BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu MRT?
2. Apa yang mendasari proyek MRT ini?
3. Apa manfaat kehadiran MRT di Jakarta?
4. Apakah perbedaan proyek MRT dan Monorel?
5. Apa saja infrastruktur yang harus dipersiapkan untuk mendukung MRT?
6. Bagaimana tanggapan masyarakat pada proyek ini?
BAB II
ISI
2.1 Pengertian MRT
MRT (Mass Rapid Transit) adalah suatu sistem tranportasi perkotaan yang
mempunyai 3 kriteria utama, mass (daya angkut besar), rapid (waktu tempuh cepat dan
frekuensi tinggi), dan transit (berhenti di banyak stasiun di titik utama perkotaan). Namun,
belakangan ini kita sering salah kaprah tentang maksud definisi MRT itu sendiri.
Pemeberitaan media yang cenderung asal-asalan dan kurang memperhatikan konten membuat
masyarakat bukannya menjadi cerdas tapi menjadi makin bodoh.
MRT (mass rapid transit) secara harfiah dapat diartikan sebagai moda angkutan yang
mampu mengangkut penumpang dalam jumlah yang banyak (massal) dengan frekuensi dan
kecepatan yang sangat tinggi (rapid). Menurut modanya, MRT dapat dikelompokkan menjadi
beberapa jenis, antara lain: bus (buslane/busway), subway, tram, dan monorail.
Bus MRT dapat dibedakan dengan bus angkutan biasa dan kendaraan lain karena
biasanya merupakan shuttle bus yang memiliki rute perjalanan tertentu dan beroperasi pada
lajur khusus, sehingga sering disebut buslane/busway. Pemisahan lajur ini dilakukan agar
penumpang tidak mengalami penundaan waktu perjalanan dan tidak terganggu oleh aktivitas
moda angkutan lain yang melintasi rute perjalanan yang sama. Busway sendiri biasanya
bervariasi ada yang berbentuk ganda (bus gandeng), bus tunggal, dan bus bertingkat. MRT
jenis busway biasanya lebih banyak dipilih oleh kota-kota di negara berkembang karena
pengembangannya membutuhkan biaya yang lebih murah dibandingkan dengan subway,
monorel, ataupun tram. Kota Bogota di Kolombia merupakan salah satu contoh sukses
penerapan sistem busway. MRT dalam bentuk subway pada prinsipnya memiliki kesamaan
sistem operasi dengan kereta api. Namun, konstruksi teknisnya terdapat perbedaan
karena subway terletak di bawah tanah (underground) tetapi stasiun-stasiunnya langsung
terhubung ke lokasi pusat kegiatan. Di Eropa Barat, subway merupakan salah satu moda
angkutan yang sangat populer dan seringkali dikenal dengan istilah metro system. Kota
London merupakan kota pertama yang menerapkan sistem subway sebagai moda angkutan
massal berkecepatan tinggi pada tahun 1863.
Tram merupakan bentuk MRT dengan moda angkutan mirip dengan kereta api, tetapi
jalur operasinya dapat terintegrasi dengan jalan raya. Tram dapat ditemukan di hampir semua
kota menengah dan besar di Eropa dan di beberapa kota besar di Amerika. Tram pertama kali
diperkenalkan pada tahun 1807 di Inggris dan merupakan bentuk awal MRT di dunia. Dalam
operasionalnya, dikenal dua jenis tram: (1) tram yang jalur operasinya menyatu dengan jalur
lalu-lintas kendaraan; dan (2) tram yang memiliki jalur operasional tersendiri yang dikenal
dengan istilah light rail.
Monorail merupakan MRT yangmemiliki jalur tertentu dan biasanya tidak mengambil
ruang kota yang luas. MRT jenis ini biasanya memiliki jalur di atas jalan raya dan yang
ditopang dengan tiang-tiang yang sekaligus berfungsi untuk membentuk lintasan monorail.
Berbeda dengan MRT lainnya, monorail biasanya hanya terdiri atas satu rute dengan sistem
lintasan loop dengan beberapa stasiun pemberhentian yang menghubungkan dengan MRT
lainnya maupun langsung ke lokasi kegiatan tertentu. Penggunaan monorail sudah banyak
dikembangkan di kota-kota metropolitan di dunia antara lain Moskow, Tokyo, dan Sydney.
2.6 Tanggapan Masyarakat
Bagi warga yang peduli MRT, perlunya kajian ulang pembangunan MRT bukan
hanya menyangkut masalah harganya yang lebih mahal dibandingkan MRT lain di dunia, tapi
juga menyangkut bentuk MRT yang semula terowongan (subway) semua, tiba-tiba menjadi
sebagian layang (elevated) dan sebagian subsway, serta partisipasi public yang amat minim,
sehingga warga di sepanjang jalur MRT itu tidak tau sebelumnya mengenai bentuk MRT
yang akan melintas di wilayahnya. Mereka tiba-tiba saja di akhir tahun 2011 dipanggil ke
kantor Walikota Jakarta Selatan dan disuruh ambil uang ganti rugi tanah. Tidak ada proses
sosialisasi yang baik, apalagi partisipasi publik yang baik, sama sekali tidak ada.
Mengapa MRT layang ditolak? Pertama, akan mematikan bisnis di sepanjang
kawasan Lebak Bulus – Fatmawati. Selama ini mereka telah berkontribusi mengurangi
kepadatan lalu lintas sepanjang Jl Sudirman – Kota karena orang-orang di Jakarta Selatan dan
sekitarnya dapat belanja barang-barang elektronik di kawasan Fatmawati. Matinya bisnis di
sana akan membuat harus pergi ke Glodok lagi untuk belanja barang-barang elektronik.
Akhirnya, pembangunan MRT Layang itu justru melahirkan kemacetan baru di Jl Sudirman –
Kota. Kedua, MRT layang jelas akan melahirkan kemacetan baru karena jalan yang sudah
sempit diambil untuk tiang rel. Ketiga, MRT layang akan menimbulkan kekumuhan dan
ketidak-tertiban di bawahnya. Belum ada contoh di Jakarta ini yang serba layang itu bisnis
dibawahnya hidup dan tidak kumuh.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Pembangunan MRT sebenarnya masih kurang berdampak bagi warga DKI Jakarta
dikarenakan jumlah volume kendaraan bermotor tidak akan berkurang
2. MRT diharapkan menjadi sebuah solusi dalam dunia trasnsportasi Indonesia.
3. Dalam perkembangan berkelanjutan ini, MRT diharapkan mampu untuk memberikan
manfaat bagi warga DKI Jakarta dalam menanggulangi kemacetan yang ada.