Anda di halaman 1dari 6

TUGAS JAWAB SOAL

KULIAH UMUM
“URBAN MOBILITY IN DYNAMICS CITIES”
(Prof. DR. Danang Parikesit)

Untuk memenuhi salah satu tugas perorangan


Mata Kuliah Sistem Infrastruktur dan Transportasi

Oleh:

FAJAR ERISMOKO
NPM. 07.27.19.006

PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2019
“URBAN MOBILITY IN DYNAMICS CITIES”
5 (LIMA) STRATEGI PERENCANA DALAM KOMPLEKSITAS
PERENCANAAN TRANSPORTASI
(Studi Kasus : Kota Bogor)

Transportasi merupakan suatu sistem yang terdiri dari sarana, prasarana yang didukung
oleh manajemen dan sumber daya manusia membentuk jaringan prasarana dan jaringan
pelayanan. Banyak elemen yang terkait dalam sistem transportasi baik sarana, prasarana
maupun pergerakan, antara lain: kelaikan, sertifikasi, perambuan, kenavigasian sumber
daya manusia, geografi, demografi dan Iain-Iain.

Transportasi merupakan urat nadi kehidupan berbangsa dan bernegara mempunyai fungsi
sebagai penggerak, pendorong dan penunjang pembangunan.

Keberhasilan pembangunan sangat ditentukan oleh peran sektor transportasi. Oleh karena
itu, sistem transportasi nasional harus dibina agar mampu menghasilkan jasa transportasi
yang handal, berkemampuan tinggi dan diselenggarakan secara terpadu: tertib, lancar,
aman, nyaman dan efisien dalam menunjang dan sekaligus menggerakkan dinamika
pembangunan, mendukung mobilitas manusia, barang serta jasa, mendukung pola
distribusi nasional serta mendukung pengembangan wilayah kabupaten/kota dan
meningkatkan hubungan antar kabupaten/kota yang lebih memantapkan perkembangan
kehidupan bermasyarakat

Dengan semakin terbatasnya anggaran pembangunan pemerintah, maka berbagai pihak


yang terkait dengan penyelenggaraan transportasi, melakukan perubahan pola
perencanaan dan penetapan prioritas pembangunan dan pengembangan sarana-
prasarana perhubungan yang lebih efektif, sesuai permintaan yang berdasarkan realitas
pola aktivitas, pola bangkitan - tarikan pergerakan, sebaran pergerakan serta keunggulan
komparatif antar zona dalam suatu wilayah kabupaten/kota, yang terbentuk dalam suatu
tatanan transportasi lokal yang sejalan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

Permasalahan lalu lintas seperti kemacetan, kecelakaan, ketidakefisien jaringan jalan,


polusi dan pemborosan energi adalah masalah-masalah yang seolah tidak pernah tuntas
pada setiap kota besar, khususnya di negara berkembang seperti Indonesia. Banyak
skenario pemecahan yang dilakukan dan dicoba tetapi hasilnya masih jauh dari yang
diharapkan. Namun demikian, upaya skenario pemecahan masalah kian kehari juga
semakin berkembang mengikuti perkembangan zaman teknologi. Sehi.ngga
permasalahan diharapkan dapat diselesaikan melalui solusi yang lebih baik dibandingkan
sebelumnya

Berdasarkan referensi yang diberikan oleh Prof. DR. Danang Parikesit, saat penyampaian
Materi Kuliah Umum mengenai Urban Mobility in Dynamics Cities, saat ini terdapat 5 (lima)
strategi perencana dalam kompleksitas perencanaan transportasi yang menjadi Prinsip
dalam Mengelola Mobilitas Perkotaan (Managing Urban Mobility). Ke-5 (lima) strategi
tersebut meliputi :
1. Penerapan Prinsip Tingkat Perjalanan (Trip-Rate);
2. Penerapan Prinsip Jarak Perjalanan (Trip Distance);
3. Penerapan Prinsip Pemilihan Moda Angkutan (Mode-Choice);
4. Penerapan Prinsip Efisiensi Bahan Bakar (Fuel Efficiency); dan
5. Penerapan Prinsip Manajemen Lalu Lintas (Traffic Management).

