Anda di halaman 1dari 21

1.

Devita 239-249
2. Nana 250-260
3. Puput 261-271
4. Vina 272 – 282
5. Ica 283- 293
6. Mila 294-304
7. Acid 305-310

Devita

Wilayah, daerah atau region, pada umumnya diartikan sebagai suatu ruang yang dianggap
merupakan satu kesatuan perkembangan kehidupan baik fisik, sosial maupun ekonomi.

Ada 3 kriteria untuk menetapkan suatu kesatuan ruang yang di- sebut sebagai daerah, wilayah
atau region (Sukirno,1976:1).
1. menganggap suatu ruang disebut sebagai region atau wilayah, apabila di tempat tersebut ter-
dapat kegiatan sosial ekonomi yang sifat-sifatnya adalah sama. Sifat-sifat yang sama tersebut
dapat dilihat dari orientasi kegiatan ekonominya, latar belakang budaya atau etnisnya, atau
kriteria yang lain.
2. Suatu yang dikuasai atau menjadi orbitasi dari satu atau beberapa ruang pusat kegiatan sosial
ekonomi tertentu. Wilayah atau region dalam pengertian ini sering disebut sebagai daerah
nodal.
3. melakukan pembagian wilayah dengan menggunakan asas administratif. Dalam ini wilayah
atau daerah adalah suatu ruang yang dibatasi oleh batas administrasi tertentu seperti
kabupaten, propinsi.

Pengertian pembangunan daerah dibedakan dalam dua versi.


1. digunakan untuk menyatakan adanya berbagai aktivitas pembangun- an yang ada dalam
suatu daerah. pengertian ini lebih tepat disebut sebagai pembangunan di daerah
2. pembangunan daerah sebagai bagian dari pembangunan suatu negara, yang berorientasi
pada pengembangan suatu satuan ruang tertentu. Pengertian ini lebih tepat disebut sebagai
pembangunan wilayah atau pengembangan wilayah.

Pembangunan wilayah merupakan langkah pembangunan yang dapat digunakan untuk


melengkapi strategi makro dan strategi pembangunan sektoral yang dikenal dalam
pembangunan nasional.
Dalam rangka pengembangan wilayah pada dasarnya memberikan penekanan pada penggunaan
potensi dan sumber daya daerah, baik SDA & SDM maupun kelembagaan yang ada guna
mengantisipasi berbagai permasalahan dan ke butuhan daerah. Di samping itu juga
mengembangkan berbagai kebijakan pembangunan pada tingkat daerah untuk merangsang
perkembangan sosial ekonomi daerah yang bersangkutan, termasuk menciptakan dan meng-
antisipasi berbagai peluang.

Walaupun demikian, dalam analisis pengembangan daerah, berbagai kegiatan sektoral dan
kegiatan yang merupakan bagian dari pembangunan nasional yang ada di daerah yang
bersangkutan juga perlu diperhitungkan. Dilihat dari analisis ekonomi, pembangunan daerah
perlu memerhatikan dan memperhitungkan beberapa faktor yaitu: sumber daya alam, tenaga
kerja , investasi, entrepreneurship, transportasi, komunikasi, komposisi industri, teknologi, luas
daerah ekonomi internasional, kapasitas pemerintah daerah, pengeluaran pemerintah pusat,
dan bantuan-bantuan pembangunan (Arsyad, 1997:276 )

Dalam pelaksanaannya, wilayah yang dilihat sebagai satuan perkembangan fisik, sosial dan
ekonomi tersebut merupakan wilayah administratif, atau satuan atas dasar asas homogenitas,
atau satuan yang didasarkan asas modality.

Pengembangan wilayah yang berorientasi administratif dan berorientasi pada wilayah khusus
disebut dengan pendekatan teritorial, sedangkan pengembangan wilayah yang terdiri dari satu
atau beberapa pusat perkembangan beserta daerah hinterland-nya, disebut dengan pendekatan
fungsional.

2. Latar belakang
Seperti diketahui, kebijakan pembangunan nasional di banyak negara sedang berkembang yang
mulai era 1960 an menggunakan pendekatan pertumbuhan, pada umumnya secara nasional
telah berhasil mencapai pertumbuhan ekonomi yang mengesankan. Walaupun demikian, di
balik keberhasilan dalam pertumbuhan ekonomi secara nasional tersebut, masih dihadapi
persoalan yang berkaitan dengan pemerataan hasil pembangunan. Indikasi dari persoalan
tersebut adalah ke- nyataan masih cukup banyak penduduk yang hidup di bawah garis
kemiskinan, yang berarti masih berada dalam kondisi kemiskinan absolut. Persoalan yang lain
adalah masih dijumpai berbagai bentuk ketimpangan baik antargolongan, antardaerah,
antaradesa-kota, maupun antarsektor .

Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa harapan terjadinya tetesan ke bawah dan pelebaran
ke samping dari pertumbuhan ekonomi dan dari pusat-pusat perkembang- an ekonomi tidak
berjalan. Hal itu sekaligus juga menjadi indikasi bahwa mekanisme pasar tidak selalu secara
otomatis menyebarkan pertumbuhan ekonomi. Kesemuanya itu kemudian mendorong untuk
merencanakan pusat pusat pertumbuhan di dalam kerangka pengembangan wilayah yang
terkendali (Tjokrowinoto, 1996:119)

pada umumnya kegiatan sektor industri, per- dagangan, keuangan dan berbagai kegiatan
ekonomi lain- nya di daerah yang kaya akan lebih lancar dan lebih mengtungkan dibandingkan
daerah yang miskin. Sebaliknya, daerah miskin akan kesulitan dalam mengembangkan berbagai
usaha produktif dan memperluas kesempatan kerja sementara jumlah penduduknya terus
meningkat. Dengan demikian laju pembangunan akan lebih cepat ber- langsung di daerah kaya,
sehingga akan menyebabkan semakin lebarnya jurang yang membedakan tingkat ke- sahteraan
antardaerah tersebut (Sukirno, 1976:13).

Arti penting perencanaan dan pengembangan wilayah juga dapat dicari dasarnya dari kenyataan
bahwa rencanaan pada tingkat nasional seringkali kurang mampu mengakomodasi potensi dan
permasalahan aktual p masing-masing daerah, sehingga tidak dapat dicapai per- kembangan
yang optimal.

