Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan kota Jakarta sebagai ibu kota dengan pusat perekonomian di Indonesia

sudah seharusnya sejajar dengan kota-kota besar di dunia. Dengan pertumbuhan ekonomi dan

penduduk di tiap tahunnya, menjadikan Kota Jakarta tersibuk di Indonesia. Di Jakarta setiap

harinya lebih dari 4 juta penumpang dari daerah sekitar DKI Jakarta ( Jabodetabek ) keluar

dan masuk wilayah Jakarta tersebut. Kecenderungan perluasan Kota Jakarta yang begitu

tinggi dan kurang terkontrol secara signifikan dapat meningkatkan biaya transportasi,

mengurangi tingkat mobilitas dan menurunkan kualitas hidup.

Persoalan kemacetan menjadi masalah besar di kota Jakarta. Akibat kemacetan ini

berdampak pada lingkungan, sosial dan ekonomi kota Jakarta. Belum lagi pemborosan energi

dan pencemaran udara yang dihasilkan. Salah satu upaya dalam mengurangi kemacetan di

Jakarta adalah dengan penyediaan kawasan berorientasi transit (KBT) yang terkoneksi

dengan beberapa moda transportasi umum lainnya, seperti Kereta Cepat Indonesia (KCI),

LRT, MRT dan Transjakarta. Sesuai Peraturan Presiden Republik Indonesia no. 55 Tahun

2018 “Sistem transportasi wilayah perkotaan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi

sebagai bagian dari sistem transportasi nasional mempunyai peran yang srategis dalam

mendukung pembangunan nasional; bahwa peningkatan pelayanan, konektivitas, dan

mobilitas harian orang dan barang di wilayah perkotaan Jabodetabek, memerlukan

perencanaan, pembangunan, pengembangan, pengelolaan, pengawasan, dan evaluasi sistem

transportasi yang terintegrasi, efektif, efisien, dan terjangkau oleh masyarakat dengan tidak
dibatasi oleh wilayah administrasi pemerintahan; maka pemerintah menetapkan Peraturan

Presiden tentang Rencana Induk Transportasi Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi

Tahun 2018-2029”. Sejalan dengan rencana pemerintah pusat terkait Kawasan Berorientasi

Transit, Pemprov DKI telah menerbitkan Perda 1 Tahun 2012 tentang rencana tata ruang

wilayah 2030. di Bab 1 pasal 75 “Pembangunan berorientasi Transit atau Transit Oriented

Development, yang selanjutnya di singkat TOD adalah Kawasan terpadu dari berbagai

kegiatan fungsional kota dengan penghubung lokal dan antar lokal”.

Masih banyak masyarakat yang lebih memilih untuk menggunakan kendaraan pribadi

dibandingkan dengan transportasi umum karena rute transportasi umum yang terbatas dan

kurang fleksibel. Selain itu masih maraknya tindak kejahatan yang terjadi di transportasi

umum yang membuat masyarakat memilih menggunakan kendaraan pribadi untuk rasa aman.

Hal ini menyebabkan jumlah kendaraan melebihi kapasitas jalan menimbulkan kepadatan

kendaraan yang menyebabkan kemacetan. Data jumlah kendaraan menurut BPS provinsi

DKI Jakarta.

Tabel 1.1. Jumlah kendaraan Bermotor di Provinsi DKI

Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut Jenis Kendaraan (unit)


Jenis Kendaraan di Provinsi DKI Jakarta

2018 2019 2020


Mobil Penumpang 2.789.377 2.805.989 3.365.467
Bus 295.601 295.370 35.266
Truck 541.375 543.972 679.708
Sepeda Motor 8.136.410 8 .194.590 16.141.380
Jumlah 11.762.763 11.839.921 20.221.821
Sumber : BPS DKI Jakarta
Arah kebijakan pemerintah provinsi DKI dalam penggunaan transportasi umum telah

di tetapkan dalam Perda 5 tahun 2014 tentang transportasi. Target dari pemerintah provinsi
DKI sebanyak 60% perjalanan penduduk menggunakan angkutan umum dengan di

implementasikannya Kawasan berorientasi Transit.

