Anda di halaman 1dari 16

KUALITAS PELAYANAN TRANSJAKARTA MELALUI PERATURAN GUBERNUR

PROVINSI DKI JAKARTA NO. 13 TAHUN 2019 TENTANG STANDAR PELAYANAN


MINIMAL LAYANAN ANGKUTAN UMUM TRANSJAKARTA PADA KORIDOR 13
(CILEDUG-TENDEAN)

Florentine Wening Pramesti, Ida Hayu Dwimawanti, Titik Djumiarti


Departemen Administrasi Publik
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro
Jl. Prof. H. Soedarto, SH Tembalang Semarang Kotak Pos 1269
Telepon (027)7465407 Faksimile (024)7465405
Laman: http://www.fisip.undip.ac.id email fisip@undip.ac.id

Abstrak: Kemacetan masih menjadi masalah pokok yang tejadi di DKI Jakarta. Salah satu strategi
dalam mengurai kemacetan adalah melalui pembangunan dan perbaikan pada transportasi publik,
salah satunya melalui Transjakarta. Pelayanan Transjakarta masih memiliki beberapa masalah
yakni Transjakarta masih mendapatkan aduan masyarakat terbanyak dibandingkan dengan
transportasi lain. Penelitian ini menganalisis kualitas pelayanan Transjakarta khususnya pada
Koridor 13 ini menggunakan kesimpulan dari teori-teori kualitas pelayanan yang berasal dari
Zeithaml, Parasuraman, dan Berry yang kemudian ditinjau melalui Peraturan Gubernur No. 13
Tahun 2019 tentang Standar Pelayanna Minimal angkutan Transjakarta dengan menggunakan
pendekatan deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi,
dokumentasi, dan wawancara. Hasil penelitian menunjukan bahwa kualitas Transjakarta masih
belum optimal pada dimensi tangible, realibility, responsiveness, dan assurance. Permasalahan
yang didapat seperti kepadatan penumpang, ketidaktepatan waktu kedatangan bus, belum
meratanya sarana prasarana, dan masih ditemukannya cat calling. Peneliti memberikan
rekomendasi untuk menjawab permasalahan penelitian yang telah dianalisis yakni dengan
memperbaiki dimensi-dimensi yang masih belum maksimal seperti meningkatkan manajemen
distribusi kedatangan bus, dan pembuatan kebijakan komprehensif yang melibatkan beberapa
instansi untuk melakukan kerjasama seperti Kapolda Metro Jaya dan Dinas Perhubungan DKI
Jakarta terkait sterilisasi jalan dan keamanan berkendara.

Kata Kunci: transjakarta, kualitas pelayanan, standar pelayanan minimal

PENDAHULUAN
Selaras dengan peningkatan terjadi akibat kurangnya pengembangan
pertumbuhan jumlah penduduk dan tingkat infrasturuktur lalu lintas yang tidak berjalan
mobilitas yang tinggi, DKI Jakarta sebagai linear dengan kebutuhan pembangunan social
ibu kota masih terus melekat dengan masalah ekonomi dan struktur manajemen serta
kemacetan. Beberapa negara di Asia, kebijakan dalam mengembangkan lalu lintas
termaksud di Vietnam, kemacetan sendiri perkotaan yang belum memadai dan masih
tumpang tindih (Quang Dung, 2017, hlm. dalam melerai kemacetan, Pemerintah
399). Provinsi DKI Jakarta mulai melakukan
pembangunan dan perbaikan pada
Gambar 1. Presentase Kemacetan DKI
Jakarta (2018-2022) transportasi publik. Salah satunya adalah
melalui pembangunan bus rapid transit yang
60
diwujudkan dalam Bus Transjakarta.
50
40 Pertimbangan ekonomis menjadi salah satu
30
faktor dalam memilih prioritas transportasi
20
10 massal di DKI Jakarta. Sebagaimana tertuang
0
dalam Peraturan Gubernur Nomor 103 Tahun
2018 2019 2020 2021 2022