Sementara itu, pembangunan sektoral dilihat dari kepentingan perkembangan daerah sebagai
kesatuan dan kebulatan sering terkesan membuat suatu wilayah terfragmentasi ke dalam
sektor-sektor secara parsial , merekomendasikan pendekatan yang moderat yang
mengakomodasi kepentingan masing-masing daerah se hingga perlu dibuka peluang bagi
desentralisasi di satu pihak, tetapi di lain pihak, dalam batas-batas tertentu tetap memberi
kewenangan kepada pemerintah pusat.

Desentralisasi pembangunan perlu diberikan kepada daerah terutama berkaitan dengan


beberapa sektor pembangunan yang dipandang sudah mampu dilaksanakan oleh daerah
masing-masing. Dengan desentralisasi tersebut diharapkan akan lebih dapat dicapai efisiensi
dan optimalisasi potensi daerah setidak-tidaknya berdasarkan tiga alasan (Sukimo 1976: 118).
- Pertama, daerah lebih mengetahui keadaan, permasalahan dan potensi yang ada, sehingga
diharapkan dapat merencanakan dan melaksanakan pembangunan secara lebih baik.
-Kedua, apabila ada masalah dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan akan dapat
diatasi secara lebih cepat. -Ketiga, jumlah masalah yang dihadapi daerah lebih sedikit
dibandingkan pusat, sehingga setiap masalah dapat di tangani secara fokus .

peranan pemerintah pusat sebagai pengatur kebijaksanaan pembangunan nasional tetap


diperlukan berkaitan dengan kesenjangan perkembangan antardaerah. Hal itu disebabkan
karena masing-masing daerah memiliki SDA & SDM dan kondisi geografis yang berbeda,
sehingga ada daerah yang mampu berkembang secara cepat dan ada yang berkembang lambat.

Dalam pelaksanaan pembangunan khususnya yang menyangkut tingkat nasional dan daerah,
terdapat persoalan di sekitar sentralisasi dan desentralisasi.
Sentralisasi dan desentralisasi tersebut mengandung dua dimensi yang berbeda (Gilbert dan
Gugler, 1996: 227).
- pertama dapat bermakna sebagai sentralisasi kekuasaan dalam pengertian pemerintah pusat
yang memiliki ke- wenangan untuk membuat aturan dan keputusan penting, sedangkan daerah
tinggal melaksanakan keputusan ter- sebut. Dalam pengertian ini desentralisasi berarti pen-
delegasian sebagian kewenangan dalam pengambilan ke- putusan tersebut kepada daerah.
-kedua lebih bermakna sebagai sentralisasi dalam pengertian geografis dan spasial, di mana
ibukota atau kota primasi tertentu akan menjadi pusat perkembangan bagi seluruh wilayah
negara. Dalam pengertian yang kedua ini desentralisasi berarti memberikan sebagian fungsi
pusat perkembangan ter- sebut kepada kota-kota yang lebih kecil dalam suatu hierarki regional

dan spasial. Wilayah, daerah atau region, pada umumnya diartikan sebagai suatu ruang yang
dianggap merupakan satu kesatuan perkembangan kehidupan baik fisik, sosial maupun
ekonomi.

Ada 3 kriteria untuk menetapkan suatu kesatuan ruang yang di- sebut sebagai daerah, wilayah
atau region (Sukirno,1976:1).
1. menganggap suatu ruang disebut sebagai region atau wilayah, apabila di tempat tersebut ter-
dapat kegiatan sosial ekonomi yang sifat-sifatnya adalah sama. Sifat-sifat yang sama tersebut
dapat dilihat dari orientasi kegiatan ekonominya, latar belakang budaya atau etnisnya, atau
kriteria yang lain.
2. Suatu yang dikuasai atau menjadi orbitasi dari satu atau beberapa ruang pusat kegiatan sosial
ekonomi tertentu. Wilayah atau region dalam pengertian ini sering disebut sebagai daerah
nodal.
3. melakukan pembagian wilayah dengan menggunakan asas administratif. Dalam ini wilayah
atau daerah adalah suatu ruang yang dibatasi oleh batas administrasi tertentu seperti
kabupaten, propinsi.

Pengertian pembangunan daerah dibedakan dalam dua versi.


1. digunakan untuk menyatakan adanya berbagai aktivitas pembangun- an yang ada dalam
suatu daerah. pengertian ini lebih tepat disebut sebagai pembangunan di daerah
2. pembangunan daerah sebagai bagian dari pembangunan suatu negara, yang berorientasi
pada pengembangan suatu satuan ruang tertentu. Pengertian ini lebih tepat disebut sebagai
pembangunan wilayah atau pengembangan wilayah.

Pembangunan wilayah merupakan langkah pembangunan yang dapat digunakan untuk


melengkapi strategi makro dan strategi pembangunan sektoral yang dikenal dalam
pembangunan nasional.
Dalam rangka pengembangan wilayah pada dasarnya memberikan penekanan pada penggunaan
potensi dan sumber daya daerah, baik SDA & SDM maupun kelembagaan yang ada guna
mengantisipasi berbagai permasalahan dan ke butuhan daerah. Di samping itu juga
mengembangkan berbagai kebijakan pembangunan pada tingkat daerah untuk merangsang
perkembangan sosial ekonomi daerah yang bersangkutan, termasuk menciptakan dan meng-
antisipasi berbagai peluang.

Walaupun demikian, dalam analisis pengembangan daerah, berbagai kegiatan sektoral dan
kegiatan yang merupakan bagian dari pembangunan nasional yang ada di daerah yang
bersangkutan juga perlu diperhitungkan. Dilihat dari analisis ekonomi, pembangunan daerah
perlu memerhatikan dan memperhitungkan beberapa faktor yaitu: sumber daya alam, tenaga
kerja , investasi, entrepreneurship, transportasi, komunikasi, komposisi industri, teknologi, luas
daerah ekonomi internasional, kapasitas pemerintah daerah, pengeluaran pemerintah pusat,
dan bantuan-bantuan pembangunan (Arsyad, 1997:276 )

Dalam pelaksanaannya, wilayah yang dilihat sebagai satuan perkembangan fisik, sosial dan
ekonomi tersebut merupakan wilayah administratif, atau satuan atas dasar asas homogenitas,
atau satuan yang didasarkan asas modality.

Pengembangan wilayah yang berorientasi administratif dan berorientasi pada wilayah khusus
disebut dengan pendekatan teritorial, sedangkan pengembangan wilayah yang terdiri dari satu
atau beberapa pusat perkembangan beserta daerah hinterland-nya, disebut dengan pendekatan
fungsional.

