Anda di halaman 1dari 44

TUGAS MATA KULIAH PERENCANAAN TRANSPORTASI PUBLIK

ANALISIS DAN PERENCANAAN SISTEM TRANSPORTASI

KABUPATEN MAGELANG DAN KOTA MAGELANG

Anggota Kelompok:

Bennedictus Arvin Hartanto 18/424937/TK/46632


Riskia Herdayanti 18/428590/TK/47092
Tri Wahyu Nugroho 18/428594/TK/47096
Fathiyah Hasna 18/431035/TK/47628

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


UNIVERSITAS GADJAH MADA
2020
DAFTAR ISI
1 PENDAHULUAN .............................................................................................................. 2
1.1 Latar Belakang .................................................................................................................. 2
1.2 Batasan Lokus dan Fokus Analisis .................................................................................... 3
1.2.1 Batasan Lokus ........................................................................................................... 3
1.2.2 Batasan Fokus ........................................................................................................... 3
2. PEMBAHASAN ANALISIS SISTEM TRANSPORTASI PUBLIK ............................ 4
2.1 Analisis Permintaan dan Penawaran Transportasi Publik ................................................. 4
2.1.1 Pendekatan dalam Perhitungan Permintaan Transportasi Publik ............................ 4
2.1.2 Analisis Kondisi Spasial yang Berkaitan dengan Sistem Transportasi Publik ....... 4
2.1.3 Analisis Kondisi Ekonomi yang Berkaitan dengan Sistem Transportasi Publik .... 14
2.1.4 Analisis Kondisi Sosial yang Berkaitan dengan Sistem Transportasi Publik ......... 19
2.1.5 Kesimpulan Nilai Permintaan dan Penawaran Transportasi Publik di Jawa Tengah
.......................................................................................................................................... 21
2.2 Penilaian Sistem Transportasi Publik ................................................................................ 22
2.2.1 Penilaian Sarana Transportasi Publik ...................................................................... 22
2.2.2 Penilaian Prasarana Transportasi Publik ................................................................. 23
2.2.3 Peluang dan Tantangan Perbaikan Sistem Transportasi Publik ............................. 28
2.2.4 Kesimpulan Kondisi Transportasi Publik di Area Amatan Saat Ini ....................... 29
3. PERENCANAAN SISTEM TRANSPORTASI UMUM ............................................... 30
3.1 Konsep Perencanaan ......................................................................................................... 30
3.2 Detail Perencanaan ............................................................................................................ 30
3.2.1 Pemilihan Moda Berdasarkan Perhitungan Permintaan-Penawaran serta Trip
Generation ........................................................................................................................ 30
3.2.2 Line Network Berdasarkan Pola Trip Distribution .................................................. 35
3.2.3 Titik Pemberhentian ................................................................................................. 36
3.2.4 Line Route Berdasarkan Prinsip Moda Split ........................................................... 38
3.2.5 Level of Service Berdasarkan Prinsip Trip Assignment ........................................... 40

1
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kota Magelang sebagai salah satu bagian dari Provinsi Jawa Tengah yang berlokasi di
dalam wilayah Kabupaten Magelang memiliki potensi dalam sektor wisata, perdagangan
dan jasa. Sektor tersebut dijadikan unggulan mengingat ketersediaan sumber daya alam
yang minimal dibandingkan dengan wilayah sekitarnya seperti Kota Salatiga, Kabupaten
Purworejo, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Temanggung, dan Kabupaten Wonosobo.
Sebagai kota transit dan terletak sentral di Dataran Tinggi Magelang, Kota Magelang
hampir mengalami kemacetan setiap harinya karena kendaraan yang masuk dari berbagai
arah. Pekerja komuter datang dari kabupaten, para pelintas dan barang logistik dari arah
Jogja (selatan), Purworejo (barat daya), Semarang (utara), Salatiga (timur laut),
Temanggung (barat laut), Solo (timur), dan Wonosobo (barat).

Begitulah Kota Magelang sebagai kota persimpangan lalu lintas. Saat ini konsentrasi
kepadatan lalu lintas ada di simpang Canguk, simpang Pakelan, simpang Artos, dan
simpang Menowo. Penyebab kepadatan di keempat simpang ini tidak lain karena
pertemuan kendaraan dari berbagai arus yang berbeda. Minimnya jalan dan padatnya
permukiman membuat opsi pelebaran dan pembuatan jalan baru cukup nihil untuk
dilakukan. Belum lagi masalah ruang adalah masalah utama di kota ini. Maka opsi yang
paling memungkinkan adalah mereformasi transportasi umum yang dapat dimulai dari
pusat Kota Magelang lalu meluas hingga kabupaten. Dari hasil studi Analisis Kualitas
dan Kuantitas Sistem Transportasi (2015) yang dilakukan Kantor Penelitian
Pengembangan dan Statistik Kota Magelang, dijelaskan bahwa Kota Magelang memiliki
beberapa permasalahan dan potensi angkutan seperti geometri jalan yang tidak
mendukung, seperti lebar jalan yang terbatas dan alinemen vertikal dan horizontal yang
tidak standar, serta adanya potensi angkutan menuntut dukungan pengembangan rute
angkutan berupa jaringan lintas yang memadai.

Meskipun hanya kota kecil, Magelang bisa mengadakan layanan transportasi publik
dengan wujud bus bernama Trans Magelang (TM). Bus ini adalah bus kota pada
umumnya namun menggunakan sistem bus rapid transit (BRT). Dengan menggunakan
tenaga listrik dari baterai, untuk dapat menggunakan jasa layanan BRT ini, masyarakat

2
cukup melakukan tap-in kartu Kita Sama atau DI Magelang yang terletak di pintu masuk
halte bus guna memvalidasi eligibilitas pengguna (kredit perjalanan).

Berdasarkan paparan tersebut dapat diketahui bahwa ada beberapa masalah yang
berkaitan dengan sistem transportasi publik di Kota Magelang dan sekitarnya. Oleh sebab
itu, perlu dilakukan analisis yang komprehensif dan menyeluruh serta perencanaan yang
terstruktur dan berjangka panjang. Melalui analisis dan perencanaan ini diharapkan dapat
ditemukan solusi permasalahan sistem transportasi publik di Kota Magelang yang dapat
dimanfaatkan di masa depan dan berfungsi secara optimal.

1.2 Batasan Lokus dan Fokus Analisis


1.2.1 Batasan Lokus
Batasan lokus yang ditetapkan dalam analisis dan perencanaan ini yaitu pada
Kawasan Perkotaan Kota Magelang serta wilayah di sekitarnya. Kondisi transportasi
publik di Kawasan Perkotaan Magelang sudah cukup terintegrasi dengan wilayah di
sekitarnya khususnya Kota Magelang secara keseluruhan.

1.2.2 Batasan Fokus


Batasan fokus yang ditetapkan pada analisis dan perencanaan ini terutama dalam
pembahasan dan perhitungan permintaan dan penawaran yang berlandaskan pada kajian
kondisi spasial, ekonomi, dan sosial. Penilaian terhadap system transportasi publik yang
ada juga dilakukan berdasarkan indikator-indikator yang telah dirumuskan, begitu pula
pembahasan tantangan, peluang, dan kesimpulannya. Keterbatasan data yang ada dan
dapat diakses menyebabkan tingkat ketelitian datanya pun tidak begitu jelas, sehingga
dibuat asumsi-asumsi perhitungan pada Kawasan Perkotaan Magelang. Hasil analisis
yang telah dilakukan kemudian dijadikan dasar dalam melakukan perencanaan system
transportasi publik dan dapat dijadikan masukan serta saran agar menjadi lebih baik lagi.

3
BAB II

PEMBAHASAN ANALISIS SISTEM TRANSPORTASI PUBLIK


2.1 Analisis Permintaan dan Penawaran Transportasi Publik
2.1.1 Pendekatan dalam Perhitungan Permintaan Transportasi Publik
Ada dua jenis pemintaan transportasi publik yaitu permintaan efektif dan permintaan
potensial. Permintaan efektif adalah permintaan yang dihitung dari jumlah pengguna
sarana transportasi publik sesuai dengan kenyataan yang ada atau sudah terlayani pada
saat ini. Permintaan potensial adalah permintaan yang mungkin muncul di masa depan
juga permintaan yang sudah muncul pada saat ini tetapi belum terlayani oleh system
transportasi publik yang ada. Satuan permintaan keduanya dinyatakan dalam jumlah
orang per waktu per wilayah tertentu. Pendekatan dalam perhitungan permintaan dan
penawaran ini dilakukan melalui pendekatan agregat. Pendekatan agregat merupakan
perhitungan yang dilakukan menggunakan pendekatan makro atau secara keseluruhan
dengan cara eliminasi preferensi yang dimiliki oleh suatu individu dengan individu
lainnya. Analisis kondisi spasial, ekonomi, dan sosial perlu dilakukan terlebih dahulu
sebelum melakukan analisis perhitungan permintaan dan penawaran tersebut.

