Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN

INSTUTIONAL INTERNSHIP

Observasi Lapangan Pada Katering dan Warung Makan Nasi Kuning


Tante Mien Singgah Dolo

Disusun Oleh :

Ruth Inawori Wanggai 472016029

Beathrix Finelya 472016030

Kezia Elian Devina 472016031

Alan Maulana 472016040

PROGRAM STUDI GIZI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2019
BAB I
PENDAHULUAN

Manusia membutuhkan makanan untuk dapat melakukan segala aktivitasnya dan


melangsungkan hidupnya. Makanan memiliki tiga fungsi dalam tubuh yaitu sebagai zat
energi atau zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur. Oleh karena itu kegiataan
penyediaan makanan merupakan hal yang tidak bisa dilepaskan dari manusia.
Penyelenggaraan makanan adalah rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan menu sampai
dengan pendistribusian makanan kepada konsumen dalam rangka pencapaiana status yang
optimal melalui pemberian makanan yang tepat dan termasuk kegiatan pencatatan, pelaporan,
dan evaluasi bertujuan untuk mencapai status kesehatan yang optimal melalui pemberian
makan yang tepat. Penyelenggaraan makanan institusi adalah usaha dalam penyediaan
makanan bagi konsumen dalam jumlah banyak, yang berada dalam kelompok masyarakat
yang terorganisir di institusi seperti perkantoran, perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah
sakit, panti sosial, lembaga permasyarakatan, pesantren, dan lain-lain. Pada dasarnya
penyelenggaraan makanan institusi terdiri dari dua macam yaitu penyelenggaraan makanan
institusi yang berorientasi pada keuntungan (bersifat komersial) dan penyelenggaraan
makanan institusi yang berorientasi palayanan (bersifat non komersil).

Katering merupakan salah satu jasa pelayanan penyelenggaraan makanan yang berifat
komersil. Survei lapangan merupakan sarana untuk mempelajari gambaran nyata dari sebuah
materi pembelajaran. Dengan melakukan survei lapangan, mahasiswa dapat mempelajari
sistem penyelenggaraan makanan pada pelayanan jasa katering secara langsung sehingga
mahasiswa akan akan lebih paham mengenai gambaran umum sistem penyelenggaraan
makanan. Dalam penelitian ini dilakukan proses wawancara dan pengamatan secara langsung
terhadap kegiatan penyelenggaraan makanan di katering. Tujuan dari pengamatan ini adalah
untuk mengetahui gambaran umum dari proses penyelenggaraan makanan pada pelayanan
jasa katering mulai dari perencanaan menu, penerimaan, penyimpanan, persiapan pengolahan
bahan makanan hingga distribusi dan penyajian makanan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Penyelenggaraan Makanan Institusi/massal (SPMI/M) adalah penyelenggaraan


makanan yang dilakukan dalam jumlah besar atau massal. Klasifikasi penyelenggaraan
makanan institusi berdasarkan sifat dan tujuannya, dibagi menjadi 2 (dua) kelompok utama,
yaitu kelompok institusi yang bersifat non atau semi komersial (service oriented) dan
kelompok institusi yang bersifat komersial (profit oriented). Kelompok institusi yang bersifat
service oriented antara lain pelayanan kesehatan, sekolah, asrama, institusi sosial, institusi
khusus, dan darurat. Kelompok institusi yang bersifat profit oriented adalah transportasi,
industri, dan komersial (Bakri, B., Intiyati, A., & Widartika., 2018).

Penyelenggaraan makanan komersial adalah penyelenggaraan makanan dengan macam


dan variasi yang tidak terikat dengan peraturan, melayani kebutuhan masyarakat di luar
rumah yang berorientasi pada keuntungan, mempertimbangkan aspek pelayanan, kebutuhan
dan kepuasan konsumen. Penyelenggaraan makanan komersial meliputi semua bentuk
penyelenggaraan makanan yang dilaksanakan untuk mendapatkan keuntungan (profit),
seperti catering, restoran, snack bar, dan fast food, baik yang berada di lokasi resort atau di
dalam kota. Tujuan penyelenggaraan makanan institusi komersial adalah memperoleh
keuntungan maksimal, memberikan pelayanan yang optimal kepada konsumen, yaitu
makanan yang mengutamakan cita rasa yang menarik dengan harga yang sesuai dengan
harapan konsumen, menyenangkan/memberi hiburan kepada konsumen, dan menarik
konsumen baru. Karakteristik penyelenggaraan makanan institusi komersial yaitu pengelola
merupakan masyarakat umum dengan manajemen yang jelas menurut perjanjian pemilik,
macam dan variasi makanan tidak kontinu, sesuai dengan keinginan pemilik, konsumen
heterogen dengan tanggung jawab kesehatan yang lebih luas, sehingga pemilik sudah harus
memperhitungkan target yang ingin dicapai (Bakri, B., Intiyati, A., & Widartika., 2018).