Sumber: TomTom Trafic Index, 2022 2007 tentang Pola Transportasi Makro dalam
pasal 1 poin 13 Bus Rapid Transit merupakan
Berdasarkan TomTom Traffic Index,
angkutan umum massal cepat yang
level kemacetan di Jakarta per tahun 2022
menggunakan bus pada jalur khusus.
mencapai 48%. Kondisi kemacetan di Jakarta
Transjakarta sendiri menggunakan sistem
pada tahun 2022 mengalami kenaikan dari
yang dimodelkan berdasarkan sistem Trans
tahun 2021 yang sebelumnya 34%. Dalam
Milenio yang sebelumnya telah dinilai
artian kondisi kemacetan Di DKI Jakarta
berhasil dalam pelaksanaannya yang berhasil
telah kembali pada situasi normal setelah
di kota Bogota.
sebelumya pada tahun 2020 dan 2021
mengalami penurunan yang cukup siginfikan
Melalui tercapainya efisiensi dan
akibat pandemi Covid-19.
efektivitas dari pelayanan Bus Transjakarta
Kemacetan sejatinya memang dapat menjadi bukti keberpihakan
membawa kerugian baik itu dari segi waktu, pemerintah terhadap reformasi program
materi, maupun lingkungan bagi pemerintah pelayanan publik melalui angkutan umum
maupun masyarakat. Faktanya, kemacetan massal (Fitriati, 2009). Dalam
lalu lintas dapat meningkatkan waktu pelaksanaannya, Ketua Sertikat Pekerja
tempuh, penggunaan bahan bakar, emisi, dan Transjakarta Jakarta (SPTJ) menilai
mengurangi jam kerja serta produktivitas menurunnya kualitas Transjakarta
operator kendaraan (Shyngle dkk, 2011, hlm merupakan dampak kebijakan yang lebih
85). Untuk itu sebagai salah satu strategi mengutamakan profit-oriented dibandingkan
dengan pemberdayaan sumber daya halnya, DKTJ mengungkapkan bahwa
manusianya. Kebijakan baru juga membuat Transjakarta berada di urutan tertinggi dalam
fungsi kontrol Transjakarta sebagai regulator hal pengaduan terbanyak yang disampaikan
menjadi tidak berjalan dengan baik. Fungsi masyarakat disusul oleh transportasi publik
kontrol operasional yang semula dilakukan lainnya seperti KRL dan MRT.
dengan skema 3 orang di setiap koridor dan
Tabel 1. Persepsi Masyarakat terhadap
rute, saat ini dikerucutkan menjadi satu orang
Kualitas Pelayanan Transjakarta
di setiap koridor sehingga hal ini
2020 2021 GAP
mengakibatkan pengawasan kualitas yang
Total Persepsi 8,12 8,19 0,07
seharusnya mengacu pada Standar Pelayanan Safety 8,07 8,24 0,17
Modern 8,26 8,27 0,01
Minimum (SPM) menjadi lemah. Affordable 8,76 8,93 0,17
Reachable 8,1 8,13 0,03
Timely
Beberapa waktu ke belakang, sejak Accurate 7,88 7,84 -0,04
awal tahun 2022 Transjakarta tengah menjadi Eco Friendly 8,23 8,21 -0,02
Responsiveness 8,3 8,29 -0,01
sorotan publik akibat terjadinya rentetan
Sumber: Annual Report Transjakarta, 2021
kecelakaan yang melibatkan Bus
Transjakarta. PT. Transjakarta juga
Melalui annual report PT.
mengungkapkan data terkait dengan accident
Transjakarta juga disampaikan terkait dengan
rate pada tahun 2019 mencapai 2,68 persen.
indeks kepuasan pelanggan sebagai tolak
Rentetan kecelakaan umumnya terjadi karena
ukur keberhasilan dalam menyampaikan
semakin banyaknya armada bus Transjakarta
layanan yang berkualitas. Melalui hasil
yang beroperasi. Hal ini selaras dengan
persepsi masyarakat menunjukan bahwa
Ketika jumlah bus bertambah, jumlah rute
terdapat penurunan sebsar 0,04 pada aspek
bertambah, jumlah kilometer tempuh
penilaian timely accurate yang mana
bertambah maka bertambah juga risiko dan
masyarakat menilai bahwa masih banyak
probabilitas keselamatan.
terjadi keterlambatan, frekuensi kedatangan
bus masih belum sesuai dengan kebutuhan
Dewan Transportasi Kota Jakarta
pelanggan. Aspek lain yang juga mengalami
(DTKJ) juga telah mendapatkan 175 data
penurunan sebesar 0,01% adalah aspek
aduan masyarakat terkait dengan pelayanan
respect and responsive, yang berarti
transportasi umum yang ada di Jakarta. Pun
pelayanan Transjakarta masih harus lebih
ditingkatkan dalam hal keramahan dan untuk memastikan bahwa sistem BRT yang
kepedulian dari sisi sarana, prasarana, dibangun memiliki kualitas layanan yang
maupun pelayanan petugas. prima. Sementara itu, koridor 13 sendiri
masih belum dinilai sesuai dengan standar
Banyaknya aduan dari masyarakat internasional dibandingkan dengan 6 koridor
terhadap lemahnya kualitas Bus Transjakarta lainnya.
perlu dilakukan evaluasi. Hal ini selaras
dengan hadirnya Peraturan Gubernur Dalam hal memberikan pelayanan
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No kepada masyarakat, pemerintah harus tetap
13 Tahun 2019 tentang Standar Pelayanan berorientasi pada masyarakat. Artinya
Minimal layanan angkutan umum pemerintah harus tetap berupaya memberikan
Transjakarta. Standar Pelayanan Minimal pelayanan berdasarkan harapan pengguna
(SPM) menjadi tolak ukur yang digunakan layanan publik, bukan berdasarkan apa yang
sebagai petunjuk dari penyelenggaraan ingin dilakukan oleh birokrasi pemerintah
pelayanan Bus Transjakarta dalam rangka (Osborne & Gaebler, 2002).
mewujudkan pelayanan yang cepat, mudah,
terjangkau dan terukur sebagaimana telah Pada akhirnya dibutuhkan penelitian
ditetapkan dalam Peraturan Gubernur terkait. ini untuk menganalisis kesenjangan (gap)
antara persepsi kualitas pelayanan publik
Koridor 13 Transjakarta menjadi Transjakarta yang diterima oleh masyarakat
koridor terakhir dalam pembangunan Bus pengguna layanan dan pelayanan yang
Transjakarta sepanjang 9,4 km menjadi satu- seharusnya terimplementasi melalui
satunya koridor yang melewati rute jalan Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus
elevated (layang) yang baru mulai beroperasi Ibukota Jakarta No. 13 Tahun 2019 tentang
sejak 2018. Artinya Koridor 13 masih Standar Pelayanan Minimal (SPM). Sejauh
menjadi koridor yang paling baru yang ini penelitian terdahulu terkait kualitas
terakhir diresmikan oleh Transjakarta. pelayanan Transjakarta hanya menjawab baik
Melalui BRT Standart yang dikembangkan atau tidak baik, dan apakah masyarakat puas
oleh ITDP (Institute for Transportation & atau tidak puas terhadap kualitas pelayanan
Development Transportation) sebagai alat Transjakarta. Namun, dalam penelitian ini
standarisasi sistem BRT secara internasional lebih banyak mengkesplorasi terkait realitas
kualitas pelayanan Transjakarta dan didefinisikan sebagai kondisi yang mudah
menjawab terkait dengan kesenjangan (gap) berubah yang berhubungan dengan produk,
yang ada, sehingga kedepannya dapat jasa, manusia, proses, serta lingkungan
menjadi dasar evaluasi bagi Pemerintah dimana penilaian kualitas ditentukan pada
Provinsi DKI Jakarta dan PT. Transjakarta saat terjadinya pemberian pelayanan publik
dalam melakukan perbaikan pelayanan Bus tersebut. Dalam meninjau kualitas pelayanan
Transjakarta. Transjakarta pada Koridor 13 menggunakan
teori yang dikemukakan oleh Zeithaml,
METODE PENELITIAN
Pasaruman, dan Berry dalam (Hardiyansyah,

