Anggota Kelompok:
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kota Magelang sebagai salah satu bagian dari Provinsi Jawa Tengah yang berlokasi di
dalam wilayah Kabupaten Magelang memiliki potensi dalam sektor wisata, perdagangan
dan jasa. Sektor tersebut dijadikan unggulan mengingat ketersediaan sumber daya alam
yang minimal dibandingkan dengan wilayah sekitarnya seperti Kota Salatiga, Kabupaten
Purworejo, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Temanggung, dan Kabupaten Wonosobo.
Sebagai kota transit dan terletak sentral di Dataran Tinggi Magelang, Kota Magelang
hampir mengalami kemacetan setiap harinya karena kendaraan yang masuk dari berbagai
arah. Pekerja komuter datang dari kabupaten, para pelintas dan barang logistik dari arah
Jogja (selatan), Purworejo (barat daya), Semarang (utara), Salatiga (timur laut),
Temanggung (barat laut), Solo (timur), dan Wonosobo (barat).
Begitulah Kota Magelang sebagai kota persimpangan lalu lintas. Saat ini konsentrasi
kepadatan lalu lintas ada di simpang Canguk, simpang Pakelan, simpang Artos, dan
simpang Menowo. Penyebab kepadatan di keempat simpang ini tidak lain karena
pertemuan kendaraan dari berbagai arus yang berbeda. Minimnya jalan dan padatnya
permukiman membuat opsi pelebaran dan pembuatan jalan baru cukup nihil untuk
dilakukan. Belum lagi masalah ruang adalah masalah utama di kota ini. Maka opsi yang
paling memungkinkan adalah mereformasi transportasi umum yang dapat dimulai dari
pusat Kota Magelang lalu meluas hingga kabupaten. Dari hasil studi Analisis Kualitas
dan Kuantitas Sistem Transportasi (2015) yang dilakukan Kantor Penelitian
Pengembangan dan Statistik Kota Magelang, dijelaskan bahwa Kota Magelang memiliki
beberapa permasalahan dan potensi angkutan seperti geometri jalan yang tidak
mendukung, seperti lebar jalan yang terbatas dan alinemen vertikal dan horizontal yang
tidak standar, serta adanya potensi angkutan menuntut dukungan pengembangan rute
angkutan berupa jaringan lintas yang memadai.
Meskipun hanya kota kecil, Magelang bisa mengadakan layanan transportasi publik
dengan wujud bus bernama Trans Magelang (TM). Bus ini adalah bus kota pada
umumnya namun menggunakan sistem bus rapid transit (BRT). Dengan menggunakan
tenaga listrik dari baterai, untuk dapat menggunakan jasa layanan BRT ini, masyarakat
2
cukup melakukan tap-in kartu Kita Sama atau DI Magelang yang terletak di pintu masuk
halte bus guna memvalidasi eligibilitas pengguna (kredit perjalanan).
Berdasarkan paparan tersebut dapat diketahui bahwa ada beberapa masalah yang
berkaitan dengan sistem transportasi publik di Kota Magelang dan sekitarnya. Oleh sebab
itu, perlu dilakukan analisis yang komprehensif dan menyeluruh serta perencanaan yang
terstruktur dan berjangka panjang. Melalui analisis dan perencanaan ini diharapkan dapat
ditemukan solusi permasalahan sistem transportasi publik di Kota Magelang yang dapat
dimanfaatkan di masa depan dan berfungsi secara optimal.
3
BAB II
4
dan 5 kelurahan. Kecamatan terluas adalah Kecamatan Kajoran (83,41km 2), sedangkan
kecamatan terkecil adalah Kecamatan Ngluwar (22,44 km2).
Sedangkan secara geografis, Kabupaten Magelang terletak pada posisi 110°01’51”-
110°26’58” Bujur Timur dan 7°19’13”-7042’16” Lintang Selatan, dengan batas-batas
Kabupaten Magelang sebagai berikut:
1) Sebelah utara : Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Semarang.
2) Sebelah timur : Kabupaten Semarang dan Kabupaten Boyolali.
3) Sebelah selatan : Kabupaten Purworejo dan Provinsi DI. Yogyakarta.
4) Sebelah barat : KabupatenTemanggung dan Kabupaten Wonosobo.
5) Bagian tengah : Kota Magelang.
Letak Kabupaten Magelang yang strategis dapat dilihat dari posisi Kabupaten
Magelang yang terletak di antara kota besar yaitu Kota Yogyakarta dan Kota Semarang.
Selain itu letak strategis kabupaten tersebut juga dapat dilihat dari letaknya yang di antara
jalur pantura dengan jalur selatan-selatan, jalur utara-selatan dan di tengah Provinsi Jawa
Tengah. Kabupaten Magelang juga berada di antara perlintasan jalur ekonomi yaitu
Semarang–Magelang–Purwokerto dan Semarang–Magelang–Yogyakarta–Solo,
sehingga memudahkan aksesibilitas dan juga dapat mendorong perkembangan ekonomi
Kabupaten Magelang.
