Anda di halaman 1dari 5

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 KESIMPULAN
Makanan dan jajanan sekolah merupakan masalah yang perlu menjadi perhatian
masyarakat, khususnya orang tua, pendidik, dan pengelola sekolah, karena makanan dan
jajanan sekolah sangat berisiko terhadap cemaran biologis atau kimiawi yang banyak
mengganggu kesehatan, baik jangka pendek maupun panjang anak sekolah. Berdasarkan
penelitian oleh BPOM di Jakarta, terdapat 340 dari 800 pedagang yang menjual jajanan
yang mengandung bahan kimia berbahaya. Survey lain yang dilakukan oleh BPOM pada
tahun 2007, melibatkan ratusan anak sekolah di seluruh Indonesia, menunjukan bahwa
45% jajanan anak sekolah tidak memenuhi standar mutu dan keamanan. Hal ini penting
sekali karena hanya dengan kebiasaan jajan makanan yan tidak sehat, banyak anak
sekolah yang akan mengalami hambatan dalam perkembangannya. Anak usia sekolah
adalah ivensatsi bangsa yang harus dijaga dan dipelihara untuk menjadi penerus bangsa.
Dengan demikian, perlu adanya upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia sejak dini, salah satunya dengan pemberian nutrisi dan asupan makan yang
adekuat.
Kesimpulan setelah melakukan studi evaluasi terhadap kantin sekolah sehat di
desa Suradita, Dangdang, Mekarwangi, kecamatan Suradita periode 26 Oktober 19
Desember 2015, didapatkan data dari 7 sekolah, yaitu: SDN Ana Mui, SDN Suradita, MI
Nurul Fallah, SDN Dangdang 1, SDN Dangdang 2, SDN Kian Santang, SDN
Mekarwangi
Dari hasil penilaian pada 7 sekolah tersebut, di dapatkan bahwa ______% kantin
sekolah termasuk dalam kategori kantin sekolah buruk, sedangkan ___% termasuk kantin
sekolah cukup. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa masalah utama pada program ini
adalah tidak tercapainya target kantin sekolah sehat di wilayah kerja Puskesmas Suradita.
Pada evaluasi program ini, didapatkan beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya
angka kantin sehat di sekolah, yaitu pertama kurangnya pengetahuan pihak sekolah

mengenai kriteria standard kantin sehat. Hal ini ditunjukan melalui tidaka danya program
pelaksanaan kantin sehat dari sekolah, tidak adanya struktur organisasi yang bertanggung
jawab dalam mengembangkan program kantin sehat seperti pembina internal, dan tidak
adanya kebijakan dan peraturan mengenai keamanan PJAS.
Faktor kedua yaitu kurangnya dana untuk mewujudkan kantin sekolah sehat.
Meski beberapa sekolah sudah mengajukan permintaan pembangunan kantin sehat
kepada PEMDA, tetapi PEMDA selalu mengalokasikan dana untuk keperluan yang lain
seperti pembangunan WC atau kelas tambahan. Hal ini ditunjukan dari sarana dan
prasarana yang sangat jauh dari kata ideal untuk menjadikan sebuah kantin sekolah
dikategorikan sehat
Faktor ketiga adalah rendahnya kesadaran penjual akan pentingnya menjual
makanan sehat yang dapat memberikan gizi terbaik bagi anak-anak SD masa
pertumbuhan, dan rendahnya kesadaran penjual untuk menerapkan hidup sehat. Hal ini
digambarkan melalui prilaku penjual, dimana beberapa penjual tidak menggunakan air
matang dalam membuat es batu, menggunakan pewarna pakaian untuk bahan makanan,
tidak menutup makanan yang disediakan dengan benar, tidak menggunakan pakaian kerja
lengkap, dan tidak rutin mencuci tangan.
Pada tahun 2013, topik ini sudah pernah diangkat dan didapatkan dua masalah
utama yaitu: (1) 60% sekolah termasuk dalam kriteria kantin buruk, 20% sekolah
termasuk dalam kategori cukup dan 20% termasuk dalam kategori baik; dan (2) belum
tercapainya presentase sekolah yang mendapatkan pembinaan atau penyuluhan mengenai
kantin sekolah sehat. Dibandingkan dengan periode tahun 2015, maka dapat dilihat
bahwa satu masalah sudah terselesaikan, yaitu terjadi peningkatan hingga 100% dalam
jumlah sekolah yang mendapatkan pembinaan, yang berarti seluruh sekolah sudah
mendapatkan pembinaan oleh puskesmas mengenai kantin sehat. Namun, masalah
pertama belum dapat diseleaikan dimana masih banyak sekolah yang masuk dalam
kategori kantin buruk.
5.2 SARAN