2. Latar belakang
Seperti diketahui, kebijakan pembangunan nasional di banyak negara sedang berkembang yang
mulai era 1960 an menggunakan pendekatan pertumbuhan, pada umumnya secara nasional
telah berhasil mencapai pertumbuhan ekonomi yang mengesankan. Walaupun demikian, di
balik keberhasilan dalam pertumbuhan ekonomi secara nasional tersebut, masih dihadapi
persoalan yang berkaitan dengan pemerataan hasil pembangunan. Indikasi dari persoalan
tersebut adalah ke- nyataan masih cukup banyak penduduk yang hidup di bawah garis
kemiskinan, yang berarti masih berada dalam kondisi kemiskinan absolut. Persoalan yang lain
adalah masih dijumpai berbagai bentuk ketimpangan baik antargolongan, antardaerah,
antaradesa-kota, maupun antarsektor .

Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa harapan terjadinya tetesan ke bawah dan pelebaran
ke samping dari pertumbuhan ekonomi dan dari pusat-pusat perkembang- an ekonomi tidak
berjalan. Hal itu sekaligus juga menjadi indikasi bahwa mekanisme pasar tidak selalu secara
otomatis menyebarkan pertumbuhan ekonomi. Kesemuanya itu kemudian mendorong untuk
merencanakan pusat pusat pertumbuhan di dalam kerangka pengembangan wilayah yang
terkendali (Tjokrowinoto, 1996:119)

pada umumnya kegiatan sektor industri, per- dagangan, keuangan dan berbagai kegiatan
ekonomi lain- nya di daerah yang kaya akan lebih lancar dan lebih mengtungkan dibandingkan
daerah yang miskin. Sebaliknya, daerah miskin akan kesulitan dalam mengembangkan berbagai
usaha produktif dan memperluas kesempatan kerja sementara jumlah penduduknya terus
meningkat. Dengan demikian laju pembangunan akan lebih cepat ber- langsung di daerah kaya,
sehingga akan menyebabkan semakin lebarnya jurang yang membedakan tingkat ke- sahteraan
antardaerah tersebut (Sukirno, 1976:13).

Arti penting perencanaan dan pengembangan wilayah juga dapat dicari dasarnya dari kenyataan
bahwa rencanaan pada tingkat nasional seringkali kurang mampu mengakomodasi potensi dan
permasalahan aktual p masing-masing daerah, sehingga tidak dapat dicapai per- kembangan
yang optimal.

Sementara itu, pembangunan sektoral dilihat dari kepentingan perkembangan daerah sebagai
kesatuan dan kebulatan sering terkesan membuat suatu wilayah terfragmentasi ke dalam
sektor-sektor secara parsial , merekomendasikan pendekatan yang moderat yang
mengakomodasi kepentingan masing-masing daerah se hingga perlu dibuka peluang bagi
desentralisasi di satu pihak, tetapi di lain pihak, dalam batas-batas tertentu tetap memberi
kewenangan kepada pemerintah pusat.

Desentralisasi pembangunan perlu diberikan kepada daerah terutama berkaitan dengan


beberapa sektor pembangunan yang dipandang sudah mampu dilaksanakan oleh daerah
masing-masing. Dengan desentralisasi tersebut diharapkan akan lebih dapat dicapai efisiensi
dan optimalisasi potensi daerah setidak-tidaknya berdasarkan tiga alasan (Sukimo 1976: 118).
- Pertama, daerah lebih mengetahui keadaan, permasalahan dan potensi yang ada, sehingga
diharapkan dapat merencanakan dan melaksanakan pembangunan secara lebih baik.
-Kedua, apabila ada masalah dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan akan dapat
diatasi secara lebih cepat. -Ketiga, jumlah masalah yang dihadapi daerah lebih sedikit
dibandingkan pusat, sehingga setiap masalah dapat di tangani secara fokus .

peranan pemerintah pusat sebagai pengatur kebijaksanaan pembangunan nasional tetap


diperlukan berkaitan dengan kesenjangan perkembangan antardaerah. Hal itu disebabkan
karena masing-masing daerah memiliki SDA & SDM dan kondisi geografis yang berbeda,
sehingga ada daerah yang mampu berkembang secara cepat dan ada yang berkembang lambat.

Dalam pelaksanaan pembangunan khususnya yang menyangkut tingkat nasional dan daerah,
terdapat persoalan di sekitar sentralisasi dan desentralisasi.
Sentralisasi dan desentralisasi tersebut mengandung dua dimensi yang berbeda (Gilbert dan
Gugler, 1996: 227).
- pertama dapat bermakna sebagai sentralisasi kekuasaan dalam pengertian pemerintah pusat
yang memiliki ke- wenangan untuk membuat aturan dan keputusan penting, sedangkan daerah
tinggal melaksanakan keputusan ter- sebut. Dalam pengertian ini desentralisasi berarti pen-
delegasian sebagian kewenangan dalam pengambilan ke- putusan tersebut kepada daerah.
-kedua lebih bermakna sebagai sentralisasi dalam pengertian geografis dan spasial, di mana
ibukota atau kota primasi tertentu akan menjadi pusat perkembangan bagi seluruh wilayah
negara. Dalam pengertian yang kedua ini desentralisasi berarti memberikan sebagian fungsi
pusat perkembangan ter- sebut kepada kota-kota yang lebih kecil dalam suatu hierarki regional
dan spasial.

NANA 250-260

3. Pengaturan tata ruang

Dalam Pendekatan ini, daerah, wilayah atau region adalah suatu ruang yang dianggap merupkan satu
kesatuan perkembangan sosial ekonomi yang terdiri dari pusat pertumbuhan dan daerah penyangga
yang merupakan daerah orbitasi dari pusatpertumbuhan tersebut.

di kalangan negara negara sedang berkembang masih terjadi perdebatan tentang dampak dari
tumbuhnya pusat pertumbuhan yang berkembang menjadi kota besar terhadap pembangunan ekonomi

1. Pihak A beranggapan pembangunan pertanian penyediaan berbagai layanan dan


pengembangan kesempatan kerja nonpertanian di daerah pedesaan menjadi terbatas
2. Pihak b beranggapan sebaliknya, pertumbuhan kota besar merupakan representasi dari lokasi
yang sangat efisien dalam perkembangan aktivitas industri modern, sehingga investasi di kota
tersebut akan sangat menguntungkan dan mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi lebih
cepat.
Gejala over urbanization dapat terjadi ketika jumlah kapasitas melebihi kemampuan daya dukung kota
yang bersangkutan. over urbanization berdampak negatif dengan ditandai munculnya masalah sosial,
daerah kumuh dan degradasi lingkungan.