Secara administrasi, Kabupaten Magelang terbagi menjadi:
• Jumlah kecamatan : 21 Kecamatan
• Jumlah desa : 367
• Jumlah kelurahan : 5
5
Kecamatan Luas % Jumlah Jarak dari
Subdistrict Daerah Luas Desa Ibukota
(Km2) Daerah Kabupaten
1 Salaman 68,87 6.34 20 15
2 Borobudur 54,55 5.02 20 4
3 Ngluwar 22,44 2.07 8 22
4 Salam 31,63 2.91 12 19
5 Srumbung 53,18 4.90 17 19
6 Dukun 53,40 4.92 15 21
7 Muntilan 28,61 2.64 14 17
8 Mungkid 37,40 3.44 16 7
9 Sawangan 72,37 6.67 15 15
10 Candimulyo 46,95 4.32 19 17
11 Mertoyudan 45,35 4.18 13 6
12 Tempuran 49,04 4.52 15 8
13 Kajoran 83,41 7.68 29 31
14 Kaliangkrik 57,34 5.28 20 34
15 Bandongan 45,79 4.22 14 20
16 Windusari 61,65 5.68 20 25
17 Secang 47,34 4.36 20 22
18 Tegalrejo 35,89 3.31 21 22
19 Pakis 69,56 6.41 20 29
20 Grabag 77,16 7.11 28 33
21 Ngablak 43,80 4.03 16 37
Kab. Magelang 1085,73 100.00 372
Tabel 1.1 Tabel Luas Daerah, Jumlah Desa/Kelurahan, dan Jarak Terdekat/Termudah
dari Ibukota Kabupaten Magelang ke Kecamatan se-Kabupaten Magelang Tahun 2020
6
b. Struktur dan Pola Ruang Wilayah
7
Identifikasi Jaringan Penghubung di Kabupaten Magelang dilakukan dengan
menumpuk atau overlay jaringan jalan dengan simpul permukiman yang telah
ditentukan. Hasil dari overlay tersebut akan menjadi salah satu aspek ketentuan hirarki
tiap simpul di Kabupaten Magelang.
Jaringan Penghubung Kabupaten Magelang terdiri atas beberapa hirarki. Hirarki
ini terdiri dari jalan arteri, jalan kolektor dan jalan lingkungan dengan asumsi bahwa tiap
jalan ini memiliki aksesibilitas yang baik untuk dilewati. Pada Kabupaten Magelang,
jalan arteri yang melewatinya adalah Jalan Soekarno Hatta. Jalan ini menghubungkan
antara 2 kota besar yaitu Kota Jogja dan Kota Semarang.
8
Asumsi Gambaran Jumlah
Permintaan dan Penawaran
Pusat Perkotaan
Transportasi Publik Potensial
Bangkitan Tarikan
Bandongan >70.000 >70.000
Borobudur >70.000 >70.000
Dukun 20.000-30.000 20.000-30.000
Grabag <20.000 20.000-30.000
Kajoran 45.000-70.000 45.000-70.000
Kaliangkrik 45.000-70.000 45.000-70.000
Mertoyudan >70.000 >70.000
Mungkid >70.000 >70.000
Muntilan >70.000 >70.000
Ngluwar 45.000-70.000 45.000-70.000
Pakis <20.000 20.000-30.000
Salam >70.000 >70.000
Salaman 45.000-70.000 45.000-70.000
Sawangan 45.000-70.000 45.000-70.000
Secang >70.000 >70.000
Srumbung 20.000-30.000 20.000-30.000
Tegalrejo 20.000-30.000 20.000-30.000
Tempuran >70.000 >70.000
Tabel 1.2 Rekapitulasi Keterkaitan Bangkitan dan Tarikan di Kabupaten Magelang
9
c. Pola Jalan
10
Sumber: BPS Kabupaten Magelang, 2020
8% 2%
18%
72%
11
Perbedaan data dari BPS dikarenakan BPS hanya menghitung jalan Negara,
Provinsi dan juga Kabupaten. Sedangkan jalan kecil seperti jalan lingkungan tidak
dihitung. Total panjang jalan diukur dari shapefile jalan sepanjang 3.768,67 kilometer.
Kondisi Jalan 2017 2018 2019
Baik 727,595 833,943 838,343
Sedang 268,687 193,324 202,949
Rusak 135,940 111,225 97,250
Rusak berat 23,680 18,720 18,670
Jumlah 1,155,902 1,157,212 1,157,212
Tabel 1.5 Panjang Jalan Menurut Kondisi Jalan di Kabupaten Magelang dalam Satuan
Kilometer Tahun 2017-2019
Sumber: Bappeda Kabupaten Magelang 2020 dan Analisis Penulis, 2020
Dari progress setiap tahunnya jalan yang ada di Kabupaten Magelang selalu
mengalami perbaikan dari yang sebelumnya rusak/ rusak berat menjadi sedang/baik. Hal
tersebut membuktikan bahwa perkembangan infrastruktur jalan di Kabupaten Magelang
selalu meningkat setiap tahunnya.
