Anda di halaman 1dari 4

Edukasi penting wujudkan

kantin sekolah sehat


Oleh Ganet Dirgantara  Kamis, 19 Januari 2023 17:09 WIB

Dalam menjual makan paling penting tata cara pengolahan dan bahan-bahan yang digunakan. ANTARA/ Ganet
Dirgantoro
Jakarta (ANTARA) - Keinginan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mewujudkan kantin sehat tentunya
harus mendapat dukungan seluruh pemangku kepentingan, mengingat hampir separuh waktu anak-
anak dihabiskan di sekolah.

Komitmen menghadirkan kantin sehat di seluruh sekolah di DKI Jakarta juga perlu disertai
pemahaman kepada pemasok (vendor) tentang apa yang disebut makanan dan minuman yang
sehat.
Seperti harapan Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono bahwa pengelola kantin sekolah sehat
harus memastikan makanan dan minuman yang disajikan kepada siswa memiliki kandungan gizi
yang cukup dan aman untuk dikonsumsi.

Kasus anak-anak keracunan setelah mengonsumsi jajanan "Ciki Ngebul" di beberapa daerah,
bahkan di Jakarta, menjadi pembelajaran mengenai pentingnya edukasi terhadap pelaku usaha
kuliner skala mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Pelaku kuliner UMKM ini banyak yang berjualan di kawasan sekolah, bahkan beberapa diantaranya
akhirnya direkrut berdagang kantin, dengan harapan agar siswa tidak keluyuran saat jam istirahat.

Persoalannya, apakah para pedagang makanan dan minuman paham soal makanan sehat
berkualitas? Belajar dari kasus "Ciki Ngebul" ini menunjukkan bahwa untuk mengolah makanan dan
minuman agar siap saji tidak bisa sembarangan.

Ibarat koki hidangan laut, maka tidak bisa sembarang orang mengolahnya, bahkan di restoran-
restoran terkemuka harus mengantongi sertifikat khusus. Salah dalam penanganan, bukan saja
menjadikan makanan tidak enak, tetapi juga membahayakan bagi kesehatan konsumen.

Ini juga yang kemudian membuat Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono meminta
adanya sertifikat khusus bagi pengelola kantin. Tujuannya agar siswa-siswi yang mengonsumsinya
tidak hanya terlindungi, tetapi juga mendapatkan gizi seimbang.

Tak hanya sajian makanan laut, beberapa bahan makanan dan minuman lain juga perlu
penanganan khusus agar tetap aman untuk disajikan. Sebagai contoh daging beku setelah keluar
dari lemari pendingin sebaiknya langsung disajikan untuk mencegah munculnya bakteri berbahaya.

Masih banyak contoh lain dalam penanganan bahan makanan agar selalu aman dan sehat untuk
dikonsumsi. Hal-hal seperti ini yang harus disiapkan Pemprov DKI Jakarta untuk memastikan kantin
sekolah menyajikan makanan sehat.
Kandungan gizi dan serat pangan dalam berbisnis kuliner juga harus mendapat perhatian dalam
mengolah makanan. ANTARA/ Ganet Dirgantoro
Ragam

Seiring dengan perkembangan zaman, makanan yang digemari siswa sekolah kian beragam.
Inovasi dan modifikasi membuat makanan atau minuman kian nikmat dan lezat.

Sebagai contoh, cilok, makan berbahan dasar tepung tapioka, yang awalnya disajikan dengan saus
kacang, namun dalam perkembangannya kini juga disajikan dengan kuah kaldu dengan aneka
tambahan di dalamnya.

Jajanan ini mendapat tempat di kalangan siswa, bahkan di setiap sekolah dapat dengan mudah
dijumpai. Tak hanya cilok, tetapi sejumlah makanan dan minuman juga populer di kalangan siswa.

Sayangnya tak semua makanan tersebut masuk ke kantin. Banyak siswa yang memilih untuk jajan
di luar ketimbang di kantin sekolah.

Hal ini yang menjadi tantangan Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan DKI Jakarta untuk
memastikan makanan yang dikonsumsi siswa selama ini bisa masuk ke dalam kantin, namun
sebelumnya harus dipastikan keamanan dan kandungan gizi di dalamnya.
Persoalan lainnya, siapa yang nantinya melakukan edukasi kepada para pedagang? Mengingat
tidak semua pedagang atau kuliner skala UMKM paham mengenai gizi dan keamanan pangan.

Seperti penggunaan micin atau vetsin, hampir semua makanan yang dijajakan saat ini selalu
menambahkan bahan pelezat itu mendampingi bahan-bahan lain.

Pertimbangan kepraktisan membuat banyak pedagang makanan menambahkan bumbu yang


dikenal dengan nama mononatrium glutamat dan asam glutamat.

Saking banyaknya makanan yang populer saat ini dengan bumbu micin, kemudian memunculkan
istilah "generasi micin" di kalangan siswa saat ini.

Menurut Ketua Bidang Komunikasi Perkumpulan Pabrik Mononatrium Glutamat dan Asam Glutamat
Indonesia (P2MI) Satria Gentur Pinandita tak ada yang salah dalam penyajian makanan
menggunakan vetsin atau micin.

Hal ini disamping lebih praktis, bumbu vetsin atau micin juga mampu menguatkan bumbu yang
digunakan.

Apa yang diutarakan Satria ini benar adanya. Banyak restoran terkenal juga menambahkan
penyedap masakan di dalam hidangannya, untuk menambah citra rasa lebih lezat.

Satria mengatakan sepanjang takarannya tepat dan cara penyimpanan vetsin berada dalam
kemasan kedap udara, maka tidak menjadi masalah bagi kesehatan.

Persoalannya apakah pengetahuan semacam ini sampai kepada pelaku usaha kuliner skala UMKM
karena dari hasil pemantauan ke beberapa pedagang, masih banyak yang menyimpan vetsin dalam
kemasan yang dilipat lantas diikat dengan karet gelang.

Satria menyebut sifat dari bumbu berbahan glutamat adalah mudah menyerap zat cair. Sementara
zat cair yang ada di sekitar jualan terdapat berbagai kandungan yang bisa jadi dapat mengganggu
kesehatan. Sehingga cara penyimpanan bumbu menjadi satu hal yang sangat penting.

Soal penanganan bumbu berbahan glutamat ini sudah ada di dalam kemasan, namun berdasarkan
survei di lapangan masih banyak pedagang yang abai dalam penanganannya. Sebagian besar
beralasan tidak mengetahui harus disimpan dalam kemasan yang kedap udara.

Anda mungkin juga menyukai