Anda di halaman 1dari 42

ORASI ILMIAH

PENGEMBANGAN INDIKATOR
PEMBANGUNAN TRANSPORTASI YANG
BERKELANJUTAN BERLANDASKAN
HUBUNGAN STRUKTUR KOTA DAN
TRANSPORTASI

Oleh:

Prof. Putu Alit Suthanaya, ST, MEngSc, Ph.D

Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap


dalam Bidang Ilmu Transportasi
pada Fakultas Teknik Universitas Udayana
Sabtu, 18 Nopember 2017

UNIVERSITAS UDAYANA
BUKIT JIMBARAN
2017
Yang terhormat:
Rektor Universitas Udayana
Ketua Senat Universitas Udayana
Wakil Rektor Universitas Udayana
Bapak/Ibu Anggota Senat Universitas Udayana
Civitas Akademika Universitas Udayana
Undangan dan Hadirin yang saya muliakan

Om Swastyastu,
Puji syukur saya panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa,
Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat-Nya kita bisa
berkumpul di ruangan ini dalam keadaan sehat dan dilimpahi
kebahagiaan untuk mengikuti acara Pengukuhan Guru Besar Tetap
dalam Bidang Ilmu Transportasi, pada Program Studi Teknik Sipil,
Fakultas Teknik, Universitas Udayana.

Hadirin yang saya hormati, dalam kesempatan ini perkenankan saya


menyampaikan Orasi Ilmiah dengan judul:

PENGEMBANGAN INDIKATOR PEMBANGUNAN


TRANSPORTASI YANG BERKELANJUTAN
BERLANDASKAN HUBUNGAN STRUKTUR KOTA DAN
TRANSPORTASI

1. PENDAHULUAN

Struktur kota di berbagai negara mengalami perubahan dari waktu


ke waktu. Angka dan distribusi penduduk serta lapangan kerja di
daerah perkotaan juga mengalami perubahan. Desentralisasi berbagai
aktivitas dan pergeseran lokasi daerah pemukiman dengan kepadatan
penduduk yang rendah ke arah luar kota cenderung meningkatkan
ketergantungan terhadap penggunaan kendaraan bermotor pribadi
(meningkatnya penggunaan kendaraan, jarak tempuh dan kilometer
perjalanan kendaraan). Ketergantungan terhadap penggunaan
kendaraan bermotor pribadi adalah masalah mendasar dalam upaya
pengembangan kota yang berkelanjutan. Bukti di Australia, dan
negara-negara lain menunjukkan bahwa bentuk atau struktur wilayah
perkotaan merupakan faktor penting yang berkontribusi terhadap
ketergantungan pada penggunaan kendaraan bermotor pribadi
(Newman dan Kenworthy, 1999). Banyak kota telah mengalami
peningkatan yang signifikan dalam kilometer perjalanan kendaraannya
(Vehicle Kilometer of Travel atau VKT). Pertumbuhan nilai VKT
sangat mengkhawatirkan bila ditinjau dari dampaknya terhadap
peningkatan konsumsi energi dan penurunan kualitas lingkungan.
Pertumbuhan nilai VKT telah melampaui langkah-langkah yang dapat
dilakukan dalam upaya untuk meningkatkan efisiensi energi dan
kualitas lingkungan.
Tujuan penting dalam mencapai kota yang lebih berkelanjutan
adalah target VKT yaitu mengurangi penggunaan kendaraan bermotor
dan panjang perjalanan yang terkait dengan perubahan struktur kota.
Oleh karena itu, penelitian terkait strategi pengembangan struktur kota
dalam upaya mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan
kendaraan bermotor sangat diperlukan. Berbagai penelitian terkait
topik ini telah menghasilkan hasil yang beragam dan masih ada
kontroversi akademis atas apakah temuan dan kesimpulan tersebut
berguna untuk pembuat kebijakan. Masih diperlukan lebih banyak
bukti-bukti empiris. Stead (1999) berpendapat bahwa panjang
perjalanan dapat digunakan sebagai indikator lingkungan dimana
datanya cukup mudah diperoleh dan perhitungannya sederhana. Miller
dan Ibrahim (1998) menyatakan bahwa VKT adalah salah satu ukuran
kinerja yang sederhana yang dapat menjelaskan berbagai karakteristik
perjalanan (jumlah perjalanan, distribusi spasial perjalanan, moda dan
rute). Banyak kota telah menetapkan target VKT. Sebagai contoh, Aksi
untuk Transportasi 2010 untuk kota-kota di Australia seperti Sydney,
Newcastle dan Wollongong, menunjukkan bahwa kebutuhan untuk
mengurangi pertumbuhan VKT sebesar 43% antara tahun 1991 dan
2021. Perencanaan tata guna lahan memiliki peran kunci dalam upaya
pencapaian tujuan ini, baik untuk mengurangi kebutuhan penggunaan
kendaraan pribadi maupun kebutuhan untuk menempuh jarak
perjalanan yang lebih jauh.
Salah satu variabel struktur kota yang penting yaitu jarak antara
tempat kerja dan permukiman. Upaya untuk mengurangi jarak antara
tempat kerja dan permukiman diyakini dapat mengurangi panjang
perjalanan komuter. Beberapa peneliti mengusulkan pembangunan
yang lebih padat (compact city) sebagai cara untuk mengurangi jarak
tempuh dan ketergantungan pada penggunaan kendaraan (misalnya,
Newman dan Kenworthy, 1999). Namun demikian, ada sebagian
pekerja yang bekerja dengan menempuh jarak yang jauh dan melewati
berbagai peluang pekerjaan terdekat sehingga menimbulkan
pemborosan perjalanan (Hamilton, 1989). Peneliti lain meyakini bahwa
justru desentralisasi perkotaan, khususnya pekerjaan, sebenarnya telah
mengurangi rata-rata panjang jarak perjalanan kerja akibat dari lebih
banyak pekerjaan yang terletak lebih dekat dengan wilayah pemukiman
(misalnya, Gordon, dkk, 1988). Efisiensi dari konsep kota padat
(compact city) dengan pola perjalanan terpusat belum terbukti
efektivitasnya, meskipun telah diadopsi sebagai panduan kebijakan
jangka panjang di berbagai kota.
Kajian empiris terkait pengaruh struktur kota terhadap kinerja
sistem transportasinya masih terbatas. Penelitian yang membandingkan
struktur kota dan sistem transportasi di berbagai kota di dunia dalam
konteks makro menuai berbagai kritikan. Hasil penelitian tersebut
menyarankan kebijakan untuk menciptakan daerah perkotaan dengan
kepadatan yang lebih tinggi (Newman dan Kenworthy, 1999). Namun,
panduan kebijakan yang dapat diberikan oleh kajian pada tataran makro
lintas kota tersebut tidak begitu jelas. Apakah tingkat kepadatan
penduduk yang lebih tinggi direkomendasikan di semua lokasi?
Apakah lokasi tertentu lebih cocok dibandingkan lokasi lainnya dalam
upaya menurunkan panjang perjalanan melalui peningkatan
kepadatan? Apakah variabel kepadatan penduduk yang merupakan
salah satu variabel struktur kota pada tataran zona memang benar
memiliki pengaruh yang lebih baik terhadap pola perjalanan daripada
faktor-faktor lainnya? Variasi nilai variabel dalam suatu wilayah kota
bisa jadi lebih tinggi dibandingkan antar kota. Hal ini menunjukkan
bahwa masih diperlukan penelitian yang lebih detail pada tataran zona
dalam suatu wilayah kota.
Beberapa penelitian pada tataran mikro (tingkat permukiman) sudah
dilakukan. Goodwin (1975) menemukan bahwa rumah tangga di
daerah permukiman dengan kepadatan tinggi cenderung memiliki
frekuensi perjalanan dengan kendaraan pribadi lebih kecil dengan jarak
perjalanan yang lebih pendek. Frank dan Pivo (1994) menyatakan
bahwa tingkat kepadatan permukiman dan aktivitas memiliki pengaruh
yang berarti dalam pemilihan moda transportasi. Dilain pihak, Miller
dan Ibrahim (1998) mengemukakan bahwa kepadatan penduduk
merupakan variabel yang tidak signifikan untuk memprediksi nilai
VKT. Variabel struktur kota lainnya seperti jarak zona dari pusat kota
dan variabel sosial-ekonomi memiliki kaitan lebih baik dengan VKT.
Selanjutnya Brunton dan Brindle (1999) menemukan bahwa variabel
kepadatan (populasi dan aktivitas) tidak memiliki pengaruh yang kuat
terhadap VKT ketika variabel lain seperti aksesibilitas dan sosial-
ekonomi juga diperhitungkan dalam model. Peneliti lainnya telah
menemukan bahwa aspek perilaku juga memengaruhi perjalanan
(Simmonds dan Coombe, 1997; Kitamura, dkk, 1997; Paez, dkk, 2001).
Penelitian terkini terkait struktur kota dan transportasinya juga telah
dilakukan di beberapa kota di dunia. Berdasarkan kajian oleh Naess
(2012) di kota-kota Norwegia, ditemukan bahwa desentralisasi lokasi
pekerjaan ke arah luar kota tidak berkontribusi terhadap penurunan
rata-rata jarak perjalanan. Pendapat ini selaras dengan hasil penelitian
terdahulu (Cervero and Landis 1992; Yang 2005; Aguilera, dkk. 2009),
namun mengurangi rata-rata waktu tempuh (Gordon, dkk. 1991;
Cervero dan Landis 1992; Giuliano dan Small, 1993). Coppola, dkk.
(2014), telah mengkaji keterkaitan struktur kota dan transportasi
berkelanjutan di Kota Roma, Italia, dengan metode simulasi. Dari 3
skenario struktur kota (kota padat/compact, terpencar/sprawl, dan
berorientasi angkutan umum/TOD), Coppola, dkk. (2014) menyatakan
bahwa struktur kota yang padat (compact) lebih baik dalam upaya
pencapaian transportasi berkelanjutan. Kelemahan studi-studi tersebut
antara lain: pada studi empiris, hanya menggunakan data cross-
sectional untuk satu tahun pengamatan dan pada studi simulasi sangat
tergantung pada asumsi yang dipergunakan dan validitas hasilnya
masih diragukan.