Tabel 1.2. Potensi Perkembangan Demand Angkutan Umum


1 KCI 920.000 / perjalanan harian
800,000–1.000.000
2 Transjakarta /perjalanan harian
3 MRTJ 100.000 / perjalanan harian
4 JAKPRO LRT 3.000 / perjalanan harian
5 RAILINK 6.000 / perjalanan harian
Sumber : Dinas Perhubungan

Selain itu pola tata guna lahan yang tidak beraturan juga menimbulkan kepadatan

akibat perjalanan yang terjadi karena adanya aktivitas-aktivitas yang tidak dapat disediakan

di kawasan tersebut. Maka diperlukan cara untuk mengurangi ketergantungan masyarakat

terhadap penggunaan kendaraan pribadi. Salah satu cara untuk mengurangi adalah dengan

membangun bangunan yang lebih padat dan penggunaan lahan campuran dengan tujuan

mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi, dengan membuat moda lain lebih

mudah diakses dan tersedia.

Memperkuat daerah perkotaan di sekitar stasiun kereta api yang ada dan yang baru,

dan mencegah penggunaan kendaraan pribadi, diharapkan menghasilkan manfaat yang

signifikan bagi kota, seperti peningkatan penggunaan moda perjalanan berkelanjutan untuk

perjalanan tertentu. Selain itu, kebijakan tersebut diharapkan dapat meningkatkan

kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat. Namun, dengan sebagian besar kota yang

telah dibangun, tantangan bagi para perencana untuk secara hati-hati mengembangkan

lingkungan perkotaan baru ini sambil memanfaatkan infrastruktur transportasi yang ada.
Transit Oriented Development (TOD) adalah konsep yang kompleks, melibatkan

multi kepentingan dan multi sektor untuk mengintegrasikan sistem transit dan tata guna

lahan. Transit Oriented Development (TOD) standart bertujuan untuk menjamin hak semua

orang dalam mengakses kota berjalan dan bersepeda dengan aman mencapai tempat tujuan

dengan angkutan umum yang cepat dan jadwal teratur secara mudah dan terjangkau, serta

mewujudkan hidup sehat tanpa bergantung pada kendaraan pribadi. Transit Oriented

Development (TOD) menekankan integrasi jaringan angkutan massal dengan moda tak

bermotor (terutama jalan kaki), dan berupaya mengurangi penggunaan moda bermotor.

Penerapan konsep TOD di Indonesia mengikuti pembangunan dan pengoperasian beberapa

proyek kereta api perkotaan: Palembang Light Rail Transit atau LRT (dibuka pada Juli

2018), Mass Rapid Transit Jakarta (dibuka pada Maret 2019), LRT Jakarta (dibuka pada

Desember 2019), dan lainnya yang masih dalam proses pembangunan, seperti LRT

Jabodetabek dan Kereta Cepat Jakarta-Bandung).

Untuk mendukung keberlanjutan megaproyek ini, Transit Oriented Development

(TOD) diharapkan tidak hanya mendorong penumpang transit dan mengejar keberlanjutan

perkotaan, tetapi juga berkontribusi sebagai sumber pendapatan tambahan yang diharapkan

dapat mensubsidi silang sistem transit dalam hal biaya operasional atau pengeluaran

investasi, atau keduanya. Unsur "pengembangan" dalam Transit Oriented Development

(TOD) menciptakan peluang untuk pengembangan properti serba guna baru dan, dengan

demikian, menghasilkan sumber pendapatan.