2.1.2 Analisis Kondisi Spasial


a. Batas Fisik dan Administrasi

Gambar 1.1 Peta Administrasi Kabupaten Magelang


Sumber: Analisis Penulis, 2020
Kabupaten Magelang adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang
mempunyai luas 108.573 ha atau sekitar 3,34% dari luas Provinsi Jawa Tengah. Secara
administratif Kabupaten Magelang mempunyai 21 kecamatan dan terdiri dari 367 desa

4
dan 5 kelurahan. Kecamatan terluas adalah Kecamatan Kajoran (83,41km 2), sedangkan
kecamatan terkecil adalah Kecamatan Ngluwar (22,44 km2).
Sedangkan secara geografis, Kabupaten Magelang terletak pada posisi 110°01’51”-
110°26’58” Bujur Timur dan 7°19’13”-7042’16” Lintang Selatan, dengan batas-batas
Kabupaten Magelang sebagai berikut:
1) Sebelah utara : Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Semarang.
2) Sebelah timur : Kabupaten Semarang dan Kabupaten Boyolali.
3) Sebelah selatan : Kabupaten Purworejo dan Provinsi DI. Yogyakarta.
4) Sebelah barat : KabupatenTemanggung dan Kabupaten Wonosobo.
5) Bagian tengah : Kota Magelang.
Letak Kabupaten Magelang yang strategis dapat dilihat dari posisi Kabupaten
Magelang yang terletak di antara kota besar yaitu Kota Yogyakarta dan Kota Semarang.
Selain itu letak strategis kabupaten tersebut juga dapat dilihat dari letaknya yang di antara
jalur pantura dengan jalur selatan-selatan, jalur utara-selatan dan di tengah Provinsi Jawa
Tengah. Kabupaten Magelang juga berada di antara perlintasan jalur ekonomi yaitu
Semarang–Magelang–Purwokerto dan Semarang–Magelang–Yogyakarta–Solo,
sehingga memudahkan aksesibilitas dan juga dapat mendorong perkembangan ekonomi
Kabupaten Magelang.
Secara administrasi, Kabupaten Magelang terbagi menjadi:
• Jumlah kecamatan : 21 Kecamatan
• Jumlah desa : 367
• Jumlah kelurahan : 5

5
Kecamatan Luas % Jumlah Jarak dari
Subdistrict Daerah Luas Desa Ibukota
(Km2) Daerah Kabupaten
1 Salaman 68,87 6.34 20 15
2 Borobudur 54,55 5.02 20 4
3 Ngluwar 22,44 2.07 8 22
4 Salam 31,63 2.91 12 19
5 Srumbung 53,18 4.90 17 19
6 Dukun 53,40 4.92 15 21
7 Muntilan 28,61 2.64 14 17
8 Mungkid 37,40 3.44 16 7
9 Sawangan 72,37 6.67 15 15
10 Candimulyo 46,95 4.32 19 17
11 Mertoyudan 45,35 4.18 13 6
12 Tempuran 49,04 4.52 15 8
13 Kajoran 83,41 7.68 29 31
14 Kaliangkrik 57,34 5.28 20 34
15 Bandongan 45,79 4.22 14 20
16 Windusari 61,65 5.68 20 25
17 Secang 47,34 4.36 20 22
18 Tegalrejo 35,89 3.31 21 22
19 Pakis 69,56 6.41 20 29
20 Grabag 77,16 7.11 28 33
21 Ngablak 43,80 4.03 16 37
Kab. Magelang 1085,73 100.00 372

Tabel 1.1 Tabel Luas Daerah, Jumlah Desa/Kelurahan, dan Jarak Terdekat/Termudah
dari Ibukota Kabupaten Magelang ke Kecamatan se-Kabupaten Magelang Tahun 2020

Sumber: BPS Kabupaten Magelang, 2020

6
b. Struktur dan Pola Ruang Wilayah

Gambar 1.2 Peta Perkotaan Kabupaten Magelang


Sumber: Analisis Penulis, 2020

Gambar 1.3 Peta Simpul Permukiman Kabupaten Magelang


Sumber: Analisis Penulis, 2020
Dari 21 kecamatan yang ada di Kabupaten Magelang terdapat tiga kecamatan
yang tidak memiliki pusat dan simpul permukiman perkotaan. Nama kecamatan tersebut
antara lain Kecamatan Ngablak, Kecamatan Windusari, Kecamatan Candimulyo.

7
Identifikasi Jaringan Penghubung di Kabupaten Magelang dilakukan dengan
menumpuk atau overlay jaringan jalan dengan simpul permukiman yang telah
ditentukan. Hasil dari overlay tersebut akan menjadi salah satu aspek ketentuan hirarki
tiap simpul di Kabupaten Magelang.
Jaringan Penghubung Kabupaten Magelang terdiri atas beberapa hirarki. Hirarki
ini terdiri dari jalan arteri, jalan kolektor dan jalan lingkungan dengan asumsi bahwa tiap
jalan ini memiliki aksesibilitas yang baik untuk dilewati. Pada Kabupaten Magelang,
jalan arteri yang melewatinya adalah Jalan Soekarno Hatta. Jalan ini menghubungkan
antara 2 kota besar yaitu Kota Jogja dan Kota Semarang.

Gambar 1.4 Peta Pola Ruang Kabupaten Magelang


Sumber: Analisis Penulis, 2020
Hasil analisis dari peta-peta tersebut kemudian diolah menjadi tabel rekapitulasi
untuk titik-titik bangkitan dan tarikan perjalanan sebagai berikut.

8
Asumsi Gambaran Jumlah
Permintaan dan Penawaran
Pusat Perkotaan
Transportasi Publik Potensial
Bangkitan Tarikan
Bandongan >70.000 >70.000
Borobudur >70.000 >70.000
Dukun 20.000-30.000 20.000-30.000
Grabag <20.000 20.000-30.000
Kajoran 45.000-70.000 45.000-70.000
Kaliangkrik 45.000-70.000 45.000-70.000
Mertoyudan >70.000 >70.000
Mungkid >70.000 >70.000
Muntilan >70.000 >70.000
Ngluwar 45.000-70.000 45.000-70.000
Pakis <20.000 20.000-30.000
Salam >70.000 >70.000
Salaman 45.000-70.000 45.000-70.000
Sawangan 45.000-70.000 45.000-70.000
Secang >70.000 >70.000
Srumbung 20.000-30.000 20.000-30.000
Tegalrejo 20.000-30.000 20.000-30.000
Tempuran >70.000 >70.000
Tabel 1.2 Rekapitulasi Keterkaitan Bangkitan dan Tarikan di Kabupaten Magelang

Sumber: Analisis Penulis, 2020


Secara umum, banyaknya bangkitan dan tarikan dilakukan menggunakan metode
asumsi dengan melihat simpul permukiman perkotaan yang ada dan eksisting letaknya
terhadap jalan raya. Kondisi spasial sangat berpengaruh terhadap bangkitan dan tarikan
yang terjadi terhadap permintaan dan penawaran transportasi publik. Pada simpul
perkotaan yang berada dekat dengan pusat kota dan ramai oleh pengendara, maka asumsi
bangkitan dan tarikan akan lebih banyak sesuai dengan penawaran dan permintaan yang
dimungkinkan akan muncul.

9
c. Pola Jalan

Gambar 1.5 Peta Jaringan Jalan Kabupaten Magelang


Sumber: Analisis Penulis, 2020
Jaringan jalan merupakan prasarana penting dalam sebuah wilayah untuk
menunjang transportasi. Pada tahun 2019 tercatat total panjang jalan di Kabupaten
Magelang sepanjang 1.157,212 kilometer, yang terdiri dari 37,710 kilometer jalan
negara, 118,677 kilometer jalan provinsi dan 1.000,825 kilometer jalan kabupaten.

