Anda di halaman 1dari 13

5.

RPL PEMBANGUNAN KOMPLEKS APARTEMEN TINGGI


Oleh : Rizky Nur Ramadan (3336190047)

5.1 Pendahuluan

Usaha melestarikan lingkungan dari pengaruh dampak pembangunan adalah salah satu
usaha yang perlu dijalankan. Pengelolaan lingkungan yang baik dapat mencegah
kerusakan lingkungan akibat suatu proyek pembangunan. Pengelolaan yang baik
menjaga ekosistem dengan mencegah berlangsungnya pembangunan, sebab
pembangunan itu perlu untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Jadi, yang penting
disini adalah membangun dengan berdasarkan wawasan lingkungan bukan membangun
yang berwawasan ekonomi semata (Imam Supardi).

Rencana Pemantauan Lingkungan hidup (RPL) adalah upaya pemantauan komponen


lingkungan hidup yang terkena dampak besar dan penting akibat dari rencana usaha
dan/atau kegiatan. Menurut PP No.27 tahun 2012, Rencana Pemantauan Lingkungan
Hidup, yang selanjutnya disebut RPL, adalah upaya pemantauan komponen lingkungan
hidup yang terkena dampak akibat dari rencana Usaha dan/atau Kegiatan.

Tujuan secara umum Amdal adalah menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan
serta menekan pencemaran, sehingga dampak negatifnya menjadi serendah mungkin.
Dengan demikian Amdal diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
pelaksanaan rencana kegiatan yang mempunyai dampak terhadap lingkungan hidup..

Sebagai tindak lanjut untuk mewujudkan lingkungan hidup yang sehat, serasi dan
berfungsi sebagai daya dukung penghidupan, maka setelah dilakukan analisis dampak
lingkungan dan penyusunan dokumen RKL, maka di lengkapi dengan dokumen
Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL).

Penelaahan dokumen RPL membahas tentang pihak-pihak yang bertanggung jawab,


aksi pemantauan lingkungan yang akan dilakukan untuk menghambat dampak negatif
yang akan muncul dan mendorong dampak positif. Diagram Alir Prosedur penilaian
dokumen AMDAL merujuk pada Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Republik Indonesia Nomor 05 Tahun 2012.

Jenis dampak penting penting yang dipanatau dipanatau meliputi meliputi komponen
komponen geofisika-kimia, geofisika-kimia, sosial ekonomi dan budaya, kesehatan
masyarakat dan transportasi. Pemantauan dilakukan meliputi dampak yang diprakirakan
akan terjadi pada tahapan kegiatan pembangunan pembangunan Apartemen yaitu pada
tahap prakonstruksi, konstruksi, dan operasional. Di samping itu juga akan dipantau
beberapa dampak yang tergolong pada kategori “dampak lainnya”.
Pada aspek fisika kimia antara lain pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya
penurunan kualitas udara, berupa kebisingan, penurunan kualitas air sebagai akibat
pembuangan limbah cair dan padat serta tumpahan bahan bakar dari kendaraan
bermotor dan lain-lain.

Pada aspek biologi antara lain pemantauan terhadap penurunan fitoplankton (flora
akuatik) dan fauna akuatik. Sedangkan pada aspek sosekbud antara lain diarahkan pada
kemungkinan terjadinya penularan penyakit, keramaian lalu lintas, kamtibmas dan lain
lain.

Identifikasi Dampak pelaksanaan proyek terhadap kegiatan konstruksi fisik yang


diperkirakan menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup, memerlukan
data dan informasi mengenai berbagai komponen kegiatan proyek yang berpotensi
menimbulkan dampak penting serta komponen lingkungan disekitar lokasi kegiatan
yang berpotensi terkena dampak akibat kegiatan.

