Anda di halaman 1dari 21

PENILAIAN MUTU MAKANAN

LAPORAN HACCP
(HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT)
KUNJUNGAN PABRIK BAKSO

Disusun Oleh :
Almira Febri Jayanti
Fitri Widya Handayani
Rifa Amalia Afnan
Siska Nurkomariah
DIV.B/SMT-5

Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Jakarta II


Jln. Hang Jebat III/F3 Kebayoran Baru Jakarta 12120 Telp. 021.7397641,
7397643 Fax. 021.7397769 E-mail : info@poltekkesjkt2.ac.id
Website : http://poltekkesjkt2.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bakso merupakan salah satu produk olahan daging berbentuk bulat yang
populer di berbagai kalangan di Indonesia. Bakso umumnya dibuat dari campuran
daging sapi dan tepung, tetapi ada juga bakso yang terbuat dari daging ayam atau ikan.
Jenis bakso daging sapi, ayam, dan ikan sekarang mulai banyak di tawarkan dalam bentuk
frozen yang dijual di super market, swalayan dan mall-mall. Dalam penyajiannya bakso
biasa dicampur dengan kuah bening dan mi.
Secara konvensional bakso diolah dengan cara yang kurang hygienis, bahkan
menggunakan bahan baku daging yang tidak segar lagi. Hal ini berakibat pada kurangnya
perlindungan terhadap kesehatan konsumen dan rendahnya kualitas produk. Disamping
itu beberapa pedagang bakso sering menggunakan bahan tambahan pada produknya,
seperti bahan pemutih dan bahan pengawet. Beberapa bahan ini termasuk bahan kimia
yang dilarang penggunaannya dalam produk pangan. Untuk menghindari konsumsi bahan
tambahan yang terlalu banyak, bakso dapat dibuat sendiri di rumah dengan mengurangi
atau menghindari sama sekali penggunaan bahan-bahan tersebut.
Dengan maraknya penggunaan bahan tambahan pangan yang berbahaya dan tidak
diperbolehkan untuk digunakan, maka kami akan melakukan pengamatan terhadap
bahaya yang mengancam dalam proses produksi bakso Home Industry dengan sistem
HACCP di salah satu tempat produksi bakso keliling di daerah Tangerang.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka permasalahan yang muncul
adalah apakah bahaya-bahaya yang mungkin terjadi dalam proses pembuatan
bakso sapi Home Industry di daerah Tangerang?

C. Tujuan
Untuk mengetahui proses pembuatan bakso di Home Industry dan menganalisis
bahaya-bahaya yang mungkin terjadi selama proses produksi hingga distribusi
berlangsung.
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Pengertian HACCP
HACCP adalah suatu sistem control dalam upaya pencegahan terjadinya
masalah yang didasarkan atas identifikasi titik-titik kritis didalam tahap
penangananan dan proses produksi. HACCP merupakan salah satu bentuk
manajemen resiko yang dikembangkan untuk menjamin keamanan pangan
dengan pendekatan pencegahan (preventif) yang dianggap dapat memberikan
jaminan dalam mengahsilkan makanan yang aman bagi konsumen. Kunci utama
HACCP adalah antisipasi bahaya dan identifikasi titik pengawasan yang
mengutamakan kepada tindakan pencegahan dari pada mengandalkan kepada
pengujian produk akhir.Sistem HACCP bukan merupakan sistem jaminan
keamanan pangan yang zero-risk atau tanpa resiko, tetapi dirancang untuk
meminimumkan resiko bahaya keamanan pangan. Sistem HACCP juga dianggap
sebagai alat manajemen yang digunakan untuk memproteksi rantai pasokan
pangan dan proses produksi terhadap kontaminasi bahaya-bahaya mikrobilogis,
kimia dan fisik.
HACCP dapat diterapkan dalam rantai produksi pangan mulai dari produsen
utama bahan baku pangan (pertanian), penanganan, pengolahan, distribusi,
pemasaran hingga sampai kepada pengguna akhir. Keberhasilan dalam penerapan
HACCP membutuhkan tanggung jawab penuh dan keterlibatan manajemen serta
tenaga kerja. Keberhasilan penerapan HACCP juga membutuhkan pendekatan tim,
tim ini harus terdiri dari tenaga ahli yang tepatTujuan dari penerapan HACCP
dalam industri pangan adalah untuk mencegah terjadinya bahaya sehingga dapat
dipakai sebagai jaminan mutu pangan guna memenuhi tuntutan konsumen.HACCP
bersifat sebagai sistem pengendalian mutu sejak bahan baku dipersiapkan sampai
produk akhir diproduksi dan didistribusikan. HACCP juga berfungsi sebagai
promosi perdagangan di era pasar global yang memiliki daya saing kompetitif.

B. Langkah HACCP
HACCP memiliki 7 Prinsip dan 12 langkah yang harus dilakukan pada setiap
melakukan analisis bahaya. 7 prinsip HACCP dalam penerapan sistemnya adalah
sebagai berikut:
 Prinsip 1 : Mengidentifikasi analisis bahaya
Mengidentifikasi potensi bahaya yang berhubungan dengan produksi
pangan pada semua tahapan, mulai dari usaha tani,penanganan, pengolahan
dipabrik dan distribusi, sampai kepada titik produk pangan dikonsumsi.
Penilaian kemungkinan terjadinya bahaya dan menentukan tindakan
pencegahan untuk pengendaliannya.