12
Berdasarkan fungsi pelayanannya, terminal penumpang diklasifikasikan kedalam tiga
tipe terminal (PP RI No. 43 tahun 1993) yaitu:
1) Terminal Tipe A, yang berfungsi melayani kendaraan penumpang umum untuk
angkutan antar kota antar propinsi (AKAP), dan angkutan lintas batas antar
negara, angkutan antar kota dalam propinasi (AKDP), angkutan kota (AK) serta
angkutan pedesaan (ADES).
2) Terminal Tipe B, yang berfungsi melayani kendaraan penumpang umum untuk
angkutan antar kota dalam propinasi (AKDP), angkutan kota (AK) serta angkutan
pedesaan (ADES).
3) Terminal Tipe c, yaitu yang berfungsi melayani kendaraan penumpang umum
untuk angkutan pedesaan (ADES).
Sedangkan berdasarkan data Badan Pusat Statistika Kabupaten Magelang,
jenis dan jumlah kendaraan penumpang umum yang ada di Kabupaten Magelang
adalah sebagai berikut.
13
Saat ini terdapat penambahan rute Trans Jateng Kutoarjo-Borobudur yang
bertujuan untuk melayani monilitas masyarakat yang berada di Wilayah Kutoarjo dan
Magelang. Selain itu saat ini rencana pembangunan sistem perkereta-apian yang tidak
hanya menghubungkan Kota Yogyakarta dengan Kabupaten Magelang, namun juga
Yogyakarta International Airport (YIA) dengan Kawasan Wisata Borobudur.
2.1.3 Analisis Kondisi Ekonomi yang Berkaitan dengan Sistem Transportasi Publik
Pengaruh Tingginya PAD DIY dari Kendaraan Bermotor serta Banyaknya Kendaraan
Pribadi (Cara 1)
Melihat dari sisi ekonomi, permintaan transportasi publik dapat terlihat dari
penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari segi retribusi pajak, khususnya Pajak
Kendaraan bermotor (PKB). Semakin tinggi PKB maka dapat diasumsikan, terjadi
kenaikan kepemilikan kendaraan bermotor yang artinya adanya hambatan dalam
membangun perencanaan transportasi public karena masyarakat masih menyukai
penggunaan transportasi pribadi. Menurut Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah
Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah Provinsi Jawa Tengah, untuk kendaraan
bermotor kepemilikan pertama dikenakan tarif pajak 1,5%. Pada tahun 2019, PAD
Kabupaten Magelang dan PAD Kota Magelang jika digabung nilainya mencapai 675,5
miliar rupiah, dengan presentase pajak daerah yaitu 35% berarti mencapai 236,4 miliar
rupiah untuk retribusi pajak daerah sendiri. Dengan total jumlah kendaraan pada tahun
2019 yaitu 41.500 kendaraan mobil dan 400.000 kendaraan motor, diasumsikan nilai
harga 1 motornya yaitu 20 juta rupiah dan mobil 150 juta rupiah. Maka didapatkan nilai
retribusi PKB totalnya yaitu Rp 183.350.000.000,00 , atau sekitar 77,47% dari total
retribusi pajak totalnya. Kondisi tersebut tentunya menjadi hambatan dalam
pengembangan transportasi publik, akibatnya harus ada pembatasan dari pemerintah
setempat dalam kebijakan pembeliaan kendaraan pribadi bagi publik. Namun
kenyataanya pada kondisi di dunia nyata, pembayaran pajak justru sangat rendah, yang
memungkinkan public untuk memiliki kendaraan lebih dari 1 dalam sebuah keluarga,
akibatnya jumlah kepemilikan kendaraan terus meningkat.
14
• Kepemilikan Kendaraan Pribadi (K) = Jumlah Kendaraan (V) : Jumlah
Penduduk (P)
• Kemampuan pelayanan kendaraan pribadi = K x Penduduk Potensial (Pm)
x Kapasitas kendaraan (C)
• Jumlah potensial yang membutuhkan transportasi public (M) = Pm – L
• Permintaan transportasi public (D) = Faktor pengali atau asumsi tingkat
kebutuhan (Ftm) x M
Dalam perhitungan permintaan transportasi publik dalam konteks kali ini, perlu
adanya asumsi yang dijelaskan untuk menyesuaikan dengan konteks permintaan di Kab.