Penelitian ini menggunakan jenis 2011, 11) yakni meninjau kualitas pelayanan

penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. dengan dimensi Tangible, Realibility,

Teknik pengambilan data melalui Responsibility, Assurance, dan Empathy.

wawancara, observasi, dan dokumentasi.


Lokus yang dipilih pada penelitian ini adalah 1. Bukti nyata (Tangible)

Koridor 13 (Ciledug Tendean). Peneliti Dimensi Bukti Nyata (Tangible)

menggunakan informan penelitian sebagai menurut Parasuraman, Zeithaml, dan Berry

sumber informasi untuk memperoleh data dalam (Hardiyansyah, 2011, 11) dimaknai

yang dibutuhkan menggunakan dua jenis sebagai bukti langsung yang dapat dilihat dari

teknik sampling yakni purposive sampling mata meliputi penampakan, fasilitas, gedung,

untuk mendapatkan informan Petugas serta peralatan. Pada penelitian ini didapat

Layanan Halte Transjakarta dan Kepala dari sub dimensi yang diukur berdasarkan

Departemen Layanan Opersional serta kondisi fisik Halte dan Bus Transjakarta. Hal
accidental sampling untuk mendapatkan ini berkaitan dengan dimensi tangible yang

informan masyarakat pengguna Transjakarta. dimaknai sebagai penampilan fisik dari


