Abstrak: Kemacetan masih menjadi masalah pokok yang tejadi di DKI Jakarta. Salah satu strategi
dalam mengurai kemacetan adalah melalui pembangunan dan perbaikan pada transportasi publik,
salah satunya melalui Transjakarta. Pelayanan Transjakarta masih memiliki beberapa masalah
yakni Transjakarta masih mendapatkan aduan masyarakat terbanyak dibandingkan dengan
transportasi lain. Penelitian ini menganalisis kualitas pelayanan Transjakarta khususnya pada
Koridor 13 ini menggunakan kesimpulan dari teori-teori kualitas pelayanan yang berasal dari
Zeithaml, Parasuraman, dan Berry yang kemudian ditinjau melalui Peraturan Gubernur No. 13
Tahun 2019 tentang Standar Pelayanna Minimal angkutan Transjakarta dengan menggunakan
pendekatan deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi,
dokumentasi, dan wawancara. Hasil penelitian menunjukan bahwa kualitas Transjakarta masih
belum optimal pada dimensi tangible, realibility, responsiveness, dan assurance. Permasalahan
yang didapat seperti kepadatan penumpang, ketidaktepatan waktu kedatangan bus, belum
meratanya sarana prasarana, dan masih ditemukannya cat calling. Peneliti memberikan
rekomendasi untuk menjawab permasalahan penelitian yang telah dianalisis yakni dengan
memperbaiki dimensi-dimensi yang masih belum maksimal seperti meningkatkan manajemen
distribusi kedatangan bus, dan pembuatan kebijakan komprehensif yang melibatkan beberapa
instansi untuk melakukan kerjasama seperti Kapolda Metro Jaya dan Dinas Perhubungan DKI
Jakarta terkait sterilisasi jalan dan keamanan berkendara.
PENDAHULUAN
Selaras dengan peningkatan terjadi akibat kurangnya pengembangan
pertumbuhan jumlah penduduk dan tingkat infrasturuktur lalu lintas yang tidak berjalan
mobilitas yang tinggi, DKI Jakarta sebagai linear dengan kebutuhan pembangunan social
ibu kota masih terus melekat dengan masalah ekonomi dan struktur manajemen serta
kemacetan. Beberapa negara di Asia, kebijakan dalam mengembangkan lalu lintas
termaksud di Vietnam, kemacetan sendiri perkotaan yang belum memadai dan masih
tumpang tindih (Quang Dung, 2017, hlm. dalam melerai kemacetan, Pemerintah
399). Provinsi DKI Jakarta mulai melakukan
pembangunan dan perbaikan pada
Gambar 1. Presentase Kemacetan DKI
Jakarta (2018-2022) transportasi publik. Salah satunya adalah
melalui pembangunan bus rapid transit yang
60
diwujudkan dalam Bus Transjakarta.
50
40 Pertimbangan ekonomis menjadi salah satu
30
faktor dalam memilih prioritas transportasi
20
10 massal di DKI Jakarta. Sebagaimana tertuang
0
dalam Peraturan Gubernur Nomor 103 Tahun
2018 2019 2020 2021 2022
Sumber: TomTom Trafic Index, 2022 2007 tentang Pola Transportasi Makro dalam
pasal 1 poin 13 Bus Rapid Transit merupakan
Berdasarkan TomTom Traffic Index,
angkutan umum massal cepat yang
level kemacetan di Jakarta per tahun 2022
menggunakan bus pada jalur khusus.
mencapai 48%. Kondisi kemacetan di Jakarta
Transjakarta sendiri menggunakan sistem
pada tahun 2022 mengalami kenaikan dari
yang dimodelkan berdasarkan sistem Trans
tahun 2021 yang sebelumnya 34%. Dalam
Milenio yang sebelumnya telah dinilai
artian kondisi kemacetan Di DKI Jakarta
berhasil dalam pelaksanaannya yang berhasil
telah kembali pada situasi normal setelah
di kota Bogota.
sebelumya pada tahun 2020 dan 2021
mengalami penurunan yang cukup siginfikan
Melalui tercapainya efisiensi dan
akibat pandemi Covid-19.