Magelang dan Kota Magelang. Asumsi tersebut meliputi:
Tahun V P Pm K C L M D
2020 400,394 1,425,707 1,092,551 0.28084 2 613,662 478,890 957,779
2021 441,914 1,437,491 1,105,043 0.30742 2 679,425 425,618 425,618
2022 487,739 1,449,377 1,117,686 0.33652 2 752,239 365,447 365,447
2023 538,316 1,461,367 1,130,483 0.36836 2 832,860 297,622 297,622
2024 594,138 1,473,461 1,143,435 0.40323 2 922,126 221,309 221,309
15
2025 655,749 1,485,660 1,156,545 0.44139 2 1,020,965 135,581 135,581
2026 723,748 1,497,966 1,169,815 0.48315 2 1,130,402 39,413 39,413
2027 798,799 1,510,379 1,183,246 0.52887 2 1,251,574 -68,329 -68,329
2028 881,633 1,522,900 1,196,840 0.57892 2 1,385,742 -188,902 -188,902
2029 973,056 1,535,530 1,210,600 0.63369 2 1,534,299 -323,699 -323,699
2030 1,073,959 1,548,271 1,224,527 0.69365 2 1,698,789 -474,261 -474,261
2031 1,185,326 1,561,122 1,238,624 0.75928 2 1,880,921 -642,296 -642,296
2032 1,308,241 1,574,085 1,252,893 0.83111 2 2,082,588 -829,695 -829,695
2033 1,443,902 1,587,161 1,267,335 0.90974 2 2,305,887 -1,038,552 -1,038,552
2034 1,593,631 1,600,352 1,281,953 0.99580 2 2,553,138 -1,271,185 -1,271,185
2035 1,758,886 1,613,657 1,296,748 1.09000 2 2,826,912 -1,530,164 -1,530,164
2036 1,941,278 1,627,078 1,311,724 1.19311 2 3,130,055 -1,818,331 -1,818,331
2037 2,142,584 1,640,616 1,326,883 1.30596 2 3,465,718 -2,138,836 -2,138,836
2038 2,364,764 1,654,273 1,342,226 1.42949 2 3,837,392 -2,495,167 -2,495,167
2039 2,609,984 1,668,048 1,357,755 1.56469 2 4,248,941 -2,891,186 -2,891,186
2040 2,880,633 1,681,944 1,373,474 1.71268 2 4,704,645 -3,331,171 -3,331,171
Tabel 1.7 Permintaan transportasi publik dari asumsi kendaraan moto
Sumber : BPS Kabupaten dan Kota Magelang & Analisis Kelompok, 2020
1,000,000
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
-1,000,000
-2,000,000
-3,000,000
-4,000,000
Gambar 1.8 Grafik Permintaan Transportasi Publik : Kendaraan Motor
Berdasarkan hasil perhitungan diatas, diketahui pada tahun 2020 jumlah permintaan
transportasi publik (D) mencapai 957.779 jiwa yang artinya mencapai 87,6% dari total
penduduk potensial dari tahun yang sama. Namun pada tahun 2021 sampai seterusnya,
jumlahnya terus menurun bahkan pada tahun 2027 sampai 2040 angkanya minus. Secara
16
umum, hal ini menunjukan adanya penurunan permintaan transportasi publik seiring
bertambahnya jumlah kendaraan motor dan jumlah penduduk. Dari yang sebelumnya
berjumlah 400.394 pada tahun 2020 menjadi 2.880.633 motor pada tahun 2040. Walaupun
pada konteks perhitungan permintaan transportasi publik, tidak bisa negatif nilainya, namun
angka negatif ini menunjukan nilai yang semakin turrun yang artinya dengan meningkatnya
jumlah kendaraan motor, maka akan semakin tinggi kemampuan pelayanan pribadi (L) yang
menyebabkan nilai permintaan transportasi publik turun. Hal itu semakin terlihat pada gambar
grafik, dimana kurva permintaanya semakin menurun, hingga berada di bawah garis x = 0 dan
terus menurun. Kondisi ini juga sama halnya jika diasumsikan pada kendaraan mobil, yang
hasil hitungannya sebagai berikut :
Tahun V P Pm K C L M D
2020 41,479 1,425,707 1,092,551 0.02909 4 127,146 965,406 965,406
2021 45,780 1,437,491 1,105,043 0.03185 4 140,771 964,271 964,271
2022 50,528 1,449,377 1,117,686 0.03486 4 155,858 961,828 961,828
2023 55,767 1,461,367 1,130,483 0.03816 4 172,562 957,921 957,921
2024 61,550 1,473,461 1,143,435 0.04177 4 191,057 952,378 952,378
2025 67,933 1,485,660 1,156,545 0.04573 4 211,535 945,010 945,010
2026 74,977 1,497,966 1,169,815 0.05005 4 234,210 935,605 935,605
2027 82,752 1,510,379 1,183,246 0.05479 4 259,316 923,930 923,930
2028 91,333 1,522,900 1,196,840 0.05997 4 287,114 909,726 909,726
2029 100,805 1,535,530 1,210,600 0.06565 4 317,894 892,706 892,706
2030 111,258 1,548,271 1,224,527 0.07186 4 351,975 872,553 872,553
2031 122,795 1,561,122 1,238,624 0.07866 4 389,711 848,913 848,913
2032 135,528 1,574,085 1,252,893 0.08610 4 431,495 821,398 821,398
2033 149,582 1,587,161 1,267,335 0.09425 4 477,761 789,574 789,574
2034 165,094 1,600,352 1,281,953 0.10316 4 528,989 752,963 752,963
2035 182,213 1,613,657 1,296,748 0.11292 4 585,713 711,036 711,036
2036 201,108 1,627,078 1,311,724 0.12360 4 648,521 663,203 663,203
2037 221,963 1,640,616 1,326,883 0.13529 4 718,068 608,815 608,815
2038 244,980 1,654,273 1,342,226 0.14809 4 795,076 547,150 547,150
2039 270,384 1,668,048 1,357,755 0.16210 4 880,345 477,410 477,410
2040 298,422 1,681,944 1,373,474 0.17743 4 974,763 398,711 398,711
Tabel 1.8 Permintaan transportasi publik dari asumsi kendaraan mobil
17
Sumber: BPS Kabupaten dan Kota Magelang & Analisis Kelompok, 2020
1,200,000
1,000,000
800,000
600,000
400,000
200,000
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
18
semakin membuat orang malas untuk keluar menggunakan transportasi publik karena
udara di luar yang kotor. Pemerintah harus paham, dan jangan fokus pada retribusi yang
didapat saja, namun harus bisa mencari solusi atas permasalahan ini.