Adapun untuk mengetahui lebih jelas mengenai yang dimaksud dari setiap strategi tersebut
di atas, berikut ini akan diuraikan sebagai berikut:
1. Penerapan prinsip tingkat perjalanan (trip-rate) umumnya digunakan dalam
memperkirakan bangkitan dan tarikan perjalanan untuk pembangunan dan
pengembangan suatu tata guna lahan. Sehingga penerapan strategi ini bertujuan untuk
mengelola jumlah perjalanan yang terjadi pada saat ini maupun pada masa
perencanaan yang akan datang, yang dihasilkan dari aktivitas pembangunan atau
pengembangan kawasan tertentu.
Berdasarkan strategi ini dapat diperoleh masukan berupa perbaikan manajemen lalu
lintas masuk dan keluar dalam sebuah kawasan, penentuan kapasitas parkir,
perbaikan terhadap dampak lalu lintas di sekitar kawasan dan perencanaan kebutuhan
angkutan massal.
2. Penerapan prinsip jarak perjalanan (trip-distance) secara umum juga digunakan dalam
memperkirakan bangkitan dan tarikan perjalanan untuk pembangunan dan
pengembangan suatu tata guna lahan. Dalam manajemen transportasi, sistem
transportasi dapat mengurangi hambatan pergerakan dalam ruang, tetapi tidak
mengurangi jarak. Jarak hanya bisa diatasi dengan memperbaiki/mempersingkat
waktu tempuh. Jarak perjalanan atau jarak tempuh merupakan faktor utama yang
menentukan biaya transportasi. Umumnya biaya-biaya transportasi dipicu oleh jarak.
Jarak transportasi akan berkontribusi secara langsung terhadap biaya variabel seperti
tenaga sopir, biaya bahan bakar dan minyak (fuel) dan biaya pemeliharaan kendaraan.
3. Penerapan prinsip pemilihan moda angkutan (mode-choice) merupakan strategi untuk
mengelola tingkat kecenderungan pelaku pergerakan dalam menggunakan moda yang
dipilih sebagai alat transportasi atau sebaliknya yaitu mengelola pergerakan yang
tertarik ke setiap moda yang tersedia. Kecenderungan pergerakan terbagi kepada
penggunaan moda transportasi dan berjalan kaki. Kemudian apabila pilihan
menggunakan moda maka akan terbagi ke dalam pilihan penggunaan angkutan umum
atau angkutan pribadi. Faktor yang mempengaruhi pemilihan moda yaitu karakteristik
pengendara dan/atau karakteristik zona pembangkit (misal: pemilikan kendaraan,
struktur rumah tangga, pendapatan, jarak ke pusat kota), karakteristik perjalanan
(misal: panjang perjalanan, tujuan perjalanan, waktu saat perjalanan), karakteristik
sistem transportasi (misal: waktu tempuh, biaya perjalanan, tempat parkir, tarif parkir,
kenyamanan, keamanan, dll).
4. Penerapan prinsip efisiensi bahan bakar (fuel efficiency) secara umum merupakan
strategi untuk mengarah kepada perbaikan kualitas bahan bakar dan perbaikan
keekonomian bahan bakar (fuel economy). Secara lebih jauh sasaran dari strategi ini
adalah bukan hanya meningkatkan kemampuan mengurangi biaya penyediaan bahan
bakar dan menurunkan konsumsi bahan bakar, tetapi juga mendorong investasi
pengembangan kendaraan bermotor yang lebih inovatif dan ramah lingkungan.
Strategi ini bukanlah bersifat sektoral, tetapi multisektoral, sehingga dibutuhkan
kapasitas yang memadai dalam merancang kebijakan dan menetapkan standar serta
target yang terukur secara akuntabel. Dan untuk penerapannya dibutuhkan sejumlah
perangkat kebijakan kunci yang mendukung seperti penggunaan standar fuel
economy, pajak kendaraan bermotor, harga bahan bakar serta pelabelan.
Startegi ini juga perlu dikomunikasikan secara transparan guna mencapai target yang
ditetapkan yaitu pengurangan penggunaan bahan bakar, peningkatan kualitas
lingkungan serta pengembangan industri yang kompetitif.
5. Penerapan prinsip manajemen lalu lintas (traffic management) secara umum
merupakan prinsip dalam sistem transportasi yang diterapkan sebagai cabang utama
dalam logistik. Hal ini menyangkut perencanaan, pengendalian, dan pembelian
layanan transportasi yang diperlukan untuk memindahkan kendaraan secara fisik
(misalnya pesawat terbang, kendaraan jalan, kereta api dan kendaraan air) dan
barang. Manajemen Lalu Lintas juga dapat mencakup: penandaan, penutupan jalur,
jalan memutar, penutupan jalan bebas hambatan penuh, akses pejalan kaki, rencana
lalu lintas, kendaraan manajemen lalu lintas dan penutupan trotoar.

