Anda di halaman 1dari 23

REGIONALISASI DAN TEORI KEWILAYAHAN

Mata Kuliah Jaringan Pemerintahan


Dosen Pengampu Mata Kuliah : Dr. A.P. Dra. Tri Yuningsih, M.Si.

Disusun Oleh

Bima Dwi Eryanto 14020222136042


Sekar Langit 14020222146052
Kharisma Cessa Jelita 14020222146055
Amilarasati 1402022210006
Yermi Samuel Iki 14020222146071

PROGRAM STUDI S1 ADMINISTRASI PUBLIK K. REMBANG

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2024
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Perwilayahan (regionalisasi) adalah suatu proses penggolongan wilayah


berdasarkan kriteria tertentu. Klasifikasi atau penggolongan wilayah dapat
dilakukan secara formal maupun fungsional. Dalam perencanaan pembangunan,
pemerintah harus memahami kondisi suatu wilayah karena setiap wilayah memiliki
kondisi yang berbeda-beda.

Regionalisasi dan kewilayahan merupakan konsep yang penting dalam ilmu sosial.
Keduanya membahas tentang pembagian wilayah berdasarkan berbagai faktor
seperti geografi, budaya, ekonomi, politik, dan lainnya. Regionalisasi mengacu
pada proses pembagian wilayah ataupun pengelompokan ke dalam unit-unit yang
lebih kecil berdasarkan karakteristik tertentu. Dari pengelompokan tersebut akan
terlihat daerah yang menunjukkan adanya persamaan dan perbedaan.
Pengelompokan ini memungkinkan analisis yang lebih mendalam tentang
perbedaan dan kesamaan antar wilayah. Regionalisasi dapat dikatakan juga sebagai
proses pewilayahan. Regionalisasi dalam bahasa bebas dapat diartikan sebagai
pengelompokan area-area yang bersifat lokal dan -Departemen Geografi
Pembangunan- 385 mempunyai kesamaan karakteristik/ciri menurut kriteria
tertentu. Menurut (Sumaatmadja, 1988), region adalah wilayah dengan
karakteristik yang khas sehingga memiliki perbedaan atau dapat dibedakan dengan
region-region di sekitarnya.

Omi Kartawidjaja dan E. Maryani (1996:34) berpendapat bahwa regionalisasi atau


perwilayahan di dalam geografi adalah suatu upaya mengelompokan atau
mengklasifikasikan unsur-unsur yang sama. Pembuatan suatu region adalah
menyederhanakan wilayah tersebut dengan cara menyatukan tempat-tempat yang
memiliki kesamaan atau kedekatan tersebut menjadi satu kelompok. Regionalisasi
selalu berdasarkan kriteria dan kepentingan tertentu.
Kesatuan daerah yang menunjukkan karakteristik tertentu sehingga dapat
dibedakan dari daerah lainnya disebut region. Karakteristik atau ciri khas suatu
tempat tersebut dapat berupa karakteristik fisik, sosial, atau gabungan keduanya.
Terdapat banyak cara untuk menentukan region bergantung pada kriteria apa yang
akan dipergunakan (fisik, sosial, aktivitas ekonomi, budaya, politik, bahasa, agama,
dan etnik yang berkembang di masyarakat).

Sementara itu, kewilayahan berasal dari kata wilayah yang menurut Undang-
Undang Nomor 26 Tahun 2007 menyebutkan bahwa wilayah adalah ruang yang
merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan
sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.

Secara umum wilayah terbagi menjadi dua yakni wilayah formal dan wilayah
fungsional. Wilayah formal memiliki ciri adanya keseragaman atau homogenitas
tertentu di dalamnya. Keseragaman atau homogenitas ini menjadi ciri khas dari
masing-masing wilayah. Homogenitas di suatu wilayah dapat dilihat dari kriteria
alam maupun sosial budaya. Sedangkan Wilayah fungsional memiliki ciri adanya
kegiatan yang saling berhubungan secara fungsional. Wilayah fungsional
mencakup suatu kawasan yang terdiri atas beberapa wilayah heterogen, tetapi
memiliki hubungan dalam memenuhi kebutuhan hidup.

Dalam hal ini, regionalisasi dan kewilayahan merupakan konsep-konsep yang


penting dalam memahami dinamika wilayah dan Pembangunan. Dengan
memahami perbedaan dan kesamaan antar wilayah serta karakteristik kewilayahan,
dapat dirumuskan kebijakan dan program pembangunan yang lebih efektif dan
berkelanjutan. Oleh karena itu, penelitian dan pemahaman yang mendalam tentang
regionalisasi dan kewilayahan sangatlah penting bagi para pembuat kebijakan dan
praktisi pembangunan.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 REGIONALISASI

Regionalisasi merupakan proses pembagian suatu wilayah menjadi bagian-bagian


yang lebih kecil berdasarkan ciri-ciri tertentu. Ada berbagai jenis regionalisasi:

1. Regionalisasi Politik

Regionalisasi politik adalah pembagian suatu wilayah berdasarkan kepentingan


politik, seperti membagi wilayah menjadi provinsi, kabupaten/kota, atau provinsi.
Tujuan regionalisasi politik adalah untuk memfasilitasi penyelenggaraan
pemerintahan dan pelayanan publik di wilayah yang lebih kecil.

2. Regionalisasi Ekonomi

Regionalisasi ekonomi adalah pembagian wilayah berdasarkan ciri-ciri


perekonomian. Misalnya, membagi suatu wilayah menjadi kawasan industri,
komersial, dan wisata. Tujuan regionalisasi ekonomi adalah untuk mendorong
pembangunan ekonomi di wilayah yang lebih kecil dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.