2. KONDISI TRANSPORTASI PERKOTAAN DI INDONESIA

Perkembangan transportasi memiliki peran penting untuk


menunjang kemajuan perekonomian di suatu wilayah. Sebagai contoh,
pada tahun 2015 diperkirakan kontribusi sektor transportasi jalan raya
di Indonesia terhadap PDB mencapai Rp. 463,058 triliun (Bappenas,
2012). Namun demikian, kualitas dan kuantitas infrastruktur
transportasi di Indonesia masih belum memadai, dimana Indonesia
menempati peringkat ke-86 dari 134 negara. Indonesia tertinggal dari
Singapura yang menempati peringkat ke-4, Malaysia di peringkat ke-
23, dan Thailand di peringkat ke-29 (Bappenas, 2012). Dalam rangka
meningkatkan kualitas dan kuantitas infrastruktur transportasi di
Indonesia, diperlukan juga untuk memerhatikan dampak negatif dari
transportasi khususnya transportasi jalan raya terhadap kualitas
lingkungan. Sehingga pengembangan infrastruktur transportasi
kedepannya tidak justru kian menurunkan kualitas lingkungan.
Sektor transportasi di Indonesia merupakan pengguna energi
terbesar dan diperkirakan akan terus mengalami peningkatan.
Perkiraan pemakaian energi untuk transportasi didominasi oleh
angkutan jalan (88%) yang terdiri dari mobil penumpang 34%,
angkutan barang 32%, sepeda motor 13% dan bus 1%. Selanjutnya
kereta api, angkutan sungai, danau dan penyeberangan sebesar 1%,
angkutan laut 7% dan angkutan udara 4%. Pemakaian bahan bakar
minyak (BBM) mengalami peningkatan sekitar 5,6% per tahun. Jenis
BBM yang paling banyak digunakan adalah solar (42%), diikuti oleh
premium (22%) dan minyak tanah (20%) (Warta Pertamina dalam
Departemen Perhubungan, 2005). Mengingat transportasi jalan
memiliki tingkat konsumsi BBM terbesar, maka kebijakan
penghematan BBM dalam sektor transportasi di Indonesia difokuskan
pada transportasi jalan.
Secara umum tingkat pertumbuhan kendaraan bermotor di Indonesia
sekitar 8% per tahun. Tingkat pertumbuhan yang tinggi ini tanpa diikuti
dengan peningkatan sarana dan prasarana transportasi yang memadai
telah menimbulkan kemacetan di berbagai kota di Indonesia.
Kecepatan rata-rata pada saat jam sibuk berkisar antara 18,2 hingga
24,2 km/jam (Departemen Perhubungan, 2005). Penurunan kecepatan
akibat kemacetan ini juga berdampak pada peningkatan konsumsi
BBM. Dalam upaya untuk menghemat penggunaan BBM, Departemen
Perhubungan (2005) melakukan dua pendekatan, yaitu efisiensi
penggunaan BBM dan diversifikasi bahan bakar. Efisiensi penggunaan
BBM dapat ditempuh antara lain melalui pengembangan angkutan
umum, mendorong Transit Oriented Development (TOD),
pengurangan penggunaan kendaraan bermotor pribadi (melalui
kebijakan manajemen parkir, pembatasan lalu lintas ganjil genap,
prioritas High Occupant Vehicle (HOV), road pricing, pajak kendaraan
bermotor, dan pajak bahan bakar minyak), mendorong penggunaan
kendaraan tidak bermotor, penyuluhan dan penegakan hukum,
penerapan Intelligent Transport System (ITS), teknologi kendaraan dan
mendorong penggunaan kendaraan hemat BBM. Diversifikasi bahan
bakar dilakukan melalui upaya mendorong penggunaan BBG,
perluasan pelayanan pengisian BBG, pemberian insentif bagi pengguna
BBG, serta mendorong penggunaan bio diesel, fuel cell, methanol dan
listrik.
Konsentrasi polusi udara telah melewati ambang batas pada saat jam
puncak di ruas-ruas jalan utama dalam kota yang dihasilkan oleh
kendaraan bermotor. Sebagai ilustrasi, kerugian ekonomi akibat
kemacetan di Jakarta diperkirakan mencapai 65 trilyun per tahun pada
tahun 2020 (SITRAMP, 2004). Beberapa polusi udara berpotensi
membahayakan kesehatan manusia dan ekosistem. Berdasarkan
Perpres No. 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan
Gas Rumah Kaca, pemerintah telah menargetkan untuk mengurangi
emisi Gas Rumah Kaca sebesar 26% pada tahun 2020. Khusus untuk
sektor transportasi, direncanakan akan mengurangi sebesar 0,038 giga
ton emisi CO2.
Dalam realitanya, secara umum pola perjalanan di kota-kota di
Indonesia ditandai dengan tingginya tingkat pertumbuhan kendaraan
bermotor pribadi, kian meningkatnya panjang perjalanan dan
penurunan penggunaan angkutan umum, sehingga konsumsi BBM dan
polusi udara justru kian meningkat. Kondisi ini justru berlawanan arah
dengan target pemerintah untuk menurunkan gas rumah kaca. Salah
satu strategi pemecahan permasalahan yaitu melalui intervensi
kebijakan pada struktur kota yang memengaruhi pola perjalanan.
Secara teoritis, struktur kota memengaruhi pola perjalanan karena
perjalanan merupakan kebutuhan turunan (derived demand) akibat
distribusi aktivitas secara spasial. Namun struktur kota yang ideal yang
paling efisien dan dapat mengurangi konsumsi energi dan produksi
polusi udara masih menjadi perdebatan para peneliti.
3. STRUKTUR KOTA, POLA PERJALANAN DAN
TRANSPORTASI BERKELANJUTAN

Untuk mengevaluasi progress perkembangan struktur kota dalam


pencapaian tujuan dan target transportasi berkelanjutan, diperlukan
adanya suatu indikator capaian. Dari berbagai macam indikator yang
diusulkan oleh para peneliti menunjukkan bahwa belum ada
kesepakatan tentang indikator yang tepat untuk transportasi
berkelanjutan, terutama di tingkat lokal (metropolitan dan sub-
metropolitan). Indikator lingkungan digunakan untuk mengevaluasi
kinerja transportasi di tingkat lokal perlu mempertimbangkan apakah
indikator yang dipilih telah sesuai sebagai indikator baik di tingkat
lokal dan global. Misalnya, indikator tingkat kebisingan merupakan
indikator untuk tingkat lokal tetapi bukan merupakan indikator di
tingkat global. Diperlukan untuk mengaitkan antara indikator dengan
tujuan dan target transportasi keberlanjutan, oleh karena itu hirarki
indikator harus dipahami terlebih dahulu sebelum memilih indikator
yang tepat.
Untuk memperjelas tujuan transportasi berkelanjutan, diagram yang
menggambarkan kondisi transportasi yang tidak berkelanjutan
(unsustainable transportation) diuraikan terlebih dahulu seperti
diperlihatkan pada Gambar 1 dan 2. Beberapa peneliti berpendapat
bahwa emisi dan dampak lain yang mengakibatkan perubahan iklim,
berkurangnya lahan hijau dan punahnya keanekaragaman hayati harus
dimasukkan ke dalam indikator tidak berkelanjutan kategori tinggi,
sedangkan polusi udara, kebisingan dan kecelakaan dimasukkan ke
dalam indikator tidak berkelanjutan kategori rendah karena indikator-
indikator tersebut tidak pernah memiliki dampak antar-generasi yang
jelas (OECD, 1996).
Gambar 1 merupakan diagram yang menunjukkan hirarki
transportasi yang tidak berkelanjutan (unsustainable transportation).
Stakeholder yang terlibat termasuk pemerintah, sektor swasta dan
individu. Ketersediaan sumber daya alam seperti bahan bakar fosil dan
lahan hijau, kebijakan pemerintah dan kekuatan pasar, akan
memengaruhi perilaku setiap individu dalam menggunakan kendaraan
bermotor pribadi dan jarak perjalanan yang ditempuh.
Struktur kota yang menyebabkan tingginya tingkat ketergantungan
pada penggunaan kendaraan, ketidaksesuaian spasial, faktor sosial-
ekonomi dan demografi, tidak optimalnya manajemen demand (travel
demand management/TDM), harga bahan bakar dan kendaraan yang
relatif rendah akan menyebabkan kian menurunnya kinerja pola
perjalanan seperti meningkatnya panjang perjalanan, VKT dan
penurunan penggunaan angkutan umum. Memburuknya kinerja pola
perjalanan, bersama-sama dengan lambatnya kemajuan dalam
pengembangan teknologi, akan memberikan kontribusi terhadap kian
menurunnya keberadaan bahan bakar dan memicu terjadinya
pemanasan global. Dampak lingkungan lainnya adalah: polusi tingkat
lokal, kebisingan, kecelakaan dan kemacetan, kesemuanya berdampak
pada penduduk lokal dan isu-isu kesetaraan antar-generasi.
Selanjutnya, Gambar 2 menunjukkan diagram hirarki untuk
transportasi berkelanjutan, mulai dari tujuan global transportasi
berkelanjutan untuk beberapa sub-tujuan dan atribut. Tujuan
transportasi berkelanjutan mempertimbangkan tiga isu: kelestarian
lingkungan, efisiensi ekonomi dan keadilan sosial. Penekanan
diberikan di sini adalah untuk kelestarian lingkungan. Dalam
kelestarian lingkungan, tujuan dapat dibagi menjadi tujuan global,
lokal atau regional. Pembedaan ini penting karena kebijakan yang
diambil pada skala lokal terutama diarahkan untuk mencapai tujuan
lokal dan mungkin tidak terkait dengan pencapaian tujuan global yang
lebih luas. Tujuan global yang terdiri dari dua sub-tujuan: pengendalian
terhadap kian menipisnya keberadaan bahan bakar dengan
meminimalkan konsumsi bahan bakar diukur dalam barel per tahun
(misalnya melalui peningkatan teknologi) dan mengurangi polusi
global dengan meminimalkan emisi CO2 dan CFC yang diukur dalam
gram per kapita. Tujuan lokal / regional terdiri dari upaya penurunan
polusi yang berdampak lokal (meminimalkan NOx, CO, VOC, dan
PM10 yang diukur dalam gram per kapita), dan sub-tujuan lingkungan
lainnya, seperti meminimalkan tingkat kebisingan, kecelakaan dan
kemacetan.
Unsustainable transportation

Unsustainable Economic Unsustainable Environment Unsustainable Social

Strongly Weakly
unsustainable unsustainable

Air pollution, noise, accident,


Fuel Depletion, global warming congestion

Fuel technology
High VKT, low public
transport share

Car-dependent urban Non-optimal TDM Low-price fuel and Socio-economic,


form, spatial mismatch vehicle demographic

Market force Government policy Resource availability

Gambar 1 Diagram Hirarki Kondisi Transportasi Perkotaan yang Tidak Berkelanjutan (Unsustainable
Transport)
Overall
objective Sustainable Transportation

Sustainable Economy Sustainable Environment Sustainable Social

Global objective Local and regional objective

Fossil fuel Global Local Other


depletion warming pollution environment

Sub-objective Attribute Sub-objective Attribute Sub-objective Attribute Sub-objective Attribute


Min. fuel Barrels/ Min. CO2 Gram per Min. NOx Gram per Min. Noise dBA
consumption year capita capita
Min. CFC Min. CO Min. Accident persons/km