Penentuan Dampak Penting yang ditetapkan oleh Kepala Bapendal No. 056 Tahun
1994, dimana tingkat pentingnya dampak ditentukan oleh faktor-faktor:

a. Jumlah penduduk yang akan terkena dampak.


b. Luas wilayah sebaran dampak.
c. Lamanya dampak berlangsung.
d. Intensitas dampak.
e. Banyaknya komponen lingkungan lain yang akan terkena dampak.
f. Sifat kumulatif dampak.
g. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak.
Informasi tentang intensitas atau bobot dampak tersebut diatas secara sistematis tertuang
dalam dokumen AMDAL, dan menjadi acuan dalam perumusan upaya penanganan
dampak yang timbul, yang dituangkan dalam dokumen Rencana Pengelolaan
Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL).

Selanjutnya dokumen RKL dan RPL ini dipakai pula sebagai dasar untuk pelaksanaan
pengelolaan lingkungan (KL) dan pelaksanaan pemantauan lingkungan (PL), selama
masa pra konstruksi, konstruksi maupun pada pasca konstruksi.

Tujuan pemantauan ini adalah untuk mengetahui dampak yang diperkirakan akan terjadi
selama berlangsungnya kegiatan. Di samping itu juga bertujuan mengetahui hasil dari
kegiatan pengelolaan lingkungan.

Adapun kegunaan pemantauan lingkungan adalah sebagai bahan informasi atau umpan
balik dalam rangka pengelolaan lingkungan proyek maupun instansi lain yang terkait.
Kegunaan lain yang dapat diperoleh adalah sebagai bahan evaluasi atas pengelolaan
lingkungan yang telah dilakukan dan selanjutnya dipergunakan untuk bahan
pertimbangan pengelolaan lingkungan berikutnya.

Adapun dokumen yang dijadikan penilaian Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL),


meliputi :

1. Lingkup RPL.
2. Pendekatan RPL.
3. Rencana pelaksanaan RPL.
4. Daftar pustaka dan lampiran.
AMDAL merupakan bagian dari studi kelayakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.
Sesuai dengan PP No. 27/1999 maka AMDAL merupakan syarat yang harus dipenuhi
untuk mendapatkan ijin melakukan usaha dan/atau kegiatan. Oleh karenanya AMDAL
harus disusun segera setelah jelas alternatif lokasi usaha dan/atau kegiatannya serta
alternatif teknologi yang akan digunakan.

Dalam rangka untuk mencapai efisiensi dan efektivitas pelaksanaan AMDAL,


penyusunan AMDAL bagi rencana usaha dan/atau kegiatan dapat dilakukan melalui
pendekatan studi AMDAL sebagai berikut :

1. Pendekatan studi AMDAL Kegiatan Tunggal


2. Pendekatan studi AMDAL Kegiatan Terpadu
3. Pendekatan studi AMDAL Kegiatan Dalam Kawasan

Implementasi AMDAL sangat perlu disosialisasikan tidak hanya kepada masyarakat


namun perlu juga pada para calon investor agar dapat mengetahui perihal AMDAL di
Indonesia. Karena proses pembangunan digunakan untuk meningkatkan
kesejahteraanmasyarakat secara ekonomi, sosial dan budaya. Dengan implementasi
AMDAL yang sesuai dengan aturan yang ada, maka diharapkan akan berdampak positif
pada pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan (sustainable
development)

Berkelanjutan memiliki arti yang cukup luas, yaitu kemampuan untuk melanjutkan
sesuatu yang didefinisikan tanpa batasan waktu. Berkelanjutan dapat dimaksudkan
dengan ketahanan, keseimbangan, keterkaitan. Lebih lanjut berkelanjutan dapat
diartikan sebagai kemampuan untuk bertahan melanjutkan suatu perilaku yang
didefinisikan tanpa batas waktu. World Commission on Environment and Development
mendefinisikan berkelanjutan sebagai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan masa
kini tanpa mengorbankan kemampuan generasi masa depan untuk memenuhi kebutuhan
mereka sendiri.
Lingkungan berkelanjutan dapat diartikan segala sesuatu yang berada di sekeliling
makhluk hidup yang mempengaruhi kehidupannya dengan kondisi yang terus terjaga
kelestariannya secara alami maupun dengan sentuhan tangan manusia tanpa batasan
waktu. Lingkungan berkelanjutan juga dapat diartikan sebagai bagaimana pemenuhan
kebutuhan sumber daya yang ada untuk generasi masa kini hingga masa depan tanpa
mengorbankan kesehatan ekosistem yang menyediakannya.