Bentuk kesenjangan

1. Kesenjangan antara kota dengan desa, antara sektor industri dan pertanian
2. Kesenjangan tingkat kesejahteraan antar daerah

Myrdal mengemukakan 2 akibat prbedaan backwash effect dan spread effect

1. backwash effect: perubahan untuk daerah-daerah yang dirugikan yang timbul karena adanya
ekspansi ekonomi dari suatu daerah tetentu Hal ini disebabkan karena di daerah yang sudah
2. spread effect : adalah pengaruh daerah ekonomi yang yang suatu terbelakang daerah
menguntungkan bagi suatu daerah

demikian adanya daerah persoalan kesenjangan antar daerah tidak akan terjadi apabila spread
effect lebih besar dibandingkan backwash effect. Salah satu caranya adalah membangun hubungan
yang bersifat sinergis antar daerah baik perkotaan maupun pedesaan, baik daerah berbasis
pertanian ataupun berbasis industri.

Dalam pengembangan wilayah terjadi perdebatan

1. Papanek, Johston dan mellor berpendapat pembangunan pertanian harus di laksanakan lebih
dahulu karena lebih mampu menghasilkan surplus, dengan surplus maka dana yang tersedia
untuk pertumbuhan perkotaan dan pembangunan industri akan tercukupi
2. Pihak lain berpendapat sebaliknya, justru pertumbuhan industri dan perkotaan merupakan
prasarat bagi sektor pertanian yang lebih produktif dan moderen.

Millikan dan Hapgood menginventarisasikan 5 sumbangan sektor pertanian terhadap sektor


industri
1. Berperan menanggapi meningkatnya permintaa akan pangan bagi penduduk yang
pendapatannya naik akibat perkembangan industri
2. Berperan menyediakan kebutuhan bahan mentah untuk industri
3. Kemampuan menyediakan bahan pangan maupun bahan baku akan berdampak pada
penghematan devisa
4. Dapat menampung tenaga kerja dalam jumlah yang cukup memadai
5. Menjadi pasar potensial

Sektor industri perkotaan berperan mendukung perkembangan pertanian

1. Peningkatan inputs hasil pertanian di dukung oleh pupuk, obat pemberantas hama dan alat
pertanian dari hasil industri
2. Perkembangan industri dan daerah perkotaan memenuhi permintaan modal dari sektor
pertanian
3. Sektor industri yang berkembang menyerap surplus tenaga kerja dari sektor pertanian
PUPUT 261-271
Kebijakan pengaturan hierarki tata ruang adalah penataan kegiatan pembangunan dalam pusat-
pusat urban yang saling berbeda satuan-satuan ruangnya, penataan suatu sistem prasarana
didalam, diantara ruang, dan penyelenggaraan pembangunan industri dan pertanian yang
terintegrasi. Masing-masing tingkat urban akan mengandung kegiatan yang sesuai dengan
ukurannya (Owens dan Shaw, 1977: 45).
 Untuk merencanakan dan mengendalikan tata ruang menggunakan dua prinsip (Owens
dan Shaw, 1977:30), yaitu:
1. Mengenali dan merumuskan berbagai fungsi yang harus dilaksanakan pada tingkat regional
dan lokal.
2. Menentukan kerangka kebijakan nasional untuk tingkat atau hierarki yang sesuai, pada
tingkat nasional, regional atau lokal.
 Fungsi pusat pasar yaitu:
> Pusat pertumbuhan lokal adalah pasar pertanian lokal.
> Pusat tingkat distrik adalah pasar sub regional yang masih banyak berhubungan dengan
pertanian.
> Pusat regional adalah pasar regional yang merupakan campuran dari kegiatan pertanian dan
non pertanian

 Untuk mendukung terjadinya hubungan yang sinergis antara sektor pertanian dan
nonpertanian, dibutuhkan adanya berbagai fasilitas berupa perangkat keras maupun
perangkat lunak untuk saling membangun hubungan dan jaringan. Dalam membangun 2
hal tersebut, diperlukan adanya hubungan yang sinergis. Berbagai tipe dan komponen
dari antarhubungan dan jaringan terdapat pada tabel 2.
(tabel 2)

Agar semua harapan dari pelaksanaan kebijakan pengaturan tata ruang yang mengandung prinsip
dekonsentrasi regional dapat berjalan seperti yang diharapkan, dibutuhkan kemauan dari berbagai pihak
khususnya pemerintah pusat. Hal ini disebabkan karena kebijakan regional diterapkan secara antusias
hanya apabila kebijakan itu menjanjikan mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional.

Selain itu, apabila kebijakan regional bertabrakan dengan paradigma pertumbuhan ekonomi nasional,
maka pertumbuhan ekonomi nasional yang akan lebih diprioritaskan. Oleh sebab itu, apabila sementara
pihak mengatakan bahwa kelemahan program regional dan dekonsentrasi terletak pada kenyataan
bahwa program tersebut tidak pernah diprioritaskan dan tidak pernah ditangani secara serius (Gilbert
dan Gugler, 1996:259).
HAVINA 272-281

-Institusionalisasi aktivitas bersama untuk membangun ini akan mendorong terwujudnya


kesinambungan berkelanjutan,apabila hal itu terjadi maka berbagai peluang yang terbuka pada
masyarkat makro tidak dapat di respon dan di manfaatkan oleh masyarakat lokal.

Pendekatan pengembangan wilayah konvensional jarang yang dapat menyentuh secara langsung
peningkatan taraf hidupan lapisan miskin.

4.Pengembangan wilayah untuk mengatasi kemiskinan

-kawasan tertinggal dan kawasan terbelakang

-Tidak jarang warga masyarakat yang hidup dalam kondisi kemiskinan berada pada suatu kawasan
tertentu yang seolah-olah merupakan kantung atau kluster wilayah kemiskinan.oleh sebab itu
pendekatan pengembangan wilayah,kawasan yang merupakan kemiskinan membutuhkan perhtian
tersendiri.
-Kawasan yang merupakan kantung kemiskinan mengindikasikan bahwa dalam pengembangan wilayah
pendekatan yang dapat mendorong perkembangan sosial ekonomi secara makro dan mengurangi
disparitas antar wilayah,antara perkotaan dan pedesaan yang juga butuh suatu strategi dan pendekatan
yang cukup sensitif terhadap masalah kemiskinan.

