Anda di halaman 1dari 6

SI-5141 KEBIJAKAN DAN PERENCANAAN TRANSPORTASI

CONGESTION PRICING

Dosen :

Ir. Idwan Santoso, M.Sc., DIC., Ph.D

Oleh :

Ririn Shabrina Faradhillah B

25017076

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2017
Congestion pricing atau congestion charges adalah suatu sistem penarapan biaya tambahan
yang dibebankan kepada pengguna fasilitas publik dikarenakan terjadinya kelebihan
permintaan. Bentuk congestion pricing bisa berbeda-beda bentuknya, misalnya kenaikan harga
pada jam puncak pada penggunaan angkutan umum, penggunaan listrik, telepon, dan
sebagainya. Strategi pembebanan biaya tambahan ini bertujuan dapat mengatur permintaan
(demand), sehingga memungkinkan terjadinya pengendalian kemacetan tanpa menambahkan
pasokan. Salah satu bentuk congestion pricing yang diterapkan untuk mengurangi kemacetan
di jalan raya adalah road pricing.

Kemacetan adalah suatu situasi atau keadaan tersendatnya atau bahkan terhentinya lalu lintas
yang disebabkan oleh banyaknya jumlah kendaraan melebihi kapasitas jalan. Kemacetan
banyak terjadi di kota-kota besar, terutama di daerah yang tidak mempunyai transportasi
publik yang baik atau memadai. Selain itu, kemacetan juga sering terjadi di kota-kota yang
kebutuhan jalan dengan kepadatan penduduknya tidak seimbang. Kemacetan lalu lintas dapat
memberikan dampat negatif yang cukup besar, seperti kerugian waktu, pemborosan energi,
keausan kendaraan yang lebih tinggi, meningkatkan polusi udara, meningkatkan stres
pengguna jalan, dan juga mengganggu kelancaran kendaraan darurat seperti ambulans,
pemadam kebakaran dalam menjalankan tugasnya. Salah satu cara yang bisa diterapkan dalam
usaha mengurangi kemacetan adalah road pricing. Road pricing adalah pungutan yang
diberlakukan kepada pengguna jalan yang memasuki suatu koridor atau kawasan yang
dilakukan untuk membatasi jumlah kendaraan yang melewati koridor atau kawasan tersebut,
sehingga terjadi peningkatan kinerja lalu lintas dan peningkatan pelayanan angkutun umum.

Kebijakan road pricing untuk jalan perkotaan sampai saat ini belum banyak diterapkan, namun
yang paling terkenal saat ini adalah sistem ERP (Electronic Road Pricing) di Singapura.
Singapura merupakan salah satu negara pertama yang menerapkan sistem road pricing. Sistem
ini diawali pada tanggal 2 Juni 1975 dengan Area Licencing Scheme (ALS) yang pada awalnya
merupakan suatu sistem dimana kendaraan yang masuk kawasan ALS diwajibkan
berpenumpang 4 atau lebih dimana kalau kurang dari itu pengendaran wajib membayar 3 SGD
untuk setiap kali masuk pada jam pembatasan lalu lintas diterapkan, atau 60 SGD untuk satu
bulan. Sistem ini kemudian berubah menjadi Electronic Road Prizing (ERP) pada tahun 1998.
Proses pembayaran tagihan dari sistem ini dilakukan secara elektronik. Pembayaran secara
elektronik ini dapat memudahkan proses pembayaran dan memungkinkan diterapkan tarif
yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi kemacetan lalu lintas. Dengan adanya penerapan
ERP di Singapura ini membuat warga Singapura memilih menggunakan transportasi massal
untuk melakukan aktivitas sehari-hari sehinga sangat efektif untuk mengurangi kemacetan.
Hingga saat ini sudah tercatat ada sekitar 80 ruas jalan di Singapura yang menggunakan sistem
ERP.
Gambar 1 Gerbang ERP di North Bridge Road, Singapura

Ada 3 komponen utama dalam sistem jalan berbayar, yaitu In-vehicle Unit (IU) dengan kartu
deposit, gerbang ERP, dan pusat sistem komputer. Setiap kendaraan di Singapura harus
menggunakan in-vehicle unit yang dipasang di kaca depan bagian kanan sebagai alat
pembayaran ERP. Dengan sistem tersebut, pengguna ERP langsung terpotong saldonya dalam
kartu cashcard atau EZ-Link yang mereka punya. Bila saldo tidak mencukupi, sang pengemudi
yang data dirinya tercatat dalam surat izin mengemudi, akan dikirimi surat ke rumahnya untuk
melakukan pembayaran. Besar pungutan jalan setiap jenis kendaraan berbeda-beda, seperti
sepeda motor, mobil, truk dan bus ukuran kecil, serta truk dan bus ukuran besar.
ketentuannya adalah besarnya harga pungutan untuk sepeda motor adalah setengah kalinya
harga pungutan mobil, harga pungutan untuk truk & bus satu setengah kalinya harga pungutan
mobil, serta truk & bus besar 2 kali lipatnya harga pungutan mobil. Harga pungutan juga dapat
berbeda-beda di setiap tempat dan setiap waktu.

Saat memasuki ruas jalan yang menerapkan sistem ERP, pasti terdapat gerbang ERP yang
memberikan informasi sekaligus tempat dimana terjadinya transaksi pembayaran pungutan
secara elektronik. Komponen yang terpasang pada gerbang ERP adalah antena, pendeteksi
kendaraan, dan kamera.

