Anda di halaman 1dari 20

1.

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Penduduk dan perekonomian di DKI Jakarta diproyeksikan akan terus bertumbuh
dalam beberapa dekade ke depan. Pada tahun 2039, Jakarta diramal menjadi hunian
bagi 16.5 juta penduduk. Pada tahun 2039 Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
menargetkan 60% patronage moblitas kota bertumpu pada angkutan umum, dari 26%
pangsa nya saat ini. Hal ini sejalan dengan Sustainable Development Goal nomor 9
target 1 dan tujuan nomor 11 target 2, yakni:
1. Membangun infrastruktur yang handal, berkelanjutan, dan tangguh.
2. Sistem transportasi yang terjangkau dan berkelanjutan.

Maksud dan Tujuan


Maksud dan tujuan dari studi review Rencana Induk Perkeretaapian Provinsi DKI
Jakarta ini adalah sebagai berikut:
⚫ Maksud kegiatan: diperoleh road map dalam rencana pengembangan transportasi
berbasis rel di Wilayah Provinsi DKI Jakarta untuk jangka panjang 2019-2039 (20
tahun ke depan) yang telah disesuaikan dengan perkembangan lingkungan
strategis terkini.
⚫ Tujuan kegiatan: menghasilkan rencana induk perkeretaapian terbaru yang
meliputi pembaharuan estimasi-estimasi yang telah dihasilkan dari kajian terkait
sebelumnya dan merekomendasikan strategi dan kebijakan penunjang untuk
mencapai target pengembangan moda angkutan KA di wilayah Provinsi DKI
Jakarta yang lebih optimal, guna merealisasikan RIT (Rencana Induk
Transportasi) DKI Jakarta 2039.

Keluaran
Keluaran dari kajian ini meliputi:
1. Tersedianya road map tahapan pengembangan jaringan rel DKI Jakarta hingga
2039 yang dapat memenuhi target rencana optimis daya angkut angkutan umum
yakni 60% pada tahun 2039;
2. Indikator luaran: dokumen laporan Studi Review Rencana Induk Perkeretaapian
Provinsi (RIPP) DKI Jakarta dalam Mendukung Program Pembangunan
Perkeretaapian di Provinsi DKI Jakarta.
2. POLA PIKIR DAN KAJIAN KONSEPTUAL

Tantangan dan kebutuhan transportasi di masa depan akan semakin kompleks.


Transportasi masa depan akan memiliki empat prinsip:
1. Autonomous driving. Sarana transportasi akan dioperasikan secara otonom.
2. Connected. Sesama sarana dan sarana ke prasarana transportasi akan terhubung
dan dapat “berkomunikasi” satu sama lain, baik lewat teknologi komunikasi dan
penginderaan.
3. Electrification. Transportasi tidak lagi menggunakan mesin berteknologi ICE
(Internal Combustion Engine), namun sudah menggunakan listrik dan atau baterai.
4. Shared Economy Tidak seperti transportasi masa kini yang masih sangat
tergantung dengan kepemilikan sarana transportasi sebagai barang privat,
transportasi di masa depan akan mengedepankan sharing transportation lewat
layanan on-line dan atau Mobility as a Service (MaaS).

Sarana Kereta Api


Sarana kereta api secara umum terdiri dari dua jenis, yaitu kereta (untuk mengangkut
penumpang) dan gerbong (untuk mengangkut barang). Biasanya, jumlah rangkaian
pada sarana transportasi publik berbasis rel di perkotaan akan menentukan
penyebutan jenis modanya. Jenis moda transportasi publik berbasis rel di daerah
perkotaan dibedakan sebagai berikut:
⚫ Kereta Komuter. Kereta komuter biasanya memiliki rute yang relatif panjang,
menghubungkan daerah suburban dengan pusat kota, dan memiliki alinyemen
yang sejajar permukaan tanah (at grade) ataupun di atas permukaan (elevated).
⚫ MRT. Kereta MRT termasuk ke dalam sistem metro (rapid transit), dapat memiliki
kapasitas dan panjang kereta yang kurang lebih sama dengan kereta komuter,
namun biasanya memiliki headway yang lebih pendek dari pada kereta komuter.
Biasanya alinyemen MRT tidak terletak sejajar permukaan tanah, MRT didesain
secara elevated ataupun underground.
⚫ LRT. Sama dengan MRT, LRT termasuk ke dalam sistem metro (rapid transit),
namun memiliki kapasitas yang lebih rendah dari pada LRT. LRT biasanya
didesain elevated.
⚫ Kereta Bandara, yaitu kereta yang menghubungkan bandar udara dengan pusat
kota. Pilihan teknologi sarana transportasi publik berbasis rel sangat tergantung
dengan rencana kecepatan dan kapasitas angkut (penumpang per jam per arah/
pphpd), seperti digambarkan pada grafik sebagai berikut:
Model Delivery Pengembangan Infrastruktur Rel
3. KONDISI PERKERETAAPIAN PROVINSI DKI JAKARTA SAAT INI DAN YANG
DIHARAPKAN
Profil Geografis dan Administrasi