Status dan Panjang Jalan Total


No Keadaan
Negara Provinsi Kabupaten
Jenis Permukaan Jalan
A Aspal 37,710 94,367 986,025 1.118,102
B Beton 24,310 14,800 39,110
C Kerikil
D Tanah
Total 1.157,212
Kondisi Jalan
A Baik 2,050 87,743 748,550 838,343
B Sedang 31,540 30,934 140,475 202,949
C Rusak 93,130 97,250
Rusak
D 18,670 18,670
Berat
Total 1.157,212
Tabel 1.3 Panjang Jalan Menurut Jenis Permukaan Jalan, Kondisi Jalan, dan
Pemerintahan yang Berwenang Mengelolanya di Kabupaten Magelang (km)

10
Sumber: BPS Kabupaten Magelang, 2020

Persentase Jalan Menurut Kondisi Jalan di


Kabupaten
Magelang, 2019

8% 2%

18%

72%

Baik Sedang Rusak Rusak berat

Gambar 1.6 Persentase Jalan Menurut Kondisi Jalan di Kabupaten Magelang

Sumber: BPS Kabupaten Magelang 2020 dan Analisis Penulis, 2020


Jika dilihat dari jenis permukaan jalan, kabupaten magelang sudah
mengaplikasikan penggunaan aspal dan juga beton. Kondisi jalan Kabupaten Magelang
pada tahun 2019 menunjukan 72% dalam kondisi yang baik. Meskipun cukup banyak
jalan yang sudah baik sisanya masig ada yang sedang, rusak dan rusak berat. Jika diukur
panjang jalan berdasarkan hierarkinya di dalam shapefile jaringan jalan data BAPPEDA
Kabupaten Magelang, berikut tabel lengkapnya:

No. Tipe jalan Panjang (km)


1 Arteri 36,01
2 Kolektor 158,17
3 Lokal 748,06
4 Lingkungan 2.826,42
Total 3.768,67
Tabel 1.4 Panjang Jalan Berdasarkan Tipe Jalan di Kabupaten Magelang
Sumber: Bappeda Kabupaten Magelang 2020 dan Analisis Penulis, 2020

11
Perbedaan data dari BPS dikarenakan BPS hanya menghitung jalan Negara,
Provinsi dan juga Kabupaten. Sedangkan jalan kecil seperti jalan lingkungan tidak
dihitung. Total panjang jalan diukur dari shapefile jalan sepanjang 3.768,67 kilometer.
Kondisi Jalan 2017 2018 2019
Baik 727,595 833,943 838,343
Sedang 268,687 193,324 202,949
Rusak 135,940 111,225 97,250
Rusak berat 23,680 18,720 18,670
Jumlah 1,155,902 1,157,212 1,157,212
Tabel 1.5 Panjang Jalan Menurut Kondisi Jalan di Kabupaten Magelang dalam Satuan
Kilometer Tahun 2017-2019
Sumber: Bappeda Kabupaten Magelang 2020 dan Analisis Penulis, 2020

Dari progress setiap tahunnya jalan yang ada di Kabupaten Magelang selalu
mengalami perbaikan dari yang sebelumnya rusak/ rusak berat menjadi sedang/baik. Hal
tersebut membuktikan bahwa perkembangan infrastruktur jalan di Kabupaten Magelang
selalu meningkat setiap tahunnya.

d. Jaringan Sarana dan Prasarana Transportasi Publik dan Perhitungan Penawaran

Gambar 1.7 Peta Jaringan Transportasi Kabupaten Magelang


Sumber: Analisis Penulis, 2020
Jaringan transportasi di Kabupaten Magelang dilayani dengan adanya prasarana
jalan, Termina O-D, Terminal Kargo, Terminal Tipe B dan Terminal Tipe C.

12
Berdasarkan fungsi pelayanannya, terminal penumpang diklasifikasikan kedalam tiga
tipe terminal (PP RI No. 43 tahun 1993) yaitu:
1) Terminal Tipe A, yang berfungsi melayani kendaraan penumpang umum untuk
angkutan antar kota antar propinsi (AKAP), dan angkutan lintas batas antar
negara, angkutan antar kota dalam propinasi (AKDP), angkutan kota (AK) serta
angkutan pedesaan (ADES).
2) Terminal Tipe B, yang berfungsi melayani kendaraan penumpang umum untuk
angkutan antar kota dalam propinasi (AKDP), angkutan kota (AK) serta angkutan
pedesaan (ADES).
3) Terminal Tipe c, yaitu yang berfungsi melayani kendaraan penumpang umum
untuk angkutan pedesaan (ADES).
Sedangkan berdasarkan data Badan Pusat Statistika Kabupaten Magelang,
jenis dan jumlah kendaraan penumpang umum yang ada di Kabupaten Magelang
adalah sebagai berikut.

Jenis Angkutan Penumpang Jumlah Armada

AKAP (Antar Kota Antar Provinsi) 135


AKDP (Antar Kota Dalam Provinsi) 103
Taksi 55
Pariwisata 235
Angkutan Pedesaan 743
Angkutan Perbatasan 458
Jumlah/Total 1729
Tabel 1.6 Tabel Penawaran Kapasitas Transportasi Publik Kabupaten Magelang
Tahun 2019

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Magelang 2020

Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa di Kabupaten Magelang terdapat


armada dengan jenis Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) yang berjumlah 135 armada,
sedangkan di Kabupaten Magelang tidak ada terminal dengan tipe A yang seharusnya
melayani jenis angkutan penumpang tersebut. Dengan demikian sudah seharusnya
dilakukan penambahan terminal dengan tipe A di Kabupaten Magelang.

13
Saat ini terdapat penambahan rute Trans Jateng Kutoarjo-Borobudur yang
bertujuan untuk melayani monilitas masyarakat yang berada di Wilayah Kutoarjo dan
Magelang. Selain itu saat ini rencana pembangunan sistem perkereta-apian yang tidak
hanya menghubungkan Kota Yogyakarta dengan Kabupaten Magelang, namun juga
Yogyakarta International Airport (YIA) dengan Kawasan Wisata Borobudur.
2.1.3 Analisis Kondisi Ekonomi yang Berkaitan dengan Sistem Transportasi Publik
Pengaruh Tingginya PAD DIY dari Kendaraan Bermotor serta Banyaknya Kendaraan
Pribadi (Cara 1)

Melihat dari sisi ekonomi, permintaan transportasi publik dapat terlihat dari
penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari segi retribusi pajak, khususnya Pajak
Kendaraan bermotor (PKB). Semakin tinggi PKB maka dapat diasumsikan, terjadi
kenaikan kepemilikan kendaraan bermotor yang artinya adanya hambatan dalam
membangun perencanaan transportasi public karena masyarakat masih menyukai
penggunaan transportasi pribadi. Menurut Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah
Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah Provinsi Jawa Tengah, untuk kendaraan
bermotor kepemilikan pertama dikenakan tarif pajak 1,5%. Pada tahun 2019, PAD
Kabupaten Magelang dan PAD Kota Magelang jika digabung nilainya mencapai 675,5
miliar rupiah, dengan presentase pajak daerah yaitu 35% berarti mencapai 236,4 miliar
rupiah untuk retribusi pajak daerah sendiri. Dengan total jumlah kendaraan pada tahun
2019 yaitu 41.500 kendaraan mobil dan 400.000 kendaraan motor, diasumsikan nilai
harga 1 motornya yaitu 20 juta rupiah dan mobil 150 juta rupiah. Maka didapatkan nilai
retribusi PKB totalnya yaitu Rp 183.350.000.000,00 , atau sekitar 77,47% dari total
retribusi pajak totalnya. Kondisi tersebut tentunya menjadi hambatan dalam
pengembangan transportasi publik, akibatnya harus ada pembatasan dari pemerintah
setempat dalam kebijakan pembeliaan kendaraan pribadi bagi publik. Namun
kenyataanya pada kondisi di dunia nyata, pembayaran pajak justru sangat rendah, yang
memungkinkan public untuk memiliki kendaraan lebih dari 1 dalam sebuah keluarga,
akibatnya jumlah kepemilikan kendaraan terus meningkat.

