Anda di halaman 1dari 15

KONSEP INTEGRASI ANTARMODA TRANSPORTASI UMUM

MALANG RAYA

Esai PIA X UNS: Implementasi Integrasi Transportasi

Akhmad Rizki Ajie Prasetya 175060607111031

Pradamas Gifarry 175060607111024

Puput Santika Dewi 175060600111033


1. Latar Belakang
Transportasi merupakan proses perpindahan manusia dan barang
menggunakan sarana yang digerakkan oleh mesin (Andriansyah, 2015).
Transportasi berperan penting dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Kadir (2006),
peran transportasi adalah terciptanya kemudahan dalam distribusi barang,
peningkatan nilai lahan, penurunan harga barang, peningkatan usaha kecil,
pembentukan daerah dengan karakteristik khusus, proses perpindahan penduduk,
dan pemusatan penduduk.

Malang merupakan salah satu kota besar di Jawa Timur, dengan jumlah
penduduk pada tahun 2017 sebesar 874.862 jiwa dan pertumbuhan penduduk rata-
rata di kota ini sebesar 0,7 %. (BPS Kota Malang, 2018). Adanya sarana pendidikan
skala regional dan sarana penunjang lainnya seperti hotel dan pertokoan menjadi
daya penduduk untuk tinggal di kota ini. Berdasarkan RTRW Kota Malang 2011-
2031, kota ini ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Nasional, dengan fungsi sebagai
pusat pendidikan yang ditunjang dengan pariwisata, industri, dan perdagangan dan
jasa. Kota Malang juga menjadi penunjang bagi daerah sekitarnya dan merupakan
pusat dari kawasan metropolitan Malang raya, sehingga pergerakan dari dan
menuju kota ini sangat tinggi. Berdasarkan Rencana Induk Jaringan Jalan
Terintegrasi Malang Raya, pada tahun 2016 total jumlah arus kendaraan per jam
pada ruas jalan utama di Kota Malang sebesar 86.134 kendaraan. Hal tersebut
menyebabkan kemacetan pada jam sibuk di beberapa ruas jalan, seperti contohnya
ruas Jalan Soekarno- Hatta dan Jalan MT Haryono akibat tarikan dari aktivitas
pendidikan dan perdagangan jasa. Penyediaan transportasi publik menjadi alternatif
dalam pemecahan masalah kemacetan. Namun, berdasarkan kondisi eksisting,
moda transportasi masal perkotaan yang ada di Kota Malang hanya berupa
angkutan mobil penumpang. Oleh sebab itu, diperlukan penambahan moda
transportasi baru yang saling terintegrasi untuk mengatasi permasalahan yang ada.

Integrasi moda transportasi adalah pengembangan transportasi publik yang


saling terpadu secara utuh dari angkutan yang digunakan untuk distribusi manusia
dari tempat asal ke tujuan. (Maiyozzi Chairi et. al, 2017). Pengembangan
transportasi yang saling terintegrasi ditujukan untuk memberikan kemudahan
aksesibilitas dan kenyamanan penumpang, memangkas waktu tempuh perjalanan,

1
dan menghemat biaya transportasi. (ITDP, 2019). Integrasi transportasi umum juga
dapat mendorong orang untuk beralih untuk menggunakan transportasi umum,
sehingga dapat mengurangi beban jalan. Oleh karena itu, perencanaan integrasi
transportasi di Kota Malang sangat dibutuhkan untuk mewujudkan tata kelola
transportasi yang efektif dan efisien.

