Anda di halaman 1dari 4

TUGAS

MANAJEMEN LALU LINTAS

ANALISA TRANSPORT DEMAND MANAGEMENT DI DKI JAKARTA

Disusun oleh:
Rizki Nur Ramadan (3336190047)

JURUSAN TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
TAHUN 2021
1. Latar Belakang

DKI Jakarta adalah salah satu provinsi besar dengan jumlah penduduk hampir 10,5 juta jiwa.
Jakarta sebagai ibukota negara dan kota metropolitan merupakan salah satu kota tersibuk di
dunia. Sebagai pusat bisnis, politik dan kebudayaan, lahan-lahan di Jakarta kini penuh dengan
gedung-gedung tinggi pusat perkantoran, pemerintahan, pusat perbelanjaan, hingga
pendidikan. Akibat dari pemanfaatan lahan yang tinggi, maka kebutuhan warga Jakarta dalam
transportasi pun sangat tinggi. Sehingga kemacetan menjadi permasalahan serius di Jakarta.

Masalah kemacetan transportasi lalu lintas memang sering kali terjadi di daerah-daerah
perkotaan yang ada di Indonesia, khususnya DKI Jakarta. Kemacetan lalu lintas biasanya
meningkat sesuai dengan meningkatnya mobilitas manusia pengguna transportasi, terutama
pada saat-saat sibuk (Sudradjat, Tony Sumartono, Asropi 2011).

Masalah lalu lintas di Jakarta sudah tidak dapat lagi diselesaikan dengan cara supply oriented.
Membangun jalan baru atau melebarkan jalan bukan lagi menjadi hal mudah di kota yang padat
penduduk ini. Sehingga pendekatan yang paling mungkin dilakukan adalah dengan demand
oriented, yakni mempengaruhi kebutuhan perjalanan terkait dengan tujuan, waktu, dan moda
yang digunakan, dengan tujuan untuk mengurangi jumlah perjalanan sehingga supply yang
sudah ada menjadi optimal.

2. Kebijakan Ganjil-Genap

Munawar (2005) menjelaskan bahwa Demand Management atau modifikasi pemakai jalan
merupakan bagian dari manajemen lalu lintas agar waktu perjalanan pemakai jalan dapat
dirubah , sehingga penggunaan jalan selama 24 jam lebih merata dan efesien. Munawar
mendefinisikan Transportation Demand Management adalah segala tindakan yang
dilaksanakan guna mempengaruhi sifat pelaku perjalanan atau dapat mengurangi perjalanan.
Lebih lanjut Munawar mengatakan Transportation Demand Management merupakan suatu
intervensi untuk memodifikasi pengambilan keputusan untuk melakukan perjalanan sehingga
dapat tercapai tujuan berupa pemilihan perjalanan dan penggunaan jenis alat transportasi
tertentu yang menimbulkan dampak positif dari segi sosial, ekonomi dan lingkungan serta
mengurangi dampak negatif perjalanan. Transportation Demand Management merupakan
suatu alat berupa kebijakan, program dan tindakan yang diimplementasikan untuk mengurangi
kebutuhan kendaraan pada suatu sistem transportasi.
Mekanisme kebijakan ganjil-genap yaitu kendaraan dengan plat nomor belakang ganjil
beroperasi di tanggal ganjil, dan nomor genap beroperasi di tanggal genap. Kebijakan tidak
berlaku bagi sepeda motor, mobil aparatur pemerintahan, mobil angkutan umum, pemadam
kebakaran, kendaraan dinas (termasuk plat CD) dan angkutan barang dengan dispensasi
khusus. Titik lokasi penerapan kebijakan ganjil-genap adalah di Jalan MH Thamrin, Jenderal
Sudirman, dan Gatot Subroto, yang merupakan ruas jalan yang dulunya menjadi lokasi
penerapan 3 in 1 yang sering kali mengalami kepadatan. Sistem ganjil-genap sejalan dengan
konsep TDM yakni pergeseran rute. Sehingga masyarakat akan menggunakan rute yang
variatif dan tidak memadati di satu ruas jalan saja.

3. Kebijakan Wajib Emisi dan pembatasan kendaraan di atas 10 tahun.

Sebagai langkah mendukung upaya mengurangi gas buang berbahaya ke lapisan ozon. Serta
sebagai upaya agar masyarakat beralih ke angkutan umum sehingga kemacetan di Jakarta bisa
teratasi. Maka pemerintah mengeluarkan kebijakan wajib emisi. Selain itu pemerintah DKI
tengah mewacanakan aturan dimana kendaraan pribadi berusia lebih dari 10 tahun tidak
diizinkan beroperasi di jalan-jalan protokol Jakarta.