fasilitas, yang digunakan dalam pelayanan

HASIL DAN PEMBAHASAN yang mana terdiri dari beberapa dimensi,

A. Kualitas Pelayanan Transjakarta Pada yaitu: kebersihan, tempat, atmosfir,

Koridor 13 penampilan dari pelayanan serta lokasi


pelayanan (Donkoh et al. 2012, 217).
Menurut Ibrahim dalam
Hardiyansyah (2011, 40), kualitas pelayanan
Hasil penelitian menemukan bahwa memiliki 2 ruas jalan pada masing-masing
Koridor 13 sebagai koridor paling baru yang arahnya. Namun meskipun kondisi tersebut
dibangun diatas jalan layang sepanjang 9,8 belum optimal, Transjakarta sudah
kilometer dengan jumlah halte sebanyak 13 memberikan kondisi dalam mengurai antrian
merupakan bangunan-bangunan baru. yakni dengan rutin melakukan re-routing
Tampilan bangunan baru pada halte sudah serta menambahkan supply armada terutama
cukup memberikan kenyamanan pada pada peak hours. Secara kebersihan sendiri
pengguna Transjakarta. pengguna sudah cukup nyaman terhadap
kebersihan yang ada di dalam halte namun
Namun pengguna menilai bahwa
masih kurang puas terhadap kebersihan toilet
ketidaknyamanan dalam melakukan
halte.
perjalanan bersama Transjakarta terjadi pada
peak hours yakni jam 06.00-09.00 dan 16.00- Selain meninjau pada atmosir serta
19.00 dimana hampir semua penumpang kebersihan pada halte dan bus Transjakarta,
mengalami permasalahan overcapacity penelitian ini juga mendapatkan sub dimensi
sehingga harus berdesakan dengan yang diukur dari kelengkapan dan kelayakan
penumpang lainnya. Kondisi ini sarana prasarana halte dan bus Transjakarta.
bersebrangan dengan Peraturan Gubernur Kelengkapan sarana prasarana pada Halte
DKI Jakarta No. 13 Tahun 2019 tentang Transjakarta fsudah cukup lengkap seperti
Standar Pelayanan Minimal Layanan tersedianya vending machine untuk
Angkutan Umum Transjakarta bahwa jumlah melakukan top up Kartu Uang Elektronik
orang per luas lantai untuk memberikan (KUE) sehingga pengguna sudah tidak perlu
kenyamanan ruang berdiri bagi penumpang lagi untuk melakukan top up di minimarket,
selama menunggu bus di dalam halte yakni kemudian tersedia juga Passengers
maksimal 4 orang/m2 pada jam biasa dan Information System (PIS) untuk melihat
maksimal 2 orang/m2 pada jam sibuk. estimasi kedatangan bus.
Kondisi dimana antrian lambat terurai
faktanya terjadi karena supply armada bus Namun kelengkapan sarana prasarana
yang terbendung akibat jalur koridor 13 yang hanya dirasakan dibeberapa halte saja, belum
masih mixed traffic dimana tidak seluruhnya menyeluruh. Terutama pada toilet halte.
memiliki jalur steril terutama dari Halte Puri Mengenai kelayakan sarana prasarana, masih
Beta 2 ke arah Halte Adam Malik yang hanya terdapat beberapa keluhan terkait kelayakan
terutama pada mesin gate di halte. Keluhan Level Agreement) juga kerapkali berbeda
yang keluar mengenai salah satu mesin gate dengan apa yang terjadi di lapangan.
yang rusak sehingga membuat antrian Meskipun begitu Transjakarta sudah
menjadi panjang, dan keluhan mengenai berupaya untuk memaksimalkan perbaikan
saldo yang terpotong dua kali saat melakukan dengan menyebar tim teknisi pada 8 zona
tap in dan tap out pada mesin gate. Kondisi serta menyediakan Tim URC (Unit Reaksi
tersebut masih belum selaras dengan Cepat) untuk mempercepat dalam menggapai
Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 13 titik laporan.
Tahun terkait dengan sistem pembayaran
Dalam hal pelayanan Transjakarta
menjadi metode pembelian tiket yang praktis,
tentu memerlukan jumlah petugas yang
mudah, dan transparan sehingga Transjakarta
cukup untuk melaksanakan tugasnya masing-
harus menyediakan semua sistem
masing dalam hal pelayanan. Melalui hasil
pembayaran pada gate yang berfungsi dengan
penelitian, kuantitas petugas yang berada di
baik. Dalam hal ini, bukan hanya
dalam halte masih dinilai kurang. rata
kelengkapan sarana dan fasilitas saja
ditugaskan sejumlah 2 personil, yakni 2
melainkan juga kelayakan dan bagaimana
personil tersebut bertugas untuk stand by di
pemeliharaan serta mitigasi pada saat
depan gate halte. Sementara belum ada
kondisi-kondisi yang tidak diinginkan
personil yang bertugas di dalam ruang tunggu
daripada sarana dan fasilitas pelayanan yang
halte untuk mengarahkan pengguna
disediakan oleh PT. Transjakarta. Hasil
Transjakarta ke destinasi tujuannya. Selain di
penelitian menemukan bahwa ditinjau dari
halte, petugas juga ada yang bertugas untuk
kelengkapan dan kelayakan sarana pelayanan
melaksanakan tugasnya di dalam bus sebagai
yang disediakan oleh Transjakarta masih
fungsi pengawasan dan penambahan fungsi
belum maksimal. Hal ini berkaitan dengan
keamanan. Dengan bertugasnya satu petugas
penggunaan genset yang menjadi solusi
yang dilokasikan di dalam bus maka akan ada
dalam pemadaman listrik di koridor 13 yang
kemudahan pengawasan, misalnya apabila
baru tersedia pada Halte CSW walaupun
pramudi melebihi batas kecepatan, atau
Transjakarta sudah memiliki mitigasi untuk
apabila pengguna mengalami kondisi yang
melakukan tap in dan tap out di halte tujuan
menjauhkan mereka dari keselamatan dan
akhir pengguna. Kemudian jangka waktu
keamanan, kemudian juga tidak ada
perbaikan yang ditetapkan SLA (Service
pengawasan terhadap hak kursi prioritas.
Namun harapan tersebut masih belum terjadi terutama pada jam-jam peak hours
pada setiap bus. Kekurangan jumlah petugas penggunanya rata-rata adalah pekerja atau
di dalam bus ini disebabkan karena adanya pelajar yang mengejar waktu keberangkatan.
keterbatasan anggaran yang disubsidikan dari Namun, dalam hal ini kehandalan ditinjau
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Kondisi ini dari ketepatan waktu kedatangan bus masih
masih tidak sesuai dengan Peraturan menjadi ekspektasi yang belum
Gubernur No. 13 Tahun 2019 yang mana di terealisasikan. Masyarakat pengguna
dalam satu bus perlu ada orang yang bertugas Transjakarta kerapkali masih harus
menjaga ketertiban dan kelancaran sirkulasi menunggu kedatangan bus 20 menit sampai
pengguna jasa di halte yakni terdiri dari satu jam.
1(satu) petugas barrier/keamanan.
Kondisi ini terjadi karena Koridor 13
2. Kehandalan (Realibility) masih menggunakan jalur mixed traffic yang
belum steril, selain itu skala prioritas untuk
Dimensi kehandalan (realibility)
traffic light juga belum memprioritaskan
menurut Parasuraman, Zeithaml, dan Berry
Transjakarta untuk di jalur-jalur simpangan.
dalam (Hardiyansyah, 2011, 11) dimaknai
Kondisi ini juga merupakan implikasi dari
sebagai seberapa jauh penyedia pelayanan
tidak semua halte Transjakarta yang memiliki
memberikan pelayanan sama seperti yang
overtaking lane. Sehingga pada akhirnya
dijanjikan secara akurat dan cepat. Pada
kondisi ini berimbas pada ketidakuratan
penelitian ini didapat dari sub dimensi yang
estimasi waktu kedatangan yang tertera pada
diukur berdasarkan ketepatan waktu
Passenger Information System (PIS).
mengenai jadwal kedatangan bus
Informasi yang tertera pada PIS dinilai
Transjakarta. Hal ini sebagaimana yang
pengguna menjadi informasi yang kurang
diungkapkan oleh Wang dalam (Felix 2017,
meyakinkan karena ketidakakuratan waktu
5) bahwa kehandalan tercermin dari upaya
kedatangan. Kondisi ini masih belum selaras
memberikan pelayanan sesuai yang
dengan Standar Pelayanan Minimal
dijanjikan dengan tepat waktu.
Transjakarta dalam Peraturan Gubernur DKI

