September 2021
D
Khoirunurrofik, Ph.D. KI Jakarta merupakan pusat kegiatan ekonomi di wilayah Jabodetabek
rofik@lpem-feui.org dengan tingkat mobilitas yang tinggi baik dari daerah di sekitarnya
Muhammad H. Yudhistira, Ph.D. maupun di dalam Kota Jakarta itu sendiri. Tingginya tingkat mobilitas
m.halley@ui.ac.id masyarakat di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya mengakibatkan timbulnya
Andhika Putra Pratama, M.Sc. berbagai tantangan, salah satunya adalah tingginya ketergantungan pada
andhika.pratama@lpem-feui.org transportasi pribadi. Inisiatif Pemerintah Indonesia terhadap pembangunan moda
Yusuf Reza Kurniawan, M.Sc. transportasi publik di wilayah DKI Jakarta sudah dimulai sejak dekade 1980-an
reza@lpem-feui.org melalui The Jabotabek Railway Development Master Plan (JRDMP) tahun 1982.
Yusuf Sofiyandi, M.Sc. Pada tahun 2005, proyek MRT ditetapkan menjadi proyek nasional oleh Presiden
yusuf.sofiyandi@lpem-feui.org Indonesia diikuti dengan dilakukannya loan agreement tahap 1 (2006), berdirinya
Faizal Rahmanto Moeis, S.E.
PT MRT Jakarta (2008) dan loan agreement tahap 2 (2009)
faizalmoeis@lpem-feui.org
Moda Raya Terpadu (MRT) Jakarta yang resmi beroperasi secara komersial
Nadya Rahmi Maghfira, S.E.
nadya.rahmi@lpem-feui.org sejak April 2019 telah menjadi salah satu alternatif utama transportasi massal di
DKI Jakarta. Pembangunan Fase 1 dengan rute Lebak Bulus hingga Bundaran
Calista Endrina Dewi, S.E.
calista@lpem-feui.org
Hotel Indonesia dimulai pada Oktober 2013 dengan jalur kereta sepanjang 16
km, 10 km jalur layang dan 6 km jalur bawah tanah, yang menghubungkan 13
Anastasia Branarum Ripah, S.E.
anastasia.branarum@ui.ac.id
stasiun1. Pembangunan Fase 2 (Bundara HI–Ancol Barat) yang terdiri dari Fase
2A dan Fase 2B yang telah dimulai sejak Juni 2020 dan direncanakan beroperasi
Fabian M. Giffari Putra Riza
fabian.muhammad81@ui.ac.id
secara penuh pada tahun 2030. Pembangunan Fase 3 direncanakan memiliki
rute Kalideres–Ujung Menteng dan Fase 4 dengan rute Fatmawati–Taman Mini
Indonesia Indah (TMII). Sepanjang tahun 2019, MRT Jakarta telah melayani 24,6
juta penumpang atau sekitar 90 ribu penumpang per hari dari 13 stasiun yang
melayani jalur Fase 1, meskipun terjadi penurunan penumpang yang cukup
signifikan di tahun 2020 akibat pandemi Covid-19.
LPEM FEB UI bersama MRT Jakarta telah melaksanakan sebuah studi untuk
mengevaluasi manfaat luas dari keberadaan MRT Jakarta fase 1 dan 2. Kajian
ini bertujuan memberikan gambaran komprehensif atas dampak dari keberadaan
MRT Jakarta fase 1, serta potensi dampak yang dihasilkan dari pembangunan
MRT Jakarta fase 2. Terdapat 5 (lima) aspek yang dianalisis, meliputi: (i) dampak
ekonomi (makro dan mikro) bagi perekonomian nasional dan daerah DKI Jakarta,
(ii) dampak fiskal pusat dan daerah, (iii) dampak operasional perusahaan, (iv)
dampak lingkungan dan tata kota, dan (v) dampak perubahan kualitas pelayanan
publik. Dalam mengevaluasi masing-masing dampak tersebut, LPEM FEB UI
1 Terdapat tujuh stasiun layang meliputi stasiun Lebak Bulus (lokasi depo), Fatmawati, Cipete
Raya, Haji Nawi, Blok A, Blok M, dan Sisingamangaraja serta enam stasiun bawah tanah meliputi
stasiun Senayan, Istora, Bendungan Hilir, Setiabudi, Dukuh Atas, dan Bundaran Hotel Indonesia.