efektivitas dari pelayanan Bus Transjakarta
Kemacetan sejatinya memang dapat menjadi bukti keberpihakan
membawa kerugian baik itu dari segi waktu, pemerintah terhadap reformasi program
materi, maupun lingkungan bagi pemerintah pelayanan publik melalui angkutan umum
maupun masyarakat. Faktanya, kemacetan massal (Fitriati, 2009). Dalam
lalu lintas dapat meningkatkan waktu pelaksanaannya, Ketua Sertikat Pekerja
tempuh, penggunaan bahan bakar, emisi, dan Transjakarta Jakarta (SPTJ) menilai
mengurangi jam kerja serta produktivitas menurunnya kualitas Transjakarta
operator kendaraan (Shyngle dkk, 2011, hlm merupakan dampak kebijakan yang lebih
85). Untuk itu sebagai salah satu strategi mengutamakan profit-oriented dibandingkan
dengan pemberdayaan sumber daya halnya, DKTJ mengungkapkan bahwa
manusianya. Kebijakan baru juga membuat Transjakarta berada di urutan tertinggi dalam
fungsi kontrol Transjakarta sebagai regulator hal pengaduan terbanyak yang disampaikan
menjadi tidak berjalan dengan baik. Fungsi masyarakat disusul oleh transportasi publik
kontrol operasional yang semula dilakukan lainnya seperti KRL dan MRT.
dengan skema 3 orang di setiap koridor dan
Tabel 1. Persepsi Masyarakat terhadap
rute, saat ini dikerucutkan menjadi satu orang
Kualitas Pelayanan Transjakarta
di setiap koridor sehingga hal ini
2020 2021 GAP
mengakibatkan pengawasan kualitas yang
Total Persepsi 8,12 8,19 0,07
seharusnya mengacu pada Standar Pelayanan Safety 8,07 8,24 0,17
Modern 8,26 8,27 0,01
Minimum (SPM) menjadi lemah. Affordable 8,76 8,93 0,17
Reachable 8,1 8,13 0,03
Timely
Beberapa waktu ke belakang, sejak Accurate 7,88 7,84 -0,04
awal tahun 2022 Transjakarta tengah menjadi Eco Friendly 8,23 8,21 -0,02
Responsiveness 8,3 8,29 -0,01
sorotan publik akibat terjadinya rentetan
Sumber: Annual Report Transjakarta, 2021
kecelakaan yang melibatkan Bus
Transjakarta. PT. Transjakarta juga
Melalui annual report PT.
mengungkapkan data terkait dengan accident
Transjakarta juga disampaikan terkait dengan
rate pada tahun 2019 mencapai 2,68 persen.
indeks kepuasan pelanggan sebagai tolak
Rentetan kecelakaan umumnya terjadi karena
ukur keberhasilan dalam menyampaikan
semakin banyaknya armada bus Transjakarta
layanan yang berkualitas. Melalui hasil
yang beroperasi. Hal ini selaras dengan
persepsi masyarakat menunjukan bahwa
Ketika jumlah bus bertambah, jumlah rute
terdapat penurunan sebsar 0,04 pada aspek
bertambah, jumlah kilometer tempuh
penilaian timely accurate yang mana
bertambah maka bertambah juga risiko dan
masyarakat menilai bahwa masih banyak
probabilitas keselamatan.
terjadi keterlambatan, frekuensi kedatangan
bus masih belum sesuai dengan kebutuhan
Dewan Transportasi Kota Jakarta
pelanggan. Aspek lain yang juga mengalami
(DTKJ) juga telah mendapatkan 175 data
penurunan sebesar 0,01% adalah aspek
aduan masyarakat terkait dengan pelayanan
respect and responsive, yang berarti
transportasi umum yang ada di Jakarta. Pun
pelayanan Transjakarta masih harus lebih
ditingkatkan dalam hal keramahan dan untuk memastikan bahwa sistem BRT yang
kepedulian dari sisi sarana, prasarana, dibangun memiliki kualitas layanan yang
maupun pelayanan petugas. prima. Sementara itu, koridor 13 sendiri
masih belum dinilai sesuai dengan standar
Banyaknya aduan dari masyarakat internasional dibandingkan dengan 6 koridor
terhadap lemahnya kualitas Bus Transjakarta lainnya.