Ketepatan waktu kedatangan Jakarta No. 13 Tahun 2019 yang mana waktu

Transjakarta menjadi salah satu aspek yang kedatangan antar bus di dalam satu rute yang

dibutuhkan oleh masyarakat pengguna, sama pada satu titik halte hanya 5 menit pada
jam sibuk dan 10 menit pada jam tidak sibuk.
Keterlambatan kedatangan armada bus juga diberikan oleh pihak Transjakarta faktanya
berimplikasi pada ketidakakuratan informasi akan kembali lagi pada individu petugas
waktu kedatangan yang tertera pada Transjakarta masing-masing. Sebab masih
Passenger Information System (PIS) yang ada beberapa petugas Transjakarta yang
mana hal ini juga menjadi tidak selaras menjawab pertanyaan pengguna dengan
dengan Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. singkat dan kurang mendapatkan informasi
13 Tahun 2019 yang mana informasi waktu yang diharapkan. Pengguna Transjakarta juga
kedatangan bus harus memiliki akurasi kerapkali mendapati kondisi dimana petugas
informasi kedatangan dan keberangkatan tidak standby di halte untuk membantu
bus. pengguna saat menghadapi kendala.

Selain meninjau ketepatan waktu Dalam hal ini, PT. Transjakarta sudah
kedatangan bus, kehandalan dalam pelayanan selalu berupaya untuk memperbaiki
juga dapat ditinjau dari sikap dan perilaku pelayanan terutama dalam aspek sikap dan
petugas Transjakarta dalam melayani perilaku petugas Transjakarta saat melayani
pengguna Transjakarta. Hal serupa sesuai pengguna Transjakarta bahwa kondisi
yang dikemukakan oleh Albarq (2013, 702) dimana sikap dan perilaku petugas
dimensi kehandalam merupakan kemampuan Transjakarta yang menyalahi aturan akan
atau kesanggupan dalam menyediakan langsung dilakukan tindak lanjut oleh PT.
pelayanan yang dijanjikan dengan sikap yang Transjakarta baik berupa teguran,
akurat dan dapat diandalkan. pemindahan lokasi ataupun mengeluarkan SP
(Surat Peringatan) kepada petugas terkait.
Pramusapa Transjakarta sendiri sudah
diberikan pengembangan dan pelatihan yang Dalam mewujudkan kehandalan
cukup terkait dengan cara melayani dalam memberikan pelayanan, Transjakarta
penumpang dengan baik sehingga hal itu sudah cukup maksimal dalam hal
berdampak pada kehandalan petugas dalam pengawasan. Melalui hasil penelitian
menunjukan sikap dan perilaku petugas ditemukan bahwa bahwa mekanisme
Transjakarta yang baik. Selain selalu ramah, pengawasan pelayanan Transjakarta yang
petugas juga banyak membantu pengguna dilakukan sendiri dilakukan melalui tahapan
Transjakarta saat menghadapi kendala. berjenjang. Pihak internal yang mengacu
Namun pelatihan dan pengembangan yang pada koordinator wilayah dan koordinator
lapangan, pengawasan operasional oleh pelanggan yang secara langsung dilaporkan.
petugas layanan halte, serta Suku Dinas Namun, hal ini menjadi kendala dimana tidak
Perhubungan Perwilayah sebagai verifikator banyak pengguna Transjakarta yang
pengawasan. Namun kesenjangan antara langsung melaporkan terkait keluhan yang
kualitas pelayanan Transjakarta terjadi dialami saat mereka menghadapi kendala
karena kerapkali sering ditemukan dimana atau kesulitan dalam pelayanan Transjakarta.
aturan dan kebutuhan tidak berjalan dengan Transjakarta sendiri sudah menyediakan call
selaras. centre 24 jam serta kanal-kanal di media
sosial untuk menerima dan menampung
3. Ketanggapan (Responsiveness)
pengaduan. Beberapa pengguna Transjakarta