Min. VOCs Min. veh/km


Congestion
Min. PM10 hectare
Min. Land
consumption

Gambar 2 Diagram Hirarki Transportasi Berkelanjutan


Gambar 3 memperlihatkan diagram yang menggambarkan
hubungan antara struktur kota dan transportasi berkelanjutan.
Sebelum menggunakan struktur kota sebagai salah satu upaya
untuk mencapai transportasi yang berkelanjutan, maka diperlukan
untuk memahami bagaimana struktur kota memengaruhi pola
perjalanan. Pola perjalanan dapat digunakan sebagai suatu
pendekatan untuk menggantikan indikator konsumsi energi dan
emisi transportasi (Stead, 1999). Pola perjalanan pada skala
regional akan memerlukan solusi pendekatan perubahan struktur
kota pada skala regional. Demikian pula, pemecahan pola
perjalanan pada skala lokal akan membutuhkan solusi skala lokal.
Upaya perbaikan struktur kota pada skala lokal untuk merubah pola
perjalanan pada skala lokal tidak selalu dapat berkontribusi dalam
upaya untuk memecahkan permasalahan pada skala regional
karena setiap daerah memiliki karakteristik tersendiri yang unik.
Upaya perubahan struktur kota pada skala lokal meliputi: desain
tata guna lahan campuran (mixed-use design), upaya
menyeimbangkan lokasi dan jumlah pekerjaan-perumahan, desain
fasilitas ramah untuk pejalan kaki, dan perbaikan tata letak jalan
(desain lingkungan neo-tradisional atau pengembangan tata guna
lahan yang berorientasi pada angkutan umum (transit oriented
development/TOD). Pada tingkat regional, skala analisis dapat
dibagi menjadi skala makro (dengan batas administrasi
pemerintahan daerah lokal (Local Government Area/LGA). Pola
perjalanan di tingkat LGA dipengaruhi oleh karakteristik tingkat
lokal atau lingkungan. Pola perjalanan di tingkat lokal/lingkungan
dipengaruhi oleh perilaku individu.
Fuel depletion and global
Global scale warming

Energy consumption Global pollution Noise, local air pollution,


National scale (CO2) accident, congestion

Regional Travel Behavior Local/neighborhood Travel Behavior Local scale


Regional scale

No of trips by car, public


transport, walking and
VKT, trip length, %Transit
cycling
preference, %public
transport

Corridor characteristics Mixed-use Pedestrian and Street Other factors


Local government area cycling facility layout
characteristics

LGAs scale urban Socio-economic Other factors Corridor scale urban


form factors form

Gambar 3 Struktur Kota danTransportasi yang Berkelanjutan


4. STRUKTUR KOTA DAN TRANSPORTASI

Pola Perjalanan sebagai Indikator Transportasi


Berkelanjutan dari Aspek Lingkungan

Pola perjalanan adalah salah satu indikator dari komponen


transportasi yang ramah lingkungan (Environmentally Sustainable
Transport/EST). Variabel pola perjalanan seperti VKT, panjang
perjalanan dan pemilihan moda transportasi dapat digunakan
sebagai pendekatan untuk indikator konsumsi energi dan emisi
sektor transportasi. Skala permasalahan dampak transportasi
terhadap lingkungan dapat dibedakan berdasarkan skala geografis
(lokal, regional dan global).

Skala Spasial Permasalahan

Salah satu masalah transportasi modern adalah keragaman


dampak (Button, 1993). Terdapat dampak lokal dan langsung
seperti gangguan kebisingan dan emisi kendaraan di tingkat lokal
yang berdampak secara langsung terhadap kesehatan masyarakat.
Dampak pada tingkat regional, misalnya emisi gas 'hujan asam'
(seperti sulfur dan nitrogen oksida) dan dampak global antara lain
emisi gas rumah kaca seperti CO2, yang dapat memengaruhi
pemanasan global. Oleh karena itu, dalam rangka untuk mengatur
target spasial sebagai dampak lingkungan dari sektor transportasi,
maka perlu dipertimbangkan tingkatan geografis skala
permasalahannya.
Gambar 4 memperlihatkan diagram yang menggambarkan skala
spasial dari permasalahan lingkungan yang disebabkan oleh sektor
transportasi dari tingkat global ke tingkat lokal dan individu. Hal
ini menunjukkan kebutuhan target spasial. Jika kebijakan
diarahkan untuk upaya pemecahan permasalahan pada tingkat
individu atau lokal, hasilnya tidak selalu memiliki kontribusi untuk
pemecahan permasalahan lingkungan pada tingkat global. Oleh
karena itu, indikator yang dikembangkan untuk pencapaian target
transportasi berkelanjutan perlu diperjelas tingkatan geografis
upaya pemecahan permasalahan yang dilakukan.
Global problem

National leads to
global problem National problem

Metropolitan
problem

Local Government Corridor problem


Area problem

Local/neighbbourhood Zones close to transit Zones away from


problem lines problem transit lines prolem

Individual/household
problem Individual/household
problem

Gambar 4 Skala Spasial Permasalahan Lingkungan

Target Tata Ruang

Dalam masyarakat demokratis, pemerintah daerah adalah


tingkat pemerintahan yang paling dekat dengan masyarakat.
Perbandingan indikator kinerja antara wilayah pemerintah daerah
(Local Government Area/LGA) dapat memberikan informasi
tentang lokasi penting yang memerlukan intervensi kebijakan
dengan segera. Namun, kebijakan tersebut perlu
mempertimbangkan kontribusi dari LGA terhadap kinerja daerah
atau metropolitan dan tidak semata-mata diarahkan untuk
meningkatkan kinerja pada tingkat lokal.
Analisis yang terpisah diperlukan untuk setiap skala geografis di
setiap kota tertentu. Indikator lokal untuk kebutuhan
pengembangan transportasi yang ramah lingkungan harus dipilih
secara tepat. Tujuan transportasi yang ramah lingkungan terdiri
dari tujuan global (penurunan keberadaan bahan bakar dan
terjadinya polusi global) serta tujuan lokal dan regional (polusi
lokal, kebisingan, kecelakaan, kemacetan, dll.). Oleh karena itu,
indikator pada tingkat lokal perlu didefinisikan secara jelas
didasarkan pada tujuan tersebut.

Indikator Kinerja

Pengembangan indikator penting untuk dilakukan dalam rangka


mengevaluasi "kinerja" dalam konteks transportasi berkelanjutan.
Kinerja adalah ukuran dari seberapa baik suatu organisasi dapat
memenuhi tujuan dengan memperhitungkan berbagai kendala
eksternal yang ada. Dalam dunia bisnis, informasi komparatif yang
baik pada kinerja dapat meningkatkan insentif untuk mencapai
perbaikan terus-menerus. Indikator dapat menjadi alat yang ampuh
untuk mengidentifikasi kesenjangan dalam kinerja dan
memberikan wawasan dalam upaya untuk mengisi kesenjangan.
Salah satu proses yang dapat dilakukan adalah melalui upaya
perbandingan kondisi (proses benchmarking). Dengan
membandingkan kinerja dari indikator yang telah ditetapkan maka
dapat diidentifikasi praktek terbaik yang dapat dicontoh dalam
upaya untuk meningkatkan kinerja. Indikator kinerja dapat
digunakan untuk tujuan pengukuran dan pemantauan, atau untuk
peramalan nilai indikator berdasarkan model sistem yang
kompleks. Kebanyakan penelitian yang sudah dilakukan masuk ke
dalam kategori yang terakhir, misalnya: sistem indikator Spartacus
(Lautso dan Toivanen, 1999), sistem model dinamik ASTRA
(Schade dan Rothengatter, 2001) (Furst, dkk., 2001) dan kapasitas
lingkungan (Lu dan Zhang, 2001).

Kriteria Indikator Kinerja

OECD (1998) telah menyarankan tiga kriteria utama untuk


pemilihan indikator: relevansi kebijakan dan utilitas untuk
pengguna, kesehatan analitis, dan terukurnya (termasuk sub-
kriteria seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1).
Tabel 1 Kriteria Seleksi Indikator Berdasarkan OECD

Relevansi and Kegunaan Kekuatan Analitis Terukur


Menyediakan gambaran Memiliki dasar teoritis Ketersediaan data
yang representatif yang kuat
Sederhana dan mudah Bersifat ilmiah Biaya efisien
diinterpretasikan
Responsif terhadap Berdasarkan standar Terdokumentasikan dengan
perubahan lingkungan internasional baik
Bersifat nasional dan dapat Validitasnya diakui Kualitasnya diakui
dibandingkan secara
internasional
Memiliki batasan atau Dapat dikaitkan dengan Mudah diperbaharui dengan
nilai acuan untuk model dan peramalan prosedur baku
mengevaluasi tingkat
signifikansi

Sumber: OECD (1998)

The Commonwealth of Australia State of Environment, 1996


(dalam Houghton, 1997) telah membuat kriteria untuk menentukan
indikator lingkungan nasional di Australia yang juga berlaku untuk
sistem perkotaan, sebagai berikut:

1. Kuat (dapat diandalkan)


2. Sensitif (indikasi awal perubahan)
3. Berlaku (pada skala nasional, daerah dan lokal)
4. Terukur (validitas, ketersediaan data)
5. Kredibel (ilmiah, politik)
6. Konsisten (dengan pendekatan lain)
7. Kegunaan (dimengerti, bermakna)
8. Relevan (memenuhi informasi dan manajemen kebutuhan)
9. Praktis (ditindaklanjuti, bimbingan untuk pengambilan
keputusan)
10. Biaya-efektif (biaya seminimal mungkin)
5. MODEL HUBUNGAN STRUKTUR KOTA DAN
TRANSPORTASI

Struktur kota, faktor sosial-ekonomi, demografi dan lainnya


berinteraksi dalam cara yang kompleks yang memengaruhi pola
perjalanan. Kajian pustaka yang terkait menunjukkan bahwa
penelitian yang lebih komprehensif dan longitudinal diperlukan
untuk menyelidiki hubungan antara struktur kota dan perilaku
perjalanan dalam wilayah metropolitan dalam rangka
meningkatkan pemahaman kita tentang kompleksitas hubungan
tersebut.
Dengan menggunakan data cross-sectional dan longitudinal
(data time series 35 tahun), Suthanaya (2009) mengkaji hubungan
antara struktur Kota Sydney dan pola perjalanan kerja yang terjadi.
Sebanyak 44 pemerintahan daerah lokal (LGA) dipertimbangkan
dalam penelitian tersebut.

