Disusun Oleh
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2024
BAB I
PENDAHULUAN
Regionalisasi dan kewilayahan merupakan konsep yang penting dalam ilmu sosial.
Keduanya membahas tentang pembagian wilayah berdasarkan berbagai faktor
seperti geografi, budaya, ekonomi, politik, dan lainnya. Regionalisasi mengacu
pada proses pembagian wilayah ataupun pengelompokan ke dalam unit-unit yang
lebih kecil berdasarkan karakteristik tertentu. Dari pengelompokan tersebut akan
terlihat daerah yang menunjukkan adanya persamaan dan perbedaan.
Pengelompokan ini memungkinkan analisis yang lebih mendalam tentang
perbedaan dan kesamaan antar wilayah. Regionalisasi dapat dikatakan juga sebagai
proses pewilayahan. Regionalisasi dalam bahasa bebas dapat diartikan sebagai
pengelompokan area-area yang bersifat lokal dan -Departemen Geografi
Pembangunan- 385 mempunyai kesamaan karakteristik/ciri menurut kriteria
tertentu. Menurut (Sumaatmadja, 1988), region adalah wilayah dengan
karakteristik yang khas sehingga memiliki perbedaan atau dapat dibedakan dengan
region-region di sekitarnya.
Sementara itu, kewilayahan berasal dari kata wilayah yang menurut Undang-
Undang Nomor 26 Tahun 2007 menyebutkan bahwa wilayah adalah ruang yang
merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan
sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.
Secara umum wilayah terbagi menjadi dua yakni wilayah formal dan wilayah
fungsional. Wilayah formal memiliki ciri adanya keseragaman atau homogenitas
tertentu di dalamnya. Keseragaman atau homogenitas ini menjadi ciri khas dari
masing-masing wilayah. Homogenitas di suatu wilayah dapat dilihat dari kriteria
alam maupun sosial budaya. Sedangkan Wilayah fungsional memiliki ciri adanya
kegiatan yang saling berhubungan secara fungsional. Wilayah fungsional
mencakup suatu kawasan yang terdiri atas beberapa wilayah heterogen, tetapi
memiliki hubungan dalam memenuhi kebutuhan hidup.
PEMBAHASAN
2.1 REGIONALISASI
1. Regionalisasi Politik
2. Regionalisasi Ekonomi
3. Regionalisasi Kebudayaan
Manfaat regionalisasi:
Tantangan Regionalisasi:
Proses regionalisasi mempunyai ciri khas tersendiri dan harus disesuaikan dengan
kebutuhan dan karakteristik setempat. Selain itu, regionalisasi memberikan
wawasan tentang interaksi antar wilayah dan juga dapat mengidentifikasi potensi
kolaborasi antar wilayah.
Proses ini memiliki beberapa tujuan antara lain peningkatan sumber daya
administrasi daerah dan pelayanan publik, peningkatan pertumbuhan ekonomi,
penguatan identitas budaya dan sosial daerah, serta optimalisasi potensi masing-
masing daerah. Di Indonesia, sistem regionalisasi diatur dalam Undang-Undang
Pemerintahan Daerah Nomor 23 Tahun 2014.
1. Faktor fisik:
2. Faktor Sosial:
• Kepadatan Penduduk: Daerah padat penduduk cenderung memiliki pola
pemukiman dan kebutuhan pelayanan yang berbeda-beda.
3. Faktor Ekonomi :
4. Faktor Politik:
5. Faktor Budaya :
Richard Morrill:
· Morrill menyumbangkan pemikiran dalam analisis spasial wilayah. Ia
menekankan pentingnya memahami distribusi spasial dari berbagai
fenomena sosial, ekonomi, dan politik dalam konteks wilayah.
· Teorinya menyoroti bahwa pola-pola spasial ini mencerminkan interaksi
kompleks antara berbagai faktor, seperti kebijakan pemerintah, kondisi
ekonomi, dan faktor geografis.
· Morrill juga menekankan pentingnya menggunakan teknologi informasi
geografis (GIS) dalam analisis spasial untuk memahami lebih dalam pola-
pola wilayah.