2.1.4 Analisis Kondisi Sosial yang Berkaitan dengan Sistem Transportasi Publik
Jumlah
Asumsi
Perkembangan Persentase
Jenis Kendaraan Persentase
Kendaraan Eksisting
Pemodelan
Bermotor (unit)
Kendaraan Roda Dua 334.471 86,95%
Kendaraan
Kendaraan Roda 95,32% 66,72%
Pribadi
Empat 32.198 8,37%
Angkutan Truk Barang Umum 1.503 0,39%
4,08% 4,08%
Barang Mobil box 14.185 3,69%
Angkutan Bus 925 0,24%
0,58% 29,18%
Umum Angkutan Kota/Desa 1.319 0,34%
19
Paratransit Taksi 74 0,02% 0,02% 0,02%
Jumlah 384.675 100% 100% 100%
Tabel 1.10 Preferensi Pemilihan Moda Transportasi Kabupaten Magelang
Jumlah
Jumlah Preferensi Preferensi
Tahun Penduduk Keterangan
Penduduk 0,58% 48,24%
x 365 hari
20
Tabel 1.11 Perhitungan Permintaan Kabupaten Magelang
Dari tabel rekapitulasi tersebut dapat dilihat bahwa berbeda cara menghasilkan
perhitungan yang berbeda pula. yang paling realistis adalah cara 2 model 1 sebab
pertumbuhan progresif dari tahun ke tahun. Cara 1 dan cara2 model 2 nilainya kurang
realistis dan kurang mencerminkan adanya pertumbuhan permintaan transportasi publik.
Pada dasarnya pendekatan diatas dikatakan tepat sesuai dengan aspek yang digunakan,
akan tetapi dipilih cara yang paling tepat yaitu hasil perhitungan cara 2 model 1.
21
2.2 Penilaian Transportasi Publik
2.2.1 Penilaian Sarana Transportasi Publik
22
Penilaian dilakukan dengan mengambil beberapa indikator dari pendekatan standar Level
of Service. Hal ini dilakukan karena minimnya ketersediaan data. Indikator yang diambil
adalah waktu perjalanan dan biaya perjalanan. Berdasarkan data dari jurnal penelitian
didapatkan data bahwa persepsi masyarakat mengenai biaya perjalanan masuk ke dalam
kategori rendah ke sedang. Bahkan alasan masyarakat dalam memilih kendaraan umum
adalah karena biayanya yang murah. Sedangkan persepsi untuk waktu perjalanan
didominasi oleh jawaban sedang.
Meskipun penilaian terhadap kedua indikator dari Level of Service dapat dikatakan baik,
masih terdapat beberapa poin yang perlu diperhatikan dari tabel di atas. Terdapat dua
alasan yang disampaikan oleh masyarakat mengenai ketidakpuasan menggunakan
angkutan umum. Alasan tersebut adalah angkutan umum yang tidak menjangkau ke
semua daerah dan jadwal yang tidak sesuai.
2.2.2 Penilaian Prasarana Transportasi Publik
Jumlah pada tahun
3 No Sarpras satuan
2014 2015 2016 2017 2018
1 Rambu lalu lintas 1415 1865 2055 2457 2574 Buah
2 Rambu penunjuk 3 6 8 11 Buah
jalan
3 Cermin tikungan 5 21 29 33 Buah
4 Marka jalan 225 Meter
5 Apill 18 18 18 18 18 Buah
6 Warning light 1 2 2 2 2 Buah
7 Pagar pengaman 4288 4430 4748 4748 5104 Beam
8 Traffic cone 168 193 218 272 327 Buah
9 Zebra cross 15 35 35 45 55 Lokasi
10 Halte 5 5 6 9 11 Buah
11 Lampu penerangan 2813 2835 2846 2846 2846 Titik
jalan
Tabel. 1.14 Data Prasarana Perhitungan dan Fasilitas Pelengkap Jalan Kabupaten
Magelang Tahun 2014-2018
Sumber: Rencana Strategis Dinas Perhubungan Kabupaten Magelang Tahun 2019 – 2024
23
publik berupa halte terjadi peningkatan dari tahun 2014-2018 sebanyak 6 halte tambahan.
