Anda di halaman 1dari 11

PENGEMBANGAN PRASARANA FEEDER MENUJU HALTE KORIDOR 2

BUS RAPID TRANSIT (BRT) MAMMINASATA

DEVELOPMENT OF FEEDER INFRASTRUCTURE LEADING TO BUS


STOP OF BUS RAPID TRANSIT (BRT) OF CORRIDOR 2 MAMMINASATA.

1
Hukmia, 2Bambang Heryanto, 2Baharuddin Hamzah
1
Teknik Perencanaan Prasarana, Universitas Hasanuddin
2
Teknik Arsitektur, Universitas Hasanuddin

Alamat Korespondensi:

Hukmia
Jl. Ujung Bori, Kompleks Graha Janna Blok D/5
HP: 081355156391
Email: Umyhukmia@yahoo.com
ABSTRAK
Saat sekarang ini peran transportasi semakin penting dan strategis, transportasi sebagai sarana alat angkut, media
penghubung dalam menggerakkan aktifitas pemindahan barang dan manusia. Penelitian ini bertujuan 1).
Mengidentifikasi pola pergerakan penduduk di lokasi penelitian yaitu Kecamatan Tamalate, Mariso, Wajo,
Ujung Pandang, Bontoala dan Panakukang ke pusat-pusat kegiatan sosial dan ekonomi yang terdapat di dalam
Kota Makassar, 2). Mengkaji moda apa yang digunakan penduduk ke Halte koridor 2 bus rapid transit
Mamminasata, merumuskan arahan pola pengembangan prasarana feeder koridor 2 bus rapid transit
Mamminasata. Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental dan bersifat deskriptif kuantitatif dan
kualitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan wawancara terhadap 100 responden yang berada di
pemukiman, dan 142 responden di titik simpul feeder. Data dianalisis dengan menggunakan matriks asal tujuan
(MAT) dan deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan pergerakan penduduk di lokasi simpul feeder
dan pemukiman lebih cenderung menggunakan kendaraan pribadi dibandingkan angkutan umum massal (BRT
Mamminasata) dan pergerakan mengarah pada pusat kota (Kecamatan Wajo dan Panakukang) dengan tujuan
bekerja dan berbelanja. Feeder yang digunakan penduduk menuju halte koridor 2 BRT Mamminasata yaitu
menggunakan sepeda motor dan pete-pete. Pengembangan feeder dengan konsep TOD koridor dan konsep TOD
simpul.

Kata Kunci : Transportasi, Feeder, Angkutan Umum Massal.

ABSTRACT
At present a transport role is increasingly important and strategic, transportation as a mean of conveyance,
media liaison in moving goods and people moving it. The research aimed at :1). identifying the population
movement patterns from the research location and its surrounding areas to the social and economic activity
centres situated in Makassar city, 2). Examining the modes used by the population leading to the bus stop of the
bus rapid transit of the corridor 2 Mamminasata, formulating the direction pattern the development of the feeder
infrastructure of the bus rapid transit of the corridor 2 Mamminasata. This was a non-experimental research,
and it use a quantitative and qualitative descriptive method. Data were collected through an observation and
interview on 100 respondents were in the settlements, and 142 respondents who were in the feeder nodes. The
data were analysed using the origin destination matrix (MAT) and quantitative descriptive method. The research
result indicates that the population movement in feeder node locations and settlements is more likely to use the
private vehichles compared with the mass public transportation (BRT Mamminasata), and the movement leads to
the city centre (wajo and panakukang districts) with the goals for working and shopping. The feeder used by the
population leading to bus stop of the corridor 2 of BRT Mamminasata are at the bus stop 1 using motor cycles,
at feeder bus stop 2 using small public transportation (pete-pete) and at the bus stop 3 using motor cycles. The
feeder development at the bus stop uses the concept of Tod Corridor and node TOD concept.