3. Regionalisasi Kebudayaan

Regionalisasi Kebudayaan adalah pembagian wilayah berdasarkan ciri-ciri


kebudayaan. Misalnya membagi suatu wilayah menjadi domain adat, domain
bahasa, atau domain seni dan budaya. Tujuan regionalisasi budaya adalah untuk
menjaga dan mengembangkan keanekaragaman budaya Indonesia serta
memperkuat identitas daerah.

Tujuan regionalisasi mencakup beberapa aspek utama:

1. Menganalisis pola spasial dan hubungan antarruang di permukaan bumi


untuk memfasilitasi interaksi antara lingkungan fisik dan social

2. Mendeskripsikan dan mengidentifikasi ciri-ciri khas daerah

3. Bantuan Untuk mengelompokkan satuan wilayah menurut kriteria tertentu


4. Mendukung pengembangan strategi penataan ruang di masa depan

5. Pemisahan wilayah tertinggal dan berkembang pesat

6. Identifikasi wilayah rawan bencana ringan dan berat

7. Masyarakat dan pemerintah daerah Mendorong pemberdayaan

8. Berkontribusi dalam menciptakan masyarakat yang setara dan setara


keadilan

Manfaat regionalisasi:

1. Peningkatan perdagangan dan pertumbuhan ekonomi.

2. Pengurangan hambatan perdagangan antar negara atau wilayah.

3. Meningkatkan akses ke pasar besar.

4. Peningkatan kerja sama politik dan keamanan.

5. Meningkatkan pertukaran dan pemahaman budaya antar negara atau wilayah.

Tantangan Regionalisasi:

1. Perbedaan kepentingan dan tujuan antar negara atau wilayah.

2. Hambatan budaya dan bahasa.

3. Ketimpangan distribusi manfaat regionalisasi.

4. Kesulitan dalam mengadopsi kebijakan bersama

Proses regionalisasi mempunyai ciri khas tersendiri dan harus disesuaikan dengan
kebutuhan dan karakteristik setempat. Selain itu, regionalisasi memberikan
wawasan tentang interaksi antar wilayah dan juga dapat mengidentifikasi potensi
kolaborasi antar wilayah.

Proses ini memiliki beberapa tujuan antara lain peningkatan sumber daya
administrasi daerah dan pelayanan publik, peningkatan pertumbuhan ekonomi,
penguatan identitas budaya dan sosial daerah, serta optimalisasi potensi masing-
masing daerah. Di Indonesia, sistem regionalisasi diatur dalam Undang-Undang
Pemerintahan Daerah Nomor 23 Tahun 2014.

Ada beberapa pendekatan dalam regionalisasi, antara lain

1. Pendekatan Regionalisasi Fungsional merupakan metode pengelompokan


wilayah berdasarkan kebutuhan, fasilitas, dan hubungan antar wilayah. Contohnya
mencakup regionalisasi ekologi (pada dasarnya ada dua jenis: biogeografis dan
ekologi), regionalisasi transportasi, dan regionalisasi industri.

2. Pendekatan Regionalisasi Administratif melibatkan pembagian wilayah


berdasarkan struktur administratif seperti negara bagian, kabupaten, dan kota. Juga
dikenal sebagai regionalisasi politik, berfokus pada distribusi kepentingan politik
dan budaya dalam suatu negara.

3. Pendekatan Regionalisasi Ekonomi adalah bagaimana daerah dapat


mengoptimalkan potensi ekonominya secara terkoordinasi. Hal ini juga mencakup
regionalisasi produksi, penjualan dan perdagangan.

4. Regionalisasi Sosiokultural meliputi pembagian wilayah berdasarkan


identitas budaya dan sosialnya. Memberikan landasan bagi peningkatan kerja sama
antardaerah di bidang seni, budaya, dan tradisi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi regionalisasi:

1. Faktor fisik:

• Iklim: Perbedaan iklim antar wilayah dapat mempengaruhi sifat kegiatan


ekonomi dan pola pemukiman.

• topografi: Kawasan dengan topografi berbeda dapat berdampak pada


aksesibilitas dan pembangunan infrastruktur.

• Geologi: Karakteristik geologi suatu wilayah dapat mempengaruhi


ketersediaan sumber daya alam dan potensi ekonominya.

2. Faktor Sosial:
• Kepadatan Penduduk: Daerah padat penduduk cenderung memiliki pola
pemukiman dan kebutuhan pelayanan yang berbeda-beda.

• Migrasi: Pola perpindahan penduduk antar wilayah dapat mempengaruhi


komposisi demografi dan struktur sosial suatu wilayah.

• Budaya: Perbedaan adat istiadat, bahasa, dan tradisi dapat menjadi


dasar pembagian wilayah berdasarkan identitas budaya.

3. Faktor Ekonomi :

• Pertumbuhan Ekonomi : Perbedaan pertumbuhan ekonomi antar wilayah


dapat menjadi dasar pengelompokan wilayah dalam kerangka regionalisasi.

• Perdagangan: Pola perdagangan antardaerah dapat mempengaruhi integrasi


ekonomi dan kerjasama regional.

• Investasi: Lokasi penanaman modal dan pengembangan industri juga dapat


menjadi faktor dalam pemilahan wilayah berdasarkan kegiatan perekonomian.

