Anda di halaman 1dari 5

Sebelum menanggapi moda transportasi angkutan umum yang diperlukan untuk pengembangan

suatu kota dan bagaimana karakteristik transportasi dikota-kota besar di Indonesia, terlebih dahulu
mohon ijin memberikan ulasan singkat mengenai Manajemen system transportasi, Manajemen
sistem transportasi merupakan suatu proses merencanakan dan mengoperasikan suatu sistem
secara terpusat untuk transportasi perkotaan (Khisty, 2006). Sasaran utamanya adalah pelestarian
sumber daya, energi, mutu lingkungan dan perbaikan mutu hidup untuk dapat memaksimalkan
mobilitas perkotaan dalam sistem yang ada melalui pengembangan tindakan-tindakan tertentu yang
dapat dikelompokkan dalam empat kategori antara lain:

1. Efisiensi penggunaan ruang jalan yang ada

2. Mengurangi penggunaan kendaraan pada daerah macet

3. Meningkatkan pelayanan angkutan umum

4. Meningkatkan efisiensi manajemen transit internal Sumber daya fiskal, energi dan lingkungan
harus dikelola dengan benar agar tercapai manajemen sistem transportasi yang baik.

Aspek ekonomi dalam manajemen sistem transportasi ditinjau secara makro dan tidak selalu dinilai
dengan uang. Aspek ekonomi tersebut antara lain penurunan tingkat kemacetan, pengurangan biaya
transportasi, perlindungan lingkungan dan menghindari predatory pricing atau pengendalian tarif/
pentarifan yang tidak sesuai dengan kemampuan atau kewajiban pengguna layanan angkutan umum
(Malkhamah, 2014)

Sementara itu permasalahan transportasi perkotaan secara umum adalah bagaimana memindahkan
orang dari distribusi ruang awal ke distribusi ruang akhir tertentu dengan biaya paling rendah yang
dimungkinkan (Brancolini, 2016). Biaya dalam hal ini adalah termasuk jarak dan waktu. Hal tersebut
menjadi salah satu argumen mengenai kepemilikan kendaraan bermotor pribadi yang meningkat
cukup signifikan dibandingkan pertumbuhan angkutan umum. Kinerja angkutan umum yang kurang
baik dalam hal ketepatan waktu menjadi alasan yang mendasar. Gossling, 2016, memiliki gagasan
bahwa kepemilikan kendaraan bermotor per kapita akan naik secara cepat dan penggunaan
kendaraan pribadi tersebut menyebabkan turunnya permintaan terhadap angkutan umum yang
nantinya menyebabkan menurunnya kinerja jalan dan naiknya beban terhadap ruang jalan yang
tersedia. Untuk mengantisipasi penurunan kinerja jalan dapat diantisipasi dengan pembangunan
prasarana baru, peningkatan kapasitas prasarana yang sudah ada, dan peningkatan efisiensi
penggunaan prasarana dengan berbagai perangkat kebijakan rekayasa dan manajemen lalu lintas
yang ada. Pendekatan ini dirasakan efektif untuk selang waktu pendek saja. Sejalan dengan
peningkatan kebutuhan pergerakan dan urbanisasi yang sangat cepat, pendekatan ini dirasakan
tidak akan efektif lagi dan sangat sulit dilaksanakan dilihat dari kebutuhan dana yang sangat besar.