 Prinsip 2 : Menentukan titik kendali kritis (CCP)


Menentukan titik atau tahap prosedur operasional yang dapat
dikendalikan untuk menghilangkan bahaya atau mengurangi terjadinya
bahaya tersebut (CCP= critical control point). CCP berarti setiap tahapan
didalam produksi pangan dan atau pabrik yang meliputi sejak bahan baku
yang diterima, dan atau diproduksi, panen, diangkut, formulasi, diolah,
disimpan dan lain sebagainya.

 Prinsip 3 : Menetapkan batas kritis


Menetapkan batas kritis yang harus dicapai untuk menjamin bahwa CCP
berada dalam kendali. Batas maximum atau minimum dari setiap CCP agar
menjamin CCP efektif dalam mengendalikan bahaya fisika, kimia, dan biologi.
 Prinsip 4 : Menetapkan sistem pemantauan/pengendalian (Monitoring)
dari CCP
Menetapkan sistem pemantauan/pengendalian (Monitoring) dari CCP
dengan cara pengujian atau pengamatan. Adanya sistem pemantauan ini
memungkinkan seseorang penyelenggara produk makanan atau minuman
untuk memastikan bahwa pelaksanaan sistem HACCP tetap berjalan atau
berhenti. Sistem pemantauan ini memuat tata cara dan langkah langkah
penting dalam menjaga konsistensi hasil sistem HACCP. Selanjutnya sistem
pemantauan ini disebut dengan SOP.

 Prinsip 5 : Menetapkan tindakan perbaikan yang dilaksanakan jika


hasil pemantauan menunjukan bahwa CCP tertentu tidak terkendali
Terjadinya ketidaksesuaian dengan rancangan produksi merupakan hal
yang memungkinkan terjadi di lapangan, maka perlu ada prosedur tindakan
perbaikan. Prosedur tindakan perbaikan ini berisikan langkah-langkah atau
tindakan- tindakan yang harus dilakukan pada saat hasil pemantauan
menunjukan adanya penyimpangan yang tidak terkendali dari hasil yang
diharapkan.

 Prinsip 6 : Menetapkan prosedur verifikasi yang mencakup pengujian


tambahan dan prosedur penyesuaian yang menyatakana bahwa sistem
HACCP berjalan efektif
Setelah prinsip ke – 5 dibuat, selanjutnya perlu dibuat pedoman atau
check list untuk memastikan sistem HACCP berjalan dengan benar

 Prinsip 7 : Mengembangkan dokumentasi mengenai semua prosedur


dan pencatatan yang tepat untuk prinsip – prinsip ini dan
penerapannya.
Setiap penyelenggaraan produk makanan atau minuman harus
mendokumentasikan dan membuat catatatn terhadap segala kejadian yang
berkaitan dengan sistem HACCP.

Sementara 12 langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:


 Langkah 1 : Pembentukan Tim HACCP
Langkah awal yang harus dilakukan dalam penyusunan rencana HACCP
adalah membentuk tim HACCP yang melibatkan semua komponen dalam
industri yang terlibat dalam mengahasilkan produk pangan yang aman. Tim
HACCP sebaiknya terdiri dari individu – individu dengan latas belakang
pendidikan atau disiplin ilmu yang beragam, dan memiliki keahlian spesifik
dari bidang ilmu yang bersangkutan.
Tim HACCP harus memberikan jaminan bahwa pengetahuan dan keahlian
spesifik produk tertentu tersedia untuk mengembangkan rencana HACCP
secara efektif. Pembentukan tim dari berbagai divisi unit usaha atau disiplin
yang mempunyai kekhususan ilmu pengetahuan dan keahlian yang tepat
untuk produk. Apabila yang keahlian yang demikian tidak tersedia ditempat,
tenaga ahli disarankan dapat diperoleh dari sumber lain.

 Tahap 2 : Deskripsi Produk


Tim HACCP yang telah dibentuk kemudian menyusun deskripsi atau
uraian dari produk pangan yang akan disusun rencana HACCPnya. Deskripsi
produk yang dilakukan berupa keterangan lengkap mengenai produk,
termasuk jenis produk, komposisi, formulasi, proses pengolahan, daya
simpan, cara distribusi, serta keterangan lain yang berkaitan dengan produk.
Semua informasi tersebut diperlukan tim HACCP untuk melakukan evaluasi
secara luas dan komprehensif.
Menurut codex alimentarius, uraian lengkap dari produk ini berhubungan
dengan prioritas produk akhir. Uraian produk akan menjelaskan :
- Karakteristik umum ( komposisi, volume, struktur, dst)
- Struktur fisikokimia (ph aktivitas air, jumlah dan jenis kurator, atmosfir
termodifikasi)
- Bahan pengemas dan carapengemasan
- Kondisi penyimpanan,informasi tentang fungsi pelabelan ,instruksi unuk
pengawetan(suhu, batas umur simpan) dan penggunaannya
- Kondisi distribusi
- Kondisi penggunaan oleh konsumen
-
 Tahap 3 : identifikasi penggunaan yang dijutu
Peruntukan penggunaan harus didasarkan kepada kegunaan yang
diharapkan dari produk oleh pengguna akhir atau konsumen .tujuan
pengunaan ini harus didasarkan pada manfaat yang diharapkan dari produk
oleh pengguna akhir atau konsumen. Pengelompokan konsumen penting
dilakukan untuk melakukan tingkan resiko dari setiap produk.
Tujuan penggunaan ini dimaksudkan untuk memberi informasi apakah
produk tersebut dapat didistribusikan kepada semua populasi atau hanya
populasi khusus yang sensitif (balita, manula, orang sakit, dll) sedangkan cara
menangani dan mengkonsumsi prosuk juga penting untuk selalu memberi
perhatian, misalnya prosuk siap santap memerlukan perhatian khusus untuk
mencegah terjadinya kontaminasi.