4. Faktor Politik:

• Struktur Pemerintahan: Perbedaan struktur pemerintahan dan otonomi


daerah dapat mempengaruhi pembagian wilayah administratif.

• Kebijakan Publik: Implementasi kebijakan publik dan alokasi sumber


daya pemerintah juga dapat mempengaruhi perkembangan regionalisasi.

5. Faktor Budaya :

• Identitas Budaya : Keanekaragaman budaya daerah dan identitas budaya


dapat menjadi dasar pemilahan daerah menurut dimensi budaya.

• Sosial : Perbedaan struktur sosial dan nilai-nilai masyarakat juga dapat


mempengaruhi pemekaran wilayah dalam konteks regionalisasi.

6. Faktor sejarah dan geografis:

• Sejarah: Peninggalan sejarah dan pola perkembangan suatu wilayah juga


dapat mempengaruhi pemekaran wilayah dalam konteks regionalisasi.
• Geografi: Letak geografis suatu wilayah juga menjadi faktor penting dalam
regionalisasi, seperti aksesibilitas, konektivitas, dan jarak antar wilayah.

2.2 TEORI KEWILAYAHAN


Teori kewilayahan adalah konsep yang digunakan dalam berbagai bidang studi
untuk memahami dan menganalisis interaksi antara wilayah atau daerah dengan
faktor-faktor lainnya, seperti politik, ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan.
Teori kewilayahan mengacu pada pemahaman tentang bagaimana aspek-aspek ini
saling berinteraksi di dalam suatu wilayah atau daerah, dan bagaimana interaksi
tersebut mempengaruhi perkembangan dan karakteristik wilayah tersebut.
Menurut Cressey, wilayah atau region adalah keseluruhan dari lahan, air, udara,
dan manusia dalam hubungan yang saling menguntungkan. Setiap region
merupakan satu keutuhan (entity) yang batasnya dapat ditentukan secara tepat.
Menurut E Dickinson, wilayah adalah daerah tertentu yang memiliki
sekelompok kondisi fisik yang telah memungkinkan terciptanya tipe-tipe ekonomi
tertentu.
Menurut I. G Joerg, wilayah adalah area yang memiliki kondisi fisik yang sama
atau homogen.
Menurut J. Hertson, wilayah adalah kompleks tanah, air, udara, tumbuhan,
hewan, dan manusia dengan hubungan khusus sebagai kebersamaan yang
keberlangsungannya mempunyai karakter khusus dari permukaan bumi.
Menurut Platt, wilayah adalah suatu daerah yang keberadaannya dikenal
berdasarkan keseragaman (homogenitas) umum baik didasarkan pada keadaan
lahan maupun keadaan penduduknya.
Sebuah wilayah negara umumnya terdiri dari beberapa bagian yang lebih kecil.
Di negara-negara serikat, bagian-bagian ini disebut negara bagian, sementara dalam
negara kesatuan seperti Republik Indonesia, mereka disebut provinsi atau dengan
istilah lain dalam bahasa negara tersebut. Baik dalam negara serikat maupun negara
kesatuan, pemerintah selalu berupaya untuk menciptakan kesatuan antar bagian
atau antar wilayah di dalamnya. Namun, seringkali kesatuan antarwilayah ini
terganggu oleh berbagai alasan. Salah satu alasan gangguan kesatuan antar wilayah
dalam suatu negara adalah adanya kesenjangan antar wilayah di negara tersebut.
Kesenjangan antarwilayah ini dapat memicu perasaan iri di antara penduduk
wilayah yang terbelakang. Tingginya kesenjangan antar wilayah juga membuat
wilayah yang terbelakang merasa tidak mendapat perhatian dari pemerintah pusat
yang biasanya berada di wilayah maju. Perasaan iri dan merasa diabaikan ini dapat
mengganggu integrasi nasional suatu negara kesatuan, terutama negara-negara yang
masih baru. Selain membahas pertumbuhan wilayah, modul ini juga membahas
kesenjangan antar wilayah yang merupakan hasil dari pertumbuhan ekonomi negara
tersebut. Pembangunan nasional, seperti yang dilakukan di Indonesia sejak akhir
1960 an dan 1970 an, adalah upaya untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh
rakyat Indonesia. Namun, pembangunan nasional yang terutama berfokus pada
program-program pembangunan sektoral, perlu disertai dengan program-program
yang mencakup berbagai sektor dan berdampak pada wilayah-wilayah
pembangunan. Dalam rencana-rencana pembangunan nasional, seperti Repelita,
program-program pembangunan sektoral didukung oleh program-program
pembangunan daerah
Para ahli juga memiliki pandangan yang berbeda mengenai Teori Kewilayahan,
berikut merupakan teori - teori atau konsep dari beberapa ahli tentang Kewilayahan:
Walter Isard:

· Isard merupakan salah satu pelopor dalam pengembangan teori


kewilayahan. Ia memperkenalkan konsep "lokasi kritis" yang
menggambarkan pentingnya lokasi geografis dalam mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi suatu wilayah.
· Teori Isard menekankan bahwa faktor-faktor seperti aksesibilitas, sumber
daya alam, dan infrastruktur sangat mempengaruhi perkembangan suatu
wilayah.
· Isard juga mengemukakan bahwa analisis wilayah harus melibatkan
pendekatan interdisipliner yang mencakup ekonomi, geografi, sosiologi,
dan ilmu politik.

