Anda di halaman 1dari 4

Muhammad Hilal Zidane

F1B020053

Kebijakan Electric Road Pricing (ERP) dalam Upaya Mengatasi Kemacetan di Ibukota
DKI Jakarta

Pendefinisian Masalah

Provinsi DKI Jakarta, sebagai Ibukota Negara Indonesia, menghadapi tantangan serius
dalam hal tingginya jumlah penduduk dan urbanisasi. Mobilitas penduduk yang tinggi dan
masalah kemacetan merupakan isu yang signifikan yang perlu diatasi oleh pemerintah.
Kemacetan di Provinsi DKI Jakarta terjadi karena tingginya volume lalu lintas yang beragam.
Kemacetan merupakan masalah yang sering dihadapi oleh penduduk kota setiap hari.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mencoba mengatasi masalah ini dengan menerapkan
beberapa langkah, seperti sistem three in one dan sistem ganjil-genap. Namun, kedua sistem
tersebut tidak memberikan perubahan yang mencolok dalam mengatasi kemacetan di Jakarta.

Menurut data yang dirilis oleh BPS DKI Jakarta, dalam periode 2018 hingga 2022,
terjadi peningkatan sebesar 4,1 persen setiap tahun dalam jumlah kendaraan bermotor di
Jakarta. Pada awal pandemi, pertumbuhan kendaraan baru mengalami penurunan yang
signifikan sebesar 1,7 persen. Namun, pada tahun 2021 dan 2022, terjadi peningkatan jumlah
kendaraan dengan masing-masing pertumbuhan sekitar 4,1 persen dan 4,4 persen setiap tahun.
Seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk di wilayah Bodetabek dan peningkatan jumlah
pendatang yang bekerja di Jakarta, tingkat kepadatan lalu lintas di Ibu Kota terus meningkat.

Dengan adanya hal seperti itu, Pemerintah DKI Jakarta menyarankan untuk
menerapkan sistem jalan berbayar atau Electronic Road Pricing (ERP) di jalan-jalan utama
seperti Jalan Gajah Mada, Jalan Tomang Raya, Jalan Pintu Besar Selatan, Jalan Panglima
Polim, Jalan Medan Merdeka Barat, Jalan Pramuka, Jalan Majapahit, Jalan MT. Haryono, Jalan
Hayam Wuruk, Jalan Pasar Senen, Jalan Suryopranoto, Jalan Jenderal S. Parman, Jalan
Salemba Raya, Jalan Sisingamangaraja, Jalan Gunung Sahari, Jalan Moh. Husni Thamrin,
Jalan Kramat Raya, Jalan Fatmawati, Jalan Jenderal A. Yani, Jalan H. R. Rasuna Said, Jalan
Kyai Caringin, Jalan Jend. Sudirman, Jalan Balikpapan, Jalan D. I. Panjaitan, Jalan Gatot
Subroto.
Telaah Kritis Terhadap Kebijakan

Electronic Road Pricing (ERP) sedang dikaji lebih lanjut oleh pemerintah Provinsi DKI
Jakarta sebagai upaya untuk mengurangi kemacetan lalu lintas di Jakarta. Kebijakan ini
terinspirasi oleh pengalaman Singapura dan Hongkong dalam mengatasi masalah kemacetan
di wilayah mereka. Meskipun secara konseptual kebijakan ini terlihat menguntungkan, namun
masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menilai apakah sudah sesuai dan efektif
jika diterapkan di Indonesia, khususnya di DKI Jakarta. Jika kebijakan ERP ini akan diterapkan
di DKI Jakarta tentunya akan ada faktor-faktor yang mendukung dan juga menghambat.

Faktor pertama yang mendukung kebijakan ini adalah dapat memanfaatkan kapasitas
jalan menjadi lebih efisien. Dengan pertumbuhan kendaraan bermotor yang lebih tinggi dari
pertumbuhan jalan di DKI Jakarta menyebabkan munculnya kemacetan di berbagai ruas jalan.
Maka dari itu pemerintah ingin menerapkan kebijakan ERP dalam upaya untuk mengurangi
kemacetan di DKI Jakarta. Kedua, mereduksi jumlah kendaraan pribadi yang beroperasi.
Dengan diberlakukannya kebijakan ERP diharapkan masyarakat akan mengurangi penggunaan
kendaraan pribadi dan lebih memilih menggunakan transportasi umum.