Prasarana transportasi publik di Kabupaten Magelang masih bertumpu pada jaringan
jalan. Belum ada jalur khusus untuk transportasi publik. Berikut peta jaringan jalan
Kabupaten Magelang:
Pada tahun 2019 tercatat total panjang jalan di Kabupaten Magelang sepanjang
1.157,212 kilometer, yang terdiri dari 37,710 kilometer jalan negara, 118,677 kilometer
jalan provinsi dan 1.000,825 kilometer jalan kabupaten.
Aksesibilitas, Mobilitas, dan Interaksi bangkitan berupa simpul permukiman
perkotaan yang dihubungkan dengan jalan di Kabupaten Magelang sebagai berikut:
24
Gambar 1.10 Peta Aksesibilitas Simpul Perkotaan Kabupaten Magelang
Sumber: Analisis Penyusun, 2020
25
D Tegalrejo 534,773.62 6
E Pakis 11,538.81 17
F Mertoyudan 4,138,217.00 2
G Tempuran 376,942.31 8
H Salaman 201,326.15 12
I Mungkid 3,230,641.22 3
J Muntilan 4,712,871.53 1
K Salam 251,962.58 10
L Grabag 124,929.42 13
M Sawangan 115,831.23 14
N Ngluwar 308,102.30 9
O Borobudur 754,504.67 5
P Kajoran 9,916.34 18
Q Srumbung 55,319.19 15
R Dukun 236,595.20 11
26
Tabel 1.17 Derajat Kejenuhan Kota Magelang
Berdasarkan data tabel diatas, untuk Kota Magelang sendiri pada area amatan, terdapat
beragam nilai derajat kejenuhan. Terdapat 8 simpang jalan yang derajat kejenuhannya >
0,8 yang artinya volume kendaraan mendekati kapasitas jalan yang ada dan masuk dalam
27
kategori E. Jika tidak ada intervensi dari pemerintah, dalam 5-10 tahun kedepan terhadap
pola mobilitas yang ada, tentu akan berakibat pada kemacetan dan bahkan mencapai
kategori F yang artinya tidak ada pergerakan. Untuk Kab. Magelang belum bisa dianalisis
karena ketidaktersediaan data yang ada. Namun jika dilihat dari evaluasi kondisi jalan,
berdasarkan data BPS Kab. Magelang, jalan-jalan di Kab. Magelang sudah 100%
teraspal, dengan kondisi jalan rusak-rusak parah hanya 13% persentasenya. Mayoritas
jalan di Kab. Magelang merupakan kelas jalan III B yang mana merupakan jalan kolektor
yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan muatan sumbu berat yaitu 8 ton.
Berdasarkan PP Nomor 55 Tahun 2012 Pasal 5 ayat 3 pada kelas jalan III B ini dapat
dilalui oleh mobil bus kecil dengan JBB 3,5 – 5 Ton dan Mobil bus sedang dengan JBB
5-8 ton.
Sumber : www.google.com
28
2. Adanya komitmen dari instansi pemerintah Kabupaten Magelang untuk membangun
transportasi berkelanjutan.
3. Rencana pengembangan aglomerasi kawasan strategis pariwisata dan
purwomanggung.
4. Banyaknya area yang potensial dibangun parkir umum
5. Kondisi strategis diantara segitiga joglosemar (Jogja, Solo dan Semarang)
2.2.4 Kesimpulan Kondisi Transportasi Publik di Area Amatan Saat Ini
Berdasarkan penilaian diatas dapat dilihat kondisi eksiting transportasi publik
di Kabupaten dan Kota Magelang masih belum optimal. Belum adanya kesadaran
masyarakat dalam menggunakan transportasi publik memperparah kondisi transportasi di
Kabupaten dan Kota Magelang. Pengggunaan kendaraan pribadi di Kabupaten juga masih
sangat tinggi. Namun, disisi lain terdapat peluang kondisi jalan yang cukup baik di
Kabupaten dan Kota Magelang.
29
BAB III
PERENCANAAN TRANSPORTASI UMUM
30
nucleus yang berhubungan
secara fungsional.
Pendekatan Pusat hierarki terhadap Semakin banyak pusat
Ekonomi penentuan harga lahan kegiatan baru, bentuknya
sudah menjadi nucleus baru
tidak lagi terpusat pada 1
titik.