Padahal salah satu pendekatan dalam perhitungan kebutuhan permintaan


transportasi public (D) adalah dengan mengurangkan kemampuan pelayanan kendaraan
pribadi (L), apabila jumlahnya semakin tinggi maka otomatis permintaan public
menurun. Dalam perhitungan permintaan transportasi publik dapat dituliskan sebagai
berikut :

14
• Kepemilikan Kendaraan Pribadi (K) = Jumlah Kendaraan (V) : Jumlah
Penduduk (P)
• Kemampuan pelayanan kendaraan pribadi = K x Penduduk Potensial (Pm)
x Kapasitas kendaraan (C)
• Jumlah potensial yang membutuhkan transportasi public (M) = Pm – L
• Permintaan transportasi public (D) = Faktor pengali atau asumsi tingkat
kebutuhan (Ftm) x M

Dalam perhitungan permintaan transportasi publik dalam konteks kali ini, perlu
adanya asumsi yang dijelaskan untuk menyesuaikan dengan konteks permintaan di Kab.
Magelang dan Kota Magelang. Asumsi tersebut meliputi:

• Perhitungan jumlah kendaraan baik motor dan mobil menggunakan metode


proyeksi geometri, dengan tingkat laju pertumbuhan motor yaitu 0,076 dan
mbil yaitu 0.104.
• Jumlah kendaraan motor yaitu 400.394 motor dan jumlah kendaraan mobil
yaitu 41.479 mobil, dimana data tersebut diambil dari BPS Kabupaten dan
Kota Magelang untuk kendaraan pribadi.
• Jumlah penduduk merupakan gabungan dari penduduk Kab. Magelang dan
Kota Magelang yang pada tahun 2020 jumlahnya 1,4 juta jiwa. Dengan laju
pertumbuhan Kab. Magelang yaitu 0.009 dan Kota Magelang yaitu 0.002.
• Penduduk potensial adalah penduduk yang masuk dalam usia produktif
yaitu 14-65 tahun, yang mana jumlahnya pada tahun 2020 yaitu 1,09 juta
jiwa.
• Kapasitas kendaran pribadi diasumsikan 2 untuk kendaraan motor dan nilai
4 untuk kendaraan roda 4 (mobil).
• Faktor pengali diasumsikan 1 dengan maksud setiap orang membutuhkan
transportasi publik

Tahun V P Pm K C L M D
2020 400,394 1,425,707 1,092,551 0.28084 2 613,662 478,890 957,779
2021 441,914 1,437,491 1,105,043 0.30742 2 679,425 425,618 425,618
2022 487,739 1,449,377 1,117,686 0.33652 2 752,239 365,447 365,447
2023 538,316 1,461,367 1,130,483 0.36836 2 832,860 297,622 297,622
2024 594,138 1,473,461 1,143,435 0.40323 2 922,126 221,309 221,309

15
2025 655,749 1,485,660 1,156,545 0.44139 2 1,020,965 135,581 135,581
2026 723,748 1,497,966 1,169,815 0.48315 2 1,130,402 39,413 39,413
2027 798,799 1,510,379 1,183,246 0.52887 2 1,251,574 -68,329 -68,329
2028 881,633 1,522,900 1,196,840 0.57892 2 1,385,742 -188,902 -188,902
2029 973,056 1,535,530 1,210,600 0.63369 2 1,534,299 -323,699 -323,699
2030 1,073,959 1,548,271 1,224,527 0.69365 2 1,698,789 -474,261 -474,261
2031 1,185,326 1,561,122 1,238,624 0.75928 2 1,880,921 -642,296 -642,296
2032 1,308,241 1,574,085 1,252,893 0.83111 2 2,082,588 -829,695 -829,695
2033 1,443,902 1,587,161 1,267,335 0.90974 2 2,305,887 -1,038,552 -1,038,552
2034 1,593,631 1,600,352 1,281,953 0.99580 2 2,553,138 -1,271,185 -1,271,185
2035 1,758,886 1,613,657 1,296,748 1.09000 2 2,826,912 -1,530,164 -1,530,164
2036 1,941,278 1,627,078 1,311,724 1.19311 2 3,130,055 -1,818,331 -1,818,331
2037 2,142,584 1,640,616 1,326,883 1.30596 2 3,465,718 -2,138,836 -2,138,836
2038 2,364,764 1,654,273 1,342,226 1.42949 2 3,837,392 -2,495,167 -2,495,167
2039 2,609,984 1,668,048 1,357,755 1.56469 2 4,248,941 -2,891,186 -2,891,186
2040 2,880,633 1,681,944 1,373,474 1.71268 2 4,704,645 -3,331,171 -3,331,171
Tabel 1.7 Permintaan transportasi publik dari asumsi kendaraan moto

Sumber : BPS Kabupaten dan Kota Magelang & Analisis Kelompok, 2020

Grafik Permintaan Transportasi Publik : Asumsi


Kendaraan Motor
2,000,000

1,000,000

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
-1,000,000

-2,000,000

-3,000,000

-4,000,000
Gambar 1.8 Grafik Permintaan Transportasi Publik : Kendaraan Motor

Sumber : Analisis Kelompok, 2020

Berdasarkan hasil perhitungan diatas, diketahui pada tahun 2020 jumlah permintaan
transportasi publik (D) mencapai 957.779 jiwa yang artinya mencapai 87,6% dari total
penduduk potensial dari tahun yang sama. Namun pada tahun 2021 sampai seterusnya,
jumlahnya terus menurun bahkan pada tahun 2027 sampai 2040 angkanya minus. Secara

16
umum, hal ini menunjukan adanya penurunan permintaan transportasi publik seiring
bertambahnya jumlah kendaraan motor dan jumlah penduduk. Dari yang sebelumnya
berjumlah 400.394 pada tahun 2020 menjadi 2.880.633 motor pada tahun 2040. Walaupun
pada konteks perhitungan permintaan transportasi publik, tidak bisa negatif nilainya, namun
angka negatif ini menunjukan nilai yang semakin turrun yang artinya dengan meningkatnya
jumlah kendaraan motor, maka akan semakin tinggi kemampuan pelayanan pribadi (L) yang
menyebabkan nilai permintaan transportasi publik turun. Hal itu semakin terlihat pada gambar
grafik, dimana kurva permintaanya semakin menurun, hingga berada di bawah garis x = 0 dan
terus menurun. Kondisi ini juga sama halnya jika diasumsikan pada kendaraan mobil, yang
hasil hitungannya sebagai berikut :

Tahun V P Pm K C L M D
2020 41,479 1,425,707 1,092,551 0.02909 4 127,146 965,406 965,406
2021 45,780 1,437,491 1,105,043 0.03185 4 140,771 964,271 964,271
2022 50,528 1,449,377 1,117,686 0.03486 4 155,858 961,828 961,828
2023 55,767 1,461,367 1,130,483 0.03816 4 172,562 957,921 957,921
2024 61,550 1,473,461 1,143,435 0.04177 4 191,057 952,378 952,378
2025 67,933 1,485,660 1,156,545 0.04573 4 211,535 945,010 945,010
2026 74,977 1,497,966 1,169,815 0.05005 4 234,210 935,605 935,605
2027 82,752 1,510,379 1,183,246 0.05479 4 259,316 923,930 923,930
2028 91,333 1,522,900 1,196,840 0.05997 4 287,114 909,726 909,726
2029 100,805 1,535,530 1,210,600 0.06565 4 317,894 892,706 892,706
2030 111,258 1,548,271 1,224,527 0.07186 4 351,975 872,553 872,553
2031 122,795 1,561,122 1,238,624 0.07866 4 389,711 848,913 848,913
2032 135,528 1,574,085 1,252,893 0.08610 4 431,495 821,398 821,398
2033 149,582 1,587,161 1,267,335 0.09425 4 477,761 789,574 789,574
2034 165,094 1,600,352 1,281,953 0.10316 4 528,989 752,963 752,963
2035 182,213 1,613,657 1,296,748 0.11292 4 585,713 711,036 711,036
2036 201,108 1,627,078 1,311,724 0.12360 4 648,521 663,203 663,203
2037 221,963 1,640,616 1,326,883 0.13529 4 718,068 608,815 608,815
2038 244,980 1,654,273 1,342,226 0.14809 4 795,076 547,150 547,150
2039 270,384 1,668,048 1,357,755 0.16210 4 880,345 477,410 477,410
2040 298,422 1,681,944 1,373,474 0.17743 4 974,763 398,711 398,711
Tabel 1.8 Permintaan transportasi publik dari asumsi kendaraan mobil

17
Sumber: BPS Kabupaten dan Kota Magelang & Analisis Kelompok, 2020

Grafik Permintaan Transportasi Publik :


Kendaraan Mobil

1,200,000
1,000,000
800,000
600,000
400,000
200,000
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21

Gambar 1.9 Grafik permintaan transportasi publik: Kendaraan Mobil

Sumber: Analisis Kelompok, 2020

Sama halnya dengan perhitungan dan analisis permintaan transportasi publik


dari asumsi kendaraan mobil yang cenderung menurun permintaannya. Pada tahun
2020, permintaan transportasi publik (D) untuk kendaraan mobil yaitu 965.406 jiwa,
dimana mencapai persentase 88,36% dari total penduduk potensial (Pm) pada tahun
yang sama. Dari permintaan transportasi publik (D), dari tahun 2020 – 2040 angkanya
terus menurun walaupun nilainya positif. Hal ini dikarenakan jumlah kepemilikan
kendaraan mobil yang semakin tinggi hingga tahun 2040 yang menyebabkan
kemampuan pelayanan pribadi (L) juga semakin tinggi, sehingga nilai permintaan terus
menurun. Dimana pada tahun 2020 jumlah kendaraan hanya 41.479 mobil, meningkat
hingga 298.422 mobil pada tahun 2040. Hal ini jelas terlihat pada grafik permintaan
transportasi publik, yang jumlahnya kian turun bahkan kehilangan hampir 600 ribu
lebih penduduk yang potensial memakai transportasi publik.

