0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
443 tayangan12 halaman
Makalah ini membahas perlunya mereformasi sistem layanan angkutan kota di Bandung untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. Reformasi pengelolaan dan sistem layanan angkutan kota perlu dilakukan agar dapat menjadi moda transportasi publik ramah lingkungan dan mengurangi kemacetan di kota Bandung.
Makalah ini membahas perlunya mereformasi sistem layanan angkutan kota di Bandung untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. Reformasi pengelolaan dan sistem layanan angkutan kota perlu dilakukan agar dapat menjadi moda transportasi publik ramah lingkungan dan mengurangi kemacetan di kota Bandung.
Makalah ini membahas perlunya mereformasi sistem layanan angkutan kota di Bandung untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. Reformasi pengelolaan dan sistem layanan angkutan kota perlu dilakukan agar dapat menjadi moda transportasi publik ramah lingkungan dan mengurangi kemacetan di kota Bandung.
PEMBANGUNAN SISTEM LAYANAN TRANSPORTASI PUBLIK UNTUK
PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN.
Makalah Individu Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Administrasi Pembangunan Daerah Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah
Oleh : AHMAD ZAYYIDIN ANSORI (NPM. 14.1.1.55.1.008)
SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA BANDUNG 2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia- Nya makalah RE-FORMURLASI LAYANAN ANGKUTAN KOTA DALAM PEMBANGUNAN SISTEM LAYANAN TRANSPORTASI PUBLIK UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN telah selesai disusun tepat pada waktunya. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas individu Mata Kuliah Administrasi Pembangunan Daerah Semester Ganjil Tahun 2014 pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah di Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA-LAN) Bandung. Dalam penyusunan tugas ini, penyusun telah memperoleh bimbingan, bantuan dan dukungan dari Ibu Indraswari, Ph.D selaku dosen Mata Kuliah Administrasi Pembangunan Daerah dan rekan-rekan mahasiswa Program Pascasarjana STIA-LAN Bandung. Untuk itu, penyusun sampaikan terima kasih, semoga bimbingan, bantuan dan dukungan yang telah diberikan dapat menjadi amal kebaikan. Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penyusun harapkan demi perbaikan makalah ini ataupun perbaikan manakala memperoleh tugas pembuatan makalah di kemudian hari. Akhirnya, penyusun berharap semoga tugas ini dapat berguna bagi kita semua, terutama dalam memperkaya bahan diskusi mengenai bidang studi Administrasi Pembangunan Daerah.
Penyusun,
Ahmad Zayyidin Ansori
PENDAHULUAN Isu kebijakan pengembangan sistem transportasi sekarang dan ke depan adalah bagaimana setiap negara memainkan perannya dalam bingkai sistem transportasi berkelanjutan (sustainable transportation). Wacana ini berawal dari keprihatinan akan interaksi antara transportasi dan lingkungan. Kesadaran bahwa kualitas lingkungan telah terpengaruh secara luar biasa oleh aktivitas transportasi, yang terus berakumulasi dengan berjalannya waktu, membangkitkan perhatian banyak kalangan akan kekeliruan yang telah dipraktekkan selama ini dalam penentuan kebijakan dan perencanaan. Praktek pengelolaan infrastruktur transportasi di satu pihak serta kebutuhan masyarakat untuk melaksanakan aktivitasnya di pihak lain tidak mungkin diteruskan seperti sebelumnya, melainkan perlu diamati dengan kacamata yang berbeda. Berkaitan dengan hal tersebut, munculnya berbagai wacana di beberapa media tentang kebutuhan akan sistem transportasi alternatif untuk menjawab tantangan kelangsungan pelaksanaan agenda pembangunan yang tidak bisa kita pungkiri dimana sampai saat ini frame agenda pembangunan di berbagai jenjang, mulai dari pusat, provinsi, dan kabupaten/kota terkesan selalu