paradigma masyarakat yang masih memprioritaskan penggunaan
kendaraaan pribadi dan membutuhkan waktu yang lama untuk
memindahkan kebiasaan tersebut.
5. Penyediaan sistem transportasi secara kualitas dan kuantitas untuk mencapai
transportasi yang berkelanjutan membutuhkan biaya yang besar dan waktu
yang panjang
VII
6. Pemerintah masih menyediakan parkir baik off street ataupun on street
sehingga memungkinkan masyarakat masih menggunakan kendaraan
pribadi
c. Kota Jakarta
1. Kemudahan dalam kredit kendaraan di perkotaan menyebabkan
pertumbuhan jumlah kendaraan pribadi yang terus meningkat
2. Lansekap kawasan pengembangan TOD sebagian besar telah dipadati oleh
permukiman. Perlu diadakan re-planning atau perencanaan kembali terkait
perubahan penggunaan lahan dan kepadatan di sekitar kawasan transit yang
memungkinkan adanya sengketa dari pemilik lahan dan bangunan pada
lahan yang terkena perubahan
3. Pemahaman pengembangan TOD masih berorientasi pada pembangunan
real estate atau hunian untuk kalangan elit bukan terkait konektivitas antar
aktivitas
4. Pola perancangan kawasan masih menggunakan sistem zonasi yang
memisahkan kawasan hunian, komersial, industri membuat masyarakat
berjalan lebih jauh sehingga tidak ada ketertarikan untuk berjalan kaki
5. Besarnya biaya transportasi bagi orang-orang yang tinggal di Jakarta
maupun sekitar Jakarta
6. Mahalnya lahan perkotaan, sehingga penyediaan fasilitas bagi pejalan kaki
dan sepeda dianggap hal yang mewah

VIII
BAB III

KESIMPULAN

3.1. Kesimpulan

Dari hasil pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

Transit Oriented Development (TOD) merupakan suatu konsep yang diciptakan


untuk mengurangi kemacetan yang dapat memberikan landasan ekonomi, ekologi dan
sosial untuk pembangunan regional (Calthorpe, 1993). Landasan ekonomi, ekologi dan
sosial tersebut berkaitan dengan indikator transportasi berkelanjutan yang juga
merupakan tujuan dari konsep TOD. Berdasarkan beberapa teori-teori menurut
Calthorpe (1993), Cervero (1997), ITDP (2014) terkait variabel konsep TOD yaitu
tersedianya terminal/stasiun, ruang publik/ruang terbuka, pusat perdagangan, pusat
permukiman dan fasilitas umum, density (kepadatan), diversity (keberagaman), design
(desain), berjalan kaki, bersepeda, saling terhubung, angkutan umum, percampuran
penggunaan lahan, memadatkan, kekompakan kawasan, dan beralih atau beralihnya
perilaku masyarakat dalam berkendara menjadi berjalan kaki. Berdasarkan teori-teori
yang ada, variabel yang digunakan dalam penelitian ini merupakan variabel yang
dicetuskan oleh Cervero (1997) yaitu Density, Diversity dan Design dan ITDP (2014)
Transit (angkutan umum) karena variabel tersebut sudah menggambarkan seluruh
prinsip utama dalam penerapan TOD secara lebih singkat.

Berdasarkan aplikasi penerapan TOD pada beberapa kota besar yang ditinjau
Dapat disimpulkan bahwa telah terjadi penyesuaian teori penerapan TOD di Indonesia,
selain itu indikator penerapan TOD juga disesuaikan sesuai dengan karakteristik dan
kebijakan kawasan tersebut sehingga terjadi perbedaan antara kawasan yang satu
dengan yang lain.

3.2. Saran

Saran yang dapat diberikan terkait penerapan TOD sebagai upaya mewujudkan
transportasi yang bekerlanjutan ditujukan oleh pemerintah dan untuk masyarakat pada
masing-masing studi kasus, adalah sebagai berikut:

I
A. Bagi Pemerintah

1. Pemerintah melakukan sosialisasi terarah dan efisien kepada masyarakat untuk


menggunakan moda transportasi umum untuk mengurangi kemacetan, dampak
lingkungan dan ekonomi masyarakat sehingga terwujudkan transportasi yang
berkelanjutan

2. Perlu adanya monitoring dan evaluasi untuk penggunaan lahan, intensitas kawasan
dan desain kawasannya

3. Perlu peningkatan jenis penggunaan lahan non residensial dan terpusat sehingga
masyarakat mudah mengjangkaunya dengan berjalan kaki

4. Perlu peningkatan intensitas penggunaan lahan vertikal dan terintegrasi

5. Perlu peningkatan kualitas dan kuantitas jalur pedestrian yang aman, dan nyaman
bagi pejalan kaki yang dilengkapi dengan fasilitas penunjangnya serta jalur
difabel

6. Perlu peningkatan kualitas transportasi umum, sehingga masyarakat merasa


nyaman dan mau menggunakannya

7. Pengurangan fasilitas-fasilitas yang memungkinkan penggunaan kendaraan pribadi


seperti peningkatan biaya parkir atau peningkatan pajak kendaraan.

B. Bagi Masyarakat

1. Mulai beralih pada penggunaan moda transportasi umum yang telah disediakan
oleh pemerintah untuk mengurangi kemacetan, permasalahan lingkungan dan
ekonomi masyarakat terkait biaya transportasi

2. Menjaga kelestarian lingkungan, dengan berjalan kaki maupun bersepeda dalam


melakukan aktivitas

3. Masyarakat aktif berkoordinasi dengan pemerintah untuk mengawasi dan menjaga


kawasan agar lebih terawatt dan terjaga kualitasnya.

II
DAFTAR PUSTAKA

Wulfram I. Ervianto dan Sushardjanti Felasari (2019), Pengelolaan Permukiman Kumuh


Berkelanjutan di Perkotaan.
Dhony Priyo Suseno, Dosen Fakultas Teknik Program Studi Teknik Sipil Universitas 17
Agustus 1945 Semarang (2019), Kajian Angkut Massal Berbasis Rel Untuk
Transportasi Berkelanjutan di Kota Semarang.
Sekar Hapsari Ayuningtias dan Mila Karmilah (2019), Penerapan Transit Oriented
Development (TOD) Sebagai Upaya Mewujudkan Transportasi yang
Berkelanjutan.
Y.N. Putri dan Y.Basuki (2019), Kajian Eco Driving pada Bus Rapid Transit Koridor
VI untuk Mendukung Konsep Transportasi Berkelanjutan di Kota Semarang.
Birta Nino Tanayo dan Yudi Basuki (2018), PENILAIAN SAFETY DRIVING PADA
BUS RAPID TRANSIT (BRT) KORIDOR 6 DI KOTA SEMARANG.
Noer Fadhly (2017), PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI DAN
STRUKTUR RUANG DENGAN KONSEP TRANSIT ORIENTED
DEVELOPMENT DI KOTA BANDA ACEH

I
II

Anda mungkin juga menyukai