Kerangka Konseptual

Struktur kota bukanlah satu-satunya faktor yang memengaruhi


pola perjalanan. Karakteristik sosial-ekonomi dan demografi juga
memengaruhi pola perjalanan (lihat Gambar 5). Faktor-faktor lain
seperti infrastruktur, pelayanan transportasi umum, teknologi,
kebijakan pemerintah, masyarakat dan sektor swasta, pajak,
manajemen permintaan perjalanan, dll., semua memiliki pengaruh
pada respon perilaku individu atau kelompok dan pola perjalanan.
Ada hubungan timbal balik yang kompleks antar semua faktor
ini. Studi di tingkat mega yang membandingkan struktur kota dan
pola perjalanan antar berbagai kota di dunia telah menuai kritik
pada beberapa aspek. Variasi variabel dalam kota mungkin lebih
besar daripada antar kota, oleh karena itu, studi rinci antar zona
dalam suatu wilayah kota menggunakan data sensus time-series
diperlukan. Beberapa penelitian hanya fokus pada struktur kota
sebagai variabel bebas dan mengabaikan faktor sosial-ekonomi
serta demografi. Di lain pihak, kajian dengan pendekatan simulasi
juga menuai kritik karena keakuratan hasilnya sangat tergantung
pada asumsi yang digunakan. Penelitian-penelitian yang fokus
pada analisis empiris baik agregat dan dis-agregat juga menuai
kritik. Namun agregat analisis memiliki beberapa keunggulan
dibandingkan studi simulasi dalam mengkaji hubungan antara
struktur kota dan dan perilaku perjalanan
Gambar 5 menunjukkan bahwa struktur kota, faktor sosial-
ekonomi, demografi dan lainnya berinteraksi satu sama lain dalam
cara yang kompleks. Secara simultan, faktor-faktor ini
memengaruhi respon perilaku untuk individu atau kelompok orang
dan pola perjalanan mereka. Semakin lama perjalanan, semakin
banyak orang membuat perjalanan, dan semakin banyak orang
menggunakan kendaraan pribadi, semakin besar konsumsi energi
dan emisi transportasi.
Perubahan struktur kota mungkin memengaruhi perubahan
respon perilaku dan pola perjalanan. Perubahan respon perilaku
dan pola perjalanan akan memengaruhi tingkat konsumsi energi
dan emisi transportasi. Dengan mengevaluasi perubahan ini dari
waktu ke waktu, maka interaksi yang kompleks ini dapat lebih
dipahami. Jika ada hubungan antara struktur kota dan pola
perjalanan, maka temuan tersebut dapat digunakan untuk meninjau
kembali dan merevisi perdebatan tentang kebijakan lokasi dan
struktur ruang perkotaan. Dalam hal ini, keberadaan indikator
lingkungan juga diperlukan untuk mengevaluasi kinerja intra dan
antar-generasi, khususnya, di tingkat lokal daripada untuk seluruh
daerah perkotaan.
Socio-economic

Other
factors

Urban form Demographic

Feedback
Behavioural response
and travel patterns

Energy consumption
and transport emissions

Gambar 5 Hubungan antara Struktur Kota, Faktor Sosial-


Ekonomi, Demografi dan Pola Perjalanan

Keterkaitan Struktur Kota dan Pola Perjalanan

Berdasarkan Data Cross-sectional

Berdasarkan kajian yang telah dilakukan oleh Suthanaya (2009)


dengan menggunakan data cross-sectional antara struktur kota dan
pola perjalanan pada tingkat makro dalam kota menggunakan
beberapa data sensus perjalan kerja di Kota Sydney, perhatian
khusus diberikan kepada perjalanan dengan kendaraan pribadi.
Sekitar tujuh belas variabel struktur kota dan sembilan belas
variabel sosial-ekonomi dan demografi dipergunakan. Penurunan
panjang rata-rata perjalanan dan peningkatan pengguna angkutan
umum merupakan faktor penting untuk mencapai target VKT.
Struktur kota mengalami perubahan perlahan di tingkat LGA di
Kota Sydney tetapi VKT meningkat relatif cepat, khususnya, di
LGA lingkar luar di luar 20 km dari Central Business District
(CBD).
Variabel struktur kota diidentifikasi memiliki hubungan kuat
dengan variabel pola perjalanan. Ditemukan dari analisis korelasi
bahwa aksesibilitas ke tempat kerja memiliki korelasi kuat dengan
panjang perjalanan dengan semua moda transportasi, panjang
perjalanan dengan kendaraan pribadi, panjang perjalanan dengan
bus, dan proporsi menggunakan kendaraan pribadi. Aksesibilitas
ke tempat kerja adalah variabel terkuat kedua dari variabel-variabel
struktur kota yang berkorelasi dengan jumlah total perjalanan
dengan kendaraan pribadi (VKT) setelah variabel proporsi pekerja
dan permukiman. Seperti yang diharapkan, proporsi pekerja dan
permukiman juga memiliki korelasi kuat dengan jumlah total
perjalanan dengan semua moda transportasi. Jarak LGA dari CBD
memiliki korelasi kuat dengan proporsi menggunakan bus dan
panjang perjalanan dengan kereta api. Namun, tidak satupun dari
variabel struktur kota memiliki korelasi yang signifikan dengan
proporsi menggunakan kereta api.
Analisis regresi variabel tunggal dari berbagai variabel struktur
kota menunjukkan bahwa kekuatan hubungan telah berubah dari
waktu ke waktu dengan nilai konstanta regresi dan koefisien relatif
stabil. Oleh karena itu, penggunaan model tahun dasar untuk
memprediksi pola perjalanan pada tahun rencana akan
menyebabkan beberapa kesalahan prediksi.
Selanjutnya, dari hasil analisis regresi berganda dengan
mempertimbangkan hanya struktur kota sebagai variabel bebas
diperoleh bahwa kombinasi proporsi antara pekerja dan
permukiman serta aksesibilitas ke tempat kerja merupakan
kombinasi variabel terbaik dari variabel struktur perkotaan dalam
menjelaskan jumlah total perjalanan dengan kendaraan pribadi
(VKT-Car) dan jumlah total dari perjalanan oleh semua moda
transportasi. Kombinasi akses ke tempat kerja dan kepadatan
pekerja direkomendasikan sebagai prediktor untuk proporsi
menggunakan kendaraan pribadi di setiap LGA. Aksesibilitas ke
tempat kerja adalah prediktor tunggal terbaik untuk panjang
perjalanan dengan bus dan kombinasi aksesibilitas ke tempat kerja
dengan kepadatan pekerjaan atau proporsi pekerjaan memiliki
korelasi lebih kuat dalam menjelaskan panjang perjalanan oleh
semua moda transportasi. Selain itu, kombinasi jarak LGA dari
CBD dan jarak rata-rata pekerjaan dari LGA ditemukan sebagai
kombinasi variabel terbaik dari variabel struktur kota dalam
memprediksi proporsi menggunakan bus dan panjang perjalanan
dengan kereta api.
Dapat disimpulkan bahwa aksesibilitas ke tempat kerja adalah
variabel struktur kota yang paling penting dalam menjelaskan
variasi dalam pola perjalanan di tingkat makro. Variabel struktur
kota terkuat kedua adalah jarak LGA dari CBD. Oleh karena itu,
arah kebijakan ke depan di tingkat makro harus lebih fokus pada
isu aksesibilitas daripada mendasarkan hanya pada kepadatan
sebagai variabel struktur kota yang dapat memengaruhi pola
perjalanan di masa depan untuk mencapai sebuah kota yang lebih
berkelanjutan dalam hal transportasi.