menempatkan pengawalan ekstra ketat terhadap pertumbuhan ekonomi. Tetapi, apabila diamati secara seksama tentu kita bisa sepakat bahwa seluruh agenda pembangunan tersebut belum mampu untuk memberikan prioritas terhadap kualitas dari pertumbuhan ekonomi yang dicapai. Pembangunan yang hanya memprioritaskan pertumbuhan ekonomi ternyata menghadirkan berbagai dampak negatif, khususnya dampak terhadap kualitas lingkungan. Ancaman terhadap lingkungan di perkotaan dapat dilihat dari tidak terkendalinya jumlah kendaraan yang beroperasi untuk menopang pergerakan aktivitas ekonomi, dan itu menghadirkan ancaman polusi yang cukup tinggi. Disamping itu, tidak terkendalinya jumlah kendaraan juga berdampak pada buruknya layanan transportasi publik yang secara tidak langsung menjadi penyebab munculnya kesenjangan ekonomi yang cukup lebar di masyarakat, dimana masyarakat secara umum tidak memiliki akses yang sama untuk mendapatkan layanan transportasi yang berkualitas untuk dapat menjalankan aktivitas ekonominya. Berkaitan dengan hal tersebut, kita mendapati banyaknya wacana tentang penerapan beberapa moda transportasi alternatif yang sebagian besar cukup sukses diterapkan di beberapa negara maju, seperti monorail, MRT, dan lain sebagainya. Namun demikian, penerapan pengalaman beberapa negara dalam menyediakan transportasi massal tidak serta merta dapat diterapkan begitu saja di Indonesia, namun ada hal yang lebih penting dari itu bahwa perlu dilakukannya pembangunan beberapa bagian yang dipandang cukup penting sebagai unsur penopang yang terintegrasi sehingga penerapan beberapa moda transportasi alternatif tersebut dapat memberikan dampak positif sebagaimana yang diharapkan. Unsur penopang yang dimaksud diatas adalah beberapa moda transportasi yang ada saat ini dan telah menjadi ciri khas dari suatu daerah, bahkan telah menjadi salah satu sumber mata pencaharian sebagian masyarakatnya, seperti contohnya angkutan kota. Penerapan moda transportasi baru yang dipandang canggih yang digadang-gadang menjadi solusi bagi layanan transportasi publik di perkotaan tidak akan mampu berdiri sendiri dengan menghilangkan beberapa moda transportasi yang akan menopangnya. Karena, moda transportasi baru yang ditawarkan hanyalah sebagai bagian dari solusi saja, namun yang lebih penting dari itu untuk mengatasi tantangan di bidang layanan transportasi publik adalah dengan melakukan re-formulasi sistem layanan transportasi publik itu sendiri sebagai satu kesatuan yang utuh.
LATAR BELAKANG Seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi yang relatif stabil, kota Bandung sebagai salah satu kota besar di Indonesia menghadapi permasalahan yang sama dengan beberapa kota besar lainnya, salah satunya kemacetan. Kemacetan yang terjadi di beberapa kota besar di Indonesia seakan hanya menjadi simbol dari pesatnya aktivitas ekonomi yang dibanggakan, padahal hal itu secara tidak langsung akan memberikan dampak buruk di kemudian hari apabila tidak dilakukan pengendalian secara terencana. Rencana pembangunan Monorail Bandung Raya yang telah dicanangkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat digadang-gadang akan menjadi solusi untuk mengatasi kemacetan di Kota Bandung. Namun, proyek Monorail Bandung Raya tentunya tidak akan mampu mengatasi tantangan layanan transportasi publik di kota Bandung secara menyeluruh apabila beberapa moda transportasi lain yang bermasalah tidak dilakukan penanganan secara terintegrasi. Angkutan Kota sebagai salah satu moda transportasi populer bagi kebanyakan masyarakat dengan jumlah yang cukup banyak menjadi salah satu penyumbang masalah kemacetan di Kota Bandung. Berdasarkan data Dinas Perhubungan Kota Bandung pada tahun 2011, jumlah angkot yang beroperasi tercatat sebanyak 5.521 kendaraan yang melayani 38 rute. Namun, Kehadiran angkot dalam jumlah tersebut ternyata masih belum