Faktor pertama yang menghambat kebijakan ini adalah bergantung pada berbagai
kebijakan lainnya. Kemampuan ERP untuk mengurangi kemacetan lalu lintas dan mengurangi
penggunaan kendaraan pribadi bisa terkait dengan kebijakan lain, seperti penyediaan
transportasi umum yang cukup baik untuk mendorong minat masyarakat beralih ke moda
transportasi umum. Kedua, fasilitas transportasi umum masih belum memadai. Transportasi
umum di Jakarta masih buruk dan menjadi salah satu penyebab kemacetan dan polusi udara di
Jakarta. Hal ini juga menyebabkan pengguna kendaraan pribadi meningkat. Ketiga, kebijakan
ERP ini dirasa akan memberatkan masyarakat dengan penghasilan rendah. Dengan tarif sebesar
5000 – 19000 rupiah sekali jalan, dapat memberatkan pengguna jalan yang memiliki
penghasilan rendah. Kemudian kebijakan ERP juga bisa memberatkan profesi seperti ojek
online yang mengharuskan untuk melewati jalan-jalan dengan ERP setiap harinya dan harus
mengeluarkan biaya tambahan untuk operasional sehari-hari.
Pengembangan Alternatif

No Pilihan/Alternatif Cost Benefit Rasio


1 Status Quo 2 1 0,5
2 Meningkatkan Infrastruktur 4 5 1,25
Transportasi Umum
3 Pemberlakuan ERP di Waktu 3 2 0,6
Tertentu
4 Menyediakan Alternatif 4 3 0,75
Transportasi Lain

Pemilihan Alternatif Terbaik

Alternatif terbaik yang dapat dilakukan oleh Pemerintah DKI Jakarta adalah
meningkatkan infrastruktur transportasi umum. Dengan adanya perbaikan dalam upaya
meningkatkan fasilitas transportasi umum yang terintegrasi, nyaman, berkelanjutan,
terjangkau, dan mudah diakses oleh penyandang disabilitas, sehingga dapat mendorong
masyarkat untuk beralih menggunakan transportasi umum yang disediakan oleh pemerintah
daripada menggunakan kendaraan pribadinya. Jika nantinya mayoritas masyarakat lebih
memilih menggunakan transportasi umum maka tujuan Pemerintah DKI Jakarta untuk
mengurangi kemacetan akan tercapai.

Tetapi masih banyak tugas yang harus dilakukan oleh Pemerintah DKI Jakarta dalam
upaya meningkatkan infrastruktur transportasi umum. Seperti halnya menambah armada
transportasi umum agar pengguna tidak lagi menumpuk di 1 stasiun atau halte pada saat waktu-
waktu berangkat dan pulang kerja. Dengan kondisi seperti sekarang yang masih seringnya
terjadi penumpukan penumpang di 1 tempat, sehingga menyebabkan masyarakat merasa tidak
nyaman menggunakan transportasi umum. Diharapkan dengan penambahan armada
transportasi bisa menanggulangi masalah tersebut.

Masalah lainnya adalah masalah pengintegrasian 1 moda transportasi ke moda


transportasi lainnya. Perbaikan dan peningkatan integrasi transportasi publik dirasa penting
untuk dilakukan. Karena jika nantinya 1 moda transportasi sudah terhubung dengan mudah
dengan moda transportasi lainnya, sebagai contoh KRL dengan Bus Transjakarta, maka
pengguna transportasi umum akan merasa dimudahkan dengan mudahnya jaringan kedua moda
transportasi umum tersebut.

Hal yang harus dibenahi selanjutnya dari fasilitas transportasi umum di Ibukota adalah
mengenai rute dan jadwal. Mengevaluasi dan meningkatkan rute serta jadwal transportasi
publik guna meningkatkan kinerja dan efisiensinya. Dengan menjamin penjadwalan yang
akurat dan frekuensi yang memadai, pengguna transportasi umum dapat dengan percaya diri
mengandalkan pelayanan ini.

Melihat kondisi seperti sekarang ini sepertinya kebijakan ERP belum siap untuk
diterapkan di jalan-jalan protokol di DKI Jakarta. Mengingat bahwa pemerintah sendiri
menyarankan masyarakat untuk menggunakan transportasi umum, namun infrastruktur
transportasi umum yang ada belum memadai dan memudahkan masyarakat. Belum lagi
kebijakan ERP yang dirasa merugikan masyarakat dengan penghasilan rendah serta dapat
merugikan usaha seperti ojek online yang harus melewati jalan-jalan protokol setiap harinya.

Anda mungkin juga menyukai