Berdasarkan Data Time-Series

Pada penelitian selanjutnya, Suthanaya (2009) mengkaji variasi


dalam perubahan struktur kota, faktor sosial-ekonomi dan perilaku
perjalanan di seluruh wilayah Sydney dan keterkaitannya
berdasarkan time series data perjalanan kerja selama 35 tahun.
Beberapa variabel perilaku perjalanan mewakili variabel konsumsi
energi. Peningkatan penggunaan kendaraan pribadi, panjang
perjalanan dengan kendaraan pribadi dan jumlah total perjalanan
dengan kendaraan pribadi (VKT-Carl) menyebabkan konsumsi
energi yang lebih besar dan emisi transportasi lebih tinggi.
Beberapa penelitian lainnya hanya memperhitungkan VKT sebagai
indikator untuk transportasi berkelanjutan. Namun dalam
realitanya panjang perjalanan dan moda transportasi juga
memengaruhi VKT. Oleh karena itu, selain VKT, panjang
perjalanan dan pemilihan moda transportasi juga dipertimbangkan
dalam penelitian Suthanaya (2009).
Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa proporsi
penggunaan kendaraan pribadi untuk perjalanan bekerja di Sydney
telah meningkat 1,4 persen per 5 tahun sementara proporsi
menggunakan transportasi umum menurun (dengan 1 persen untuk
bus dan 0,4 persen untuk kereta api). Rata-rata panjang perjalanan
dengan kendaraan pribadi meningkat sekitar 0,5 km per 5 tahun
sementara jumlah total perjalanan dengan kendaraan pribadi
meningkat sekitar 35.302 orang-kilometer per 5 tahun selama
periode waktu 35 tahun.
Wilayah Kota Sydney dibagi atas tiga kelompok yaitu lingkar
dalam (inner ring), lingkar tengah (middle ring) dan lingkar luar
(outer ring). Penduduk yang tinggal di wilayah lingkar luar kota
(outer ring) mengalami peningkatan rata-rata panjang perjalanan
dengan kendaraan pribadi sekitar dua kali lipat dari penduduk yang
berada di lingkar tengah (middle ring). Sebuah peningkatan
dramatis dalam VKT dengan kendaraan pribadi terjadi di wilayah
lingkar luar (sekitar sebelas kali lebih tinggi dari lingkar tengah
kota). Berdasarkan data time-series, diantara ketiga wilayah
(lingkar dalam, tengah dan luar), ditemukan bahwa penduduk yang
tinggal di lingkar tengah memiliki kinerja paling baik dari aspek
peningkatan panjang perjalanan dengan kendaraan pribadi dan
jumlah total perjalanan dengan kendaraan pribadi. Sedangkan,
untuk wilayah lingkar dalam, memiliki kinerja yang lebih baik
dalam hal proporsi penggunaan angkutan umum. Ditemukan juga
bahwa desentralisasi lokasi pekerjaan dan tempat tinggal para
pekerja tidak diikuti oleh penurunan panjang perjalanan (seperti
yang diharapkan oleh beberapa peneliti dan perencana). Perilaku
perjalanan penduduk di wilayah lingkar luar perlu diarahkan
dengan intervensi kebijakan, misalnya dengan fokus
pengembangan di beberapa bidang utama daripada membiarkan
pembangunan tersebar secara alamiah sebagaimana yang telah
terjadi.
Berdasarkan perubahan rata-rata per 5 tahun, analisis varians
dengan membandingkan perilaku perjalanan antara wilayah
lingkar dalam, tengah dan luar menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan dalam perubahan proporsi penggunaan
kendaraan pribadi. Penduduk di wilayah lingkar luar mengalami
peningkatan secara signifikan lebih tinggi pada penggunaan moda
angkutan bus dibandingkan dengan wilayah lingkar dalam dan
tengah. Di sisi lain, penduduk di wilayah lingkar dalam mengalami
peningkatan secara signifikan lebih besar dalam proporsi
penggunaan kereta api daripada wilayah regional lainnya. Tidak
ada perbedaan yang signifikan dalam hal rata-rata perubahan
panjang perjalanan dengan kendaraan pribadi. Penduduk di
wilayah lingkar luar mengalami peningkatan secara signifikan
lebih besar dalam jumlah total perjalanan dengan kendaraan
pribadi daripada penduduk di wilayah lingkar dalam dan tengah.
Analisis korelasi dan analisis regresi berganda lebih lanjut
menunjukkan bahwa, secara umum, kinerja variabel struktur kota
adalah lebih baik daripada variabel sosio-ekonomi dalam
memprediksi perubahan perilaku perjalanan. Untuk memprediksi
perubahan dalam jumlah total perjalanan dengan kendaraan
pribadi, variabel penting struktur kota meliputi jumlah pekerja,
aksesibilitas ke tempat kerja dan jarak rata-rata lokasi tempat kerja.
Variabel sosial-ekonomi utama adalah proporsi rumah tangga
tanpa kendaraan pribadi, proporsi tinggal di apartemen (dengan
satu lantai atau lebih) dan proporsi pekerja dalam kategori
pendapatan menengah.
Selain jumlah total perjalanan dengan kendaraan pribadi sebagai
variabel terikat, hubungan antara perubahan dalam struktur kota
dan faktor sosial-ekonomi dan perubahan panjang perjalanan
dengan kendaraan pribadi juga diteliti. Variabel struktur kota yang
penting meliputi proporsi pekerja yang bekerja secara lokal dan
aksesibilitas ke tempat kerja dengan kendaraan pribadi . Variabel
sosial-ekonomi yang berpengaruh yaitu proporsi pekerja pada
kategori pendapatan menengah dan proporsi rumah tangga tanpa
kendaraan pribadi.
Selanjutnya, model untuk perubahan proporsi menggunakan bus
menunjukkan bahwa peningkatan aksesibilitas ke tempat kerja
dengan bus terkait erat dengan peningkatan proporsi menggunakan
bus sementara peningkatan rasio pekerja dan permukiman
memiliki hubungan negatif. Rata-rata perubahan proporsi
menggunakan kereta api terutama dijelaskan oleh peningkatan
proporsi rumah tangga dengan dua atau lebih mobil dengan
hubungan bersifat negatif. Variabel sosial-ekonomi lainnya yang
berpengaruh meliputi perubahan proporsi pekerja dalam kategori
pendapatan menengah. Peningkatan proporsi pekerja yang bekerja
secara lokal mengurangi proporsi penggunaan kereta api. Variabel
struktur kota penting lainnya yang terkait dengan perubahan
proporsi menggunakan kereta api adalah perubahan kepadatan
pekerjaan (dengan hubungan bersifat positif).
Hasil kajian Suthanaya (2009) menunjukkan bahwa tidak ada
kombinasi yang konsisten dari variabel struktur kota dan variabel
sosio-ekonomi yang dapat ditemukan untuk menjelaskan variasi
dalam perubahan perilaku perjalanan untuk wilayah lingkar
regional yang berbeda. Menariknya, variabel struktur kota seperti
kepadatan, yang sering dianggap sebagai prediktor penting dalam
penelitian lain, telah ditemukan untuk menjadi penting ketika
mempertimbangkan variabel struktur kota lainnya dan faktor
sosial-ekonomi. Oleh karena itu, mengurangi VKT menggunakan
kebijakan konsolidasi perkotaan difokuskan pada peningkatan
kepadatan penduduk di wilayah lingkar dalam atau tengah tidak
mungkin berhasil tanpa mempertimbangkan pengaruh variabel
struktur kota lainnya dan faktor sosial-ekonomi. Namun, fakta
bahwa peningkatan jumlah pekerja adalah prediktor utama
peningkatan VKT di wilayah lingkar luar menunjukkan bahwa
menarik penduduk untuk tinggal di wilayah lingkar dalam dan
menengah akan berkontribusi pada pengurangan VKT.

6. INDEKS PENGEMBANGAN TRANSPORTASI YANG


BERKELANJUTAN

Mengingat kompleksitas mencapai transportasi yang ramah


lingkungan, diperlukan untuk menyusun indikator yang dapat
dipergunakan untuk untuk mengevaluasi kemajuan menuju
sasaran. Indikator-indikator ini harus spesifik, terukur dan dapat
diprediksi. Pola perjalanan dapat digunakan sebagai indikator
lingkungan untuk transportasi perkotaan yang berkelanjutan.
Misalnya, peningkatan jarak tempuh dan peningkatan perjalanan
dengan kendaran pribadi terkait dengan konsumsi energi yang
lebih tinggi dan peningkatan emisi transportasi. Oleh karena itu,
panjang perjalanan, VKT dan pemilihan moda transportasi dapat
digunakan sebagai indikator lingkungan untuk transportasi
perkotaan yang berkelanjutan.
Untuk mengevaluasi kontribusi setiap zona dalam suatu wilayah
perkotaan terhadap progress pencapaian transportasi
berkelanjutan, Suthanaya (2009) telah mengembangkan sebuah
indeks yang disebut indeks ketergantungan pada penggunaan
kendaraan pribadi (Car Dependence Index/CDI). CDI adalah
indeks gabungan berdasarkan pada kombinasi dari nilai faktor
untuk panjang perjalanan, VKT dan pilihan moda untuk setiap
zona. Diagram scatter-plot tiga dimensi (3-D) digunakan untuk
mengevaluasi kinerja perjalanan secara visual seperti diperlihatkan
pada Gambar 6.

Scenario 1a

T 140 0000 750


715 0
A 120 0000
310 0
T 855 0
C 100 0000
a
800 000
r
S 600 000
1
400 000
a
200 000 RING

40 110 3
30 90 100
20 70 80
10 60 2
TLCARS1 PRPCAR11
1

Gambar 6 Contoh Diagram Hasil Aplikasi CDI di Kota Sydney

Skor faktor komposit atau indeks adalah hasil dari penambahan


bersama skor untuk setiap variabel pola perjalanan. Setelah
mendapatkan nilai faktor komposit untuk setiap zona, kemudian
dilakukan proses perankingan dari nilai terendah ke nilai tertinggi.
Suatu zona dengan skor rendah menunjukkan rendahnya tingkat
ketergantungan terhadap kendaraan pribadi dan sebaliknya skor
tinggi menunjukkan tingginya tingkat ketergantungan pada
penggunaan kendaraan pribadi. CDI dapat dihitung untuk
mengevaluasi kinerja tiap zona intra-generasi (cross-sectional),
antar-generasi (longitudinal) dan kombinasi keduanya. Gambar 7
memperlihatkan contoh aplikasi CDI di Kota Sydney untuk
evaluasi indeks kombinasi data cross-sectional dan longitudinal.
Berdasarkan plot nilai CDI tersebut maka dapat diidentifikasi
zona-zona yang memiliki tingkat ketergantungan tinggi terhadap
penggunaan kendaraan pribadi. Secara umum, zona-zona pada
wilayah lingkar luar Kota Sydney memiliki nilai CDI yang tinggi.
Oleh karena itu diperlukan intervensi kebijakan struktur kota untuk
menurunkan nilai CDI nya.

Gambar 7 Contoh Aplikasi CDI untuk Mengevaluasi 44 Zona


LGA di Kota Sydney

7. PENUTUP

Hadirin yang saya hormati,


Berikut saya sampaikan bagian Penutup dari Orasi Ilmiah saya,
sebagai berikut.

Terlepas dari manfaat ekonomi dan sosial, transportasi juga


berkontribusi terhadap masalah lingkungan baik di tingkat lokal
dan global. Transportasi memiliki banyak dampak negatif terhadap
lingkungan lokal seperti polusi udara, kebisingan, kemacetan dan
kecelakaan. Transportasi juga memberikan kontribusi signifikan
untuk masalah lingkungan global seperti emisi CO2, yang
menyebabkan pemanasan global. Sejumlah besar energi juga
dikonsumsi dari bahan bakar fosil dan sumber daya yang tidak
dapat diperbaharui. Kebutuhan untuk mengurangi ketergantungan
pada penggunaan kendaraan bermotor pribadi telah diakui oleh
para peneliti.
Struktur kota dan pola perjalanan pada suatu wilayah perkotaan
telah berubah dari waktu ke waktu dan akan terus berubah di masa
depan. Oleh karena itu, diperlukan untuk memiliki indikator
lingkungan dalam rangka untuk mengevaluasi dan memantau
kinerja perjalanan baik untuk intra dan antar-generasi dalam kota.
Sebagian besar penelitian mengusulkan indikator lingkungan
untuk kinerja tingkat global. Hanya beberapa studi
mempertimbangkan pola perjalanan sebagai indikator lingkungan,
khususnya, untuk evaluasi tingkat lokal. Sebuah indeks komposit
(Car Depndence Index/CDI) berdasarkan VKT, panjang perjalanan
dan pemilihan moda transportasi telah dikembangkan untuk
mengevaluasi kinerja perjalanan intra dan antar-generasi dalam
suatu wilayah kota.
CDI dapat diaplikasikan untuk mengevaluasi kinerja perjalanan
dari suatu zona didasarkan pada kombinasi dari tiga indikator. Nilai
CDI tinggi untuk suatu zona menunjukkan ketergantungan yang
tinggi pada penggunaan kendaraan pribadi dari penduduk yang
tinggal di zona tersebut, yang ditandai dengan panjang perjalanan
dengan kendaraan pribadi yang tinggi, VKT dengan kendaraan
pribadi yang tinggi dan persentase penggunaan kendaraan pribadi
yang tinggi. CDI yang dapat diterapkan untuk mengevaluasi
kinerja perjalanan baik berdasarkan data cross-sectional,
longitudinal atau kombinasinya.
Penelitian ini memerlukan ketersediaan data base variabel
struktur kota dan pola perjalanan yang akurat. Hal inilah
kelemahan utama pada kota-kota di negara berkembang yang tidak
memiliki data base memadai. Penelitian serupa untuk perjalanan
bukan-kerja masih diperlukan. Penerapan statistik spasial untuk
memeriksa interaksi preferensi komuter di setiap zona dan untuk
mengidentifikasi outlier perlu dieksplorasi lebih lanjut untuk
aplikasi yang lebih luas di bidang transportasi. Sebuah studi
banding diperlukan dengan menerapkan kerangka konseptual yang
dikembangkan dalam penelitian ini ke kota-kota lainnya.
UCAPAN TERIMAKASIH

Hadirin yang saya hormati,


Sebelum Orasi Ilmiah ini saya akhiri, perkenankan saya
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Rektor Unud beserta seluruh jajarannya dan para anggota
Senat Unud;
2. Dekan Fakultas Teknik Unud beserta jajarannya, yang sudah
memberikan dukungan;
3. Ketua dan Sekretaris Program Studi Teknik Sipil, Magister
Teknik Sipil, beserta seluruh staf;
4. Seluruh dosen Fakultas Teknik Unud, khususnya Prodi
Teknik Sipil;
5. Kepala Sekolah dan para Guru di: TK Dwijendra Denpasar,
SD Dwijendra Denpasar, SMPN 1 Denpasar, SMAN 1
Denpasar, atas bimbingannya;
6. Prof. John Black dan Dr. Stephen Samuel, The University of
New South Wales, Sydney, Australia, sebagai promotor dan
ko-promotor disertasi, atas bimbingannya;
7. Orang tua, Ayah (Nyoman Alit) dan Ibu (Made Sebita), yang
sudah memberikan perhatian, kasih sayang, bimbingan,
dukungan moril dan materiil;
8. Mertua Dewa Putu Warasa (alm.) dan Desak Putu Sumiwi
(alm.) beserta semua ipar atas doa dan dukungannya;
9. Istri tercinta, Desak Nyoman Mahariani dan anak-anak Sayu
Prabandari Mahathanaya dan IGN Indra Mahathanaya, yang
telah sabar mendampingi, memberikan dukungan dan
semangat;
10. Keluarga besar Jro Batur Ringdikit, Buleleng, atas
dukungannya;
11. Semua sahabat: Brigade 88, Alumni Smansa, Alumni SMPN
1 Denpasar, Alumni SD Dwijendra Denpasar dan yang
lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Demikian yang dapat saya sampaikan, saya akhiri dengan

Om Santih, Santih, Santih, Om.