Peter Haggett:
Torsten Hägerstrand:
Salah satu aspek penting dalam teori kewilayahan adalah pemahaman tentang
pentingnya lokasi geografis suatu wilayah. Lokasi geografis dapat mempengaruhi
sejumlah faktor, termasuk kondisi ekonomi, kebudayaan, politik, dan lingkungan.
Misalnya, wilayah yang terletak di sepanjang jalur perdagangan utama mungkin
akan mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih pesat dibandingkan dengan
wilayah yang terpencil. Demikian pula, faktor-faktor seperti iklim, topografi, dan
sumber daya alam juga dapat mempengaruhi perkembangan suatu wilayah.
Selain lokasi geografis, teori kewilayahan juga membahas tentang konsep-
konsep seperti identitas wilayah, pembangunan wilayah, dan konflik wilayah.
Identitas wilayah merujuk pada cara orang-orang di wilayah tertentu
mengidentifikasi diri mereka sendiri, yang dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor
seperti budaya, sejarah, dan geografi. Sementara itu, pembangunan wilayah adalah
upaya untuk meningkatkan kesejahteraan dan infrastruktur suatu wilayah, dengan
tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup penduduknya.
Konflik wilayah dapat muncul karena persaingan atas sumber daya, perbedaan
budaya atau politik, atau masalah lainnya. Teori kewilayahan membantu kita
memahami bagaimana konflik semacam itu dapat timbul dan bagaimana mereka
dapat diatasi atau dikelola.
Dalam konteks politik, teori kewilayahan juga dapat membantu kita memahami
konsep negara dan pemerintahan. Negara seringkali terdiri dari berbagai wilayah
yang memiliki kepentingan dan karakteristik yang berbeda, dan teori kewilayahan
dapat membantu menjelaskan dinamika politik di dalam negara tersebut.
Dalam ekonomi, teori kewilayahan membantu kita memahami bagaimana
faktor-faktor seperti pasar, infrastruktur, dan kebijakan pemerintah dapat
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Teori ini juga dapat
membantu kita memahami bagaimana perubahan global seperti globalisasi dapat
memengaruhi wilayah-wilayah tertentu.
Secara keseluruhan, teori kewilayahan memberikan kerangka kerja yang penting
untuk memahami hubungan antara wilayah atau daerah dengan faktor-faktor
lainnya. Dengan memahami interaksi ini, kita dapat mengembangkan strategi yang
lebih efektif untuk mengelola wilayah dan meningkatkan kesejahteraan
penduduknya.
Di tengah kompleksitas dunia yang terus berkembang, teori kewilayahan
menjadi penting untuk memahami interaksi antara berbagai elemen dalam suatu
wilayah. Wilayah bukan hanya sekadar garis-garis peta yang membatasi suatu area,
tetapi juga merupakan entitas yang hidup dengan dinamika internalnya sendiri.
Teori kewilayahan memberikan kerangka kerja yang memungkinkan kita untuk
menyelami esensi wilayah dan hubungannya dengan faktor-faktor lainnya, seperti
politik, ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan.
Wilayah Sebagai Entitas Kompleks
Wilayah tidak hanya terbatas pada geografi fisik, tetapi juga mencakup aspek-
aspek seperti identitas budaya, sejarah, dan kebijakan politik. Setiap wilayah
memiliki karakteristiknya sendiri yang terbentuk oleh interaksi berbagai faktor ini.
Misalnya, sebuah kota mungkin memiliki sejarah panjang yang membentuk
identitasnya, sementara wilayah pedesaan mungkin lebih dipengaruhi oleh faktor-
faktor lingkungan dan keberlanjutan.
Peran Lokasi Geografis
Lokasi geografis suatu wilayah memainkan peran penting dalam
perkembangannya. Wilayah yang berada di jalur perdagangan utama, misalnya,
mungkin akan mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih pesat dibandingkan
dengan wilayah yang terisolasi. Faktor-faktor seperti iklim, topografi, dan sumber
daya alam juga dapat mempengaruhi perkembangan suatu wilayah.
Pembangunan Wilayah dan Identitas
Pembangunan wilayah adalah upaya untuk meningkatkan kesejahteraan dan
infrastruktur suatu wilayah. Hal ini dapat mencakup pengembangan ekonomi,
pendidikan, dan infrastruktur fisik. Identitas wilayah, di sisi lain, merujuk pada cara
orang-orang di wilayah tertentu mengidentifikasi diri mereka sendiri, yang dapat
dipengaruhi oleh faktor-faktor budaya, sejarah, dan geografi.