2. Isi
2.1 Tinjauan Kebijakan
Berikut ini merupakan kebijakan dalam RTRW Kota Malang tahun 2010-
2030 terkait dengan transportasi umum.
1. Pasal 11 ayat (2) poin a yaitu mendukung pengembangan transportasi kereta
api komuter.
2. Pasal 14 ayat (3) poin b
Mengembangkan sarana transportasi, dengan upaya :
 Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan angkutan umum;
 Mengadakan angkutan umum massal meliputi angkutan umum bus metro,
bus kota dan kereta api komuter;
 Membangun halte khusus untuk bus metro, bus kota, dan angkutan kota
(angkot) sebagai tempat menaikkan dan menurunkan penumpang dan
berfungsi untuk mencegah kemacetan;
 Meningkatkan kualitas dan kuantitas fasilitas penunjang beroperasinya
sarana transportasi.
3. Pasal 14 ayat (3) poin c
Mengembangkan prasarana transportasi, dengan upaya :
 Meningkatkan dan memperbaiki kualitas sarana dan prasarana terminal dan
sub terminal;
 Mengalihfungsikan Terminal Gadang menuju ke Terminal Hamid Rusdi;
 Membangun stasiun (shelter) dan halte baru dalam mendukung rencana
pengembangan kereta api komuter dan angkutan umum bus kota (bus rapid
transit)
4. Pasal 24
Rencana peningkatan sarana transportasi, sebagai berikut :

2
 Penambahan rute angkutan umum terutama pada wilayah-wilayah yang
belum terlayani yang sebagian besar masih berupa jalur pelosok ataupun
kompleks perumahan
 Pengadaan angkutan umum bus metro
 Pengembangan dan pengadaan kereta api komuter beserta prasarana
pelengkapnya (stasiun/shelter)
 Mendukung pembangunan jalur kereta api double track untuk lintasan
Malang – Surabaya
5. Pasal 27
Rencana peningkatan stasiun kereta api, meliputi :
 Pengembangan pemanfaatan lahan di sekitar stasiun untuk meningkatkan
kualitas dan kuantitas pelayanan kepada masyarakat pengguna moda;
 Pembangunan stasiun/shelter dan halte baru dalam mendukung rencana
pengembangan kereta api komuter.
2.2 Analisis
2.2.1 Analisis Pola Pergerakan
Pola pergerakan dapat dijelaskan oleh matriks asal tujuan dan dipetakan
menggunakan desire line. Kota Malang sebagai pusat metropolitan Malang Raya
menjadi tujuan pergerakan, baik menetap maupun hanya sebagai tempat singgah
sementara. Pergerakan di Kota Malang dibagi menjadi 2 (dua), yakni pergerakan
internal dan pergerakan eksternal.
Pergerakan eksternal dari dan menuju Kota Malang disebabkan oleh
pemusatan aktivitas yang terdapat di Kota Malang. Kota Malang merupakan pusat
kegiatan Pendidikan, Perdagangan dan Jasa, serta aktivitas penunjang lainnya bagi
daerah sekitarnya. Pergerakan menuju kota Malang tertinggi berasal dari Kepanjen,
Kabupaten Malang. dengan persentase 25-30% dari total pergerakan eksternal yang
melalui Malang. Hal tersebut dikarenakan ketergantungan masyarakat dari
Kabupaten Malang untuk melakukan kegiatan perdagangan dan pendidikan di Kota
Malang.

Pola pergerakan internal di Kota Malang didominasi oleh aktivitas dengan


tujuan bekerja, sekolah, dan perdagangan. Berdasarkan Rencana Induk Jaringan

3
Jalan Kota Malang Tahun 2016, diketahui bahwa Kecamatan Klojen menjadi tujuan
utama pergerakan internal Kota Malang. Hal tersebut dikarenakan adanya tarikan
kawasan perdagangan dan Jasa Skala Kota, Perkantoran, dan RTH Skala Kota.
Kecamatan Lowokwaru menjadi tujuan tertinggi kedua. Hal tersebut dikarenakan
adanya tarikan berupa penggunaan lahan pendidikan skala regional, yakni
Universitas Brawijaya, Universitas Islam Malang, Universitas Negeri Malang,
Politeknik Negeri Malang. Kecamatan Lowokwaru juga memiliki poergerakan
internal yang cukup tinggi. Hal tersebut dikarenakan adanya bangkitan berupa
perumahan serta tarikan berupa pendidikan dan perdagangan dan jasa yang saling
berdekatan. Oleh karena itu, dalam perencanaan transportasi umum kedepannya,
diperlukan penetapan rute pada daerah dengan tingkat pergerakan tinggi.

