Oleh :
KELOMPOK 1
SEMESTER/TAHUN AJARAN : VI / 2016-2017
1. Judul :
1. Biosafety dan Biosecurity Laboratorium Ilmu
Gizi
2. Pengenalan Peralatan-peralatan, Bahan-bahan
Laboratorium Ilmu Gizi, dan Penanganan,
Persiapan Sampel dan Penimbangan.
3. Analisis Kadar Air dan Kadar Karbohidrat
(Sukrosa)
4. Analisis Kadar Abu
5. Analisis Kadar Lemak
6. Analisis Kadar Protein
7. Analisis Kadar Vitamin C
8. Analisis Kadar Vitamin E
2. Penyusun : Kelompok 1
Nama/NIM : Dwi Kurnia Yuliyawati / 25010114120108
Semester/Tahun : VI/2016-2017
3. Laboratorium/Departemen : Ilmu Gizi / Ilmu Gizi FKM Undip
4. Nama Mata Kuliah/sks : Analisis Zat Gizi / 3 sks
5. Lokasi Kegiatan : Kota Semarang
6. Waktu Kegiatan : April-Mei 2017
Laporan Akhir Praktikum Mata Kuliah Analisis Zat Gizi sudah disetujui
dan sesuai dengan Kompetensi Ilmu dan Teknologi Bidang Ilmu Gizi.
Assalamu’alaikum wr.wb
Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT sehingga atas Rahmah
dan Hidayah-Nya, maka Laporan Akhir Praktikum Analisis Zat Gizi dapat
diselesaikan dengan baik. Baik disusun oleh penulis: Dwi Kurnia Yuliyawati guna
keperluan pelaksanaan Mata Kuliah dengan Praktikum Analisis Zat Gizi (3sks) di
Laboratorium Gizi Bagian Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Diponegoro.
Laporan ini dibuat pada tahun 2017 berupa draf petunjuk praktikum.
Dalam pembuatan laporan praktikum ini Penulis dapat mengetahui alat-alat dan
metode-metode yang akan digunakan saat pelaksanaan praktikum.
Akhir kata Penulis berharap agar Laporan Akhir Praktikum Mata Kuliah
Analisis Zat Gizi FKM Undip ini dapat bermanfaat bagi pengembangan
kompetensi dan keilmuan Ilmu Gizi di Indonesia dan di dunia.
A. Latar Belakang
Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia, sebagai sumber energi
vital manusia agar ia dapat melaksanakan kegiatan sehari-hari dengan baik.
Susunan kimia dalam makanan yang berguna bagi kesehatan tubuh dikenal
sebagai zat gizi. Pengelompokan zat gizi meliputi karbohidrat, protein, lemak,
vitamin, mineral, dan air. Kandungan zat gizi pada makanan dapat kita
ketahui salah satunya adalah dengan melakukan praktikum analisis kadar zat
gizi pada bahan-bahan makanan.
Sebelum melakukan praktikum hal yang paling utama yang harus
dipahami oleh praktikan adalah mengetahui terlebih dahulu nama-nama alat,
fungsi, dan cara penggunaan alat-alat yang akan kita gunakan, agar praktikum
yang akan dilakukan berjalan dengan baik (Setiawati, 2002). Selain itu,
keberhasilan analisis suatu bahan makanan hanya akan dicapai jika
pengambilan sampel bahan dilakukan secara benar dan representatif. Untuk
tujuan tersebut maka dalam pengambilan sampel perlu diperhatikan hal
berikut yaitu homogenitas sampel, cara pengambilan sampel, jumlah sampel,
penanganan sampel, prosesing sampel, dan penentuan kadar air sampel
segar(Andarwulan, 2010).
Sebelum dimanfaatkan oleh tubuh makan harus di pecah terlebih
dahulu.zat-zat makanan adalah substansi yang dalam makanan yang di
butuhkan tubuh untuk menjalankan proses-proses metabolisme. Zat makanan
terdiri dari karbohidrat, lemak, protein, mineral dan vitamin.Kita memerlukan
makanan dalam jumlah yang tepatdan mengandung zat nutrisi lengkap,
seperti karbohidrat, lemak, protein, air, mineral dan vitamin.
Kadar air dalam bahan pangan sangat mempengaruhi kualitas dan daya
simpan dari bahan pangan tersebut. Oleh karena itu penentuan kadar air dari
suatu bahan pangan sangat penting agar dalam proses pengolahan maupun
pendistribusian mendapat penanganan yang tepat. Penentuan kadar air dalam
bahan pangan dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu yaitu metode
pengeringan (dengan oven biasa), metode destilasi, metode kimia dan metode
khusus (Kromatografi, nuclear magnetic resonance/NMR).
Pemanis buatan yang termasuk dalam bahan tambahan pangan adalah
pemanis gula (sukrosa), yaitu senyawa yang memberikan persepsi manis,
tetapi tidak memberikan nilai gizi (non-nutritive sweeteners) (Saparinto,
2006). Pemanis buatan juga sering digunakan dalam industri. Pemanis
merupakan senyawa kimia yang sering ditambahkan dan digunakan dalam
produk olahan pangan, industri serta minuman dan makanan kesehatan
(Widajanti, 2015).
Seperti halnya karbohidrat dan protein, lemak merupakan sumber
energi bagi tubuh. Bobot energy yang dihasilkan per gram lemak adalah 2,25
kali lebih besar dari pada karbohidrat dan protein, 1 gram lemak
menghasilkan 9 kalori sedangkan karbohidrat dan protein hanya
menghasilkan 4 kalori (Suhardjo, 2006).Kadar lemak dalam suatu bahan
pangan dapat diketahui dengan cara mengekstraksi lemak.Metode
ekstraksilemak terdiri dari ekstaksi lemak kering danekstraksi lemak
basah.Ekstraksi lemakkering dapat dilakukan denganmenggunakan metode
Soxhlet. Pada prinsipnya metode Soxhlet ini menggunakansampel lemak
kering yang diekstraksi secaraterus-menerus dalam pelarut dengan jumlah
yang konstan (Amelia, 2008).
Vitamin adalah zat-zat organik kompleks yang dibutuhkan dalam
jumlah sangat kecil dan pada umunya tidak dapat dibentuk oleh tubuh.
Vitamin termasuk kelompok zat pengatur pertumbuhan dan pemeliharaan
kehidupan. Tiap vitamin mempunyai tugas spesifik dalam tubuh (Almatsier,
2009). Sumber Vitamin C sebagian besar berasal dari sayur-sayuran dan
buah-buahan, terutama buah-buahan segar. Kekurangan vitamin C akan
menyebabkan sariawan ataupun skorbut (Almatsier, 2009). Skorbut adalah
penyakit defisiensi vitamin C dengan gejala pembengkakan dan pendarahan
pada gusi, gingivalis, kaki menjadi empuk, anemia dan deformasi tulang
(Rahfiludin, 2013). Saat ini penyajian vitamin C dalam bentuk suplemen
dianggap lebih praktis seperti tablet larut air, minuman penyegar maupun
minuman serbuk. Kandungan vitamin C dalam produk kemasan tetap harus
diperhatikan agar konsumsi vitamin C dapat disesuaikan dengan kebutuhan
tubuh
Protein adalah molekul makro yang mempunyai berat molekul antara
lima ribu hingga beberapa juta. Protein terdiri dari rantai-rantai panjang asam
amino, yang terikat satu sama lain dalam ikatan peptida. Asam amino terdiri
atas unsur karbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen; beberapa asam amino di
samping itu mengandung fosfor, besi, sulfur, iodium dan kobalt (Almatsier,
2009).Diantara metode analisis protein yang sering digunakan adalah metode
Kjeldahl, metode Biuret, metode Lowry, metode pengikatan zat warna dan
metode titrasi formol (Andarwulan, 2011).
Sebagian besar bahan makanan yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan
organik dan air. Sisanya merupakan unsur-unsur mineral. Unsur mineral juga
dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Dalam proses pembakaran
bahan-bahan organik terbakar tetapi zat organiknya tidak karena itulah
disebut abu.Kadar abu ada hubunganya dengan mineral suatu bahan
(Widajanti, 2015).
Vitamin E adalah antioksidan untuk dua kelas molekul zat yaitu
tokoferol dan tokotrienol yang mempunyai aktivitas dalam nutrisi tubuh.
Vitamin E melawan radikal bebas dengan menghambat perioksidasi lipid
(Luhulima, 2014).
Kekurangan atau kelebihan zat gizi pada tubuh seseorang menandakan
kemampuan orang tersebut dalam mencerna suatu makanan. Setiap orang
memiliki kebutuhan zat gizi yang berbeda. Selain itu kapasitas tubuh
seseorang dalam mencerna suatu zat gizi pun berbeda. Oleh karena itu,
praktikum analisis zat gizi sangat penting dilakukan untuk mengetahui
kandungan zat gizi dari berbagai bahan makanan yang dikonsumsi sehingga
dapat mengatur komposisi zat makanan yang dikonsumsi. Hal tersebut
berguna untuk mengatur keseimbangan jumlah bahan makanan dalam tubuh
agar sesuai dengan angka kecukupan gizi orang tersebut (Sudarmadji,2010).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menganalisis zat gizi pada bahan makanan
secara baik dan benar sesuai prosedur dan petunjuk pengukuran
2. Tujuan Khusus
1. Mampu mengetahui dan memahami biosafety dan biosecurity
Laboratorium Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Diponegoro
2. Mampu mengetahui dan memahami alat-alat dan bahan-bahan yang
digunakan dalam praktikum analisis zat gizi pangan dan mengetahui
cara kerja dari peralatan praktikum di Laboratorium Gizi Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro
3. Mampu mengetahui dan memahami proses penanganan, persiapan
sampel, serta penimbangan di Laboratorium Gizi Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Diponegoro
4. Mampu melakukan preparasi sampel, melakukan penimbangan,
pengovenan dan menghitung kadar air yang dianalisa
5. Mampu melakukan analisis kadar abu dan menghitung analisis kadar
abu
6. Mampu mengetahui cara pengukuran kadar gula pada sampel dan
dapat menghitung hasil analisis kadar gula pada sampel
7. Mampu mengetahui cara menganalisis kadar lemak pada sampel dan
dapat menghitung hasil analisis kadar lemak pada sampel
8. Mampu melakukan cara menganalisis kadar protein pada sampel dan
dapat menghitung hasil analisis kadar protein pada sampel
9. Mampu mengetahui cara menganalisis kadar vitamin C pada sampel
dan dapat menghitung hasil analisis kadar vitamin C pada sampel
10. Mampu mengetahui cara menganalisis kadar total tokoferol pada
sampel dan dapat menghitung hasil analisis kadar total tokoferol pada
sampel
C. Manfaat
1. Mahasiswa dapat terlatih kemampuannya dalam melakukan analisis zat
gizi pada bahan makanan secara baik dan benar sesuai prosedur dan
petunjuk pengukuran
LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH
Oleh :
KELOMPOK1
SEMESTER/TAHUN AJARAN : VI / 2016-2017
DWI KURNIA YULIYAWATI 25010114120108
COVER ............................................................................................ i
DAFTAR ISI ................................................................................... ii
DAFTAR TABEL .......................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................... v
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang..................................................................... 1
B. Tujuan
a. Tujuan Umum ............................................................... .2
b. Tujuan Khusus ............................................................... 2
C. Manfaat ............................................................................... 2
BAB II Tinjauan Pustaka
A. Definisi Alat Laboratorium .................................................. 3
B. Klasifikasi Pengenalan Alat Laboratorium .......................... 4
C. Pengenalan Bahan – Bahan Kimia
dan Penyimpanannya .......................................................... 4
D. Alat – Alat Laboratorium ..................................................... 5
E. Perawatan Alat- alat Laboratorium ...................................... 8
BAB III Metode Praktikum
A. Waktu, Tempat .................................................................. 10
B. Alat .................................................................................... 10
C. Bahan ................................................................................. 11
D. Skema Kerja berisikan Alur Kerja ...................................... 11
BAB IV Hasil dan Pembahasan
A. Hasil ................................................................................. 12
B. Pembahasan ..................................................................... 21
BAB V Penutup
ii
A. Kesimpulan ....................................................................... 29
B. Saran................................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA.................................................................... 30
LAMPIRAN ................................................................................. 32
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
v
Gambar4.27 Timbangan Manua ................................................................... 20
Gambar4.28 Timbangan Digital ................................................................... 20
Gambar4.29 Desikator ................................................................................. 20
Gambar4.30 Ruang Asam ............................................................................ 21
Gambar4.31 Soxhlet ..................................................................................... 21
vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Laboratorium adalah tempat bagi praktikan maupun peneliti untuk
melakukan percobaan.Melakukan percobaan di laboratorium tidak lepas dari
penggunaan zat-zat yang beraneka ragam, baik yang berbahaya maupun yang
aman bagi tubuh manusia.Untuk itulah alat-alat laboratorium diperlukan,
selain mempermudah percobaan juga mendukung keselamatan praktikan
ketika melakukan percobaan.Namun, tentu saja praktikan tidak dapat secara
langsung menggunakan alat-alat laboratorium tanpa mempunyai pengetahuan
dan kemampuan yang cukup untuk itu, karena masing-masing alat
laboratorium memiliki prosedur-prosedur tersendiri dalam penggunaannya
(Anonim,2008)
Kesalahan penggunaan alat dan bahan dalam praktikum dapat
menimbulkan hasil yang salah dan tidak akurat. Bukan hal yang mustahil bila
terjadi kesalahan yang berbahaya maupun yang tidak berbahaya di dalam
laboratorium terkait dengan pemakaian dan penggunaan alat–alat dan bahan
yang dilakukan apabila tidak memahami cara penggunaannya. Selain itu
seorang praktikan sebelum melakukan praktikum harus dapat menggunakan
jenis alat yang disesuaikan dengan tujuan praktikumnya, agar praktikum
berjalan dengan lancar (Edi, 2008).
Hal pertama yang harus diperhatikan agar dapat meningkatkan ketelitian
adalah kita harus memperhatikan alat yang kita gunakan. Karena alat-alat
tersebut memiliki skala yang berbeda-beda, dan tentu saja memiliki tingkat
ketelitian yang berbeda pula. (Koesmadji, 2008). Hal lainnya yang harus
diperhatikan adalah kebersihan dari alat yang akan digunakan.
Kebersihan dari alat dapat mempengaruhi hasil praktikum. Apabila alat
yang akan digunakan tersebut tidak bersih, maka akan terjadi hal-hal yang
1
2
B. Tujuan Praktikum
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mengetahui gambaran secara umum tentang alat dan bahan
yang dibutuhkan dalam melakukan analisis zat gizi pangan.
2. Tujuan Khusus :
a. Mahasiswa mengetahui nama dari peralatan praktikum analisis zat
gizi pangan
b. Mahasiswa mengetahui fungsi dan cara kerja peralatan praktikum
analisis zat gizi pangan.
C. Manfaat Praktikum
1. Mahasiswa dapat terlatih kemampuannya dalam melakukan analisis zat
gizi pada bahan makanan secara baik dan benar sesuai prosedur dan
petunjuk pengukuran.
2. Mahasiswa dapat mengetahui cara menggunakan alat-alat laboratorium
secara baik dan benar sesuai prosedur kerja
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
4
2. Penyaringan
Penyaringan Penyaringan bertujuan untuk memisahkan suatu cairan
dari bahan padat yang terdapat pada cairan itu dengan cara melakukan
6
penyimpanan alat yang memiliki bahan dasar yang sama harus ditata
kembali. Jika tempat penyimpanan kaki tiga dan klem tiga jari adalah
menggunakan lemari rak, maka tahapan rak untuk kaki tiga harus berbeda
dengan tahap rak klem tiga jari, akan tetapi kedua tahap rak harus berdekatan.
Dengan memperhatikan bahan dasar alat pula, peralatan yang terbuat
dari logam umumnya memiliki bobot lebih tinggi dari peralatan yang
terbuat dari gelas atau plastik. Oleh karena itu dalam penyimpanan dan
penataan alat aspek bobot benda perlu juga diperhatikan. Janganlah
menyimpan alat-alat yang berat di tempat yang lebih tinggi,agar mudah
diambil dan disimpan kembali
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu
Waktu : April – Mei 2017
B. Tempat
Tempat : Laboratorium Ilmu Gizi fakultas kesehatan
masyarakat (FKM) Univeristas Diponegoro
C. Alat dan Bahan
1. Heating magneting strirrer 19. Pipet Tetes
2. Moisture Analyzer 20. Spatula Kaca
3. Refractometer 21. Gegep
4. Spectophometri 22. Bunsen
5. Destilation unit 23. Kaki Tiga
6. Beaker Glass 24. Buret
7. Labu Erlenmeyer 25. Statif
8. Gelas Ukur 26. Oven
9. Labu Takar 27. Tanur
10. Tabung Reaksi 28. Spatula Besi
11. Rak Tabung Reaksi 29. Timbangan Analitik
12. Cawan Petri 30. Timbangan Manual
13. Cawan Porselen 31. Timbangan Digital Padat
14. Palung 32. Timbangan Digital Cair
15. Alu 33. Desikator
16. Corong 34. Ruang Asam
17. Pipet Volume 35. Soxhlet
18. Bulb
10
11
Bahan
1. Buku Panduan Praktikum
2. Buku Tulis / Logbook
3. Alat Tulis
4. Buku yang diperlukan selama praktikum
D. Skema Kerja berisikan Alur Kerja
Dimulai
Selesai
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Berikut adalah alat-alat yang ada di Laboratorium Ilmu Gizi FKM Undip
sertafungsinya :
Gambar 4.1 : Alat – Alat Laboratorium
No. Nama Alat Gambar Fungsi Alat
1. Heating Magnetic Mangaduk dan
Stirrer memanaskan cairan
Gambar 4.1
2. Moisture Analyzer Mengetahui kandungan
air dalam suatu zat
Gambar 4.2
3. 0 Refractrometers Mengetahui kadar gula
dalam zat
Gambar 4.3
13
Gambar 4.4
5. Destilation Unit Menguji kadar protein
setelah proses destruksi
Gambar 4.5
6. Beaker Glass Untuk penempatan
cairan atau mereaksikan
zat
Gambar 4.6
7. Labu Elenmayer Untuk titrasi
14
Gambar 4.7
8. Gelas Ukur Untuk mengukur
volume sampel
Gambar 4.8
9. Labu Takar Untuk pengenceran
sampel
Gambar 4.9
10. Tabung Reaksi + Mereaksikan sampel
Rak
Gambar 4.10
11. Cawan Petri Tempat sampel da
perkembangbiakan
sampel
15
Gambar 4.11
12. Cawan Porselen Tempat sampel
Gambar 4.12
13. Mortar Untuk menghaluskan
sampel
Gambar 4.13
14. Corong Membantu penyaringan
atau pemindahan cairan
Gambar 4.14
16
Gambar 4.15
16. Pipet Tetes Memindahkan volume
cairan dalam jumlah
kecil
Gambar 4.16
17. Spatula Kaca Mengaduk sampel
Gambar 4.17
18. Spatula Besi Mengambil sampel
Gambar 4.18
17
Gambar 4.19
20. Bunsen Untuk pemanasan
bahan
Gambar 4.20
21. Kaki Tiga Untuk penyangga bahan
kassa
Gambar 4.21
18
Gambar 4.22
23. Statif Menyangga alat titrasi
sampel
Gambar 4.23
24. Oven Untuk pengeringan
sampel
Gambar 4.24
19
Gambar 4.25
26. Timbangan Analitik Menimbang sampel
maksimal 1 kg
Gambar 4.26
20
Gambar 4.27
28. Timbangan Digital
a. Padat - Menimbang
makanan padat
maksimal 1 kg
b. Cair - Menimbang
makanan cair
maksimal 5 kg
Gambar 4.28
29. Desikator Menyimpan dan
mendinginkan bahan
Gambar 4.29
21
Gambar 4.30
31. Soxhlet Menguji kadar lemak
Gambar 4.31
B. Pembahasan
Berikut akan diuraikan pembahasan tentang hasil percobaan ini yang
berjudul pengenalan alatalat laboratorium. Tujuan diadakannya laboratoriu
m ini adalah agar setiap praktikan mampu mengenal dan memahami fungsi,
cara penggunaan serta berbagai alat ayang ada di laboratorium. Dan
diahrapkan agar nantinya praktikan tidak canggung dan sudah mengenal alat
alat yang ada dilaboratorium.