-Kebijakan yang dimaksud adalah strategi yang secara langsung dimaksudkan untuk mengatasi masalah
kemiskinan hal tersebut disebabkan karena dilihat dari dimensi kemanusiaan dan harkat,martabat
manusia penanganan masalah kemiskinan seharusnya merupakan persoalan yang paling mendesak
dengan demikian membutuhkan prioritas.

-Lapisan miskin adalah sekelompok penduduk yang untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal sesuai
harkat dan martabat manusia belum terwujud.

Pendekatan wilayah kawasan kantung atu kluster kemiskinan bisa dibedakan menjadi 2 yaitu:

1.suatu wilayah yang sudah cukup lama dikembangkan bersama dengan wilayah lain tetapi karena ada
berbagai sebab kawasan tersebut tetap belum berkembang seperti yang diharapkan sehingga kehidupan
sosial ekonomi masih rendah.

-Salah satu faktor penyebab kawasan masih belum berkembang karena terbatasnya potensi sumber
daya yang dimiliki.

2.suatu kawasan yang cukup banyak menyimpan potensi sumber daya tetapi belum sempat
dikembangkan dan ditangani sehingga kehidupan sosial ekonomi masyarakat masih rendah dan berada
dalam mayoritas kondisi kemiskinan.

Kawasan tertinggal dimana kondisi kemiskinan lebih disebabkan karena rendahnya potensi sumber
daya dan terdapat dua pandangan untuk menangani yaitu:

1.pandangan pertama lebih dilandasi pada pertimbangan dan perhitungan yang lebih bersifat ekonomis.

2.pandangan yang lebih didasari pada pertimbangan sosial dan politik merekomendasikan
keadilan,investasi tidak hanya dilakukan di daerah berpotensi tinggi tetapi juga didaerah berpotensi
rendah.

-Pendekatan insentif adalah kawasan yang memiliki potensi khususnya sumber daya alam yang terbatas
tetapi tetap perlu diberi perangsang bagi berkembangannya agar kehidupannya setidaknya berada
diatas pemenuhan kebutuhan minimal.

-Pendekatan disinsentif dilandasi suatu anggapan dilihat dari potensi dan sumber daya alamnya tidak
layak untuk dikembangkan karena potensi sumber daya alamnya kritis dan tidak mungkin mendukung
kehidupan layak bagi penduduknya.
-Strategi pengembangan kawasan identik peningkatan berbagai upaya pendayagunaan potensi dan
sumber daya yang ada baik melalui investasi eksploitasi dan eksplorasi sumber daya maupun investasi
bagi pembangunan sarana dan prasarana.

-Pada dasarnya upaya dibedakan menjadi 2

1.upaya melakukan pendayagunaan potensi yang sebelumnya belum dilakukan.

2.optimalisasi pendayagunaan potensi yang sebelumnya sudah dilakukan.

Dalam pelaksanaan nya pendayagunaan potensi baik berupa pemanfaat atau optimaliasasi baik untuk
sumber daya alam maupun sumber daya manusia.

-Tujuan pendayagunaan dan optimalisasi sumber daya alam dan manusia adalah dapat meningkatkan
kondisi kehidupan masyrakatnya.

-pada tingkat masyarakat lokal perlu didorong kapasitasnya untuk melakukan berbagai aktivitas untuk
memanfaatkn peluang dan sumber daya secara melalui strategi community development maupun
community based resources management.

Ica 283- 293

Memahami Kondisi Kemiskinan

Kondisi kemiskinan yang dialami oleh suatu masyatakat dalam jangka panjang, pada umumnya telah
mempengaruhi berbagai perilaku dan gaya hidup masyarakat nya. Beberapa di antaranya adalah

1. sikap fatalistis : Sikap fatalistik merupakan kondisi motivasi untuk meningkatkan kondisi kehidupannya
yang yang kurang mendukung adanya upaya dan sebetulnya sangat diperlukan bagi pengentasan
kemiskinan.

2. ingroup orientation : Sikap ini cenderung melihat kondisi dan nilai-nilai internal sebagai ukuran,
sehingga masyarakatnya kurang responsif terhadap berbagai pembaruan dan perubahan.

3. ketergantungan : ketergantungan mengakibatkan masyarakat kurang mampu bergerak atas inisiatif


dan kekuatan sendiri, masyarakat akan bergerak dan melakukan berbagai bentuk usaha apabila
didorong dan didukung kekuatan dari luar.
Faktor lain yang membentuk jaringan atau perangkap kemiskinan tersebut adalah:

1. Kelemahan fisik : Faktor ke lemahan fisik dapat disebabkan karena kondisi kesehatan dan faktor gizi
yang buruk, sehingga dapat mengakibat kan produktivitas kerja yang rendah.

2. Isolasi : Faktor isolasi terkait dengan lingkup jaringan interaksi sosial yang terbatas, serta akses
terhadap informasi, peluang ekonomi dan fasilitas pelayanan yang terbatas pula.

3. Kerentanan, dan ketidakberdayaan. Faktor kerentanan terkait dengan tingkat kemampuan yang
rendah dalam menghadapi kebutuhan dan persoalan mendadak.

Dilihat sebagai realitas sosial, kemiskinan dapat dikategorikan sebagai salah satu bentuk masalah sosial.
Pada umumnya banyak pihak beranggapan, bahwa masalah sosial terjadi karena ada sesuatu yang tidak
benar dalam proses kehidupan sosial, dengan demikian mendiagnosis masalah sosial sama artinya
dengan upaya untuk mencari sumber kesalahan tersebut.

Sehubungan dengan hal itu, pendekatan dalam mendiagnosis masalah sosial dapat di- bedakan menjadi
dua;

1. person blame approach : mendiagnosis masalah kemiskinan dengan menggunakan person blame
approach berarti men-cari sumber masalah dan sumber kesalahan yang berasal dari individu
penyandang masalah.

2. system blame approach : diidentifikasi sumber masalah kemiskinan berada dalam tingkat struktur dan
sistem sosialnya, seperti struktur sosial yang menampilkan alokasi penguasaan sumber daya yang
timpang institusi sosial yang bersifat diskriminatif, kurangnya akses terhadap berbagai bentuk pelayanan
dan kurangnya akses dalam proses pengambilan keputusan bagi lapisan masyarakat miskin.