Karena Transit Oriented Development (TOD) melibatkan elemen transit, orientasi,

dan pengembangan sebagai satu paket, maka implementasi Transit Oriented Development

(TOD) membutuhkan komitmen dari pemangku kepentingan multi sektor mengemukakan


bahwa ada empat alat perencanaan strategis yang diperlukan untuk memastikan Transit

Oriented Development (TOD) yang efektif: (i) kerangka kebijakan strategis yang

menegaskan di mana pusat perlu ada dan pada jenis kepadatan dan campuran apa, (ii )

kerangka kebijakan strategis yang menghubungkan pusat-pusat dengan pangkalan angkutan

cepat, hampir selalu kereta listrik, (iii) dasar perencanaan hukum yang mengharuskan

pembangunan terjadi pada kepadatan dan desain yang diperlukan di setiap pusat, sebaiknya

difasilitasi oleh badan pembangunan khusus, Alat perencanaan strategis keempat terkait

dengan skema land value capture (LVC). Ini adalah perangkat strategis untuk pembiayaan

transit dan perencanaan kota, termasuk Transit Oriented Development (TOD), dan ada dua

jenis yang relevan: land value capture (LVC) berbasis pembangunan dan berbasis pajak.

Bonus rasio luas lantai dan konsolidasi tanah adalah dua dari instrumen land value capture

(LVC) berbasis pembangunan yang layak.

Menurut Institute Transportation & Development Policy (ITDP), Transit Oriented

Development (TOD) memiliki 8 prinsip utama yaitu Walk, Cycle, Transit, Connect, Mix,

Densify, Compact and Shift. Standar ini menjadi alat perencanaan kota di Indonesia dan

dapat membantu pemerintah, pengembang dan perencana kota untuk dapat menciptakan kota

yang dapat diakses oleh orang – orang dan menghubungkan dengan aman, terjangkau, dan

efisien ke tempat kerja, pendidikan dan kegiatan ekonomi mereka. Penerapan Standar

Transit Oriented Development (TOD) dapat meningkatkan standar pembangunan

infrastruktur dan transportasi umum dan menjadi lebih inklusif, yang berarti akan memenuhi

kebutuhan semua warga negara secara proaktif, tanpa memandang usia, kemampuan fisik,

demografi, dan pendapatan.


Bonus rasio luas lantai sama dengan penjualan hak atas udara, sedangkan konsolidasi

tanah mirip dengan penyesuaian kembali tanah atau skema pembangunan kembali perkotaan.

Selain kedua instrumen tersebut, land value capture (LVC) berbasis pembangunan dapat

mencakup penjualan atau sewa lahan dan pengembangan bersama. Pengembangan bersama

adalah “pengembangan fasilitas stasiun transit yang terkoordinasi dengan baik dan properti

pribadi yang berdekatan antara agen transit dan pengembang”. land value capture (LVC)

berbasis pajak, di sisi lain. Keempat alat perencanaan strategis ini biasanya ditetapkan oleh

pemerintah. Ketika alat sudah ada, implementasi Transit Oriented Development (TOD) akan

secara struktural tertanam dalam proses perencanaan kota, memungkinkan penggunaan lahan

dan pembangunan transportasi terintegrasi, seperti yang telah terbukti di kota-kota Eropa. Di

Indonesia konsep Transit Oriented Development (TOD) baru saja di adopsi dan dasar hukum

untuk perencanaan dan pelaksanaannya belum lengkap tingkat kompleksitas dan

ketidakpastian di antara para pemangku kepentingan dalam mengimplementasikan Transit

Oriented Development (TOD).