 Tahap 4 : Penyusunan diagram alir proses


Penyusunan diagram alir proses pembuatan produk dilakukan dengan
mencatat seluruh proses sejak diterimanya bahan baku sampai dengna
dihasilkannya produk jadi untuk disimpan. Ada beberapa jenis produk ,
terkadang disusun diagram alir proses sampai dengan cara pendistribusian
produk tersebut. Hal tersebut tentu saja akan memperbesar pekerjaan
pelaksaan HACCP, akan tetapi pada prosuk-produk yang mungkin mengalami
abuse (suhu dan sbg) selama distribusi, maka tindakan pencegahan ini
menjadi amat penting. Diagram alir proses disusun dengan tujuan untuk
menggambarkan keseluruhan proses produksi. Diagram alir proses ini selain
bermanfaat untuk membentu tim HACCP dalam melaksanakan kerjaannya,
dapat jugaberfungsi sebagai pedoman bagi orang atau lembaga lain dan
mengerti proses dan perifikasinya.

 Tahap 5 : Verifikasi Diagram Alir Proses


Agar diagram alir proses yang dibuat lebih lengkap dan sesuai dengan
pelaksanaan di lapangan, maka tim HACCP harus meninjau operasinya untuk
menguji dan membuktikan ketepatan serta kesempuranaan diagram alir
prosestersebut. Bila ternyata diagram alir proses tersebut tidak tepat atau
kurang sempurna, maka harus dilakukan modifikasi. Diagram alir proses yang
telah dibuat dan diverifikasi harus didokumentasikan.

 Tahap 6 : Daftar Semua Potensi Bahaya, Analisa Bahaya, dan


Kembangkan Tindakan Pencegahan
Setelah lima tahap pendahuluan terpenuhi, tim HACCP mlakukan analisa
bahaya dan mengidentifikasi bahaya serta cara-cara pencegahan untuk
mengendalikannya. Analisa bahaya amat penting untuk dilakukan terhadap
bahan baku, komposisi, setiap tahapan proses produksi, penyimpanan produk,
dan distribusi hingga tahap penggunaan oleh konsumen. Tujuan analisis
bahaya adalah untuk mengenali bahaya-bahaya apa saja yang mungkin terjadi
dalam suatu proses pengolahan sejak awal hingga ke tangan konsumen.
Analisa bahaya terdiri dari tiga tahap yaitu, identifikasi bahaya,
penetapan tindakan pencegahan (preventive measure), dan penentuan
kategori resiko atau signifikansi suatu bahaya. Dengan demikian, perlu
dipersiapkan daftar bahan mentah dan ingredient yang digunakan dalam
proses, diagram alir proses yang telah diverifikasi, serta deskripsi dan
penggunaan produk yang mencakup kelompok konsumen beserta cara
konsumsinya, cara penyimpanan, dan lain sebagainya. Bahaya (hazard) adalah
suatu kemungkinan terjadinya masalah atau resiko secara fisik, kimia dan
biologi dalam suatu produk pangan yang dapat menyebabakan gangguan
kesehatan pada manusia. Bahaya-bahaya tersebut dapat dikategorikan ke
dalam enam kategori bahaya, yaitu bahaya A sampai F.
Analisa bahaya adalah salah satu hal yang sangat penting dalam
penyusunan suatu rencana HACCP. Untuk menetapkan rencana dalam rangka
mencegah bahaya keamanan pangan, maka bahaya yang signifikan atau
beresiko tinggi dan tindakan pencegahan harus diidentifikasi. Hanya bahaya
yang signifikan atau yang memiliki resiko tinggi yang perlu dipertimbangkan
dalam penetapan critical control point.

 Tahap 7 : Penetapan Critical Control Point (Prinsip 2)


CCP atau Titik Kendali Kritis didefinisikan sebagai suatu titik, langkah
atau prosedur dimana pengendalian dapat diterapkan dan bahaya keamanan
pangan dapat dicegah, dihilangkan atau diturunkan sampai ke batas yang
dapat diterima. Pada setiap bahaya yang telah diidentifikasi dalam proses
sebelumnya, maka dapat ditentukan satu atau beberapa CCP dimana suatu
bahaya dapat dikendalikan. Masing-masing titik penerapan tindakan
pencegahan yang telah ditetapkan diuji dengan menggunakan metode CCP
decision free untuk menentukan CCP. Decision Free ini berisi urutan
pertanyaan mengenai bahaya yang mungkin muncul dalam suatu langkah
proses, dan dapat juga diaplikasikan pada bahan baku untuk mengidentifikasi
bahan baku yang sensitif terhadap bahaya atau untuk menghindari
kontaminasi silang. Suatu CCP dapat digunakan untuk mengendalikan satu
atau beberapa bahaya, misalnya suatu CCP secara bersama-sama dapat
dikendalikan untuk mengurangi bahaya fisik dan mikrobiologi.
Penentuan CCP dilandaskan pada penilaian tingkat keseriusan dan
kecenderungan kemunculan potensi bahaya serta hal-hal yang dapat
dilakukan untuk menghilangkan, mencegah atau mengurangi potensi bahaya
pada suatu tahap pengolahan. Pemilihan CCP dibuat berdasarkan pada:
- Potensi bahaya yang teridentifikasi dan kecenderungan kemunculannya
dalam hubungannya dengan hal-hal yang dapat menimbulkan
kontaminasi yang tidak dapat diterima.
- Operasi dimana produk tersebut terpengaruh selama pengolahan,
persiapan, dan sebagainya.
- Tujuan penggunaan produk.

