Anda di halaman 1dari 131

Materi Ajar

MATA PELAJARAN GEOGRAFI


KELAS/SEMESTER : XII/I
KONSEP WILAYAH
DAN
TATA RUANG

PENDIDIKAN PROFESI GURU (PPG)


SM3T UNP ANGKATAN V
2017
PENDIDIKAN GEOGRAFI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
ii
KONSEP WILAYAH DAN TATA RUANG

Satuan Pendidikan : SMA


Mata Pelajaran : Geografi
Kelas / Semester : XII / I
Alokasi Waktu : 17 PT (2 x 45’)
A. Kompetensi Inti :
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agam yang dianutnya.
2. Menunjukkan sikap jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong
royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif, dan proaktif,
sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi
secara efektif dengan lingungan sosial dan alam serta dalam
menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
3. Memahami, menerapkan, meganalisis, pengetahuan faktual,
konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan
kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab
fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada
bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk
memecahkan masalah.
4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah
abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah
secara mandiri, dan mampu menggunakan metode sesuai kaidah
keilmuan.
B. Kompetensi Dasar :
3.2 Memahami konsep wilayah dan pewilayahan dalam perencanaan tata
ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.
4.2 Membuat peta pengelompokkan penggunaan lahan di wilayah
kabupaten/kota/provinsi berdasarkan data wilayah setempat.
C. Indikator :
1. Mengklasifikasikan jenis-jenis wilayah
2. Menjelaskan konsep wilayah dan pewilayahan

11
3. Menganalisis metode perwilayahan dan regionalisasi
4. Menganalisis dinamika dan tahapan perkembangan wilayah
5. Menganalisis strategi dalam pengembangan wilayah
6. Menjelaskan konsep ruang dan penataan ruang
7. Mengklasifikasikan penataan ruang
8. Mengidentifikasi struktur penataan ruang
9. Mengidentifikasi konsep pembangunan
10. Mengidentifikasi indikator pembangunan suatu wilayah
11. Mengidentifikasi pusat-pusat pertumbuhan wilayah yang ada di
Indonesia
12. Menganalisis teori-teori pertumbuhan wilayah menurut para ahli
13. Menganalisis pengaruh dari pusat-pusat pertumbuhan bagi wilayah
14. Menjelaskan lingkup dan kegiatan dalam penataan ruang wilayah
15. Menjelaskan hirarki dalam penataan ruang di Indonesia
16. Menjelaskan kebijakan dalam pembangunan wilayah
17. Menganalisis peluang dan tantangan dalam pengembangan wilayah
18. Menganalisis permasalahan dalam penataan ruang wilayah di Indonesia
19. Menjelaskan perencanaan pembangunan di Indonesia

12
Anda mungkin pernah naik ke suatu tempat yang lebih tinggi, misalnya
puncak gunung, perbukitan, gedung bertingkat, atau naik menara, semacam tugu
monumen nasional (Monas). Pada ketinggian tempat tersebut, anda mungkin
melihat sebuah hamparan permukaan bumi yang indah dan berkesan.
Pada hamparan tersebut tampak suatu tata penggunaan lahan, ada yang
digunakan untuk bangunan gedung, jalan-jalan, pertokoan, bahkan ada yang
tampak kosong beluk dimanfaatkan. Hal tersebut merupakan gambaran tentang
wilayah kota sebagai pusat pertumbuhan. Dalam bab ini, akan dibahas mengengai
suatu bentuk wilayah dan pewilayahan serta pusat-pusat pertumbuhannya dan
batas wilayah pembangunan di Indonesia.