Richard Morrill:
· Morrill menyumbangkan pemikiran dalam analisis spasial wilayah. Ia
menekankan pentingnya memahami distribusi spasial dari berbagai
fenomena sosial, ekonomi, dan politik dalam konteks wilayah.
· Teorinya menyoroti bahwa pola-pola spasial ini mencerminkan interaksi
kompleks antara berbagai faktor, seperti kebijakan pemerintah, kondisi
ekonomi, dan faktor geografis.
· Morrill juga menekankan pentingnya menggunakan teknologi informasi
geografis (GIS) dalam analisis spasial untuk memahami lebih dalam pola-
pola wilayah.

Peter Haggett:

· Haggett mengembangkan konsep "model interaksi spasial" yang


menjelaskan bagaimana interaksi antara berbagai bagian wilayah
membentuk pola-pola spasial yang kompleks.
· Teorinya menyoroti bahwa pola interaksi spasial ini dapat membentuk
jaringan kompleks yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
wilayah.
· Haggett juga menekankan pentingnya memahami dinamika spasial dalam
konteks globalisasi dan perkembangan teknologi informasi yang
mempercepat interaksi antarwilayah.

Torsten Hägerstrand:

· Hägerstrand dikenal dengan konsep "wilayah waktu" atau "time geography"


yang menggambarkan interaksi antara manusia, waktu, dan ruang dalam
konteks wilayah.
· Teorinya menyoroti bahwa aktivitas manusia dipengaruhi oleh faktor waktu
dan ruang, dan bagaimana hal tersebut membentuk pola-pola perilaku
dalam suatu wilayah.
· Hägerstrand juga menekankan pentingnya memahami mobilitas manusia
dalam analisis wilayah untuk merancang kebijakan yang lebih efektif
dalam pengelolaan wilayah.
Brian Berry:

· Berry mengembangkan konsep "wilayah pertumbuhan" yang menyoroti


faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu wilayah.
· Teorinya menekankan bahwa faktor-faktor seperti infrastruktur, sumber
daya alam, dan kebijakan pemerintah dapat memengaruhi pertumbuhan
ekonomi suatu wilayah.
· Berry juga menyoroti pentingnya analisis spasial dalam memahami pola
pertumbuhan wilayah dan merancang strategi pembangunan wilayah yang
berkelanjutan.

Teori-teori ini memberikan kontribusi yang penting dalam pengembangan teori


kewilayahan dan memahami kompleksitas interaksi antara wilayah dan faktor-
faktor lainnya. Dengan pemahaman yang lebih dalam terhadap teori ini, diharapkan
dapat membantu dalam merancang kebijakan dan strategi pembangunan wilayah
yang lebih efektif dan berkelanjutan.

Salah satu aspek penting dalam teori kewilayahan adalah pemahaman tentang
pentingnya lokasi geografis suatu wilayah. Lokasi geografis dapat mempengaruhi
sejumlah faktor, termasuk kondisi ekonomi, kebudayaan, politik, dan lingkungan.
Misalnya, wilayah yang terletak di sepanjang jalur perdagangan utama mungkin
akan mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih pesat dibandingkan dengan
wilayah yang terpencil. Demikian pula, faktor-faktor seperti iklim, topografi, dan
sumber daya alam juga dapat mempengaruhi perkembangan suatu wilayah.
Selain lokasi geografis, teori kewilayahan juga membahas tentang konsep-
konsep seperti identitas wilayah, pembangunan wilayah, dan konflik wilayah.
Identitas wilayah merujuk pada cara orang-orang di wilayah tertentu
mengidentifikasi diri mereka sendiri, yang dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor
seperti budaya, sejarah, dan geografi. Sementara itu, pembangunan wilayah adalah
upaya untuk meningkatkan kesejahteraan dan infrastruktur suatu wilayah, dengan
tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup penduduknya.
Konflik wilayah dapat muncul karena persaingan atas sumber daya, perbedaan
budaya atau politik, atau masalah lainnya. Teori kewilayahan membantu kita
memahami bagaimana konflik semacam itu dapat timbul dan bagaimana mereka
dapat diatasi atau dikelola.
Dalam konteks politik, teori kewilayahan juga dapat membantu kita memahami
konsep negara dan pemerintahan. Negara seringkali terdiri dari berbagai wilayah
yang memiliki kepentingan dan karakteristik yang berbeda, dan teori kewilayahan
dapat membantu menjelaskan dinamika politik di dalam negara tersebut.
Dalam ekonomi, teori kewilayahan membantu kita memahami bagaimana
faktor-faktor seperti pasar, infrastruktur, dan kebijakan pemerintah dapat
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Teori ini juga dapat
membantu kita memahami bagaimana perubahan global seperti globalisasi dapat
memengaruhi wilayah-wilayah tertentu.
Secara keseluruhan, teori kewilayahan memberikan kerangka kerja yang penting
untuk memahami hubungan antara wilayah atau daerah dengan faktor-faktor
lainnya. Dengan memahami interaksi ini, kita dapat mengembangkan strategi yang
lebih efektif untuk mengelola wilayah dan meningkatkan kesejahteraan
penduduknya.
Di tengah kompleksitas dunia yang terus berkembang, teori kewilayahan
menjadi penting untuk memahami interaksi antara berbagai elemen dalam suatu
wilayah. Wilayah bukan hanya sekadar garis-garis peta yang membatasi suatu area,
tetapi juga merupakan entitas yang hidup dengan dinamika internalnya sendiri.
Teori kewilayahan memberikan kerangka kerja yang memungkinkan kita untuk
menyelami esensi wilayah dan hubungannya dengan faktor-faktor lainnya, seperti
politik, ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan.
Wilayah Sebagai Entitas Kompleks
Wilayah tidak hanya terbatas pada geografi fisik, tetapi juga mencakup aspek-
aspek seperti identitas budaya, sejarah, dan kebijakan politik. Setiap wilayah
memiliki karakteristiknya sendiri yang terbentuk oleh interaksi berbagai faktor ini.
Misalnya, sebuah kota mungkin memiliki sejarah panjang yang membentuk
identitasnya, sementara wilayah pedesaan mungkin lebih dipengaruhi oleh faktor-
faktor lingkungan dan keberlanjutan.
Peran Lokasi Geografis
Lokasi geografis suatu wilayah memainkan peran penting dalam
perkembangannya. Wilayah yang berada di jalur perdagangan utama, misalnya,
mungkin akan mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih pesat dibandingkan
dengan wilayah yang terisolasi. Faktor-faktor seperti iklim, topografi, dan sumber
daya alam juga dapat mempengaruhi perkembangan suatu wilayah.
Pembangunan Wilayah dan Identitas
Pembangunan wilayah adalah upaya untuk meningkatkan kesejahteraan dan
infrastruktur suatu wilayah. Hal ini dapat mencakup pengembangan ekonomi,
pendidikan, dan infrastruktur fisik. Identitas wilayah, di sisi lain, merujuk pada cara
orang-orang di wilayah tertentu mengidentifikasi diri mereka sendiri, yang dapat
dipengaruhi oleh faktor-faktor budaya, sejarah, dan geografi.
Konflik dan Penyelesaian Konflik
Konflik wilayah dapat muncul karena persaingan atas sumber daya, perbedaan
budaya atau politik, atau masalah lainnya. Teori kewilayahan membantu kita
memahami bagaimana konflik semacam itu dapat timbul dan bagaimana mereka
dapat diatasi atau dikelola melalui pendekatan yang inklusif dan berkelanjutan.
Implikasi Politik dan Ekonomi
Dalam konteks politik, teori kewilayahan membantu kita memahami konsep
negara dan pemerintahan. Sementara dalam ekonomi, teori ini membantu kita
memahami bagaimana faktor-faktor seperti pasar, infrastruktur, dan kebijakan
pemerintah dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu wilayah.