Dimensi (responsiveness) menurut yang melaporkan melalui kanal-kanal media

Parasuraman, Zeithaml, dan Berry dalam sosial juga menilai bahwa respon dari pihak

(Hardiyansyah, 2011, 11) dimaknai sebagai Transjakarta untuk menjawab keluhan

komitmen dari penyelenggara pelayanan pengguna kurang solutif dan dengan jawaban

untuk memberikan daya tanggap tidak hanya yang template untuk keluhan berskala besar.

mengenai cepatnya pelayanan yang


Kondisi tersebut diklarifikasi oleh
diberikan, tetapi juga kemauan dari
pihak Transjakarta bahwa pihak Transjakarta
penyelenggara pelayanan dalam membantu
dalam hal ini sudah melakukan service
pengguna pelayanan.
recovery dalam memberikan responsivitas

Pada penelitian ini didapat dari sub terhadap keluhan berskala besar yang dialami

dimensi yang diukur berdasarkan kesigapan penggunanya. Untuk keluhan berskala kecil

atau respon petugas Transjakarta dalam yang bisa langsung diselesaikan Transjakarta
mengatasi keluhan pengguna. Donkoh et al. sudah cukup baik dalam memberikan

(2012, 217) mengatakan bahwa elemen- responsivitas dan bukti nyata untuk

elemen dalam responsiveness adalah selain menjawab keluhan pengguna.

pada kecepatan, melainkan juga kemauan


Dimensi kehandalan juga dimaknai
untuk merespon.
oleh Wang & Wang dalam Felix (2017, 5)

Aspek kesigapan ataupun respon sebagai kesediaan untuk membantu dan

petugas dalam mengatasi keluhan pengguna menanggapi permintaan pelanggan, serta


pada dasarnya akan terlihat melalui keluhan selalu memberikan informasi kepada
pelanggan terkait dengan pelayanan. Pada Salah satu bentuk kemampuan pihak
penelitian ini juga mendapatkan sub dimensi Transjakarta untuk memberikan rasa aman
yang dikur dari kemampuan petugas saat melakukan pelayanan adalah dengan
Transjakarta dalam menyampaikan menghadirkan infografis yang memuat
informasi. Hampir seluruh informan hotline aduan apabila pengguna mengalami
pengguna Transjakarta mendapatkan kejadian seperti pelecehan seksual dan
informasi-informasi terbaru dari Transjakarta kriminalitas di dalam lingkungan
melalui kanal media sosial yang dimiliki oleh Transjakarta. Hotline tersebut menjadi wadah
PT. Transjakarta seperti instagram dan laporan untuk beberapa pengguna yang
twitter. Sebagai kalangan generasi muda yang berani melaporkan kejadian yang dialaminya.
terbiasa dengan penggunaan sosial media, hal Namun, untuk kasus pelecehan seksual baik
tersebut tidak menjadi kendala dalam verbal dan non verbal masih cukup banyak
mengakses informasi yang disampaikan oleh pengguna yang masih takut untuk melakukan
pihak Transjakarta. Namun untuk kalangan speak up untuk membuat laporan. Melalui
lansia yang memiliki kesulitan dalam hasil temuan di lapangan juga masih terdapat
mengakses media sosial, hal tersebut tentu beberapa kasus pelecehan seksual verbal
menjadi kendala dalam menerima informasi berupa cat calling, namun pengguna yang
yang hendak diperoleh. mengalaminya tidak membuat laporan ke
pihak Transjakarta karena rasa takut yang
4. Jaminan (Assurance)
dialaminya.

Dimensi jaminan (assurance)


Dalam hal ini, pihak Transjakarta
dimaknai oleh Parasuraman, Zeithaml, dan
terus berupaya untuk tetap menyediakan
Berry dalam (Hardiyansyah, 2011, 11)
jaminan rasa keamanan melalui hadirnya bus
sebagai kemampuan untuk melahirkan
pink yakni bus khusus perempuan, kemudian
kepercayaan dan keyakinan dari pengguna
pemisahan tempat duduk area perempuan,
pelayanan. Hal ini berkaitan dengan sub
pemantauan CCTV dengan teknologi face
dimensi dari penelitian ini yang diukur dari
recognition, serta peningkatan keamanan
kemampuan pihak Transjakarta dalam
melalui kolaborasi dengan tim berseragam.
memberikan rasa aman dan keselamatan
pengguna. Berkaitan dengan keselamatan, seluruh
pramudi juga sudah mengetahui bahwa
kecepatan maksimal yang ditempuh adalah mencapai destinasi akhir pengguna.
50 Kilometer/Jam. Kondisi ini sudah sesuai Meskipun sudah terdapat peta jaringan dan
dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. aplikasi yang membantu, pengguna masih
13 Tahun 2019 tentang Standar Pelayanan menilai bahwa pertanyaan mengenai rute
Minimal Angkutan Transjakarta dimana akan lebih terjawab apabila pertanyaan
maksimal kecepatan dalam berkendara tersebut dijawab langsung oleh petugas
adalah 50 kilometer/jam. PT. Transjakarta Transjakarta. Melalui training dan bantuan
sendiri memiliki pusat kendali atau command aplikasi harapannya seluruh petugas
center untuk memantau segala pergerakan Transjakarta sudah menguasai rute jaringan
bus yang tengah beroperasi termasuk juga Transjakarta, sehingga dapat mengubah
memantau jarak hingga kecepatan bus yang kebingungan pengguna menjadi suatu
sedang melaju. keyakinan.