Dengan semakin bertambahnya kepemilikan kendaraan pribadi, tentu akan


meningkatnya nilai kemampuan pelayanan pribadinya. Jika hal ini dibiarkan, tentunya
permintaan transportasi publik akan terus turun. Orang akan lebih nyaman dengan
kendaraan pribadi, jika tidak ada intervensi pemerintah untuk membenahi transportasi
publik daerah dan membatasi kepemilikan kendaraan pribadi. Jika jumlah ini terus
meningkat, tentu akan menyebabkan kemacetan di kota dan daerah dimana, jumlah
kendaraan pribadinya yang semakin banyak, namun kapasitas jalan yang konstan
menyebabkan derajat kejenuhan pun semakin tinggi. Akibat lainnya yaitu peningkatan
polusi udara dari kendaraan bermotor yang tentunya tidak bagus untuk lingkungan dan

18
semakin membuat orang malas untuk keluar menggunakan transportasi publik karena
udara di luar yang kotor. Pemerintah harus paham, dan jangan fokus pada retribusi yang
didapat saja, namun harus bisa mencari solusi atas permasalahan ini.

2.1.4 Analisis Kondisi Sosial yang Berkaitan dengan Sistem Transportasi Publik

Jumlah Arus Penumpang Angkutan Umum


Tahun 2014 2015 2016 2017 2018
Target Renstra
Perangkat Daerah 3.705.271 3.705.271 3.705.271 3.705.271 3.705.271
Capaian Realisasi 3.705.271 7.011.611 3.286.049 2.794.562 3.121.745
Rasio Capaian 100 189,23 88,69 75,42 84,25
Tabel 1.9 Kinerja Pelayanan Dinas Perhubungan Kabupaten Magelang

Sumber: Dinas Perhubungan Kabupaten Magelang, 2020

Kondisi sosial menggambarkan mengenai pilihan moda transportasi penduduk di


Kabupaten Magelang. Berdasarkan data jumlah arus penumpang angkutan umum dapat
diambil kesimpulan bahwa minat masyarakat menggunakan transportasi umum masih
kurang. Pada data ditampilkan minat yang fluktuatif cenderung menurun tiap tahunnya.
Perhitungan permintaan berdasarkan kondisi sosial dapat dilakukan menggunakan data
jumlah kendaraan bermotor. Dari data tersebut didapatkan perbandingan antara
penggunaan kendaraan pribadi dengan angkutan umum.

Jumlah
Asumsi
Perkembangan Persentase
Jenis Kendaraan Persentase
Kendaraan Eksisting
Pemodelan
Bermotor (unit)
Kendaraan Roda Dua 334.471 86,95%
Kendaraan
Kendaraan Roda 95,32% 66,72%
Pribadi
Empat 32.198 8,37%
Angkutan Truk Barang Umum 1.503 0,39%
4,08% 4,08%
Barang Mobil box 14.185 3,69%
Angkutan Bus 925 0,24%
0,58% 29,18%
Umum Angkutan Kota/Desa 1.319 0,34%

19
Paratransit Taksi 74 0,02% 0,02% 0,02%
Jumlah 384.675 100% 100% 100%
Tabel 1.10 Preferensi Pemilihan Moda Transportasi Kabupaten Magelang

Sumber: Dinas Perhubungan Kabupaten Magelang, diolah oleh penulis, 2020

Rumus perhitungan permintaan berdasarkan data preferensi pemilihan moda


transportasi di atas adalah sebagai berikut:

Permintaan efektif = Jumlah penduduk tahun 2019 (P) x 365 hari x %


Angkutan Umum

Permintaan potensial = Jumlah penduduk tahun n (Pm) x 365 hari x %


Angkutan Umum

Asumsi-asumsi yang digunakan dalam perhitungan permintaan:

• Proyeksi dilakukan tiap 5 tahun setelah tahun 2019.


• Pemodelan diasumsikan dengan adanya peralihan pengguna kendaraan
pribadi ke angkutan umum sebesar 50% dari penggunaan awal kendaraan
pribadi.
• Jumlah penduduk dikalikan 365 hari karena permintaan dihitung tiap harinya
dalam setahun.
• Preferensi 48,24% dibagi 20% di tahun awal perhitungan dan terus
meningkat hingga mencapai 100% pada proyeksi tahun 2039.

Jumlah
Jumlah Preferensi Preferensi
Tahun Penduduk Keterangan
Penduduk 0,58% 48,24%
x 365 hari

2019 1.295.019 472.681.935 2.757.388 45.607.125 Efektif


2024 1.359.712 496.294.975 2.895.135 95.770.900
2029 1.427.637 521.087.614 3.039.762 150.832.767
Potensial
2034 1.498.956 547.118.781 3.191.615 211.156.915
2039 1.573.837 574.450.346 3.351.054 277.131.692

20
Tabel 1.11 Perhitungan Permintaan Kabupaten Magelang

Sumber: Analisis Penulis, 2020

2.1.5 Kesimpulan Nilai Permintaan dan Penawaran


Pendudu Cara 2 Model 1
cara 1 (ekonomi) Cara 2 Model 2 (sosial)
k (sosial)
Tahu
Potensial % %
n Jumlah/ Jumlah/ Jumlah/ % terhadap
(Pm) x terhada terhada
tahun tahun tahun Pm
365 hari p Pm p Pm
2024 1143435 221309 19.35 289513 253.20 95770900 8375.72
5
2029 1210600 -323699 -26.74 303976 251.10 15083276 12459.34
2 7
2034 1281953 - -99.16 319161 248.97 21115691 16471.51
1271185 5 5
2039 1357755 - -212.94 335105 246.81 27713169 20411.02
2891186 4 2

Tabel 1.12 Rekapitulasi Permintaan


Sumber: Analisis Penyusun, 2020

Dari tabel rekapitulasi tersebut dapat dilihat bahwa berbeda cara menghasilkan
perhitungan yang berbeda pula. yang paling realistis adalah cara 2 model 1 sebab
pertumbuhan progresif dari tahun ke tahun. Cara 1 dan cara2 model 2 nilainya kurang
realistis dan kurang mencerminkan adanya pertumbuhan permintaan transportasi publik.
Pada dasarnya pendekatan diatas dikatakan tepat sesuai dengan aspek yang digunakan,
akan tetapi dipilih cara yang paling tepat yaitu hasil perhitungan cara 2 model 1.