DAFTAR PUSTAKA

Aguiléra, A., S. Wenglenski, and L. Proulhac. 2009. Employment


suburbanisation, reverse commuting and travel behaviour by
residents of the central city in the Paris metropolitan area.
Transportation Research A, 43(7): 685–691.
Bappenas (2012) Kajian Evaluasi Pembangunan Bidang
Transportasi di Indonesia, Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional, Dedeputian Evaluasi Kinerja Pembangunan,
Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral, Jakarta.
Black, J., Paez, A. and Suthanaya, P. (2001) Spatial Targets for
Sustainable Transport. Institution of Engineers Australia,
Sydney Division, Transport Panel and UNSW, School of Civil
and Environmental Engineering, Joint Seminar: SMART Targets
for Sustainable Transport, 4 September.
Brunton, P., and Brindle, R. (1999) The Relationship between
Urban Form and Travel Behaviour. Research Report ARR 335.
ARRB Transport Research.
Button, K.J. (1993) Transport, the Environment and Economic
Policy. Edward Elgar. Cheltenham.
Cervero, R. and J. Landis. 1992. Suburbanization of jobs and the
journey to work: A submarket analysis of commuting in the San
Francisco Bay Area. Journal of Advanced Transportation, 26:
275–297. doi: 10.1002/atr.5670260305.42
Coppola, P., Papa, E., Angiello, G. and Carpentieri, G. (2014)
Urban Form and Sustainability: the Case Study of Rome.
Procedia Social Behavioral Sciences, 160, pp. 557-566.
Departemen Perhubungan (2005) Beberapa Kebijakan Sektor
Transportasi Darat Dalam Upaya Penghematan Penggunaan
Bahan Bakar Minyak (BBM). Departemen Perhubungan,
Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Jakarta.
Frank, L.D., and Pivo, G. (1994) Impacts of Mixed Use and
Density on Utilization of Three Modes of Travel: Single-
Occupant Vehicle, Transit, Walking. Transportation Research
Record, 1466, pp. 44-52.
Furst, F., Isaac, J., Ishaq, I., Kaplan, J., Maoh, H., Petzold, I.,
Plumer, L., Salomon, I., Schurmann, C., Spiekermann, K. and
Wegener, M. (2001) Sustainable Transport Planning for Israel
and Palestine. Unpublished paper, 9th World Conference on
Transport Research, Seoul, 22-27 July.
Giuliano, G. and K. A. Small. 1993. Is the journey to work
explained by urban structure? Urban Studies, 30(9): 1485– 1500.
doi: 10.1080/00420989320081461.
Goodwin, P. (1975) Variations in Travel Between Individuals
Living in Areas of Different Population Density. Proc., Seminar
on Urban Traffic Models, July 1-11, Planning and Transport
Research and Computation (PTRC) Summer Annual Meeting at
the University of Warwick, England. Planning and Transport
Research and Computation. London.
Gordon, P., Kumar, A. and Richardson, H.W. (1988). Beyond the
Journey to Work. Transportation Research, 22A, pp. 419-426.
Gordon, P., H. W. Richardson, and M.-J. Jun. 1991. The com-
muting paradox: Evidence from the top twenty. Journal of the
American Planning Association, 57: 416–420. doi:
10.1080/01944369108975516.
Hamilton, B.W. (1989) Wasteful Commuting Again. Journal of
Political Economy, 97 (6), pp. 1497-1504.
Houghton, N. (1997) Ecologically Sustainable Development:
Indicators and Decision Processes. Research Report ARR 319.
Australian Road Research Board (ARRB), Melbourne.
Kitamura, R., Mokhtarian, P., and Laidet, L. (1997) A Micro-
analysis of Land Use and Travel in Five Neighborhoods in the
San Francisco Bay Area. Transportation, 24, pp. 125-158.
Lautso, K. and Toivanen, S. (1999) SPARTACUS System for
Analyzing Urban Sustainability. Transportation Research
Record, 1670, pp. 35-46.
Lu, H.P. and Zhang, P. (2001) A Study on Urban Transport
Planning Model Integrating Land-Use Model and Environment
Capacity Based on Sustainable Development. Unpublished
paper, 9th World Conference on Transport Research, Seoul, 22-
27 July.
Miller, E.J. and Ibrahim, A. (1998) Urban Form and Vehicular
Travel: Some Empirical Findings. Transportation Research
Record, 1617, pp. 18-27.
Naess, P. (2012) Urban Form and Travel Behavior: Experience
from a Nordic Context. Journal of Transport and Land Use, Vol
5 (2), pp. 21-45, doi: 10.5198/jtlu.v5i2.314.
Newman, P. and Kenworthy, J. (1999) Sustainability and Cities:
Overcoming Automobile Dependence. Island Press. Washington,
D.C.
Paez, A., Suthanaya, P. and Black, J. (2001) A Spatial Analysis
of Transportation Mode- Specific Journey-to-Work Commuting
Preferences: Implications for Sustainable Transport Policies.
Unpublished Paper, 9th World Conference on Transport
Research, Seoul, 22-27 July.
OECD (1996) Towards Sustainable Transportation. Conference
Proceedings, 24-27 March. Vancouver. British Columbia.
OECD (1998) Towards Sustainable Development: Environmental
Indicators. OECD. Paris.
Pemerintah Republik Indonesia (2011) Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana
Aksi Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca, Jakarta.
Simmonds, D.C. and Coombe, D. (1997) Transport Effects of
Urban Land-Use Change. Traffic Engineering and Control, 38
(12), pp. 660-665.
Stead, D. (1999) Relationship between Transport Emissions and
Travel Patterns in Britain. Transport Policy, 6 (4), pp. 247-258
Suthanaya, P. and Black, J. (2001) Urban Form and Journey-to-
Work Travel Behavior Using Census Data from 1961 to 1996.
Journal of the Eastern Asia Society for Transportation Study, 4
(5), pp. 27-42.
Suthanaya, P.A. (2009) Sustainable Transportation: Connection
between Urban Form and Travel Pattern in Sydney, Australia.
Lambert Academic Publishing AG & Co. KG. Theodor-Heuss-
Ring 26, 50668 Koln, Germany. ISBN: 978-3-8383-1380-1.
Yang, J. 2005. Commuting impacts of spatial decentralization: A
comparison of Atlanta and Boston. Journal of Regional Analysis
& Policy, 35: 69–78. URL http://www.jrap-jour-
nal.org/pastvolumes/2000/v35/35-1-6.pdf.
RIWAYAT HIDUP
A. Identitas

Nama : Prof. Putu Alit Suthanaya, ST, MEngSc, Ph.D


Tempat/Tgl Lahir : Denpasar, 5 Agustus 1969
Alamat Kantor : Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik,
Universitas Udayana
Alamat Rumah : Jl. Tukad Badung X, No. 11A, Renon, Denpasar
Telepon Kantor : Bukit: 0361-703385
Depasar: 0361-224124
Hp : 08123660397
Email : suthanaya@unud.ac.id

B. Riwayat Pendidikan

1974-1976 :
TK Dwijendra Denpasar
1976-1982 :
SD Dwijendra Denpasar
1982-1985 :
SMPN 1 Denpasar
1985-1988 :
SMAN 1 Denpasar
1988-1992 :
S1 (Sarjana Teknik), Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik,
Unud
1997-1998 : S2 (Master of Engineering Science - Transport), School of
Civil and Environmental Engineering, The University of
New South Wales, Sydney, Australia
1998-2003 : S3 (Ph.D - Transport), School of Civil and Environmental
Engineering, The University of New South Wales, Sydney,
Australia
C. Keanggotaan Organisasi Profesi

1. Forum Studi Trasportasi antar Perguruan Tinggi (FSTPT) Indonesia


2. Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Bali

D. Pelatihan

1. Pelatihan Applied Approach (AA), 2 Minggu, Tahun 2004


2. Pelatihan Dasar Perencanaan Tata Ruang Wilayah dan Kawasan,
Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum,
Sanur-Bali, 16-20 Nopember 2009, Werdhapura. Total jam pelajaran 40
jam.
3. Pelatihan Software Transportasi Visum 13 dan Vissim 6. PT Transforum
Bina Utama Tahun 2013.
4. Pelatihan Software Turnitin oleh BPMU Unud, 19 Januari 2016
5. Pelatihan Software Visum 16 dan Vissim 7 oleh Ir Sgigit W Prasetya.
Director Transforum. Tgl 28-29 Sept 2016
6. Klinik Pelatihan Penulisan Jurnal Internasional bereputasi. Fakultas
Teknik Unud. Tgl 10-11 April 2017.
7. Workshop on Research Design and International Publication. Hotel
Grand Santhi, Jl. Patih Jelantik No. 1 Denpasar. Tgl. 28 April 2017.