Semakin maju teknologi dan bertambahnya aktivitas pada masa sekarang membuat
masyarakat lebih memilih cara praktis dalam penyelenggaraan makanan bagi individu,
keluarga maupun pada acara atau kegiatan. Hal ini yang mendorong pertumbuhan jasa boga
seperti rumah makan, katering, bahkan pedagang makanan kaki lima. Jasa boga adalah usaha
pengelolaan makanan yang disajikan di luar tempat usaha atas dasar pesanan yang dilakukan
oleh perseorangan atau badan usaha (Permenkes RI, 2011). Jasa boga yang adalah katering
terdiri atas golongan A1, golongan A2, golongan A3, golongan B, dan golongan C. Katering
golongan A2 dan golongan A3 dibedakan dari adanya dapur khusus yang digunakan untuk
memproduksi makanan. Katering golongan A2 merupakan katering yang melaksanakan
proses produksi makanan yang sudah memiliki karyawan namun masih menggunakan dapur
rumah tangga untuk melaksanakan produksi, sedangkan catering golongan A3 merupakan
katering yang sudah memiliki seluruh kriteria katering golongan A2 namun dalam proses
produksi makanan sudah menggunakan dapur khusus (Sawong, K. S. A., Andrias, D. R., &
Muniroh, L., 2016).
BAB III
METODOLOGI

Survei lapangan dilakukan pada hari Kamis, 18 Juli 2019 pada pukul 17.00-18.00 WIB.
Pengamatan dilakukan di Katering dan Warung Makan Nasi Kuning Tante Mien Singgah
Dolo yang beralamat di Jalan Somopuro Kidul No. 4, Salatiga, Kecamatan Sidorejo, Kota
Salatiga, Jawa Tengah. Metode yang dilakukan dalam survei lapangan ini adalah
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisis Situasi Penyelenggaraan Makanan


4.1.1. Keadaan Umum
Warung Makan Nasi Kuning Tante Mien Singgah Dolo merupakan suatu jasa
boga yang membuka warung makan dan katering untuk para mahasiswa. Para
mahasiswa memilih tempat ini sebagai tempat katering karena pilihan menu yang
diberikan sangat bervariasi. Selain menu nasi kuning yang dijual di warung makan dan
juga untuk menu katering masih ada menu lainnya. Makanan pokok pengganti nasi
kuning adalah nasi putih biasa. Menu lauk hewani yang terdapat dalam katering adalah
ikan saus, ikan goreng, ikan bumbu kecap, ayam bumbu, dan telur. Menu lauk nabati
yang terdapat dalam katering adalah tahu dan tempe. Menu sayuran pada menu katering
biasanya ada dua jenis sayuran seeperti yang berkuah dan yang kering/ditumis, menu
sayurannya ada sayur acar, sop sayur, sayur asam, sayur lodeh, kentang balado, tumis
buncis & wortel, kol ditumis, sawi ditumis, sayur daun singkong disantan, dan sayur
daun papaya. Warung Makan Nasi Kuning Tante Mien Singgah Dolo termasuk dalam
jasa boga golongan A1 karena melayani kebutuhan masyarakat umum, dengan
pengolahan makanan yang menggunakan dapur rumah tangga dan dikelola oleh
keluarga.
4.1.2. Denah Dapur

Gambar 1. Denah Industri


Keterangan:
A : Teras 8 : Gas LPG cadangan
B : Ruang tamu 9 : Kulkas
C : Ruang distribusi 10 : Dispenser
D : Dapur 11 : Tempat box katering
E : Warung makan 12 : Meja distribusi
1 : Kompor 13 : Box kaca untuk makanan
2 : Peralatan masak 14 : Mejikom
3 : Tempat cuci piring 15 : Kulkas minuman
4 : Rak bumbu 16 : Meja dan kursi pelanggan
5 : Bahan – bahan 17 : Kaca
6 : Rak piring 18 Pintu
7 : Tampungan air