2.3 HUBUNGAN ANTARA REGIONALISASI DENGAN TEORI


KEWILAYAHAN

Regionalisasi adalah proses di mana negara-negara atau wilayah-wilayah terlibat


dalam kerjasama untuk menciptakan suatu kawasan yang lebih terintegrasi, baik
secara ekonomi, politik, sosial, atau budaya. Sedangkan teori kewilayahan adalah
konsep dalam ilmu politik yang mengkaji bagaimana wilayah atau kawasan tertentu
diorganisir dan dikelola, serta bagaimana interaksi antara wilayah-wilayah tersebut
memengaruhi politik, ekonomi, dan sosial di dalamnya. Dalam konteks hubungan
internasional, teori kewilayahan dapat membantu memahami bagaimana dinamika
politik dan ekonomi antar-negara di suatu kawasan tertentu.

Untuk wilayah negara yang seluas negara kita, adalah mustahil bagi pemerintah
pusat untuk dapat secara sektoral menjangkau seluruh pelosok wilayah negara
dengan perhatian yang sama. Padahal perhatian pemerintah pusat kepada seluruh
bagian wilayah RI adalah sangat penting dalam mempertahankan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Kalau dilihat dari luasnya wilayah dari barat ke timur
dan dari utara ke selatan (termasuk wilayah laut), luas wilayah Indonesia tidak
terlalu berbeda dengan Amerika Serikat. Namun, kalau di AS seluruh wilayah
merupakan daratan dan karena itu hubungan fisik antarwilayah juga lebih kuat,
bagian-bagian negara Indonesia dipisahkan oleh laut yang dapat berfungsi sebagai
pemisah bila sarana perhubungan kurang lancar. Masalah NKRI ditambah lagi
dengan kenyataan bahwa wilayah kita dihuni oleh berbagai sukubangsa yang
masing- masing mempunyai bahasa daerahnya sendiri-sendiri, sedangkan AS
dihuni sebagian besar oleh pendatang dari Eropa, Afrika, dan Amerika Latin yang
masing-masing tidak mempunyai hubungan emosional dengan tanah di mana
mereka sekarang tinggal. Karena itulah, pentingnya konsep kewilayahan dalam
pembangunan nasional perlu ditekankan. Bagian-bagian dari wilayah negara kita
yang tidak terperhatikan oleh program sektoral, harus dapat dijangkau oleh program
kewilayahan secara komplementer. Dengan demikian maka secara agregat seluruh
wilayah negara kita memperoleh perhatian yang hampir sama dari pemerintah.
Manifestasi dari perhatian pemerintah ini adalah, bila kita memakai negara maju
seperti Amerika Serikat sebagai acuan maka di manapun seseorang tinggal dalam
negara itu, pelayanan minimal yang diperolehnya seharusnya tidak banyak berbeda:
listrik, air minum, telepon, akses jalan, keamanan, dan sebagainya. Apakah bentuk
“perhatian” pemerintah pusat yang dituntut oleh masyarakat di berbagai wilayah di
Indonesia? Tidak lain adalah pembagian yang adil dari “anggaran” negara.