dapat menjawab kebutuhan masyarakat terhadap layanan transportasi publik, sehingga mendorong masyarakat memprioritaskan penggunaan kendaraan pribadi dalam aktivitas kesehariannya dimana hal tersebut secara tidak langsung menjadi salah satu faktor penyumbang kemacetan yang terjadi. Tentunya bukanlah solusi ketika kita harus memutuskan pemberhentian operasional angkutan kota, karena hal itu hanya akan menimbulkan permasalahan baru yang cukup krusial, diantaranya akan mengakibatkan hilangnya pekerjaan beberapa pengemudi yang menambah tingkat penganguran dan kemiskinan. Tetapi, langkah yang harus diambil adalah dengan memperbaiki sistem layanan transportasi angkutan kota sebagai salah satu moda transportasi publik yang telah ada. Namun demikian, upaya untuk memperbaiki sistem layanan angkutan kota harus dilakukan melalui pendekatan paradigma baru sebagai landasan perencanaan pembangunan jangka panjang, yaitu pendekatan pembangunan berkelanjutan sebagai cara pandang untuk memecahkan solusi dalam rangka panjang tanpa menimbulkan permasalahan krusial di masa yang akan datang, yaitu pembangunan yang menghasilkan pertumbuhan ekonomi berkualitas yang berwawasan penciptaan daya dukung lingkungan berkelanjutan serta pelibatan masyarakat dalam pelaksanaanya. Berangkat dari hal diatas hal perlu dilakukan adalah melakukan re-formulasi sistem layanan angkutan kota sebagai bagian dari pembangunan layanan transportasi publik untuk pembangunan berkelanjutan sehingga akan memberikan kontribusi terhadap terwujudnya kota bandung sebagai kota jasa dan kota wisata berdaya saing melalui layanan transportasi publik yang paripurna.
RUMUSAN MASALAH Melalui latar belakang tersebut, tentunya kita dapat memetakan yang menjadi pokok pembahasan pada makalah sederhana ini terkait dengan re-formulasi sistem layanan angkutan kota sebagai bagian dari pembangunan sistem layanan transportasi publik untuk pembangunan berkelanjutan, yaitu sebagai berikut : 1. Reformasi Pengelolaan Angkutan Kota 2. Reformulasi sistem layanan Angkutan Kota 3. Mewujudkan Angkutan Kota Sebagai moda transportasi publik yang ramah lingkungan.
PEMBAHASAN Permasalahan layanan transportasi publik di kota bandung selalu melibatkan angkutan kota sebagai bagian penyebab masalah. Kemacetan lalulintas acap kali dicap sebagai bagian dari dampak kehadiran angkutan kota. Namun, tidak bisa kita pungkiri bahwa sesungguhnya angkutan kota yang telah menjadi salah satu moda transportasi di kota bandung merupakan pilihan yang tersedia bagi masyarakat untuk mendukung mobilitas dari aktivitas kesehariannya. Disamping itu, jumlah angkutan kota yang beroperasi di kota Bandung bukan hanya dipandang terlalu banyak dari segi jumlah, namun lebih dari itu bahwa bagian terbesar dari jumlah tersebut ternyata terdapat beberapa kendaraan yang tidak memenuhi standar ramah lingkungan meski telah diterbitkan aturan yang mewajibkan setiap kendaraan yang melintas di kota Bandung harus lulus uji emisi sebagaiaman yang telah ditetapkan. Adanya kendaraan yang tidak memenuhi standar ramah lingkungan dapat dipandang sebagai ancaman bagi kelestarian lingkungan, dan hal itu akan berkontribusi terhadap buruknya kualitas udara dan lingkungan di kota Bandung. Meskipun angkutan kota telah menjadi salah satu pilihan lapangan pekerjaan yang tersedia bagi sebagian masyarakat, namun tentunya harus dilakukan penyelarasan dengan upaya pelindungan kualitas lingkungan, khususnya dalam pengendalian polusi udara. Pendekatan pembangunan berkelanjutan sebagai paradigma baru dalam agenda pembangunan ke depan menempatkan perhatian terhadap daya dukung lingkungan untuk pembangunan berkelanjutan. Hal itu dimaksudkan agar agenda pembangunan yang dilaksanakan saat ini dapat dilaksanakan secara berkualitas untuk tetap dirasakan manfaatnya pada masa-masa yang akan datang oleh generasi yang hadir kemudian.