Profil Transportasi Wilayah

Jumlah Kendaraan Bermotor di Provinsi DKI Jakarta, 2016-2020

Jumlah semua unit kendaraan bermotor di Provinsi DKI Jakarta terus


bertambah dari tahun ke tahun. Pada tahun 2020, total jumlah kendaraan bermotor
tercatat sebanyak 20.221.821 unit, di mana hampir 80%-nya adalah sepeda motor.
Dalam lima tahun terakhir, terjadi peningkatan jumlah mobil penumpang sebesar
30,93% dan sepeda motor sebesar 21,01%.
Untuk mencapai pangsa angkutan umum sebesar 55% pada tahun 2039, DKI
Jakarta terus mengembangkan jairngan transportasi publik. Implementasi teknologi
baru seperti Mass Rapid Transit (MRT) dan Light Rail Transit (LRT) telah dilakukan,
dan yang telah beroperasi seperti Commuter Line (CL)/Kereta Rel Listrik (KRL) dan
Transjakarta Bus Rapid Transit (BRT) juga terus ditingkatkan layanannya agar dapat
memenuhi demand ridership di masa yang akan datang. Transjakarta merupakan
moda transportasi publik dengan jumlah penumpang terbanyak. Sejak diluncurkan
pertama kali pada tahun 2004, saat ini Transjakarta sudah memiliki 13 koridor utama
yang beroperasi, di mana beberapa koridor utama terbagi menjadi beberapa cabang
sebagai rute feeder. Meski beberapa kali sempat mengalami penurunan jumlah
penumpang tahunan, tren pertumbuhan jumlah penumpang cenderung meningkat
dan terjadi peningkatan yang sangat pesat pada periode 2015-2019 (157,07%).
Tahun 2019, tercatat jumlah penumpang Transjakarta sebanyak 264.653.712 orang.
Selanjutnya, per Juli 2020 Transjakarta memiliki 4.079 armada yang terdiri dari bus
besar, bus sedang (MetroTrans), dan bus kecil (MikroTrans).
Adapun saat ini KRL Jabodetabek memiliki 6 jalur dengan total panjang rel 364
km. Tren pertumbuhan jumlah penumpang tahunan KRL Jabodetabek juga terus
meningkat, di mana puncaknya terjadi pada tahun 2018 dengan total jumlah
penumpang 334.487.297 penumpang dengan jumlah penumpang harian mencapai
1.154.080 penumpang pada Juni 2018. Akibat pengurangan kapasitas kereta untuk
mendukung kebijakan pemerintah dalam pembatasan sosial akibat Covid-19, pada
tahun 2020 terjadi penurunan jumlah penumpang yang sangat drastis dari tahun
sebelumnya, yaitu sebesar 53,73%. Titik terendah jumlah penumpang KRL terjadi
pada bulan Mei 2020, di mana dalam 1 (satu) bulan hanya terdapat 5.029.847
penumpang sedangkan biasanya biasa melebihi 20 juta penumpang.
Selanjutnya, saat ini sudah terbangun jalur Selatan-Utara (Fase 1) Mass Rapid
Transit/Moda Raya Terpadu (MRT) Jakarta sepanjang 15,7 km yang beroperasi pada
lintas Lebak BulusBundaran HI dengan 13 stasiun (7 stasiun layang, 6 stasiun bawah
tanah). MRT Jakarta Fase 2 (Bundaran HI-Ancol Barat) sepanjang 11,8 km saat ini
sedang dalam tahap konstruksi, di mana per 25 Mei 2021 pembangunan mencapai
16,56%. Sepanjang tahun 2019, MRT Jakarta mengangkut 24.621.467 penumpang,
dengan rata-rata jumlah penumpang harian sebanyak 89.645 orang. Namun, ridership
MRT Jakarta juga sangat terdampak oleh adanya pandemi Covid-19. Pada tahun
2020, puncak ridership harian MRT Jakarta sebanyak 88.444 penumpang terjadi pada
bulan Februari kemudian berkurang 95,41% pada bulan April 2020 menjadi 4.059
penumpang/hari akibat adanya pembatasan sosial. Titik terendah terjadi pada bulan
Mei 2020 dimana hanya terdapat 1.405 penumpang/hari. Ketika pembatasan sosial
dilonggarkan, ridership MRT Jakarta kembali meningkat meskipun fluktuatif hingga
akhir tahun 2020 karena pembatasan sosial berskala lebih kecil diterapkan.