1. Baeker glass gelas beker atau lebih sering disebut ‘beker’ saja adalah
sebuah wadah penampung yang digunakan untuk mengaduk, mencampur,
dan memanaskan cairan yang biasanya digunakan dalam laboratorium.
Beker terbuat dari kaca sebagai wadah larutan yang bersifat korosif. Cara
22
memasukkan zat melalui badan corong bagian atas dan melewati bagian
bawah yang lebih sempit ( Poedjiadi, 2011).
6. Tabung reaksi,tabung Reaksi (Test Tube) umumnya terbuat dari berbagai
macam jenis gelas antara lain Boroksilikat, Soda, Fiolax dan Supermax.
Soda Glass tidak tahan pemanasan, Fiolax Glass tidak peka terhadap
perubahan panas dan pemanasan setempat. Tabung reaksi yang terbuat
dari Fiolax dan Soda glass umumnya berdinding tipis, sedangkan tabung
reaksi yang terbuat dari Boroksilikat dan Supermax tahan pemanasan.
Ukuran tabung reaksi ditetapkan berdasarkan atas diameter mulut tabung
bagian dalam dan panjang tabung, diameter antara 70-200 mm. Prinsip
kerja sebagai wadah larutan, beberapa memiliki tutup yang digunakan
untuk meletakkan sampel. Fungsi tabung reaksi untuk mereaksikan larutan
dan untuk memanaskan sampel atau cairan ( Poedjiadi, 2011).
7. Rak tabung reaksi,fungsi rak tabung reaksi digunakan sebagai tempat
meletakkan tabung reaksi. Rak tabung reaksi terbuar dari kayu dan
memeliki 12 lubang untuk penyimpanan tabung reaksi. Di sebagian sisi
terdapat 6 batang kayu yang berfungsi sebagai tempat tabung reaksi ketika
di keringkan. Agar tabung reaksi tidak tergelincir ketika di simpan di rak,
maka pada alas rak terdapat cekungan sebanyak 12 cekungan, agar posisi
tabung reaksi ketika di simpan tidak mudah tergelincir ( Poedjiadi, 2011).
8. Spatula besi berupa sendok panjang berbahan besi ( Poedjiadi, 2011).
9. Spatula kaca berupa sendok panjang berbahan kaca. Hanya untuk
mengaduk. Prinsip kerjanya yaitu aduk larutan dengan ujung spatula
( Poedjiadi, 2011).
10. Pipet Volume (Volumentric Pipettes) terbuat dari gelas jenis soda jernih,
mempunyai kapasitas 0,5-100 mL. Prinsip kerja pipet volume memipet
atau memindahkan volume cairan dengan teliti atau seksama. Fungsinya
untuk memipet atau memindahkan volume cairan dengan teliti (Penuntun
praktikum,2013).
24
11. Bulb adalah penghisap Pipet atau Bulp (Pipet Filler) terbuat dari bola karet
kenyal dengan 3 knop, bola karet tidak mudah lembek. Fungsinya untuk
menghisap larutan yang akan diukur (Hawa, 2014). Prinsip kerjanya
adalah dengan menempelkan atau memasang alat ini pada pangkal pipet
ukur, untuk mengambil larutan tekan bagian bundar padaalat ini. Pada alat
ini terdapat 3 saluran yang masing-masing saluran memilikikatup. Katup
yang bersimbol A (aspirate) berguna untuk mengeluarkan udaradari
gelembung. Bersimbol S (suction) merupakan katup yang juka
ditekanmaka cairan dari ujung pipet akan tersedot ke atas. Kemudian
bersimbol E (exhaust) berfungsi untuk mengeluarkan cairan dari dalam
pipet ukur (Penuntun praktikum,2013).
12. Pipet tetes (Dropping Pipettes) adalah pipet tanpa skala, mempunyai
bentuk pendek atau panjang dan dilengkapi dengan karet penghisapnya.
Prinsip kerjanya untuk menambahkan cairan tetes demi tetes hingga
volume tepat. Fungsi untuk memindahkan larutan dari satu wadah ke
wadah lainnya ( Poedjiadi, 2011).
13. Cawan petri adalah sebuah wadah yang bentuknya bundar dan terbuat
dari plastik atau gelas yang digunakan untuk membiakkan sel. Alat ini
digunakan sebagai wadah untuk penyelidikan tropi dan juga untuk
mengkultur bakteri ( Poedjiadi, 2011).
14. Cawan porselen mempunyai kapasitas 4-2900 mL. Sebagian cawan petri
tidak tahan pada suhu di atas 300oC. Fungsinya untuk menguapkan cairan
pada suhu yang tidak terlalu tinggi (oven, di atas tangas air, uap, pasir dan
sebagainya) ( Poedjiadi, 2011).
15. Mortar terbuat dari kaca, porselen, atau batu granit berfungsi untuk
menghancurkan dan mencampurkan padatan. Cara menggunakannya yaitu
masukkan bahan kimia berupa padatan ke dalam lumpang (mortar) dan
gerus hingga halus menggunakan alu (pastle) ( Poedjiadi, 2011).
16. Bunsen adalah salah satu alat yang berfungsi untuk menciptakan kondisi
yang steril. Prinsip kerjanya yaitu dengan menyalakannya dengan
25
membakar bagian sumbu (pada pembakar spirtus) dengan korek api atau
dengan memberiapi pada bagian atas (dari pembakar bunsen yang
berbahan bakar gas). Bunsen ini ada yang berbahan bakar gas atau
methanol ( Poedjiadi, 2011).
17. Kaki tiga adalah penyangga yang terbuat dari besi digunakaan sebagai
penyangga alas dan tabung saat memanaskan, sterilisasi maupun aseptik.
18. Gegep digunakan sebagai alat pembantu pengambilan alat-alat yang tidak
boleh diambil dengan tangan (Penuntun praktikum, 2013).
19. Buret adalah sebuah peralatan gelas laboratorium berbentuk silinder yang
memiliki garis ukur dan sumbat keran pada bagian bawahnya. Ia
digunakan untuk meneteskan sejumlah reagen cair dalam eksperimen
yang memerlukan presisi, seperti pada eksperimen titrasi (Purnomo, 2013).
Prinsip kerja buret harus bersih, kering dan bebas lemak sebelum
digunakan. Sebelum titrasi dimulai, pastikan tidak ada gelembung udara di
bawah kran karena menyebabkan kesalahan saat melakukan
titrasi(Penuntun praktikum, 2013).
20. Statif berfungsi sebagai alat untuk meletakkan buret dalam proses filtrasi
(Penuntun praktikum, 2013).
21. Heating Magnetic Stirrer Menurut (Mujiati, 2014) Hot plate stirrer dan
Stirrer bar (magnetic stirrer) berfungsi untuk menghomogenkan suatu
larutan dengan pengadukan. Pelat (plate) yang terdapat dalam alat ini
dapat dipanaskan sehingga mampu mempercepat proses homogenisasi
Fungsi dari alat ini adalah untuk menghomogenkan larutan atau cairan
dengan pengadukan. prinsip kerja :
a. Hot plate magnetic stirrer digunakan untuk memasak/ meramu segala
macam bahan nutrisi dengan melibatkan pengaduk dan pemanas.
b. Pengadukan dan pemanas yang dihasilkan oleh alat ini bersumber pada
energi listrik.
c. Besarnya kecepatan pengaduk dan pemanasan dapat diatur
berdasarkan keperluan.
26
25. Ruang asam digunakan sebagai tempat melakukan reaksi kimia yang
menghasilkan gas/uap/kabut dan sebagainya tempat untuk menguapkan
larutan yang mengandung asam dan berbahaya bagi pernapasan juga
sebagai tempat penyimpanan larutan asam pekat (Saputri, 2012). Bersifat
tertutup agar asap tidak menyebar. Digunakan saat proses analisis protein
yaitu proses destruksi (Penuntun praktikum,2013).
26. Desikator (Desiccators) terbuat dari gelas jenis semi-boroksilat, plastik
atau mika. Di dalam desikator terdapat piringan berpori yang terbuat dari
porselin yang digunakan untuk meletakkan alat-alat gelas. Di bawah
piringan porselin terdapat bahan pengering yang umumnya terbuat dari
silikagel, asam sulfat pekat, fosfor pentaoksida, kalsium oksida dan
sebagainya. Prinsip kerja desikator mendinginkan, mengeringkan serta
menyimpan zat atau bahan. Fungsi desikator digunakan untuk
mendinginkan bahan atau alat gelas (misalnya krus porselin, botol
timbang) setelah dipanaskan dan akan ditimbang. Mengeringkan bahan
atau menyimpan zat atau bahan yang harus diliindungi terhadap pengaruh
kelembapan udara (Penuntun praktikum,2013).
27. Timbangan analitik digunakan untuk mengukur berat bersih suatu zat,
pada umumnya timbangan analitik mempunyai ketelitian yang sangat
tinggi, hingga empat angka dibelakang koma. Prinsip kerjanya yaitu
dengan penggunaan sumber tegangan listrik yaitu stavolt dan dilakukan
peneraan terlebih dahulu sebelum digunakan kemudian bahan diletakkan
pada neraca lalu dilihat angka yang tertera pada layar, angka itu
merupakan berat dari bahan yang ditimbang ( Poedjiadi, 2011).
28. Timbangan digital memiliki prinsip kerja hasil penimbanganya akan
tertera pada layar dalam bentuk desimal. Cara kerja timbangan digital
yaitu pastikan alat sudah menyala dan didiamkan selama 20-30 menit dan
pastikan angka pada layar timbangan pada posisi nol, setelah itu masukan
bahan yang akan digunakan, lalu lihat angka yang tertera pada layar
(Penuntun praktikum, 2013).
28
A. Kesimpulan
1. Dari praktikum pengenalan alat alat laboratorium di atas, dapat
disimpulkan bahwa Laboratorium merupakan tempat untuk melatih
mahasiswa dalam hal ketrampilan melakukan praktik, demonstrasi,
percobaan, penelitian, dan pengembangan ilmu pengetahuan. Kesalahan
penggunaan alat dan bahan dalam praktikum dapat menimbulkan hasil
yang salah dan tidak akurat.
2. Pengenalan alat-alat laboratorium yang digunakan dalam praktikum ini
antara lain baeker glass, tabung erlenmeyer, labu takar, gelas ukur, corong,
tabung reaksi, rak tabung reaksi, spatula besi, spatula kaca, pipet volume,
bulb, pipet tetes, cawan petri, cawan porselen, mortar, bunsen, kaki tiga,
gegep, buret, statip, Heating Magnetic Stirrer, Moisture Analyzer,
refractometer, spektrofotometer UV-Vis, destilator, soxhlet, ruang asam,
desikator, timbangan analitik, timbangan digital, oven, dan tanur.
3. Masing-masing alat laboratorium memiliki prosedur tersendiri mengenai
cara pemakaian sesuai dengan kegunaan dan fungsinya masing-masing.
B. Saran
1. Diharapkan fasilitas seperti alat dan bahan yang digunakan untuk
praktikum lebih dilengkapi lagi agar hasil yang diperoleh dalam
pengambilan data lebih maksimal
2. Diharapkan pada saat praktikum lebih teliti lagi dalam mencatat data
sehingga data yang didapatkan akurat dan dapat sesuai dengan referensi.
3. Diharapkan pada saat praktikum lebih berhati-hati dalam penggunaan alat
yang mudah pecah
29
DAFTAR PUSTAKA
30
31
Widhy Purwanti.2009. Alat dan bahan kimia dalam laboratorium ipa. Yogyakarta.
taff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/purwanti-widhy-hastuti-spd-
mpd/plthn-penggunaan-alat-lab.pdf ( diakses pada 11 April 2017 pukul
11.29 WIB
32
LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH
Oleh :
KELOMPOK1
SEMESTER/TAHUN AJARAN : VI / 2016-2017
DWI KURNIA YULIYAWATI 25010114120108
COVER ............................................................................................ i
DAFTAR ISI ................................................................................... ii
DAFTAR TABEL .......................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................... v
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang..................................................................... 1
B. Tujuan
a. Tujuan Umum ................................................................ 2
b. Tujuan Khusus ............................................................... 2
C. Manfaat ............................................................................... 2
BAB II Tinjauan Pustaka
A. Teknik Pengambilan Sampel ................................................ 3
B. Penanganan Sampel ............................................................ 4
C. Cara Persiapan Sampel........................................................ 5
D. Pengertian Bahan Dapat Dimakan (BDD) ........................... 9
BAB III Metode Praktikum
A. Waktu ............................................................................... 10
B. Tempat ............................................................................... 10
C. Alat dan Bahan................................................................... 10
D. Skema Kerja berisikan Alur Kerja ...................................... 11
E. Pengolahan Data dan Analisis Data .................................... 13
BAB IV Hasil dan Pembahasan
A. Hasil ................................................................................. 14
B. Pembahasan ..................................................................... 15
BAB V Penutup
A. Kesimpulan ....................................................................... 18
B. Saran................................................................................. 18
ii
DAFTAR PUSTAKA ................................................................... 19
LAMPIRAN ................................................................................. 20
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam penentuan bahan makanan diperlukan preparasi sampel supaya
sampel tersebut berhasil. Analisis suatu bahan hasil makanan hanya akan
dicapai secara baik jika pengambilan sampel bahan dilakukan secara benar
dan representatif. Pengambilan perlu memperhatikan homogenitas sampel
yaitu efek ukuran dan berat partikel sangat berpengaruh terhadapa
homogenitas bahan. Bahan dengan ukuran dan berat lebih besar cenderung
akan berpisah dengan bahan yang lebih kecil dan ringan (Poedjiadji, 2011).
Cara pengambilan sampel yaitu dilakukan dengan dua cara yaitu
dengan aselektif artinya pengambilan sampel secara acak dari keseluruhan
bahan tanpa memperhatikan atau memisahkan bagian dari bahan tersebut,
selektif artinya pengambilan sampel secara acak dari bagian tertentu suatu
bahan. Jumlah sampel sudah ada ketentuan yaitu 10 % dari berat bahan dan
sangat berpengaruh pada tingkat representatif. Penanganan sampel dilakukan
agar sampel tidak mengalami perubahan sifat saat pengambilan sampel.
Prosesing sampel yaitu tujuan evaluasi terutama evaluasi secara mikroskopis,
kimia dan biologis, semua sampel juga harus digiling sehingga diperoleh
sampel yang halus. (Yulia.2010)
Bahan Dapat Dimakan atau BDD merupakan bagian yang dapat
dimakan (Permentan, 2010). Dengan kata lain penghitungan BDD pada
pangan berfungsi untuk mengetahui seberapa banyak bagian dari pangan
tersebut yang dapat dimakan oleh manusia. Bagian BDD dalam pangan dapat
digunakan sebagai salah satu pokok untuk menentukan jumlah energi pada
setiap jenis makanan tersebut pada Daftar Komposisi Bahan Makanan
(DKBM). Kolom energi dalam DKBM menunjukkan kandungan energi (kkal)
1
2
per 100 gram bagian yang dapat dimakan (BDD) (Bahan Ketahanan Pangan,
2013). BDD dapat diketahui dengan cara penimbangan keseluruhan bagian
pangan dibagi dengan bagian pangan yang dapat dimakan dan dihitung dalam
presentase.
Praktikum kali ini penting bahwa kita harus mengetahui teknik
sampling, penangangan sampel, persiapan sampling. Bukan hanya itu saja
kitapun harus memahami bagaimana cara menentukan Bahan Dapat Dimakan
dari suatu makanan.
B. Tujuan Praktikum
1. Tujuan Umum, mengetahui dan memahami proses penanganan, persiapan
sampel, penimbangan dan memghitung Bahan Dapat Dimakan di
Laboratorium Gizi FKM Undip.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu mengetahui proses penanganan, persiapan sampel, serta
penimbangan di Laboratorium Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Diponegoro.
b. Mampu memahami proses perhitungan Bahan Dapat Dimakan pada
sampel yang diujukan.
C. Manfaat Praktikum
1. Mahasiswa dapat terlatih kemampuannya dalam melakukan teknik
sampling, penimbangan sampel, dan BDD dari setiap sampel pada
praktikum analisis zat gizi pangan.