Konflik dan Penyelesaian Konflik
Konflik wilayah dapat muncul karena persaingan atas sumber daya, perbedaan
budaya atau politik, atau masalah lainnya. Teori kewilayahan membantu kita
memahami bagaimana konflik semacam itu dapat timbul dan bagaimana mereka
dapat diatasi atau dikelola melalui pendekatan yang inklusif dan berkelanjutan.
Implikasi Politik dan Ekonomi
Dalam konteks politik, teori kewilayahan membantu kita memahami konsep
negara dan pemerintahan. Sementara dalam ekonomi, teori ini membantu kita
memahami bagaimana faktor-faktor seperti pasar, infrastruktur, dan kebijakan
pemerintah dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu wilayah.
Untuk wilayah negara yang seluas negara kita, adalah mustahil bagi pemerintah
pusat untuk dapat secara sektoral menjangkau seluruh pelosok wilayah negara
dengan perhatian yang sama. Padahal perhatian pemerintah pusat kepada seluruh
bagian wilayah RI adalah sangat penting dalam mempertahankan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Kalau dilihat dari luasnya wilayah dari barat ke timur
dan dari utara ke selatan (termasuk wilayah laut), luas wilayah Indonesia tidak
terlalu berbeda dengan Amerika Serikat. Namun, kalau di AS seluruh wilayah
merupakan daratan dan karena itu hubungan fisik antarwilayah juga lebih kuat,
bagian-bagian negara Indonesia dipisahkan oleh laut yang dapat berfungsi sebagai
pemisah bila sarana perhubungan kurang lancar. Masalah NKRI ditambah lagi
dengan kenyataan bahwa wilayah kita dihuni oleh berbagai sukubangsa yang
masing- masing mempunyai bahasa daerahnya sendiri-sendiri, sedangkan AS
dihuni sebagian besar oleh pendatang dari Eropa, Afrika, dan Amerika Latin yang
masing-masing tidak mempunyai hubungan emosional dengan tanah di mana
mereka sekarang tinggal. Karena itulah, pentingnya konsep kewilayahan dalam
pembangunan nasional perlu ditekankan. Bagian-bagian dari wilayah negara kita
yang tidak terperhatikan oleh program sektoral, harus dapat dijangkau oleh program
kewilayahan secara komplementer. Dengan demikian maka secara agregat seluruh
wilayah negara kita memperoleh perhatian yang hampir sama dari pemerintah.
Manifestasi dari perhatian pemerintah ini adalah, bila kita memakai negara maju
seperti Amerika Serikat sebagai acuan maka di manapun seseorang tinggal dalam
negara itu, pelayanan minimal yang diperolehnya seharusnya tidak banyak berbeda:
listrik, air minum, telepon, akses jalan, keamanan, dan sebagainya. Apakah bentuk
“perhatian” pemerintah pusat yang dituntut oleh masyarakat di berbagai wilayah di
Indonesia? Tidak lain adalah pembagian yang adil dari “anggaran” negara.
Regionalisasi dan teori kewilayahan adalah dua konsep yang erat kaitannya
dalam pemahaman geografi dan ilmu sosial. Regionalisasi merujuk pada proses
pembagian suatu wilayah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil berdasarkan
karakteristik tertentu, sementara teori kewilayahan membahas tentang konsep dan
prinsip yang mendasari pemahaman kita tentang wilayah. Dalam konteks ini,
regionalisasi dapat dilihat sebagai aplikasi dari teori kewilayahan dalam konteks
praktis. Ketika para ahli menggunakan teori kewilayahan untuk menganalisis suatu
wilayah dan membaginya menjadi sub-wilayah berdasarkan karakteristik yang
sama, mereka sedang melakukan proses regionalisasi. Dengan kata lain,
regionalisasi adalah penerapan konsep-konsep teori kewilayahan dalam praktik.
