Anda di halaman 1dari 3

Mengenal ERP, cara Jakarta

kurangi macet
Oleh Dewa Ketut Sudiarta Wiguna  Kamis, 19 Januari 2023 14:49 WIB

Sejumlah kendaraan melintas di salah satu ruas jalan di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (19-11-2021). ANTA
RA/Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Dengan ERP, masyarakat dipaksa bertindak rasional dengan memilih moda angkutan umum.
Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sedang mematangkan rencana penerapan
kebijakan jalan berbayar elektronik (electronic road pricing/ERP) untuk mengurangi kemacetan di
Ibu Kota.

Upaya itu ditempuh setelah cara lain, di antaranya, three in one (3in1) dan ganjil genap dinilai belum
mampu mengendalikan lalu lintas yang padat dan macet di sejumlah ruas jalan di Jakarta.
Menurut Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo, kebijakan tersebut bukan
mengurangi kemacetan, melainkan malah menambah jumlah kendaraan bermotor di Ibu Kota.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta, jumlah sepeda motor pada tahun 2020
mencapai 16,1 juta atau naik dibandingkan tahun sebelumnya mencapai 15,8 juta.

Adapun kebijakan ganjil genap yang tidak berlaku untuk sepeda motor, justru malah mengalihkan
pengguna mobil ke moda sepeda motor.
 

Apa itu ERP?

Sejatinya, ERP bukanlah cara baru dalam mengendalikan kemacetan lalu lintas.

Sistem itu sudah diterapkan oleh pemerintah kota atau otoritas bidang transportasi di negara-negara
maju untuk menekan kemacetan.

Sebut saja London, Stockholm, Milan, hingga negara tetangga, Singapura yang menerapkan
kebijakan itu sejak tahun1998.

Berdasarkan data Otoritas Transportasi Darat (LTA) Singapura, dalam sistem ERP, pengendara
akan dikenakan biaya ketika melewati gerbang pada saat jam operasional.

Biaya yang dikenakan pun tergantung jenis kendaraan. Makin besar kendaraan maka tarif yang
dikenakan juga besar.

Pengendara harus menginstalasi perangkat yang menempel di kendaraan yakni the In-vehicle


Unit (IU) untuk dapat melintasi jalan tertentu yang terpasang gerbang ERP.

Pemasangan IU di negara tetangga itu juga tidak gratis, namun dikenakan biaya tertentu dengan
garansi selama periode tertentu, misalnya, selama 5 tahun.

Perangkat IU itu mengandung nomor kode bar yang dipindai ketika melintasi gerbang ERP.

Nantinya, tarif dapat langsung didebit dari saldo yang tersimpan pada kartu sejenis uang elektronik
yang ada di IU tersebut.

Selain pembayaran langsung melalui IU itu, pengendara juga memiliki pilihan lain membayar tarif
melalui kartu debit atau kartu kartu kredit.
 

Penyusunan regulasi

Rencana penerapan ERP di Jakarta sudah melalui pembahasan panjang, yang dimulai sejak 2007
setelah terbit Peraturan Gubernur DKI Nomor 103 Tahun 2007 tentang Pola Transportasi Makro.
ERP sudah menjadi amanat sesuai yang tercantum dalam Perda Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Transportasi.

Untuk mengingatkan kembali, pengendalian lalu lintas secara elektronik itu sempat melalui uji coba
pada tahun 2016.

ERP kemudian terhenti karena digugat salah satu perusahaan bidang telekomunikasi pada 2019
hingga Pemprov DKI menang dalam kasasi di Mahmakah Agung (MA) pada Februari 2021.

Pemprov DKI kemudian menyusun Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pengendalian
Lalu Lintas Secara Elektronik (PL2SE) dan kini sudah masuk pembahasan di Badan Pembentukan
Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD DKI Jakarta.

Adapun salah satu yang menjadi pembahasan di antaranya soal tarif yang diusulkan berkisar Rp5
ribu hingga Rp19 ribu.

Pengenaan tarif itu rencananya dikenakan kepada sejumlah jenis kendaraan termasuk sepeda
motor, kecuali sepeda listrik, kendaraan bermotor pelat kuning, serta kendaraan dinas operasional
instansi pemerintah dan TNI/Polri selain berpelat hitam.

Kemudian, kendaraan korps diplomatik negara asing, kendaraan ambulans, kendaraan jenazah, dan
kendaraan pemadam kebakaran.

ERP di Jakarta rencananya berlaku setiap hari mulai pukul 05.00 hingga 22.00 WIB di 25 ruas jalan
Ibu Kota sepanjang 54 kilometer.

Adapun 25 ruas jalan itu yakni di Jalan Pintu Besar Selatan, Jalan Gajah Mada, Jalan Hayam
Wuruk, Jalan Majapahit.

Kemudian, Jalan Medan Merdeka Barat, Jalan Thamrin, Jalan Sudirman, Jalan Sisingamangaraja,
Jalan Panglima Polim, Jalan Fatmawati mulai dari simpang Jalan Ketimun 1 sampai simpang Jalan
TB Simatupang.

Selanjutnya di Jalan Suryopranoto, Jalan Balikpapan, Jalan Kyai Caringin, Jalan Tomang Raya,
Jalan S. Parman mulai simpang Jalan Tomang Raya sampai Jalan Gatot Subroto.

Selain itu, Jalan Gatot Subroto, Jalan MT Haryono, Jalan Rasuna Said, Jalan DI Panjaitan, Jalan
Jenderal Ahmad Yani mulai simpang Jalan Bekasi Timur Raya sampai simpang Jalan Perintis
Kemerdekaan.

Terakhir di Jalan Pramuka, Jalan Salemba Raya, Jalan Kramat Raya, Jalan Stasiun Senen, dan
Jalan Gunung Sahari.

Anda mungkin juga menyukai