2. Mahasiswa dapat menghitung jumlah BDD dari sampel yang di ujicobaka
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
4
b. Kacang – kacangan : 2 kg
c. Umbi - Umbian : 2-5 kg
2. Bahan basah atau segar
a. Daging : campuran semua bagian tubuh maisng-
masing 500 g dari minimal tiga bagian tubuh
Jeroan : masing-masing bagian 250 g
b. Telur tanpa kulit : enam butir telur; utuh; kuning telur ;
putih telur
c. Ikan : ikan besar, ikan kecil, kerang,
udang campuran bdd sekitar 1 kg
d. Sayuran : 1 kg ambil bdd, Rajang dan campur
e. Buah- buahan : 1 kg, ambil bdd dan dirajang
f. Susu : 1 liter dan dikocok
g. Lemak
1. Nabati : diambil dalam keadaan cair
2. Hewani : lemak dari seluruh tubuh
Perhatikan isi dan berat per porsi dan tentukan segera kadar air,
vitamin. Kemudian sisa bahan disimpan pada suhu -20 derajat celcius
(Laksmi,2015).
9
A. Waktu
Waktu : April – Mei 2017
B. Tempat
Tempat :Laboratorium Ilmu Gizi fakultas kesehatan
masyarakat (FKM) Univeristas Diponegoro
C. Alat dan Bahan
Alat
1. Plastik ½ kg
2. Timbangan Digital
3. Penggaris
4. Sendok
5. Blender
6. Tissue
7. Pisau
8. Alat Tulis
Bahan
1. Buku Panduan Praktikum
2. Buku Logbook
3. Kacang Hijau 1kg
4. Alpukat 1kg
10
11
Dipersiapkan sampel berupa kacang hijau 1kg dan buah alpukat 1kg
Berat sampel yang diambil adalah berat rata dari dua kali
penimbangan,kemudian simpan sampel dalam plastik dan beri label
Selesai
Gambar 3.1 Skema Kerja berisikan Alur Kerja sampling bahan kering
12
Dimulai
Selesai
Keterangan :
Berat Bersih : Berat yang dapat dikonsumsi
Berat Kotor : Berat utuh bahan makanan sebelum dipisah
b. Analisis Data
Analisis Data yang dilakukan pada praktikum BDD menggunakan
Analisis dengan DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan). Dan
metode sampling yang digunakan dalam praktikum pengambilan sampel
bahan kering kacang hijau ini dengan menggunakan metode quartering
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Tabel 4.1 Tabel hasil sampling bahan kering
Kelompok Bahan Berat Berat Serbuk Rata rata
1 2 berat serbuk
1 Kacang hijau 104 gram 97 gram 102 gram 99,5 gram
2 Kacang Kedelai 60 gram 62 gram 60 gram 61 gram
3 Kacang Tanah 62 gram 63 gram 62,5 gram
4 Kacang Merah 100 gram 115 gram 99 gram 107 gram
5 Kacang Hijau 62 gram 67 gram 62 gram 64,5 gram
6 Kacang Kedelai 60,5 gram 59 gram 60 gram 59,5 gram
Putih
7 Kacang Tanah 64 gram 62 gram 62 gram 62 gram
8 Kacang Merah 69,5 gram 70 gram 67 gram 68,5 gram
14
15
206,5
= BDD = x 100%
358
= 57,68%
B. Pembahasan
1. Sampling Bahan Kering
Metode quartering adalah salah satu metode yang dapat digunakan
untuk pengambilan sampel bahan kering. Kemudian kacang dibuat bentuk
lingkaran besar dan dibagi menjadi 4 bagian sama besar. Kemudian ambil
satu bagian dan dibuat lingkaran lagi dan bagi menjadi 4 bagian kembali.
Bagian yang terakhir ditimbang dan dicatat. Selanjutnya kacang hijau
yang telah ditimbang kemudian diblender dan ditimbang kembali
sebanyak 2 kali penimbangan. Pada penimbangan kacang sebelum
diblender hasilnya menunjukkan sebesar 104 gram, dan setelah diblender
hasilnya 97 gram pada penimbangan pertama dan 102 gram pada
penimbangan kedua, sehingga diperoleh berat rata-rata sebesar 99,5 gram.
Praktikum kali ini terdapat perbedaan hasil penimbangan sampling
antara kelompok 1 dan 5 dnegan sampel yang sama yaitu kacang hijau
pada kelompok 5 penimbangan kacang sebelum diblender hasilnya
menunjukkan sebesar 62 gram, dan setelah diblender hasilnya
16
A. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil perhitungan kelompok 1, berat rata-rata kacang hijau
dengan menggunakan metode quartering diperoleh sebesar 99,5 gram,
sedangkan hasil penimbangan sampel kelompok lain dengan sampel yang
sama, berat rata-rata kacang hijau sebesar 64,5 gram.Berdasarkan hasil
perhitungan kelompok 1, BDD Alpukat 57,68 %, sedangkan jika
dibandingkan dalam DKBM BDD alpukat sebesar 61%.
2. Hasil tersebut menunjukkan hasil yang berbeda dengan DKBM. Hal ini
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kesalahan dalam
penggunaan alat ukur (timbangan), kemurnian bahan yang berbeda,
kesalahan dalam prosedurnya, kesalahan dalam pengambilan dan
persiapan sampel.
B. Saran
1. Sebaiknya dalam praktikum praktikan lebih memerhatikan prosedur kerja
dan penggunaan alat agar tidak terjadi kesalahan dalam praktikum.
2. Sebaiknya dalam praktikum praktikan menggunakan alat laboratorium
dengan efektif dan efisien, mengingat terbatasnya alat laboratorium yang
tersedia.
18
DAFTAR PUSTAKA
19
LAMPIRAN
20
21
Oleh :
KELOMPOK1
SEMESTER/TAHUN AJARAN : VI / 2016-2017
DWI KURNIA YULIYAWATI 25010114120108
COVER ............................................................................................ i
DAFTAR ISI ................................................................................... ii
DAFTAR TABEL .......................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................... 1
B. Tujuan
a. Tujuan Umum .................................................................. 2
b. Tujuan Khusus ................................................................. 2
C. Manfaat ............................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Kadar Air ................................................................ 3
B. Metode Penentuan Kadar Air ............................................... 4
C. Faktor- faktor yang mempengaruhi Kadar air ....................... 5
BAB III METODE PENELITIAN
A. Waktu ................................................................................. 7
B. Tempat ................................................................................. 7
C. Alat dan Bahan .................................................................... 7
D. Skema Kerja......................................................................... 8
E. Pengolahan Data dan Analisis Data ...................................... 9
BAB IV Hasil dan Pembahasan
A. Hasil .................................................................................. 10
B. Pembahasan ...................................................................... 11
BAB V Penutup
A. Kesimpulan........................................................................ 14
B. Saran ................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA ................................................................... 15
LAMPIRAN .................................................................................. 16
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Skema Kerja berisikan Alur Kerja Analisis Kadar Air.....................9
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Air pada bahan pangan tidak hanya dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan manusia, tetapi mempunyai peranan yang sangat besar bagi bahan
pangan itu sendiri. Keberadaan air dalam bahn pangan sering dihubungkan
dengan mutu bahan pangan, sebagai pengukur bagian bahan kering atau
padatan, penentu indeks kestabilan selama penyimpanan, dan penentuan mutu
organoleptik (Nuri et al 2011).
Air dalam bahan pangan paling sedikit terdapat dalam tiga bentuk
yang berbeda yaitu air sebagai pelarut atau pendispersi komponen bahan
pangan air yang terserap atau terkondesasi pada permukaan internal atau
eksternal komponen padat pangan dan air yang terikat secara kimia dalam
bentuk hidrat. Adanya keterikatan air dengan komponen bahan pangan inilah
yang menyebabkan kesulitan pada analisis air pada suatu bahan pangan.(Nuri
et all 2011).
Analisis kadar air dalam bahan pangan sangat penting dilakukan baik
pada bahan kering maupun pada bahan pangan segar. Pada bahan pangan
segar terutama sayuran dan buah-buahan, kadar air sangat erat hubungannya
dengan tingkat kesegaran bahan. Metode analisis kadar air prisnispnya dibagi
menajdi 2 golongan, yaitu metyode langsung dan metode tidak langsung.
Analisis kadar air metode langsung dilakukan dengan cara mengeluarkan air
dari bahan pangann dnegan bantuan pengeringan oven, desikator, destilasi,
dan teknik fisika – kimia lainnya (Feri, 2010).
Kadar air dapat ditetapkan dengan cara penimbangan, pengukuran
volume atau cara langsung lainnya. Analisis kadar air pada bahan pangan
kering, kadar air sering dihubungkan dengan indeks kestabilan khususnya saat
penyimpanan. Bahan kering menjadi awet karena kadar airnya dikurangi
1
2
sampai batas tertentu. Pada pangan segar, kadar air bahan pangan erat
hubungannya dengan mutu organoleptiknya (Feri, 2010).
Oleh karena itu penting bahwa kita harus mengetahui cara
menganalisis kadar air pada bahan makanan sehingga nanti kita dapat
menghitung jumlah kadar air makanan dengan baik dan benar.
B. Tujuan Praktikum
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menganalisis kadar air pada bahan makanan secara
baik dan bena sesuai prosedur dan petunjuk pengaturan.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan preparasi sampel
b. Mahasiswa mampus melakukam penimbangan, pengovenan dan
menghitung kadar air yang dianalisis
C. Manfaat Manfaat
1. Mahasiswa dapat terlatih kemampuannya dalam melakukan analisis kadar
air pada bahan makanan secara baik dan benar sesuai prosedur dan
petunjuk pengukuran.
2. Mahasiswa dapat mengetahui cara melakukan perhitungan kadar air yang
baik dan benar pada sampel yang diujicobakan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
4
A. Waktu
Waktu : April – Mei 2017
B. Tempat
Tempat :Laboratorium Ilmu Gizi fakultas kesehatan
masyarakat (FKM) Univeristas Diponegoro
C. Alat
1. Cawan Porselen
2. Oven
3. Timbangan Analitik
4. Desikator
5. Spatula besi
6. Kuas
7. Gegep
8. Tissue
9. Pensil 2B
D. Bahan
1. Sampel bahan makanan (kacang hijau) yang telah dihaluskan
2. Buku panduan praktikum
3. Buku logbook
7
8
Dimulai
Selesai
𝐵2−𝐵3
Kadar air(g/100g) = 𝐵2−𝐵1 x 100%
Keterangan :
B1 = berat cawan kosong (berat cawan porselen yang telah distabilkan
dalam oven)
B2 = berat cawan dengan sampel sebelum dikeringkan
B3 =berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan
b. Analisis Data
Analisis Data yang digunakan untuk praktikum ini dengan cara
membandingkan hasil penelitian dengan Buku Daftar DKBM tahun 2009.
Hasil perhitungan yang didapatkan juga akan dibandingkan dengan hasil
dari kelompok lain yang menggunakan sampel yang sama
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Adapun hasil perhitungan analisis kadar air yang iddapatkan dari
semua kelompok praktikum sebagai berikut :
Tabel 4.1 hasil analisis kadar air
Kelompok Bahan B1(g) B2(g) B3(g) Kadar Air
1 2 3
1A Kacang 28,3375 33,3602 32,6657 13,82% - -
1B hijau 20,5606 25,6351 24,9439 13,62% - -
2A Kacang 21,6413 26,6354 26,1540 9,6% - -
2B kedelai 21,2931 26,2304 25,7674 9,38% - -
3A Kacang 27,4689 32,4626 32,1869 5,52% - -
3B Tanah 21,0424 26,0422 25,7619 5,56% - -
4A Kacang 25,8032 30,8334 30,2455 11,7% - -
4B Merah 28,4788 33,4131 32,8373 11,6% - -
5A Kacang 21,51 26,51 25,84 13,4 % - -
5B Hijau 27,89 32,89 32,21 13,6 % - -
6A Kacang 19,23 24,29 23,72 11,26% - -
6B Kedelai 18,37 23,37 22,82 11 % - -
7A Kacang 20,9220 25,9220 25,6965 4,51% - -
7B Tanah 20,1840 25,1839 24,9548 4,581% - -
8A Kacang 25,8563 30,8575 30,1736 13,67% - -
8B Merah 31,4983 36,4569 35,7636 13,98% - -
10
11
𝐵2−𝐵3
Kadar air(g/100g) = 𝐵2−𝐵1 x 100%
𝐵2−𝐵3 33,3602−32,6657
Kadar air1 = 𝐵2−𝐵1 x 100% = x 100%
33,3602−28,3375
= 13,82 %
𝐵2−𝐵3 25,6351−24,9439
Kadar air1 = 𝐵2−𝐵1 x 100% = 25,6351−20,5606 x 100%
= 13,62 %
13,82−13,62
= 𝑥 100%
13,72
B. Pembahasan
Pada praktikum kali ini peneliti menganalisis kadar air pada 2 sampel
dengan 2 cawan porselen yang berbeda, kali ini menggunakan metode
pengeringan dengan menggunakan oven. Sampel yang digunakan dalam
praktikum adalah kacang hijau yang sudah dihaluskan sebanyak 5 gram.
Praktikum diawali dengan hari sebelum melaksanakan praktikum,
peneliti memanaskan kedua cawan porselen terlebih dahulu di masukkan
selama 1 jam didalam oven, kemudiam dingkan didalam desikator selama 1
hari. Dimana di dalam desikator tersebut terdapat silica gel yang berfungsi
untuk meyerap air sehingga berat sampel akan tetap konstan dan tidak
berubah.
Langkah selanjutnya yaitu keluarkan sampel dari desikator dan di
masukkan ke dalam timbangan analitik yang sebelumnya timbangan tersebut
12
telah ditera terlebih dahulu. Lalu masukkan sampel kacang hijau ke dalam
cawan A sebanyak 5 gram dan catat hasilnya. Ulangi hal yang sama pada
cawan B. Setelah itu Cawan A dan B dimasukkan kembali kedalam oven
selama 3 jam. Prinsip kerja analisis kadar air adalah dengan mengeringkan
sampel dalam oven pada suhu 100-105OC sampai bobot konstan dan selisih
bobot awal dengan bobot akhir. Hasil perhitungan selisih tersebut dihitung
sebagai kadar air.
Berdasarkan praktikum pada kelompok 1 dengan sampel kacang hijau
analisis kadar air yang didapatkan yaitu pada cawan porselen A didapatkan
hasil sebesar 13,82% dan cawan porselen B 13,62%. Sedangkan pada
kelompok 5 dengan sampel yang sama kacang hijau didapatkan hasil, pada
cawan porselen A 13,4 % dan cawan porselen B 13,6 %. Hasil yang tidak jauh
berbeda dari dua kelompok ini dengan sampel yang sama yaitu kacang hijau.
Hal tersebut jika dibandingkan dengan kadar air kacang hijau pada daftar
DKBM 2009 yaitu dimana kadar air untuk kacang hijau 15,5 % (DKBM,2009)
hal ini menunjukkan jika hasil yang didapatkan peneliti dengan angka yang
berada di DKBM terlampau 1,68 % pada cawan A dan terlampau 1,88% pada
cawan B kelompok 1, dan terlampau 2,1 % cawan A dan 1,9 % cawan B pada
kelompok lain dengan sampel yang sama.
Hasil ini bisa dipengaruhi karena kacang hijau memiliki varietas yang
berbeda-beda sehingga akan berpengaruh juga terhadap kadar air yang
dimiliki dari masing – masing kacang hijau tersebut. Karena hal itulah sulit
untuk mendapatkan angka yang 100% akurat sama persis dengan DKBM
melihat adanya perbedaan varietas kacang hijau yang berbeda-beda hal ini
bisa dipengaruhi oleh kondisi geografis tempat pertumbuhan kacang hijau
tersebut. Jika dilihat dari hasil perbandingan kelompok 1 dan 5 hasil
penelitian menunjukkan angka analisis kadar air sampel kacang hijau yang
berbeda walaupun tidak terpaut angka yang jauh namun perbedaan hasil yang
diddapatkan bisa disebabkan oleh varietas kacang hijau yang digunakan oleh
13
A. Kesimpulan
a. Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan
bahan dalam oven pada suhu 105-110ºC selama 3 jam atau Sampai
didapat berat yang konstan. Selisih berat sebelum dan sesudah
pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan.
b. Dalam praktikum yang dilakukan dengan menggunakan sampel kacang
hijau didapatkan hasil bahwa analisis kadar air cawan A 13,82% dan
cawan B 13,62 %. Hasil yang tidak jauh berbeda dengan kelompok lain
dengan sampel yang sama dimana cawan porselen A 13,4 % dan cawan
porselen B 13,6 %.Jika dibandingkan dengan DKBM 2009 15,5%
didapatkan hasil yang tidak jauh berbeda. Perbedaan bisa terjadi karena
varietas yang berbeda dari masing-masing kacang hijau. Dan untuk
perhitungan RSD didapatkan hasil 1,46% yang berarti < 3% berarti berat
sampel dikatakan konstan
B. Saran
a. Sebaiknya dalam praktikum praktikan lebih memerhatikan prosedur kerja
dan penggunaan alat agar tidak terjadi kesalahan dalam praktikum.
b. Sebaiknya dalam praktikum praktikan menggunakan alat laboratorium
dengan efektif dan efisien, mengingat terbatasnya alat laboratorium yang
tersedia
14
DAFTAR PUSTAKA
15
16
165
LAMPIRAN
16
LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH
Oleh :
KELOMPOK1
SEMESTER/TAHUN AJARAN : VI / 2016-2017
DWI KURNIA YULIYAWATI 25010114120108
COVER………………………………………………………………i
DAFTAR ISI………………………………………………………..ii
DAFTAR TABEL…………………………………………………..iv
DAFTAR GAMBAR………………………………………………..v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................... 1
B. Tujuan
a. Tujuan Umum .................................................................. 2
b. Tujuan Khusus ................................................................. 2
C. Manfaat ................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Gula ....................................................................... 3
B. Jenis – Jenis Gula ................................................................ 4
C. Pengenalan Alat Rferaktometer ............................................ 6
D. Penentuan Kadar Sukrosa .................................................... 7
BAB III METODE PENELITIAN
A. Waktu .................................................................................. 8
B. Tempat ................................................................................ 8
C. Alat dan Bahan .................................................................... 8
D. Skema Kerja......................................................................... 9
E. Pengolahan Data dan Analisis Data .................................... 10
BAB IV Hasil dan Pembahasan
A. Hasil .................................................................................. 11
B. Pembahasan ...................................................................... 12
BAB V Penutup
A. Kesimpulan ........................................................................ 15
B. Saran .................................................................................. 15
ii
DAFTAR PUSTAKA.................................................................... 16
LAMPIRAN .................................................................................. 17
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Skema Kerja berisikan Alur Kerja Analisis Kadar Sukrosa………….9
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi
dan merupakan oligosakarida, polimer dengan derajat polimerasasi 2-10 dan
biasanya bersifat larut dalam air yang terdiri dari dua molekul yaitu glukosa
dan fruktosa. Gula memberikan flavor dan warna melalui reaksi browning
secara non enzimatis pada berbagai jenis makanan. Gula paling banyak
dieprdagangkan dalam bentuk Kristal sukrosa padat. Gula digunakan untuk
mengubah rasa menajdi manis dan keadaan makanan atau minuman. Dalam
industry pangam, sukrosa diperoleh dari bit atau tebu (Winarno, 2011).