1. Apakah semua moda angkutan umum diperlukan untuk pengembangan suatu kota?
Untuk menanggapi pertanyaan tersebut saya mencoba mencari referensi beberapa jurnal/
penelitian sebelumnya yang terkait dengan transportasi perkotaan antara lain sebagai
berikut:
a. Jurnal Penelitian Transportasi Darat, Vol 20, No.1, Juni 2018: 9-16
Penulis: Danar Adi Nugroho dan Siti Malkhamah
Judul: Manajemen Sistem Transportasi Perkotaan Yogyakarta
Resume: Kota Yogyakarta sebagai pusat tarikan kegiatan pariwisata, ekonomi dan
pendidikan telah memiliki pengaruh yang berkembang hingga ke aglomerasinya. Kondisi
ini menyebabkan bertambahnya permintaan terhadap kebutuhan pelayanan
transportasi. Penelitian ini bertujuan mengetahui kinerja manajemen sistem
transportasi Perkotaan Yogyakarta eksisting serta merencanakan manajemen sistem
transportasi Perkotaan Yogyakarta ideal yang dibuat dengan siklus perencanaan
berdasarkan bagan alir dari Gray dan Hoel. Siklus ini mengidentifikasi data kinerja,
permasalahan dan kesempatan yang ada, biaya, dampak dan prioritas proyek. Metode
analisis SWOT dipakai untuk mengidentifikasi permasalahan dan kesempatan dalam
siklus perencanaan sebagai dasar penentuan program dan kegiatan selanjutnya. Mixed
method menjadi dasar metode dalam penelitian ini yang menggabungkan metode
kualitatif dengan kuantitatif. Hasil dari penelitian ini adalah prioritas perencanaan
manajemen sistem transportasi Perkotaan Yogyakarta secara berurutan: Rencana
Jaringan Transportasi Jalan, Rencana Tata Ruang Perkotaan Yogyakarta, Rencana Sistem
Angkutan Umum, Rencana Sistem Angkutan Wisata, Rencana Fasilitasi Perparkiran dan
Rencana Pemanfaatan Terminal Giwangan. Berdasarkan analisis SWOT yang menjadi
dasar pengembangan perencanaan manajemen system transportasi perkotaan
Yogyakarta. Pertama adalah strategi S-O yaitu fasilitas untuk kendaraan tidak bermotor
perlu ditingkatkan, selain untuk menjamin keselamatan juga dapat menjadi ciri khas
Kota Yogyakarta sebagai daya tarik pariwisata. Bila seluruh bus perkotaan telah berganti
menjadi Trans Jogja maka bekas trayek bus konvensional dapat dipakai Trans Jogja
beserta segala fasilitasnya (shelter, halte portabel, bus lane, transit) dan dibuat kartu
berlangganan Trans Jogja untuk mahasiswa/ pelajar berupa smart card dengan basis
kartu tanda mahasiswa/pelajar. Smart card Trans Jogja khusus wisatawan yang
terintegrasi dengan moda lain seperti becak, andong, Trans Jogja Wisata ataupun
sebagai tiket masuk obyek wisata di Kota Yogyakarta juga perlu dipertimbangkan. Selain
itu perlu optimalisasi ATCS dan VMS eksisting untuk sarana informasi bagi
wisatawan/supir bus terkait ketersediaan parkir dan informasi lainnya terkait lokasi
wisata terdekat. Kemudian strategi W-T yaitu perlunya koordinasi khusus antara
Kepolisian, Dinas Perhubungan dan Polisi Pamong Praja dalam penegakan aturan terkait
daerah larangan parkir, keberadaan becak motor dan taksi online yang telah melanggar
aturan. Penerapan manajemen lalu lintas diperlukan untuk Kawasan sekitar perlintasan
sebidang bila saatnya perlintasan ditutup permanen. Untuk mengatasi permasalahan
akibat angkutan online maka PM 108/2017 agar segera diberlakukan berikut segala
aturan dan sanksinya.
b. Jurnal Teknik Sipil, Vol. 9, No. 1, April 2018
Penulis: Siti Aminah
Judul: Transportasi Publik dan Aksesibilitas Masyarakat Perkotaan
Resume: Karakter umum transportasi publik melayani masyarakat dengan mobilitas dan
akses pada pekerjaan, sumber-sumber sosial ekonomi politik, pusat kesehatan, dan
tempat rekreasi. Apapun motivasi masyarakat, baik yang sadar dan memu -tuskan untuk
memilih transportasi umum ataupun yang terpaksa karena tidak memiliki pilihan lain,
ada kecenderungan penumpang transportasi umum tidak memiliki mobil dan harus
bergantung pada transportasi umum. Transportasi umum menyediakan layanan
mobilitas dasar bagi orang -orang tersebut dan juga bagi semua orang yang tidak
memiliki akses mobil. Sistem transportasi masal memang belum terwujud, artinya
sampai saat ini belum bisa dijangkau masyarakat, kepentingan masyarakat belum
terpenuhi, yang tidak hanya terkait dengan soal tarif, tetapi sistem transportasi
berkelanjutan yang bisa menjangkau kebutuhan nyata masyarakat.
Mobilitas berkelanjutan (sustainable mobility) menyatukan segala macam upaya untuk
mencapai keseimbangan biaya dan keuntungan sektor transportasi. Ini menandai
adanya pergeseran dari pendekatan perencanaan transportasi tradisional, yang
mengkonseptualisasikan transport sebagai sebuah permintaan dan infrastruktur
pendukung bagi pertumbuhan ekonomi, menuju pendekatan kebijakan melalui bukti
dan
perkiraan resiko, serta untuk mengetahui kemungkinan pertumbuhan yang tidak
terkendali. Perluasan kapasitas jalan dan hambatan jalan dapat dikurangi dengan
menekan permintaan yang terlalu berlebih atas penggunaan jalan. Meskipun, telah jelas
mengenai perlunya berbagai macam transportasi publik, masih terdapat tendensi untuk
mengadakan transportasi publik yang berbiaya besar dengan tawaran pilihan yang
sangat terbatas. Subsidi pada umumnya muncul karena keinginan untuk
mmempertahankan layanan tertentu pada biaya yang rendah. Namun pengalaman,
menunjukkan keuntungan yang diantisipasi, pelayanan yang lebih baik, mengurangi
penggunaan mobil dan hambatannya, serta patronase yang lebih tinggi, yang mengarah
pada peningkatan viabilitas menjadi ekspektasi jangka pendek. Pertumbuhan
motorisasi, yang kemu dian menyebabkan meningkatnya arus telah menarik perhatian
pemerintah untuk meningkatkan kapasitas jalan. Untuk sejumlah alasan, hal ini menjadi
relevan dengan upaya mengakomodasi lalu lintas.
Pemkot, perlu untuk memperhatikan signifikansi jangka panjang akomodasi lalu lintas
yang termotorisasi dalam hubungan berkecepatan tinggi, memiliki pengaruh besar
terhadap bentuk kota. Bagaimanpun transportasi publik harus bisa diakses semua
kelompok masyarakat, karena itu transportasi publik juga perlu memberikan jaminan
kenyamanan pada kelompok ma -syarakat miskin. Karena dengan mobilitas tinggi dari
pengguna mobil berarti mobilitas yang rendah bagi yang lain, sementara akses fasilitas
yang tersebar sesuai dengan pengguna mobil mengurangi rangkaian fasilitas yang dapat
dikonsentrasikan pada semua pusat ataupun suburban
c. Jurnal Transportasi Multimoda, Vol.19, No.2, 2021
Penulis: Yessi Gusleni, Listantari, Deni Prasetio Nugroho
Judul: Evaluasi Integrasi Fasilitas Alih Moda Pada Simpul Transportasi di Perkotan
Yogyakarta
Resume: Simpul transportasi Perkotaan Yogyakarta (Bandara Adisucipto, Terminal
Giwangan, Terminal Jombor) belum dimanfaatkan secara optimal oleh pengguna
angkutan umum. Infrastruktur yang telah terbangun perlu dilakukan evaluasi
bagaimana kondisi integrase antar moda dalam simpul tersebut mampu memberikan
layanan yang menerus (seamless) bagi masyarakat dalam memanfaatkan angkutan
umum. Metode evaluasi dilakukan dengan melakukan survei lapangan dan penilaian
pada 6 aspek yang terdiri dari: kedekatan, konektivitas, kenyamanan, keamanan dan
daya Tarik. Hasil penilaian menunjukkan secara umum simpul transportasi di pertemuan
Perkotaan Yogyakarta telah terintegrasi secara fisik dengan baik, namun perlu beberapa
peningkatan aspek signage di terminal Giwangan dan Jombor dan aspek keselamatan
bagi pengguna untuk berpindah moda pada saat menyeberang, dan aspek keamanan
dengan keberadaan CCTV di Adisucipto dan Jombor. Rencana pengembangan Kawasan
(pembangunan berorientasi transit, mix use area, park and ride), harus melibatkan
kearifan local, sehingga dapat memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar,
meningkatkan pergerakan dan aktifitas simpul, sehingga mampu meningkatkan
kegiatan perekonomian daerah.