LRT Jakarta Fase 1 dengan lintas Velodrome-Pegangsaan Dua saat ini sudah
beroperasi sepanjang 5,8 km dengan 6 stasiun layang. Dengan armada berupa kereta
2 (dua) gerbong, sejak resmi beroperasi pada 1 Desember 2019, ridership harian rata-
rata LRT Jakarta mencapai 4.500 penumpang. Diperkirakan akan terus meningkat
hingga mencapai 7.000 orang/hari. Namun, akibat pandemi Covid-19 sejak Maret
2020, capaian ridership harian LRT Jakarta hanya mencapai 800-900 penumpang.
Pada bulan April 2020, tercatat penurunan sangat drastis sebesar 94,6% dari ridership
harian rata-rata 4.672 penumpang. Pada bulan Mei 2020, rata-rata jumlah
penumpang LRT hanya mencapai 192 penumpang/hari.
Panjang Jalur Perkeretaapian berdasarkan Tahun Perencanaan

Dari rencana Panjang jalur tersebut asumsi biaya pembangunan adalah sebagai
berikut,
• MRT Bawah Tanah (1.5 T/Km)
• MRT Elevated (700 M/Km)
• LRT dan PPJ (550 M/Km)
• Elevated Loopline (1 T/Km)
Estimasi biaya pembangunan awal dapat dilhat pada table berikut ini :
Peta Rencana Perkeretaapian DKI Jakarta

Berdasarkan hal-hal yang sudah dibahas di atas, ada beberapa hal yang dapat kita
tarik sebagai isu-isu dalam kondisi perkeretaapian saat ini. Yakni:
1. Eksekusi pembangunan rel yang lama, antara 5-6 tahun untuk satu ruas baru;
2. Biaya yang diperlukan untuk pembangunan rel massif tergolong mahal;
3. Teknologi lokal prasarana sudah memuaskan, kecuali terowongan;
4. Ketergantungan teknologi sarana masih tinggi. Industri masih membutuhkan
pasokan import 50-55%.
4. REVIEW DOKUMEN KEBIJAKAN

Rencana Pengembangan Jaringan Perkeretaapian Pengembangan sistem dan


jaringan angkutan massal berbasis rel di wilayah DKI Jakarta meliputi:
i. Jaringan Mass Rapid Transit (MRT) lintas Lebak Bulus – Fatmawati – Dukuh Atas
– Bundaran Hotel Indonesia – Kota/Kampung Bandan, lintas Timur – Barat, dan
lintas penghubungnya;
ii. Jaringan Light Rail Transit (LRT);
iii. Jaringan Kereta Lingkar Dalam Kota;
iv. Jaringan Kereta Komuter Jabodetabek;
v. Jaringan Kereta menuju Bandara lintas Kawasan Halim Perdana Kusuma –
Manggarai – Bandara Soekarno-Hatta;
vi. Jaringan Kereta Api Barang pendukung Pelabuhan Tanjung Priok;
vii. Penanganan perlintasan sebidang kereta api;
viii. Penanganan kawasan permukiman ilegal di jalur kereta api; dan
ix. Pengembangan jalur kereta api eksisting menjadi multitrack.