Gula adalah suatu istilah umum yang sering diartikan bagi setiap
karbohidrat yang digunakan sebagai pemanis, teteapi dalam industry pangan
baisnaya digunakan untuk menaytakan sukrosa (gula pasir), gula yang
diperoleh dari bit atau tebu. Gula merupakan karbohidrat dalam bentuk
monosakrida dan disakarida (Winarno, 2011).
Pemanis buatan yang termasuk dalam bahan tambahan pangan adalah
pemanis gula (sukrosa), yaitu senyawa yang memberikan persepsi manis,
tetapi tidak memberikan nilai gizi (non-nutritive sweeteners) (Saparinto,
2006). Pemanis buatan juga sering digunakan dalam industri. Pemanis
merupakan senyawa kimia yang sering ditambahkan dan digunakan dalam
produk olahan pangan, industri serta minuman dan makanan kesehatan
(Widajanti, 2015).
Penentuan Kadar Sukrosa pada sampel dilakukan dengan
menggunakan alat yang bernama Refraktometer. Refraktometer bekerja
menggunakan prinsip pembiasan cahaya ketika melalui suatu larutan. Ketika
cahaya datang dari udara ke dalam larutan maka kecepatannya akan berkurang.
Fenomena ini terlihat pada batang yang terlihat bengkok ketika dicelupkan ke
1
2
dalam air. Refraktometer memakai prinsip ini untuk menentukan jumlah zat
terlarut dalam larutan dengan melewatkan cahaya ke dalamnya (Andarwulan
et al: 2011).
Praktikum kali ini penting bahwa praktikan harus mengetahui cara
menganalisis kadar gula dalam makanan ataupun minuman, serta mengetahui
cara mengukur kadar gula pada smapel dengan menggunakan refractrometer
secara baik dan benar sesuai prosedur dan petunjuk pengaturan.
B. Tujuan Praktikum
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menganalisis kadar gula pada makanan.minuman
secara baik dan bena sesuai prosedur dan petunjuk pengaturan.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat mengetahui cara pengukuran kadar gula pada sampel
b. Mahasiswa dapat menghitung hasil analisis kadar gula pada sampel
C. Manfaat Praktikum
1. Mahasiswa dapat terlatih kemampuannya dalam melakukan analisis kadar
sukosa pada bahan makanan secara baik dan benar sesuai prosedur dan
petunjuk pengukuran.
2. Mahasiswa mampu dan memahami bagaimana menggunakan alat yang
berada di laboratorium gizi FKM Undip
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Gula
Gula merupakan salah satu bahan pemanis yang umumnya digunakan
dalam makanan maupun minuman. Sukrosa adalah salah satu jenis
karbohidrat dari golongan disakarida yang terdiri atas gula sederhana yaitu
glukosa dan fruktosa. Sukrosa sangat diperlukan tubuh manusia, hewan, dan
tumbuhan. Sukrosa juga disebut dengan gula dapur, sehingga komponen yang
dibutuhkan untuk membuat teh manis salah satunya membutuhkan senyawa
ini. Sukrosa dalam jaringan tumbuhan tertentu seperti tebu dan bit disimpan
sebagai cadangan makanan (Andarwulan,2011).
Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menajadi dumber
energy dan merupakan oligosakarida, polimer dengan derajat polimerasi 2-10
dan biasanya bersifat larut dalam air yang terdiri dari dua molekul yaitu
glukosa dan fruktosa. Gula memeberikan flavor dan warna melalui reaksi
browning secara non enzimatis pad aberbagai jenis makanan. Gula paling
banyak diperdagangkan dalam bentuk Kristal sukrosa padat. Gula digunakan
untuk mengubah rasa menjadi manis dan keadaan makanan atau minuman.
Dalam industry pangan, sukrosa dieproleh dari bit atau tebu (Winarno,2011).
Gula adalah suatu istilah umum yang sering diartikan bagi setiap
karbohidrat yang digunakan sebagai pemanis, teteapi dalam industry pangan
baisnaya digunakan untuk menaytakan sukrosa (gula pasir), gula yang
diperoleh dari bit atau tebu. Gula merupakan karbohidrat dalam bentuk
monosakrida dan disakarida (Winarno, 2011).
3
4
beberapa diantaranya seperti tebu dan bit gula mengandung sukrosa dalam
jumlah yang relative besar. Dari tebu dan bit gula itulah gula dieksresikan
secara komersial. Madu lebah mengandung sebagian besar sukrosa dan hasil
hidrolisisnya. Sukrosa dapat menjadi hidrolisa dalam larutan asam encer atau
oleh enzim invertase menjadi glukosa dan fruktosa. Selama hidrolisa putaran
optis menurun dan yang mula-mula positif berubah menjadi negative setelah
menjadi hidrolisa sempurna. Campuran glukosa dan fruktosa disebut “ gula
invert” dan perubahannya disebut proses inverse. (Syarif,2011).
b) Laktosa
Gula ini dibentuk dengan proses kondensasi glukosa dan galaktosa.
Senyawa ini didapatkan hanya pada susu, dan menjadi satu – satunya
karbohidrat dalam susu. (Syarif,2011).
c) Maltosa
Molekul maltose dibentuk dari hasil kondensasi dua molekul glukosa
selama perkecambahan biji “barley”, pati diuraikan menajdi maltose. “Mah”
ingredien amat penting dalam pembuatan bir, dihasilkan pada proses ini.
Selama gula berasa manis, tetapi tingkatan rasa manisnya tidak sama (Syarif,
2011).
C. Pengenalan Alat Refraktometer
Refraktometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur
kadar/konsentrasi bahan terlarut. Misalnya gula, garam, protein, dsb. Prinsip
kerja dari refraktometer sesuai dengan namanya adalah memanfaatkan
refraksi cahaya. Refraktometer ditemukan oleh Dr. Ernest Abbe seorang
ilmuan dari German pada permulaan abad 20. Konsentrasi bahan terlarut
sering dinyatakan dalam satuan Brix(%) yang merupakan konsentrasi dari
bahan terlarut dalam sampel(larutan air). Kadar zat merupakan total dari
semua zat atau bahan dalam air, termasuk gula.pada dasarnya Brix(%)
dinyatakan sebagai jumlah gram dari tebu yang terdapat dalam larutan 100 g
gulatebu. Jadi pada saat mengukur larutan gula, Brix(%) harus benar benar
tepat sesuai dengan konsentrasinya (Sodiq,2008).
6
Brix adalah zat padat kering terlarut dalam suatu larutan (gram per 100
gram larutan) yang dihitung sebagai sukrosa. Zat yang terlarut seperti (sukrosa,
glukosa, fruktosa, dan lain-lain), atau garam – garam klorida atau sulfat dari
kalium, natrium, kalsium, dan lain-lain merespon dirinya sebagai brix dan
dihitung setara dengan sukrosa (Risvan,2009).
Brix adalah jumlah zat padat semu yang larut (dalam gr) setiap 100 gr
larutan. Jadi mislanya brix nira = 16, artinya bahwa dari 100 gram nira, 16
gram merupakan zat padat terlarut dan 84 gram adalah air. Untuk mengetahui
banyaknya zat padat yang terlarut dalam larutan (brix) diperlukan suatu laat
ukur (Risvan,2008).
Indeks bias adalah perbandingan kecepatan cahaya dalam udara
dengan kecepatan cahaya dalam zat tersebut. Indeks bias berfungsi untuk
identifikasi zat kemurnian, suhu pengukuran dilakukan pada suhu 20 oC dan
suhu tersebut harus benar-benar diatur dan dipertahankan karena sangat
mempengaruhi indeks bias. Harga indeks bias dinyatakan dalam farmakope
Indonesia edisi empat dinyatakan garis (D) cahaya natrium pada panjang
gelombang 589,0 nm dan 589,6 nm. Umumnya alat dirancang untuk
digunakan dengan cahaya putih. Alat yang digunakan untuk mengukur indeks
bias adalah refraktometer ABBE. Untuk mencapai kestabilan, alat harus
dikalibrasi dengan menggunakan plat glass standart (Hidayanto, 2010).
D. Penentuan Kadar Sukrosa
Penentuan Kadar Sukrosa pada sampel dilakukan dengan
menggunakan alat yang bernama Refraktometer. Refraktometer bekerja
menggunakan prinsip pembiasan cahaya ketika melalui suatu larutan. Ketika
cahaya datang dari udara ke dalam larutan maka kecepatannya akan berkurang.
Fenomena ini terlihat pada batang yang terlihat bengkok ketika dicelupkan ke
dalam air. Refraktometer memakai prinsip ini untuk menentukan jumlah zat
terlarut dalam larutan dengan melewatkan cahaya ke dalamnya (Hidayanto, et
al: 2010).
7
A. Waktu
Waktu : Kamis 13 April 2017, Pukul 07.00 WIB
B. Tempat
Tempat :Laboratorium Ilmu Gizi fakultas kesehatan
masyarakat (FKM) Univeristas Diponegoro
C. Alat
1. Refractometer
2. Pipet volume
3. Pipet tetes
4. Labu takar
5. Beaker glass
6. Tissue
7. Bulb
D. Bahan
1. Nescafe mocca cair 240 ml
2. Aquades
3. Alcohol
4. Buku panduan praktikum
5. Buku logbook
8
9
Dimulai
Selesai
x̅
% brix = 100
100
% brix dalam kemasan = % brix x x Volume kemasan
10
A. Hasil
Adapun hasil perhitungan analisis kadar sukrosa dari semua kelompok
sebagai berikut :
Table 4.1 hasil kadar sukrosa semua kelompok
Kelompok Bahan Kadar Gula (% brix) Rata- rata Volume Kemasan
1 2
1 Nescafe 1,5 1,5 1,5 240 ml
2 Susu Coklat 2 2 2 250 ml
3 Sari Kacang Ijo 1 1 1 250 ml
4 Teh Pucuk 1 1 1 350 ml
5 Nescafe 1,2 1,6 1,4 240 ml
6 Susu Coklat 1,6 1,4 1,5 200 ml
7 Sari kacang ijo 1 1 1 250 ml
8 The Pucuk 0,6 0,6 0,6 500 ml
x̅
% brix = 100
100
% brix dalam kemasan = % brix x x Volume kemasan
10
Perhitungan Nescafe :
11
12
x̅
% 𝑏𝑟𝑖𝑥 = 100
1,5
= 100 = 0,015 % brix
100
% brix dalam kemasan = % brix x x Volume kemasan
10
100
= 0,015 % brix 𝑥 x 240 ml
10
= 36
B. Pembahasan
Pada praktikum untuk menganalisis kadar sukrosa pada sampel
menggunakan sebuah alat yaitu refractometer. Adapun prinsip kerja dari alat
tersebut yaitu dengan pembiasan cahaya ketika melalui suatu larutan. Ketika
cahaya datang dari udara ke dalam larutan maka kecepatannya akan berkurang.
Refraktometer memakai prinsip ini untuk menentukan jumlah zat terlarut
dalam larutan dengan melewatkan cahaya ke dalamnya. Sumber cahaya
ditransmisikan oleh serat optic ke dalam salah satu sisi prisma dan secara
internal akan dipantulkan ke interface prisma dan sampel larutan. Bagian
cahaya ini akan dipantulkan kembali ke sisi yang berlawanan pada sudut
tertentu yang tergantung dari indeks bias larutannya.
Praktikum kali ini untuk menganalisis kadar sukrosa kelompok 1
mendapatkan sampel Nescafe cair mocha 240 ml. Di dalam kemasan Nescafe
mocha cair tersebut tercantum jumlah sukrosa yang terkandung sebanyak 17
gram pada label kemasan tersebut. Sampel yang digunakan sama seperti
dengan kelompok 5 nescafe cair mocha 240 ml. Langkah pertama yang
dilakukan dalam praktikum ini yaitu, dituang sampel 50ml kedalam gelas
beaker, diambil sampel sebanyak 10ml menggunakan pipet volume dan
dipindahkan kedalam labu takar. Setelah itu tambahakan aquades sebanyak
100ml ke dalam aquades dan homogenkan hingga tercampur merata secara
keseluruhan. Persiapkan alat refractrometer untuk dapat menganalisis kadar
sukrosa yang berada di dalam Nescafe mocha cair tadi. Baca skala yang
terlihat dan catat hasilnya.
13
A. Kesimpulan
1. Penentuan Kadar Sukrosa pada sampel dilakukan dengan menggunakan
alat yang bernama Refraktometer. Refraktometer bekerja menggunakan
prinsip pembiasan cahaya ketika melalui suatu larutan. Ketika cahaya
datang dari udara ke dalam larutan maka kecepatannya akan berkurang.
2. Pada praktikum kali ini kelompok 1 mendapatkan sampel nescfae mocha
cair 240 ml. Setelah dilakukan perhitungan % brix didapatkan hasil 36%.
Sedangkan untuk kelompok lain dengan sampel yang sama didapatkan
hasil % briz yaitu 33,6 %. Kadar sukrosa dalam kemasan sampel sebesar
17 gram, terdapat jarak yang cukup jauh antara hasil yang didapatkan
dengan yang tercantum dalam kemasan. Hal ini bisa terjadi mungkin
karena kesalahan dari peneliti saat pengenceran ataupun bisa dari faktor
lain diluar kemampuan peneliti.
B. Saran
1. Sebaiknya dalam praktikum praktikan lebih memerhatikan prosedur kerja
dan penggunaan alat agar tidak terjadi kesalahan dalam praktikum.
2. Sebaiknya dalam praktikum praktikan menggunakan alat laboratorium
dengan efektif dan efisien, mengingat terbatasnya alat laboratorium yang
tersedia.
15
DAFTAR PUSTAKA
16
LAMPIRAN
17
18
LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH
Oleh :
KELOMPOK1
SEMESTER/TAHUN AJARAN : VI / 2016-2017
DWI KURNIA YULIYAWATI 25010114120108
COVER ............................................................................................ i
DAFTAR ISI ................................................................................... ii
DAFTAR TABEL .......................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................... v
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang..................................................................... 1
B. Tujuan
a. Tujuan Umum ................................................................ 2
b. Tujuan Khusus ............................................................... 2
C. Manfaat ............................................................................... 2
BAB II Tinjauan Pustaka
A. Definisi Lemak .................................................................... 3
B. Sifat – sifat Fisis Lemak dan Minyak .................................. 4
C. Definisi Kadar Lemak ......................................................... 5
D. Analisis Lemak dengan Metode Soxhlet .............................. 6
BAB III Metode Praktikum
A. Waktu ................................................................................. 9
B. Tempat ................................................................................. 9
C. Alat dan Bahan..................................................................... 9
D. Skema Kerja berisikan Alur Kerja ...................................... 10
E. Pengolahan Data dan Analisis Data .................................... 11
BAB IV Hasil dan Pembahasan
A. Hasil ................................................................................. 12
B. Pembahasan ..................................................................... 13
BAB V Penutup
A. Kesimpulan ....................................................................... 16
B. Saran................................................................................. 16
ii
DAFTAR PUSTAKA ................................................................... 17
LAMPIRAN ................................................................................. 18
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lemak merupakan salah satu sumber utama energy dan mengandung
lemak esensial. Konsumsi lemak jika berlebihan dapat merugikan kesehatan,
misalnya kolesterol dan lemak jenuh. Berbagai jenis makanan, komponen
lemak memegang peranan yang menentukan karakteristik fisik keseluruhan,
seperti aroma, tekstur, rasa dan penampilan. Hasil demikian sulit untuk
menjadikan makanan tertentu menjadi rendah lemak (lowfat), karena jika
lemak dihilangkan salah satu karateristik fisik menjadi hilang. Lemak juga
merupakan target untuk oksidasi, yang menyebabkan pembentukan rasa tak
enak dan produk menjadi berbahaya (sudarmadji, 2010).
Lemak merupakan bagian dari lipid yang mengandung asam lemak
jenuh bersifat padat. Lemak merupakan senyawa organic yang terdapat di
alam serta tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organic non-polar
seperti dietil eter, kloroform, benzene, hexane dan hidrokarbon lainnya.
Terdiri dari dua jenis lemak yaitu lemak jenuh dan lemak tak jenuh. Lemak
jenuh terdapat pada pangan hewani (Makfoeld,2008).
Kadar lemak dalam suatu bahan pangan dapat diketahui dengan cara
mengekstraksi lemak. Metode ekstraksi lemak terdiri dari ekstaksi lemak
kering dan ekstraksi lemak basah. Ekstraksi lemak kering dapat dilakukan
dengan menggunakan metode soxhlet. Prinsipnya metode soxhlet ini
menggunakan sampel lemak kering yang diekstraksi secara terus-menerus
dalam pelarut dengan jumlah yang konstan (winarno, 2011).
Metode soxhlet merupakan metode kuantitatif untuk menentukan
kadar lemak dalam bahan pangan. Metode ini dilakukan dnegan cara
melarutkan sampel dalam pelarut organic yang telah dipanaskan. Keuntungan
dari metode soxhlet yaitu metode ini dpaat digunakan untuk sampel yang
1
2
B. Tujuan Praktikum
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menganalisis kadar lemak secara baik dan benar
sesuai prosedur kerja.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat mengetahui cara menganalisis kadar lemak pada
sampel.
b. Mahasiswa dapat menghitung hasil analisis kadar lemak pada sampel.