E. Riwayat Jabatan

1. Kepala Laboratorium Transportasi, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas


Teknik, Universitas Udayana, 2004-2008
2. Ketua Konsentrasi Transportasi, PS Magister Teknik Sipil, Program
Pascasarjana Universitas Udayana, 2004-2011
3. Sekretaris PS Magister Teknik Sipil, Program Pascasarjana Universitas
Udayana, 2011-2015
4. Ketua PS Magister Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Udayana,
2015-2019

F. Narasumber

1. Judul Makalah : Pengembangan Transportasi Berlandaskan Konsep


Sustainable Transportation. Dalam rangka Penyuluhan Dampak
Transportasi Perkotaan. Tema “Menuju Penyelenggaraan Transportasi
Perkotaan yang Berwawasan Lingkungan”. Diselenggarakan tanggal 20
Juni 2006 di Sanur-Bali oleh Departemen Perhubungan RI, Direktorat
Jenderal Perhubungan Darat.
2. Judul Makalah : Peningkatan Kualitas Layanan Jasa Transportasi yang
Tepat Mutu dan Tepat Waktu. Seminar dengan tema: “Meningkatkan
Kualitas Layanan Jasa Transportasi berbasis Enterpreneurship Guna
Mewujudkan Pelayanan yang Tepat Mutu dan Tepat Waktu”. Dalam
rangka memperingati Hari Perhubungan Nasional Tahun 2010. Rabu, 15
September 2010 di Balai Pendidikan dan Pelatihan Transportasi Darat, Jl.
Batuyang 109X, Gianyar, Bali.
3. Judul Makalah : Kebutuhan Pengembangan Angkutan Umum di Propinsi
Bali. Sosialisasi Angkutan Umum Trans Sarbagita kepada Instansi
Pemerintah di Lingkungan Pemerintah Provinsi Bali, Swasta, LSM dan
Masyarakat. Kamis, 23 Desember 2010 di Gedung Dharma Wanita Nari
Graha, Jl. Cut Nyak Dien No.2, Renon, Denpasar. Diselenggarakan oleh
Dinas Perhubungan Informasi dan Komunikasi Provinsi Bali.
4. Judul Makalah : Pengembangan Transportasi Bali Berbasis Konsep
Sustainable Transportation. Dalam rangka Dies Natalis Universitas
Udayana ke-49. Jumat, 23 September 2011 di Ruang Sidang II, Lt.3,
Gedung Pascasarjana Unud. Denpasar.
5. Judul Makalah : Sistem Angkutan Umum yang Terintegrasi Sebagai
Tulang Punggung Sistem Transportasi Darat di Bali. Dalam rangka HUT
ke-50 Organisasi Angkutan Darat (Organda) Provinsi Bali. Kamis, 23
Mei 2012 di Gedung Kertha Gozana (Lt.3) Puspem Badung, Mangupura.
Diselenggarakan oleh DPD Organda Provinsi Bali.
6. Kebijakan Transportasi Indonesia: Tinjauan Jejak Ekologis. Dalam
rangka Seminar Nasional Jejak Ekologis dan Pemanasan Global. Mapala
Wanaprastha Dharma. Universitas Udayana. 25 Oktober 2014.
7. Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan yang Sesuai Dengan
Karakteristik Daerah. Disampaikan dalam Seminar Nasional:
Transportasi Perkotaan Berkelanjutan menuju Denpasar sebagai Kota
Cerdas. Rabu, 9 Nopember 2016 di Gedung Sewaka Dharma Pusat
Pemerintahan Kota Denpasar, Lumintang. Diselenggarakan oleh Dinas
Perhubungan Kota Denpasar.
8. Manajemen Transportasi untuk Mengatasi Kemacetan Lalu Lintas pada
Selasa Pariwisata yang diadakan oleh Gabungan Industri Pariwisata
Indonesia Bali (Bali Tourism Board/BTB). Hari Selasa, 31 Januari 2017
di Ruang Rapat BTB Lt.2 Jl. Raya Puputan No. 41 Denpasar.
9. Kebutuhan Pengembangan Sistem Transportasi Yang Berkelanjutan di
Provinsi Bali yang diadakan oleh Dinas Perhubungan Provinsi Bali. Hari
Kamis, 4 Mei 2017 di Ruang Rapat Dinas Perhubungan Provinsi Bali, Jl.
Cok Agung Tresna I No. 1 Renon, Denpasar.
G. Publikasi Ilmiah

1. Suthanaya, P.A. (1998) Study of Rail Transport Demand for The Eastern
Suburb, Randwick City Council, Sydney, New South Wales. Unpublished
Research.
2. Suthanaya, P.A. (1999) Study of the Journey to Work Travel Pattern for
the Greater Sydney, Department of Transport (DoT) New South Wales,
Sydney, Australia. Unpublished Research.
3. Suthanaya, P.A. (2000) Study of Urban Form and Travel Behavior for the
Greater Sydney, Department of Transport New South Wales. Unpublished
Research.
4. Black, J., Black, D. and Suthanaya, P. (2000) Transport and Poverty
Alleviation: Case Study of East Indonesia. World Bank Seminar,
Washington D.C., 13 June.
5. Suthanaya, P.A. (2001) Prediction of Road Traffic Noise (A Case Study
of Blackville, Australia. Research Report. Department of Transport.
School of Civil and Environmental Engineering. The University of New
South Wales, Sydney, Australia.
6. Paez, A., Suthanaya, P. and Black, J. (2001) A Spatial Analysis of
Transportation Mode-Specific Journey-to-Work Commuting Preferences:
Implications for Sustainable Transport Policies. 9th World Conference on
Transport Research (WTCR), Seoul, 22-27 July.
7. Suthanaya, P. and Black, J. (2001) Urban Form and Journey-to-Work
Travel Behavior Using Census Data from 1961 to 1996. Journal of the
East Asia Society for Transportation Studies: Environment and Safety,
Vol. 4, No.5, pp. 27-42.
8. Black, J.A., Paez, A. and Suthanaya, P. (2002) Sustainable Urban
Transportation: Performance Indicators and Some Analytical Approaches.
American Society of Civil Engineers Journal of Urban Planning and
Development, Special Issue: Advances in Urban Planning Methodologies.
I: Recent Advances, Vol. 128, No.4, pp. 184-209.
9. Black, J.A. and Suthanaya, P. (2002) Statistical and Spatial Modelling of
Vehicle-Kilometres of Travel by Car for the Journey to Work In Sydney,
1981 to 1996: Implications for Sustainable Transport Targets. 25 th
Australasian Transport Research Forum (ATRF), Canberra, 2-4 October.
10. Suthanaya, P.A. (2002) Prediction of Trip Distribution in The Sydney
Metropolitan Region Using The Gravity Model. Jurnal Ilmiah Teknik
Sipil, Vol.6, No.11, pp. 78-95.
11. Black, J.A., Suthanaya, P. and Cheung, C. (2003) Advances in Computer
Software and the Evaluation of Spatial Interaction Models for Urban
Transport Sustainability Analysis. 8th International Conference on
Computers in Urban Planning and Urban Management (CUPUM), Sendai,
Japan, 27-29 May.
12. Suthanaya, P.A. (2003) Application of Preference Function to Study the
Commuting Behavior in The Sydney Metropolitan Region. Jurnal Ilmiah
Teknik Sipil, Vol.7, No.12, pp. 29-42. ISSN: 1411-1292.
13. Suthanaya, P.A. (2004) Urban Form and Rail Use: A Case Study of
Sydney Region, Australia. Jurnal Ilmiah Teknik Sipil, Vol. 8, No.1, pp. 1-
17. ISSN: 1411-1292.
14. Suthanaya, P.A. (2006) Modelling of Vehicle-Kilometers of Travel By
Car for The Journey to Work in Sydney, Australia. Jurnal Ilmiah Teknik
Sipil, Vol. 10, No.1, pp. 44-53. ISSN: 1411-1292.
15. Suthanaya, P.A. (2006) Analysis of Accessibility to Jobs by Car In The
City of Sydney, Australia. Jurnal Ilmiah Teknik Sipil, Vol. 10, No.2,
pp.119-128. ISSN: 1411-1292.
16. Suthanaya, P.A. (2007) Analysis of Preference Function by Car In The
City of Sydney, Australia. Jurnal Ilmiah Teknik Sipil, Vol. 11, No.1, pp.
66-73. ISSN: 1411-1292.
17. Suthanaya, P.A. (2007) Indicators and Targets for Sustainable Transport:
Some examples from international practice. Prosiding Konferensi
Nasional Pengembangan Infrastruktur Berkelanjutan, Hotel Sahid Raya,
Kuta-Bali, 18 Oktober, pp. 1-12, ISBN 978-979-8286-41-4.
18. Sutapa, K, Suthanaya, P.A. dan Suweda, I.W. (2008) Analisis
Karakteristik dan Pemodelan Kebutuhan Parkir Pada Pusat Perbelanjaan
di Kota Denpasar. Jurnal Ilmiah Teknik Sipil, Vol. 12, No.2, pp. 165-186.
ISSN: 1411-1292.
19. Suthanaya, P.A. (2009) Analisis Kinerja dan Kelayakan Pengembangan
Sistem Angkutan Umum Massal Trans Sarbagita di Provinsi Bali.
Simposium Nasional XII FSTPT (Forum Studi Transportasi Antar
Perguruan Tinggi). Universitas Kristen Petra Surabaya, 14 Nopember
2009. ISBN : 979-95721-2-12.
20. Suthanaya, P.A. (2009) Analisis Aksesibilitas Penumpang Angkutan
Umum Menuju Pusat Kota Denpasar di Provinsi Bali. Ganec Swara,
Media Informasi Ilmiah Universitas Mahasaraswati Mataram, Edisi
Khusus, Vol. 3, No.3, pp. 87-93. ISSN: 1978-0125.
21. Suthanaya, P.A. (2009) Urban Form and Commuting Behavior Changes.
A Lesson to be Learned from the City of Sydney, Australia. Media Teknik
Sipil Vol. IX, pp. 29-35. ISSN:1412-0976.
22. Suthanaya, P.A. (2009) Prediksi Kebisingan Lalu Lintas pada Rencana
Jalan Tol Kuta-Tanah Lot-Soka di Provinsi Bali. Jurnal Teknik Sipil
Atmajaya, Vol. 10, No.1, pp. 29-39. ISSN 1411-660x.
23. Suthanaya, P.A. (2010) Analisis Karakteristik dan Kebutuhan Ruang
Parkir Pada Pusat Perbelanjaan di Kabupaten Badung. Jurnal Ilmiah
Teknik Sipil, Vol.14, No.1, pp. 10-19. ISSN: 1411-1292.
24. Suthanaya, P.A. (2010) Pemodelan Tarikan Perjalanan Menuju Pusat
Perbelanjaan di Kabupaten Badung. Jurnal Ilmiah Teknik Sipil, Vol.14,
No.2, pp. 103-112. ISSN: 1411-1292.
25. Suthanaya, P.A. (2010) Relationship between Urban Form, Socio-
Economic, and Demographic with Journey to Work by Train in Sydney,
Australia. Jurnal Teknik Sipil ITB, Vol.17, No.1, hal. 63-71. ISSN: 0853-
2982. SK Terakreditasi No.83/DIKTI/Kep/2009.
26. Suthanaya, P.A. (2010) Analisis Kebutuhan Pengembangan Dermaga di
Pelabuhan Gilimanuk Provinsi Bali. Prosiding Konferensi Nasional
Teknik Sipil Ke Empat (KONTEKS 4). Universitas Udayana, 2-3 Juni
2010. ISBN: 978-602-8566-61-2.
27. Suthanaya, P.A. (2010) Penerapan Metode CUSUM (Cummulative
Summary) untuk Menganalisis Daerah Rawan Kecelakaan (Studi Kasus
Kabupaten Buleleng di Provinsi Bali). Prosiding Konferensi Nasional
Teknik Sipil Ke Empat (KONTEKS 4). Universitas Udayana, 2-3 Juni
2010. ISBN: 978-602-8566-61-2.
28. Suthanaya, P.A. (2010) The Need to Restructure Urban Public Transport
as A Way to Achieve More Sustainable City (A Case Study of Denpasar
City, Bali). Proceedings International Conference on Sustainable
Technology Development. ISBN 978-602-8566-96-4. Udayana
University Press. Udayana University 7-8 October 2010.
29. Suthanaya, P.A. (2010) Commuting Preferences by Bus and Train in
Sydney Australia. Jurnal Transportasi, Vol. 10, No. 2, hal. 161-170. ISSN
1411-2442. SK Terakreditasi Nomor: 51/DIKTI/Kep/2010.
30. Suthanaya, P.A. (2011) Analysis of Journey to Work Travel Behavior by
Car and Bus in the Sydney Metropolitan Region. Civil Engineering
Dimension, Vol. 18, No.1, pp. 21-28. ISSN 1410-9530. SK Terakreditasi
Nomor: 110/DIKTI/Kep/2009.
31. Suthanaya, P.A. (2011) Spatial Autocorrelation Analyses of the
Commuting Preferences by Bus in the Sydney Metropolitan Region.
Jurnal Teknik Sipil ITB, Vol.18, No. 1, hal. 71-80. ISSM 0853-2982. SK
Terakreditasi Nomor: 83/DIKTI/Kep/2009.
32. Suthanaya, P.A. (2011) Kebutuhan Pengembangan Transportasi yang
Berkelanjutan di Provinsi Bali. Prosiding Seminar Nasional Transportasi
yang Berkelanjutan. Forum Studi Transportasi Antar Perguruan Tinggi
(FSTPT). Universitas Udayana, 6 Mei 2011. ISBN 978-602-9042-25-2.
33. Suthanaya, P.A. (2011) Jobs-Housing Dispersion and Travel Pattern (Case
Study of Sydney, Australia). Proceeding The 12th International
Conference on QiR (Quality in Research) in conjunction with ICSERA.
ISSN 114-1284. Faculty of Engineering Universitas Indonesia. Bali, 4-7
July 2011, pp. 2239-2246.
34. Suthanaya, P.A. (2011) Analisis Kelayakan Pengoperasian Angkutan
Kota di Kota Denpasar. Prosiding Konferensi Nasional Teknik Sipil
(KONTEKS) 5. Universitas Sumatera Utara (USU). ISBN 919-612-244-
8. 14 Oktober 2011.
35. Suthanaya, P.A. (2011) How Changes in Urban Form Influences Changes
in Journey to Work Mode Choice? (A Case Study of Sydney Metropolitan
Region). Global Journal of Research in Engineering E, Civil and
Structural Engineering. Volume 11 Issue 6 Version 1.0. Print ISSN: 0975-
5861, Online ISSN: 2249-4596. USA.
36. Suthanaya, P.A. and Pradnyawati, R. (2012) Restructuring Public
Transport Network for Kreneng Station in Denpasar City. Proceedings of
the 2nd International Conference on Sustainable Technology Development
(ICSTD). ISBN 978-602-7776-06-7. Udayana University Press. Udayana
University, 31 October 2012.
37. Suthanaya, P.A. (2012) Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Pemilihan Moda di Kota Denpasar (Studi Kasus Koridor Jl. Raya
Sesetan). Prosiding Konferensi Nasional Teknik Sipil (KONTEKS) 6.
ISBN 978-979-25-4297-4. Universitas Trisakti, Jakarta. 1-2 November
2012.
38. Suthanaya, P.A. dan Putra, N.T. (2013) Analisis Kelayakan Finansial
Pengoperasian Angkutan Sekolah di Kota Denpasar (Studi Kasus Sekolah
Raj Yamuna). Prosiding Konferensi Nasional Teknik Sipil (KONTEKS)
7. ISBN 978-979-498-859-6. Universitas Sebelas Maret, Surakarta. 24-26
Oktober 2013.
39. Suthanaya, P.A. (2014) Analisis Dampak Lalu Lintas Pembangunan
Kondotel Adhikapura di Jalan Sunset Road, Provinsi Bali. Prosiding
Konferensi Nasional Teknik Sipil (KONTEKS) 8. ISBN 978-602-71432-
1-0. Institut Teknologi Nasional Bandung.
40. Suthanaya, P.A. (2015) Accessibility to Location of Activities in
Denpasar City, Bali-Indonesia. Applied Mechanics and Materials, Vol
776, pp. 74-79. Trans Tech Publications, Switzerland
41. Suthanaya, P.A. (2015) Kajian Finansial dan Dampak Pengoperasian
Angkutan Umum Massal Trans Sarbagita Koridor I di Provinsi Bali.
Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 1 (SeNaTS 1). ISBN 978-602-
294-052-4. Udayana University Press.
42. Suthanaya, P.A. (2015) Modelling Road Traffic Noise for Collector Roads
in Denpasar City. Procedia Engineering, Elsevier, Vol. 125, pp. 467-473.
43. Suthanaya, P.A., Adnyana, I.B.R. dan Santosa, L.S. (2015) Analisis
Kinerja Jalan pada Rencana Pembangunan Underpass di Jl. Gatot Subroto,
Denpasar-Bali. KONTEKS 9. Universitas Hasannudin Makassar, 7-8
Oktober 2015.
44. Suthanaya, P.A. (2016) Analysis of Fatal Accidents Involving
Motorcycles in Low Income Region (Case Study of Karangasem Region,
Bali-Indonesia). International Journal of Engineering Research in Africa,
Vol. 19, pp. 112-122.
45. Suthanaya, P.A. (2016) Accessibility to Public Transport Services (Case
Study of Tabanan Region, Bali-Indonesia). MATEC Web of Conferences,
58, 02002. DOI: 10.1051/matecconf/20165802002. EDP Sciences.
46. Suthanaya, P.A. dan Lestari, D.A. (2016) Kajian Kelayakan Finansial
Pengembangan Angkutan Wisata di Kota Denpasar. Konferensi Nasional
Teknik Sipil (KONTEKS) 10. Universitas Atmajaya Jogjakarta, 26-27
Oktober 2016.
47. Suthanaya, P.A. and Artamana, I.B. (2017) Multi-criteria Approach for
Prioritizing Bridge Maintenance in Developing Country (Case Study of
Bali Province, Indonesia). Asian Journal of Applied Science, Vol. 15 –
Issue 02, pp. 410-418.