Sustainable Development Goals sebagai paradigma pembangunan Seiring dengan akan berakhirnya era Millenium Development Goals (MDGs), para pakar di dunia melalui berbagai pertemuan yang dilakukan tengah merumuskan pendekatan pembangunan dunia pasca-MDGs. Hal itu sangat penting mengingat tantangan pembangunan ke depan terlihat semakin kompleks, disamping dunia masih berusaha memerangi kemiskinan, juga muncul tantangan yang tak kalah hebatnya, yaitu isu lingkungan sebagai ekosistem manusia. Sehingga, muncul pemikiran untuk melakukan pendekatan baru dalam pembangunan di dunia, yaitu pendekatan yang mencerminkan perwujudan daya dukung lingkungan untuk pembanguna berkelanjutan atau yang dikenal dengan Sustainable Development Goals (SDGs). Pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan, kota, bisnis, masyarakat, dsb) yang berprinsip "memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan" (menurut Brundtland Report dari PBB, 1987. Salah satu faktor yang harus dihadapi untuk mencapai pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana memperbaiki kehancuran lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial. Banyak laporan PBB, yang terakhir adalah laporan dari KTT Dunia 2005, yang menjabarkan pembangunan berkelanjutan sebagai terdiri dari tiga tiang utama (ekonomi, sosial, dan lingkungan) yang saling bergantung dan memperkuat. Pembangunan berkelanjutan tidak saja berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan. Lebih luas daripada itu, pembangunan berkelanjutan mencakup tiga lingkup kebijakan: pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan. Dokumen- dokumen PBB, terutama dokumen hasil World Summit 2005 menyebut ketiga hal dimensi tersebut saling terkait dan merupakan pilar pendorong bagi pembangunan berkelanjutan. Scheme of sustainable development: at the confluence of three preoccupations.
Skema pembangunan berkelanjutan
Pada titik temu tiga pilar tersebut, Deklarasi Universal Keberagaman Budaya (UNESCO, 2001) lebih jauh menggali konsep pembangunan berkelanjutan dengan menyebutkan bahwa "...keragaman budaya penting bagi manusia sebagaimana pentingnya keragaman hayati bagi alam". Dengan demikian "pembangunan tidak hanya dipahami sebagai pembangunan ekonomi, namun juga sebagai alat untuk mencapai kepuasan intelektual, emosional, moral, dan spiritual". dalam pandangan ini, keragaman budaya merupakan kebijakan keempat dari lingkup kebijakan pembangunan berkelanjutan. Pembangunan Hijau pada umumnya dibedakan dari pembangunan bekelanjutan, dimana pembangunan Hijau lebih mengutamakan keberlanjutan lingkungan di atas pertimbangan ekonomi dan budaya. Pendukung Pembangunan Berkelanjutan berargumen bahwa konsep ini menyediakan konteks bagi keberlanjutan menyeluruh dimana pemikiran mutakhir dari Pembangunan Hijau sulit diwujudkan. Sebagai contoh, pembangunan pabrik dengan teknologi pengolahan limbah mutakhir yang membutuhkan biaya perawatan tinggi sulit untuk dapat berkelanjutan di wilayah dengan sumber daya keuangan yang terbatas.
Re-Formulasi Angkutan Kota sebagai bagian dari sistem layanan transportasi public dalam persfektif pembangunan berkelanjutan Untuk mengatasi salah satu masalah transportasi di perkotan tidak dapat dilakukan dengan menghapus salah satu moda dan menghadirkan moda lain yang lebih baik, tetapi sejatinya pembangunan sistem layanan transportasi publik untuk memberikan pelayanan yang lebih berkualitas bagi masyarakat adalah dengan menerapkan pendekatan pembangunan berkelanjutan pada bidang pembangunan tersebut. Angkutan perkotaan yang menjadi topik bahasan dalam makalah sederhana ini adalah salah satu target yang harus dilakukan pembenahan dalam agenda pembangunan ke depan. Pembenahan angkutan perkotaan tidak harus dilakukan dengan seksama melalui pendekatan pembangunan berkelanjutan bukan dikarenakan Angkutan perkotaan merupakan salah satu moda transportasi yang tersedia saat ini saja, namun ia merupakan salah satu lahan pekerjaan bagi sebagain masyarakan. Agenda pembanguna di bidang transportasi melalui pembenahan angkutan kota harus dilakukan dalam konteks re-formulasi sistem layanannya, sehingga aspek pertumbuhan ekonomi, kelestarian lingkungan, dan perlindungan budaya lokal dapat menjadi unsur yang terintegerasi didalamnya. Adapun gagasan re-formulasi sistem layanan angkutan perkotaan dilakukan dengan menempatkan bidang-bidang garapan yang menjadi konsentrasi, yaitu : a. Reformasi Pengelolaan Angkutan Kota Reformasi pengelolaan angkutan kota yang dimaksud adalah upaya untuk melakukan pembenahan terhadap kepemilikan atas angkutan perkotaan itu sendiri. Selama ini, angkutan kota memang menjadi milik perorangan dari masyarakat, bahkan dimiliki oleh beberapa gelintir orang yang memiliki beberapa buah dan disebut sebagai Juragan Angkot. Kepemilikan perorang terhadap angkutan kota memang telah membuka lahan pekerjaan bagi sebagian orang, dimana sebagian mereka mendapatkan penghasilan sebagai pemilik, dan sebagian lagi mendapatkan penghasilan sebagai operator. Tetapi, dalam kenyataannya hal itu menimbulkan beberapa permasalahan baru akibat kesepakatan kerjasama antara kedua belak pihak diatas, yaitu adanya upaya berlebihan untuk mengejar setoran dari operator yang telah menjadi kesepakatan pengoperasian, dimana hal itu selama ini kita mendapati bahwa angkutan kota sering terkesan berlomba-lomba dengan sesama rekan pengemudi untuk mendapatkan penumpang, sehingga akan terjadi sistem pengoperasian yang tidak mengindahkan aturan lalulintas, bahkan fenomena kemacetan akibat angkutan kota ngetem di sembarang haruslah kita akui bersama. Lebih dari itu, sistem operasi angkutan perkotaan melalui kesepakatan kerja seperti diatas mendorong para pengemudi angkot sebagai penyumbang polusi terhadap lingkungan, dimana tak jarang para juragan angkot berusaha meminimalisir biaya perawatan kendaraan, sehingga telah mengakibatkan munculnya beberapa angkutan perkotaan yang tidak memenuhi standar emisi yang dibenarkan menurut aturan. Untuk itu, perlu dilakukan upaya reformasi kepemilikian angkota dari asalnya milik pribadi menjadi milik suatu korporasi pemerintah. Tentunya kita akan bertanya bagaimana itu dapat dilakukan sedangkan potensi penolakan dari masyarakat selaku pemilik dan pengemudi akan muncul. Reformasi yang dimaksud adalah tidak menghilangkan kepemilikan masyarakat terhadap angkot, namun pada pelaksanaanya masyarakat pemilik angkot akan dijadikan sebagai pemilik saham dari korporasi yang dibentuk untuk menjalankan operasional layanan angkutan perkotaan tersebut. Melalui penanganan korporasi secara profesional tentunya akan memberikan keuntungan bagi pemilik maupun operator angkot saat ini, dimana sistem rencana bisnis dari layanan moda transportasi ini akan menjadi lebih jelas, sehingga operator maupun pemilik akan mendapatkan