Kota Bogor merupakan salah satu kota yang saat ini dengan jumlah penduduk mencapai
1,2 juta jiwa, perlahan sedang menjadi Kota Besar, dengan letak yang strategis karena
berdekatan dengan Kota Jakarta dan secara de facto telah menjadi ibukota Republik
Indonesia dikarenakan menjadi tempat tinggal bagi Presiden Republik Indonesia. Kondisi
tersebut tentunya menjadikan Kota Bogor sebagai salah satu destinasi bagi berbagai
kalangan masyarakat. Kemudahan transportasi menuju ke Bogor tentunya semakin
membuat banyak orang luar kota datang untuk menikmati berbagai bentuk wisata alam,
kuliner dan belanja di dalam kota Bogor. Peningkatan jumlah wisata ini telah meningkatkan
roda perekonomian masyarakat kota dan meningkatan kesejahteraan pada banyak orang.
Akan tetapi, masih banyak hal yang dihadapi oleh Kota Bogor dalam menghadapi
kompleksitas permasalahan transportasi di Kota Bogor.

Perubahan tata ruang daerah sekitar dan kebijakan daerah penyangga sepanjang
perbatasan dengan Kota Bogor akan sangat mempengaruhi pola pergerakan dan
kebutuhan transportasi dalam Kota Bogor.

Sampai saat ini, angkutan umum di Kota Bogor masih mengandalkan jenis angkutan umum
mobil penumpang yang didukung dengan angkutan umum informal lainnya seperti taksi
dan ojek untuk kawasan lingkungan. Pengembangan Sistem Angkutan Umum Massal
Transpakuan sampai saat ini memiliki proporsi yang sangat kecil dalam pelayanan
angkutan umum di dalam kota. Tingginya penggunaan kendaraan pribadi, khususnya
kendaraan roda dua, memberi tambahan permasalahan transportasi bagi Kota Bogor
mengalami pembebanan yang tidak sesuai dengan kapasitasnya.

Sebagai bagian tahapan yang terarah dalam Grand Design Transportation Kota Bogor, ada
keinginan kuat dari Pemerintah Kota Bogor untuk membangun kota yang berkelanjutan
(green city) yang sudah dimulai dengan membangun kerjasama dengan komunitas
pemerhati lingkungan, pemerintah pusat dan beberapa lembaga internasional menjadi
momentum yang tepat untuk membangun sistem transportasi yang baik dan berkelanjutan
(good public & green transportation)

Berkaitan hal tersebut, Pemerintah Kota Bogor pada tahun 2015 menyusun program
pembangunan transportasi yang berkelanjutan guna mencari solusi, penanganan isu dan
pengembangan transportasi Kota Bogor dalam rangka menciptakan sistem transportasi
perkotaan yang aman, nyaman, tertib, lancar dan efisien. Program ini disebut dengan
Program Pembangunan Transportasi Kota Bogor yang Berkelanjutan (Bogos Sustainable
Urban Transport – BSUT) dan lebih mudahnya dimaksudkan dalam kerangka Bogor
Transportation Program (B-TOP)

Secara prinsip penyusunan B-TOP dimaksudkan agar kondisi prasarana, sarana dan
lembaga pengelolaan transportasi Kota Bogor menjadi lebih baik. Dengan kata lain,
program ini dapat menyelesaikan berbagai persoalan transportasi Kota Bogor, membangun
pondasi sistem transportasi publik yang baik, terbangunnya lembaga pengelolaan
transportasi yang profesional serta tersedianya sistem keuangan yang mampu membiayai
kebutuhan pembangunan transportasi Kota Bogor.

Berdasarkan Visi dan Misi Pembangunan Kota Bogor 2015-2019, yang mengisyaratkan
bahwa pembangunan Kota Bogor harus berlandaskan pada upaya “Mewujudkan Bogor
sebagai kota berwawasan lingkungan”, berupaya “Meningkatkan kualitas daya dukung dan
daya tampung lingkungan kota”, dan upaya “Mengembangkan transportasi kota yang
mengutamakan angkutan massal, pejalan kaki dan pesepeda”. Selain itu sejalan dengan
konsep pengembangan transportasi kedepan secara umum di dunia, yang didasarkan pada
2 (dua) konsep dasar yaitu: S.U.T (Sustainable Urban Transport) dan E.S.T (Environment
Sustainable Transport).