21
2.2 Penilaian Transportasi Publik
2.2.1 Penilaian Sarana Transportasi Publik

Tabel 1.13 Persepsi Masyarakat Terhadap Angkutan Umum di Kabupaten Magelang


Sumber: Prosiding Seminar Nasional Riset Teknologi Terapan, 2020

22
Penilaian dilakukan dengan mengambil beberapa indikator dari pendekatan standar Level
of Service. Hal ini dilakukan karena minimnya ketersediaan data. Indikator yang diambil
adalah waktu perjalanan dan biaya perjalanan. Berdasarkan data dari jurnal penelitian
didapatkan data bahwa persepsi masyarakat mengenai biaya perjalanan masuk ke dalam
kategori rendah ke sedang. Bahkan alasan masyarakat dalam memilih kendaraan umum
adalah karena biayanya yang murah. Sedangkan persepsi untuk waktu perjalanan
didominasi oleh jawaban sedang.
Meskipun penilaian terhadap kedua indikator dari Level of Service dapat dikatakan baik,
masih terdapat beberapa poin yang perlu diperhatikan dari tabel di atas. Terdapat dua
alasan yang disampaikan oleh masyarakat mengenai ketidakpuasan menggunakan
angkutan umum. Alasan tersebut adalah angkutan umum yang tidak menjangkau ke
semua daerah dan jadwal yang tidak sesuai.
2.2.2 Penilaian Prasarana Transportasi Publik
Jumlah pada tahun
3 No Sarpras satuan
2014 2015 2016 2017 2018
1 Rambu lalu lintas 1415 1865 2055 2457 2574 Buah
2 Rambu penunjuk 3 6 8 11 Buah
jalan
3 Cermin tikungan 5 21 29 33 Buah
4 Marka jalan 225 Meter
5 Apill 18 18 18 18 18 Buah
6 Warning light 1 2 2 2 2 Buah
7 Pagar pengaman 4288 4430 4748 4748 5104 Beam
8 Traffic cone 168 193 218 272 327 Buah
9 Zebra cross 15 35 35 45 55 Lokasi
10 Halte 5 5 6 9 11 Buah
11 Lampu penerangan 2813 2835 2846 2846 2846 Titik
jalan
Tabel. 1.14 Data Prasarana Perhitungan dan Fasilitas Pelengkap Jalan Kabupaten
Magelang Tahun 2014-2018
Sumber: Rencana Strategis Dinas Perhubungan Kabupaten Magelang Tahun 2019 – 2024

Berdasarkan data diatas dapat diketahui fasilitas transportasi di Kabupaten


Magelang cenderung meningkat setiap tahunnya. Khusus untuk fasilitas transportasi

23
publik berupa halte terjadi peningkatan dari tahun 2014-2018 sebanyak 6 halte tambahan.
Prasarana transportasi publik di Kabupaten Magelang masih bertumpu pada jaringan
jalan. Belum ada jalur khusus untuk transportasi publik. Berikut peta jaringan jalan
Kabupaten Magelang:

Pada tahun 2019 tercatat total panjang jalan di Kabupaten Magelang sepanjang
1.157,212 kilometer, yang terdiri dari 37,710 kilometer jalan negara, 118,677 kilometer
jalan provinsi dan 1.000,825 kilometer jalan kabupaten.
Aksesibilitas, Mobilitas, dan Interaksi bangkitan berupa simpul permukiman
perkotaan yang dihubungkan dengan jalan di Kabupaten Magelang sebagai berikut:

24
Gambar 1.10 Peta Aksesibilitas Simpul Perkotaan Kabupaten Magelang
Sumber: Analisis Penyusun, 2020

Gambar 1.11 Peta Mobilitas Kabupaten Magelang


Sumber: Analisis Penyusun, 2020

Simpul perkotaan Rata-rata nilai interaksi Peringkat


A Secang 1,029,480.60 4
B Bandongan 534,397.91 7
C Kaliangkrik 17,486.74 16

25
D Tegalrejo 534,773.62 6
E Pakis 11,538.81 17
F Mertoyudan 4,138,217.00 2
G Tempuran 376,942.31 8
H Salaman 201,326.15 12
I Mungkid 3,230,641.22 3
J Muntilan 4,712,871.53 1
K Salam 251,962.58 10
L Grabag 124,929.42 13
M Sawangan 115,831.23 14
N Ngluwar 308,102.30 9
O Borobudur 754,504.67 5
P Kajoran 9,916.34 18
Q Srumbung 55,319.19 15
R Dukun 236,595.20 11

Tabel 1.16 Interaksi dan Peringkat Simpul Perkotaan


Sumber: Analisis Penyusun, 2020
Hasil analisis tersebut dapat menjadi pertimbangan dalam menentukan jaringan
jalan yang menjadi trayek transportasi publik. Bangkitan berupa simpul permukiman
kota dapat digunakan dalam peletakan titik pemberhentian berupa halte.

26
Tabel 1.17 Derajat Kejenuhan Kota Magelang

Sumber : Dishub Kota Magelang 2016

Berdasarkan data tabel diatas, untuk Kota Magelang sendiri pada area amatan, terdapat
beragam nilai derajat kejenuhan. Terdapat 8 simpang jalan yang derajat kejenuhannya >
0,8 yang artinya volume kendaraan mendekati kapasitas jalan yang ada dan masuk dalam

27
kategori E. Jika tidak ada intervensi dari pemerintah, dalam 5-10 tahun kedepan terhadap
pola mobilitas yang ada, tentu akan berakibat pada kemacetan dan bahkan mencapai
kategori F yang artinya tidak ada pergerakan. Untuk Kab. Magelang belum bisa dianalisis
karena ketidaktersediaan data yang ada. Namun jika dilihat dari evaluasi kondisi jalan,
berdasarkan data BPS Kab. Magelang, jalan-jalan di Kab. Magelang sudah 100%
teraspal, dengan kondisi jalan rusak-rusak parah hanya 13% persentasenya. Mayoritas
jalan di Kab. Magelang merupakan kelas jalan III B yang mana merupakan jalan kolektor
yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan muatan sumbu berat yaitu 8 ton.
Berdasarkan PP Nomor 55 Tahun 2012 Pasal 5 ayat 3 pada kelas jalan III B ini dapat
dilalui oleh mobil bus kecil dengan JBB 3,5 – 5 Ton dan Mobil bus sedang dengan JBB
5-8 ton.

Gambar 1.12 Mobil Bus Ukuran Sedang

Sumber : www.google.com

2.2.3 Peluang dan Tantangan Perbaikan Sistem Transportasi Publik


Peluang dan tantangan transportasi publik tertuang dalam Rencana Strategis
Dinas Perhubungan Kabupaten Magelang 2019-2024. Diantaranya:
Tantangan:
1. Terbatasnya anggaran dan SDM dalam mendukung pelayanan transportasi publik.
2. Semakin rendahnya masyarakat Kabupaten Magelang untuk menggunakan
transportasi publik.
3. Meningkatnya kemacetan di Kabupaten Magelang karena kendaraan pribadi yang
semakin banyak.
4. Semakin banyaknya transportasi online yang belum jelas aturan hukumnya.
Peluang:
1. Infrastruktur jalan yang sudah mendukung

28
2. Adanya komitmen dari instansi pemerintah Kabupaten Magelang untuk membangun
transportasi berkelanjutan.
3. Rencana pengembangan aglomerasi kawasan strategis pariwisata dan
purwomanggung.
4. Banyaknya area yang potensial dibangun parkir umum
5. Kondisi strategis diantara segitiga joglosemar (Jogja, Solo dan Semarang)
2.2.4 Kesimpulan Kondisi Transportasi Publik di Area Amatan Saat Ini
Berdasarkan penilaian diatas dapat dilihat kondisi eksiting transportasi publik
di Kabupaten dan Kota Magelang masih belum optimal. Belum adanya kesadaran
masyarakat dalam menggunakan transportasi publik memperparah kondisi transportasi di
Kabupaten dan Kota Magelang. Pengggunaan kendaraan pribadi di Kabupaten juga masih
sangat tinggi. Namun, disisi lain terdapat peluang kondisi jalan yang cukup baik di
Kabupaten dan Kota Magelang.

29
BAB III
PERENCANAAN TRANSPORTASI UMUM

3.1 Konsep Perencanaan


Secara umum, konsep perencanaan di Kota Magelang dan Kabupaten Magelang ini lebih
ditujukkan untuk meningkatkan coverage dari pelayanan transportasi publik yang ada di
area kota dan area sub-urban. Pemilihan coverage juga bertujuan untuk memeratakan
transportasi yang ada di Kabupaten dan Kota Magelang, supaya bisa mencapai daerah-
daerah sub-urban. Kapasitas dan penggunaan amada transportasi sendiri dinilai kurang
untuk melauani area perkotaan dan sub-urban eksisting, sehingga pendekatan coverage
dinilai lebih ideal daripada ridership. Apalagi dengan penggunaan lahan yang kurang mix,
kurang cocok apabila direncanakan secara ridership karena mobilitas pengguna
transportnyapun juga rendah.
Dalam meningkatkan jangkauan transportasi publik, kelompok menggunakan pendekatan
pada morfologi kota. Dimana dari analisis trip generation, distribusi, moda split, dan trip
assignment seluruhnya tersambung dengan bentuk kota. Hal ini juga mengkaitkan bentuk
kota dengan pola jalan yang ada serta keberadaa fungsi jalan lainnya.