Tujuan pertama dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi apakah peraturan

pemerintah daerah dan peraturan nasional dan daerah terkait lainnya telah mencakup empat

alat perencanaan strategis yang diperlukan untuk pelaksanaan Transit Oriented Development

(TOD) dalam situasi demikian secara hipotesis dapat terjadi interkasi antara pemangku

kepentingan mengenai hal-hal yang belum diatur. Dalam kasus negara di mana penerapan

Transit Oriented Development (TOD) belum diatur dengan baik oleh pemerintah, sektor

swasta mungkin memiliki kesempatan untuk memimpin, terutama yang memiliki tanah.
Gambar 1.1. Peta Lokasi Kawasan Berorientasi Transit

Sumber PT. MRT

Gambar 1.2. Konsep TOD Dukuh Atas

Sumber PT. MRT

Berdasarkan latar belakang yang sudah dijabarkan diatas, penulis mengambil judul

penelitian Analisis Optimalisasi Integrasi moda transportasi publik dalam mewujudkan Transit

Oriented Development (TOD) di Kawasan Dukuh atas Jakarta. Penulis memfokuskan masalah

penelitian pada bagaimana implementasi kebijakan penerapan kawasan berorientasi transit di


wilayah Dukuh atas dan kendala – kendala yang dihadapi dalam mewujudkan Transit Oriented

Development (TOD) di Kawasan Dukuh atas Jakarta.

B. Identifikasi Masalah

Dalam penerapan konsep TOD di daerah dukuh atas Jakarta beberapa masalah

atau fenomena yang di hadapi antara lain

1. Implementasi kebijakan penerapan Kawasan Berorientasi Transit di wilayah Dukuh

Atas.

2. Proyek Stasiun LRT belum selesai dan jembatan penghubung antara stasiun LRT ke

stasiun Kereta Bandara.

3. Jalur pedesterian dan jalur sepeda yang belum dibangun

4. Ketidakteraturan yang terjadi akibat belum terintegrasinya penataan ruang dengan

penataan transportasi.

C. Pembatasan Masalah

Batasan permasalahan pada penelitian ini terkait

1. Bagaimana regulasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah saling tumpah

tindih dalam penerapan kawasan transit di dukuh atas?

2. Bagaimana implementasi penerapan TOD dikawasan dukuh atas Jakarta?

3. Bagaimana Jalur pedesterain dan jalur sepeda yang belum di bangun?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitiaan

1. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah tersebut maka tujuan penelitian ini adalah :

a. Untuk memberikan gambaran kondisi implementasi penerapan kawasan transit di

dukuh atas Jakarta.


b. Untuk memberikan gambaran kendala-kendala Proyek Stasiun LRT belum selesai

2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, baik

di kalangan akademis, praktisi, maupun bagi peneliti, yaitu :

a. Secara teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan sebagai masukan terhadap optimalisasi Integrasi

moda transportasi publik dalam mewujudkan Transit Oriented Development

(TOD) di Kawasan Dukuh atas Jakarta.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada staff yang

berkaitan dengan optimalisasi Integrasi moda transportasi public dalam

mewujudkan Transit Oriented Development (TOD) di Kawasan Dukuh atas

Jakarta.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi peneliti lain

terkait penelitian kualitatif tentang optimalisasi Integrasi moda transportasi public

dalam mewujudkan Transit Oriented Development (TOD) di Kawasan Dukuh

atas Jakarta.

b. Secara Praktis

Bagi Penulis, menambah wawasan bagi penulis tentang gambaran kendala –

kendala yang dihadapi dalam mewujudkan Transit Oriented Development (TOD).

Serta bertujuan untuk memenuhi persyaratan akademis dalam rangka

mendapatkan gelar Magister Manajemen ……….., program studi S2 Institut

Transportasi dan Logistik TRISAKTI.

Bagi ITLTrisakti
Diharapkan dapat memperkaya informasi, data dan kepustakaan serta

pengembangan ilmu bidang transportasi, terkait dengan evaluasi implementasi

penerapan Kawasan transit di dukuh atas jakarta.

Bagi Perusahaan

Penelitian ini bertujuan untuk sumbang pemikiran bagi perusahaan dan pemangku

kepentingan di lingkungan transportasi public agar permasalahan dan kendala

yang dihadapi dalam mewujukan Transit Oriented Development (TOD) dapat

diatasi untuk meningkatkan kelancaran pelayanan jasa pada Kawasan Dukuh atas

Jakarta

Anda mungkin juga menyukai