C. Manfaat Praktikum
1. Mahasiswa dapat terlatih kemampuannya dalam melakukan analisis kadar
lemak pada praktikum analisis zat gizi pangan.
2. Mahasiswa dapat menghitung jumlah kadar lemak dari sampel yang di uji
cobakan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definis Lemak
Lemak merupakan salah satu sumber utama energy dan mengandung
lemak esensial. Namun konsumsi lemak berlebihan dapat merugikan
kesehatan, misalnya kolesterol dan lemak jenuh. Dalam berbagai makanan,
komponen lemak memegang peranan yang menentukan karakteristik fisik
keseluruhan, seperti aroma, tekstur, rasa dan penampilan. Karena itu sulit
untuk menjadikan makanan tertentu menjadi rendah lemak (lowfat), karena
jika lemak dihilangkan salah satu karateristik fisik menjadi hilang. Lemak
juga merupakan target untuk oksidasi, yang menyebabkan pembentukan rasa
tak enak dan produk menjadi berbahaya (sudarmadji, 2010).
Lemak biasanya dinyatakan sebagai komponen yang larut dalam
pelarut organik (seperti eter,heksan atau kloroform), tapi tidak larut dalam air.
Senyawa yang termasuk golongan ini meliputi triasilgliserol, diasilgliserol,
monoasilgliserol, asam lemak bebas, fosfolipid, sterol, karotenoid dan
vitamin A dan D. Fraksi lemak sendiri mengandung campuran kompleks dari
berbagai jenis molkeul. Namun triagliserol merupakan komponen utama
sebagian besar makanan, jumlahnya berkisar 90-99% dari total lemak yang
ada. Triasilgliserol merupakan ester dari tiga asam lemak dan sebuah molekul
gliserol. Asam lemak yang ditemukan di makanan bervariasi panjang
rantainya, derajat ketidakjenuhannya dan posisinya pada molekul gliserol.
Akibatnya fraksi triasilgliserol sendiri mengandung campuran kompleks dari
berbagai jenis molekul yang berbeda. Masing-masing jenis lemak mempunyai
profil lemak yang berbeda yang menentukan sifat fisikokimia dan
nutrisinya.Istilah lemak, minyak dan lipid sering digunakan secara berbeda
oleh ahli makanan.Umumnya yang dimaksud lemak adalah lipid yang padat,
3
4
sedangkan minyak adalah lipid yang cair pada suhu tertentu (sudarmadji,
2010).
Fungsi lemak bagi tubuh antara lain adalah sebagai komponen dasar
dari membrane sel, sebagai sumber energy yang lebih efektif dibandingkan
karbohidrat dan protein, menghemat penggunaan protein sebagai sumber
energy, lemak khususnya minyak nabati mengandung asam lemak esensial
(sptlinoleat, lenoleat dan arakidonat), berperan sebagai sumber sekaligus
pelarut/alat angkut bagi vitamin A,D,E, dan K, sebagai cadangan energy,
keberadaan simpanan lemak dapat sebagai pelindung organ penting,
keberadaan lemak bawah kulit melindungi terhadap perubahan suhu luar
mendadak & dari kehilangan panas yang tidak terduga (sudarmadji, 2010).
B. Sifat – Sifat Fisis Lemak dan Minyak
Lemak dan minyak meskipun serupa dalam struktur kimianya,
menunjukkan keragaman yang besar dalam sifat-sifat fisiknya :
1. Sifat fisik yang paling jelas adalah tidak larut dalam air. Hal ini
disebabkan oleh adanya asam lemak berantai karbon panjang dan tidak
adanya gugus polar.
2. Viskositas minyak dan lemak cair biasanya bertambah dnegan bertambah
panjangnya rantai karbon; berkurang dengan naiknya suhu, dan berkurang
dengan tidak jenuhnya rangakaian karbon.
3. Minyak dan lemak lebih padat dalam keadaan cair. Berat jenisnya lebih
tinggi untuk trigliserida tidak jenuh. Berat jenis menurun dengan
bertambahnya suhu.
4. Oleh karena lemak trigliserida adalah campuran triggliserida, titik cairnya
tidka tepat. Titik cairnya lemak dan minyak dapat ditentukan oleh
beberapa faktor. Makin pendek rantai asam lemak, makin rendah titik cair
trigliserida itu. Cara cara penyebaran asam lemak dalam suatu lemak juga
mempengaruhi titik cairnya (Hari, 2009).
5
A. Waktu
Waktu : Praktikum analisis kadar lemak dilakasanakan pada
tanggal 20 April 2017, pukul 07.00 WIB
B. Tempat
Tempat : Laboratorium Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan
Masyarakat (FKM) Univeristas Diponegoro
C. Alat dan Bahan
a. Alat
1. Kertas Saring
2. Labu Lemak
3. Alat Soxhlet
4. Pemanas Listrik
5. Neraca Analitik
6. Benang Wol
7. Gegep
8. Spatula Besi
b. Bahan
1. Sampel kacang Hijau
2. N-Heksana (pelarut non polar)
3. Logbook
4. Buku Panduan Praktikum
9
10
D. Skema kerja
Dimulai
selesai
Gambar 3.1 Skema Alur Kerja kadar Lemak
11
𝑊1 − 𝑊2
% 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐿𝑒𝑚𝑎𝑘 𝑥 100 %
𝑊
Keterangan :
W 1 = Berat labu lemak setelah diekstraksi (gram)
W 2 = Berat labu lemak sebelum di ekstraksi ( gram)
W = Berat sampel (gram)
b. Analisis Data
Analisis data yang digunakan untuk praktikum ini dengan
membandingkan hasil penelitian yang didapatkan dengan Buku Daftar
Bahan Makanan (DKBM ) tahun 2009. Hasil yang didapatkan dari
perhitungan juga akan dibandingkan dengan kelompok lain yang
menggunakan sampel yang sama. Praktikum kadar lemak ini
menggunakan metode Soxhlet dalam penentuan kadar lemak dalam bahan
pangan yang diujicobakan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Tabel 4.1 hasil analisis kadar lemak
Kelompok Bahan W (gram) W1 (gram) W2(gram) % Kadar
Lemak
1 Kacang Hijau 4,4301 103,6986 103,6579 0,92%
2 Kacang Kedelai 4,6112 105,9402 105,0975 18,28%
3 Kacang Tanah 4, 7286 118,0220 115, 7510 48,02%
4 Kacang Merah 4,3831 109,2562 109,1417 2,61%
5 Kacang Hijau 4,37 105,0380 104,98 2,35%
6 Kacang Kedelai 4,4922 110,8164 109,9231 19,24%
7 Kacang Tanah 4,5798 109,0302
8 Kacang Merah 4,4390 103,4197 103,3155 2,35%
12
13
Pelaruran hydrous adalah pelarut yang benar-benar bebas air. Hal ini
bertujuan supaya bahan-bahan yang larut air tidak terekstrak dan terhitung
sebagai lemak serta keatifan pelarut tersebut tidak berkurang ( Slamet , 2012).
Pelarut kemudian dipanaskan atau dididihkan, uapnya akan naik
melewati soxhlet menuju pipa pendingin. Air yang dialirkan melewati bagian
luar kondensor sehingga mengembunkan uap, dan akanmenetes ke dalam
thimble. Tetesan uap tersebut akan mengenai sample, dan pelarut akan
melarutkan lemak. Larutan sari akan terkumpul dalam thimble dan jika sudah
melampaui batas, sari tersebut akan dialirkan lewat sifon menuju labu.Proses
ekstraksi ini berlangsung selama tiga siklus pada percobaan yang dilakukan,
hal tersebut dilakukan agar ada lemak tertampung di dalam labu lemak,setelah
terkumpul lemak di dalam labu maka dipanaskan kembali selama ±1 jam
dalam oven,dan didinginkan pada desikator selama 15 menit. Tujuan dari
pendinginan selama 15 menit pada desikator adalah untuk menyeimbangkan
objek dengan udara yang dikendalikan sehingga alat yang disebabkan oleh
penimbangan air bersama-sama dengan objek dapat dihindarkan (Basset
1994). Setelah didingkan didalam desikator timbang sampel pada timbangan
analitik dan catat hasilnya sampai sampel menunjukkan berat konstan
(Fessenden, 2009).
Setelah dilakukan penimbangan pada sampel kacang hijau didapatkan
hasil berat pertama yaitu sebesar 5 % , jika dibandingkan dengan kadar lemak
kacang hijau dalam DKBM 1,5 maka berat sampel kacang hijau masih belum
konstan sehingga harus dilakukan pengovenan ulang selama 1 jam lagi,
kemudian di letakkan ke dalam desikator kembali selama 15 menit timbang
hasilnya dan ulangi perhitungan hingga mencapai berat konstan. Tetapi sesaat
berada di desikator yang seharusnya hanya 15 menit akibat keterbatasan
waktu dan kurang cermat nya praktikan maka sampel tertahan selama 3 hari di
dalam desikator sehingga menyebabkan pada hari ketiga ketika ingin
melakukan penimbangan lemak yang terdapat labu lemak sudah mongering
dan tidak tersisa lemak setetes pun. Dikarenakan hal tersebut praktikan tetap
15
menimbang labu lemak yang sudah tidak berisikan lemak tersebut sehingga
setelah ditimbang hasilnya didapatkan perhitungan analisis kadar lemak pada
kacang hijau sebesar 0,92 %, jika dibandingkan dengan DKBM kacang hijau
1,5 angka ini terpaut 0,58 angka hasil yang didapatkan oleh praktikan dan
DKBM. Hal ini bisa dipenagruhi karena kesalahan pada saat di desikator
selama 3 hari yang menyebabkan lemak hilang sehingga pada saat
penimbangan ukuran nya menjadi sangat kecil. Hal ini lain terjadi pada
kelompok 5 yang menggunakan sampel sama yaitu kacang hijau, setelah
dilakukan perhitungan analisis kadar lemak mereka mendapatkan % kadar
lemak sebesar 2,35 % jika dibandingkan dengan DKBM hasil ini terpaut
0,85 %. Kesalahan praktikum mungkin juga terjadi oleh kelompok 5 hal ini
bisa terjadi karena keterbatasan waktu saat praktikum yang terhalang oleh
banyak hari libur, kurangnya alat laboratorium yang memadai dimana pada
praktikum lemak ini alat soxhlet pada kloter 1 kurang maksimal panasnya,
dan bisa disebabkan oleh karena faktor lain dilusr kendali praktikan.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Metode ekstraksi lemak terdiri dari ekstaksi lemak kering dan ekstraksi
lemak basah. Ekstraksi lemak kering dapat dilakukan dengan
menggunakan metode Soxhlet. Pada prinsipnya metode Soxhlet ini
menggunakan sampel lemak kering yang diekstraksi secara terus-menerus
dalam pelarut dengan jumlah yang konstan.
2. Sampel kacang hijau ditimbang hasilnya didapatkan perhitungan analisis
kadar lemak pada kacang hijau sebesar 0,92 %, jika dibandingkan dengan
DKBM kacang hijau 1,5 angka ini terpaut 0,58 angka hasil yang
didapatkan oleh praktikan dan DKBM. Kesalahan dalam praktikum kadar
lemak bisa terjadi karena keterbatasan waktu saat praktikum yang
terhalang oleh banyak hari libur, kurangnya alat laboratorium yang
memadai dimana pada praktikum lemak ini alat soxhlet pada kloter 1
kurang maksimal panasnya, dan bisa disebabkan oleh karena faktor lain
diluar kendali praktikan.
B. Saran
1. Sebaiknya dalam praktikum praktikan lebih memerhatikan prosedur kerja
dan penggunaan alat agar tidak terjadi kesalahan dalam praktikum.
2. Sebaiknya dalam praktikum praktikan menggunakan alat laboratorium
dengan efektif dan efisien, mengingat terbatasnya alat laboratorium yang
tersedia.
16
DAFTAR PUSTAKA
17
LAMPIRAN
18
19
Oleh :
KELOMPOK1
SEMESTER/TAHUN AJARAN : VI / 2016-2017
DWI KURNIA YULIYAWATI 25010114120108
COVER ............................................................................................. i
DAFTAR ISI .................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ............................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................... v
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang...................................................................... 1
B. Tujuan
a. Tujuan Umum ................................................................. 2
b. Tujuan Khusus ................................................................ 2
C. Manfaat ................................................................................ 2
BAB II Tinjauan Pustaka
A. Definisi Abu ......................................................................... 3
B. Pengertian Analisis Kadar Lemak ......................................... 4
C. Metode Penentuan Kadar Abu .............................................. 5
D. Faktor yang Mempengaruhi Kadar Abu ................................ 7
BAB III Metode Praktikum
A. Waktu .................................................................................. 8
B. Tempat .................................................................................. 8
C. Alat dan Bahan...................................................................... 8
D. Skema Kerja berisikan Alur Kerja ......................................... 9
E. Pengolahan Data dan Analisis Data ...................................... 10
BAB IV Hasil dan Pembahasan
A. Hasil ................................................................................... 11
B. Pembahasan ....................................................................... 12
BAB V Penutup
A. Kesimpulan ......................................................................... 14
ii
B. Saran................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... 15
LAMPIRAN ................................................................................... 16
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia, sebagai sumber
energi vital manusia agar ia dapat melaksanakan kegiatan sehari-hari dengan
baik. Susunan kimia dalam makanan yang berguna bagi kesehatan tubuh
dikenal sebagai zat gizi. Pengelompokan zat gizi meliputi karbohidrat, protein,
lemak, vitamin, mineral, dan air. Kandungan zat gizi pada makanan dapat kita
ketahui salah satunya adalah dengan melakukan praktikum analisis kadar zat
gizi pada bahan-bahan makanan (Rohman, 2013).
Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.
Kandungan abu dan komposisinya tergantung dari jenis bahan dan cara
pengabuannnya. Kadar abu memiliki hubungan dengan mineral suatu bahan.
Mineral yang terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam
organik dan anorganik. Bahan-bahan organik dalam proses pembakaran akan
terbakar tetapi komponen anorganiknya tidak, karena itulah disebut sebagai
kadar abu (Estiasih, 2009).
Bahan pangan selain mengandung bahan organik berupa air, juga
mengandung senyawa anorganik yang disebut mineral atau abu. Jumlah nya
sangat sedikit, namun keberadaan pada bahan pangan sangat dibutuhkan oleh
tubuh manusia sebagai zat pemabngun dan pengatur. Analisis kadar mineral
atau kadar abu sangat penting dilakukan untuk mengetahui kandungn mineral
yang terdapat dalam suatu bahan pangan (kadar abu). Dipengaruhi karena
mineral tertentu sangat dibutuhkan sebagai penyusun tulang, gigi, dan
jaringan lunak, otot, darah, dan sel saraf, dan sebagian lainnya dibutuhkan
dalam metabolisme tubuh (Rohman, 2013)
Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau
mineral yang terdapat pada suatu bahan pangan. Bahan pangan terdiri dari 96%
1
2
bahan anorganik dan air, sedangkan sisanya merupakan unsure- unsur mineral.
Unsur juga dikenal sebagai zat organik atau kadar abu. Kadar abu tersebut dap
at menunjukkan total mineral dalam suatu bahan pangan. Bahan-bahan
organic dalam proses pembakaran akan terbakar tetapi komponen
anorganiknya tidak, karena itulah disebut sebagai kadar abu (Vanesa, 2008).
Prinsip kerja analisis kadar abu yaitu sampel diabukan sampai beebas
dari karbon dan sisa pengabuan adalah dari sampel tersebut. Terdapat dua
metode pengabuan antara lain metode pengabuan kering dan metode
pengabuan basah. Cara kering dilakukan untuk mengoksidasi zat-zat organik
pada suhu 500-6000C dan penimbangan zat-zat yang tertinggal, sedangkan
cara basah dilakukan dengan memeberikan penambahan senyawa tertentu
pada bahan yang akan diabukan seperti gliserol (Vanesa, 2008).
B. Tujuan Praktikum
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menganalisis kadar abu pada bahan makanan
secara baik dan benar sesuai prosedur dan petunjuk pengaturan
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan analisis kadar abu
b. Mahasiswa mampu menghitung analisis kadar abu
C. Manfaat Praktikum
1. Mahasiswa dapat terlatih kemampuannya dalam melakukan analisis kadar
abu pada praktikum analisis zat gizi pangan.
2. Mahasiswa dapat menghitung jumlah kadar abu dari sampel yang di uji
cobakan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Abu
Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.
Kandungan abu dan komposisinya tergantung dari jenis bahan dan cara
pengabuannnya. Kadar abu memiliki hubungan dengan mineral suatu bahan.
Mineral yang terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam
organik dan anorganik. Bahan-bahan organik dalam proses pembakaran akan
terbakar tetapi komponen anorganiknya tidak, karena itulah disebut sebagai
kadar abu (Estiasih, 2009).
Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau
mineral yang terdapat pada suatu bahan pangan. Bahan pangan terdiri dari
96% bahan anorganik dan air, sedangkan sisanya merupakan unsur-unsur
mineral. Unsur juga dikenal sebagai zat organic atau kadar abu. Kadar abu
tersebut dapat menunjukkan total mineral dalam suatu bahan pangan. Bahan-
bahan organic dalam proses pembakaran akan terbakar tetapi komponen
anorganiknya tidak, karena itulah disebut sebagai kadar abu ( Astuti, 2011).
Abu merupakan residu anorganik yang didapat dengan cara
mengabukan komponen-komponen organik dalam bahan pangan. Jumlah dan
komposisi abu dalam mineral tergantung pada jenis bahan pangan serta
metode analisis yang digunakan. Abu dan mineral dalam bahan pangan
umumnya berasal dari bahan pangan itu sendiri (indigenous).Tetapi ada
beberapa mineral yang ditambahkan ke dalam bahan pangan, secara disengaja
maupun tidak disengaja. Abu dalam bahan pangan dibedakan menjadi abu
total, abu terlarut dan abu tak larut (Puspitasari, 2008).