2.2.2 Pemilihan Moda


Interaksi antar guna lahan seringkali mengharuskan terjadinya perjalanan.
Pemilihan moda didefinisikan secara sederhana sebagai keputusan dalam memilih
jenis transportasi apa yang akan digunakan. Apabila terdapat lebih dari satu pilihan
moda, maka moda yang dipilih adalah yang memiliki rute terpendek, tercepat, atau
termurah, atau kombinasi diantara ketiganya. Moda transportasi umum yang pada
saat ini terdapat di Kota Malang adalah angkutan umum. Kinerja pelayanan
angkutan umum Kota Malang perlu ditingkatkan dalam hal kenyamanan (Bakhitar,
2018). Kebutuhan akan moda transportasi umum di Kota Malang akan terus
meningkat terkait dengan jumlah penduduk yang tinggi. Berdasakan penelitian
yang telah dilakukan mengenai Evaluasi Kinerja Angkutan Umum pada Tahun
2018 diperoleh hasil analisis mengenai pemilihan moda di Kota Malang sebagai
berikut:

4
Gambar 1: Hasil Analisis Pemilihan Moda Alternatif Angkutan Umum Oleh Masyarakat Kota
Malang
Sumber: Bakhtiar, A

Berdasarkan pie chart diatas dapat diketahui bahwa LRT dan BRT menjadi
pilihan masyarakat Kota Malang dalam memilih moda angkutan umum. BRT
menjadi alternatif penilihan moda transportasi Kota Malang karena diharapkan
akan memberikan nilai lebih pada tingkat ketepatan waktu dan tingkat kesusaian
tarif. Moda Trem (LRT) pada essai ini diganti dengan kereta komuter. Beberapa
pertimbangan yang mendasari komuter line menjadi alternatif moda yang lain
adalah telah tersedianya rel kereta api di Kota Malang. Selain itu, kapasitas jalan di
Kota Malang belum memungkinkan untuk diberi jalur bagi trem.
2.2.3 Pemilihan Rute
Pemilihan rute untuk bus rapid transit kota Malang didasarkan pada
pergerakan yang dihasilkan dari masing-masing kecamatan. Pergerakan yang
dihasilkan dari masing-masing kecamatan berupa data desire line. Data desire line
didapatkan dari Rencana Industri Jaringan Jalan Kota Malang tahun 2016 dan
merupakan hasil home interview survey. Berikut adalah data desire line pergerakan
dari masing-masing kecamatan
Tabel 1: Desire Line Per Kecamatan Kota Malang
Blimbing Kedungkandang Klojen Lowokwaru Sukun
Blimbing 6,05% 20,7% 20,12% 2,15%
Kedungkandang 5,92% 19,57% 13,22% 4,11%
Lowokwaru 5,45% 1,92% 12,5% 2,56%
Sukun 5,01% 1,35% 22,35% 18,69%

5
Sumber: Rencana Induk Jaringan Jalan, 2016
Berdasarkan Tabel 1 di atas, dapat disimpulkan bahwa pergerakan terbesar
menuju ke Kecamatan Klojen dan Lowokwaru. Maka, rute BRT yang direncanakan
akan melewati dua kecamatan tersebut.

Gambar 2: Rencana Rute BRT Kota Malang

Berdasarkan Gambar 2, kami merencanakan 4 rute BRT berdasarkan


sebaran pergerakan di Kota Malang. Berikut merupakan penjelasan rute BRT Kota
Malang (Tabel 2)

Tabel 2: Rencana Rute BRT Kota Malang


Nama Rute Trayek Panajng (km)
M1 Arjosari – Hamid Rusi 14,2
M2 Arjosari – Landungsari 13,6
M3 Mulyorejo – Kota Baru 12,7
M4 Madyopuro – Kota Baru 5,1
Sumber: Hasil Rencana (2019)