Implementasi AMDAL secara profesional, transparan dan terpadu. Apabila


implementasi memang demikian maka implementasi RKL dan RKL akan baik pula.
Implementai AMDAL, RKL dan RPL yang optimal akan meminimalkan dampak
negatif dari kegiatan yang ada. Dengan demikian akan meningkatkan status kesehatan,
penghasilan masyarakat meningkat dan masyarakat akan sejahtera. Selain itu pihak
industri dan/atau kegiatan dan pihak pemrakarsa akan mendapatkan keuntungan yaitu
terbebas dari tuntutan hukum (karena tidak mencemari lingkungan) dan terbebas pula
dari tuntutan masyarakat (karena masyarakat merasa tidak dirugikan). Hal tersebut akan
lebih mudah untuk melakukan pendekatan sosial-ekonomi-budaya dengan masyarakat
di sekitar pabrik/industri/kegiatan berlangsung.

Menurut Pasal 18 ayat (1) UULH : “Pengelolaan lingkungan hidup pada tingkat
nasional dilaksanakan secara terpadu oleh perangkat kelembagaan yang dipimpin
seorang Menteri dan yang diatur dengan peraturan perundang-undangan”. Ketentuan ini
mengandung arti, bahwa wewenang pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia harus
berada di tangan Menteri. Untuk lebih memahami latar belakang pengaturan ini perlu
ditelaah penjelasan mengenai Pasal 18 ayat (1).

Dengan demikian jelaslah bahwa ketentuan Pasal 18 ayat (1) UULH merupakan
jaminan bahwa wewenang pengelolaan lingkungan hidup di Negara Indonesia Berada di
tangan seorang Menteri,sedangkan menurut penjelasan Psal 18 UULH perangkat
kelembagaan tersebut merupakan wadah koordinasi. Dengan demikian, MENKLH
mempunyai tugas merumuskan kebijaksanaan, membuat perencanaan dan
mengkoordinasikan segala kegiatan di bidang kependudukan dan lingkungan hidup.

Dapatlah dimengerti betapa luasnya ruang lingkup tugas koordinatif yang dibebankan
kepada MENKLH. Hal ini memerlukan kerja sama yang serasi dan terpadu dengan
berbagai Departemen dan Lembaga Pemerintahan non departemen, terutama dalam
kaitannya dengan sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (2) UULH. Ketentuan ii jelas
mengakui bahwa wewenang pengelolaan lingkungan secara sektoral tersebar pada
berbagai departemen dan lembaga pemerintah non departemen, sesuai dengan bidang
tugas dan tanggung jawab masing-masing.
Gambar 5.1 Diagram Alir proses Pembuatan Amdal
Kemudian dasar hukum lainnya dalam penyusunan Rencana pemantauan lingkungan
yang tergabung dalam penyusunan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan,
tercantum sebagai berikut :

Peraturan pemerintah Republik Indonesia no. 27 tahun 2012 tentang izin lingkungan,
bab 1 pasal 1. Peraturan pemerintah Republik Indonesia no. 27 tahun 2012 tentang izin
lingkungan, pasal 2 ayat 2. Peraturan pemerintah Republik Indonesia no. 27 tahun 2012
tentang izin lingkungan, pasal 2 ayat 2.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 08 Tahun 2013


Tentang

Tata Laksana Penilaian Dan Pemeriksaan Dokumen Lingkungan Hidup Serta


Penerbitan Izin Lingkungan. bab 1 pasal 1 poin 6.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 08 Tahun 2013


Tentang Tata Laksana Penilaian Dan Pemeriksaan Dokumen Lingkungan Hidup
Serta Penerbitan Izin Lingkungan. bab 1 pasal 1 poin 8. Undang-Undang Republik
Indonesia nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup, bab 1 pasal 1 poin 1. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 32 tahun 2009
tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, bab 1 pasal 1 poin 2. Undang-
Undang Republik Indonesia nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup, bab 1 pasal 1 poin 16. Undang-Undang Republik
Indonesia nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup, bab 1 pasal 1 poin 21. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 32 tahun 2009
tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, bab 1 pasal 1 poin 26.
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup, bab 1 pasal 1 poin 34.

5.2 Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL)

Penerapan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) pada tahap ini mencakup :

a. Pemantauan proyek konstruksi agar sesuai dengan gambar dan spesifikasi teknis
yang telah mengikuti Kaidah lingkungan.
b. Penerapan dan pelaksanaan uji coba operasional.
c. Penilaian hasil pelaksanaan pengelolaan lingkungan dan pemantauan lingkungan
untuk masukan bagi penyempurnaan pelaksanaan RKL dan RPL.

Sesuai dengan hasil telaahan dampak penting hipotetis, maka jenis dampak yang
diperkirakan timbul dan perlu dilakukan pengelolaan adalah sebagai berikut. Sesuai
dengan hasil telaahan dampak penting hipotetis, maka jenis dampak yang diperkirakan
timbul dan perlu dilakukan pengelolaan adalah sebagai berikut.

1) Tahap Pra Konstruksi

Pada tahap ini pekerjaan telah dilakukan dan dampak yang terjadi pada aspek
sosekbud.
a. Sumber dan Karakteristik Dampak
Dampak yang terjadi adalah hilangnya pemilikan tanah dan penerimaan
pendapatan sebagai akibat kegiatan jual beli lahan dari pemilik pertama ke
pemrakarsa. Sifat dampak pada pemilikan tanah ini adalah positif sedangkan
dampak terhadap pendapatan adalah negatif. Dampak lain yang terjadi adalah
berubahnya status penggunaan tanah sebagai akibat langsung pengalihan fungsi
lahan dari sawah menjadi lahan proyek/Bangunan.
b. Metode Pemantau dan Tolok Ukur Dampak
Pemantauan dapat langsung dilakukan dengan wawancara dan observasi
langsung ke masyarakat. Tolak ukur dampaknya adalah :
- Untuk pendapatan, jumlah penerimaan dan penggunaan hasil jual beli.
- Untuk hak pemilikan tanah adalah sertifikat tanda bukti pemilikan.
- Untuk status penggunaan tanah, fungsi lahan yang ditetapkan saat jual beli.
c. Waktu Pemantauan
Waktu yang dibutuhkan adalah saat jual beli dilakukan sampai dengan
Pemrakarsa mulai beroperasi, dengan frekuensi 1 kali menjelang pengoperasian
Bangunan Gedung/Proyek.

Dampak penting yang timbul pada tahap ini disebabkan oleh kegiatan konsultasi
public diantaranya :
a. Perijinan (legalitas usaha)
b. Pembebasan tanah (pemindahan hak)
c. Studi kelayakan (sejauh mana kelayakan usaha yang akan didirikan dan
pendekatan ke masyarakat untuk mengetahui persepsinya terhadap proyek yang
akan dibangun)
d. Pematangan lahan.
e. Dampak yang akan timbul segi sosial ekonomi dan budaya (contoh tanah
pertanian jadi gedung bertingkat.

2) Tahap Pelaksanaan Konstruksi

Kegiatan konstruksi yang rutin dengan jangka waktu yang cukup lama akan
menyebabkan terjadinya persepsi yang berbeda dikalangan masyarakat.
Beberapa hal yang dapat merubah persepsi masyarakat adalah mengenai terbukanya
kesempatan kerja dan berusaha; perubahan komponen fisik dan kimia; kesehatan
masyarakat; dan transportasi akibat dari kegiatan konstruksi. Sehingga kontraktor
melakukan beberapa upaya untuk menjaga dan menjalin hubungan masyarakat
sekitar dengan baik seperti dengan melakukan sosialisasi kepada masyarakat secara
terbuka, menjalin hubungan serta komunikasi yang baik dengan pemimpin
formal/non formal, dan melakukan kegiatan kepedulian sosial terhadap masyarakat
sekitar. Pemantauan terhadap perubahan persepsi masyarakat dilakukan dengan
pengumpulan data persepsi masyarakat secara langsung atau melakukan wawancara
maupun pengamatan melalui kuesioner.

Dampak yang timbul pada tahap ini disebabkan oleh kegiatan pembangunan
Apartemen , dimana dalam kegiatan tersebut terdapat recruitment tenaga kerja
konstruksi, mobilitas peralatan dan material, basecamp, pembangunan kontruksi
gedung.

Peninjauan terhadap bidang Fisika – Kimia


 Dampak yang Sumber dan Karakteristik Dampak
Pada tahap konstruksi ini, komponen lingkungan yang akan terkena dampak
negatif penting adalah meningkatnya kebisingan dan menurunnya nilai kualitas
air.

a. Meningkatnya kebisingan udara


Meningkatnya kebisingan di wilayah studi dan daerah sekitarnya akan sangat
mengganggu kenyamanan dan ketenangan baik bagi karyawan/ pekerja di
dalam wilayah proyek maupun bagi warga kampung yang berada tidak jauh
dari lokasi proyek. Sumber kebisingan berasal dari pemasangan tiang
pancang beton pada saat pembangunan berlangsung.
b. Menurunya kualitas air
Menurunya nilai kualitas air (parameter fisika-kimia) dapat membahayakan
bagia kehidupan biota air (plankton, benthos dan nekton). Menurunnya
kualitas air bersumber dari partikel tanah yang hanyut ke sungai akibat
galian tagnah untuk pondasi maupun terbukanya lahan di beberapa lokasi.
Sumber pencemaran juga berasal dari tercecernya minyak, solar, olie dari
aktivitas kendaraan bermotor di wilayah studi

Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 48 Tahun


1996, kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan
dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan
manusia dan kenyamanan lingkungan.
Guna meminimalisir kebisingan akibat kegiatan selama konstruksi dilakukan
dengan berbagai cara, yaitu: tidak melakukan kegiatan yang menimbulkan
kebisingan diatas jam 18.00 WIB, membatasi kecepatan kendaraan sampai
dengan 20 – 25 km/jam, menggunakan kendaraan layak jalan dan membangun
pagar pembatas di sekeliling proyek.
Peringatan untuk pengendara mengurangi kecepatan kendaraan ditandai dengan
adanya rambu disekitar area tapak proyek yang mudah terlihat. Penggunaan
kendaraan laik jalan diperlukan guna mengetahui kebisingan mesin yang
dihasilkan pada kendaraan/truk akibat kegiatan mobilisasi maupun demobilisasi
alat dan bahan.

 Metode Pemantauan dan Tolak Ukur Dampak


a. Kebisingan ; Pemantauan yang dilakukan untuk kebisingan di area proyek
adalah dengan melakukan pengujianmenggunkan alat sound level meter
dibebrapa titik area proyek. Metode pemantauan kebisingan suara dengan
alat Sound Level Meter (SLM) model digital yang peka terhadap suara
(getaran). Sebagai tolak ukur digunakan Tingkat Kebisingan LSM sesuai
Permenkeas No. 718/ MENKES/PER/XI/1987 untuk lingkungan kerja
seperti kantor dan hotel adalah 70 dBA dan di lingkungan permukiman
sebesar 55 dBA.
b. Kualitas Air; Metode yang digunakan adalah pengambilan sampel sampai air
di lokasi yang telah ditentukan, kemudian dianalisis di lab induk setelah
sebelumnya diberi pengawet. Beberapa parameter seperti suhu dan pH
diukur secara insitu. Sebagai tolak ukur yang digunakan adalah
membandingkan hasil pengukuran/analisis sample air dengan Baku Mutu
Air Sungai Golongan B.