Key word : Transportation, Feeder, Bus Rapid Transit


PENDAHULUAN
Permasalahan transportasi pada dasarnya adalah terjadinya ketidak efisienan sistem
transportasi antara lain disebabkan oleh tidak adanya integrasi yang baik antara sub-
sistemnya. Kebutuhan akan transportasi merupakan kebutuhan turunan (derived demand),
dimana pergerakan yang terjadi merupakan akibat dari adanya pergerakan untuk memenuhi
kebutuhan yang dapat timbul akibat adanya pemisahan lokasi aktivitas. Dengan demikian,
sistem kegiatan (land use) merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam perencanaan
transportasi. Pemisahan aktivitas membutuhkan pelayanan jaringan jalan, yang selanjutnya
menimbulkan adanya pergerakan lalu lintas (traffic). Sistem kegiatan, sistem jaringan dan
sistem pergerakan (traffic) merupakan tiga sub-sistem yang saling terkait yang perlu
dikendalikan dan diselaraskan guna menunjang terciptanya sistem transportasi yang baik.
Selain itu, perkembangan alami dan binaan kota-kota yang begitu cepat dengan
peralihan status dari kota kecil, menengah, besar, dan metropolitan sampai megapolitan oleh
Kusbiantoro (2004), telah memacu peningkatan mobilitas penduduk perkotaan atau
sebaliknya yaitu ketersediaan transportasi telah meningkatkan mobilitas tersebut.
Kota Makassar dengan luas wilayah ± 175,77 Km2 (BPS, 2013), yang merupakan
pusat dari berbagai kegiatan di Kawasan Indonesia Timur diantaranya kegiatan bisnis,
ekonomi, dan pemerintahan. Perkembangan masyarakat Kota Makassar ke arah pinggiran
merupakan fenomena perkembangan wilayah perkotaan, dimana kebutuhan ruang terbangun
sebagai permukiman semakin meningkat. Perkembangan tersebut merupakan fenomena urban
sprawl yang terjadi pada Kota Makassar, menurut Harvey and Clark (1971), urban sprawl
mengacu pada perluasan berkelanjutan disekitar kota besar, dimana selalu ada zona lahan
yang berada dalam proses konversi dari lahan pedesaan menjadi guna lahan perkotaan atau
lahan non terbangun menjadi terbangun. Perkembangan pinggiran Kota Makassar diikuti
dengan perkembangan aktivitas perdagangan, komersial, dan infrastruktur sebagai pendukung
aktivitas masyarakat.
Kajian penelitian yang dilakukan oleh studi penyusunan pola transportasi makro
(PTM) Maminasata (2011), menguraikan bahwa jumlah kendaraan di kota Makassar adalah
879.593 unit, terdiri dari kendaraan khusus 347 unit, mobil penumpang 106.419 unit, mobil
beban 44.634 unit, mobil bus 16.717 dan sepeda motor 711.476 unit, dengan rata- rata
pertumbuhan pertahun 12.42 %. Dengan membandingkan pertumbuhan jalan dengan
pertumbuhan kendaraan bermotor tersebut, maka menunjukkan angka yang tidak seimbang.
Artinya pertumbuhan kendaraan bermotor lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan
prasarana jalan. Akibat dari ketidak seimbangan tersebut, terjadilah kepadatan lalu lintas yang
cenderung mengarah kepada kemacetan lalu lintas di hampir ruas-ruas jalan utama kota
Makassar.
Masalah ini menjadi semakin penting untuk dianalisis karena setiap tahun penduduk
semakin bertambah dan pemukiman di daerah pinggiran makin menjamur dan makin padat.
Jumlah pergerakan penduduk dalam Kota Makassar adalah 1.063.753 perjalanan per hari.
Sebagian besar dengan tujuan bekerja dan belajar. Jumlah perjalanan ini terbagi dalam ±40%
home-based work trips, ±30% home-based education trips, ±15% adalah home-based
shopping trips. Angka tersebut (85%) menunjukkan pergerakan transportasi cenderung ke
pusat kota yang terkonsentrasi pada pusat kegiatan sosial dan ekonomi (Veronica, 2010).
Pergerakan penduduk yang menuju pusat kota pada jam-jam puncak menjadi problem
transportasi perkotaan. Namun dari segi supply pelayanan angkutan umum perkotaan tidak