3
4
A. Waktu
Waktu : Praktikum Analisis Kadar Abu dilakukan pada hari
Jumat 28 April 2017. Praktikum dilaksanakan pada
pukul 07.00 pagi WIB
B. Tempat
Tempat : Laboratorium Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat
(FKM) Univeristas Diponegoro
C. Alat dan Bahan
a. Alat
1. Cawan
2. Bunsen
3. Gegep
4. Timbangan Analitik
5. Tanur
6. Desikator
7. Kaki Tiga
b. Bahan
Sampel bahan makanan dari hasil analisis kadar air ( Kacang Hijau)
8
9
Dimulai
Selesai
𝐵1 − 𝐵3
% 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑏𝑢 = 𝑥 100 %
𝐵2 − 𝐵1
Keterangan :
B1 = Berat Cawan kosong
B2 = Berat Cawan dengan sampel sebelum diabukan
B3 = Berat Cawan dengan sampel setelah diabukan
b. Analisis Data
Analisis data yang digunakan untuk praktikum ini dengan
membandingkan hasil penelitian yang didapatkan dengan Buku Daftar
Bahan Makanan (DKBM ) tahun 2009. Hasil yang didapatkan pada
perhitungan kadar lemak akan dibandingkan juga dengan hasil yang
didapatkan kelompok yang menggunakan sampel yang sama.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Tabel 4.1 Hasil Perhitungan % Kadar Abu
Kelompok Bahan B1(g) B2(g) B3(g) %Kadar Abu
1 Kacang Hijau 20,56 24,94 20,72 3,65%
2 Kacang Kedelai 21,29 25,76 21,53 5,5%
3 Kacang Tanah 21,04 26,04 21,16 2,45%
4 Kacang Merah 28,47 32,83 28,67 4,5%
5 Kacang Hijau 27,89 32,21 28,04 3,47%
6 Kacang Kedelai 19,23 23,72 19,48 5,57%
7 Kacang Tanah 20,18 24,95 20,30 2,60%
8 Kacang Merah 31,49 35,76 31,70 4,78%
Berikut adalah hasil perhitungan analisis kadar abu dengan menggunakan
sampel kacang hijau sebagai berikut :
𝐵1 − 𝐵3
% 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑏𝑢 = 𝑥 100 %
𝐵2 − 𝐵1
Keterangan :
B1 = Berat Cawan kosong
B2 = Berat Cawan dengan sampel sebelum diabukan
B3 = Berat Cawan dengan sampel setelah diabukan
20,72 − 20,56
% 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑏𝑢 = 𝑥 100 %
24,94 − 20,56
0,16
% 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑏𝑢 = 𝑥 100 %
4,38
11
12
B. Pembahasan
Kadar abu yang terukur merupakan bahn-bahan anorganik yang tidak
terbakar dalam proses penagbuan, sedangkan bahan-bahan organic terbakar.
Kadar abu dalam suatu bahan pangan sangat mempengaruhi sifat dari bahan
pangan tersebut. kandungan abu dan komposisinya bergantung pada macam
bahn dan cara pengabuan yang digunakan. Kandungan abu dari suatu bahan
menunjukkan kadar mineral dalam bahan tersebut.
Analisa kadar abu dengan metode pengabuan kering dilakukan dengan
mendestruksi komponen organik sampel dengan suhu tinggi dalam
tanur pengabuan, tanpa terjadi nyala api, sampai terbentuk abu berwarna putih
keabuan dan berat konstan tercapai. Sampel yang digunakan pada metode
pengabuan kering ditempatkan dalam suatu cawan pengabuan yang dipilih
berdasarkan sifat bahan yang akan dianalisis
Langkah awal pada praktikum ini yaitu dipersiapkan alat dan bahan
yang dibutuhkan seperti Bunsen, kaki tiga, sampel, cawan porselen, gegep.
Kemudian dibakar sampel diatas Bunsen hingga sampel tidak mengeluarkan
asap, sampel yang digunakan dalam praktikum kalai ini yaitu kacang hiaju
hasil dari analisis kadar air, setelah dilakukan pembakaran sampel di
masukkan kedalam tanur dan mengabukan dalam suhu 500-5500C sampai
sampel bebas dari karbon yang berwarna keabu-abuan sampai putih proses
pengabuan didalam tanur menghabiskan waktu ± 3 jam . Setelah dari tanur
sampel didinginkan didalam desikator selama 15 menit. Tujuan dimasukkan
ke desikator adalah untuk menjaga berat konstan karena desikator akan
menyerap air sehingga berat sampel tetap stabil.
13
A. Kesimpulan
1. Prinsip kerja analisis kadar abu yaitu sampel diabukan sampai beebas dari
karbon dan sisa pengabuan adalah dari sampel tersebut. Terdapat dua
metode pengabuan antara lain metode pengabuan kering dan metode
pengabuan basah. Cara kering dilakukan untuk mengoksidasi zat-zat
organik pada suhu 500-6000C dan penimbangan zat-zat yang tertinggal,
sedangkan cara basah dilakukan dengan memeberikan penambahan
senyawa tertentu pada bahan yang akan diabukan seperti gliserol.
2. Hasil perhitungan analisis kadar abu sampel kacang hijau antara kelompok
1 dan kelompok 5 didapatkan hasil yang berbeda, dimana % kadar abu
dari kelompok 1 lebih besar yaitu 3,65 % dengan kelompok 5 yang
sebesar 3,47 % terpaut 0,18 %. Jika dibandingkan dengan angka di
DKBM 2009, kandungan mineral dari kacang hijau sebesar 3,3 % , hasil
yang didapatkan dari kedua kelompok memang tidak akurat sesuai DKBM
2009, tetapi hasil yang didapatkan dengan DKBM tidak terpaut jauh .
B. Saran
1. Sebaiknya dalam praktikum praktikan lebih memerhatikan prosedur kerja
dan penggunaan alat agar tidak terjadi kesalahan dalam praktikum.
2. Sebaiknya dalam praktikum praktikan menggunakan alat laboratorium
dengan efektif dan efisien, mengingat terbatasnya alat laboratorium yang
tersedia
14
DAFTAR PUSTAKA
15
LAMPIRAN
16
LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH
Oleh :
KELOMPOK1
SEMESTER/TAHUN AJARAN : VI / 2016-2017
DWI KURNIA YULIYAWATI 25010114120108
COVER ............................................................................................. i
DAFTAR ISI .................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ............................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................... v
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang...................................................................... 1
B. Tujuan
a. Tujuan Umum ................................................................. 2
b. Tujuan Khusus ................................................................ 2
C. Manfaat ................................................................................ 2
BAB II Tinjauan Pustaka
A. Pengertian Kadar Vitamin C ................................................. 3
B. Kegunaan Vitamin C ............................................................ 4
C. Macam – macam vitamin C. ................................................. 6
D. Penentuan Kadar Vitamin C .................................................. 7
E. Prinsip Analisis Titrasi Iodin ................................................. 8
BAB III Metode Praktikum
A. Waktu ................................................................................. 10
B. Tempat ................................................................................. 10
C. Alat dan Bahan..................................................................... 10
D. Skema Kerja berisikan Alur Kerja ........................................ 11
E. Pengolahan Data dan Analisis Data ...................................... 12
BAB IV Hasil dan Pembahasan
A. Hasil ................................................................................... 13
B. Pembahasan ........................................................................ 14
BAB V Penutup
ii
A. Kesimpulan ......................................................................... 16
B. Saran................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA...................................................................... 18
LAMPIRAN..................................................................................... 19
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Vitamin adalah senyawa-senyawa organik tertentu yang diperlukan
dalam jumlah kecil dalam diet seseorang tetapi esensial untuk reaksi
metabolisme dalam sel dan penting untuk melangsungkan pertumbuhan
normal serta memelihara kesehatan (Winarno,2008).
Vitamin dibagi ke dalam dua golongan. Golongan pertama oleh
Kodicek (1971) disebut prakoenzim (procoenzyme), dan bersifat larut dalam
air, tidak disimpan oleh tubuh, tidak beracun, diekskresi dalam urine.
Beberapa yang termasuk golongan ini adalah tiamin, riboflavin, asam
nikotinat, piridoksin, asam kolat, biotin, asam pantotenat, vitamin B 12 (disebut
golongan vitamin B) dan vitamin C. Golongan kedua yang larut dalam lemak
disebutnya alosterin, dan dapat disimpan dalam tubuh. Apabila vitamin ini
terlalu banyak dimakan, akan tersimpan dalam tubuh, dan memberikan gejala
penyakit tertentu (hipervitaminosis), yang juga membahayakan. Kekurangan
vitamin mengakibatkan terjadinya penyakit difisiensi, tetapi biasanya gejala
penyakit akan hilang kembali apabila kecukupan vitamin tersebut sudah
terpenuhi (Poedjiadi, 2011).
Vitamin C atau asam askorbat mempunyai berat molekul 178 dengan
rumus molekul C6H8O6. Dalam bentuk kristal tidak berwarna, titik cair 190 –
192oC. Bersifat larut dalam air, sedikit larut dalam aseton atau alcohol yang
mempunyai berat molekul rendah. Vitamin C sukar larut dalam chloroform,
ether, dan benzene. Dengan logam membentuk garam. Pada pH rendah
vitamin C lebih stabil daripada pH tinggi. Vitamin C mudah teroksidasi,
lebih-lebih apabila terdapat katalisator Fe, Cu, enzim askorbat aksidase, sinar,
dan temperature yang tinggi. Larutan encer vitamin C pada pH kurang dari 7,5
1
2
masih stabil apabila tidak ada katalisator seperti di atas. Oksidasi vitamin C
akan terbentuk asam dihidroaskorbat (Sudarmadji, 2007).
Untuk menentukan kadar vitamin C pada minuman dilakukan dengan
menerapkan prinsip kerja metode titrasi iodometri. Titrasi merupakan suatu
proses analisis dimana suatu volum larutan standar ditambahkan ke dalam
larutan dengan tujuan mengetahui komponen yang tidak dikenal. Larutan
standar adalah larutan yang konsentrasinya sudah diketahui secara pasti
(Poedjiadi, 2011).
Titrasi merupakan salah satu teknik analisis kimia kuantitatif yang
dipergunakan untuk menentukan konsentrasi suatu larutan tertentu, dimana
penentunya menggunakan suatu larutan standar yang sudah diketahui
konsentrasinya secara tepat. Pengukuran volume dalam titrasi memegang
peranan yang amat penting (Sudarmadji, 2007)
B. Tujuan Praktikum
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menganalisis kadar vitamin C pada bahan
buah/sari buah secara baik dan benar sesuai prosedur dan petunjuk
pengaturan.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan analisis kadar vitamin C pada sampel
b. Mahasiswa mampu menghitung analisis kadar vitamin C pada sampel
C. Manfaat Praktikum
1. Mahasiswa dapat terlatih kemampuannya dalam melakukan analisis kadar
vitamin C pada praktikum analisis zat gizi pangan.
2. Mahasiswa dapat menghitung jumlah kadar vitamin C dari sampel yang di
uji cobakan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
4
O C
O C OH
HO C
O C I
O
HO C + I2 C I
O
a
H C
H C OH
a a
HO C H a a
HO C H
C H2OH
C H2OH
A. Waktu
Waktu :Praktikum Analisis Kadar Vitamin C dilakukan pada
hari Jumat 05 Mei 2017. Praktikum dilaksanakan pada
pukul 07.00 pagi WIB
B. Tempat
Tempat :Laboratorium Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan
Masyarakat (FKM) Univeristas Diponegoro
C. Alat dan Bahan
a. Alat
1. Blender
2. Buret
3. Mortar
4. Erlenmeyer
5. Gelas ukur
6. Pipet volume + Bulb
7. Pipet tetes
8. Labu takar 100 ml
b. Bahan
1. Buah/sari buah
2. Aquadest
3. Amilum 1 %
4. Larutan Iodium 0,01 N
10
11
Dimulai
Selesai
Keterangan :
1 ml iodium 0,01 N = 0,88mg asam askorbat
Fp = Faktor Pengenceran
0.0098
N = 0.01
Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan metode toitrasi iodine serta
membandingkan kandungan vitamin C pada kemasan dan kandungan
vitamin C hasil penghitungan. Selain itu, analisis data juga dilakukan
dengan membandingkan dengan Permenkes no 41 tahun 2014 Pedoman
Gizi seimbang. Hasil yang didapatkan pada perhitungan kadar vitamin C
juga akan dibandingkan juga dengan hasil yang didapatkan kelompok
yang menggunakan sampel yang sama.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Kadar Vitamin C
Kelompok Bahan V. Awal V. Akhir V. Titrasi Vit C label Vit. C hitung
1 ABC Sari 28 29,3 1,3 90 mg 56,056
Jeruk
2 Buavita 29,3 31,1 1,8 90 mg 77,62
Jambu
3 You C 1000 0 9,6 9,6 1000 mg 4636,26
4 Floridina 4 6 2 360 mg 424,18
5 ABC sari 32,7 34 1,3 90 mg 56,056
jeruk
6 Buavita 13,1 15 1,9 90 mg 81,93
Jambu
7 You C 1000 35,6 42,3 6,7 1000 mg 3235,72
8 Floridina 31 32,2 1,2 144 74,5
Berikut adalah hasil perhitungan analisis kadar vitamin C dengan
menggunakan sampel ABC sari jeruk sebagai berikut :
Vit C label = 100 % dari AKG
100
AKG = 100 𝑥90 = 90 𝑚𝑔
13
14
Keterangan :
N = 0,0098
0,01
FP = 1000 x Jumlah dalam Kemasan
Jumlah yang diambil 1000
Pembahasan
Asam askorbat (Vitamin C) adalah suatu heksosa dan diklasifikasikan sebagai
karbohidrat yang erat kaitannya dengan monosakarida. Vitamin C mudah diabsorbsi
secara aktif dan mungkin pula secara difusi pada bagian atas usus halus lalu masuk
keperedaran darah melalui vena porta. Rata-rata absorpsi adalah 90% untuk konsumsi
diantara 20 dan 120 mg sehari. Tubuh dapat menyimpan hingga 1500 mg vitamin C,
bila konsumsi mencapai 100 mg sehari (Almatsier, 2010).
Peranan utama vitamin C adalah dalam pembentukan kolagen interseluler.
Kolagen merupakan senyawa protein yang banyak terdapat dalam tulang rawan, kulit
bagian dalam tulang, dentin, dan vasculair endothelium. Asam askorbat sangat
penting peranannya dalam proses hidroksilasi dua asam amino prolin dan lisin
menjadi hidroksi prolin dan hidroksilisin (Almatsier, 2010).
Vitamin C juga memiliki peran dalam berbagai fungsi yang melibatkan
respirasi sel dan kerja enzim yang mekanismenya belum sepenuhnya dimengerti,
peran-peran itu adalah oksidasi fenilanin menjadi tirosin, reduksi ion feri menjadi
fero dalam saluran pencernan sehingga besi lebih mudah terserap, melepaskan besi
dari transferin dalam plasma agar dapat bergabung ke dalam feritin jaringan, serta
pengubah asam folat menjadi bentuk yang aktif asam folinat.diperkirakan vitamin C
juga berperan dalam pembentukan hormon steroid dan kolesterol (Winarno, 2008).
Penambahan iodium akan terbentuk kompleks pati dan iodium kompleks ini
dapat mengendap yang kemudian dapat ditentukan dengan mengukur konsentrasi
warna biru yang terbentuk dengan menggunakan spektrofotometer (Wulung, 2008).
Metode ini digunakan untuk memisahkan amilum atau pati yang terkandung dalam
larutan. Reaksi positifnya ditandai dengan adanya perubahan warna menjadi biru.
15
Warna biru yang dihasilkan diperkirakan hasil dari ikatan kompleks antara amilum
dengan iodine (Winarno,2008).
Praktikum kadar vitamin C dimulai dengan bahan sampel ABC sari jeruk
dimasukkan kedalam labu takr 100 ml dan ditambahkan aquadest sampai tanda batas,
kemudian sampel dan aquade dihomogenkan,disentrifuse sehingga diperoleh filtrate,
setelah itu diambil smapel sebanyak 5 ml filtrate dimasukkan dalam Erlenmeyer dan
ditambahkan larutan amilum 1% sebanyak 2 ml, dan ditambahkan 20ml aquadest dan
titrasi dengan larutan iodium 0,01 N. Proses titrasi pada kelompok 1 dilakukan
sebanyak 3 kali dikarenakan kegagalan hasil yang didapatkan pada proses titrasi 1
dan 2 dimana sampel yang dititrasi seharusnya berwarna biru muda tetapi akibat
kurang telitinya praktikan sehingga titrasi harus diulang sebanyak 3 kali.
Tabel 4.2 perbandingan hasil kelompok 1 dan 5
Kelompok Bahan V. Awal V. Akhir V. Titrasi Vit C Vit. C
label hitung
1 ABC Sari 28 29,3 1,3 90 mg 56,056
Jeruk
5 ABC Sari 32,7 34 1,3 90 mg 56,056
Jeruk
Hasil perhitungan yang didapatkan dari kelompok 1 dan kelompok 5 dengan
sampel yang sama ABC sari jeruk hasil vitamin C menunjukkan angka yang sama
yaitu kadar vitamin C yang terdapat pada ABC sari jeruk sebesar 56,056 mg. Dari
hasil tersebut diketahui jika kadar vitamin C dalam sampel minuman kemasan ABC
sari Jeruk adalah 56,056 mg dalam kemasan 250 ml. Jika dibandingkan dengan
Permenkes No 41 tahun 2014 Pedoman Gizi Seimbang, batas konsumsi vitamin C
dalam sehari yaitu ; batas maksimal yang direkomendasikan pada pria dan wanita di
atas 18 tahun adalah tidak melebihi 2000 mg/hari. Konsumsi jeruk yang dianjurkan
orang yang sehat biasanya mengonsumsi vitamin C untuk efek antioksidan, dosis
yang dapat digunakan 200-1000 mg/hari. Kadar vitamin C pada ABC sari jeruk
masih dikatakan aman untuk dikonsumsi setiap hari.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Analisis kadar vitamin C pada minuman dilakukan dengan menerapkan
prinsip kerja metode titrasi iodometri. Titrasi merupakan suatu proses
analisis dimana suatu volum larutan standar ditambahkan ke dalam larutan
dengan tujuan mengetahui komponen yang tidak dikenal. Larutan standar
adalah larutan yang konsentrasinya sudah diketahui secara pasti. Hasil
akhir titrasi pada sampel ABC sari buah jeruk adalah berwarna biru
2. Hasil perhitungan yang didapatkan dari kelompok 1 dan kelompok 5
dengan sampel yang sama ABC sari jeruk hasil vitamin C menunjukkan
angka yang sama yaitu kadar vitamin C yang terdapat pada ABC sari jeruk
sebesar 56,056 mg. Dari hasil tersebut diketahui jika kadar vitamin C
dalam sampel minuman kemasan ABC sari Jeruk adalah 56,056 mg dalam
kemasan 250 ml. Jika dibandingkan dengan Permenkes No 41 tahun 2014
Pedoman Gizi Seimbang, batas konsumsi vitamin C dalam sehari yaitu ;
batas maksimal yang direkomendasikan pada pria dan wanita di atas 18
tahun adalah tidak melebihi 2000 mg/hari. Konsumsi jeruk yang
dianjurkan orang yang sehat biasanya mengonsumsi vitamin C untuk efek
antioksidan, dosis yang dapat digunakan 200-1000 mg/hari. Kadar vitamin
C pada ABC sari jeruk masih dikatakan aman untuk dikonsumsi setiap
hari. Tetapi harus dipahami juga resiko yang dapat terjadi apabila
mengonsumsi vitamin C dosis besar dalam waktu yang lama.