Ekspresi ruang kota Kecenderungan bentuk
burita (Yunus, 1999) karena
peran jalur transportasi yang
membentuk kegiatan
disekitarnya. Termasuk
kegiatan ekonomi.
Pendekatan Jenis Jalan Bentuknya tidak teratur
Morfologikal (irregular system), akibat
pola rencana yang tidak
teratur, banyak cabang-
cabang culdesac.
Pola Kawasan Menurut Branch dalam
Yoelianto (2005), pola radial
tidak menerus mirip dengan
struktur kota Kabupaten dan
Kota Magelang, karena
bentuknya yang terpusat di
kota, yang lalu menyebar
dengan adanya jalur
transportasi, namun tidak
menurus perkembangan
kegiatannya.
Pola Pola Kawasan Heterogen, terdapat 2 atau le
Perkembangan bih pola yang berbenturan,
Kota komposisi solid dan void
yang bervariasi
31
Tabel 1.18 Pendekatan Struktur Kota
Berdasarkan hasil pendekatan tadi dapat disimpulkan, bahwa Kota Magelang dan
Kabupaten Magelang paling sesuai menurut gambaran morfologinya yaitu dengan Tipe
II yang dikemukakan oleh Rodrigue (2017) yaitu tipe weak center
Sumber : https://transportgeography.org/?page_id=4817
Karakteristik pola tipe II ini diantarnya adalah kepadatan penggunaan lahan rata-rata
rendah-sedang dan pola clustered merupakan ciri utama kawasan perkotaan tipe ini.
Pusat-pusat kegiatan dapat diakses dengan mobil dan titik-titik transit yang sebenarnya
kurang digunakan oleh masyarakat. Pola aktivitas kegiatannya-pun mengikuti pola jalur
transportasi yang ada, pada tipe ini juga sebagian wilayah kota tidak dapat terlayani
secara hemat biaya dengan system transit, sehingga pelayanan transportasi ataupun pusat
kegiatan seringnya berorientasi di sepanjang koridor utama saja. Hal ini didukung oleh
beberapa teori struktur kota lainnya seperti :
32
1. Evolusi Struktur Ruang
Berdasarkan kawasan perkotaan tipe II, evolusi struktur ruang sudah masuk dalam tahap
gambar B yaitu Mechanized City. Dimana sudah memungkinkan munculnya bagian
daerah grosir dan eceran yang berbeda dari CBD, lalu fasilitas terminal dekat dengan
pusat kota, yang mana menciptakan peningkatan kebuthan ruang kantor di dekat interaksi
keuangan tradisional seperti pasar. Walaupun di beberapa bagian kota masih mencakup
gambar A yang artinya masih berpusat pada jantung kota seperti pasar, pusat ibadah, dsb.
2. Urban Spatial Structures
Dengan pola clustered berarti mendukung teori evolusi dimana system berpusat pada
daerah-daerah pusat baru dimana pusat kegiatan sudah beralih bukan hanya ke pasar
ataupun tempat ibadah saja, namun ada juga cluster lain seperti perkantoran, dan juga
dekat dengan kawasan terminal yang menyebabkan terjadinya pusat kegiatan baru.
33
3. Scale of Urban Spatial
Sumber : https://transportgeography.org/?page_id=4842
Untuk wilayah Kabupaten Magelang dan Kota Magelang skalanya yaitu komunitas
yang terciri dari pusat kegiatan dengan standar pelayanan minimal, berfokus pada
jalan local ataupun lingkungan yang beraglomerasi dengan permukiman antara pusat
kegiatan dengan tempat tinggal, selain itu juga skala district yang mana berfokus pada
jalan utama, dimana pusat-pusat kegiatan mengikuti jalan utama provinsi ada juga
zona karyawan yang terklusterisasi dengan adanya perkantoran kecil-sedang. Untuk
skala city sebetulnya sudah dalam tahap berkembang namun belom maksimal, karena
persyaratannya yang mengharuskan adanya transit system, yang mana di Kota
Magelang belum ada atau tidak sepenuhnya berjalan.
Berdasarkan analisis yang sudah dilakukan sebelumnya, maka kendaraan yang cocok
untuk dikembangkan adalah bus dengan tipe kecil-sedang yang tidak melebihi batas
sumbu beban 8 ton karena jalan di Kota dan Kabupaten Magelang kebanyakan adalah
jalan dengan kelas III C yang mana sumbu bebannya 8 ton dengan lebar maksimum
tidak lebih dari 2,5 meter.
Berdasarkan analisis pada 2.1 disebutkan bahwa pada tahun 2019 permintaan
potensialnya yaitu 45.607.125 yang artinya ada 124.951 perjalanan/hari yang pada
tahun 2040 mencapai 759.264 perjalanan/harinya. Maka untuk perencanaan dalam 20
tahun kedepan bisa menggunakan system Bus Rapid Transit (BRT) dengan system
terintegrasi dengan daerah-daerah yang menjadi pusat kegiatan oleh karena Kota dan
34
Kabupaten Magelang masih dalam tahap tipe 2 weak center yang mana pusat kegiatan
masih terklasterisasi. Bus ini bisa berkapasitas hingga 30 orang dengan penambahan
angkutan kota sebagai penarik kawasan peri-peri urban menuju terminal bus yang
sudah direncanakan.