H. Penulisan Buku

1. Suthanaya, P.A. (2009) Sustainable Transportation: Connection between


Urban Form and Travel Pattern in Sydney, Australia. Lambert Academic
Publishing AG & Co. KG. Theodor-Heuss-Ring 26, 50668 Koln,
Germany. ISBN: 978-3-8383-1380-1.

I. Reviewer

1. Environmental Engineering and Management Journal. “Gheorghe


Asachi” Technical University of lasi, Romania, 2016.

J. Pengabdian Kepada Masyarakat

1. Pelatihan SDM Bidang Lalu Lintas, Dinas Perhubungan Kota Denpasar,


2015.
2. Perencanaan Struktur Pasar Desa Adat Renon, 2015.
3. Perencanaan Pembangunan Kantor Desa dan Gedung Serba Guna Desa
Bontihing, 2015.
4. Pembuatan Master Plan dan Pengukuran di Pura Dalem Purwa, Desa
Pekraman Kawan, Bangli, 2015.
5. Penilaian Kelayakan Fisik Bangunan Pasar di Pasar Gianyar, 2016.
6. Pembangunan Lanjutan Balai Subak Piling Desa Biaung Penebel
Tabanan, 2016.
7. Pelatihan Pembuatan dan Aplikasi Campuran Aspal Emulsi Dingin di
Banjar Badak Sari, SUmerta Kelod, Denpasar, 2016.
8. Pengabdian Kepada Masyarakat di Pura Teratai Bang, Desa
Candikuning, Kec. Baturiti, Tabanan, 2017.
9. Perencanaan Kantor Kepala Desa Ringdikit, Kec. Seririt, Kab. Buleleng,
2017.

K. Pengalaman Pekerjaan

1. FS Kereta Api Lintas Mengwitani-Singaraja, 2016


2. Review Kajian Pengembangan Angkutan Sekolah Kota Denpasar
Beserta Workshop dan FGD, 2016
3. Kajian Penetapan Sistem Parkir Elektrik dan Pengendalian Parkir Tepi
Jalan di Kota Denpasar, 2016
4. Kajian Angkutan Umum di Kabupaten Klungkung, 2016
5. Studi Sistem Transportasi di Kawasan Pariwisata Nusa Dua, 2016
6. Kajian Akademis Kinerja Angkutan Perkotaan di Kota Denpasar, 2015
7. Studi Jaringan Lintas Angkutan Barang di Provinsi Bali, 2015
8. Penyusunan Rencana Induk Perkeretaapian Bali, 2015
9. Study Revitalisasi Angkutan Umum di Kabupaten Gianyar, 2015
10. Penyusunan Blue Print Terminal Tegal Sari dan Kereneng di Kota
Denpasar, 2015
11. Penyusunan Pra-Studi Kelayakan Jalan Lingkar Kota Singaraja, 2015
12. Inventarisasi Sarana dan Prasarana Terminal di Kota Denpasar, 2015
13. Kajian Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas di Kawasan Jalan Hayam
Wuruk Denpasar, 2015
14. Kajian Operasional Trayek Pengumpan Angkutan Trans Sarbagita di
Kabupaten Tabanan, 2014
15. Studi Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas di Jl. Teuku Umar, 2014
16. Penyusunan Naskah Akademis Tataran Transportasi Lokal Kota
Denpasar, 2013
17. Studi Potensi Kantong Parkir di Kota Denpasar, 2013
18. Penyusunan Naskah Akademik Provinsi Bali tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan, 2013
19. Studi Kelayakan Pembangunan Terminal Barang di Kabupaten
Jembrana, 2013
20. Kajian Akademis Penyusunan Blue Print Terminal Ubung, 2012
21. Penyusunan Tatanan Transportasi Lokal Kabupaten Badung, 2012
22. Penyusunan Rencana Induk Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kabupaten
Buleleng, 2012
23. Kajian Revisi Amdal Jalan Tol Nusa Dua-Bandara-Benoa, 2012
24. Studi Analisa Permintaan Angkutan Umum Tidak Dalam Trayek
(Angkutan Pariwisata, Sewa dan Taksi) di Provinsi Bali, 2012

Anda mungkin juga menyukai