merata sampai titik pemukiman yang ada di daerah pinggiran (sub urban). Indikasi tersebut
tercermin dari fenomena penggunaan kendaraan pribadi di wilayah pinggiran yang semakin
tinggi.
Pada umumnya, peningkatan pemilikan kendaraan pribadi merupakan cerminan hasil
interaksi antara peningkatan taraf hidup dan kebutuhan mobilitas penduduk di daerah
perkotaan. Peningkatan penggunaan kendaraan pribadi juga di dukung karena sampai saat ini
kota Makassar tidak mempunyai angkutan umum selain pete-pete. Jumlah pete-pete yang ada
di Kota Makassar saat ini mencapai 5.140 unit yang melayani sebagian besar pergerakan
penduduk, sedangkan jumlah ideal angkutan kota untuk Kota Makassar adalah kurang lebih
2.600 unit (Dishub Kota Makassar, 2012), maka dampak langsung dari peningkatan tersebut
adalah mendorong potensi pergerakan yang lebih dinamis di setiap penggunaan lahan yang
menyebabkan beberapa ruas jalan yang dilalui angkutan kota akan saling tumpang tindih dan
sangat potensial menimbulkan kemacetan, polusi udara pun tidak bisa terhindari.
Mengantisipasi terjadinya kemacetan lalu lintas yang sangat parah seperti yang telah
terjadi di kota-kota besar lainnya, saat ini pemerintah Kota Makassar telah melakukan
perencanaan Bus Rapid Transit (BRT) dengan Busway. Seiring dengan dioperasikannya Bus
Rapid Transit (BRT) Mamminasata pada tanggal 14 Maret 2013 lalu maka dipandang perlu
untuk menyusun suatu pola angkutan pengumpan (feeder) yang sesuai untuk menghubungkan
pusat-pusat pemukiman menuju lintasan-lintasan yang dilalui Bus Rapid Transit, tujuannya
yaitu mengidentifikasi pola pergerakan penduduk di lokasi penelitian dan sekitarnya ke pusat-
pusat kegiatan sosial dan ekonomi yang terdapat di dalam Kota Makassar, mengkaji moda apa
yang digunakan penduduk ke Halte koridor 2 bus rapid transit Mamminasata, merumuskan
arahan pola pengembangan prasarana feeder koridor 2 bus rapid transit Mamminasata.
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian dan Lokasi Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental dan bersifat deskriptif
kuantitatif dan kualitatif, yang merupakan jenis studi kasus dengan pengamatan langsung
dilapangan yang memberikan gambaran terhadap objek yang diteliti. Penelitian dilakukan di
koridor 2 Bus Rapid Transit Mamminasata yaitu Kecamatan Mariso, Tamalate, Bontoala,
Ujung Pandang, Wajo dan Panakukang Kota Makassar.
Variabel Penelitian
Semakin sederhana suatu rancangan penelitian semakin sedikit variabel penelitian yang
akan digunakan. Untuk indikator pergerakan penduduk variabel yang digunakan adalah asal
dan tujuan, frekuensi pergerakan, waktu perjalanan dan jarak, indikator pemilihan moda
variabelnya adalah sepeda motor, sepeda, becak, ojek, bentor, pete-pete.
Populasi dan Sampel
Populasi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah penduduk yang tinggal dan
melakukan pergerakan di lokasi penelitian. Penelitian ini membagi 2 (dua) teknik sampling
yaitu sampel di simpul perpindahan moda yang bertujuan menilai bangkitan perjalanan (asal
tujuan pergerakan) dan aktivitas transportasi serta sampel di wilayah permukiman untuk
mengetahui pemilihan moda feeder yang di gunakan menuju halte koridor 2 Bus Rapid
Transit Mamminasata.
Teknik Analisis
Dalam menganalisis data yang telah dikumpulkan dalam penelitian ini menggunakan
analisis matriks asal tujuan, digunakan untuk mengetahui potensi pergerakan yang terjadi di
lokasi penelitian. Analisis ini di dasarkan pada identifikasi pergerakan orang yang dilakukan
mengacu pada pendekatan terhadap pendapat responden (masyarakat) dalam menghadapi
berbagai pilihan alternatif kondisi.