4. Peningkatan Layanan Transportasi Publik

a. Fasilitas Park and Ride

Kebijakan TDM yang dilakukan Pemerintah Jakarta lebih condong ke arah mengurangi
pemakaian kendaraan pribadi dan fokus kepada pemberdayaan angkutan umum. Sehingga
kapasitas jalan dapat berkurang dan pemanfaatan angkutan umum bisa lebih optimal.
Sayangnya, lokasi halte atau stasiun yang cukup jauh bagi sebagian masyarakat membuat
mereka tetap menggunakan motor atau mobil pribadi mereka.

Sistem Park and Ride adalah sebuah sistem dimana masyarakat bisa memarkirkan kendaraan
pribadi mereka di halte atau stasiun dari rumah, untuk kemudian melanjutkan perjalanan
dengan berjalan kaki atau menggunakan angkutan umum. Saat ini terdapat tujuh lokasi park
and ride yakni Terminal Kampung Rambutan, Terminal Kali Deres, Terminal Pulo Gebang,
PGC Cililitan, Ragunan, Thamrin, dan Pinang Ranti. Jam operasional rata-rata dari park and
ride tersebut adalah pukul 06:00 sampai 20:00. Sistem Park and Ride ini sejalan dengan konsep
TDM yakni pergeseran moda.

b. Pembangunan Fasilitas Transit Oriented Development (TOD)


Transit Oriented Development atau lebih dikenal dengan sebutan TOD merupakan
pengembangan yang mengintegrasikan desain ruang kota untuk menyatukan orang, kegiatan,
bangunan, dan ruang publik melalui konektivitas yang mudah dengan berjalan kaki ataupun
bersepeda serta dekat dengan pelayanan angkutan umum yang sangat baik ke seluruh kota. Saat
ini, terdapat 54 titik potensial yang terdapat dalam lokasi TOD sebagaimana tercantum dalam
Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2018 tentang Rencana Induk Transportasi Jabodetabek.

Saat ini Pemprov DKI Jakarta menentukan tiga kawasan pengembangan TOD yakni, Blok M,
Lebak Bulus, dan Fatmawati. Dengan konsep kawasan berorientasi transit, Pemerintah Jakarta
mendorong sejumlah keuntungan bagi masyarakat, yaitu:

a. Mengurangi penggunaan kendaraan, kemacetan jalan, dan polusi udara;


b. Pembangunan yang mendukung berjalan kaki serta gaya hidup sehat dan aktif;
c. Meningkatkan akses terhadap kesempatan kerja dan ekonomi;
d. Berpotensi menciptakan nilai tambah melalui peningkatan nilai properti;
e. Meningkatkan jumlah penumpang transit dan keuntungan pendapatan;
f. Menambah pilihan moda pergerakan kawasan perkotaan.

5. Analisis TDM yang mungkin dilakukan di Jakarta

Jakarta memiliki banyak sekali jaringan jalan yang tidak sedikit mengalami kemacetan. Sejak
lama kemacetan diatasi dengan pengalihan arus, pembuatan jalur melingkar, hingga
pembatasan kendaraan bermotor di ruas jalan tertentu. Akibatnya justru hanya memindahkan
konsentrasi massa dari satu titik ke titik yang lain. Faktanya masyarakat masih tetap memilih
menggunakan kendaraan pribadi karena sulitnya akses menuju terminal atau halte. Maka
alangkah baiknya jika Jakarta serius menyediakan angkutan umum yang dapat menjangkau ke
jaringan jalan terkecil di Jakarta. Sehingga setiap orang akan berfikir akan jauh lebih
menguntungkan jika menggunakan angkutan umum.

Selain itu, kebijakan congestion charging atau biaya kemacetan dapat diterapkan di ruas jalan
tertentu di Jakarta dengan catatan transportasi publiknya sudah memadai seperti kawasan
Sudirman central bussiness district. Biaya Kemacetan adalah biaya perjalanan akibat tundaan
lalu lintas maupun tambahan volume kendaraan yang mendekati atau melebihi kapasitas
pelayanan jalan (Nash, 1997, dalam Cahyani, 2000). Sehingga orang akan dibebankan biaya
saat menuju ruas jalan yang padat dengan perhitungan yang sistematis. Biaya yang dibebankan
pengguna jalan ini kemudian nantinya akan dibayarkan melalui pajak.

Anda mungkin juga menyukai