 Waktu dan Periode Pemantauan


Waktu pemantauan dilakukan sejak dimulai awal pembangunan (mulai
menggali tanah/pemasangan tiang pancang pondasi) hingga pekerjaan
konstruksi selesai. Untuk kebisingan, periode pemantauan dilakukan setiap
seminggu sekali dilakukan selama 24 jam yang terbagi atas 5 kali
pemantauan pada siang hari dan 3 kali pada malam hari. Sedangkan untuk
kualitas air, periode pemantauan di lakukan setiap bulan. Masing-masing
stasiun yang akan dipantau dilakukan pada kondisi/waktu yang bersamaan.

Peninjauan terhadap bidang Biologi


 Dampak yang Sumber dan Karakteristik Dampak
Komponen lingkungan yang akan terkena dampak pada aspek biologi ini
adalah flora akuatik (plankton) dan fauna akuatik (zooplankton, benthos dan
nekton). Menurunya kelimpahan flora dan fauna akuatik dapat disebabkan
oleh menurunya kualitas air di wilayah proyek terutama yang disebabkan
oleh limbah cair yang berasal dari kegiatan proyek. Penurunan kelimpahan
biota air dapat menyebabkan menurunya sumber daya perairan dan kurang
berfungsinya tata guna perairan bagi kehidupan organisme air dan mahluk
hidup lainnya.

 Metode Pemantauan dan Tolak Ukur Dampak


Metode pemantauan untuk flora akuatik (plankton) yaitu dengan
menggunakan alat plankton net nomor 25 setelah air sample disaring dengan
alat tersebut pada volume tertentu. Sedangkan untuk fauna akuatik (benthos)
digunakan alat dredge atau grab juga bias digunakan pralon diameter 9 – 10
cm untuk mengambil substrat dimana biota tersebut hidup. Sebagai tolak
ukur yang digunakan adalah indeks keanekaragaman (H) jenis baik pada
organisme plankton maupun organisme benthos. Jika indeks H sama dengan
atau diatas 3,0 berarti perairannya belum tercemar/tercemar sangat ringan;
indeks H antara 2,0 – sampai dengan di bawah 3,0 dikatan perairan telah
tercemar ringan; indeks H di bawah 2,0 dikatakan perairan telah tercemar
berat.
.
 Waktu dan Periode Pemantauan
Waktu pemantauan dilakukan selama pekerjaan konstruksi berlangsung.
Periode pemantauan dilakukan setiap bulan sesuai atau sama dengan periode
pemantauan pada kualitas air.

 Lokasi Pemantauan
Lokasi pemantauan untuk aspek biologi (plankton, benthos dan nekton)
sama dengan lokasi pemantauan pada parameter kualitas air.

Peninjauan terhadap bidang Sosial Ekonomi dan Budaya

 Sumber dan Karakteristik Dampak


Pada tahap konstruksi komponen social ekonomi budaya yang diduga
terkena dampak adalah mata pencaharian dan ketenagakerjaan, pendapatan,
lalu lintas/ transportasi kesehatan dan keselamatan kerja dan persepsi
masyarakat.

 Metode dan Tolak Ukur Dampak


Metode yang digunakan adalah pengamatan serta wawancara para anggota
masyarakat dan para pekerja. Sedangkan tolok ukurnya adalah :
a. Mata pencaharian dan ketenaga kerjaan, diukur dengan jumlah lapangan
kerja yang tercipta dan jumlah tenaga kerja yang terserap selama
pembangunan sarana dan prasarana.
b. Pendapat di ukur dengan jumlah gaji/upah yang diterima rata-rata per
hari atau per bulan dibandingkan dengan upah minimum regional. Lalu
lintas / transportasi diukur dengan jumlah kendaraan yang lewat
khususnya pada jam berangkat dan pulang kerja.
c. Kesehatan dan keselamatan kerja diukur dengan jumlah tenaga kerja
yang terkait atau mengalami kecelakaan kerja.
d. Persepsi masyarakat di ukur dengan presentasi anggota masyarakat yang
setuju atau tidak setuju terhadap kegiatan pembangunan proyek. Makin
besar prosentase yang tidak setuju maka dampaknya menjadi negatif.