Berdasarkan ketiga jurnal/artikel diatas, maka saya berpendapat bahwa tidak semua moda
angkutan umum diperlukan untuk pengembangan perkotaan, pemerintah harus menyusun
dan menetapkan kebijakan yang menjadi pedoman dalam pembangunan moda
transportasi sesuai dengan karakteristik wilayah dan masyarakatnya. Kebijakan tersebut
seperti Rencana Jaringan Transportasi Jalan, Rencana Tata Ruang Perkotaan, Rencana
Sistem Angkutan Umum, Rencana Sistem Angkutan Wisata, dan Rencana Fasilitasi
Perparkiran. Sehingga tidak ada banyak variasi/moda transportasi yang berbeda namun
memiliki perilaku pergerakan yang sama.
Selain memperhatikan karakteristik wilayah perkotaan dan masyarakatnya, Moda angkutan
umum yang akan dikembangkan pada suatu kota harus memperhatikan aspek ekonomi,
antara lain mampu menurunkan tingkat kemacetan, mengurangi biaya transportasi,
memberikan perlindungan lingkungan dan menghindari predatory pricing atau
pengendalian tarif/ pentarifan yang tidak sesuai dengan kemampuan atau kewajiban
pengguna layanan angkutan umum, disamping juga tetap mempertimbangkan untuk
mempertahankan transportasi tradisional yang menjadi ciri khas (kearifan lokal).
Kebijakan pembangunan dan pengembangan moda angkutan umum dilakukan dengan
pendekatan bukti bahwa moda angkutan umum yang disediakan terintegrasi antar
simpul transportasi perkotaan, memberikan rasa aman, nyaman dan efisien.