Maka, Visi transportasi Kota Bogor yang akan dijalankan adalah:

“Mewujudkan Sistem Transportasi Kota Bogor yang Berkelanjutan, Berkualitas dan


Berwawasan Lingkungan”

Visi tersebut dituangkan kedalam Misi transportasi Kota Bogor yaitu mewujudkan sistem
transportasi yang mendukung aksesibilitas kegiatan ekonomi, sosial dan budaya melalui
kegiatan ekonomi, sosial dan budaya melalui penyelenggaraan transportasi yang
berkualitas dan berwawasan lingkungan serta bersinergi dengan tata ruang.
Dari visi transportasi tersebut di atas, kemudian diuraikan secara lebih rinci dalam 5 (lima)
misi transportasi, yaitu sebagai berikut:
1. Meningkatkan kualitas pelayanan angkutan umum
2. Meningkatkan aksesibilitas pelayanan jasa transportasi
3. Meningkatkan keselamatan dan keamanan transportasi
4. Mewujudkan pengembangan transportasi yang ramah lingkungan
5. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengembangan transportasi kota

Dengan mempertimbangkan kondisi dan karakter transportasi Kota Bogor serta ketentuan
peraturan perundang-undangan, visi, misi dan kebijakan pembangunan transportasi Kota
Bogor, maka dapat dirinci lebih lanjut program aksi pembangunan transportasi Kota Bogor
dengan program utama terdiri atas:
1. Pengembangan Sistem Angkutan Umum Massal (SAUM)
2. Manajemen Lalu Lintas
3. Jaringan Pedestrian dan Transportasi Non Kendaraan Bermotor
4. Prasarana Perhubungan (terminal/stasiun)
5. Sistem Jaringan Jalan
6. Pola Kerjasama

Adapun secara lebih rinci program pengembangan transportasi Kota Bogor dapat diuraikan
sebagai berikut:

1. Rencana Pengembangan Jaringan Jalan


a. Penetapan Fungsi dan Kelas Jalan
b. Rencana Peningkatan Kapasitas & Jaringan Jalan
c. Rencana Peningkatan Mobilitas
d. Rencana Peningkatan Mobilitas Pusat Kota
2. Program Pengembangan Pedestrian & Jalur Sepeda
a. Pengembangan Jalur Pejalan Kaki
b. Rencana Penyediaan Jalur Sepeda
3. Program Pengembangan Angkutan Umum
a. Pengembangan Sistem Angkutan Umum Masal (SAUM)
b. Pengembangan Sistem Angkutan Umum Perkotaan
c. Pengembangan kelembagaan Angkutan Umum
d. Faktor Sukses Kelembagaan Angkutan Umum
e. Pemisahan Fungsi & Kewenangan Dalam Transportasi Perkotaan
f. Pengembangan Angkutan Umum
g. Pengembangan Angkutan Khas Lokal
h. Pengembangan Angkutan umum Berbasis Rel
i. Pengembangan Kendaraan Ramah Lingkungan
4. Program Pengembangan Prasarana Transportasi
a. Pengembangan Terminal Penumpang & Halte
b. Pengembangan Terminal Barang
c. Pengembangan Sistem Perparkiran
d. Pengembangan Stasiun Kereta Api
e. Pengembagan Perlintasan tidak sebidang
5. Program Pengembangan Sistem Pengelolaan Lalu Lintas
a. Pengembangan Intelligent Transportation System (ITS)
b. Pengembangan Traffic Impact Control (ITC)
c. Penataan Sistem Lalu Lintas Keliling Kebun Raya/Istana Bogor
6. Penegakan Hukum Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
a. Kota Tertib lalu Lintas
b. Rute Aman dan Selamat Ke Sekolah (RASS)

Secara umum berdasarkan rumusan program pengembangan sistem transportasi Kota


Bogor yang telah diuraikan tersebut di atas, maka dari 5 (lima) strategi yang ditempuh
dalam menangani kompleksitas permasalahan transportasi, sebagaimana telah dijelaskan
pada bagian awal tulisan ini, dapat disimpulkan Kota Bogor telah mengakomodir seluruh
strategi tersebut di atas.

Namun demikian pada tahap implementasi memang belum dapat dikatakan 5 (lima) strategi
tersebut dapat berjalan secara optimal sesuai skenario awal dan belum pula dapat
dikatakan telah diterapkan di seluruh wilayah Kota Bogor secara keseluruhan. Dan tentunya
hal ini terkait pula dengan pentahapan pelaksanaan program dan prioritas pelaksanaan
program.

Sekian dan Terimakasih...

Anda mungkin juga menyukai