 Waktu dan Periode Pemantauan


Pemantauan dilakukan selama pekerjaan konstruksi berlangsung. Untuk
komponen transportasi dan kesehatan dan keselamatan kerja di pantau tiap
hari. Untuk komponen pendapatan di pantau selama 6 bulan sekali.
Sedangkan persepsi dan penyerapan tenaga kerja dipantau satu kali selama
pekerjaan konstruksi berlangsung.

Adapun matriks pengamatan yang dapat dimasukan dalam tabel yakni merupakan
dampak yang ditimbulkan dari kegiatan tersebut meliputi :

a. Adanya Kesempatan Kerja


b. Munculnya Peluang Berusaha
c. Peningkatan Pendapatan
d. Perubahan Persepsi dan Sikap Masyarakat
e. Peningkatan Debit Air Larian (Surface Runoff)
f. Penurunan Kualitas Udara
g. Peningkatan Kebisingan
h. Peningkatan Getaran
i. Gangguan Kamtibmas
j. Peningkatan Jumlah Timbulan Sampah
k. Bertambahnya Jumlah Limbah B3
l. Perubahan Pola Penyebaran Vektor Penyakit
m. Pravelensi Penyakit ISPA
n. Kesehatan dan Keselamatan Kerja
o. Kebakaran
p. Gangguan Kelancaran Lalu Lintas
q. Keselamatan lalu lintas

3) Tahap Operasi

Dampak penting yang timbul pada tahap ini disebabkan oleh operasional
Apartemen. Evaluasi pasca proyek ditujukan : untuk menilai dan pengupayakan
peningkatan daya guna dan hasil guna dari prasarana yang telah dibangun dan
dioperasikan. Evaluasi pengelolaan dan pemantauan lingkungan dimaksudkan untuk
memantapkan SOP (standard operation procedure) dengan mengacu pada
pengalaman yang didapat dilapangan selama kegiatan proyek berlangsung. Kegiatan
tersebut akan memunculkan dampak, dampak, meliputi:

a. Adanya Kesempatan Kerja


b. Munculnya Peluang Berusaha
c. Peningkatan Pendapatan
d. Persepsi dan Sikap Masyarakat
e. Penurunan Kualitas Air
f. Penurunan Kuantitas Air
g. Penurunan Kualitas Udara
h. Peningkatan Kebisingan
i. Gangguan Kamtibmas
j. Peningkatan Jumlah Timbulan Sampah
k. Bertambahnya Jumlah Limbah B3
l. Perubahan Pola Penyebaran Vektor Penyakit
m. Timbulnya Sick Building Sindrome
n. Kesehatan dan Keselamatan Kerja
o. Kebakaran
p. Gangguan Kelancaran Lalu Lintas
q. Keselamatan lalu lintas

Gambar 5.2 Diagram Alir Pembuatan dokumen RPL


Pemantauan lingkungan dilaksanakan oleh Manajemen proyek beserta instansi terkait.
Proyek menyelenggarakan pemantauan untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan
pengelolaan lingkungan telah diterapkan secara efektif dan efisien. Adapun lembaga
atau instansi yang ikut serta memantau adalah :
a. Departemen Kesehatan yaitu Kanwil Departemen Kesehatan.
b. Biro Kependudukan dan Lingkungan Hidup.
c. Kantor Wilayah terkait.
d. Kantor Departemen Tenaga Kerja.

Anda mungkin juga menyukai