Contoh kasus yang dapat menggambarkan hubungan antara regionalisasi dan
teori kewilayahan adalah pembagian administratif suatu negara. Misalnya,
Indonesia terbagi menjadi provinsi-provinsi berdasarkan pertimbangan geografis,
sosial, budaya, dan politik. Proses pembagian ini mencerminkan penerapan konsep
teori kewilayahan dalam praktik regionalisasi. Setiap provinsi di Indonesia
memiliki karakteristik yang unik, tetapi mereka juga saling terkait dan membentuk
satu kesatuan yang lebih besar, yaitu negara Indonesia.
Dengan demikian, hubungan antara regionalisasi dan teori kewilayahan adalah
bahwa regionalisasi merupakan implementasi dari konsep-konsep teori
kewilayahan dalam pembagian dan pemahaman wilayah-wilayah yang lebih kecil.
Melalui hubungan ini, kita dapat memahami bagaimana konsep teori kewilayahan
dapat diterapkan dalam konteks praktis untuk memahami dan mengelola wilayah-
wilayah yang kompleks
2.4 STUDI KASUS
Tier (ranking) 1 mengartikan bahwa hukum serta peraturan dalam negara tersebut
sudah bagus, dan telah sesuai dengan standarisasi yang dijelaskan dalam protokol
Palermo.
Dalam hal ini jelas bahwa pemerintah dalam negara tersebut harus berperan lebih,
dalam menanggulangi permasalahan human trafficking. Yang terakhir ialah tier
3 yang mana dalam tier ini menjelaskan bahwa hukum serta peraturan yang berlaku
dalam negara tersebut belum cukup kuat dan belum cukup efektif dalam
menanggulangi permasalahan perdagangan manusia dalam suatu negara.
Banyak para korban perdagangan manusia ini dipaksa untuk bekerja sebagai
pekerja seks komersial, serta pekerja
paksa. Hal ini dapat dilihat dari jumlah korban yang teridentifikasi dalam kasus
perdagangan manusia pada tahun 2012 yang mana jumlah korban wanita berjumlah
120 orang dan korban pria berjumlah 103 orang. (U.S Department of State, 2017).
Mulai dari pembuatan undang-undang hingga peraturan serta hukum, tetapi tidak
juga membuat aktivitas ini berkurang. Dengan meratifikasi protokol Palermo,
berperan sebagai salah satu inisiator Bali Process, menjalin kemitraan multilateral
dengan Australia dan Filipina, serta dengan sejumlah negara lain dalam forum
internasional untuk mengatasi masalah ini. Meskipun telah mengeluarkan Undang-
Undang Nomor 21 tahun 2007 yang mengatur tentang pemberantasan Tindak
Pidana Perdagangan Orang (TPPO), dan pada tahun 2008 mengeluarkan undang-
undang yang sejenis, kerangka hukum dan regulasi terkait perdagangan manusia
tersebut masih belum optimal dan belum mampu secara efektif mengatasi atau
mengurangi permasalahan perdagangan manusia di Indonesia.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Regionalisasi dan teori kewilayahan adalah dua konsep penting dalam ilmu sosial
dan geografi yang memiliki dampak yang signifikan dalam pemahaman terhadap
dinamika wilayah serta pembangunan berkelanjutan. Dalam konteks globalisasi
yang semakin berkembang pesat, pemahaman yang mendalam tentang kedua
konsep ini menjadi kunci untuk menghadapi tantangan kompleks dalam
pengelolaan sumber daya, pembangunan ekonomi, serta pemenuhan kebutuhan
sosial dan lingkungan. Tulisan ini bertujuan untuk menguraikan secara rinci tentang
esensi dari regionalisasi dan teori kewilayahan, hubungan antara keduanya, serta
implikasi praktisnya dalam konteks pembangunan wilayah.
Pertama-tama, penting untuk memahami konsep regionalisasi dalam konteks
geografi manusia. Regionalisasi mengacu pada proses pembagian wilayah
berdasarkan karakteristik tertentu, seperti politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Ini
dapat terjadi secara alami atau dibuat oleh manusia, dengan tujuan untuk
memahami dan mengelola kompleksitas geografis serta interaksi antara manusia
dan lingkungannya. Konsep ini juga mencakup pembentukan identitas wilayah
yang unik, yang sering kali menjadi dasar untuk pembangunan kebijakan lokal dan
nasional.