 Tahap 8 : Penetapan Critical Limit (Prinsip 3)


Critical limit (CL) atau batas kritis adalah suatu kriteria yang harus
dipenuhi untuk setiap tindakan pencegahan yang ditujukan untuk
menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai batas aman. Batas ini akan
memisahkan antara “yang diterima” dan “yang ditolak”, berupa kisaran
toleransi pada setiap CCP.
Untuk menetapkan CL maka pertanyaan yang harus dijawab adalah :
apakah komponen kritis yang berhubungan dengan CCP? Suatu CCP mungkin
memiliki berbagai komponen yang harus dikendalikan untuk menjamin
keamanan produk. Secara umum batas kritis dapat digolongkan ke dalam
batas fisik (suhu, waktu), batas kimia (pH, kadar gara,). Penggunaan batas
mikrobiologi (jumlah mikroba dan sebagainya) sebaiknya dihindari karena
memerlukan waktu untuk mengukurnya, kecuali jika terdapat uji cepat untuk
pengukuran tersebut.

 Tahap 9 : Prosedur Pemantauan CCP (prinsip 4)


Kegiatan pemantauan (monitoring) adalah pengujian dan pengamatan
terencana dan terjadwal terhadap efektifitas proses mengendalikan CCP dan
CL untuk menjamin bahwa CL tersebut menjamin keamanan produk. CCP dan
CL dipantau oleh personel yang terampil serta dengan frekuensi yang
ditentukan berdasarkan berbagai pertimbangan, misalnya kepraktisan.
Pemantauan adapat berupa pengamatan (observasi) yang direkam dalam
suatu checklist ataupun merupakan sautu pengukuran yang direkam ke dalam
suatu datasheet. Pada tahap ini, tim HACCP perlu memperhatikan mengenai
cara pemantauan, waktu dan frekuensi, serta hal apa saja yang perlu dipantau
dan orang yang melakukan pemantauan.
Monitoring atau pengendalian dalam konsep HACCP adalah tindakan dari
pengujian atau observasi yang dicatat oleh unit usaha untuk melaporkan
keadaan CCP. Kegiatan ini untuk menjamin bahwa batas kritis tidak
terlampaui. Untuk menyusun prosedur monitoring, pertanyaan-pertanyaan
siapa, apa, dimana, mengapa, bagaimana, dan kapan harus terjawab yakni apa
yang harus dievaluasi, dengan metode apa, siapa yang melakukan, jumlah dan
frekuensi yang ditetapkan.
Monitoring batas kritis ditujukan untuk memerisa apakah prosedur
pengolahan atau penanganan pada CCP terkendali, efektif, dan terencana
untuk mempertahankan keamanan produk. Monitoring dapat dilakukan
dengan cara observasi atau dengan pengukuran pada contoh yang diambil
berdasarkan statistic pengambilan contoh. Ada 5 cara monitoring:
- Observasi visual
- Evaluasi sensori
- Pengujian fisik
- Pengujian Kimia
- Pengujian Mikrbiologi

 Tahap 10 : Penetapan Tindakan Koreksi (Prinsip 5)


Tindakan koreksi adalah prosedur-prosedur yang harus dilaksananakn
ketika kesalahan serius atau kritis ditemukan atau batas kritis terlampaui.
Apabila terjadi kegagalan dalam pengawasan CCP, maka tindakan koreksi
harus segera dilaksanankan. Tindakan koreksi harus mengurangi atau
mengeliminasi potensi bahaya dan resiko yang terjadi ketika batas kritis
terlampaui pada CCP dan menjamin bahwa disposisi produk yang tidak
memenuhi tidak mengakibatkan potensi bahaya yang baru. Setiap tindaan
koreksi yang dilaksanakan harus didokumentasi untuk tujuan modifikasi
suatu proses atau pengemban lainnya.
Tindakan koreksi yang spesifik harus dikembangkan untuk setiap CCP di
dalam sistem HACCP supaya dapat mengatasi penyimpanga jika terjadi.
Tindakan harus menjamin bahwa CCP telah berada dibawah pengendalian.
Tindakan yang diambil juga harus mencakup penempatan yang dapat
mempengaruhi produk yang rusak. Prosedur adanya penyimpangan dan
pengaturan produk harus didokumentasikan dalam record keeping HACCP

 Tahap 11 : Verifikasi Program HACCP (Prinsip 6)