4.1.3. Sarana dan Prasarana


Menu katering untuk mahasiswa disajikan dalam tempat makan berbentuk
lingkaran yang didalamnya terdapat sekat-sekat dan terbuat dari plastik. Cara penyajian
makanan tersebut sesuai dengan sekat yang terdapat dalam tempat makan tersebut. Nasi
ditempatkan pada sekat yang memiliki ukuran paling besar. Sayur ditempatkan pada
sekat yang memiliki ukuran sedang. Sayur yang berkuah sebelumnya disajikan dalam
plastik terlebih dahulu baru ditempatkan pada tempat makan. Biasanya pemilik katering
menambahkan menu sayur kering seperti sayuran yang ditumis, sehingga ada dua jenis
sayur di dalam satu menu catering. Lauk pauk ditempatkan pada sekat yang memiliki
ukuran paling kecil. Bahan pelengkap seperti sambal ditempatkan pada sekat lingkaran
yang berada pada tengah tempat makan.

Gambar 2. Tata letak menu katering


4.1.4. Alur Kerja
Diagram alir penyelenggaraan makanan di Warung Makan Nasi Kuning Tante
Mien Singgah Dolo adalah

Bahan-bahan makanan yang digunakan biasa dibeli di pasar pada saat pagi hari
sekitar pukul 05.00 WIB sebelum berjualan. Pemilik membeli bahan makanan hanya
untuk disajikan pada hari itu saja sehingga bahan-bahan yang dibeli hanya dalam porsi
satu hari penyajian, tetapi ada beberapa menu yang dibuat untuk dua hari seperti sayur
acar dan sayur tumis buncis & wortel. Contoh untuk nasi dalam satu hari pemilik
memasak 7-8 kg beras dan ini selalu habis, bila tidak habis sisanya hanya sedikit sekali
dan hal ini jarang sekali terjadi. Beras biasanya dibeli sebanyak 2 kali dalam seminggu.
Bahan makanan sayuran biasanya dibeli sebanyak 1 kg untuk satu hingga dua hari
penyajian. Bahan makanan lauk hewani seperti ikan biasanya dibeli 5 kg yang sudah
termasuk untuk dijual di warung, sedangkan ayam biasanya dibeli 3-3,5 kg karena
konsumen lebih menyukai ikan daripada ayam.
Bahan makanan seperti daging ayam dan ikan biasanya tidak dilakukan proses
penyimpanan karena jumlah yang dibeli disesuaikan dengan banyaknya kebutuhan
dalam sehari. Bahan makanan seperti sayuran disimpan dalam kulkas dan pada saat
observasi lapangan ada beberapa sayur yang ditempatkan pada wadah yang berada di
lantai dapur. Beras biasanya disimpan dalam wadah atau drum berukuran sedang yang
terbuat dari plastik.
Proses pengolahan makanan untuk warung makan dan katering dilakukan secara
bersamaan. Proses pengolahan dilakukan di dapur yang berada dalam satu rumah
pemilik katering dan proses penyajian makanan dilakukan di atas meja tepat di
seberang dapur. Proses pengolahan makanan dilakukan oleh pemilik katering secara
langsung dan tanpa menggunakan bantuan dari orang lain. Semua proses mulai dari
pembelian bahan makanan sampai penyajian makanan dalam tempatnya dilakukan oleh
pemiliknya secara langsung, namun proses pendistribusian makanan dilakukan oleh
suami dari pemilik tempat katering tersebut. Dalam pengolahannya pemilik katering
selalu menjaga kebersihan dengan cara selalu menggunakan celemek pada saat
pengolahan makanan. Tempat makan yang digunakan untuk wadah makanan katering
biasanya kembali ke pemilik dalam keadaan bersih karena sudah dicuci oleh mahasiswa
yang mengonsumsi makanan tersebut.
Penyajian makanan disajikan berdasarkan selera mahasiswa. Sayur yang disajikan
biasanya sayur yang berkuah dan tidak berkuah. Sayur yang berkuah disajikan dalam
plastik kemudian dimasukkan dalam wadah makanan. Porsi yang diberikan dalam
katering biasanya sesuai dengan takaran porsi yang dirasa cukup untuk kebutuhan
mahasiswa. Proses distribusi makanan dilakukan pada sekitar pukul 11.00 WIB. Proses
distribusi dilakukan oleh suami dari pemilik Warung Makan Nasi Kuning Tante Mien
Singgah Dolo. Wadah makanan katering didistribusikan kepada para mahasiswa
menggunakan motor. Motor tersebut diberi keranjang di samping kanan dan kiri yang
terbuat dari kain. Keranjang tersebut digunakan sebagai tempat untuk meletakkan
wadah-wadah makanan katering.
4.1.5. Perencanaan Menu
Pemilik katering sebenarnya sudah memiliki menu tetap untuk menu katering
selain menu nasi kuning untuk dijual di warung makannya, tetapi pemilik catering juga
bisa membuat menu berdasarkan selera mahasiswa dan kebosanan mahasiswa terhadap
suatu menu makanan. Makanan disajikan dalam tempat makan yang terbuat dari plastik
dengan sekat-sekat berdasarkan jenis makanannya. Makanan dalam katering ini
diberikan sebanyak 2 kali dalam satu hari dan ada yang diberikan sebanyak 1 kali saja
dalam satu hari namun hal ini juga bergantung pada permintaan mahasiswa.
4.2. Hasil Kegiatan Pengawasan Mutu
4.2.1. Evaluasi Menu
Makanan yang disajikan dalam katering ini cukup bergizi karena terdiri dari nasi,
lauk pauk, sayur, dan pelengkap seperti sambal. Makanan tersebut sudah mengandung
karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Lauk pauk yang disajikan biasanya
ayam, ikan, atau pun telur. Menu yang diisajikan untuk konsumen juga sudah bervariasi
untuk sehari – harinya. Konsumen juga bisa meminta pergantian menu untuk disajikan.
Berdasarkan observasi dan wawancara pemiliki katering sudah memiliki takaran untuk
setia menu kateringnya.
4.2.2. Penilaian GMP dan Hygiene Sanitasi
Makanan adalah unsur lingkungan yang terpenting dalam meningkatkan derajat
kesehatan karena selain dapat memenuhi kebutuhan hidup dapat pula menjadi sumber
penularan penyakit, bila makanan tersebut tidak dikelola secara higienis. Berbagai
penyakit telah dikenal sebagai penyakit yang ditularkan melalui makanan dan minuman
yang dikenal dengan food borne disease yang sering kali terjadi di Indonesia karena
disebabkan oleh virus, bakteri, protozoa, dan metazoa. Diperlukan suatu sistem yang
dapat menjamin keamanan makanan. Salah satu cara untuk menjaga keamanan pangan
dengan menerapkan sistem HACCP. Sistem HACCP merupakan sistem manajemen
keamanan makanan yang sudah terbukti dan didasarkan pada tindakan pencegahan. Jika
sistem ini dilakukan secara berkesinambungan maka akan dapat menurunkan
ketergantungan pada metode tradisional seperti inspeksi dan pengujian akhir produk
(Mortimore dan Caroll, 2005). Sebelum menerapkan sistem HACCP, dilakukan
program prasyarat HACCP yaitu GMP dan SSOP agar penerapan HACCP dapat
berjalan dengan baik.
Di antara perusahaan pelayanan makanan bagi umum, tersebutlah jenis usaha
yang dikenal oleh umum dengan nama jasa boga atau katering. Jasa boga atau katering
merupakan bidang yang sangat rentan terhadap insiden yang berkaitan dengan
keamanan makanan. Oleh karena itu, Menteri Kesehatan Republik Indonesia
mengeluarkan Permenkes No. 715/Menkes/SK/V/2003 yang mengatur tentang
penyehatan makanan pada industri jasa boga di Indonesia karena jasa boga atau
katering turut serta dalam menyediakan makanan yang sehat, bergizi, dan terjamin
keamanannya untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Makanan yang kurang higiene akan
memudahkan bakteri berkembang biak sehingga mengakibatkan makanan tersebut
berbahaya untuk dikonsumsi. Oleh karena itu, pengelolaan makanan di katering sangat
perlu mendapat pengawasan, terutama penjamah makanan di dapur katering harus
dilatih dalam melakukan penanganan makanan yang aman.
 Manajemen
Aspek manajemen ini berkaitan dengan pemahaman dan komitmen
katering terhadap pengawasan pengelolaan makanan dan minuman.
Berdasarkan wawancara, pemilik produksi katering menyatakan memahami
pentingnya pengawasan keamanan makanan dan minuman yang dihasilkan
bagian produksi di setiap unit pengolahannya. Namun, dalam kenyataannya
karena pemilik katering bekerja sendiri dan tidak memiliki karyawan
menyebabkan masih banyak kekurangan dalam pengawasan makanan dan
minuman yang diproduksi sendiri ini.
 Sarana Pengolahan dan Pengendaliannya
Berdasarkan hasil observasi aspek lingkungan ini berada pada kategori
kurang baik. Pengendalian kebersihan lingkungan sekitar sarana pengolahan
ini penting untuk memastikan tidak adanya tempat bagi vektor yang dapat
menularkan penyakit khususnya ke makanan. Pemilihan lokasi dapur
pengolahan sebaiknya terhindar dari sumber pencemaran baik dari tempat
sampah, kamar mandi, maupun sumber pencemaran lain. Halaman di sekitar
dapur pengolahan seharusnya bersih, bebas dari sampah dan lalat, tidak ada
genangan air yang dapat membahayakan para penjamah makanan saat bekerja
mengolah makanan, juga terdapat grease trap sebagai tempat pembuangan
limbah masakan dari dapur pengolahan.
 Kondisi Bangunan Ruang Pengolahan Makanan (Dapur Pengolahan)
Berdasarkan hasil observasi aspek kondisi bangunan ruang dapur
pengolahan makanan berada pada kategori kurang baik. Bangunan sudah
dirawat dengan baik yang memiliki luas yang cukup untuk melakukan
kegiatan pengolahan makanan sehingga telah memenuhi persyaratan higiene
dan sanitasi di jasa boga (Permenkes No. 715/Menkes/SK/ V/2003) yang
menyebutkan bahwa luas lantai dapur yang bebas dari peralatan sedikitnya 2
(dua) meter persegi untuk setiap orang pekerja. Untuk konstruksi dan
kebersihan lantai, lantai masih licin sehingga dapat membahayakan pekerja di
dapur pengolahan serta masih adanya debu di beberapa bagian dan noda tapi
tidak ada bercak di lantai walaupun begitu dapat membahayakan dalam
menimbulkan kontaminasi pada makanan atau peralatan memasak melalui
udara. Pada konstruksi dan kebersihan dinding ruang pengolahan sudah
memenuhi syarat kekuatan, tidak porus dan kedap serta mudah dibersihkan.
Akan tetapi saat penelitian, masih banyak debu, kotoran dan sarang laba-laba
yang masih menempel. Toilet tidak berada satu ruangan dengan dapur
pengolahan tetapi ada beberapa toilet (toilet dekat dengan loker pekerja)
belum memenuhi persyaratan kesehatan. Padahal menurut Adams dan
Motarjemi (2004), untuk memungkinkan dilakukannya personal hygiene yang
baik, bangunan harus memiliki fasilitas kamar kecil yang memadai dan
higienis serta terpisah dari daerah produksi makanan, sehingga perlu
diperlukan kebersihan toilet bagi penjamah makanan untuk mendukung
penerapan personal hygiene dalam pengelolaan makanan.
 Kelengkapan Sarana Pengolahan
Berdasarkan hasil observasi kelengkapan sarana pengolahan masih
kurang baik. Pada ruang dapur pengolahan sarana pencucian tangan,
pencucian alat, dan pencucian bahan masih menjadi satu dan belu dipisahkan.
Hal ini disebabkan karena dapur katering pemilik menjadi satu dengan dapur
sehari – hari pemilik katering.
Toilet tidak berada satu ruangan dengan dapur pengolahan tetapi ada
beberapa toilet (toilet dekat dengan loker pekerja) belum memenuhi
persyaratan kesehatan. Padahal menurut Adams dan Motarjemi (2004), untuk
memungkinkan dilakukannya personal hygiene yang baik, bangunan harus
memiliki fasilitas kamar kecil yang memadai dan higienis serta terpisah dari
daerah produksi makanan, sehingga perlu diperlukan kebersihan toilet bagi
penjamah makanan untuk mendukung penerapan personal hygiene dalam
pengelolaan makanan.
Dilihat dari aspek pencahayaan di ruangan dapur pengolahan, belum
memenuhi persyaratan Permenkes No. 715/Menkes/SK/ V/2003 di mana
disebutkan bahwa semua pencahayaan di setiap sudut ruang pengolahan
tidaklah boleh sampai menimbulkan silau dan cukup terang dalam menunjang
kegiatan pengolahan makanan serta lampu terlindungi dengan penutup yang
aman. Walaupun pencahayaan di ruangan dapur pengolahan cukup untuk
menunjang kegiatan pengolahan makanan akan tetapi tidak ada lampu yang
ditutupi dengan pengaman agar penjamah makanan dapat terlindungi jika
terjadi pecahnya lampu saat kegiatan pengolahan makanan dan juga
melindungi makanan dari bahaya fisik. Di ruang dapur pengolahan tidak
terdapat kotak P3K tetapi kotak P3K berada di ruang sebelah ruang dapur
pengolahan, obatobatan di kotak P3K juga tidak begitu banyak.
 Suplai Air
Dalam Permenkes No. 715/Menkes/SK/V/2003 disebutkan bahwa air
bersih berasal dari sumber yang aman dan dapat memenuhi kebutuhan dalam
kegiatan pengolahan makanan. Penyediaan air bersih untuk katering berasal
dari PDAM dan air bersih yang tersedia sudah mencukupi kebutuhan untuk
pengolahan makanan. Walaupun begitu, dari pihak katering tidak pernah
melakukan pemeriksaan dan pengujian mutu air bersih dari PDAM yang
digunakan dalam kegiatan pengolahan makanan secara rutin. Sehingga dalam
hal ini perlu pengelolaan lebih lanjut akan air PDAM maupun air sumur sesuai
dengan Kepmenkes No. 907/Menkes/SK/VII/2002 tentang syarat-syarat dan
pengawasan kualitas air minum.
 Peralatan Memasak dan Wadah Makanan
Pada aspek ini berdasarkan hasil penilaian termasuk dalam kategori
sedang. Ada beberapa peralatan dengan kondisi yang tidak baik (panci agak
atau penyok dan wajan hitam) yang dipergunakan dalam proses pengolahan
dapat menjadi fokus infeksi. Menurut Adams dan Motarjeni (2004)
menyebutkan bahwa peralatan memasak harus bebas dari kantong atau celah
yang dapat dimasuki makanan dan menjadi fokus infeksi, karena bakteri akan
tumbuh dalam sisa makanan yang kecil sekalipun dan dapat mengkontaminasi
tahap pengolahan selanjutnya. Wadah plastik yang digunakan untuk mewadahi
makanan baru matang juga dapat membahayakan karena jika wadah plastik
yang kebanyakan terbuat dari bahan polivinil klorida, polietilena, dan bahan
sejenisnya dipakai sebagai wadah makanan (terutama makanan yang panas
dan berminyak) maka molekul monomer penyusun bahan plastik tersebut
lebih mudah bertransmigrasi ke dalam bahan makanan dan akhirnya berpindah
ke tubuh manusia sehingga dapat menyebabkan reaksi langsung kepada
konsumen berupa memicu kerusakan hati dan ginjal. Sehingga dalam hal ini
perlu dipertimbangkan pemilihan dan pemakaian peralatan yang aman dan
higienis untuk digunakan dalam pengelolaan makanan.
4.2.3. Monitoring dan Evaluasi
Berdasarkan wawancara untuk kebersihan katering, pemilik katering
mengungkapkan bahwa dirinya berusaha untuk selalu menjaga kebersihan. Pemilik
katering tidak suka bila warungnya apalagi dapurnya kotor, alasannya karena tidak baik
bila dilihat orang nantinya. Saat proses menyiapkan makanan, pemilik menggunakan
celemek dan mencuci tangan sebelum dan sesudah memasak. Saat dilihat juga, keadaan
fisik pemilik warung dan katering ini bersih, tetapi ada yang kurang saat proses
menyiapkan bahan makanan pemilik tidak menggunakan sarung tangan.
Berdasarkan pengamatan kontaminasi/pencemaran dapat terjadi di tempat usaha
tersebut yang pertama jika dilihat dari cara pemilik warung menaruh bahan makanan
mentahnya hanya ditaroh dilantai dapur hal ini dapat menyebabkan kontaminan
terhadap bahan makanan tersebut, yang kedua dilihat dari letak warung tersebut yang
berada dipinggir jalan kemungkinan dapat terkontaminan kepada makanan pelanggan
yang sedang makan di warung tersebut dari debu akibat kendaraan yang lewat.
kontaminan yang dapat terjadi berikut yaitu dari kontak fisik dengan makanan saat
disajikan ke konsumen yang akan makan di warung tersebut dimana pemilik warung
tidak menggunakan sarung tangan / lupa mencuci tangan saat akan mengambilkan
makanan untuk konsumen dilihat dari letak warung yang strategis dekat dengan kost-
kostan mahasiswa warung tersebut sering ramai dikunjungi oleh mahasiswa-masiswi
yang kost disekitar lingkungan tersebut, bahkan warung tersebut juga sudah memiliki
pelanggan tetap yang sering makanan di tempat tersebut.
BAB V
KESIMPULAN
Kondisi kebersihan lingkungan berkaitan dengan area tempat usaha sudah diberlakukan
pembatasan, sehingga terjadinya dampak kontaminan seperti tempat makan (warung) sudah
berada didepan dan sudah memiliki sekat untuk menghindari adanya dampak kontaminan
dari fisik. Pemetaan antara dapur dan penyajian makanan sudah terpisah hal ini menandakan
bahwasannya makanan akan lebih hygenis saat dihidangkan mengingat jauh dari tempat
pengolahan. Untuk kondisi dapur memang terlihat sedikit tidak teratur mengingat tidak
adanya SOP dan management dapur yang baik, hanya saja pemilik warung sudah
menempatkan tempat pencucian dekat dengan dapur hal mempermudah untuk proses
pencucian, walaupun dari segi penataan alat bisa menimpulkan kontaminan akan tetapi hal ini
bisa diantisipasi dari semua alat yang selalu bersih setelah digunakan dalam proses
pengolahan bahan makanan. Dari segi penyajian makanan di tempat warung sudah digunakan
penutup untuk mengindari kontaminasi fisik dari hewan seperti lalat, semut, ataupun kucing.
Dari segi kebersihan lingkungan mungkin dari segi pencahayaan masih cukup kurang hal ini
masih terlihat didalam tempat penyajian makanan tidak diberikan lampu untuk menjagaa
pencahayaan makanan, selain itu tata letak antara warung dengan ruang tamu tidak diberikan
pintu atau korden sehingga memungkinkan terjadinya kontaminanan.