Sementara itu, teori kewilayahan adalah kerangka konseptual yang digunakan
untuk menganalisis hubungan antara wilayah dan faktor-faktor lainnya, baik itu
dalam skala lokal, regional, atau global. Teori ini mencakup berbagai pendekatan,
mulai dari klasik hingga kontemporer, yang mengeksplorasi dinamika spasial,
interaksi antarwilayah, serta pola distribusi fenomena sosial, ekonomi, dan politik.
Dalam konteks teori kewilayahan, wilayah tidak hanya dianggap sebagai entitas
statis, tetapi juga sebagai sistem kompleks yang terus berubah dalam respons
terhadap berbagai kekuatan dan dinamika eksternal dan internal.
Hubungan antara regionalisasi dan teori kewilayahan sangat erat, di mana
regionalisasi dapat dipandang sebagai penerapan konsep-konsep teori kewilayahan
dalam konteks praktis. Dalam pembangunan regional, misalnya, pemahaman yang
kuat tentang teori kewilayahan dapat membantu para pembuat kebijakan dalam
mengidentifikasi pola interaksi antarwilayah, distribusi sumber daya, serta
tantangan dan peluang pembangunan yang mungkin terjadi di suatu wilayah. Selain
itu, konsep-konsep teori kewilayahan juga dapat membimbing dalam merancang
strategi pengembangan yang berkelanjutan dan inklusif, dengan
mempertimbangkan dinamika kompleks antara wilayah, ekonomi, sosial, dan
lingkungan.
Implikasi praktis dari hubungan antara regionalisasi dan teori kewilayahan sangat
relevan dalam konteks pembangunan wilayah. Melalui pendekatan yang berbasis
pada pemahaman yang kuat tentang dinamika wilayah dan faktor-faktor yang
memengaruhinya, para pembuat kebijakan dapat merancang kebijakan yang lebih
efektif dan responsif terhadap kebutuhan lokal dan regional. Misalnya, dalam
pengelolaan sumber daya alam, pemahaman tentang pola distribusi spasial dan
interaksi antarwilayah dapat membantu dalam merancang strategi konservasi yang
lebih efektif serta dalam mengatasi konflik atas penggunaan sumber daya yang
terbatas. Demikian pula, dalam pembangunan ekonomi regional, konsep-konsep
teori kewilayahan dapat membimbing dalam identifikasi sektor-sektor potensial
yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif.
Namun, meskipun hubungan antara regionalisasi dan teori kewilayahan
memberikan dasar yang kuat untuk pemahaman yang lebih baik tentang dinamika
wilayah, penting untuk diingat bahwa pendekatan ini juga memiliki beberapa
keterbatasan dan tantangan. Salah satu tantangan utama adalah kompleksitas dan
dinamika yang berkembang pesat dari fenomena sosial, ekonomi, dan lingkungan
yang memengaruhi wilayah. Hal ini memerlukan pendekatan yang terus-menerus
diperbarui dan disesuaikan dengan perkembangan konteks lokal, regional, dan
global. Selain itu, implementasi kebijakan dan strategi pembangunan yang berbasis
pada konsep-konsep regionalisasi dan teori kewilayahan juga memerlukan
kerjasama yang erat antara berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah,
sektor swasta, masyarakat sipil, dan lembaga akademis.
Dalam kesimpulan, pemahaman yang mendalam tentang regionalisasi dan teori
kewilayahan memiliki implikasi yang signifikan dalam pembangunan wilayah yang
berkelanjutan dan inklusif. Melalui pendekatan yang berbasis pada konsep-konsep
ini, para pembuat kebijakan dan praktisi pembangunan dapat merancang strategi
yang lebih efektif untuk mengelola kompleksitas geografis dan sosial,
mempromosikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, serta meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Meskipun tantangan dan keterbatasan tetap ada,
penggunaan konsep-konsep ini sebagai panduan dalam pembangunan wilayah
dapat membantu dalam menciptakan perubahan positif yang berkelanjutan dalam
jangka panjang.
DAFTAR PUSTAKA
Afriansyah, R., Febrianti, V., & Sari, I. (2022). Upaya Asean dalam Menangani
Human Trafficking di Regional Asean:(Studi Kasus: Perdagangan
Perempuan & Anak). Aufklarung: Jurnal Pendidikan, Sosial dan
Humaniora, 2(3), 223-230.