Gambar. 1. Wilayah pedesaan dan perkotaan


Sumber : https://upload.wikimedia.org/wikipedia
Perhatikan gambar-gambar di atas! Itulah bukti adanya proses
perkembangan suatu wilayah. Dari wilayah kecil yang sepi dan terpencil
kemudian ada sebuah kota megapolitan yang luas dan ramai serta penuh sesak
dengan hiruk pikuk kehidupan penghuninya. Suatu wilayah dapat tumbuh dan
berkembang apabila didukung oleh potensi sumber daya alam dan sumber daya
manusia yang cukup. Selain itu, pengaruh wilayah lain yang lebih dahulu menjadi
pusat pertumbuhan ikut mendorong cepatnya pertumbuhan dan perkembangan
suatu wilayah. Mengapa demikian? Kegiatan ekonomi yang beragam dan interaksi
antarwilayah dalam rangka pemenuhan kebutuhan wilayah memainkan peran
penting dalam proses ini. Nah, untuk memahami lebih jauh apa dan bagaimana

13
suatu wilayah bisa berkembang menjadi pusat pertumbuhan, ikuti pembahasan
materi berikut ini.
Suatu wilayah mempunyai karakteristik tertentu sehingga berbeda
dengan wilayah yang lain. Pusat pertumbuhan yang muncul di suatu wilayah akan
memengaruhi wilayah sekitarnya. Wilayah yang tumbuh dan berkembang
diharapkan memberi keuntungan ekonomi serta peningkatan kesejahteraan
penduduknya. Mengapa suatu wilayah dapat tumbuh dan berkembang?
Bagaimana mengidentifikasi pusat-pusat pertumbuhan yang akan menjadi kota?
Bagaimana fenomena geografis dapat dijadikan dasar dalam pengembangan
wilayah? Bagaimana menentukan batas-batas wilayah pertumbuhan? Ingin segera
mengetahuinya? Anda penasaran? Ikuti pembahasannya berikut.
A. Konsep Wilayah dan Tata Ruang
1. Wilayah dan Pewilayahan
a. Klasifikasi Wilayah
Rustiadi dalam Mutaali (2014) mengklasifikasi wilayah spatial ada dua tipe
wilayah : (1) wilayah formal, merupakan tempat-tempat yang memiliki kesamaan-
kesamaan karakteristik, dan (2) wilayah fungsional atau nodal, merupakan kosep
wilayah dengan menekankan kesamaan keterkaitan antar komponen atau
lokasi/tempat. Dengan demikian terdapat tiga konsep wilayah yang dikenal
selama ini adalah : (1) wilayah homogen, (2) wilayah fungsional/sistem, (3)
wilayah perencanaan/pengelolaan.
Beberapa pengertian dasar tentang jenis-jenis wilayah adalah sebagai
berikut :
1) Wilayah Homogen/Formal
Konsep wilayah homogen lebih menekankan aspek homogenitas
(kesamaan) dalam kelompok dan memaksimumkan perbedaan antar
kelompok tanpa memperhatikan bentuk hubungan fungsional (interaksi)
antar wilayah-wilayahnya di dalamnya. Dengan demikian, wilayah
homogen tidak lain adalah wilayah yang diidentifikasikan berdasarkan
adanya sumber-sumber kesamaan atau faktor pencirinya yang menonjol di
wilayah tersebut. Pada awalnya kriteria yang digunakan adalah kondisi fisik,
misalnya topografi, iklim, atau jenis vegetasi. Kemudian, kriteria

14
berkembang menjadi kriteria ekonomi, seperti industri atau tipe pertanian.
Bahkan juga digunakan kriteria sosial poilitik, seperti pengaruh partai
politik.

Gambar. 2. Wilayah pertanian merupakan suatu bentuk wilayah homogen


Sumber : http://assets-a2.kompasiana.com/statics

2) Wilayah fungsional / nodal


Wilayah fungsional adalah suatu kawasan geografis yang difungsikan
menurut jenis dan kekhususan, suatu wilayah yang saling berhubungan
antara bagian yang satu dengan bagian yang lain. Wilayah fungsional sering
merujuk pada suatu wilayah nodal atau polarisasi yang membentuk suatu
keberagaman unit, seperti kota, kecamatan, atau kelurahan yang secara
fungsional saling berhubungan.
Sebagai contoh dalam sistem wilayah Daerah Aliran Sungai terdapat
keterkaitan fugsional antara wilayah hulu, tengah dan hilir. Wilayah hulu
sebagai area resapan atau tangkapan air mempengaruhi sistem kesediaan air
tanah dan banjir di wilayah hilir. Dalam manajemen lingkungan dan
bencana, sistem wilayah fungsional menjadi dasar perumusan perencanaan
dan kebijakan.

Gambar. 3. Aktivitas masyarakat pusat pemukiman dengan lereng


pegunungan
Sumber : https://dynardbam2007.files.wordpress.com

15
Contoh wilayah fungsional, misalnya suatu wilayah lereng pegunungan
mulai dari lereng atas sampai dengan lereng kaki, disambung dengan daerah
dataran rendang sehingga akhirnya tepi pantai. Penduduk lereng atas hidup
dari hasil kebun, penduduk lereng kaki hidup dari hasil pertanian. Adapun
penduduk yang berada di dataran hidup darui usaha pelayanan dan jasa.
Perbedaan wilayah formal dan fungsional dapat kita lihat pada tabel berikut
ini.
Wilayah Formal 1. Menunjukkan kesamaan fisik alam, kesamaan iklim, kesamaan
(statis, formal re- morfologi atau juga kesamaan budaya antara kesatuan alam dan
gion/homogeneous kesatuan manusia
region/uniform re- 2. Contoh wilayah formal berupa wilayah pesisir barat sumatera,
gion) wilayah pesisir barat sumatera, dataran tinggi dieng

Wilayah Fungsional 1. Menunjukkan hubungan atau interaksi diantara wilayah-wilayah


(dinamis, functional yang berbeda dalam memenuhi kebutuhan masyarakat
region/nodal region) 2. Contoh :
a) wilayah pegunungan akan menghasilkan aneka sayur dan buah-
buahan
b) Dataran rendah menghasilkan padi
c) Wilayah pesisir menghasilkan ikan
Dalam hal memenuhi kebutuhan hidup ini maka akan terjadi
hubungan yang saling melengkapi/mengisi dalam aktivitas
masyarakatnya
Tabel. 1. Perbedaan wilayah formal dan fungsional

3) Wilayah administratif –politis


Wilayah administratif adalah wilayah perencanaan atau pengelolaan yang
memiliki landasan yuridis-politis yang paling kuat. Konsep ini didasarkan
pada kesatuan politis dan kewenangan dalam mengatur wilayahnya dalam
batas admisntrasi dan umumnya dipimpin
oleh suatu sistem birokrasi atau sistem Geo Insert
kelembagaan dengan otonomi tertentu. Di  Formal
 Nodal
Indonesia disebut dengan daerah otonom,  Administratif
seperti negara, provinsi, kabupaten, kota,  perencanaan

kecamatan, dan desa atau kelurahan.


4) Wilayah perencanaan / pengelolaan
Wilayah perencanaan dapat berwujud wilayah administratif dan non
administratif baik homogen maupun fungsional, seperti batas ekologi dan

16
fungsional lain. Penatapan batas wilayah perencanaan berdasarkan tujuan
atau kepentingan perencanaan program. Secara sederhana konsep wilayah
perencanaan didefinisikan sebagai wilayah yang dibatasi berdasarkan
kenyataan sifat-sifat tertentu pada wilayah tersebut yang bisa bersifat
alamiah maupun non alamiah yang sedemikian rupa sehingga perlu
direncanakan dalam kesatuan wilayah perencanaan.
Oleh karena penggunaan istilah wilayah mempunyai kecendrungan meluas
menyangkut berbagai aspek dan disiplin maka perlu untuk merumuskan konsepsi
wilayah secara sistematis. Konsepsi wilayah dapat dibagi atas tiga golongan besar
yaitu:

1) Konsepsi wilayah ditinjau dari hier-


Geo Fact
arkinya
Di Indonesia terdapat Konsepsi wilayah ditinjau dari hier-
tiga jenis perencanaan
arkinya didasarkan atas segi :
wilayah, yaitu
perencanaan nasional 3. Ukuran (size)
untuk seluruh wilayah 4. Bentuk (Form)
Indonesia, perencanaan 5. Fungsi (function)
regional untuk wilayah
provinsi dan kebupaten, 6. Faktor lainnya
serta perencanaan lokal
untuk wilayah yang
17
Konsepsi wilayah dapat berupa gabungan dari berbagai factor terse-
but
2) Konsepsi wilayah ditinjau dari kategorinya
Konsepsi wilayah ditinjau dari kategorinya terdiri atas beberapa jenis
wilayah, yaitu
a) Wilayah bertopik tunggal (single topic region)
Penetapan region atau wilayah yang didasarkan pada salah satu aspek
geografi. Contoh kemiringan lereng dapat menunjukkan ketampakan
dari suatu daerah, apakah termasuk daerah yang datar, landai, atau ter-
jal. Di sini lokasi suatu daerah hanya dilihat dari satu aspek geografi
yaitu derajat kemiringan lereng.
b) Wilayah bertopik gabungan (Combined topic region)
Penetapan wilayah yang mendasarkan pada beberapa topik yang
berbeda satu sama lain. Contohnya wilayah pertanian, wilayah ekonomi
dan lainnya
c) Wilayah bertopik banyak (multiple topic region)
Penetapan wilayah yang didasarkan pada beberapa faktor geografi.
Oleh karena wilayah ini merupakan gabungan beberapa topic yang
berbeda maka disebut juga dengan wilayah berciri banyak (multiple
feature region)
Contoh penetapan wilayah berdasarkan iklim yaitu iklim tropik,
subtropik, sedang, dan dingin. Di katakan berciri majemuk karena iklim
terbentuk dari beberapa unsur seperti suhu, curah hujan, dan angin.
d) Wilayah total (total region)
Penetapan wilayah yang didasarkan pada banyak faktor menyangkut
lingkungan alam, lingkungan biotik, maupun manusia.
Contoh ekosistem mangrove, dikatakan bercirikan keseluruhan karena
melibatkan faktor alam, biotik, dan manusia di sekitarnya.
e) Wilayah pengelolaan pembangunan (compage region)
Penetapan wilayah yang didasarkan aktifitas pembangunan yang
dilakukan untuk melestarikan dan mengembangkan sumber daya.

18
Wilayah berdasarkan Kategorinya
Jenis Definisi Contoh
1. Single topic re- Wilayah yang eksistensinya kemiringan lereng dapat
gion (Wilayah didasarkan pada satu kriteria menunjukkan ketampakan dari
bertopik gabun- geografi suatu daerah, apakah termasuk
gan) daerah yang datar, landai, atau
terjal
2. Combined topic Wilayah yang eksistensinya Wilayah iklim gabungan dari curah
region (Wilayah didasarkan pada gabungan (lebih hujan dan temperatur, tekanan
bertopik gabun- dari satu) macam kriteria (topik udara serta angin
gan) yang sama)
3. Multiple topic Wilayah yang eksistensinya Wilayah pertanian (gabungan dari
region (Wilayah mendasarkan pada beberapa topik fisik atau tanah, hidrologi dan
bertopik topik yang berbeda satu sama topik tanaman)
banyak) lain
4. Total Region Delineasi wilayah yang Wilayah administrasi desa,
(Wilayah total) menggunakan semua unsur kecamatan, kabupaten, provinsi
wilayah. Kesatuan politik
(administrasi) sebagai dasar
5. Compage re- Tidak mendasarkan pada banyak Semacam wilayah perencanaan.
gion (Wilayah sedikitnya topik, tetapi aktivitas Misalnya wilayah miskin dan
Pengelolaan manusia yang menonjol wilayah bencana
Pembangunan)
Tabel. 2. Wilayah berdasarkan kategorinya