B. Saran
1. Diharapkan alat yang berada di laboratorium bisa lebih memadai untuk
pelaksanaan praktikum yang lebih lancar sehingga hasil bisa lebih akurat.
16
17
Halipah. 2008. Penetapan kadar vitamin C Dalam Berbagai Jenis Buah. Universitas
Ahmad Dahlan. Yogyakarta.
Harjadi, W. 2007. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta : Penerbit PT Gramedia.
Khomsan, Ali. 2010. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Jakarta: PT. Rajagrafindo
Persada
Poedjiadi, Anna. 2011. Dasar–Dasar Biokimia. Jakarta : Penerbit Universitas
Indonesia.
Sudarmaji, Slamet. Dkk. 2007. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta :
Penerbit Liberty.
Winarno. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
18
LAMPIRAN
19
LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH
Oleh :
KELOMPOK1
SEMESTER/TAHUN AJARAN : VI / 2016-2017
DWI KURNIA YULIYAWATI 25010114120108
COVER ............................................................................................ i
DAFTAR ISI ................................................................................... ii
DAFTAR TABEL .......................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................... v
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang..................................................................... 1
B. Tujuan
a. Tujuan Umum ................................................................ 2
b. Tujuan Khusus ............................................................... 2
C. Manfaat ............................................................................... 2
BAB II Tinjauan Pustaka
A. Definisi Protein .................................................................... 3
B. Faktor Penyebab Kerusakan Protein ..................................... 4
C. Macam – macam Analisa Protein ......................................... 5
D. Keuntungan dan Kerugian Metode Kjedahl .......................... 7
E. Prinsip Analisis Kadar Protein ............................................. 7
BAB III Metode Praktikum
A. Waktu ............................................................................... 10
B. Tempat ............................................................................... 10
C. Alat dan Bahan................................................................... 10
D. Skema Kerja berisikan Alur Kerja ...................................... 11
E. Pengolahan Data dan Analisis Data .................................... 12
BAB IV Hasil dan Pembahasan
A. Hasil ................................................................................. 13
B. Pembahasan ..................................................................... 15
BAB V Penutup
A. Kesimpulan ....................................................................... 19
ii
B. Saran................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA ................................................................... 20
LAMPIRAN ................................................................................. 21
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Protein merupakan senyawa makromolekul kompleks yang terdiri dari
unsur C, H, O, N, S, dan dalam bentuk kompleks mengandung unsur protein.
Berbagai studi mengenai bahan makanan penting untuk mengetahui persentasi
kadar protein pada pangan yang diujikan sehingga nilai proteinpada bahan
lain dapat dikonversi menjadi nilai gizi pangan (Lehninger, 2008).
Protein merupakan suatu polipeptida yang memiliki struktur primer,
sekunder, tersier dan kuartener. Penentuan konsentrasi protein merupakan
proses yang rutin digunakan dalam kerja Biokimia. Ada beberapa metode
yang biasa digunakan dalam rangka penentuan konsentrasi preotein, yaitu
metode Biuret, Lowry, dan lain sebagainya. Masing-masing metode
mempunyai kekurangan dan kelebihan. Pemilihan metode yang terbaik dan
tepat untuk suatu pengukuran bergantung pada beberapa faktor seperti
misalnya, banyaknya material atau sampel yang tersedia, waktu yang tersedia
untuk melakukan pengukuran, alat spektrofotometri yang tersedia (VIS atau
UV) (Lehninger, 2008).
Adanya unsur nitrogen merupakan ciri khusus senyawa-senyawa
protein karena unsur ini tidak ditemukan dalam senyawa-senyawa lemak dan
karbohidrat sederhana. Oleh karena itu, kadar protein dalam suatu bahan dapat
ditentukan dengan mengatur kadar nitrogen pada bahan tersebut. Pada
dasarnya, analisis nitrogen dalam bahan-bahan organik dilakukan dengan
mengonversikan nitrogen menjadi NH3 kemudian menentukan jumlah NH3
yang terbentuk. Salah satu cara penentuan nitrogen total yang banyak
dilakukan di laboratorium adalah metode Gunning (Winarno,2009).
1
2
B. Tujuan Praktikum
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menganalisis kadra protein secara baik dan
benar sesuai prosedur kerja.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan cara menganalisis kadar protein pada
sampel.
b. Mahasiswa mampu menghitung hasil analisis kadar protein pada
sampel.
C. Manfaat Praktikum
1. Mahasiswa dapat terlatih kemampuannya dalam melakukan analisis kadar
protein pada praktikum analisis zat gizi pangan.
2. Mahasiswa dapat menghitung jumlah kadar protein dari sampel yang di uji
cobakan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Protein
Protein merupakan zat makanan yang penting bagi tubuh, karena
sebagai bahan bakar, zat pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber
protein yang mengandung unsur C, H, O dan N yang tidak dimiliki lemak dan
karbohidrat. Molekul protein mengandung fosfor, belerang dan ada jenis
protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Budianto,
2009).
Protein merupakan bagian yang sangat penting pada setiap makhluk
hidup. Proses untuk mendapatkan protein dinamakan dengan translasi. Setiap
makhluk hidup memiliki kode genetik yaitu DNA (deoxyribonucleic acid)
yang tersusun dari basa nitrogen adenin (A), guanin (G), thymine (T) dan
cytosine (C). Melalui proses transkripsi, DNA tersebut ditranskripsikan
menjadi RNA (ribonucleic acid). RNA mengalami proses translasi untuk
kemudian menghasilkan protein(Jones dan Pevzner 2004). Terdapat 20 asam
amino dengan struktur kimia yang berbeda (Budianto,2009).
Sumber protein di dalam makanan dapat dibedakan atas dua sumber
yaitu protein hewani dan nabati. Oleh karena struktur fisik dan kimia protein
hewani sama dengan yang dijumpai pada tubuh manusia, maka protein yang
berasal dari hewan mengandung semua asam amino dalam jumlah yang cukup
membentuk dan memperbaiki jaringan tubuh manusia. Kecuali pada kedelai,
semua pangan nabati mempunyai protein dengan mutu yang lebih rendah
dibandingkan hewani (Budianto, 2009).
Protein merupakan senyawa yang terbentuk dari unsur-unsur organik
yaitu C,H,O,N, dan S yang tersusun dari asam amino. Beberapa asam amino
terbentuk peptida yang dapat diserap oleh tubuh ke dalam pembuluh darah
3
4
A. Waktu
Waktu :Praktikum Analisis Kadar protein dilakukan pada hari
Jumat 09 Mei 2017. Praktikum dilaksanakan pada
pukul 07.00 pagi WIB
B. Tempat
Tempat :Laboratorium Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan
Masyarakat (FKM) Univeristas Diponegoro
C. Alat dan Bahan
a. Alat
1. Neraca analitik
2. Labu Kjedahl
3. Pemanas listrik/mantel kjedahl
4. Alat destilasi
5. Erlenmeyer 250 mL
6. Buret dan statif
7. Pipet ukur 10 mL
8. Gelas ukur 100 mL
9. Ruang asam
b. Bahan
1. H2SO4 pekat
2. Asam borat (H3BO3) 4%, pH 4,65
3. NaOH 32%
4. Tablet Kjedahl
5. Campuran Indikator (MR 0,1% : BCG 0,1 % = 3:1)
6. HCl 0,25 N
7. Aquades
10
11
Dimulai
Selesai
(𝑉1−𝑉2)𝑥 𝐹 𝑥 𝑐 𝑥 𝑓𝑥 𝑀(𝑁)
W(n) = 𝑚 𝑥 1000
% N = w(N) x 100 %
% P = w(N) x PF x 100 %
Keterangan :
w(N) = berat fraksi nitrogen (N)
V1 = Volume HCl yang digunakan untuk penitraan sampel
V2 = Volume HCl yang digunakan untuk penitraan blanko
F = Faktor molar ( 1= HCl, 2 = H2SO4)
C = Normalitas HCl
F = Faktor Penitar (1)
M(N) = Beart molekul Nitrogen (14,007)
m = Berat Sampel(g)
PF = Faktor Konversi untuk protein dari makanan, secara
umum = 6,25
%N = % Nitrogen
%P = % Protein
Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan membandingkan kandungan protein
yang terdapat dalam sampel dengan menggunakan DKBM, serta
membandingkan hasil yang didapatkan dengan kelompok lain dan
dibandingkan dnegan tabel komposisi kimia tepung kacang hijau.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Kadar Protein
Kelompok Bahan m V1 V2 %N %P
1 Kacang Hijau 1,022 13,1 0 4,6 % 28,75%
2 Kacang 1,0479 23,2 0 7,9% 49,374%
Kedelai
3 Kacang Tanah - - - - -
4 Kacang 1,0056 13,2 0 4,67% 29,18%
Merah
6 Kacang 1,0588 18,5 0 12,2% 76,25%
Kedelai
8 Kacang 1,0357 13 0 4,4% 27,5%
Merah
Berikut adalah hasil perhitungan analisis kadar protein kelompok 1 dengan
menggunakan sampel kacang hijau sebagai berikut :
(𝑉1−𝑉2)𝑥 𝐹 𝑥 𝑐 𝑥 𝑓𝑥 𝑀(𝑁)
W(n) =
𝑚 𝑥 1000
(13,1)𝑥 1 𝑥 0,25 𝑥 1𝑥 14,007)
=
1,022 𝑥 1000
46,61
= = 0,046
1022
% N = W(n) x 100% %P = W(n) x PF x100%
= 0,046 x 100% = 0,046 x 6,25 x 100%
= 4,6% = 28,75 %
13
14
B. Pembahasan
1. Dekstruksi
Kacang hijau ditumbuk kemudian ditimbang dengan neraca analitis
digital sebanyak 1-2 gram. Kemudian, kacang hijau dimasukkan ke dalam
labu Kjedahl besama-sama dengan 8 ml H2SO4 pekat (97%). Lalu dipanaskan
dengan kompor listrik dalam lemari asam. Selama proses pemanasan, sesekali
labu diputar dan blower dinyalakan apabila terbentuk asap. Pemanasan
dilakukan hingga kabut dalam labu Kjedahl hilang dan warna cairan berubah
dari hitam menjadi hijau bening. Proses pemanasan berlangsung selama ± 1
hari . Selanjutnya, labu didinginkan dengan menyalakan blower dan labu
diletakkan di atas keramik sambil dibalut dengan lap basah selama 15 menit
2. Destilasi
Rangkaian alat distilasi dipanaskan selama 30 menit sebelum
distilasi dimulai. Baskom berisi air dan pecahan es disiapkan untuk proses
pendinginan selama penambahan larutan NaOH 70 ml. Aquadest sebanyak
50 ml ditambahkan ke dalam labu Kjedahl, kemudian disiapkan
Erlenmeyer, diamsukkan asam borat H3BO3 4 % sebanyak 60 ml.
ditunggu hingga larutan berwarna hijau. Distilasi dihentikan ketika
volume larutan penangkap pada gelas erlenmeyer mencapai 150 ml.
Larutan sampel dikeluarkan dengan menggunakan pompa vakum.
3. Titrasi
16
1. Larutan yang dibuat belum homogen dan masih ada sampel yang
menempel di dinding labu Kjedahl.
2. Pada saat proses destruksi, ada ammonia yang teruapkan dan terhisap
oleh blower yang menyala sehingga kadar nitrogen yang diamati
kurang dari seharusnya.
3. Waktu distilasi kurang lama sehingga masih terdapat ammonia yang
belum teruapkan dan tertangkap oleh asam borat.
4. Pada saat penambahan larutan H2SO4 ke dalam larutan hasil destruksi,
larutan tidak didinginkan dengan baik sehingga reaksi tidak berjalan
dengan sempurna.
5. Kualitas sampel kurang baik, mungkin saja terdapat air di dalam
kacang hijau sehingga berat sampel bukan berat murni kacang hijau.
6. Pembacaan volume untuk titrasi pada standardisasi larutan HCl tidak
tepat sehingga menyebabkan perhitungan kadar protein kurang tepat.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Penentuan analisis kadar protein pada sampel kacang kedelai dilakukan
dengan menggunakan metode Kjeldahl. Prinsip metode Kjeldahl adalah
senyawa yang mengandung nitrogen mengalami oksidasi dan dikonversi
menjadi ammonia dan bereaksi dengan asam pekat membentuk garam
amonium. Kemudian ditambahkan basa untuk menteralkan suasana reaksi
dan kemudian didestilasi dengan asam dan dititrasi untuk mengetahui
jumlah N yang dikonversi. Metode Kjeldahl yang dilakukan melalui tiga
tahapan kerja, yaitu Tahap Destruksi, Tahap Destilasi dan Tahap Titrasi.
2. Dari perhitungan yang dilakukan, diperoleh sisa asam penangkap untuk
sampel kelompok 1 adalah dengan berat sampel 1,022 gram % Nitrogen
4,6 % dan %Protein 28,75%. Jika dibandingkan dengan kelompok lain
kandungan protein dari kacang hijau termasuk rendah dibandingkan
dnegan kacang kedelai, kacang merah. Jika hasil praktikum kadar protein
ini dibandingkan dengan DKBM 2009 kandungan protein pada kacang
hijau sebesar 22,9 %. Hasil yang didapatkan oleh praktikan dan hasil
dalam DKBM terpaut cukup jauh hal ini mungkin bisa terjadi karena
perbedaan varietas kacang hijau yang digunakan sebagai sampel.
B. Saran
1. Diharapkan fasilitas seperti alat dan bahan yang digunakan untuk
praktikum lebih dilengkapi lagi agar hasil yang diperoleh dalam
pengambilan data lebih maksimal
2. Diharapkan pada saat praktikum lebih teliti lagi dalam mencatat data
sehingga data yang didapatkan akurat dan dapat sesuai dengan referensi.
19
DAFTAR PUSTAKA
20
LAMPIRAN
21
22
Oleh :
KELOMPOK1
SEMESTER/TAHUN AJARAN : VI / 2016-2017
DWI KURNIA YULIYAWATI 25010114120108
COVER ............................................................................................ i
DAFTAR ISI ................................................................................... ii
DAFTAR TABEL .......................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................... v
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang..................................................................... 1
B. Tujuan
a. Tujuan Umum ................................................................ 2
b. Tujuan Khusus ............................................................... 2
C. Manfaat ............................................................................... 2
BAB II Tinjauan Pustaka
A. Definisi Vitamin E ............................................................... 3
B. Sumber Makanan Mengandung Vitamin E ........................... 3
C. Fungsi Vitamin E Bagi Tubuh .............................................. 4
D. Analisis Kadar Vitamin E .................................................... 6
BAB III Metode Praktikum
A. Waktu ................................................................................. 7
B. Tempat ................................................................................. 8
C. Alat dan Bahan..................................................................... 8
D. Skema Kerja berisikan Alur Kerja ........................................ 8
E. Pengolahan Data dan Analisis Data ...................................... 9
BAB IV Hasil dan Pembahasan
A. Hasil ................................................................................. 10
B. Pembahasan ..................................................................... 11
BAB V Penutup
A. Kesimpulan ....................................................................... 13
ii
B. Saran................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA ................................................................... 14
LAMPIRAN ................................................................................. 15
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tubuh membutuhkan jumlah yang berbeda untuk setiap vitamin ,
setiap orang punya kebutuhan vitamin yang berbeda. Anak anak, orangtua,
orang yang menderita penyakit atau wanita hamil membutuhkan jumlah yang
lebih tinggi akan beberapa vitamin dalam makanan mereka sehari-hari.
Vitamin termasuk kelompok zat pengatur pertumbuhan dalam pemeliharaan
kehidupan. Tiap vitamin mempunyai tugas spesifik di dalam tubuh, karena
vitamin adalah zat organik maka vitamin dapat rusak karena penyimpanan dan
pengolahan vitamin merupakan nutrisi tanpa kalori yang penting dan
dibutuhkan untuk metabolisme tubuh manusia.Vitamin tidak dapat diproduksi
oleh tubuh manusia, tetapi diperoleh dari makanan sehari-hari. Fungsi khusus
vitamin adalah sebagai kofaktor(elemen pembantu) untuk reaksi enzimatik.
Vitamin juga berperan dalam berbagai macam fungsi tubuh lainnya, termasuk
regenerasi kulit, penglihatan, sistem susunan syaraf dan system kekebalan
tubuh dan pembekuan darah. Lama tidak diketahuinya mengenai vitamin
karena bahan-bahan makanan mengandung vitamin yang cukup untuk
mencegah timbulnya gangguan yang hebat terhadap kesehatan. Bahan
makanan yang disajikan olehalam mengandung berbagai vitamin dan bila
dimakan secara bersama-sama akan saling melengkapi satu sama lain
(Almatsier,2008)
Vitamin E dapat membantu mengurangi kolesterol, stroke, dan
penyakit jantung, mengencerkan darah dan meningkatkan aliran darah.