HASIL
Pola pergerakan penduduk di lokasi penelitian
Asal tujuan di lokasi simpul (feeder). Peta pola pergerakan penduduk di lokasi simpul
(gambar 1) di lihat dari jumlah perjalanan yang terjadi berdasarkan tujuan bergerakan yang
terbanyak adalah pengunjung pasar sentral yaitu 25 orang atau 17,6 %, MTC 17 orang atau
11,9%, dan 7 % untuk bekerja dari total responden. Dapat disimpulkan bahwa pergerakan
yang terjadi di lokasi simpul setiap harinya cukup bervariasi, yaitu untuk bekerja, pendidikan
(sekolah/kuliah/kursus), dan belanja/rekreasi.
Asal tujuan di Pemukiman. Dari tabel matrik asal tujuan di pemukiman (tabel 1) dapat
dilihat bahwa jumlah pergerakan penduduk di pemukiman terbanyak di Kecamatan Wajo
yaitu 45 % dan Kecamatan Panakukang yaitu 27 % dari total responden di pemukiman. Pola
pergerakan penduduk di pemukiman secara dominan terdapat pada Kecamatan Wajo dan
Kecamatan Panakukang, hal ini terjadi karena kedua Kecamatan tersebut merupakan pusat
kota dengan berbagai jenis penggunaan lahan yang ada di dalamnya. Aktivitas yang dominan
dilakukan penduduk adalah bekerja dan berbelanja dengan lokasi tujuan pusat kota
(Kecamatan Wajo dan Panakukang), hal ini disebabkan karena lokasi dan aksesibilitas yang
mudah di jangkau dan pilihan kebutuhan beraneka ragam yang di sediakan di pusat kota
sehingga penduduk lebih cenderung melakukan pergerakan ke pusat kota.
Angkutan Pengumpan (feeder) Yang di Gunakan ke Halte Koridor 2 BRT Mamminasata
Dari hasil kuisioner dapat dilihat bahwa feeder yang diinginkan menuju halte koridor 2
BRT Mamminasata pada halte 1 dan 2 yaitu sepeda motor (gambar 2) , pada halte 3 yaitu
pete-pete (gambar 3) dan halte 4 yaitu sepeda motor (gambar 4).
Pengembangan Feeder Menuju Halte Koridor 2 BRT Mamminasata Dengan Konsep TOD
Pengembangan feeder di Halte 1,2 dan 4 yaitu TOD Koridor. Pengembangan feeder
dengan konsep TOD koridor ini di dasarkan pada penggunaan lahan sekitar halte dan feeder
yang diinginkan penduduk menuju halte 1, 2 dan 3 yaitu sepeda motor, dimana fungsi
kegiatan di sekitar halte sangat beragam yaitu fasilitas perdagangan dan jasa, rumah sakit,
perkantoran, dan pemukiman. Penerapan konsep TOD koridor pada halte ini, dapat
mengurangi jumlah kendaraan yang bergerak ke pusat kota. Namun, masih memerlukan
peningkatan kualitas sarana dan prasarana pendukung. Pembangunan secara compact, dapat
mencegah sprawl sehingga, menghemat pengunaan lahan. Manfaat yang lain adalah dapat
mengurangi polusi/emisi yang dapat merusak lingkungan. Sistem ini telah diterapkan pada
kota-kota besar di dunia sebagai bagian dari pengelolaan kepadatan lalu lintas. Penduduk
dapat tetap menggunakan kendaraan pribadi atau angkot (pengumpan/feeder) dari rumah
menuju lokasi park and ride, kemudian berganti ke moda angkutan massal ke pusat kota.
Pengembangan feeder di halte 3 yaitu dengan TOD simpul. Pengembangan feeder di
halte 3 dengan konsep TOD simpul dimana pengembangan di dasarkan pada lokasi halte yang
sangat strategis berada di pusat perdagangan dan jasa serta kondisi eksisting sekitar halte 3
hampir dilalui semua trayek jalur angkutan umum (pete-pete). Permasalahan transportasi
sangat erat hubungannya dengan penggunaan lahan,semakin tinggi bangkitan dan tarikan yang
di timbulkan semakin berpotensi menimbulkan kemacetan, dalam penelitian ini penggunaan
lahan dan moda transportasi yang digunakan penduduk dalam melakukan aktivitas setiap hari
cenderung menggunakan kendaraan pribadi hal ini tentunya akan berdampak pada masalah
kemacetan dan polusi udara. Penerapan sistem transit memberikan dampak positif yaitu
kesehatan meningkat dengan berjalan kaki, biaya transportasi berkurang sehingga dapat
memperoleh kualitas hidup yang lebih baik.