Dengan jumlah penduduk dan tingkat mobilitas yang tinggi, transportasi publik
berbasis kereta memegang peran penting bagi masyarakat DKI Jakarta dan
wilayah sekitarnya. Selain mendukung mobilitas masyarakat dalam beraktivitas,
keberadaan transportasi publik juga dapat mendorong peningkatan aktivitas
ekonomi di simpul-simpul transportasi seperti stasiun dan halte. Peningkatan
aktivitas ekonomi ini pada akhirnya mampu menciptakan peluang-peluang bisnis
baru, meningkatkan daya tarik wilayah dengan akses yang mudah, dan
berpotensi menambah penerimaan bagi pemerintah pusat dan daerah baik yang
berupa pajak maupun non-pajak.
Potensi kontribusi fiskal tidak langsung MRT Jakarta Fase 1 bagi pemerintah
pusat adalah sebesar Rp1,3 triliun per tahun, sedangkan untuk Fase 2A dan 2B
potensi kontribusinya masing-masing sebesar Rp1,2 triliun dan Rp333 miliar per
tahun. Bagi pemerintah provinsi DKI Jakarta, potensi kontribusi MRT Jakarta
Fase 1, 2A, dan 2B secara total mencapai Rp811 miliar per tahun, yang mana
mayoritas kontribusi berasal dari PBB/BPHTB serta Pajak Hotel dan Restoran.
Dari sisi penerimaan pajak DKI Jakarta, pembukaan MRT Jakarta terasosiasi
dengan peningkatan PBB dan BPHTB mencapai 16,5%, peningkatan pajak hotel
dan restoran sebesar 18%, peningkatan pajak hiburan mencapai 12,2%, serta
peningkatan pajak reklame sebesar 25,8%. Dari sisi pembayaran pajak langsung,
berangkat dari laporan keuangan MRT Jakarta tahun 2019, PT MRT Jakarta
berkontribusi pada setoran PPN dan PPh kepada pemerintah pusat mencapai
9,9 Milyar rupiah per tahun, sementara kontribusi terhadap pemerintah daerah
melalui setoran PBB mencapai 42,7 Milyar rupiah per tahun.
merupakan salah satu polutan yang berasal dari kendaraan bermotor. Hasil
estimasi tersebut menunjukkan terjadinya peningkatan kualitas udara yang
terasosiasi dari pembukaan MRT Jakarta. Nilai moneter dari peningkatan kualitas
udara tersebut mencapai 2.2 Triliun selama umur proyek MRT Jakarta.
• Mendorong kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak. Kajian ini
merekomendasikan penguatan kerja sama antara MRT Jakarta,
pemerintah pusat dan daerah, serta pihak swasta dalam melakukan
pengumpulan dan analisis big data untuk melakukan evaluasi manfaat
yang lebih mendalam, sehingga estimasi yang dilakukan semakin
komprehensif. Penggunaan big data juga dapat digunakan dalam
mengevaluasi kebijakan transportasi, sehingga otoritas kota dapat
mendesain kebijakan transportasi yang efektif, efisien, serta mendorong
pengembangan MRT Jakarta. Dari sisi pendapatan, selain dari ridership,
MRT perlu meningkatkan peran non-farebox revenue serta pendapatan
dari anak perusahaan yang berfokus pada pengembangan bisnis MRT
Jakarta. Dengan hal tersebut, MRT Jakarta dapat sebisa mungkin
beroperasi secara berkelanjutan, dan dapat mengurangi ketergantungan
kepada subsidi pemerintah.
Referensi
Abiad, A., Farrin, K., & Hale, C. (2019). Sustaining Transit Investment in Asia’s Cities: A
Beneficiary-Funding and Land Value Capture Perspective. Mandaluyong: Asian
Development Bank.
Adler, M. W., & van Ommeren, J. N. (2016). Does public transit reduce car travel
externalities? Quasi-natural experiments’ evidence from transit strikes. Journal of
Urban Economics, 92, 106–119. https://doi.org/10.1016/j.jue.2016.01.001
Asian Development Bank (2021). Innovative Infrastructure Financing through Value
Capture in Indonesia. Mandaluyong: Asian Development Bank.