Selain pada kemanan, Assurance juga Ditinjau dari kemampuan petugas


dimaknai sebagai "Assurance is defined as Transjakarta memberikan keyakinan dan
an employee's knowledge and awareness of kepercayaan pengguna dalam hal penguasaan
other emplotees and their talents to provide product knowledge meskipun hampir seluruh
faith and confidance." (Donkoh et al. 2012, petugas sudah menjelaskan pertanyaan dari
217). Dalam hal ini dimensi jaminan pengguna terkait rute dengan sangat terarah,
didefinisikan sebagai kemampuan serta namun masih ada beberapa petugas yang
pengetahuan penyelenggara pelayanan untuk menjawab pertanyaan pengguna dengan
memberikan kepercayaan kepada pengguna kurang mengarahkan dan dinilai hanya
pelayanan dalam menggunakan pelayanan. menjawab sekenanya pertanyaan pengguna.
Sub dimensi selanjutnya dari penelitian ini
5. Empati (Empathy)
diukur dari product knowledge yang dimiliki
petugas Transjakarta dalam melayani Dimensi empati menurut
pengguna Transjakarta. Parasuraman, Zeithaml, dan Berry dalam
(Hardiyansyah, 2011, 11) meliputi
Luasnya cakupan area Transjakarta perlu
kemudahan dalam melakukan hubungan
diselaraskan juga dengan kemampuan
antara penyedia pelayanan dengan pengguna
petugasnya untuk mengetahui dan menguasai
leyanan serta perhatian bribadi dan
rute-rute mana yang harus ditempuh untuk
memahami kebutuhan pengguna layanan. Berkaitan dengan empati kepada
Hal ini berkaitan dengan sub dimensi dari penumpang Transjakarta, petugas sudah
penelitian ini yang diukur dari kepedulian diberikan beberapa yang tidak hanya
petugas Transjakarta terhadap kebutuhan pelatihan kemampuan teknis melainkan juga
penumpang prioritas. pihak Transjakarta berupaya untuk terus
meningkatkan kemampuan fisik, mental, dan
Transjakarta sendiri dalam
moril. Tujuannya agar petugas dapat
armadanya sudah menyediakan ruangan
memiliki kesigapan, dan kepekaan terhadap
khusus kursi roda serta kursi-kursi prioritas
lingkungan untuk mengantisipasi hal-hal
yang memang disediakan untuk pengguna
yang tidak diinginkan selama bertugas di
prioritas. Selain itu Transjakarta juga
lapangan. Dalam menolong pengguna, selain
menambah adanya dengan adanya Pin Perista
memang sudah menjadi tugas dan tanggung
juga cukup memudahkan untuk
jawabnya namun itu juga berkaitan dengan
mengidentifikasi pengguna sehingga
sisi kemanusiaan. Petugas Transjakarta selalu
pengguna prioritas pun mendapatkan haknya
membantu pengguna selama proses
dalam melakukan perjalanan bersama
pelayanan, dan sejauh ini juga tidak ada
Transjakarta. Kondisi ini sudah berjalan
bentuk kekecewaan yang dirasakan oleh
selaras dengan Peraturan Gubernur No. 13
pengguna terhadap petugas Transjakarta
Tahun 2019 tentang Standar Pelayanan
ditinjau dari dimensi empati.
Minimal Angkutan Transjakarta dimana
dalam menjalankan armadanya perlu KESIMPULAN
disediakan kursi prioritas sebagai tempat
Hasil temuan dan analisis
duduk yang diperuntukan bagi penyandang
pembahasan mengenai kualitas pelayanan
disabilitas, lanjut usia, ibu membawa balita,
Transjakarta pada Koridor 13 masih terdapat
dan wanita hamil. Jumlah kursi yang
empat dari lima dimensi kualitas pelayanan
diperuntukan untuk kursi prioritas juga sudah
yang masih belum maksimal.
sesuai yakni minimal 4 kursi untuk bus
single/maxi/articulated dan minimal 2 kursi Penilaian kualitas pelayanan
untuk bus sedang. Terkait dengan ruang Transjakarta dimensi Tangible yakni fasilitas
khusus untuk penumpang dengan kursi roda yang disediakan sudah berbasis teknologi
juga sudah disediakan menyeluruh pada untuk mempercepat proses pelayanan seperti
setiap bus yakni minimal satu ruang.
tersedianya vending machine e-money, dan Penilaian kualitas pada dimensi jaminan
Passengers Information System (PIS). yakni masih terdapat cat calling, namun
Namun, masih terdapat fasilitas yang belum pihak Transjakarta sudah cukup optimal
merata pada setiap halte, kemudian terdapat dalam menjamin keamanan melalui hadirnya
kepadatan penumpang terutama pada peak bus khusus perempuan, pemisahan tempat
hours, serta kuantitas petugas Transjakarta duduk area perempuan, pemantauan CCTV,
masih belum sesuai dengan Pergub DKI peningkatan keamanan melalui kolaborasi
Jakarta No. 13 Tahun 2019 bahwa di dalam dengan tim berseragam, dan pemantauan laju
satu bus perlu ada satu petugas barrier. armada melalui command centre.