PEMBAHASAN
Penelitian ini menunjukkan bahwa pergerakan penduduk di lokasi simpul dan
pemukiman lebih cenderung menggunakan kendaraan pribadi dibandingkan BRT. Bus Rapid
Transit yang beroperasi saat ini belum mampu menatir minat penduduk untuk beralih dari
kendaraan pribadi ke angkutan umum (BRT) hal ini disebabkan karena waktu tempuh yang
lama dan tempat pemberhentian BRT yang terdapat di 4 halte (DED Mamminasata).
Setiap sistem kegiatan atau tata guna lahan mempunyai jenis kegiatan tertentu yang
akan membangkitkan pergerakan dan akan menarik pergerakan. Dimana pola sebaran tata
guna lahan sangat mempengaruhi pola perjalanan penduduk. Tata guna lahan sangat terkait
dengan jumlah bangkitan perjalanan, sehingga untuk mempelajari bangkitan perjalanan kita
perlu terlebih dahulu mengetahui tata guna lahan daerah yang akan di teliti. Guna lahan
menunjukan kegiatan perkotaan yang menempati petak yang bersangkutan (Arif, 2013).
Penelitian di dasarkan pada teori yang menghubungkan antara variabel dan indikator.
Berdasarkan Pedoman Teknik Perencanaan Halte dan Pemberhentian Bus menurut Direktorat
Jenderal Perhubungan Darat (1996), ada beberapa hal yang menjadi persyaratan umum tempat
pemberhentian kendaraan penumpang umum adalah berada di sepanjang rute angkutan
umum/bus, terletak pada jalur pejalan kaki dan dekat dengan fasilitas pejalan kaki, diarahkan
dekat dengan pusat kegiatan atau pemukiman, tidak mengganggu kelancaran arus lalu lintas,
penempatan fasilitas tambahan tidak boleh mengganggu ruang bebas pandang. Untuk sistem
park and ride secara umum di definisikan sebagai perilaku parkir pada fasilitas parkir tertentu
dan berpindah ke transportasi publik untuk melakukan perjalanan ke satu tujuan. sistem Parkir
ini banyak diterapkan sebagai bagian dari manajemen transportasi (O’Flaherly, 1997).
Berdasarkan hal tersebut diatas penduduk di lokasi penelitian lebih memilih berjalan
kaki menuju halte di jarak + 200 – 500 m dengan alasan hemat biaya, hal ini sesuai dengan
konsep dasar transit oriented development yaitu sebuah konsep pengembangan kota dimana
usaha yang dilakukan adalah memasukkan berbagai fungsi kegiatan (mixed-used/intensifikasi)
di area sekitar stasiun transit hingga sejauh radius yang dapat dijangkau pejalan kaki (yaitu ±
400 m atau sama dengan jarak tempuh berjalan kaki selama 10 menit).
Penerapan sistem transit, dapat membantu dalam penghematan konsumsi energi.
Memaksimalkan pengunaan angkutan massal, mengurangi pengunaan kendaraan bermotor
dapat mengurangi jumlah kendaraan pada ruang lalu lintas, kemacetan dapat dihindari
sehingga lebih menghemat biaya dan penggunaan bahan bakar.
Angkutan pengumpan bisa berpengaruh pada perkembangan angkutan umum massal.
Moda ini menarik minat calon penumpang untuk menggunakan moda umum. Harapan
masyarakat, angkot dan bus berbiaya terjangkau bisa menjadi moda pengumpan menuju
halte/stasiun. Namun peluang belum bisa ditangkap dan harapan belum bisa
terwujud.Terdapat beberapa titik angkutan pengumpan (feeder) yang ada di lokasi penelitian
yang tidak mempunyai tempat parkir khusus (becak, ojek, bentor) sehingga mengganggu arus
lalu lintas yang melintasi ruas jalan di lokasi penelitian.
Tuntutan masyarakat akan kebutuhan pelayanan jasa transportasi angkutan perkotaan
khususnya di Kota Makassar yang kita lihat saat ini makin banyaknya titik kemacetan yang
terjadi di wilayah kota Makassar dan banyaknya kecelakaan lalu lintas, kendaraan pribadi
yang memadati setiap ruas jalan perkotaan dan masih banyak lagi masalah transportasi yang
ada di Kota Makassar yang mestinya mendapatkan solusi yang terbaik.
Pengembangan feeder dengan konsep TOD simpul dan TOD koridor diharapkan dapat
menjawab permasalahan transportasi Kota Makassar khususnya menarik minat
penduduk/warga Kota Makassar untuk beralih ke angkutan umum Massal yang disediakan
sehingga dapat mengurangi volume kendaraan yang memadati hampir di setiap ruas jalan
Kota Makassar.