Konsep Pengembangan Kawasan

1. Pendekatan Pengembangan Kawasan dalam penanganan masalah kemiskinan adalah serangkaian


upaya yang melihat suatu kawasan sebagai kesatuan ruang yang bulat. Dengan demikian orientasi dari
program-program- nya lebih terfokus pada tingkat wilayah sebagai kesatuan. Hal ini berbeda dengan p

2. Pendekatan sektoral. Dalam pendekatan sektoral, program pembangunan yang masuk ke suatu
masyarakat di kawasan tertentu terfragmentasi ke dalam berbagai program sektoral, yang masing-
masing sektor mempunyai otoritas dalam pelaksanaannya sampai tingkat bawah.

Pengembangan kawasan dengan fokus perhatian untuk mengatasi masalah kemiskinan, ketertinggalan
dan keter belakangan dapat dibedakan menjadi dua.

1. program-program yang secara langsung ditujukan kepada kelompok miskin dalam masyarakat.
2. program-program penyediaan serta pengembangan berbagai bentuk sarana dan prasarana yang
diperhitung kan dapat mendorong perkembangan sosial ekonomi kawasan yang bersangkutan.

Dalam pelaksanaannya, program-program yang langsung diharapkan dapat meningkatkan pendapatan


dan taraf hidup masyarakat pada umumnya berupa berbagai bantuan dan stimulan terhadap aktivitas
produktif ke luarga miskin.

Tidak jarang program-program tersebut merupakan paket yang sudah dirancang dari atas dan
kemudian disampaikan kepada masyarakat, dengan demikian lebih bersifat sebagai delivery approach.

Dalam jangka pendek barangkali program-program semacam itu dapat dilihat dampak positifnya dalam
rangka peningkatan pendapatan dan taraf hidup.

apabila pendekatannya kurang tepat, dalam jangka panjang dapat menimbulkan ketergantungan. Oleh
sebab itu, program-program tersebut semestinya dirancang untuk juga dapat men dorong tumbuhnya
kemampuan dan kemandirian masya- rakat.

Program yang berorientasi pemberdayaan akan lebih menjamin keberlanjutan, karena program ini tidak
semata mata berorientasi hasil fisik-materiil, tetapi terutama lebih berorientasi proses khususnya
melalui suatu proses belaja sosial. Keberhasilan program yang dilaksanakan oleh pihak eksternal dalam
suatu masyarakat tidak sekedar ditentukan oleh kehadiran hasil fisik-materiil, tetapi terutama oleh
proses terwujudnya hasil tersebut, seberapa jauh telah melibatkan masyarakat yang didorong oleh
determinas nya, kesadaran dan tanggung jawab sosialnya, bukan karena dimobilisasi.

Apabila pelaksanaan program tersebut membutuhkan berbagai bentuk aktivitas bersama, masya rakat
melalui proses belajar sosial tersebut diharapkan dapat memiliki kapasitas dalam perencanaan,
pelaksanaan dan pengelolaan aktivitas bersama dalam upaya peningkatan kondisi kehidupannya tadi.
Oleh sebab itu, program-prog- ram yang dirancang dan dilaksanakan semestinya tidak hanya berupa
paket bantuan fisik dan finansial, tetapi juga penyiapan aspek kelembagaan. Program kelembagaan
mempunyai sasaran utama untuk menumbuhkan kom- petensi masyarakat terhadap usaha-usaha
perbaikan kon- disi kehidupannya dan institusionalisasi berbagai aktivitas bersama dalam upaya
peningkatan kondisi kehidupan masyarakat.

Mila 294-304
5. Diversifikasi Regional
Identifikasi Potensi Andalan Daerah
^Tujuan Pembangunan :
pada dasarnya adalah proses untuk meningkatkan taraf hidup atau kesejahteraan
masyarakat,dan umumnya orang beranggapan bahwa taraf hidup dan kesejahteraan
berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan.
^Semakin banyak unsur-unsur kebutuhan dapat dipenuhi merupakan indikasi semakin
meningkat taraf hidup atau kesejahteraan,atas dasar pemikiran tersebut, pembangunan
pada dasarnya adalah upaya untuk menciptakan semakin banyak peluang bagi masyarakat
guna memenuhi berbagai kebutuhannya.
Suatu wilayah mungkin memiliki sumber dan potensi yang relatif melimpah, sedang
wilayah lain mempunyai sumber dan potensi yang terbatas,di samping itu jenis dan sumber
serta potensi yang dimiliki setiap wilayah juga akan berbeda. Yang perlu diingat adalah,
bahwa sumber atau resources tersebut baru merupakan potensi yang mengandung
berbagai kemungkinan.

Dengan demikian tidak secara otomatis suatu daerah dengan sumber daya yang melimpah
tingkat kesejahteraan masyarakatnya akan lebih baik dibanding daerah lain dengan sumber
daya yang terbatas.

Pemilihan potensi dan sumber daya tersebut dapat didasarkan pada berbagai
pertimbangan; salah satu di antaranya adalah memilih dan memprioritaskan potensi dan
sumber daya yang dianggap paling menjanjikan bagi perkembangan sosial ekonomi suatu
daerah atau bagi peningkatan taraf hidup masyarakat daerah yang bersangkutan.
Pada dasarnya untuk menentukan potensi andalan daerah tersebut perlu
mempertimbangkan beberapa faktor, terutama aspek komparasi baik internal maupun
eksternal.

*Komparasi eksternal maksudnya potensi yang dipilih tersebut mempunyai kelebihan dan
keunggu dengan potensi yang sama di daerah lain.

*Komparasi lnternal maksudnya potensi yang terpilih tersebut merupakan potensi yang
paling menjanjikan dibanding potensi lain di daerah yang bersangkutan.

Secara garis besar dapat digunakan lima kriteria untuk menentukan dan memilih potensi
andalan tersebut:
1. Pertama, potensi tersebut secara riil dan cukup signifikan ada di daerah yang
bersangkutan baik masih bersifat laten ataupun sudah bersifat manifes.
Apabila potensi tersebut sudah diolah dan digali perlu dipertimbangkan prospeknya bahwa
masih mungkin dikembangkan secara lebih optimal.