2.3 Rencana
2.3.1 Rencana Integrasi Antar Moda
A. Rencana Moda

6
Moda yang akan digunakan dalam perencanaan integrasi antarmoda adalah
BRT dan kereta komuter. Kereta komuter akan dikembangkan pada jalur eksisting
Lawang – Kepanjen, untuk mengakomodasi pergerakan antar wilayah di Malang
Raya. BRT merupakan sistem transportasi berbasis bus yang berkapasitas dan
berkecepatan tinggi, serta memiliki kualitas layanan yang baik dengan biaya yang
relatif murah. Rekomendasi armada yang digunakan adalah Bus Maxi. Adapun
spesifikasi Bus Maxi adalah sebagai berikut: (Gambar 3, terlampir)
a. JBB sebesar 16.000-24.000 kg.
b. Ukuran panjang keseluruhan berkisar di antara 12.000 - 13.500 mm.
c. Ukuran lebar keseluruhan berkisar di antara 2.500-4.200 mm serta tinggi
kendaraan tidak lebih 1,7 kali lebar kendaraannya.
B. Rencana Transit Interchange
Salah satu komponen dari integrasi antarmoda adalah adanya transit
interchange, yaitu tempat di mana pengguna transportasi umum dapat berpindah
moda untuk melanjutkan perjalanan. Komponen integrasi transportasi yang perlu
dipenuhi adalah cepat dan mudah dan terjangau (ITDP, 2019). Berikut adalah
penjelasan dari komponen integrasi transportasi
 Cepat dan mudah
Komponen cepat dan mudah terdiri dari tiga komponen, yaitu koneksi
langsung, penyeberangan langsung dan fasilitas pejalan kaki dalam radius 500
meter. Stasiun dan halte perlu terkoneksi secara langsung. Integrasi simpul
antara terminal dan halte karena hal ini sangat bermanfaat untuk penumpang
yang akan berpindah moda. Keuntungan yang didapatkan adalah penurunan
waktu tunggu, waktu transfer, dan jarak berjalan kaki.
Komponen kedua adalah penyeberangan langsung. Hal ini sangat penting,
terutama jika stasiun dan halte terletak berseberangan. Fasilitas penyeberangan
dapat dibuat menggunakan jembatan penyeberangan orang (JPO), namun harus
memperhatikan aspek inklusivitas terutama bagi kaum difabel, seperti
penambahan lift, ramp dan guiding block. JPO juga harus memperhatikan
standar kemiringan maksimal ramp yang ditetapkan Kementerian Pekerjaan
Umum yaitu sebesar 8%. Kami sendiri merekomendasikan penggunaan

7
penyeberangan sebidang dengan mempertimbangkan kemudahan akses dan
waktu tempuh menuju simpul.
Komponen ketiga adalah fasilitas pejalan kaki dalam radius 500 meter. Prinsip
dasarnya adalah perbaikan aksesibilitas dan fasilitas pejalan kaki dalam radius
500 meter dari simpul transportasi. Penambahan kenyamanan untuk pejalan
kaki berupa koridor yang terlindung dari cuaca, penghijauan, aktivasi trotoar
dan muka bangunan. Perlindungan dari cuaca untuk trotoar dapat menerapkan
peneduh seperti kanopi. Kemudian, perlu dibuat trotoar yang lebar untuk
menampung pergerakan pejalan kaki yang naik turun di satu simpul. Serta
perlunya penerangan yang cukup agar dapat menciptakan rasa aman dan muka
bangunan aktif untuk menciptakan suasana berjalan kaki yang menyenangkan.
(ITDP, 2019)
 Terjangkau
Kereta komuter dan BRT sebagai satu kesatuan layanan memberikan
kemudahan akses berpindah moda dengan fitur satu kali pembayaran dan tarif
yang terintegrasi. Integrasi pembayaran dapat menggunakan sistem yang
berbasis waktu, di mana satu kali pembayaran berlaku pada satu satuan waktu
atau berbasis perjalanan, di mana satu kali pembayaran berlaku pada beberapa
perjalanan atau satu satuan jarak.