Sedangkan Teori kewilayahan adalah konsep dalam ilmu geografi yang


mempelajari karakteristik, pembentukan, dan interaksi antara berbagai wilayah.
Teori ini mencakup pemahaman tentang bagaimana wilayah dibentuk, bagaimana
wilayah saling mempengaruhi, dan bagaimana wilayah tersebut dapat dikelola
secara efektif. Teori kewilayahan juga mencakup analisis tentang hubungan antara
wilayah dengan faktor-faktor seperti budaya, ekonomi, politik, dan lingkungan.
Dengan memahami teori kewilayahan, kita dapat lebih baik memahami
kompleksitas wilayah-wilayah di dunia ini dan merancang strategi yang tepat untuk
pengelolaan dan pembangunan wilayah tersebut.

Regionalisasi dan teori kewilayahan adalah dua konsep yang erat kaitannya
dalam pemahaman geografi dan ilmu sosial. Regionalisasi merujuk pada proses
pembagian suatu wilayah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil berdasarkan
karakteristik tertentu, sementara teori kewilayahan membahas tentang konsep dan
prinsip yang mendasari pemahaman kita tentang wilayah. Dalam konteks ini,
regionalisasi dapat dilihat sebagai aplikasi dari teori kewilayahan dalam konteks
praktis. Ketika para ahli menggunakan teori kewilayahan untuk menganalisis suatu
wilayah dan membaginya menjadi sub-wilayah berdasarkan karakteristik yang
sama, mereka sedang melakukan proses regionalisasi. Dengan kata lain,
regionalisasi adalah penerapan konsep-konsep teori kewilayahan dalam praktik.
Contoh kasus yang dapat menggambarkan hubungan antara regionalisasi dan
teori kewilayahan adalah pembagian administratif suatu negara. Misalnya,
Indonesia terbagi menjadi provinsi-provinsi berdasarkan pertimbangan geografis,
sosial, budaya, dan politik. Proses pembagian ini mencerminkan penerapan konsep
teori kewilayahan dalam praktik regionalisasi. Setiap provinsi di Indonesia
memiliki karakteristik yang unik, tetapi mereka juga saling terkait dan membentuk
satu kesatuan yang lebih besar, yaitu negara Indonesia.
Dengan demikian, hubungan antara regionalisasi dan teori kewilayahan adalah
bahwa regionalisasi merupakan implementasi dari konsep-konsep teori
kewilayahan dalam pembagian dan pemahaman wilayah-wilayah yang lebih kecil.
Melalui hubungan ini, kita dapat memahami bagaimana konsep teori kewilayahan
dapat diterapkan dalam konteks praktis untuk memahami dan mengelola wilayah-
wilayah yang kompleks
2.4 STUDI KASUS

Permasalahan human trafficking atau Perdagangan Manusia dari Indonesia


ke asia tenggara

Dari sekian banyak kejahatan transnasional, human trafficking merupakan salah


satu permasalahan terbesar yang dihadapi negara negara serta masyarakat
internasional.

Perdagangan manusia termasuk dalam kejahatan transnasional karena aktivitas


ini mampu melampaui batas-batas negara dan melibatkan satu negara dengan
negara lainnya Dari sekian banyaknya negara di Asia, Permasalahan human
trafficking telah menjadi isu yang penting dalam agenda keamanan internasional.
Salah satu kawasan yang marak terjadinya kasus human trafficking ialah asia
tenggara. Kawasan asia tenggara merupakan penyumbang korban kasus
perdagangan manusia yang cukup besar di dunia. Korban perdagangan manusia
bukan hanya tersebar di kawasan asia tenggara sendiri melainkan juga ke beberapa
Negara lainya.

Menurut data dari IOM (International Organization of Migration) jumlah kasus


human trafficking di kawasan asia tenggara terbilang cukup besar yaitu sekitar
200.000 orang lebih menjadi korban. Kasus human trafficking di kawasan asia
tenggara sulit untuk dihapuskan, Kemiskinan yang masih melanda di beberapa
negara di kawasan Asia Tenggara merupakan faktor terbesar yang menjadikan
human trafficking masih terjadi hingga saat ini.
Indonesia menjadi titik aktivitas untuk pengiriman dan transit perdagangan
manusia baik tingkat lokal maupun internasional. Tidak sedikit warga negara
Indonesia yang menjadi korban perdagangan manusia yang dikirimkan ke banyak
negara, mulai dari Malaysia, Thailand, Singapura, Arab Saudi, Filipina, dan banyak
negara lainnya, namun Malaysia merupakan negara penerima terbanyak korban
perdagangan manusia dari Indonesia. (Global Report on Trafficking In Persons,
2018). Dari tahun 2013 hingga sekarang Indonesia menempati posisi Tier atau
ranking 2 dalam Trafficking in Persons Report yang dibuat
oleh UNODC berdasarkan protokol Palermo. Protokol Ini juga menjelaskan
adanya tier-tier atau ranking-ranking, dilihat dari kekuatan hukum serta peraturan
yang berhubungan dengan perdagangan manusia yang ada dalam suatu negara.

Tier (ranking) 1 mengartikan bahwa hukum serta peraturan dalam negara tersebut
sudah bagus, dan telah sesuai dengan standarisasi yang dijelaskan dalam protokol
Palermo.

Mengartikan bahwa hukum serta peraturan mengenai perdagangan manusia dalam


negara tersebut sudah dalam standarisasi yang ada dalam protokol Palermo, tetapi
masih dianggap lemah dan belum efektif, sehingga masih perlu perbaikan.