KESIMPULAN DAN SARAN


Pergerakan penduduk di lokasi simpul feeder dan pemukiman lebih cenderung
menggunakan kendaraan pribadi dibandingkan angkutan umum massal dan pergerakan
mengarah pada pusat kota (Kemacatan Wajo dan Panakukang) dengan tujuan bekerja dan
berbelanja. Feeder yang digunakan penduduk menuju halte koridor 2 BRT Mamminasata
yaitu pada halte 1 menggunakan sepeda motor, halte ke 2 menggunakan pete-pete dan halte 3
menggunakan sepeda motor. Pengembangan feeder pada halte 1,2 dan 4 dengan konsep TOD
koridor, dan pengembangan feeder pada halte 3 dengan konsep TOD simpul. Pergerakan
penduduk yang umumnya menggunakan kendaraan pribadi yang menjadi salah satu faktor
penyebab kemacetan lalu lintas, untuk itu kedepannya dibutuhkan konsep penanganan yang
dapat mengatasi penggunaan kendaraan pribadi dengan konsep transit oriented development.
Diperlukan adanya jalur khusus feeder yang tentunya mengoptimalkan feeder yang ada saat
ini, dengan melihat kedekatan feeder dengan halte dan pemukiman, sehingga feeder yang ada
dapat terintegrasi dengan angkutan umum massal. Angkutan pengumpan/feeder ini penting
untuk menarik minat penduduk beralih dari kendaraan pribadi ke angkutan massal. Konsep
pengembangan feeder yang ditawarkan masih sangat membutuhkan kajian mendalam di lihat
dari segi penggunaan lahan dengan Transit Oriented Development (TOD).

DAFTAR PUSTAKA
Arif. (2013). Pengembangan Simpul Perpindahan Moda Angkutan Umum di Pusat Kota
Makassar, Program Pascasarjana, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Badan Pusat Statistik (BPS). (2013). Makassar Dalam Angka (2012). Makassar.
Dinas Perhubungan Kota Makassar. (2012). Laporan Akhir : Penyusunan Studi Detail
Engineering Desain (DED) Bus Rapid Transit (BRT) Mamminasata. Tranadi Tata
Utami, Jakarta.
Dinas Perhubungan Provinsi Sulawesi-Selatan. (2014). Perencanaan Bus Rapid Transit.
Makassar.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat. (1996). Tentang pedoman teknis penyelenggaraan
angkutan penumpang umum di wilayah perkotaan dalam Trayek Tetap dan Teratur.
Jakarta No. 274/HK.105/DRJD/96.
Harvey, R.O. and Clark W.A.V. (1971). The Nature and Economics Of Urban Sprawl. In:
Internal Structure of City (Ed:L.S. Bourne). Oxford University Press, New York.
Kusbiantoro,B.S. (2004). Peran Transportasi terhadap Perkembangan dan Pertumbuhan
Kota. Makalah Seminar Nasional Transportasi HMS FTUNDIP, Semarang: pp.1-
10.
O’Flaherly. (1997). Transport Planning and Traffic Engineering, Taylor & Francis, London.
Studi Penyusunan Pola Transportasi Makro (PTM) Maminasata. (2011). Laporan Akhir :
Penyusunan Studi Detail Engineering Desain (DED) Bus Rapid Transit (BRT)
Mamminasata. Tranadi Tata Utami, Jakarta.
Veronica. (2010). Konsep Pengembangan Berorientasi Transit Sebagai Pengendalian Pola
Pergerakan Transportasi Di Kawasan Perkembangan Kota Makassar, Program
Pascasarjana, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Gambar 1 Pola Pergerakan Penduduk Gambar 2 Jenis feeder yang digunakan
di Simpul Feeder ke Halte 1 dan 2

Gambar 3 Jenis feeder yang digunakan Gambar 4 Jenis feeder yang digunakan
ke Halte 3 ke Halte 4
Tabel 2 Matriks Asal Tujuan Responden di Pemukiman
Tujuan 1 2 3 4 5 6 O
Asal
Kec. Tamalate 0 2 17 6 0 14 39
Kec. Mariso 0 3 2 1 0 4 10
Kec. Wajo 0 0 2 0 0 1 3
Kec. Ujung Pandang 0 0 5 0 0 1 6
Kec. Bontoala 2 0 2 1 0 0 5
Kec. Panakukang 3 5 17 3 2 7 37
D 5 10 45 11 2 27 100
Persentase (%) 5 10 45 11 2 27 100
Sumber : Hasil analisis Kuisioner, Tahun 2014

Ket : 1. Kec. Tamalate


2. Kec. Mariso
3. Kec. Wajo
4. Kec. Ujung Pandang
5. Kec. Bontoala
6. Kec. Panakukang

Anda mungkin juga menyukai