Selain BRT, kereta komuter juga direncanakan melayani wilayah Malang Raya
(Kota Malang dan Kabupaten Malang) dengan memanfaatkan jalur dan stasiun
yang sudah ada. Terdapat 7 stasiun yang melayani penampang, yaitu Malang Kota
Baru, Malang Kota Lama dan Blimbing yang terletak di Kota Malang dan Lawang,
Singosari, Pakisaji dan Kepanjen yang terletak di Kabupaten Malang. Tiga staisun
yang terletak di Kota Malang terintegrasi dengan moda BRT. Berikut merupakan
peta rencana integrasi antarmoda transportasi umum Kota Malang dan rencana
integrasi antarmoda (Gambar 4 dan Gambar 5, terlampir).
C. Rencana Fasilitas dan Aksesibilitas
 Penyeberangan sebidang
Penyeberangan sebidang merupakan fasilitas penyeberangan yang
menggunakan zebra cross sebagai penyeberangan untuk berpindah moda,
mengawali atau mengakhiri perjalanan. Penyeberangan sebidang dapat

8
menggunakan sistem fixed timing, terutama penyeberangan yang terletak di
persimpangan atau menggunakan pelican crossing, yang mengharuskan
pengguna memencet tombol untuk mengaktifkan lampu isyarat berhenti
untuk kendaraan. Pertimbangan kami menggunakan penyeberangan
sebidang adalah waktu tempuh menuju simpul yang lebih cepat tanpa
memutar di JPO, tidak perlu pembangunan JPO yang memakan ruang di
trotoar, pertimbangan biaya dan inklusivitas bagi kaum difabel.
 Aksesibilitas
Perlunya signage dan wayfinding untuk memberi informasi di mana letak
halte atau stasiun. Signage dipasang di halte dan membuat informasi seperti
kode rute, nama halted an informasi rute. Sementara wayfinding dipasang di
pintu masuk atau keluar terminal atau stasiun, memuat informasi yang lebih
lengkap. Informasi yang terdapat di wayfinding adalah nama halte, nama
jalan, informasi rute, informasi integrasi antarmoda, penunjuk arah dan peta
orientasi lokasi. Berikut merupakan signage dan wayfinding yang akan
diterapkan (Gambar 6 dan Gambar 7, terlampir)
 Perbaikan dan fasilitas trotoar
Trotoar sebagai fasilitas pejalan kaki memainkan peran penting dalam
integrasi transportasi karena perpindahan moda berbasis pada pejalan kaki.
Trotoar perlu dilebarkan di beberapa titik dan dilakukan perbaikan. Serta
pemasangan guiding block untuk tunanetra dan fasilitas peneduhan seperti
kanopi atau penghijauan juga penting agar tercipta rasa nyaman berjalan
kaki.

2.3.2 Rencana Sistem E-Ticketing


E-Ticketing merupakan suatu cara mendokumentasikan proses aktivitas
perjalanan tanpa perlu mengeluarkan dokumen secara fisik maupun tiket berupa
kertas (Ng-Kruelee dan Swarman, 2006). Pada kasus layanan sistem e-ticketing
yang berlaku di komuter Jabodetabek penggunaan sistem ini mampu meningkatkan
14%-15% jumlah penumpang. Penggunaan sitem e-ticketing diharapkan akan
mampu menarik banyak orang untuk memilih transportasi umum.
Pergerakan di Kota Malang sangat tinggi. Hal ini dipengaruhi karena
banyak universitas dan pusat-pusat kegiatan di Kota Malang. Penerapan sistem e-