Adapun saran-saran dari penulis untuk penyelesaian masalah yang ada, adalah:
1. Untuk Puskesmas
a. Memperdalam penyuluhan mengenai jajanan sehat di sekolah secara rutin
sehingga anak-anak menjadi lebih bijaksana dalam memilih jajanan di
sekolah.
b. Membinakan pembinaan yang lebih menyeluruh mengenai kantin sehat
untuk penjual jajanan, meliputi: pentingnya peran penjual bagi masa depan
murid-murid, komponen gizi seimbang, keamanan pangan, akibat yang
dialami oleh anak-anak akibat jajanan tidak sehat
c. Memberi pembinaan mengenai kantin sekolah sehat kepada pihak sekolah,
termasuk kepala sekolah, guru, dan orang tua murid. Topik meliputi
keamanan PJAS, ragam makanan yang boleh dijual, kebersihan sarana dan
prasarana.
d. Melakukan pemeriksaan makanan rutin untuk menilai keamanan biologis,
minimal 2x/tahun
e. Melakukan penyusunan program pelaksanaan kantin sehat, serta membuat
target yang akan dicapai dalam pelaksanaan program kantin sekolah sehat
setiap tahunnya, sehingga di tahun-tahun yang akan datang diharapkan
semakin banyak sekolah yang memiliki kantin sehat.
f. Puskesmas lebih meningkatkan pengawasan dan evaluasi terhadap
pelaksanaan kantin sekolah sehat.
g. Puskesmas melakukan pelatihan masak (1x/bulan) untuk para penjual
kantin. Dimana pada pelatihan ini, penjual kantin akan diajarkan membuat
makanan sepinggan dengan bahan yang murah, mudah didapatkan, tetapi
tetap menghasilkan makanan yang sehat dan bergizi untuk anak-anak
sekolah.

2. Untuk Sekolah Dasar di wilayah kerja Puskesmas Suradita


a. Sekolah memiliki program pelaksanaan kantin sehat yang mengacu pada
Menuju Kantin Sehat di Sekolah tahun 2011, oleh Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar Kementrian Pendidikan Nasional.

b. Sekolah membuat target yang akan dicapai dalam pelaksanaannya setiap


tahunnya.
c. Sekolah membuat kebijakan mengenai kantin sehat yang dimengerti dan
disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu sekolah dan penjual
d. Membentuk struktur organisasi pembentukan kantin sekolah, termasuk
pembina dan pengawas internal kantin sekolah untuk mengembangkan
program kantin sehat
e. Sekolah meminta penjual memiliki surat sehat yang dikeluarkan oleh
tempat pelayanan kesehatan terdekat sebanyak 2x/tahun
f. Sekolah menyediakan dan mewajibkan penjual untuk menggunakan
pakaian kerja lengkap
g. Melakukan sidak yang mengacu pada kebijakan kantin sehat yang sudah
disetujui oleh kedua belah pihak secara rutin 1x setiap bulan, dan
memberikan sanksi bagi yang tidak memenuhi perjanjian.
h. Sekolah mencari sumber dana untuk membuat kantin sehat melalui:
membentuk dewan koperasi sekolah, atau membuat proposal tahunan
untuk Kementrian Pendidikan, atau membagi hasil dengan para penjual
makanan.
i. Sekolah melihatkan orang tua murid dalam mengawasi jajanan yang dijual
atau mendorong orang tua murid untuk berjualan di kantin sekolah.

BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
1. Wariyah, Chatarina. Dewi, Sri Hartati. Penggunaan Pengawet dan Pemanis
Buatan pada Pangan Jajanan Anak Sekolah. Mei 2013, Jogjakarta.

2. Suci, Eunike Sri Tyas. Gambaran Perilaku Jajan Murid Sekolah Dasar di Jakarta.
Psikobuana, Vol. 1. Hal 29-38. 2009. Jakarta
3. Departemen Pendidikan Nasional. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional no. 23
tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah, Jakarta. 2006.
4. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan dasar.
Pedoman Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kesehatan Sekolah. Jakarta
2012.
5. Departemen Kesehatan. Pusat Promosi Kesehatan. Promosi Kesehatan Sekolah,
Jakarta 2008.
6. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar. Menuju Kantin Sehat di Sekolah.
Kementerian Pendidikan Nasional, tahun 2011. Jakarta.
7. Badan POM RI dan 30 Balai Besar/Balai POM. FOOD WATCH, Sistem
Keamanan Pangan Terpadu: Pangan Jajanan Anak Sekolah. Vol. 1. Tahun 2009,
Jakarta.
8. International Food Safety Authorities Network (INFOS). Basic Steps to Improve
Safety of Street-Vended Food. World Health Organization, 30 Juni 2010.
9. World Health Organization. Five Keys to Safer Food Manual. Geneva, 2006.
10. W.H.O.

(1990).

Evaluasi

Program

Kesehatan,

Badan

Penelitian

dan

Pengembangan, Depkes RI.


11. Bustaman N. Evaluasi Program Kesehatan Berdasarkan Pendekatan Sistem. 2014.
12. Notoatmodjo, S, 2002, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai