BIOCHEMISTRY
Biofisik
Disusun oleh:
Beathrix Finelya
472016030
SALATIGA
2017
BAB I
PENDAHULUAN
Bobot jenis suatu zat adalah perbandingan bobot zat terhadap air volume sama yang ditimbang
di udara pada suhu yang sama (Dirjen POM, 1979). Sedangkan rapat jenis adalah perbandingan yang
dinyatakan dalam desimal,dari berat suatu zat terhadap berat dari standar dalam volume yang sama
kedua zat mempunyai temeperatur yang sama atau temeperatur yang telah diketahui. Air digunakan
untuk standar untuk zat cair dan padat, hidrogenatau udara untuk gas. Dalam farmasi, perhitungan
bobot jenis terutama menyangkut cairan, zat padat dan air merupakan pilihan yang tepat untuk
digunakan sebagai standar karena mudah didapat dan mudah dimurnikan (Ansel, 1989).
Penentuan bobot jenis dan rapat jenis suatu zat ini juga sangat penting dalam menentukan
berbagai zat tambahan yang dapat dikombinasikan dengan zat tersebut.
Kerapatan adalah turunan besaran yang menyangkut suatu massa dan volume. Batasannya
adalah massa persatuan volume pada temperatur dan tekanan tertentu yang dinyatakan dalam sistem
cgs dalam gram per cm3 ( g / cm3 ) ( Mochtar, 1990 ).
Bobot jenis merupakan karakteristik bahan yang penting yang digunakan dalam pengujian
identitas kemurnian obat dan bahan pembantu khususnya sifat cairan dan zat berjenis malam. Bobot
jenis dapat digunakan dalam berbagai hal untuk menentukan sesuatu, antara lain menentukan
kemurnian suatu zat, mengenal keadaan zat, menunjukkkan kepekaan larutan dan rumus yang
digunakan.
Massa partikel dibagi volume partikel termasuk pori yang terbuka dan tertutup.
Metode penentuan untuk cairan, yaitu :
1. Metode Piknometer
Prinsip metode ini didasarkan atas penentuan massa cairan dan penentuan tuang, yaitu
ditempati cairan ini. Untuk itu dibutukan wadah untuk menimbang yang dinamakan
piknometer. Ketentuan metode piknometer akan bertambah hingga mencapai
keoptimuman ini terletak pada sekitar isi ruang 30 ml, bagian tutup mempunyai lubang
berbentuk saluran kecil. Pengukuran harus dilakukan pada suhu tetap. Volume zat cair
selalu sama dengan volume piknometer.
Dirumuskan :
( Bobot piknometer x )−(Bobot piknometer kosong) g
Bobot jenis x= ×1
( Bobot piknometer+ aquadest )−(bobot piknometer kosong) ml
2. Metode Aerometer
Penentuan kerapatan dengan metode aerometer berskala (timbangan enam sumbu)
didasarkan pada pembacaan seberapa dalamnya tabung gelas tercelup yang sepihak
diberati dan pada kedua ujung ditutup dengan pelelehan.
3. Metode neraca hidrostatik
Metode ini didasarkan hukum Archimedes yaitu suatu benda yang dicelupkan kedalam
cairan yang terdesak.
4. Metode neraca Mohr – West Phol
Benda dari kaca dibenamkan tergantung pada balok timbangan yang ditoleh menjadi 10
bagian sama dan disetimbangkan dengan bobot larutan.
Penetapan bobot jenis digunakan hanya untuk cairan dan kecuali dinyatakan lain didasarkan
pada perbandingan bobot zat di udara pada suhu yang telah ditetapkan terhadap bobot air dengan
volume dan suhu yang sama. Bila pada suhu 25°C zat berbentuk padat, tetapkan bobot jenis pada
suhu yang telah tertera pada masing-masing monografi dan mengacu pada air pada suhu 25°C.
Bilangan bobot jenis merupakan bilangan perbandingan tanpa dimensi yang mengacu pada bobot
jenis air pada 4°C (=1000 g.m-1). (Dirjen POM, 1995)
Penetapan bobot jenis dilakukan terhadap zat atau senyawa yang berbentuk cair. Adapun sifat
dari zat cair, antara lain :
1. Bentuk mengikuti tempat dan volumenya tetap.
2. Molekulnya dapat bergerak tetapi tidak semudah gerak molekul gas.
3. Jarak partikelnya lebih dekat dari pada gas sehingga lebih sukar dimampatkan.
4. Dapat diuapkan dengan memerlukan energi.
Bobot jenis yang juga dikenal dengan istilah Specific Gravity biasanya dilambangkan
dengan huruf S dan memiliki persamaan rumus
S = Bobot jenis
mx = massa suatu zat
mair = massa zat cair
Pada keadaan volume (V) dan suhu (T) yang sama.
Menurut definisi, rapat jenis adalah perbandingan yang dinyatakan dalam desimal, dari berat
suatu zat terhadap berat dari standar dalam volume yang sama kedua zat mempunyai temperatur
yang sama atau temperatur yang telah diketahui. Air digunakan untuk standar untuk zat cair dan
padat, hydrogen atau udara untuk gas. Dalam farmasi, perhitungan bobot jenis terutama menyangkut
cairan, zat padat dan air merupakan pilihan yang tepat untuk digunakan sebagai standar karena
mudah didapat dan mudah dimurnikan. (Ansel, 1989)
Hubungan antara massa dan volume tidak hanya menunjukan ukuran dan bobot molekul
suatu komponen, tetapi juga gaya-gaya yang mempengaruhi sifat karakteristik “pemadatan”
(“Packing Characteristic”). Dalam sistem matriks kerapatan diukur dengan gram/milimeter (untuk
cairan) atau gram/cm2 . Kerapatan dan berat jenis. Ahli farmasi sering kali mempergunakan besaran
pengukuran ini apabila mengadakan perubahan antara massa dan volume. Kerapatan adalah turunan
besaran karena menyangkut satuan massa dan volume. Batasannya adalah massa per satuan volume
pada temperatur dan tekanan tertentu, dan dinyatakan dalam sistem cgs dalam gram per sentimeter
kubik (gram/cm3).
Berbeda dengan kerapatan, berat jenis adalah bilangan murni tanpa dimensi, yang dapat
diubah menjadi kerapatan dengan menggunakan rumus yang cocok. Berat jenis didefinisikan sebagai
perbandingan kerapatan dari suatu zat terhadap kerapatan air, harga kedua zat itu ditentukan pada
temperatur yang sama, jika tidak dengan cara lain yang khusus. Istilah berat jenis, dilihat dari
definisinya, sangat lemah, akan lebih cocok apabila dikatakan sebagai kerapatan relatif (Martin,
1990).
Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang terlarut, misal
terdispersi secara molekuler dalam pelarut yang sesuai atau campuran pelarut yang saling
bercampur. (Anonim, 2004). Larutan merupakan sediaan cair yang mengandung bahan kimia
terlarut, sebagai pelarut digunakan air suling, kecuali dinyatakan lain. (Anief, M, 2005).
Larutan terjadi apabila suatu zat padat bersinggungan dengan suatu cairan, maka zat
padat tadi terbagi secara molekuler dalam cairan tersebut. Pernyataan kelarutan zat dalam
bagian tertentu pelarut adalah kelarutan pada suhu 20º, kecuali dinyatakan lain menunjukan 1
bagian bobot zat padat atau 1 bagian volume zat cair larut dalam bagian volume tertentu pelarut.
Pernyataan kelarutan zat dalam bagian tertentu pelarut adalah kelarutan pada suhu kamar. (Anief,
M., 2005).
Karena molekul-molekul dalam larutan terdispersi secara merata, maka penggunaan larutan
sebagai bentuk sediaan, umumnya memberikan jaminan keseragaman dosis dan memiliki
ketelitian yang baik, jika larutan diencerkan atau dicampur. (Anonim, 1995).
Emulsi adalah sistem dua fase yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang
lain, dalam bentuk tetesan kecil. Jika minyak yang merupakan fase terdispersi dan larutan air
merupakan fase pembawa, sistem ini disebut emulsi air dalam minyak. Sebaliknya, jika air atau
larutan air yang merupakan fase terdispersi dan minyak atau bahan seperti minyak merupakan
fase pembawa, sistem ini disebut sistem emulsi air dalam minyak (Anonim,1995).
Emulsi dapat distabilkan dengan penambahan bahan pengemulsi yang mencegah koalesensi,
yaitu penyatuan tetesan kecil menjadi tetesan besar dan akhirnya menjadi satu fase tunggal
yang memisah. Bahan pengemulsi (Surfaktan) menstabilkan dengan cara menempati antar
permukaan antara tetesan dan fase eksternal, dan dengan membuat batas fisik disekeliling partikel
yang akan berkoalesensi. Surfaktan juga mengurangi tegangan antar permukaan antar fase,
sehingga meningkatkan proses emulsifikasi selama pencampuran. (Anonim, 1995).
Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat, terdispersi dalam
cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok. Emulsi merupakan
sediaan yang mengandung dua zat yang tidak tercampur, biasanya air dan minyak, di mana
cairan yang satu terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain.
BAB III
METODOLOGI
Praktikum dilaksanakan pada hari Senin, 30 Januari 2017, pukul 10.00 - 12.00 WIB di
Laboratorium Biokimia, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Kristen Satya
Wacana.
3.3. Metode
Ada tiga metode yang digunakan untuk praktikum kali ini. Yang pertama adalah metode
bobot jenis, metode yang digunakan adalah dengan cara alat dan bahan praktikum disiapkan terlebih
dahulu . Selanjutnya, akuades diisi ke dalam gelas ukur kurang lebih 60 – 80 mL (suhu akuades
dicatat) kemudian dimasukkan hydrometer dan angka BJ akan terbaca pada skala BJ (skala merah).
Apabila suhu akuades berbeda dengan yang tercatat pada hydrometer dilakukan koreksi. Selanjutnya,
dilakukan hal yang sama untuk larutan NaCl 3 %, larutan NaCl 5 %, air hujan, air kelapa, air sungai,
air sumur, dan urin masing – masing kelompok. Selanjutnya, dilakukan diskusi dari hasil BJ yang
didapat dari masing – masing cairan.
Yang kedua adalah metode tegangan permukaan cairan, metode yang digunakan adalah
dengan cara alat dan bahan praktikum disiapkan terlebih dahulu. Selanjutnya, satu jarum diletakkan
pada gelas arloji kemudian gelas arloji diisi dengan akuades secara hati – hati sehingga jarum
terapung. Selanjutnya, akuades ditukar dengan cairan empedu, air kelapa, air sungai, dan larutan
detergen. Lalu dilakukan diskusi kelompok dari hasil pengamatan. Penghitungan pertama dilakukan
mengunakan 2 mL akuades dengan memakai pipet. Pada saat melakukan penetesan, pipet tetes
dipegang secara lurus. Selanjutnya, dilakukan hal yang sama untuk NaCl 20 %, alcohol, minyak
tanah, dan air sabun. Pada saat, dilakukan metode ini setiap kali mengganti larutan, harus dibilas
dengan akuades dan diperlakuan terhadap minyak tanah dilakukan paling akhir dan dibilas dengan
eter/akuades.
Yang ketiga adalah metode emulsi, metode yang digunakan adalah dengan cara alat dan
bahan praktikum disiapkan terlebih dahulu. Selanjutnya, mengisi tabung reaksi dengan minyak
kelapa dan air dengan volume yang sama (masing – masing 3 mL). Kemudian, tabung reaksi dikocok
sampai kedua larutan tersebut serba sama. Selanjutnya, percobaan ini diulangi lagi dengan
mencampurkan minyak kelapa dengan sabun.
BAB IV
No
Larutan Jumlah Tetesan Keterangan
.
1. Aquades 30 2 mL
2. Larutan NaCl 20 % 44 2 mL
3. Alkohol 70 % 83 2 mL
4. Minyak Tanah 88 2 mL
5. Air Sabun 47 2 mL
4.2. Pembahasan
Tegangan permukaan zat cair adalah kecenderungan permukaan zat cair untuk
menegang sehingga permukaannya seperti ditutupi oleh seatu lapisan elastis. Lapisan ini
cenderung menyusut sekuat mungkin. Oleh karena itu, sejumlah tertentu cairan mengambil
bentuk dengan permukaan sesempit mungkin.
Tegangan permukaan zat cair ini tejadi karena adanya tarikan antara molekul
molekul zat cair oleh gaya kohesi (gaya tarik menarik antara partikel/molekul sejenis). Molekul-
molekul cairan memberikan gaya tarik satu dengan lainnya. Pada daerah sekitar permukaan
zat cair, gaya tariknya ke bawah akan semakin besar karena banyak molekul-molukul yang
menariknya jika dibandingkan dengan tempat-tempat lain, misalnya dibagian dasar. Karena
itu, tarikan molekul-molekul inilah yang menyebabkan tegangan permukaan itu terjadi. Di dalam
volume cairan terdapat gaya total = nol. Tetapi molekul pada permukaan di tarik ke dalam
volume, sehingga cairan cenderung memperkecil luas permukaannya, hanya dengan meregang
lapisan. Oleh sebab itu, air hujan jatuh bebas berbentuk bola kecil.
4.2.4. Emulsi
Emulsi adalah suatu sistem yang secara termodinamika tidak stabil, terdiri dari paling sedikit
dua fasa sebagai globul-globul dalam fasa cair lainnya. Sistem ini biasanya distabilkan dengan
emuulgator.
Emulsi yang digunakan dalam bidang farmasi adalah sediaan yang mengandung dua cairan
immiscible yang satu terdispersi secara seragam sebagai tetesan dalam cairan lainnya. Sediaan
emulsi merupakan golongan penting dalam sediaan farmasetik karena memberikan pengaturan yang
dapat diterima dan bentuk yang cocok untuk beberapa bahan berminyak yang tidak diinginkan oleh
pasien.
Dalam bidang farmasi, emulsi biasanya terdiri dari minyak dan air. Berdasarkan fasa
terdispersinya dikenal dua jenis emulsi, yaitu :
1. Emulsi minyak dalam air, yaitu bila fasa minyak terdispersi di dalam fasa air (o/w).
2. Emulsi air dalam minyak, yaitu bila fasa air terdispersi di dalam fasa minyak (w/o).
Emulsi yang dipakai untuk obat luar bertipe o/w atau w/o, untuk tipe o/w menggunakan zat
pengemulsi yakni natrium lauril sulfat, trietanolamin stearat.Dalam pembuatan suatu emulsi,
pemilihan emulgator merupakan faktor yang penting untuk diperhatikan karena mutu dan
kestabilan suatu emulsi banyak dipengaruhi oleh emulgator yang digunakan. Salah satu
emulgator yang aktif permukaan atau lebih dikenal dengan surfaktan. Mekanisme kerjanya
adalah menurunkan tegangan antarmuka permukaan air dan minyak serta membentuk lapisan
film pada permukaan globul-globul fasa terdispersinya.
4. Emulsi yang digunakan dalam farmasi adalah satu sediaan yang terdiri dari dua cairan tidak
bercampur, dimana yang satu terdispersi seluruhnya sebagai globula-globula terhadap yang lain.
Walaupun umumnya kita berpikir bahwa emulsi merupakan bahan cair, emulsi dapat dapat
diguanakan untuk pemakaian dalam dan luar serta dapat digunakan untuk sejumlah kepentingan yang
berbeda.
Emulsi dapat distabilkan dengan penambahan emulgator yang mencegah koslesensi, yaitu
penyatuan tetesan besar dan akhirnya menjadi satu fase tunggal yang memisah. Bahan pengemulsi
(surfaktan) menstabilkan dengan cara menempati daerah antar muka antar tetesan dan fase eksternal
dan dengan membuat batas fisik disekeliling partikel yang akan brekoalesensi. Surfaktan juga
mengurangi tegangan antar permukaan dari fase dan dengan membuat batas fisik disekeliling partikel
yang akan berkoalesensi. Surfaktan juga mengurangi tegangan antar permukaan dari fase, hingga
meninggalkan proses emulsifikasi selama pencampuran.
Emulsi adalah sediaan berupa campuran yang terdiri dari dua fase cairan dalam sistem
dispersi dimana fase cairan yang s atu terdispersi sangat halus dan merata dalam fase cairan
lainnya, umumnya dimantapkan oleh z at pengemulsi (emulgator). Fase cairan terdi spersi
disebut fase dalam, sedngkan fase cairan pembawanya disebut fase luar. Contoh emulsi alamiah
adalah emulsi buah merah.
Susu merupakan suatu emulsi lemak dalam air yang mengandung beberapa senyawa terlarut.
Agar lemak dan air dalam susu tidak mudah terpisah, maka protein susu bertindak sebagai emulsifier
(zat pengemulsi). Kandungan air di dalam susu sangat tinggi, yaitu sekitar 87,5%, dengan kandungan
gula susu (laktosa) sekitar 5%, protein sekitar 3,5%, dan lemak sekitar 3-4%. Susu juga merupakan
sumber kalsium, fosfor, dan vitamin A yang sangat baik. Mutu protein susu sepadan nilainya dengan
protein daging dan telur, dan terutama angat kaya akan lisin, yaitu salah satu asam amino esensial
yang sangat dibutuhkan tubuh.
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, C Howard. 1989. Kalkulasi Farmasetik. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta.
Anief M. 2000. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek. UGM Press.Yogyakarta.
Anief M. 1987. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek. UGM Press.Yogyakarta
Taba, P., Zakir, M., dan Fauziah, S., 2010, Penuntun Praktikum Kimian Fisika, Universitas
Hasanuddin, Makasar
Bobot Jenis
Tegangan Permukaan
Emulsi