Selanjutnya, data yang telah diperoleh di gerbang ERP akan diteruskan pusat sistem komputer
yang menjadi pusat monitor operasional seluruh gerbang ERP. Yang dipantau pada pusat
sistem komputer adalah transaksi dari setiap kendaraan, gambar dan pemantauan pada
gerbang itu sendiri untuk memastikan semuanya bekerja dengan baik.
Gambar 2 Sistem Kerja Gerbang ERP

Dalam pemberlakuan jalan berbayar elektronik ini juga diterapkan denda bagi pelanggar
peraturan, seperti :

1. Bila pengendara tidak membayar ERP (disebabkan tidak ada kartu deposit/saldo tidak
mencukupi), denda 10 SGD ditambah dengan harga yang belum dibayarkan
sebelumnya
2. Bila pengendara tidak memiliki In-vehicle Unit, denda 70 SGD

Selain ERP di Singapura, ada juga beberapa kota yang mencoba menerapkan sistem road
pricing di kotanya untuk mengurangi tingkat kemacetan. Di Inggris terdapat London Congestion
Charge, dimana kendaraan bermotor yang beroperasi di Congestion Charge Zone (CGZ) akan
dibebankan biaya pada jam 7 pagi hingga 6 sore pada hari Senin hingga Jumat. Sistem ini tidak
berlaku pada akhir minggu ataupun hari libur nasional, serta hari diantara Natal dan Tahun
Baru. Di Swedia, terdapat kebijakan bernama Stockholm Congestion Tax, dimana sistem
penambahan biaya kemacetan yang dimasukkan ke dalam pajak kendaraan, yang masuk atau
keluar pusat kota Stockholm. Tujuan utama dari kebijakan ini adalah untuk mengurangi
kemacetan lalu lintas serta memperbaiki kondisi lingkungan di pusat kota Stockholm. Di Italia,
telah ditetapkan kebijakan biaya kemacetan di kota Milan yang lebih dikenal sebagai Milan
Area C. Program ini sukses menurunkan tingkat kemacetan di kota Milan sehingga pada tahun
2013, program ini ditetapkan sebagai program permanen.

Sebagai salah satu alternatif untuk mengatasi kemacetan, sistem road pricing ini sempat
dicoba diterapkan di kota Jakarta. Uji coba penerapan road pricing di kota Jakarta sudah
dimulai sejak 2014. Uji coba dimulai dengan sinkronisasi gerbang elektronik terhadap alat on
board unit (OBU) yang dipasang di dua unit mobil milik Dinas Perhubungan DKI yang dijadikan
sampel. Pada tahap awal, gerbang elektronik hanya dipasang di depan gedung Panin Bank,
Jalan Sudirman. Uji coba dilakukan secara bertahap selama 3 bulan terhitung sejak Juli 2014.
Setelah tahap sinkronisasi selesai, dilanjutkan dengan pembagian acak 50 alat OBU kepada
pengguna mobil yang berkantor di Jalan Sudirman. Sistem jalan berbayar ini rencananya akan
resmi diterapkan setelah uji coba rampung dan pemenang tender terpilih. Namun hingga saat
ini kebijakan ERP di Jakarta belum juga muncul. Pada bulan Mei 2017, Pemprov DKI Jakarta
menyatakan bahwa wacana jalan berbayar ini tetap disiapkan, dan pemenang lelang bisa
didapatkan tahun ini. Lelang pengadaan teknologi ERP sudah dimulai sejak tahun lalu namun
hingga saat itu belum juga muncul pemenangnya. Pemprov DKI Jakarta menyatakan bahwa
kebijakan pengendalian lalu lintas seperti sistem ganjil-genap hingga pelarangan sepeda motor
adalah strategi yang disiapkan sembari menunggu kebijakan ERP diterapkan.

Gambar 3 Uji Coba Electronic Road Pricing di Jalan Rasuna Said, Jakarta (2015)

Jika sistem ERP ini dapat efektif diterapkan di Jakarta, diharapkan dapat menekan tingkat
kemacetan di Jakarta yang sangat parah. Namun penerapan sistem ERP ini tidak bisa sendiri,
harus juga diiringi oleh perbaikan angkutan umum perkotaan di Kota Jakarta. Jika dilihat saat
ini, angkutan umum di Kota Jakarta sudah jauh lebih baik dibandingkan dahulu, namun tetap
saja tidak bisa mengimbangi permintaan yang ada. Selain itu, kendaraan yang sering berlalu-
lalang di Jakarta tidak hanya kendaraan berplat B, namun banyak kendaraan dari luar Jakarta
yang ikut menyumbang volume pada ruas-ruas jalan di Jakarta. Kendaraan-kendaraan dari luar
daerah Jakarta ini tidak terdaftar dalam sistem Pemprov DKI Jakarta sehingga masih sulit untuk
penegakan hukumnya. Karena itu, perlu dilakukan koordinasi dengan dinas-dinas daerah
terkait di sekitar kota Jakarta, seperti Bogor, Depok, Bekasi, Tanggerang, Bandung, dan kota-
kota lain.

Sumber :

https://en.wikipedia.org/wiki/Congestion_pricing
https://en.wikipedia.org/wiki/Road_pricing
https://en.wikipedia.org/wiki/London_congestion_charge
https://en.wikipedia.org/wiki/Stockholm_congestion_tax
https://www.kompasiana.com/habibprastyo/electronic-road-pricing-erp-apa-
tuh_55282d3ff17e61d1238b45fd
http://megapolitan.kompas.com/read/2014/07/15/16121011/Ini.Cara.Kerja.ERP.di.Jakarta
http://megapolitan.kompas.com/read/2017/08/22/14052831/sudah-tiga-tahun-
didengungkan-bagaimana-nasib-erp-di-jakarta-

Anda mungkin juga menyukai