Vitamin E mampu mempertahankan kelembaban kulit sehingga kulit tidak
kering (Almatsier, 2001). Defisiensi vitamin E pada bayi prematur di tandai
dengan gejala anemia hemolitik, trombosis dan kelainan kulit. Defisiensi pada
1
2
orang dewasa ditandai dengan kelesuhan, sulit berkonsentrasi dan lemah otot
(Triana,2009)
Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat spesies
oksigen reaktif, spesies nitrogen, dan radikal bebas lainnya sehingga mampu
mencegah penyakit-penyakit degeneratif seperti kardiovaskular, kanker, dan
penuaan. Senyawa antioksidan merupakan substansi yang diperlukan tubuh
untuk menetralisir radikal bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan
oleh radikal 11 bebas terhadap sel normal, protein, dan lemak. Salah satu
vitamin yang berfungsi sebagai antioksidan adalah vitamin e. Vitamin e
adalah antioksidan untuk dua kelas molekul zat yaitu tokoferol dan tokotrienol
yang mempunyai aktivitas dalam nutrisi tubuh. Vitamin e melawan radikal
bebas dengan menghambat perioksidasi lipid (Almatsier,2008).
B. Tujuan Praktikum
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menganalisis kadar vitamin e secara baik dan
benar sesuai prosedur kerja.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu dapat melakukan cara menganalisis kadar Vitamin
E pada sampel.
b. Mahasiswa mampu menghitung hasil analisis kadar Vitamin E pada
sampel.
C. Manfaat Praktikum
1. Mahasiswa dapat terlatih kemampuannya dalam melakukan analisis kadar
vitamin e pada praktikum analisis zat gizi pangan.
2. Mahasiswa dapat menghitung jumlah kadar vitamin e dari sampel yang di
uji cobakan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Vitamin E
Vitamin E disebut juga sebagai tokoferol. Vitamin E murni tidak berbau
dan tidak berwarna, sedangkan vitamin E sintetik yang dijual secara komersial
biasanya berwarna kuning muda hingga kecoklatan. Vitamin E tidak larut
dalam air, larut dalam lemak, alkohol serta pelarut organik seperti aseton,
kloroform, eter dan sebagainya serta minyak nabati (Almatsier,2008).
Tokoferol tersusun atas cincin aromatik tersubstitusi oleh metal dan rantai
panjang isoprenoid sebagai rantai samping. Ada empat jenis tokoferol yang
penting dalam makanan yaitu alfa-, beta-, gama-, delta- tokoferol dan
tokotrienol. Jenis tokoferol ini ditentukan oleh jumlah dan letak metil yang
tersubstitusi pada cincin aromatik (Ball,2007).
Stabilitas Tokoferol stabil terhadap pengaruh asam, panas, dan alkali
tetapi dapat rusak oleh oksigen dan proses oksidasi. adanya ikatan tidak jenuh
pada tokoferol membuatnya mudah teroksidasi. Oksidasi vitamin E dipercepat
dengan adanya cahaya, panas, kondisi alkali dan adanya mineral kelumit
seperti besi (Fe3+) dan tembaga (Cu2+). Kehadiran asam askorbat akan
mencegahefek katalitik dari ion besi dan tembaga terhadap reaksi oksidasi
vitamin E. Vitamin E stabil terhadap panas dan alkali dalam kondisi tanpa
oksigen dan tidak dipengaruhi asam pada suhu di atas 100oC. (Ball, 2007)
B. Sumber Makanan Mengandung Vitamin E
Sumber Vitamin E banyak terdapat dalam bahan makanan. Sumber utama
vitamin E adalah minyak tumbuh-tumbuhan, terutama minyak kecambah
gandum dan biji-bijian. umber vitamin E lainnya adalah minyak tumbuh -
tumbuhan, susu, telur, daging, ikan, padi-padian, dan sayuran hijau (Bieri,
2007).
3
4
Jadi pemberian manfaat vitamin E ini baik secara dari dalam tubuh maupun
luar tubuh. Dengan konsumsi hariansetidaknya 100 sampai 400 UI setiap hari
untuk memenuhi kebutuhan vitamin E ini.Untuk pemenuhan vitamin E ini
diperlukan suplemen. Karena makanan alami tidak mencapai pemenuhan
vitamin E hingga 400 UI. Standar yang dikonsumsi paling sedikit untuk
manusia adalah 10 sampai 30 mg dalamdarah. Sehingga vitamin E ini akan
meningkatkan imunitas tubuh dengan menjadi antioksidan. Menghalangi
radikal bebas, udara kotor, dan lainnya untuk merusak sistem dalam tubuh
(Youngson, 2009).
Fungsi vitamin E di dalam tubuh adalah melindungi asam-asam lemak
tak jenuh pada membran sel, mampu meningkatkan respon imun, sebagai zat
pengatur (regulasi) pada aktivasi protein kinase C, fungsi mitokondria,
metabolisme protein dan produksi hormon. Vitamin E juga melindungi
vitamin A dari kerusakan yang terjadi di dalam tubuh. Fungsi vitamin E
sangat penting bagi tubuh seperti dapat mencegah kanker, penyakit
kardiovaskuler, proses penuaan, osteoporosis dan meningkatkan kinerja
sistem kekebalan tubuh (Youngson, 2009).
Defisiensi Akibat kekurangan vitamin E :
1. Perubahan degeneratif pada sistem saraf dan otot
2. Kelemahan dan kesulitan berjalan
3. Nyeri pada otot betis
4. Gangguan penglihatan
5. Anemia
6. Retensi cairan
7. Kelainan kulit (Youngson R, 2009)
Pada bayi, kekurangan vitamin E dapat menyebabkan kelainan yang
mengganggu penyerapan lemak pada bayi yang prematur dan kekurangan
gizi. Namun kekurangan vitamin E sesungguhnya sangat jarang terjadi karena
vitamin ini banyak terdapat dalam makanan, terutama dalam minyak sayur.
(Dewanti, 2012)
6
A. Waktu
Waktu :Praktikum Analisis Kadar vitamin E dilakukan pada
hari rabu 17 Mei 2017. Praktikum dilaksanakan pada
pukul 09.30 pagi WIB
B. Tempat
Tempat :Laboratorium Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan
Masyarakat (FKM) Univeristas Diponegoro
C. Alat dan Bahan
a. Alat
1. Timbangan Analitik
2. Stirer
3. Kertas Saring Whatman No 1
4. Corong Gelas
5. Erlenmeyer
6. Pipet Volumetric
7. Alumunium Foil
8. Spectrofotometer UV-VIS
b. Bahan
1. Kloroform : methanol
2. NaCl 0,88 %
3. Gas N2
4. Toluene
5. Ethanol 95%
6. 2,2’ bipiridin
7. Fecl3.6H2O
8. Sampel Natur-e
7
8
Dimulai
Selesai
A. Hasil
Tabel hasil analisis kadar vitamin E
Kelompok Asorbansi Absorbansi Berat Hasil IU
Blanko Sampel Sampel (mg)
(mg)
1 0,728 3,436 201,1 202 300,98
2 1,490 3,214 206,8 125,4 186,85
3 0,984 3,436 191,8 192 286,08
4 2,737 3,436 182,5 57 84,93
5 0,147 3,612 196,8 264,7 394,40
6 0,465 3,311 183 233 347,17
7 0,338 3,311 190,3 235 350,50
8 0,288 0,388 188,8 7,96 11,8604
Hasil perhitungan Total Tokoferol (ppm) dari kelompok 1 yaitu :
= (Absorbansi sampel – absorbansi blanko)
(M x Berat sampel (mg))
3,436−0,728
=
0,0665 𝑥 201,1 𝑚𝑔
2,708
= = 0,202 mg
13,373 𝑚𝑔
1 𝑚𝑔
1 PPM = 1000 𝑔
1 𝑚𝑔
0,202 =
1000 𝑔
Mg = 0,202 x 1000 = 202 mg
1 mg = 202 x 1,49 IU = 300,98 IU
10
11
B. Pembahasan
Vitamin E dapat membantu mengurangi kolesterol, stroke, dan
penyakit jantung, mengencerkan darah dan meningkatkan aliran darah.
Vitamin E mampu mempertahankan kelembaban kulit sehingga kulit tidak
kering (Almatsier, 2001). Defisiensi vitamin E pada bayi prematur di tandai
dengan gejala anemia hemolitik, trombosis dan kelainan kulit. Defisiensi pada
orang dewasa ditandai dengan kelesuhan, sulit berkonsentrasi dan lemah otot
(Bintang, 2010).
Analisis kadar total tokoferol Sampel ditimbang dengan tepat sebanyak
200 ± 10 mg ke dalam labu takar 10 ml, lalu ditambahkan 5 ml toluena untuk
melarutkan sampel. Kemudian ditambahkan 3.5 ml 2.2-bipiridin (00.7 % b/v
dalam etanol 95%) dan 0.5 ml FeCl3.6H2O (0.2% b/v dalam etanol 95%) dan
ditepatkan dengan etanol 95% sampai volume total 10 ml (kira-kira 1 ml).
Setelah didiamkan selama 1 menit dalam ruang gelap, absorbansinya diukur
pada panjang gelombang 520 nm. Larutan blanko dibuat seperti prosedur di
atas tetapi tanpa sampel. Absorbansi blanko diukur dengan spektrofotometer
dengan panjang gelombang yang sama (Winarno, 2007).
Pembahasan Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh
hasil kadar tokoferol total kelompok 1 adalah 202 mg dengan absorbansi
sampel sebesar 3,436 dan aborbansi blanko sebesar 0,728. Hasil kadar
tokoferol totaol dalam natur-e yang diperoleh kelompok 1 berbeda dengan
kelompok lainnya. Kelompok 2 memperoleh hasil kadar tokoferol total
sebesar 125,4 mg, kelompok 3 192 mg, kelompok 4 57 mg, kelompok 5
264,7 mg, kelompok 6 233 mg, kelompok 7 233 mg, kelompok 8 7,96 mg.
Perbedaan hasil kadar total tokoferol terjadi mungkin karena kesalahan pada
praktikan yang kurang teliti dalam menimbang berat awal natur-e sehingga
mempengaruhi hasil kadar tokoferol total.
Selain itu perbedaan lamanya penyimpanan dalam ruang gelap juga
mempengaruhi karena tokoferol mudah teroksidasi dan tidak stabil terhadap
sinar ultra violet, dan suhu ruang seperti yang dikemukakan oleh Dewanti
12
2012 bahwa tokoferol bersifat stabil pada proses perebusan asam tanpa
adanya oksigen dan juga akan stabil terhadap sinat tampak (visible light).
Tokoferol bersifat tidak stabil pada suhu kamar dengan adanya oksigen,
alkali, garam feri dan ketika terekspos pada sinar ultra violet. Sehingga jika
terlalu lama disimpan dalam suhu ruang maka tokoferol akan mudah
teroksidasi, itu yang menyebabkan terjadinya perbedaan hasil kadar total
tokoferol tiap kelompok (Dewanti,2012)
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Analisa kadar vitamin E atau Tokoferol dilakukan dengan menggunakan
alat spektrofotometer. Hal yang dilakukan pertama yaitu menimbang
sampel berupa nature-e sebanyak 200 mg yang kemudian dimasukkan
dalam tabung reaksi dan dibungkus alumunium foil. Kemudian sampel
ditambah 5 ml toluene, 3,5 ml 2,2’ bipiridin, 0,5 ml FeCl36.H2O. Setelah
itu ditepatkan menjadi 10 ml dengan etanol 95%. Sampel kemudian
dikocok agar merata, barulah sampel diperiksa dengan menggunakan alat
spektrofotometer.
2. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh hasil kadar
tokoferol total kelompok satu adalah 202 mg dengan absorbansi sampel
sebesar 3,436 dan aborbansi blanko sebesar 0,728. Hasil kadar tokoferol
totaol dalam natur-e yang diperoleh kelompok 1 berbeda dengan
kelompok lainnya. Kelompok dua memperoleh hasil kadar tokoferol total
sebesar 125,4 mg, kelompok tiga 192 mg, kelompok empat 57 mg,
kelompok lima 264,7 mg, kelompok enam 233 mg, kelompok tujuh 233
mg, kelompok delapan 7,96 mg. Perbedaan hasil kadar total tokoferol
terjadi mungkin karena kesalahan pada praktikan yang kurang teliti dalam
menimbang berat awal natur-e sehingga mempengaruhi hasil kadar
tokoferol total
B. Saran
1. Diharapkan fasilitas seperti alat dan bahan yang digunakan untuk
praktikum lebih dilengkapi lagi agar hasil yang diperoleh dalam
pengambilan data lebih maksimal
2. Diharapkan pada saat praktikum lebih teliti lagi dalam mencatat data
sehingga data yang didapatkan akurat dan dapat sesuai dengan referensi.
13
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier 2008, Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Media Utama.
Ball, G.F.M. 2007. Fat Soluble VitaminsAssay in Food Analysis. Elsevier Science
Publish. Co. Inc., New York.
Bieri, J.G. 2007 Vitamin E. Di dalamR.E Olson dan H.P Broquist (eds). Vitamin.
PT.Gramedia, Jakarta.
Dewanti, 2012, Pengaruh Pengolahan Terhadap Zat Gizi, diakses tanggal 5 Mei 2017
< http://tridewanti.lecture.ub.ac.id/files/2012/05/Pengaruh-pengol.-thd-
gizi.ppt1_.ppt>
Lehninger, A.L.2010. Dasar-dasar Biokimia Jilid I. Worth Publ. Inc., New York.
Terjemahan. M. Thenawijaya. 1993. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Winarno, F.G. 2007. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
14
LAMPIRAN
15
16
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Dari praktikum pengenalan alat alat laboratorium di atas, dapat
disimpulkan bahwa Laboratorium merupakan tempat untuk melatih
mahasiswa dalam hal ketrampilan melakukan praktik, demonstrasi,
percobaan, penelitian, dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Kesalahan penggunaan alat dan bahan dalam praktikum dapat
menimbulkan hasil yang salah dan tidak akurat.
2. Pengenalan alat-alat laboratorium yang digunakan dalam praktikum ini
antara lain baeker glass, tabung erlenmeyer, labu takar, gelas ukur,
corong, tabung reaksi, rak tabung reaksi, spatula besi, spatula kaca,
pipet volume, bulb, pipet tetes, cawan petri, cawan porselen, mortar,
bunsen, kaki tiga, gegep, buret, statip, Heating Magnetic Stirrer,
Moisture Analyzer, refractometer, spektrofotometer UV-Vis, destilator,
soxhlet, ruang asam, desikator, timbangan analitik, timbangan digital,
oven, dan tanur.
3. Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan
bahan dalam oven pada suhu 105-110ºC selama 3 jam atau Sampai
didapat berat yang konstan. Selisih berat sebelum dan sesudah
pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan.
4. Penentuan Kadar Sukrosa pada sampel dilakukan dengan
menggunakan alat yang bernama Refraktometer. Refraktometer
bekerja menggunakan prinsip pembiasan cahaya ketika melalui suatu
larutan. Ketika cahaya datang dari udara ke dalam larutan maka
kecepatannya akan berkurang.
a. Metode ekstraksi lemak terdiri dari ekstaksi lemak kering dan ekstraksi
lemak basah. Ekstraksi lemak kering dapat dilakukan dengan
menggunakan metode Soxhlet. Pada prinsipnya metode Soxhlet ini
menggunakan sampel lemak kering yang diekstraksi secara terus-
menerus dalam pelarut dengan jumlah yang konstan.
5. Prinsip kerja analisis kadar abu yaitu sampel diabukan sampai beebas
dari karbon dan sisa pengabuan adalah dari sampel tersebut. Terdapat
dua metode pengabuan antara lain metode pengabuan kering dan
metode pengabuan basah. Cara kering dilakukan untuk mengoksidasi
zat-zat organik pada suhu 500-6000C dan penimbangan zat-zat yang
tertinggal, sedangkan cara basah dilakukan dengan memeberikan
penambahan senyawa tertentu pada bahan yang akan diabukan seperti
gliserol.
6. Analisis kadar vitamin C pada minuman dilakukan dengan
menerapkan prinsip kerja metode titrasi iodometri. Titrasi merupakan
suatu proses analisis dimana suatu volum larutan standar ditambahkan
ke dalam larutan dengan tujuan mengetahui komponen yang tidak
dikenal. Larutan standar adalah larutan yang konsentrasinya sudah
diketahui secara pasti. Hasil akhir titrasi pada sampel ABC sari buah
jeruk adalah berwarna biru
7. Penentuan analisis kadar protein pada sampel kacang kedelai
dilakukan dengan menggunakan metode Kjeldahl. Prinsip metode
Kjeldahl adalah senyawa yang mengandung nitrogen mengalami
oksidasi dan dikonversi menjadi ammonia dan bereaksi dengan asam
pekat membentuk garam amonium. Kemudian ditambahkan basa untuk
menteralkan suasana reaksi dan kemudian didestilasi dengan asam dan
dititrasi untuk mengetahui jumlah N yang dikonversi. Metode Kjeldahl
yang dilakukan melalui tiga tahapan kerja, yaitu Tahap Destruksi,
Tahap Destilasi dan Tahap Titrasi.
8. Analisa kadar vitamin E atau Tokoferol dilakukan dengan
menggunakan alat spektrofotometer. Hal yang dilakukan pertama yaitu
menimbang sampel berupa nature-e sebanyak 200 mg yang kemudian
dimasukkan dalam tabung reaksi dan dibungkus alumunium foil.
Kemudian sampel ditambah 5 ml toluene, 3,5 ml 2,2’ bipiridin, 0,5 ml
FeCl36.H2O. Setelah itu ditepatkan menjadi 10 ml dengan etanol 95%.
Sampel kemudian dikocok agar merata, barulah sampel diperiksa
dengan menggunakan alat spektrofotometer.
B. Saran
1. Diharapkan fasilitas seperti alat dan bahan yang digunakan untuk
praktikum lebih dilengkapi lagi agar hasil yang diperoleh dalam
pengambilan data lebih maksimal
2. Diharapkan pada saat praktikum lebih teliti lagi dalam mencatat data
sehingga data yang didapatkan akurat dan dapat sesuai dengan
referensi.
3. Diharapkan pada saat praktikum lebih berhati-hati dalam penggunaan
alat yang mudah pecah.
4. Diharapkan praktikan dapat melakukan segala proses analisis dengan
baik dan benar agar tidak terjadi kesalahan yang dapat mempengaruhi
hasil analisis yang akurat.