Verifikasi adalah metode, prosedur dan uji yang digunakan untuk
menentukan bahwa sistem HACCP telah sesuai dengan rencana HACCP yang
ditetapkan. Dengan verifikasi maka diharapkan bahwa kesesuaian program
HACCP dapat diperiksa dan efektifitas pelaksanaan HACCP dapat dijamin.
Beberpa kegiatan verifikasi misalnya:
- Penetapan jadwal inspeksi verifikasi yang tepat
- Pemeriksaan kembali rencana HACCP
- Pemeriksaan catatan CCP
- Pemeriksaan catatan penyimpangan dan disposisi inspeksi visual
terhadap kegitan untuk mengamati jika CCP tidak terkendalikan
- Pengambilan contoh secara acak
- Catatan tertulis mengenai inspeksi verifikasi yang menentukan
kesesuaian dengan rencana HACCP, atau penyimpangan dari rencana dan
tindakan koreksi yang dilakukan.
Verifikasi harus dilakukan secara rutin dan tidak terduga untuk menjamin
bahwa CCP yang ditetapkan masih dapat dikendalikan. Verifikasi juga
dilakukan jika ada informasi baru mengenai keamanan pangan atau jika
terjadi keracunan makanan oleh produk tersebut.
 Tahap 12 : Perekaman Data atau Dokumentasi (Prinsip 7)
Dokumentasi program HACCP meliputi pendataan tertulis seluruh
program HACCP sehingga program tersebut dapat diperiksa ulang dan
dipertahankan selama periode waktu tertentu. Dokumentasi mencakup semua
catatan mengenai CCP, CL, rekaman pemantauan CL, tindakan kooreksi yang
dilakuakn terhadap penyimpangan, catatan tentang verifikasi dan sebagainya.
Oleh karena itu dokumen ini dapat ditunjukkan kepada inspektur pengawas
makanan jika dilakukan audit eksternal dan dapat juga digunakan oleh
operator.Tahap ini merupakan tahap akhir dari langkah-langkah penerapan
HACCP, yang mempunyai fungsi:
- Mendokumentasikan bahwa critical limit pada CCP telah terpenuhi
- Jika batas limit terlampaui, dengan dokumen ini dapat mencatat apakah
kesalahan dapat diatasi atau tidak
- Record keeping dapat menjamin pelacakan produk dari awal hingga akhir.
Tujuan dari penyimpanan catatan dan dokumentasi ini adalah untuk:
- Bukti keamanan produk berkaitan dengan prosedur dan proses yang ada
- Jaminan pemenuhan peraturan
- Kemudahan pelacakan produk dan peninjauan pencatatan
- Rekaman pada pengukuran-pengukuran
- Merupakan sumber tinjauan data yang diperlukan bila ada audit.
Dokumen-dokumen ini harus terus diperbaharui dan ada di setiap
tempat yang memerlukan. Sistem pendokumentasian ini juga harus
menjelaskan bagaimana orang-orang yang ada di pabrik dilatih untuk
menerapkan rencana HACCP dan arus memasukkan bahan-bahan yang
digunakan dalam pelatihan pekerja.

C. Keuntungan dan Kerugian HACCP


Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari suatu industri pangan
dengan penerapan HACCP antara lain:
 Meningkatkan keamanan pangan pada produk makanan yang dihasilkan
 Meningkatkan kepuasan konsumen sehingga keluhan konsumen akan
berkurang
 Memperbaiki fungsi pengendalian
 Mengubah pendekatan pengujian akhir yang bersifat retrospektif kepada
pendekatan jaminan mutu yang bersifat preventif dan mengurangi limbah
dan kerusakan produk atau waste.
 Mencegah terjadinya bahaya sebelum mencapai konsumen
 Meminimalisir resiko kesehatan yang berkaitan dengan konsumsi makanan
 Meningkatkan kepercayaan akan keamanan makanan olahan sehingga
secara tidak langsung mempromosikan perdagangan dan stabilitas usaha
makanan.

Beberapa kerugian dari HACCP adalah tidak cocok bila diaplikasikan untuk
bahaya atau proses yang hanya sedikit diketahui, tidak melakukan kuantifikasi
(perhtiungan) memprioritaskan resiko dan tidak melakukan kuantifikasi dampak
dari tambahan kontrol terhadap penurunan resiko.

D. Standar SNI
Salah satu alat manajemen mutu yang dapat digunakan adalah HACCP yang
telah banyak dilakukan di berbagai negara dan telah menjadi salah satu alat
pengawasan yang berdasarkan prinsip pencegahan. Konsep ini telah banyak
diterapkan pada industri pangan. Konsep ini berdasarkan atas kesadaran dan
pengertian bahwa bahaya akan timbul pada berbagai titi atau tahapan produksi,
namun upaya pengendalian dapat dilakukan untuk mengontrol bahaya tersebut.
Melalu Badan Standarisasi Nasional (BSN) pemeerintah Indonesia juga telah
mengadaptasi konsep HACCP menjadi SNI 01-4852-9298 beserta pedoman
penerapannya untuk diaplikasikan pada berbagai industri pangan di Indonesia.
Menurut SNI 01-4852-9298, HACCP adalah piranti untuk menilai bahaya dan
menetapkan sistem pengendalian yang memfoskuskan pada pencegahan daripada
mengandalkan sebagian besar pengujian produk akhir (end Product Testing) atau
suatu sistem pencegahan untuk keamanan pangan. HACCP dapat diterapkan pada
seluruh rantai pangan dari produk primer sampai pada konsumsi akhir dan
penerapannya harus dipandu oleh bukti secara ilmiah terhadap resiko kesehatan
manusia. Sistem HACCP bukan merupakan suatu jaminan keamanan pangan yang
tanpa resiko tetapi dirancang untuk meminimumkan resiko bahaya keamanan
pangan.

E. Bahan-Bahan
1. Daging Sapi
Menurut FDA Daging adalah urat daging (otot) yang telah dikuliti dengan
baik, berasal dari sapi, babi, domba, kambing, yang telah cukup dewasa dan
sehat pada penyembelihan, terdiri dari otot-otot pada rangka, lidah,
diafragma, jantung, dan esofagus, tetapi tidak termasuk otot-otot pada bibir,
hidung atau moncong, dan telinga. Syarat umum daging yang sehat adalah :
a. bersih atau terang, f. daging yang sudah ditiriskan
b. berwarna merah segar, tidak berdarah,
c. lapisan luar kering, g. aroma bau tidak amis dan
d. berasal dari rumah tidak bau asam,
potong hewan, h. daging masih elastis dan tidak
e. ada cap pemeriksaan kaku,
dari pemerintah i. bila ditekan tidak banyak
setempat, mengeluarkanCairan.

2. Tepung Sagu

Sagu adalah tepung atauolahan yang diperoleh dari pemrosesan teras


batang rumbia atau "pohonsagu" (Metroxylonsagu Rottb.). Tepung sagu
memiliki karakteristik fisik yang mirip dengan tepung tapioka. Dalam resep
masakan, tepung sagu yang relati sulit diperoleh sering diganti dengan tepung
tapioka sehingga namanya sering kali dipertukarkan, meskipun kedua tepung
ini berbeda.
Sagu merupakan makanan pokok bagi masyarakat di Maluku dan Papua
yang tinggal di pesisir. Sagu dimakan dalam bentuk papeda, semacam bubur,
atau dalam olahan lain. Sagu sendiri dijual sebagai tepung curah maupun yang
dipadatkan dan dikemas dengan daun pisang. Selain itu, saat ini sagu juga
diolah menja di mie.
Sebagai sumber karbohidrat, sagu memiliki keunikan karena
diproduksi di daerah rawa-rawa (habitat alamirumbia). Kondisi ini memiliki
keuntungan ekologis tersendiri, walaupun secara ekonomis kurang
menguntungkan (menyulitkan distribusi).

3. Es Batu
Es batu merupakan air yang dibekukan, yang didinginkan di bawah 0 °C.
Es batu digunakan sebagai pelengkap minuman. Studi di beberapa negara
menunjukkan bahwa es batu yang digunakan dalam makanan dan minuman
yang dibuat pabrik es mengandung Escherichia coli, dan bakteri coliform.
Kehadiran kuman-kuman tersebut disebabkan rendahnya kualitas sumber air
atau kurangnya higiene dalam pembuatan dan pengelolaan (Anonim-2, 2005).
Es digunakan sebagai salah satu metode atau cara pengawetan bahan-
bahan makanan, daging, ikan, makanan dalam kaleng, serta digunakan untuk
pendingin minuman. Es yang digunakan dalam pengawetan atau pendinginan
selain es batu adalah es balok. Apabila dari bahan baku es tersebut
mengandung bakteri, dikhawatirkan akan mencemarkan bahan makanan yang
akan berdampak buruk bagi kesehatan. Es balok pada pasar-pasar tradisional
sering digunakan dalam mengawetkan ikan, daging, bahan baku makanan,
bahkan tedapat es balok yang langsung digunakan sebagai pendingin
minuman (Anonim, 2008)

4. Bawang Goreng
Bawang goreng merupakan salah satu bentuk olahan dari bawang merah
yang dapat meningkatkan dan memberikan nilai tambah, serta
memperpanjang daya simpan produk tersebut. Selain itu, produk olahan
bawang merah juga sebagai salah satu produk tambahan bagi industri mie
instan. Jika dilihat dari kandungan gizinya, bawang merah memiliki
kandungan gizi yang baik bagi kesehatan manusia dan memiliki nilai ekonomi
yang tinggi. Sayuran rempah ini memiliki peranan penting bagi masyarakat
Indonesia, terutama sebagai pelengkap bumbu masakan guna menambah cita
rasa dan kenikmatan makanan.

5. Garam
Garam adalah senyawa ionikyang terdiri dari ion positif (kation) dan
ionnegatif (anion), sehingga membentuk senyawa netral (tanpa bermuatan).
Garamterbentuk dari hasil reaksi asamdan basa.

6. Penyedap Rasa
Penyedap makanan berfungsi untuk menguatkan rasa. Penggunaan
penyedap bertujuan untuk : Meningkatkan citarasa makanan, Mengembalikan
citarasa makanan yang mungkin hilang waktu pengolahan, Memberikan
citarasa tertentu pada makanan yang tidak mempunyainya.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup
1. Tempat
Pelaksanaan pengamatan HACCP bakso dilakukan di Home Industry
kediaman Bapak Agus. Pengamatan dilakukan didua tempat yaitu pasar
tradisional dan ruang pengolahan.

2. Waktu
Pengamatan dan penerapan HACCP dilakukan pada hari minggu, 22
November 2015

B. Jenis Data
1. Data Primer
Diperoleh dari pencatatan hasil pengamatan yang dilakukan oleh tim
terhadap proses produksi bakso.

2. Data Sekunder
Diperoleh melalui wawancara langsung kepada Bapak Agus (Produsen)
pada setiap proses penyelenggaraan makanan, yang terdiri dari proses
penerimaan, persiapan, dan penyimpanan, pengolahan, dan pendistribusian
makanan.