perlu dilakukan evaluasi. Hal ini selaras
dengan hadirnya Peraturan Gubernur Dalam hal memberikan pelayanan
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No kepada masyarakat, pemerintah harus tetap
13 Tahun 2019 tentang Standar Pelayanan berorientasi pada masyarakat. Artinya
Minimal layanan angkutan umum pemerintah harus tetap berupaya memberikan
Transjakarta. Standar Pelayanan Minimal pelayanan berdasarkan harapan pengguna
(SPM) menjadi tolak ukur yang digunakan layanan publik, bukan berdasarkan apa yang
sebagai petunjuk dari penyelenggaraan ingin dilakukan oleh birokrasi pemerintah
pelayanan Bus Transjakarta dalam rangka (Osborne & Gaebler, 2002).
mewujudkan pelayanan yang cepat, mudah,
terjangkau dan terukur sebagaimana telah Pada akhirnya dibutuhkan penelitian
ditetapkan dalam Peraturan Gubernur terkait. ini untuk menganalisis kesenjangan (gap)
antara persepsi kualitas pelayanan publik
Koridor 13 Transjakarta menjadi Transjakarta yang diterima oleh masyarakat
koridor terakhir dalam pembangunan Bus pengguna layanan dan pelayanan yang
Transjakarta sepanjang 9,4 km menjadi satu- seharusnya terimplementasi melalui
satunya koridor yang melewati rute jalan Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus
elevated (layang) yang baru mulai beroperasi Ibukota Jakarta No. 13 Tahun 2019 tentang
sejak 2018. Artinya Koridor 13 masih Standar Pelayanan Minimal (SPM). Sejauh
menjadi koridor yang paling baru yang ini penelitian terdahulu terkait kualitas
terakhir diresmikan oleh Transjakarta. pelayanan Transjakarta hanya menjawab baik
Melalui BRT Standart yang dikembangkan atau tidak baik, dan apakah masyarakat puas
oleh ITDP (Institute for Transportation & atau tidak puas terhadap kualitas pelayanan
Development Transportation) sebagai alat Transjakarta. Namun, dalam penelitian ini
standarisasi sistem BRT secara internasional lebih banyak mengkesplorasi terkait realitas
kualitas pelayanan Transjakarta dan didefinisikan sebagai kondisi yang mudah
menjawab terkait dengan kesenjangan (gap) berubah yang berhubungan dengan produk,
yang ada, sehingga kedepannya dapat jasa, manusia, proses, serta lingkungan
menjadi dasar evaluasi bagi Pemerintah dimana penilaian kualitas ditentukan pada
Provinsi DKI Jakarta dan PT. Transjakarta saat terjadinya pemberian pelayanan publik
dalam melakukan perbaikan pelayanan Bus tersebut. Dalam meninjau kualitas pelayanan
Transjakarta. Transjakarta pada Koridor 13 menggunakan
teori yang dikemukakan oleh Zeithaml,
METODE PENELITIAN
Pasaruman, dan Berry dalam (Hardiyansyah,
Penelitian ini menggunakan jenis 2011, 11) yakni meninjau kualitas pelayanan
sumber informasi untuk memperoleh data dalam (Hardiyansyah, 2011, 11) dimaknai
yang dibutuhkan menggunakan dua jenis sebagai bukti langsung yang dapat dilihat dari
teknik sampling yakni purposive sampling mata meliputi penampakan, fasilitas, gedung,
untuk mendapatkan informan Petugas serta peralatan. Pada penelitian ini didapat
Layanan Halte Transjakarta dan Kepala dari sub dimensi yang diukur berdasarkan
Departemen Layanan Opersional serta kondisi fisik Halte dan Bus Transjakarta. Hal
accidental sampling untuk mendapatkan ini berkaitan dengan dimensi tangible yang
Ketepatan waktu kedatangan Jakarta No. 13 Tahun 2019 yang mana waktu
Transjakarta menjadi salah satu aspek yang kedatangan antar bus di dalam satu rute yang
dibutuhkan oleh masyarakat pengguna, sama pada satu titik halte hanya 5 menit pada
jam sibuk dan 10 menit pada jam tidak sibuk.