Berkebalikan dengan kedua tier sebelumnya, tier 2 watchlist menjelaskan bahwa


hukum serta peraturan mengenai perdagangan manusia yang ada dalam suatu
negara belum memenuhi standarisasi minimum yang sudah ditetapkan dalam
protokol Palermo serta jumlah aktivitas perdagangan manusia
yang masih sangat tinggi terjadi di negara tersebut.

Dalam hal ini jelas bahwa pemerintah dalam negara tersebut harus berperan lebih,
dalam menanggulangi permasalahan human trafficking. Yang terakhir ialah tier
3 yang mana dalam tier ini menjelaskan bahwa hukum serta peraturan yang berlaku
dalam negara tersebut belum cukup kuat dan belum cukup efektif dalam
menanggulangi permasalahan perdagangan manusia dalam suatu negara.

Banyak para korban perdagangan manusia ini dipaksa untuk bekerja sebagai
pekerja seks komersial, serta pekerja
paksa. Hal ini dapat dilihat dari jumlah korban yang teridentifikasi dalam kasus
perdagangan manusia pada tahun 2012 yang mana jumlah korban wanita berjumlah
120 orang dan korban pria berjumlah 103 orang. (U.S Department of State, 2017).

Para korban perdagangan manusia tersebut ada yang diselundupkan melalui


perbatasan antara Indonesia dan Malaysia yang dapat dikatakan sangat berdekatan,
ada yang diberangkatkan menuju Malaysia dengan dalih dipekerjakan melalui
sebuah agensi, dan tak jarang disebabkan keadaan ekonomi tidak mampu dan tidak
sedikit pula di antara para korban tersebut menginginkan kehidupan yang lebih
layak di negara tujuan, yang tentu saja di iming-imingkan oleh para oknum untuk
dapat bekerja dengan upah yang besar. Para korban yang terlibat perdagangan
manusia ini berasal dari Jawa Barat, Jawa Tengan, Jawa Timur, beberapa kota di
Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur serta Banten. (Global Report on
Trafficking In Persons, 2018) Banyak dari korban perdagangan manusia tersebut
merupakan orang-orang yang berasal dari desa-desa.
indonesia sendiri dalam permasalahan ini sudah melakukan banyak hal guna
menanggulangi aktivitas terlarang ini.

Mulai dari pembuatan undang-undang hingga peraturan serta hukum, tetapi tidak
juga membuat aktivitas ini berkurang. Dengan meratifikasi protokol Palermo,
berperan sebagai salah satu inisiator Bali Process, menjalin kemitraan multilateral
dengan Australia dan Filipina, serta dengan sejumlah negara lain dalam forum
internasional untuk mengatasi masalah ini. Meskipun telah mengeluarkan Undang-
Undang Nomor 21 tahun 2007 yang mengatur tentang pemberantasan Tindak
Pidana Perdagangan Orang (TPPO), dan pada tahun 2008 mengeluarkan undang-
undang yang sejenis, kerangka hukum dan regulasi terkait perdagangan manusia
tersebut masih belum optimal dan belum mampu secara efektif mengatasi atau
mengurangi permasalahan perdagangan manusia di Indonesia.
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Perwilayahan (regionalisasi) adalah suatu proses penggolongan wilayah


berdasarkan kriteria tertentu.sedangkan Teori kewilayahan adalah konsep yang
digunakan dalam berbagai bidang studi untuk memahami dan menganalisis
interaksi antara wilayah atau daerah dengan faktor-faktor lainnya, seperti politik,
ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan.