3.2 Detail Perencanaan


3.2.1 Pemilihan Moda Berdasarkan Perhitungan Permintaan-Penawaran serta Trip
Generation
3.2.1.1 Penentuan Pemilihan Moda Berdasarkan Morfologi Kota dan Perkotaan

Sebelum memilih metoda yang sesuai untuk perencanaan transportasi


berdasarkan morfologi kota dengan pendekatan struktur kota (Yunus, 2000) adalah
sebagai berikut:

Variabel Indikator Parameter


Pendekatan Jumlah Pusat Hierarki dan Kota dan Kab. Magelang
Ekologikal Penggunaan Lahan cenderung mendekati teori
Harris and Ulman (1945)
yang menyatakan
terbentuknya pusat kegiatan
baru (inti) disekeliling pusat

30
nucleus yang berhubungan
secara fungsional.
Pendekatan Pusat hierarki terhadap Semakin banyak pusat
Ekonomi penentuan harga lahan kegiatan baru, bentuknya
sudah menjadi nucleus baru
tidak lagi terpusat pada 1
titik.
Ekspresi ruang kota Kecenderungan bentuk
burita (Yunus, 1999) karena
peran jalur transportasi yang
membentuk kegiatan
disekitarnya. Termasuk
kegiatan ekonomi.
Pendekatan Jenis Jalan Bentuknya tidak teratur
Morfologikal (irregular system), akibat
pola rencana yang tidak
teratur, banyak cabang-
cabang culdesac.
Pola Kawasan Menurut Branch dalam
Yoelianto (2005), pola radial
tidak menerus mirip dengan
struktur kota Kabupaten dan
Kota Magelang, karena
bentuknya yang terpusat di
kota, yang lalu menyebar
dengan adanya jalur
transportasi, namun tidak
menurus perkembangan
kegiatannya.
Pola Pola Kawasan Heterogen, terdapat 2 atau le
Perkembangan bih pola yang berbenturan,
Kota komposisi solid dan void
yang bervariasi

31
Tabel 1.18 Pendekatan Struktur Kota

Sumber : Analisis Kelompok, 2020

Berdasarkan hasil pendekatan tadi dapat disimpulkan, bahwa Kota Magelang dan
Kabupaten Magelang paling sesuai menurut gambaran morfologinya yaitu dengan Tipe
II yang dikemukakan oleh Rodrigue (2017) yaitu tipe weak center

Gambar 1.13 Tipe II Weak Center

Sumber : https://transportgeography.org/?page_id=4817

Karakteristik pola tipe II ini diantarnya adalah kepadatan penggunaan lahan rata-rata
rendah-sedang dan pola clustered merupakan ciri utama kawasan perkotaan tipe ini.
Pusat-pusat kegiatan dapat diakses dengan mobil dan titik-titik transit yang sebenarnya
kurang digunakan oleh masyarakat. Pola aktivitas kegiatannya-pun mengikuti pola jalur
transportasi yang ada, pada tipe ini juga sebagian wilayah kota tidak dapat terlayani
secara hemat biaya dengan system transit, sehingga pelayanan transportasi ataupun pusat
kegiatan seringnya berorientasi di sepanjang koridor utama saja. Hal ini didukung oleh
beberapa teori struktur kota lainnya seperti :

32
1. Evolusi Struktur Ruang

Gambar 1.14 Evolusi Struktur Ruang


Sumber : https://transportgeography.org/?page_id=4760

Berdasarkan kawasan perkotaan tipe II, evolusi struktur ruang sudah masuk dalam tahap
gambar B yaitu Mechanized City. Dimana sudah memungkinkan munculnya bagian
daerah grosir dan eceran yang berbeda dari CBD, lalu fasilitas terminal dekat dengan
pusat kota, yang mana menciptakan peningkatan kebuthan ruang kantor di dekat interaksi
keuangan tradisional seperti pasar. Walaupun di beberapa bagian kota masih mencakup
gambar A yang artinya masih berpusat pada jantung kota seperti pasar, pusat ibadah, dsb.
2. Urban Spatial Structures

Gambar 1.15 Struktur Spasial Kota


Sumber : https://transportgeography.org/?page_id=4709

Dengan pola clustered berarti mendukung teori evolusi dimana system berpusat pada
daerah-daerah pusat baru dimana pusat kegiatan sudah beralih bukan hanya ke pasar
ataupun tempat ibadah saja, namun ada juga cluster lain seperti perkantoran, dan juga
dekat dengan kawasan terminal yang menyebabkan terjadinya pusat kegiatan baru.

33
3. Scale of Urban Spatial

Gambar 1.16 Scale of Urban Spatial

Sumber : https://transportgeography.org/?page_id=4842

Untuk wilayah Kabupaten Magelang dan Kota Magelang skalanya yaitu komunitas
yang terciri dari pusat kegiatan dengan standar pelayanan minimal, berfokus pada
jalan local ataupun lingkungan yang beraglomerasi dengan permukiman antara pusat
kegiatan dengan tempat tinggal, selain itu juga skala district yang mana berfokus pada
jalan utama, dimana pusat-pusat kegiatan mengikuti jalan utama provinsi ada juga
zona karyawan yang terklusterisasi dengan adanya perkantoran kecil-sedang. Untuk
skala city sebetulnya sudah dalam tahap berkembang namun belom maksimal, karena
persyaratannya yang mengharuskan adanya transit system, yang mana di Kota
Magelang belum ada atau tidak sepenuhnya berjalan.

3.2.1.2 Pemilihan Moda Berdasarkan Karakteristik Kendaraan

Berdasarkan analisis yang sudah dilakukan sebelumnya, maka kendaraan yang cocok
untuk dikembangkan adalah bus dengan tipe kecil-sedang yang tidak melebihi batas
sumbu beban 8 ton karena jalan di Kota dan Kabupaten Magelang kebanyakan adalah
jalan dengan kelas III C yang mana sumbu bebannya 8 ton dengan lebar maksimum
tidak lebih dari 2,5 meter.

Berdasarkan analisis pada 2.1 disebutkan bahwa pada tahun 2019 permintaan
potensialnya yaitu 45.607.125 yang artinya ada 124.951 perjalanan/hari yang pada
tahun 2040 mencapai 759.264 perjalanan/harinya. Maka untuk perencanaan dalam 20
tahun kedepan bisa menggunakan system Bus Rapid Transit (BRT) dengan system
terintegrasi dengan daerah-daerah yang menjadi pusat kegiatan oleh karena Kota dan

34
Kabupaten Magelang masih dalam tahap tipe 2 weak center yang mana pusat kegiatan
masih terklasterisasi. Bus ini bisa berkapasitas hingga 30 orang dengan penambahan
angkutan kota sebagai penarik kawasan peri-peri urban menuju terminal bus yang
sudah direncanakan.

3.2.2 Line Network Berdasarkan Pola Trip Distribution


Penentuan line network didasarkan pada persebaran simpul permukiman dan
persebaran fasilitas umum. Fokus pelayananya adalah pada area simpul dan persebaran
fasilitas dengan intensitas tinggi. Pada perencanaan ini, simpul pemukiman merupakan
area bangkitan dan fasilitas umum merupakan area tarikan.

Kecamatan Pendidikan Kesehatan Pasar Transportasi Jumlah

Salaman 5 3 5 1 14
Borobudur 6 1 4 1 12
Ngluwar 4 1 3 0 8
Salam 5 1 0 0 6
Srumbung 5 1 2 0 8
Dukun 2 1 2 1 6
Muntilan 18 4 3 1 26
Mungkid 3 3 1 1 8
Sawangan 3 2 2 1 8

Mertoyudan 7 3 2 0 12
Tempuran 5 1 3 0 9
Kajoran 8 2 3 0 13
Kaliangkrik 9 1 2 1 13

Bandongan 12 1 4 1 18

Secang 6 2 2 1 11
Tegalrejo 7 2 1 1 11
Pakis 5 1 3 0 9
Grabag 5 3 2 1 11
Total 115 33 44 11
Tabel 1.19 Agregasi Fasilitas Kabupaten Magelang

Sumber: Analisis Penulis, 2020

35
Berdasarkan tabel di atas diperoleh beberapa kecamatan dengan persebaran fasilitas
yang banyak. Terdapat tiga kecamatan dengan jumlah persebaran fasilitas terbanyak
yaitu, Kecamatan Muntilan, Kecamatan Salaman, dan Kecamatan Bandongan.
Sehingga untuk memperoleh tingkat pelayanan transportasi umum yang baik
kecamatan dengan jumlah fasilitas terbanyak atau dalam hal ini diasumsikan memiliki
jumlah tarikan paling banyak perlu diprioritaskan.
Penentuan bentuk network dilakukan dengan meninjau morfologi dari Kabupaten
Magelang. Secara umum Kabupaten Magelang merupakan daerah dataran tinggi yang
berbentuk cekungan. Kabupaten Magelang dikelilingi oleh beberapa gunung yaitu
Gunung Merapi, Gunung Merbabu, Gunung Andong, Gunung Telomoyo, Gunung
Sumbing, serta Pegunungan Menoreh. Berdasarkan peta jaringan penghubung,
Kabupaten Magelang memiliki jalan arteri yang membelah Kabupaten Magelang
mengarah Utara – Selatan dan sebaliknya. Jalan arteri ini memiliki tipe jalur specialized
yang kemudian direncanakan akan ditambahkan untuk mencapai ke Kecamatan
Salaman yang memiliki asumsi jumlah tarikan paling banyak. Untuk mencapai area
yang lebih luas lagi maka akan digunakan pula tipe jalur branching dengan tipe jalur
specialized sebagai jalur utamanya.