Bel, G., & Holst, M. (2018). Evaluation of the impact of Bus Rapid Transit on air pollution
in Mexico City. Transport Policy, 63(March 2017), 209–220.
https://doi.org/10.1016/j.tranpol.2018.01.001
Clower, T. L., & Weinstein, B. L. (2009). Economic and Fiscal Impacts of Dallas Area
Rapid Transit Light Rail System Buildout and System Operations. June.
http://digital.library.unt.edu/ark:/67531/metadc30421/
Dahlan, A. F., & Fraszczyk, A. (2019). Public Perceptions of a New MRT Service: a Pre-
launch Study in Jakarta. Urban Rail Transit, 5(4), 278–288.
https://doi.org/10.1007/s40864-019-00116-0
Ding, P. H., Wang, G. S., Chen, B. Y., & Wan, G. H. (2016). Urban air pollution in Taiwan
before and after the installation of a mass rapid transit system. Journal of
environmental quality, 45(5), 1731-1739.
Duncan, M., Horner, M., Chapin, T., Crute, J., Finch, K., Sharmin, N., . . . Stansbury, C.
(2020). Assessing the property value and tax revenue impacts of SunRail stations
in Orlando, Florida. Case Studies on Transport Policy, 1-11.
Dziauddin, M. F., Alvanides, S., & Powe, N. (2013). Estimating the effects of light rail
transit (LRT) system on the property values in the Klang Valley, Malaysia: A
hedonic house price approach. Jurnal Teknologi, 61(1).
Fouracre, P., Dunkerley, C., & Gardner, G. (2003). Mass rapid transit systems for cities
in the developing world. Transport Reviews, 23(3), 299-310.
Huang, Z., & Du, X. (2021). How does high-speed rail affect land value? Evidence from
China. Land Use Policy, 101, 105068.
JICA, & Bappenas. (2001). The Study on Integated Transportation Master Plan for
Jabotabek Phase I (SITRAMP). Indonesia: Pacific Consultants International Almec
Corporation.
Kwan, S. C., Tainio, M., Woodcock, J., Sutan, R., & Hashim, J. H. (2017). The carbon
savings and health co-benefits from the introduction of mass rapid transit system
in Greater Kuala Lumpur, Malaysia. Journal of Transport & Health, 6, 187-200.
Li, F., Su, Y., Xie, J., Zhu, W., & Wang, Y. (2020). The Impact of High-Speed Rail Opening
on City Economics along the Silk Road Economic Belt. Sustainability.
Liu, L., & Chen, R. C. (2017). A MRT daily passenger flow prediction model with different
combinations of influential factors. Proceedings - 31st IEEE International
Conference on Advanced Information Networking and Applications Workshops,
WAINA 2017, 601–605. https://doi.org/10.1109/WAINA.2017.19
Martoras, E., Heni, F., & Susanti, B. (2019). Customer Satisfaction Analysis of South
Sumatera LRT (Indonesia). Adrri Journal of Engineering and Technology, 4(5).
Sriroongvikrai, K., & Choocharukul, K. (2013). Multivariate Analysis of Customer
Satisfaction: A Case Study of Bangkok’s Mass Rapid Transit (MRT) Passengers.
Journal of the Eastern Asia Society for Transportation Studies, 10, 1258–1269.
https://doi.org/10.11175/easts.10.1258
Wang, X., Zhang, N., Chen, Y., & Zhang, Y. (2018). Short-term forecasting of urban rail
transit ridership based on ARIMA and wavelet decomposition. AIP Conference
Proceedings, 1967(May). https://doi.org/10.1063/1.5039099
Yang, Z., Li, C., Jiao, J., Liu, W., & Zhang, F. (2020). On the joint impact of high-speed
rail and megalopolis policy on regional economic growth in China. Transport Policy,
20-30.
Zhu, Y., & Diao, M. (2016). The impacts of urban mass rapid transit lines on the density
and mobility of high-income households: A case study of Singapore. Transport
Policy, 51, 70-80.