Regionalisasi dan teori kewilayahan adalah dua konsep penting dalam ilmu sosial
dan geografi yang memiliki dampak yang signifikan dalam pemahaman terhadap
dinamika wilayah serta pembangunan berkelanjutan. Dalam konteks globalisasi
yang semakin berkembang pesat, pemahaman yang mendalam tentang kedua
konsep ini menjadi kunci untuk menghadapi tantangan kompleks dalam
pengelolaan sumber daya, pembangunan ekonomi, serta pemenuhan kebutuhan
sosial dan lingkungan. Tulisan ini bertujuan untuk menguraikan secara rinci tentang
esensi dari regionalisasi dan teori kewilayahan, hubungan antara keduanya, serta
implikasi praktisnya dalam konteks pembangunan wilayah.
Pertama-tama, penting untuk memahami konsep regionalisasi dalam konteks
geografi manusia. Regionalisasi mengacu pada proses pembagian wilayah
berdasarkan karakteristik tertentu, seperti politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Ini
dapat terjadi secara alami atau dibuat oleh manusia, dengan tujuan untuk
memahami dan mengelola kompleksitas geografis serta interaksi antara manusia
dan lingkungannya. Konsep ini juga mencakup pembentukan identitas wilayah
yang unik, yang sering kali menjadi dasar untuk pembangunan kebijakan lokal dan
nasional.
Sementara itu, teori kewilayahan adalah kerangka konseptual yang digunakan
untuk menganalisis hubungan antara wilayah dan faktor-faktor lainnya, baik itu
dalam skala lokal, regional, atau global. Teori ini mencakup berbagai pendekatan,
mulai dari klasik hingga kontemporer, yang mengeksplorasi dinamika spasial,
interaksi antarwilayah, serta pola distribusi fenomena sosial, ekonomi, dan politik.
Dalam konteks teori kewilayahan, wilayah tidak hanya dianggap sebagai entitas
statis, tetapi juga sebagai sistem kompleks yang terus berubah dalam respons
terhadap berbagai kekuatan dan dinamika eksternal dan internal.
Hubungan antara regionalisasi dan teori kewilayahan sangat erat, di mana
regionalisasi dapat dipandang sebagai penerapan konsep-konsep teori kewilayahan
dalam konteks praktis. Dalam pembangunan regional, misalnya, pemahaman yang
kuat tentang teori kewilayahan dapat membantu para pembuat kebijakan dalam
mengidentifikasi pola interaksi antarwilayah, distribusi sumber daya, serta
tantangan dan peluang pembangunan yang mungkin terjadi di suatu wilayah. Selain
itu, konsep-konsep teori kewilayahan juga dapat membimbing dalam merancang
strategi pengembangan yang berkelanjutan dan inklusif, dengan
mempertimbangkan dinamika kompleks antara wilayah, ekonomi, sosial, dan
lingkungan.
Implikasi praktis dari hubungan antara regionalisasi dan teori kewilayahan sangat
relevan dalam konteks pembangunan wilayah. Melalui pendekatan yang berbasis
pada pemahaman yang kuat tentang dinamika wilayah dan faktor-faktor yang
memengaruhinya, para pembuat kebijakan dapat merancang kebijakan yang lebih
efektif dan responsif terhadap kebutuhan lokal dan regional. Misalnya, dalam
pengelolaan sumber daya alam, pemahaman tentang pola distribusi spasial dan
interaksi antarwilayah dapat membantu dalam merancang strategi konservasi yang
lebih efektif serta dalam mengatasi konflik atas penggunaan sumber daya yang
terbatas. Demikian pula, dalam pembangunan ekonomi regional, konsep-konsep
teori kewilayahan dapat membimbing dalam identifikasi sektor-sektor potensial
yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif.
Namun, meskipun hubungan antara regionalisasi dan teori kewilayahan
memberikan dasar yang kuat untuk pemahaman yang lebih baik tentang dinamika
wilayah, penting untuk diingat bahwa pendekatan ini juga memiliki beberapa
keterbatasan dan tantangan. Salah satu tantangan utama adalah kompleksitas dan
dinamika yang berkembang pesat dari fenomena sosial, ekonomi, dan lingkungan
yang memengaruhi wilayah. Hal ini memerlukan pendekatan yang terus-menerus
diperbarui dan disesuaikan dengan perkembangan konteks lokal, regional, dan
global. Selain itu, implementasi kebijakan dan strategi pembangunan yang berbasis
pada konsep-konsep regionalisasi dan teori kewilayahan juga memerlukan
kerjasama yang erat antara berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah,
sektor swasta, masyarakat sipil, dan lembaga akademis.
Dalam kesimpulan, pemahaman yang mendalam tentang regionalisasi dan teori
kewilayahan memiliki implikasi yang signifikan dalam pembangunan wilayah yang
berkelanjutan dan inklusif. Melalui pendekatan yang berbasis pada konsep-konsep
ini, para pembuat kebijakan dan praktisi pembangunan dapat merancang strategi
yang lebih efektif untuk mengelola kompleksitas geografis dan sosial,
mempromosikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, serta meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Meskipun tantangan dan keterbatasan tetap ada,
penggunaan konsep-konsep ini sebagai panduan dalam pembangunan wilayah
dapat membantu dalam menciptakan perubahan positif yang berkelanjutan dalam
jangka panjang.
DAFTAR PUSTAKA

Kumparan. (2023). Pengertian Wilayah Menurut Ahli dan Jenis-jenisnya.


pengertian dan istilah, 1.

Sasongko. (2020). Konsep Kewilayahan dan Pertumbuhan Wilayah. Perpustakaan


UT,

Monique, P., & Puspamawarni, V. A. (2020). Buruh Migran dan Human


Trafficking: Studi Tentang Peningkatan Perdagangan Manusia dari
Indonesia ke Malaysia. Transformasi Global, 7(1), 67-94.

Midhol, A. B. (2022). KASUS HUMAN TRAFFICKING DI ASIA TENGGARA.

Afriansyah, R., Febrianti, V., & Sari, I. (2022). Upaya Asean dalam Menangani
Human Trafficking di Regional Asean:(Studi Kasus: Perdagangan
Perempuan & Anak). Aufklarung: Jurnal Pendidikan, Sosial dan
Humaniora, 2(3), 223-230.

Khairi, N. F. (2021). Upaya ASEAN dalam Menangani Masalah Perdagangan


Manusia di Asia Tenggara: Asean Effort In Dealing With Human
Trafficking Problems In Southeast Asia. Anterior Jurnal, 20(2), 84-93.

Ardhana, V. Y. P., Sapi’i, M., Hasbullah, H., & Sampetoding, E. A. M. (2022).


Web-Based Library Information System Using Rapid Application
Development (RAD) Method at Qamarul Huda University. The IJICS
(International Journal of Informatics and Computer Science), 6(1).
https://doi.org/10.30865/ijics.v6i1.4031

Arifin, O., & Supriyatna, A. R. (2023). Sistem Informasi Geografis Untuk


Pemetaan Lahan Kakao Menggunakan Leaflet Js Dan Geojson. Jurnal
Teknoinfo, 17(1). https://doi.org/10.33365/jti.v17i1.2397

Mulyana. (2020). Regionalisme dan Regionalisasi Asia Tengah. Repository


Unikom, 20.
Syahdani. (2021). regionalisasi dan regionalisme setelah Perang Dingin. Jurnal
UPN, 6.

Anda mungkin juga menyukai