3.2.3 Titik Pemberhentian


a. Dasar Penentuan Lokasi Pemberhentian
Penentuan lokasi titik pemberhentian didasarkan pada kondisi existing Kabupaten
Magelang yang kemudian direncanakan untuk 20 tahun ke depan. Pemberhentian bus
juga harus sesuai dengan rencana network line yang dibentuk. Berikut beberapa prinsip
dasar yang digunakan:
• Titik pemberhentian dibagi menjadi 2 jenis, yaitu shelter atau pemberhentian
bus pada umumnya serta terdapat halte portabel.
• Shelter merupakan halte yang lengkap beserta operator-nya. Sedangkan halte
portable halte yang sederhana tidak memiliki operator.
• Jarak antar titik pemberhentian diasumsikan minimum sepanjang 2000m dan
maksimum berjarak 3000 m. Hal tersebut dilakukan dengan
mempertimbangkan efektifitas dan efisiensi.
• Area titik pemberhentian disesuaikan dengan bangkitan dan tarikan yang besar
dengan melihat aspek spasial.

36
b. Rencana Titik Pemberhentian
Dengan dasar-dasar pertimbangan peletakan titik pemberhentian maka peletakan
titik-titik pemberhentian tersebut adalah seperti berikut:

Gambar 1.17 Titik Pemberhentian Halte


Sumber : Analisis Kelompok, 2020

Gambar 1.18 Jangkauan Pemberhentian Halte

37
Sumber : Analisis Kelompok, 2020

Dapat dilihat antar titik pemberhentian saling berhubungan dan sudah memenuhi
standar yang sudah ditetapkan di atas.

3.2.4 Line Route Berdasarkan Prinsip Moda Split


Berdasarkan analisis kondisi sosial yang berkaitan dengan transportasi
publik dapat diketahui pembagian jenis moda transportasi. Apabila dilakukan
penyesuaian dengan jenis moda secara rinci diasumsikan sebagai berikut:

Persentase Eksisting
Jenis Kendaraan
Asumsi Persentase Pemodelan
Kendaraan Kendaraan Roda Dua 60,86%
66,72%
Pribadi Kendaraan Roda Empat 5,86%
Angkutan Truk Barang Umum 0,39%
4,08%
Barang Mobil box 3,69%
Angkutan Bus 12,07%
29,18%
Umum Angkutan Kota/Desa 17,11%
Paratransit Taksi 0,02% 0,02%
Jumlah 100% 100%

Tabel 1.20 Permodelan Kondisi Sosial Transportasi

Sumber: Analisis Penulis, 2020

Dengan adanya perbedaan penggunaan moda transportasi tersebut


mempengaruhi rencana pengembangan transportasi. Secara umum moda – moda
tersebut diarahkan ke pusat Kota Magelang, sehingga apabila digambarkan rutenya
seperti berikut:

38
Gambar 1.19 Pemusatan Arah Transportasi
Sumber : Analisis Kelompok, 2020

Gambar 1.20 Sirkulasi Rute Lokal Transportasi


Sumber : Analisis Kelompok, 2020

Jadi dapat disimpulkan rute yang akan direncanakan terpusat di Kota Magelang.
Direncanakan juga rute lokal yang menghubungkan antar 2 kecamatan atau lebih.
Terdapat 6 titik rute lokal.

39
3.2.5 Level of Service Berdasarkan Prinsip Trip Assignment

Gambar 1.21 Peta Gabungan Rencana

Sumber: Rencana Penulis, 2020

Gambar 1.22 Peta Gabungan Rencana

Sumber: Rencana Penulis, 2020

Melalui adanya pembagian pembebanan jalan bagi kendaraan pribadi, angkutan


barang, angkutan umum, dan paratransit diharapkan dapat mengurangi beban masing-
40
masing provider sehingga tidak terjadi penumpukan kendaraan dan kualitas transportasi
khususnya transportasi publik dapat menjadi lebih baik. Berikut merupakan respon
penilaian yang diharapkan (ekspektasi) terhadap sistem transportasi publik setelah
dilakukan perencanaan yang komprehensif.

Indikator Ekspektasi yang Diharapkan Setelah Direncanakan


Rata-rata 5-15 menit Waktu tunggu akan berkurang
karena jumlah armada sudah
disesuaikan dengan permintaan
Waktu tunggu
Maksimum 15-30 menit dan penawaran serta dilakukan
penyebaran rute yang mencakup
wilayah lebih luas.
Padat tinggi 300-500m Jarak untuk berjalan semakin
berkurang karena titik
pemberhentian halte didekatkan
dan didukung oleh infrastruktur
jalan yang memadai dan aman
Jarak berjalan Kepadatan rendah 500-
serta nyaman. Penentuan titik
1000m
pemberhentian didasarkan pada
kesesuaian moda transportasi
yang dibutuhkan di sekitar area
tersebut.
Rata-rata 0-1 kali Jumlah transfer yang dapat
ditoleransi oleh pengguna moda
transportasi umum maksimal 2
Jumlah transfer
Maksimal 2 kali kali agar tingkat kenyamanan
tetap baik dan tidak
membingungkan.
Rata-rata 1-1,5 jam Waktu perjalanan yang dilakukan
semakin cepat karena armada
semakin banyak, infrastruktur
Waktu perjalanan
Maksimal 1,5-2 jam jalan serta rambu lalu lintas
diperbaiki, dan jangkauan
diperluas. Pemberhentian moda

41
transportasi di halte tidak
melebihi waktu yang ditetapkan
dan melalui jalan-jalan utama.
Untuk jalan yang hirarkinya lebih
rendah dapat menggunakan moda
transportasi lain yang jangkauan
areanya lebih rendah pula.
Biaya yang dikeluarkan semakin
murah karena daya Tarik
transportasi publik semakin
Maksimal 10%
Biaya meningkat, pemasukan dan
pendapatan
keuntungan juga bertambah
sehingga dapat dilakukan subsidi
yang dapat dipertahankan.
Rute trayek moda transportasi
Tinggi semakin
yang semakin terintegrasi
Load Factor mendekati 100%
diharapkan dapat
semakin baik
memaksimalkan load factor.

Tabel 1.21 Respon Penilaian yang Diharapkan Terhadap Pelayanan Sistem Transportasi
Publik di Kabupaten Magelang Setelah Direncanakan

Sumber: Rencana Penulis, 2020

42
Daftar Pustaka

Dinas Perhubungan Kabupaten Magelang. (2020). Rencana Strategis Dinas Perhubungan


Kabupaten Magelang 2019-1024.
BPS. 2020. Kabupaten Magelang dalam angka 2020. https://magelangkab.bps.go.id/ diakses
Desember 2020
Peraturan Daerah Kabupaten Magelang Nomor 3 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan
Sudarno. 2020. Evaluasi Transportasi Angkutan Umum Pedesaan Kabupaten Magelang
Laporan Analisis Studio Analisis Wilayah Magelang. Magelang: Jurusan Teknik Sipil,
Fakultas Teknik, Universitas Tidar.
Pupita, Alya. 2020. Dokumen Analisis dan Perencanaan Sistem Transportasi Publik di
Perkotaan Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
http://data.jatengprov.go.id/dataset/data-penerimaan-pajak-kendaraan-bermotor-pkb-uppd-
kota-magelang diakses Desember 2020
http://etd.repository.ugm.ac.id/home/detail_pencarian/66372 diakses Desember 2020
https://medium.com/magelang/transmagelang-solusi-berkomuter-masyarakat-urban-
79f55314fca8 diakses Desember 2020

43

Anda mungkin juga menyukai