2. Kedua, agar betul-betul dapat menjadi andalan daerah, potensi tersebut tidak saja
mempunyai peluang bagi peningkatan perkembangan sosial ekonomi daerah tetapi
sebaiknya juga mempunyai peluang untuk melibatkan anggota masyarakat daerah yang
bersangkutan dalam jumlah yang cukup besar, terutama dalam berbagai aktivitas guna
meningkatkan taraf hidup.
3. Ketiga, potensi tersebut memberikan daya manfaat dalam jangka panjang. Suatu potensi
kurang memenuhi kriteria sebagai andalan daerah apabila hanya memberikan manfaat
dalam jangka pendek. Potensi yang mempunyai daya manfaat dalam jangka panjang juga
akan lebih menguntungkan dalam penyusunan prediksi bagi upaya perencanaan dan
pengembangan daerah. Secara ekonomis, potensi andalan adalah sektor yang mempunyai
kontinyuitas, dengan tingkat pertumbuhan yang semakin meningkat dari waktu ke waktu
(Tjiptoherijanto, 1987: 70).
4. Keempat, potensi yang apabila dikembangkan mempunyai mata rantai perkembangan
yang cukup luas. Dengan demikian, pengembangan potensi andalan ini akan dapat
merangsang, memacu dan mendinamisasi sektor lain. Oleh sebab itu, pengembangan
potensi tersebut akan mempunyai kontribusi yang cukup besar baik langsung maupun tidak
langsung terhadap perkembangan sosial ekonomi daerah.
5. Kelima, lebih diprioritaskan pada potensi yang pendayagunaannya tidak membutuhkan
persyaratan yang di luar jangkauan masyarakat pada umumnya. Pengembangan potensi
andalan tersebut diutamakan bagi jenis-jenis usaha yang tidak membutuhkan persyaratan
berat seperti modal, teknologi dan skill, sehingga dapat dilakukan dengan memanfaatkan
sumber daya yang tersedia pada masyarakat setempat.

Nilai Strategis Pengembangan Potensi Andalan

Dilihat dalam kaitannya dengan pelaksanaan pembangunan nasional, usaha


mengoptimalkan potensi daerah tersebut cukup memiliki nilai strategis.
Banyak pihak berpendapat bahwa di era globalisasi ini perhatian pemerintah khususnya
pemerintah pusat, akan lebih terfokus pada program-program yang lebih bersifat makro.

Dengan demikian perhatian terhadap program-program yang bersifat daerah, apalagi lokal,
menjadi berkurang. Apabila pendapat tersebut benar, sebetulnya hal ini merupakan
peluang sekaligus tantangan bagi daerah.
*Sebagai peluang, dalam arti bertambahnya kesempatan bagi masing-masing daerah untuk
merencanakan program-program pengem- bangan daerah secara lebih mandiri.
*Sebagai tantangan, karena daerah dituntut kemampuannya untuk meng- identifikasi
potensi dan sumber daya yang dimiliki serta kemampuan pengelolaannya bagi
perkembangan daerah serta peningkatan taraf hidup warga masyarakatnya.

Kondisi seperti itu juga akan lebih mendorong inisiatif dan kreativitas masyarakat pada
tingkat terbawah untuk mengembang- kan usaha tanpa harus menunggu dan
menggantungkan diri dari program-program pemerintah pusat.

*Nilai strategis yang lain terletak pada peluang yang semakin besar bagi perumusan
program pembangunan yang lebih mengakomodasikan kondisi, permasalahan dan potensi
daerah dan masyarakat lokal.

Atas dasar pemikiran tersebut, pendekatan yang menekankan pada variasi antardaerah
lebih bersifat adapti fleksibel dan pada umumnya melalui proses belajar sosial terhadap
persoalan , kondisi dan potensi yang ada pada masing-masing daerah.
Lebih dari itu, pendekatan ini juga lebih memberikan peluang bagi tumbuh dan
berkembangnya partisipasi masyarakat dalam keseluruhan proses pembangunan, tidak
sekedar dalam pelaksanaan program, tetapi sejak identifikasi masalah dan perumusan
program.

*Dengan demikian, pelaksanaan pembangunan pada masing-masing daerah akan lebih


realistis karena lebih bersandar pada permasalahan dan kondisi serta potensi stempat,
dengan demikian lebih menjanjikan untuk dapat memberikan manfaat bagi masyarakat
serta lebih menjawab permasalahan dan kebutuhan yang dirasakan.

Pengembangan wilayah yang lebih berorientasi pada pendayagunaan potensi andalannya


masing-masing termasuk dalam pendekatan ini.
Dari sisi yang lain pengembangan wilayah yang berbasis pada potensi andalannya juga dapat
mengurangi adanya kecenderungan pilihan prioritas pembangunan yang bersifat latah.

Apabila suatu daerah mengembangkan sektor tertentu dalam program pembangunannya


dan ternyata berhasil, maka daerah-daerah lain tanpa banyak pertimbangan langsung ikut-
ikutan memasukkan sektor tersebut dalam program pembangunannya.

Padahal, dilihat dari berbagai prasarat pendukungnya, kondisi daerah yang bersangkutan
belum tentu cocok untuk pengembangan sektor yang bersangkutan.

Keuntungannya, kuantitas pro duksi yang berlebihan melebihi permintaan pasar dapat
dihindarkan dan kualitas masing-masing produk tetap dapat dijaga karena memang
merupakan produk unggulan masing-masing daerah.

Yang menjadi persoalan kemudian adalah lapisan mana dalam masyarakat daerah atau
wilayah bersangkuan yang lebih diprioritaskan terlibat dalam pengembangan potensi
andalan ini.
Lapisan mana yang menjadi sasaran awal atau sasaran utama sangat tergantung dari
relevansi- nya dengan sifat potensi andalan yang terpilih serta persyaratan yang dibutuhkan
untuk pengembangan potensi tersebut.

Apabila sifat dan persyaratan bagi pengembangan potensi tersebut memungkinkan


pelibatan lapisan masya- rakat berpenghasilan rendah, maka sangat dianjurkan bahwa
lapisan ini yang menjadi sasaran utama.
ASTRID 305-310
Peranan Pemerintah Daerah

Di era globalisasi > perhatian negara semakin tertuju > pada permasalahan makro >
sehingga membuka peluang bagi masyarakat dan pemerintah daerah serta komunitas lokal
untuk menangani permasalahan lokal dan kawasan. Meskipun dari segi penargetan dana
dan anggaran, maka semakin kecilnya alokasi dana negara untuk pembangunan daerah.
Menurut (Tjipto- herijanto, 1987: 113)
Pada era 2000-an, kondisinya tidak memungkinkan lagi bagi pemerintah pusat untuk
memperbesar pengeluaran pembangunan guna mempertahankan momentum
pembangunan daerah sebagaimana era 1970-an. Apabila momentum pembangunan daerah
ingin dipertahankan, maka potensi dan sumber daya daerah itu sendiri yang harus
dimobilisasi.