Salaman 5 3 5 1 14
Borobudur 6 1 4 1 12
Ngluwar 4 1 3 0 8
Salam 5 1 0 0 6
Srumbung 5 1 2 0 8
Dukun 2 1 2 1 6
Muntilan 18 4 3 1 26
Mungkid 3 3 1 1 8
Sawangan 3 2 2 1 8
Mertoyudan 7 3 2 0 12
Tempuran 5 1 3 0 9
Kajoran 8 2 3 0 13
Kaliangkrik 9 1 2 1 13
Bandongan 12 1 4 1 18
Secang 6 2 2 1 11
Tegalrejo 7 2 1 1 11
Pakis 5 1 3 0 9
Grabag 5 3 2 1 11
Total 115 33 44 11
Tabel 1.19 Agregasi Fasilitas Kabupaten Magelang
35
Berdasarkan tabel di atas diperoleh beberapa kecamatan dengan persebaran fasilitas
yang banyak. Terdapat tiga kecamatan dengan jumlah persebaran fasilitas terbanyak
yaitu, Kecamatan Muntilan, Kecamatan Salaman, dan Kecamatan Bandongan.
Sehingga untuk memperoleh tingkat pelayanan transportasi umum yang baik
kecamatan dengan jumlah fasilitas terbanyak atau dalam hal ini diasumsikan memiliki
jumlah tarikan paling banyak perlu diprioritaskan.
Penentuan bentuk network dilakukan dengan meninjau morfologi dari Kabupaten
Magelang. Secara umum Kabupaten Magelang merupakan daerah dataran tinggi yang
berbentuk cekungan. Kabupaten Magelang dikelilingi oleh beberapa gunung yaitu
Gunung Merapi, Gunung Merbabu, Gunung Andong, Gunung Telomoyo, Gunung
Sumbing, serta Pegunungan Menoreh. Berdasarkan peta jaringan penghubung,
Kabupaten Magelang memiliki jalan arteri yang membelah Kabupaten Magelang
mengarah Utara – Selatan dan sebaliknya. Jalan arteri ini memiliki tipe jalur specialized
yang kemudian direncanakan akan ditambahkan untuk mencapai ke Kecamatan
Salaman yang memiliki asumsi jumlah tarikan paling banyak. Untuk mencapai area
yang lebih luas lagi maka akan digunakan pula tipe jalur branching dengan tipe jalur
specialized sebagai jalur utamanya.
36
b. Rencana Titik Pemberhentian
Dengan dasar-dasar pertimbangan peletakan titik pemberhentian maka peletakan
titik-titik pemberhentian tersebut adalah seperti berikut:
37
Sumber : Analisis Kelompok, 2020
Dapat dilihat antar titik pemberhentian saling berhubungan dan sudah memenuhi
standar yang sudah ditetapkan di atas.
Persentase Eksisting
Jenis Kendaraan
Asumsi Persentase Pemodelan
Kendaraan Kendaraan Roda Dua 60,86%
66,72%
Pribadi Kendaraan Roda Empat 5,86%
Angkutan Truk Barang Umum 0,39%
4,08%
Barang Mobil box 3,69%
Angkutan Bus 12,07%
29,18%
Umum Angkutan Kota/Desa 17,11%
Paratransit Taksi 0,02% 0,02%
Jumlah 100% 100%
38
Gambar 1.19 Pemusatan Arah Transportasi
Sumber : Analisis Kelompok, 2020
Jadi dapat disimpulkan rute yang akan direncanakan terpusat di Kota Magelang.
Direncanakan juga rute lokal yang menghubungkan antar 2 kecamatan atau lebih.
Terdapat 6 titik rute lokal.
39
3.2.5 Level of Service Berdasarkan Prinsip Trip Assignment
41
transportasi di halte tidak
melebihi waktu yang ditetapkan
dan melalui jalan-jalan utama.
Untuk jalan yang hirarkinya lebih
rendah dapat menggunakan moda
transportasi lain yang jangkauan
areanya lebih rendah pula.
Biaya yang dikeluarkan semakin
murah karena daya Tarik
transportasi publik semakin
Maksimal 10%
Biaya meningkat, pemasukan dan
pendapatan
keuntungan juga bertambah
sehingga dapat dilakukan subsidi
yang dapat dipertahankan.
Rute trayek moda transportasi
Tinggi semakin
yang semakin terintegrasi
Load Factor mendekati 100%
diharapkan dapat
semakin baik
memaksimalkan load factor.
Tabel 1.21 Respon Penilaian yang Diharapkan Terhadap Pelayanan Sistem Transportasi
Publik di Kabupaten Magelang Setelah Direncanakan
42
Daftar Pustaka
43