C. Cara Pengumpulan Data


Data dikumpulkan melalui cara pengamatan dan wawancara secara langsung
kepada produsen
BAB IV
HASIL PENGAMATAN

A. Profil Umum Perusahaan


1. Kondisi Umum
Tempat pembuatan bakso yang kami kunjungi termasuk kedalam industri
rumah tangga atau Home Industry. Pemiliknya bernama bapak AGUS yang
mulai merintis usaha ini sejak tahun 2003. Awalnya, Bapak Agus bekerja di
pabrik tempat pembuatan bakso selama kurang lebih satu tahun, namun
karena suatu alasan tertentu ia memutuskan untuk berhenti dan mendirikan
usaha bakso sendiri.
Usaha bakso yang dijalankan oleh Bapak Agus bukanlah usaha skala
besar. Ia tidak mempunyai toko dan cabang-cabang yang tersebar. Bapak Agus
hanya memiliki satu gerobak pribadi yang digunakannya untuk berjualan
bakso keliling. Namun dari hasil jualan kelilingnya, ia bisa menjual sekitar 150
porsi dengan keuntungan sekitar Rp 600.000 per hari.

2. Lokasi dan Tata Letak Perusahaan


Bapak Agus melakukan proses pembuatan bakso di kontrakan pribadinya,
yaitu Jl. Anoa Raya No 33, Tangerang. Tempat ia berbelanja bahan makanan
segar pun dekat dengan rumah, yaitu Pasar Tradisional Malabar yang berjarak
sekitar 3 km dari rumahnya. Untuk proses persiapan dan pengolahan
dilakukan di teras kontrakan. Sedangkan tempat penyimpanan bahan
makanan sisa, diletakkan di kulkas dan rak bahan makanan yang dijadikan
satu dengan keperluan pribadi rumah tangga.
Untuk rute jualan kelilingnya ia berjalan sekitar 30 km perhari dan
melewati pemukiman yang padat penduduk sehingga membuka peluangnya
untuk mendapatkan konsumen lebih banyak. Ia pun sudah memiliki beberapa
langganan tetap dan dapat menerima pesanan dalam jumlah besar.

3. Ketenagakerjaan
Untuk ketenagakerjaan dalam pembuatan bakso ini, Bapak Agus hanya
bekerja sendiri dan untuk proses persiapan dibantu oleh istrinya. Bapak Agus
mulai berangkat ke pasar antara jam 3 hingga jam 4 pagi. Ia berbelanja bahan
segar, seperti daging sapi, tahu, dan sayuran. Lalu sekitar jam setengah 5 pagi,
ia sudah mulai mengolah baksonya hingga pukul 6 pagi dan ia mulai berjualan
keliling sekitar pukul 8 pagi hingga 5 sore.

B. Proses Pembuatan Bakso


a. Bahan-Bahan
- Daging sapi
- Tepung sagu
- Es Batu
- Bawang goreng
- Garam
- Lada bubuk
- Penyedap Rasa
- Air

b. Prosedur
1. Pilih daging sapi yang masih segar, giling hingga halus bersama garam, lada
bubuk, bawang goreng, dan penyedap rasa.
2. Tambahkan tepung sagu dan es batu
3. Giling daging hingga halus dan tercampur rata.
4. Panaskan air hingga mendidih, jika sudah mendidih matikan apinya.
5. Ambil adonan bakso dan bentuk sesuai selera (bulat atau gepeng)
menggunakan sendok.
6. Celupkan adonan bakso yang sudah jadi ke dalam air rebusan, lakukan
sampai habis.
7. Adonan yang sudah matang, akan berubah warna menjadi keabu-abuan
dan mengapung.
8. Nyalakan kembali apa dan masukkan bakso kedalam kuah yang telah
dibuat.

C. Diagram Alir Proses PembuatanBakso

Pembelian Bahan Baku


(Daging sapi, tepung sagu,
bawang goreng, es batu)

Pembuatan Bakso
Pembuatan Mixing :Daging sapi, tepung Persiapan Komponen
Kuah sagu, es batu, bawang goreng, Pendukung (mi basah,
garam, lada, penyedap rasa soun, sayur, sambal, tahu)

Pembentukan

Perebusan

Distribusi
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Produk

Bakso atau baso adalah jenis bola daging yang lazim ditemukan pada
masakan Indonesia. Bakso umumnya dibuat dari campurandaging sapi giling
dan tepung tapioka, akan tetapi ada juga bakso yang terbuat
dari daging ayam, ikan, atau udang bahkan dagingkerbau. Dalam penyajiannya,
bakso umumnya disajikan panas-panas dengan kuah kaldu sapi bening,
dicampur mi, bihun, taoge, tahu, terkadang telur dan ditaburi bawang goreng dan
seledri. Bakso sangat populer dan dapat ditemukan di seluruh Indonesia; dari
gerobak pedagang kaki lima hingga restoran besar. Berbagai jenis bakso sekarang
banyak ditawarkan dalam bentuk makanan beku yang dijual dipasar
swalayan ataupun mal-mal. Irisan bakso dapat juga dijadikan pelengkap jenis
makanan lain seperti mi goreng, nasi goreng, atau cap cai.

No Bahan Makanan Spesifikasi


1 Daging sapi Sapi muda, daging berwarna merah segar, aroma
tidak bau amis, sudah dibersihkan dari darah,
bagian luar kering, bila ditekan tidak banyak air.
2 Tepung sagu Tepung berwarna putih, tekstur halus tidak
menggumpal.
3 Es Batu Terbuat dari air matang, jernih, tidak berasa, tidak
berwarna, suhu penyimpanan dibawah 0oC,
terbungkus dengan plastic
4 Bawang Goreng Terbuat dari bawang merah, hasil akhir tidak
gosong, proses penggorengan deep frying.
5 Garam Garam ini bermerek Garam Meja dengan berat 100
gram. Berwarna putih dan halus
6 Lada bubuk merica tua yang dikeringkan dan dikupas kulitnya,
lalu ditumbu khalus, berwarna putih agak keabu-
abuan.
7 Penyedap Rasa Dalam bentuk kemasan, kemasan dalam kondisi
baik
8. Air Air tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa
B. Pelaksanaan Kegiatan HACCP
Untuk dapat menentukan bahaya (hazard) dan titik kendali kritis (CCP)
dipertukan pengamatan di setiap tahap sesuai dengan alur pembuatan bakso,
pengamatan yang dilakukan meliputi:

1. Penerimaan Bahan Makanan


Pada proses penerimaan bahan makanan perlu diperhatikan kualitas
dan kuantitas bahan makanan yang diterirna sesuai dengan spesifikasi yang
telah ditetapkan. Saat penerimaan bahan makanan dapat digolongkan dalam CCP
yaitu pengendalian yang dapat diterapkan untuk menghilangkan bahaya
(hazard) dalam bahan makanan yang akan digunakan pada pembuatan bakso
dengan pengontrolan titik kritis pada bahan makanan.

Dari hasil pengamatan kami, pada proses penerimaan bahan makanan,


semua yang sudah dipesan dan dibeli sesuai dengan spesiflkasi bahan makanan
yang diinginkan oleh penjual bakso. Bahan rnakanan yang diterima diantarnyaa
adalah daging sapi, tepung sagu, garam, penyedap rasa, bawang goreng, air.
Semua bahan yang diterima dalarn kondisi yang baik dan sesuai dengan
spesifikasi bahannya. Namun untuk es batu, Bapak Agus langsung
mendapatkannya di tempat penggilingan daging, sehingga es batu yang
digunakan tidak sesuai spesifikasi.

2. Penyimpanan Bahan Makanan


Penyimpanan bahan makanan merupakan CCP2 yaitu pengendalian
yang dapat dilakukan untuk meminimalkan biaya. Namun berdasarkan hasil
pengamatan,penjual bakso ini tidak menyimpan bahan makanan segar maupun
kering, dikarenakan penjual tersebut hanya membeli untuk 1 kali proses
distribusi.

3. Persiapan Bahan Makanan


Proses persiapan bahan makanan merupakan CCP 1 Karena pada
proses ini kotoran dan bahaya dan bahan makanan dapat dihilangkan. Pada
tahap persiapan meliputi pengukuran bahan makanan yang akan diolah sesuai
dengan ukuran yang telah disepakati sebelumnya. Bahan maknanan yang
digunakan melalui proses pencucian terlebih dahulu seblum dihomogenkan.
Tidak ada persiapan khusus karena semua bahan makanan di jadikan satu untuk
di blender sehingga menjadi adonan bakso.
4. Pengolahan Bahan Makanan.
Pengolahan bahan makanan ini merupakan CCP 1 dimana bahaya
biologi dapat dihilangkan karena proses pemanasan. Suhu pemanasan yang tepat
dapat membunuh spora dan bakteri yang terdapat pada bahan makanan
tersebut. Suhu pada proses perebusan baksodaging adalah >100°C. jadi dapat
dikatakan dari proses perebusan ini bakso sudah dapat dikonsumsi.

5. Pemorsian makanan
Pemorsian makanan merupakan proses persiapan pembagian makanan
sesuai dengan kebutuhan penjualan. Pemorsian bakso terdapat 4 buah bakso
dalam 1 mangkok, dengan ukuran sedang bakso daging.

6. Penyimpanan Makanan Matang dan Pendistribusian


Makanan matang seharusnya disimpan sesuai dengan suhu makanan
tersebut untuk meminimalkan pertumbuhan mikroba. Penyimpanan makanan
matang merupakan CCP 2 karena dapat meminimalkan bahaya yang ada pada
makanan matang. Bakso yang sudah jadi diletakan didalam gerobak jualan yang
dimana sudah beralaskan alumunium. Proses disdtribusi dengan cara berkeliling
di daerah tersebut. Pemorsian dilakukan jika ada yang membeli bakso tersebut.

C. Pembahasan

Pengamatan HACCP pada prõduk di1akukan mulai dan penyimpanan, persiapan,


pengo1ahan, pengemasan sampai proses distribusí. Untuk tahap penerimaan bahan
makanan penjual membeli langsung kepasar dengan spesifikasi seperti biasanya. Pada
tahap penerimaan barang ia membeli daging segar dan langsung melakukan
penggilingan di tempat penggilingan daging di pasar. Kondisi tempat penggilingan
daging terlihat kotor dan tidak hygienis. petugas penggiling daging hanya penggunakan
alas kaki, namun APD lain tidak dipergunakan(masker, tutup kepala, sarung tangan).

Untuk penyimpanan penjual ini tidak ada bahan makanan yang disimpan
terlebih dahulu, dikarenakan dia hanya membeli bahan makanan untuk 1 kali penjualan
saja . Pada tahap persiapan bahan yang digunakan dicuci terlebih dahulu, kecuali daging
karena daging setelah dibeli langsung digiling di tempat penggilingan daging di pasar.
Saat pengolahan daging dibentuk bulat” dan kemudian direbus dengan air panas sampai
bakso tersebut mengambang, kemudian diangkat.untuk distribusi produk penjual
melakukannya dengan cara berkeliling dengan menggunakan gerobak.

Pada proses pengolahan, penjamah tidak mencuci tangan, tidak menggunakan


masker, tidak menggunakan topi/penutup rambut, alat-alat yang digunakan dicuci
sebelum penggunaan seperti dandang, sendok, pisau, dll.

Anda mungkin juga menyukai