Keterlambatan kedatangan armada bus juga diberikan oleh pihak Transjakarta faktanya
berimplikasi pada ketidakakuratan informasi akan kembali lagi pada individu petugas
waktu kedatangan yang tertera pada Transjakarta masing-masing. Sebab masih
Passenger Information System (PIS) yang ada beberapa petugas Transjakarta yang
mana hal ini juga menjadi tidak selaras menjawab pertanyaan pengguna dengan
dengan Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. singkat dan kurang mendapatkan informasi
13 Tahun 2019 yang mana informasi waktu yang diharapkan. Pengguna Transjakarta juga
kedatangan bus harus memiliki akurasi kerapkali mendapati kondisi dimana petugas
informasi kedatangan dan keberangkatan tidak standby di halte untuk membantu
bus. pengguna saat menghadapi kendala.
Selain meninjau ketepatan waktu Dalam hal ini, PT. Transjakarta sudah
kedatangan bus, kehandalan dalam pelayanan selalu berupaya untuk memperbaiki
juga dapat ditinjau dari sikap dan perilaku pelayanan terutama dalam aspek sikap dan
petugas Transjakarta dalam melayani perilaku petugas Transjakarta saat melayani
pengguna Transjakarta. Hal serupa sesuai pengguna Transjakarta bahwa kondisi
yang dikemukakan oleh Albarq (2013, 702) dimana sikap dan perilaku petugas
dimensi kehandalam merupakan kemampuan Transjakarta yang menyalahi aturan akan
atau kesanggupan dalam menyediakan langsung dilakukan tindak lanjut oleh PT.
pelayanan yang dijanjikan dengan sikap yang Transjakarta baik berupa teguran,
akurat dan dapat diandalkan. pemindahan lokasi ataupun mengeluarkan SP
(Surat Peringatan) kepada petugas terkait.
Pramusapa Transjakarta sendiri sudah
diberikan pengembangan dan pelatihan yang Dalam mewujudkan kehandalan
cukup terkait dengan cara melayani dalam memberikan pelayanan, Transjakarta
penumpang dengan baik sehingga hal itu sudah cukup maksimal dalam hal
berdampak pada kehandalan petugas dalam pengawasan. Melalui hasil penelitian
menunjukan sikap dan perilaku petugas ditemukan bahwa bahwa mekanisme
Transjakarta yang baik. Selain selalu ramah, pengawasan pelayanan Transjakarta yang
petugas juga banyak membantu pengguna dilakukan sendiri dilakukan melalui tahapan
Transjakarta saat menghadapi kendala. berjenjang. Pihak internal yang mengacu
Namun pelatihan dan pengembangan yang pada koordinator wilayah dan koordinator
lapangan, pengawasan operasional oleh pelanggan yang secara langsung dilaporkan.
petugas layanan halte, serta Suku Dinas Namun, hal ini menjadi kendala dimana tidak
Perhubungan Perwilayah sebagai verifikator banyak pengguna Transjakarta yang
pengawasan. Namun kesenjangan antara langsung melaporkan terkait keluhan yang
kualitas pelayanan Transjakarta terjadi dialami saat mereka menghadapi kendala
karena kerapkali sering ditemukan dimana atau kesulitan dalam pelayanan Transjakarta.
aturan dan kebutuhan tidak berjalan dengan Transjakarta sendiri sudah menyediakan call
selaras. centre 24 jam serta kanal-kanal di media
sosial untuk menerima dan menampung
3. Ketanggapan (Responsiveness)
pengaduan. Beberapa pengguna Transjakarta
Parasuraman, Zeithaml, dan Berry dalam sosial juga menilai bahwa respon dari pihak
komitmen dari penyelenggara pelayanan pengguna kurang solutif dan dengan jawaban
untuk memberikan daya tanggap tidak hanya yang template untuk keluhan berskala besar.
Pada penelitian ini didapat dari sub terhadap keluhan berskala besar yang dialami
dimensi yang diukur berdasarkan kesigapan penggunanya. Untuk keluhan berskala kecil
atau respon petugas Transjakarta dalam yang bisa langsung diselesaikan Transjakarta
mengatasi keluhan pengguna. Donkoh et al. sudah cukup baik dalam memberikan
(2012, 217) mengatakan bahwa elemen- responsivitas dan bukti nyata untuk
Pada dimensi Assurance, perlu Mess, P., Moriarty, P., Stone, J., & Buxton, M.
melakukan kerjasama antara petugas dan (2006). Putting the public interest
pengguna dengan teknik intervensi 5D: back into public transport: Report
Yayasan yang fokus pada isu gender supaya PPID PT Transportasi Jakarta : Pejabat
bisa mendengarkan korban dengan empatik Pengelola Informasi dan