Kurangnya peranan pemerintah pusat termasuk alokasi dana untuk pembangunan daerah
memang dapat dianggap sebagai tantangan yang menuntut daerah dan pemerintah daerah
untuk menyediakan dana sendiri bagi pembangunan daerah. Di sisi lain, hal ini juga sekaligus
peluang bagi pengembangan potensi daerah.

= Dampak dari era globalisasi ekonomi dan iklim > Persaingan yang semakin tajam (faktor
yang mendorong) setiap daerah > Untuk menggali dan mengembangkan potensi masing-
masing guna agar memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif.

Menurut (Tjipto- herijanto, 1987: 69) Data dan informasi menunjukkan bahwa
kecenderungan dalam proses pembangunan nasional selama ini adalah bahwa di satu pihak
secara nasional sumbangan sektor pertanian terhadap produk domestik bruto semakin
menurun, sedangkan di lain pihak sumbangan sektor non pertanian secara perlahan
semakin meningkat.

Nyatanya banyak daerah yang masih mengandalkan sektor pertanian sebagai sektor utama.

• Bagi daerah (Pertanian) > dituntut untuk dapat mengidentifikasi komoditi pertanian> yang
sesuai dengan potensi dan kondisinya sebagai potensi andalan. Ada pula daerah yang
walaupun masih dalam ruang lingkup pertanian dalam pengertian luas tetapi mempunyai
potensi untuk mengembangkan budidaya peternakan dan perikanan sebagai hal yang khas
dan berpeluang sebagai potensi andalan.
• Daerah Non pertanian dalam bentuk industri kecil dan kerajinan untuk dikembangkan
sebagai potensi andalan. Hadir dan berkembangnya sektor non pertanian di suatu daerah
sangat berperanan dalam peningkatan kondisi sosial ekonomi masyarakatnya juga
merupakan peluang yang terbuka untuk menampung tenaga kerja yang ada, terutama
apabila sektor pertanian.
• Sebetulnya sudah tidak mampu lagi menampungnya sehingga dapat menimbulkan
pengangguran musiman, pengangguran tersembunyi bahkan pengangguran penuh.

Dalam pengembangan wilayah, khususnya pengembangan sektor andalan tersebut,


pemerintah daerah paling tidak diharapkan berperanan dalam 3 hal.

1. Mendorong tumbuh dan berkembangnya usaha produktif dalam rangka pendayagunaan


potensi andalan tersebu dalam bentuk pemberian motivasi, fasilitas kredit, peningkatan
penguasaan teknologi dan skill, peningkatan manajemen usaha dan pengembangan institusi
serta jaringan.
2. Mengembangkan berbagai program yang dapat mendukung berbagai usaha produktif
tersebut melalui pembangunan prasarana produksi, transportasi dan pemasaran. Banyak
usaha produktif di suatu daerah yang sudah berhasil dikembangkan, tetapi
kesinambungannya tidak dapat dipertahankan karena kurangnya pra sarana pendukung.

3. Menyiapkan seperangkat regulasi yang dapat memberikan iklim kondusif bagi be bagai
bentuk usaha produktif dan bagi terciptanya jaringan serta hubungan saling menguntungkan
antar sektor dan antar berbagai pihak.

= Dalam peranan yang pertama > pada dasarnya di dalamnya juga terkandung peranan
untuk mendorong tumbuhnya partisipasi masyarakat. Apabila pengembangan wilayah
hendak diusahakan melalui pengembangan potensi dari dalam masyarakat sendiri, maka
prasarat pertama adalah adanya prakarsa dan kreativitas masyarakat untuk melakukan
usaha bagi peningkatan kondisi kehidupannya.

Menurut (Kartodirdjo, 1987: 75)

Banyak pendapat yang mengatakan bahwa masyarakat yang sudah terlalu lama berkutat
dalam kondisi kemiskinan sering terjebak dalam berbagai bentuk sindrom kemiskinan dan
sindrom inersia.
• Sindrom kemiskinan (Dimensi yang saling memperkuat) > produktivitas yang rendah,
pengangguran, tuna tanah, kurang gizi, tingginya morbiditas dan buta huruf.
• Sindrom Inersia > Berakar pada pasivisme, fatalisme, terarah ke dalam, sikap serba patuh
dan ketergantungan.

= Tumbuhnya prakarsa dan kreativitas masyarakat > Bagian awal dari partisipasi masyarakat
dalam proses pengembangan wilayah > selanjutnya partisipasi masyarakat diharapkan
terjadi pada keseluruhan proses, sejak identifikasi masalah, pengambilan keputusan,
pelaksanaan dan pengelolaan, evaluasi dan lebih dari itu dalam menikmati hasil.

Untuk mendorong tumbuhnya prakarsa dan kreativitas serta mendorong kapasitas


masyarakat untuk melaksanakan usaha secara mandiri melalui instusionalisasi, intervensi
pemerintah daerah seringkali juga dibutuhkan untuk lebih memungkinkan lapisan
masyarakat yang lemah juga dapat mengantisipasi dan memanfaatkan peluang yang
muncul. Disebabkan > apabila diserahkan pada mekanisme alamiah, karena berbagai latar
belakang dan kondisinya sepe rendahnya wawasan, kurangnya modal, kurangnya pe
nguasaan pengetahuan dan skill serta kurang berani mengambil resiko, lapisan bawah
masyarakat sering kalah sensi dalam menanggapi peluang yang ada.

Apabila hal ini dibiarkan, maka manfaat dari pengembangan potensi daerah tersebut akan
lebih dinikmati oleh lapisan atas, sehingga justru akan berdampak mempertajam
kesenjangan sosial-ekonomi.
Umumnya telah disepakati bahwa peranan pemerintah daerah di dalam perkembangan
sosial-ekonomi suatu wilayah berkisar pada 2 masalah pokok yaitu;
1. Bagaimana mendorong pertumbuhan dan perkembangan sosial ekonomi wilayah
tersebut
2. Bagaimana mengurangi dan mengatasi kemiskinan dengan melalui terselenggaranya
pemerataan hasil-hasil pembangunan.

Sesuai dengan tuntutan pembangunan saat ini, idealnya dapat dipenuhi kedua fungsi
tersebut sekaligus.

Anda mungkin juga menyukai