Penilaian kualitas pelayanan pada Dimensi Empati mengacu pada rasa


dimensi kehandalan, yakni petugas kepedulian pihak Transjakarta kepada
Transjakarta sudah sesuai aturan dan selalu penggunanua. Bentuk empati pihak
menunjukan keramahannya dalam melayani Transjakarta kepada penumpang prioritas
pengguna. Namun, kedatangan bus masih yakni petugas Transjakarta sudah terwujud
belum tepat waktu, serta masih erdapat dalam memperhatikan pengguna prioritas
kesenjangan antara kualitas pelayanan untuk diberikan tempat duduk dan adanya Pin
Transjakarta terjadi karena kerapkali sering Perista.
ditemukan dimana aturan dan kebutuhan
SARAN
tidak berjalan dengan selaras.

Peneliti memberikan saran dalam


Dimensi Ketanggapan mengacu pada
mengoptimalkan kualitas Transjakarta yakni
kemampuan Transjakarta dalam menjawab
dengan memperbaiki beberapa dimensi
keluhan dan menyampaikan informasi.
kualitas yang belum maksimal. yakni:
Penilaian kualitas pada dimensi ketanggapan
yakni pihak Transjakarta dalam menjawab Pada dimensi Tangible yakni perlu
keluhan pengguna masih kurang solutif ditingkatkannya lagi management pada
dengan jawaban yang template untuk keluhan distribusi dan transisi kedatangan bus,
berskala besar, kemudian penyebaran kemudian pengadaan toilet untuk halte-halte
informasi hanya melalui sosial media, yang belum tersedia dapat diatasi dengan
sehingga tidak semua kalangan dapat toilet portable.
mengakses informasi terbaru.
Pada dimensi Realibility, perlu Engineering Sciences & Research
adanya kebijakan komprehensif yang Technology, 398.
melibatkan beberapa instansi untuk https://doi.org/10.5281/zenodo.84861
melakukan kerjasama seperti Kapolda Metro 2
Jaya dan Dinas Perhubungan DKI Jakarta Fitriati, R. (2010). Gagalkah Transjakarta?
terkait sterilisasi jalan, serta diperlukan Jurnal Manajemen Bisnis, 3(1).
adaptasi peraturan terkait dengan standar Hardiyansyah. (2011). Kualitas Pelayanan
pelayanan yang mengikuti kebutuhan Publik Konsep, Dimensi, Indikator
masyarakat. dan Implementasinya. Yogyakarta.
Gava Media.
Pada dimensi Responsiveness, perlu
Indeks TomTom. (2022, March 2).
dilakukannya penyebaran informasi secara
Kemacetan Jakarta Terus Berkurang
masif misalnya dengan memasang informasi
dalam 5 Tahun Terakhir | Databoks.
pada LED Display atau dengan menggunakan
Databoks. Retrieved May 31, 2022,
running text di dalam bus.
https://databoks.katadata.co.id/

Pada dimensi Assurance, perlu Mess, P., Moriarty, P., Stone, J., & Buxton, M.

melakukan kerjasama antara petugas dan (2006). Putting the public interest

pengguna dengan teknik intervensi 5D: back into public transport: Report

direct, distract, delegate, delay dan University of Melbourne. Monash

document, kemudian mengadakan tim University: Swinburne University and

immediate response yang dilatih oleh RMIT University.

Yayasan yang fokus pada isu gender supaya PPID PT Transportasi Jakarta : Pejabat
bisa mendengarkan korban dengan empatik Pengelola Informasi dan

dan memiliki perspektif gender. Dokumentasi (n.d) Laporan Tahunan


PT Transjakarta.Retrieved October
DAFTAR PUSTAKA 29, 2022, from
https://ppid.transjakarta.co.id/i
Quang Dung, T. (2017). Research
Settumba, J. P., Nduhura, A., Nuwagaba, I.,
Technology Research On Factors
Molokwane, T., & Lukamba, M. T.
Impacting On Road Traffic
Public-Private Partnerships in the
Congesttion Issue In Ho Chi Minh
Transport Sector: Lessons From
City. International Journal of
International Experience for
Developing Countries.
Steg, L. (2003). CAN PUBLIC
TRANSPORT COMPETE WITH
THE PRIVATE CAR? (Vol. 27,
Nomor 2).
Akbulut, K., Bezgin, N. Ö., & Kici, A.
(2022). Discussion of the safety,
serviceability and suitability of bus
rapid transit services. Proceedings of
the Institution of Civil Engineers -
Transport, 175(5), 251–260.
https://doi.org/10.1680/jtran.18.0002
1

Anda mungkin juga menyukai