2. Bagaimanakah karakteristik transportasi di kota-kota besar di Indonesia?


Karakteristik transportasi dikota-kota besar di Indonesia tidak jauh berbeda dengan
karakteriktik transportasi di negara berkembang yang dijelaskan pada BMP MAPU 5303
antara lain: Ketergantungan pada kendaraan bermotor secara premature, percampuran
berbagai jenis alat transportasi dijalan yang sama, transportasi umum bergantung pada jalan
raya, memiliki berbagai jenis alat transportasi umum, dan prasarana kurang berkembang.
Apabila merujuk dari Jurnal Teknik Sipil yang ditulis Siti Aminah (2018), Hal tersebut tidak
terlepas dari peran aktor pengelola Kepentingan Publik, dimana negara mempunyai peranan
penting dalam transportasi publik. Dalam beberapa decade belakangan ini terlihat
dahsyatnya perubahan politik ekonomi menuju titik minimal peranan negara (sector public),
dan pada saat yang bersamaan mencapai titik maksimal peran pengusaha (sector privat).
Ketika sector privat yang menjadi sandaran pengelolaan kepentingan publik, maka
pelayanan kepada publik mau tidak mau didasarkan pada kemampuan membayar, bukan
didasarkan pada penghormatan atas hak-hak warga negara.
Perusahaan memberikan pelayanan kepada publik hanya kalau dirinya bisa memperoleh
keuntungan, dan perusahaan tidak bisa dituntut bertanggung jawab terhadap nasib warga
negara yang tidak mendapatkan pelayanan publik (Santosa, 2005).

Mengutip artikel pada https://pu.go.id yang berjudul Kementerian PUPR Siapkan 30 Proyek
KPBU Senilai Rp.332,59 Trilyun di Tahun 2022 disebutkan bahwa Pemerintah melalui
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus melakukan
pembangunan infrastruktur dalam rangka meningkatkan daya saing bangsa. Namun tidak
semua infrastruktur yang dibangun menggunakan pendanaan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara/Daerah (APBN/APBD). Keterlibatan swasta terus didorong melalui berbagai
model pembiayaan salah satunya lewat Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Hal
tersebut dilakukan sebagai langkah untuk menutupi gap pendanaan non-APBN sebesar 70
persen atau Rp 1.435 triliun. Sebab berdasarkan proyeksi kemampuan APBN 2020 – 2024,
diperkirakan hanya mampu memenuhi 30 persen atau sekitar Rp 623 triliun dari total
kebutuhan anggaran untuk penyediaan infrastruktur sebesar Rp 2.058 triliun.

Berdasarkan artikel tersebut, bahwa pemerintah melakukan peningkatan daya saing bangsa
salah satunya melalui mekanisme Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha.
Mempertimbangkan kebutuhan anggaran untuk infrastruktur yang tinggi (Rp.2.058 trilyun)
dan kemampuan keuangan negara untuk membiayai pembanguna infrastruktur yang hanya
sebesar Rp.623 Trilyun, sehingga melalui KPBU senilai Rp.332,59 Trilyun diharapkan mampu
mengurangi ketimpangan/gap antara kebutuhan dan kemampuan keuangan negara, namun
disisi lain pembangunan transportasi public yang dibangun memiliki karakteristik yang mahal
dengan prasarana transportasi yang kurang berkembang, dengan demikian masyarakat lebih
memilih transportasi dengan menggunakan kendaraan bermotor pribadi yang satu sisi
menyebabkan masalah kemacetan, dan masalah lingkungan
Demikian disampaikan sebagai tanggapan Diskusi 6, terimakasih.

Anda mungkin juga menyukai