keuntungan materil sebagai imbal bagi hasil pengelolaan oleh korporasi. Disamping itu, pengelolaan korporasi akan mendorong adanya upaya yang profesional dalam hal perawatan kendaraan yang diioperasikan, sehingga pengendalian emisi gas buang dari angkutan perkotaan akan mudah diwujudkan. Disamping itu, pengendalian emisi juga dapat dilakukan karena adanya pengendalian pertumbuhan jumlah angkutan kota yang selama ini terkesan radikal karena kepemilikan yang bersifat pribadi. b. Reformulasi sistem layanan Angkutan Kota Setelah reformasi kepemilikan angkot, tentunya harus diiringi dengan reformulasi sistem layanannya, dimana pengelolaan korporasi akan memudahkan untuk melakukan pengaturan ulang rute layanan angkutan perkotaan itu sendiri, dimana sistem rute yang ditetapkan akan berlaku dinamis menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dari waktu ke waktu, sehingga beberapa rute yang selama ini dipandang tidak menguntungkan niscaya akan dapat diatasi dengan melakukan pengaturan ulang. Pengaturan ulang rute juga berdampak baik bagi masyarakat selaku pengguna jasa, dimana pendekatan pengaturan rute dilakukan dengan pendekatan Angkot mendekati penumpang bukan penumpang mendekati angkot, dengan pengertian dimana selama ini beberapa daerah terkesan sangat sulit mendapatkan akses layanan angkot. Selanjutnya, reformulasi sistem layanan angkot yang menjadi solusi pembahasan pada makalah ini adalah dengan merubah sistem layanan angkot saat ini menjadi seperti sistem layanan seperti bus way yang dioperasikan di jakarta. Angkutan kota hanya diperbolehkan berhenti dan mengambil penumpang di sembarang tempat. Selanjutnya, sistem operasi seperti ini akan menghindarkan terjadinya penumpukan antrian angkot di satu titik yang menjadi penyebab kemacetan saat ini, karena sistem operasi yang akan dijalankan menjadi sistem shutle seperti busway c. Mewujudkan Angkutan Kota Sebagai moda transportasi publik yang ramah lingkungan. Upaya mewujudkan kelestarian lingkungan senantiasa menempatkan sistem operasi layanan angkutan kota saat ini menjadi salah satu ancamannya, dimana sistem operasi saat ini mengakibatkan tingginya sumbangan polusi yang berasal dari gas buang angkutan kota. Untuk itu, melalui reformasi kepemilikian angkot dan reformulasi layanannya akan mendorong sistem perawatan kendaraan angkutan kota untuk dapat memenuhi standar kelaikan kendaraan sesuai dengan aturan pengendalian emisi gas buang.
PENUTUP Upaya reformulasi sistem layanan angkutan perkotaan melalui pendekatan pembangunan yang berkelanjutan dipandang sebagai solusi tepat dalam menghadirkan sistem layanan transportasi publik berkualitas. Reformulasi tersebut juga akan menjadikan operasi layanan angkutan perkotaan jauh lebih menguntungkan dari sisi ekonomi, begitupun juga dari sisi lingkungan akan sangat menguntungkan kita bersama, karena akan mampu dilakukan upaya pengendalian tingkat polusi dari gas buang kendaraan tersebut. Namun demikian, tentunya gagasan ini memerlukan kajian lebih lanjut serta pembahasan seksama dari berbagai pihak, dan dukungan politik dan regulasi pun mutlak dibutuhkan. Wallahu Alam.
DAFTAR PUSTAKA
Afifuddin, S.Ag., M.Si, 2012. Pengantar Administrasi Pembangunan. Konsep, Teori dan implikasinya di Era Reformasi. Penerbit Alfabeta, Bandung. Hal. 89.Hal. 103 Dishub dan ITB akan Lakukan OD Survey Trayek Angkot di Kota Bandung, 2005. Diundung pada tanggal 29 Mei 2014. Tersedia di http://www.pikiran-rakyat.com/node/141310 Kates, Robert W. Parris, Thomas M. And Leiserowitz, Anthony A, What Is Sustainable Development ? Artikel yang dipublikasikan pada bulan April 2005 tentang isu lingkungan. Lebih lengkapnya bisa dilihat di http://www.heldref.org/env.php Sustainable Development Goals, http://elib.unikom.ac.id/ diunduh pada tanggal 28 Mei 2014