SARAN

1. Setiap tempat sampah yang berada warung dan didapur harus diberi kantung plastik, hal
ini akan memudahkan dalam pembersihan dan menghindari kontaminan dari sampah
sisa.
2. Di berikan penerangan yang cukup dipenyajian makanan.
3. Antara pintu menuju warung dan pintu menuju ruang tamu haru diberikan korden,
untuk mencegah kontaminan.
4. Ketinggian dapur seharusnya diberhatikan mengingat sirkulasi udara dan bau akan
menempel di dinding jika tidak terbuang dengan baik.
5. Sebaiknya kondisi dapur harus dibersihkan setiap hari, dan di lakukan general cleaning
keseluruhannya setiap sebulan sekali.
DAFTAR PUSTAKA

Adams dan Motarjeni. 2004. Dasar-Dasar Keamanan Makanan untuk Petugas Kesehatan.
Jakarta: EGC.

Bakri, B., Intiyati, A., & Widartika. (2018). Bahan Ajar Gizi Sistem Penyelenggaraan
Makanan Institusi. Jakarta : Kemenkes RI.

Sawong, K. S. A., Andrias, D. R., & Muniroh, L. (2016). Penerapan Higiene Sanitasi Jasa
Boga pada Katering Golongan A2 dan Golongan A3 di Kota Palangka Raya Provinsi
Kalimantan Tengah. Media Gizi Indonesia, 11(1), 1-10.

Kemenkes RI. 2018. Manajemen Sistem Penyelenggaraan Institusi. Jakarta : Kemenkes RI

Mukrie NA. 1990. Manajemen Pelayanan Gizi Institusi Dasar. Jakarta : Proyek
Pengembangan Pendidikan Tenaga Gizi Pusat dan Akademi Gizi Depkes RI.

Mortimore, S., C. Wallace. 2005. HACCP Sekilas Pandang (Diterjemahkan oleh Apriningsih
SKM). Jakarta: EGC.

Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 715/Menkes/SK/V/2003 tentang Penyehatan Makanan


Jasa Boga di Indonesia.
LAMPIRAN

1. Surat Permohonan Izin Kuliah Lapangan


2. Dokumentasi

Wawancara Kelompok Wawancara Kelompok

Warung Makan Meja Distribusi


Warung Makan

Dapur Dapur

Anda mungkin juga menyukai