9
ticketing dimaksudkan untuk mengefisiensikan waktu penumpang dalam membeli
ticket. Rekomendasi untuk sistem e-ticketing di Kota Malang adalah dengan
menerbitkan kartu khusus untuk naik transportasi umum dan aplikasi online
ticketing di smartphone. Sebelum mendapatkan akses e-ticketing pengguna harus
terlebih dahulu mendaftarkan diri ke server. Setelah itu, pengguna dapat
mendapatkan kartu yang dapat diisi saldo melalui internet banking maupun mobile
banking untuk kemudahan bertransaksi. Begitu pula dengan aplikasi e-ticketing
yang diterapkan pada smartphone. Penggunaan aplikasi pada smartphone ini
ditujukan agar memberikan kemudahan bagi penumpang terutama masyarakat usia
muda yang sanat dekat dengan smartphone. Masing-masing penggguna akan
mendaftarkan diri, mengisi saldo, dan mendapat barcode di smartphone. Oleh
karena penerapan sistem e-ticketing ini tentunya pada setiap moda transportasi
umum disediakan mesin e-ticketing baik di stasiun kereta komuter maupun di
dalam BRT.
3. Penutup
Pada tahun 2016 total jumlah arus kendaraan pada ruas jalan utama di Kota
Malang telah mencapai 86.134 kendaraan. Hal tersebut menyebabkan kemacetan
pada jam sibuk di beberapa ruas jalan. Integrasi antarmoda transportasi umum dapat
menjadi alternatif untuk mengatasi masalah kemacetan. Berdasarkan hasil analisis,
rekomendasi untuk mengatasi permasalahan kemacetan di Kota Malang adalah
mengintegrasikan BRT dengan Commuter Line. Terdapat 4 trayek yang
direkomendasikan untuk pengembangan rute moda BRT. Keempat rute tersebut
adalah Arjosari-Hamid Rusdi, Arjosari-Landungsari, Mulyorejo-Kota Baru, dan
Madyopuro-Kota Baru. Pemilihan rute ini didasarkan atas pola pergerakan internal
Kota Malang. Sementara itu pengembangan moda Commuter Line dilakukan
dengan mengoptimalisasikan rel kereta api dan 7 titik stasiun yang sudah tersedia.
Rekomendasi penggunaan commuter line tidak terbatas hanya untuk melayani
pergerakan internal Kota Malang. Commuter line dapat diakses penglaju wilayah
Malang Raya. Konsep integrasi moda dalam rekomendasi ini dituangkan dalam
peletakkan titik halte dan stasiun yang berdekatan. Untuk mempermudah dan
mengefektifitaskan waktu penumpang, biaya perjalanan difasilitasi menggunakan
sistem e-ticketing.

10
DAFTAR PUSTAKA
Alhabsyi, F.A., Astuti, E.S. & Riyadi. (2018). Kesuksesan Implementasi E-
Ticketing (Studi Kasus Pada Pt. Kereta Api Indonesia (Persero) Tentang
Bussiness To Customer di Stasiun Kota Malang). Jurnal Administrasi
Bisnis. (63):148-157

Andriansyah. 2015. Manajemen Transportasi dalam Kajian Teori. Jakarta: FISIP


Univ Prof. Dr, Moestopo Beragama.

Bakhtiar, A. (2018). Evaluasi Kinerja Angkutan Umum Kota Malang. JU-Ke.


(2):142-158.

GTZ. 2002. Transportasi Berkelanjutan: Panduan Bagi Pembuat Kebijakan di Kota-


kota Berkembang. Eschborn: TZ Verlagsgesellschaft mbH
ITDP. 2019. Pedoman Integrasi Antarmoda. Jakarta: ITDP Indonesia.

Maiyozzi Chairi et. al. 2017. Perencanaan Integrasi Layanan Operasional Antar
Moda Railbus dan Angkutan Umum di Padang. Jurnal Rekaysasa Sipil, 1-
12.

Peraturan Daerah (Perda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Malang
Tahun 2010-2030.

Tamin, O.Z.,(2000) . Perencanaan dan Permodelan Transportasi. Bandung,


Indonesia: Penerbit ITB

11
LAMPIRAN

Gambar 3: Bus Maxi


Sumber: Saptono (2017)

Gambar 4 : Peta Rencana Integrasi Antarmoda Transportasi Umum Kota Malang


Sumber: Hasil Rencana (2019)

12
Gambar 5 : Rencana Integrasi Antarmoda Transportasi Umum Kota Malang
Sumber: ITDP (2019)

Gambar 6 : Desain Signage Transjakarta


Sumber: ITDP (2019)

13
Gambar 7 : Wayfinding
Sumber: Hasil Rencana (2019)

14

Anda mungkin juga menyukai