Analisis peningkatan kapasitas kereta komuter (KCJ) juga dilakukan dengan


mensimulasikan penambahan jumlah gerbong menjadi 12 gerbong/rangkaian dan
headway layanan menjadi maksimum 5 menit. Dengan asumsi kapasitas tiap gerbong
350 penumpang/gerbong, diperoleh:
1. Peningkatan kapasitas pada seluruh line kereta komuter
2. Hanya Serpong line dan Tangerang line yang peningkatan kapasitasnya dapat
memenuhi kebutuhan yang akan terjadi di 2030
3. Bogor line, dengan headway di bawah 5 menit, masih mengalami defisit kapasitas
sebesar 14.500 penumpang saat jam sibuk
4. Bekasi line, dengan potensi flow maksimum 79.000 penumpang/arah tersibuk,
masih mengalami defisit kapasitas sebesar 28.600 penumpang.
Untuk mengisi kekosongan dan mengatasi defisit kapasitas angkutan umum
khususnya angkutan massal berbasis rel, diadopsi beberapa rencana pengembangan
yang telah didefinisikan, khususnya dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) DKI
Jakarta. Gabungan (superimpose) rencana pengembangan jalur kereta di RDTR
dengan konsep awal yang didasarkan pada kebutuhan kapasitas menghasilkan
jaringan angkutan umum berbasis rel seperti pada gambar berikut.
Beberapa rencana koridor LRT diasumsikan tidak dilakukan penyesuaian trase
karena sebagian sudah dalam masa konstruksi. Koridor tersebut antara lain:
a. LRT Bogor – Cibubur – Cawang
b. LRT Bekasi Timur – Cawang
c. LRT Cawang – Dukuh Atas Ketujuh koridor LRT lainnya yang tertuang dalam RDTR
dilakukan penyesuaian terhadap koridor angkutan massal berbasis rel lainnya (misal:
MRT atau KRL). Suatu koridor perlu dimodifikasi jika terdapat overlapping dengan
jalur lain atau dirasa tidak dapat memenuhi kebutuhan demand. Suatu koridor juga
dapat tidak disertakan dalam kajian selanjutnya karena dirasa cukup dilayani oleh
angkutan massal berbasis jalan raya. Koridor-koridor ini juga disesuaikan dengan
rencana 6 tol DKI Jakarta, karena pada beberapa lokasi terdapat konflik geometri dan
konflik elevasi, di mana konstruksi dapat mencapai ketinggian 14 meter. Pada
akhirnya, dihasilkan pengembangan SAUM berbasis rel DKI Jakarta sebagai berikut.
5. PENGOLAHAN DATA & TEMUAN AWAL

RDTR yang berlaku di DKI Jakarta saat ini sedang mengalami tahap revisi. Pada
tahun 2021 telah dilakukan kegiatan Peninjauan Kembali (PK). Dari hasil PK tersebut
maka dihasiilkan usulan rencana perkertaapian DKI Jakarta. Berikut merupakan
usulan dari PK RDTR terkait rencana perkeretaaapian di DKI Jakarta,

Berdasarkan hasil tinjauan rencana tata ruang maka terdapat perbedaan rencana dari
setiap jenis dokumen rencana tata ruang yang ada sehingga perlu adanya koordinas
dengan setiap instansi yang terlibat untuk dilakukan penyesuain. Berikut merupakan
perbandingan rencana perkeretaapian pada dokumen tata ruang dari RDTR, PK
RDTR maupun Perpres yang dikeluarkan,

Rencana Kawasan TOD berdasarkan Tinjauan Tata Ruang


Rencana Kawasan MRT berdasarkan Tinjauan Tata Ruang
. Rencana Kawasann LRT berdasarkan Tinjauan Tata Ruang

Rencana Kawasann KA berdasarkan Tinjauan Tata Ruang


Analisa Awal Potensi Pembangunan Tram/ART yang Menghubungkan
Rencana Perkeretaapian DKI Jakarta

Kereta Cepat Jakarta Bandung


Tram*

Analisa Jalur Tram DKI Berdasarkan Rencana


Induk Transportasi
No Jenis Panjang (km)
1 TMII-Pondok Gede 4,2
2 Kalibaru-Marunda 8,5
3 Pulo Gebang-Ujung Menteng 4
4 Joglo-Kalideres 15,6
5 Marunda-Ujung Menteng 10,8
SUB TOTAL* 43,1

Anda mungkin juga menyukai