b. Konsep Wilayah dan Pewilayahan


1) Konsep Wilayah
Terdapat beberapa istilah dan nomenklatur yang berkait dengan kewilayahan,
diantaranya wilayah, kawasan, daerah, regional, area, ruang dan istilah-istilah
sejenis lainnya. Istilah-istilah tersebut banyak dipergunakan dan dapat saling
dipertukarkan pengertiannya walaupun masing-masing memiliki tekanan
pemahaman yang berbeda-beda.
Wilayah secara umum dapat diartikan sebagai bagian permukaan bumi yang
dapat dibedakan dalam hal-hal tertentu dari daerah sekitarnya. Defenisi tentang
wilayah dapat dibuat berdasarkan gejala kemanusian (human phenomena), gejala
alamiah (natural phenomena) dan berdasarkan gejala-gejala geografis
(geographical phenomena).

19
“wilayah adalah ruang yang merupakan

Geo Insert kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait


 Wilayah padanya, yang dibatasi oleh lingkup pengamatan
 Kawasan
 Daerah tertentu”.
 Region “Kawasan adalah wilayah yang teritorialnya
didasarkan pada pengertian dan batasan
fungsional (fungsi spesifik), misalnya kawasan pusat kota, kawasan perdagangan,
kawasan hutan, kawasan rawan bencana, pertambangan dan sebagainya”.
“Daerah adalah suatu teritorial dimana makna dan batasan serta perwatakannya
didasarkan pada kewenangan administrasi pemerintah (Propinsi, Kabupaten,
Kota, Kecamatan, dan Desa)”.
Sebagai bahan rujukan berikut disampaikan beberapa definisi tentang wilayah
atau region Yunus dalam Mutaali 2014.
A region is a complex of land, water, air, plant animal and
man regarded in their special relations as together constituting a
definite characteristic portion of the earth’s surface (Herbetson)
A region may be defined as a unit area of the earth’s surface
distinguishable from a more area by the exhibition of some unifying
characteristic or property (Taylor)

Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap


unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya dutentukan berdasarkan aspek
administratif dan aspek fungsional. (Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 dan
PP Nomor 26 Tahun 2008).
Berdasarkan batasan tersebut terdapat beberapa kata kunci diantaranya :
a) Ruang yaitu wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang
udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk hidup
lainnya hidup dan melaukan kegiatan serta memelihara kelangsungan
hidupnya. Unsur ruang meliputi lokasi, jarak, bentuk dan ukuran.
b) Kesatuan geografis yaitu dimensi geometri dan referensi geografis
mengacu kepada wujud fisik wilayah.

20
c) Unsur wilayah, meliputi komponen alam fisik dan biotik, komponen
manusia (soial ekonomi dan budaya), komponen buatan hasil cipta
manusia, teknologi.
d) Dibatasi lingkup pengematan tertentu, baik yang berdimensi homogenitas,
fungsional, maupun admintratif.
Dari dua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa wilayah merupakan
suatu kesatuan area di permukaan bumi yang mempunyai ciri dan sifat tertentu
yang terjadi karena hubungan yang kompleks antara unsure tanah, air, tanaman,
binatang dan manusia.
2) Konsep Perwilayahan
Perwilayahan atau regionalisasi diartikan sebagai upaya mengelompokkan
bagian-bagian permukaan Bumi untuk tujuan tertentu. Misalnya pembagian
wilayah menurut iklim, ketinggian tempat, topografi wilayah, dan lain sebagainya.
Perwilayahan di setiap negara berbeda-beda karena memilikikarakteristik yang
tidak sama. Di Indonesia, perwilayahan didasarkansumber daya yang ada di
masing-masing daerah. Dengan demikianpembangunan dapat direncanakan
dengan baik, sehingga pembangunan dapat merata di semua wilayah.
Tujuan perwilayahan sebagai berikut.
a) Untuk meratakan pembangunan di semua wilayah sehingga dapat mengurangi
kesenjangan antara wilayah yang satu dengan wilayah yang lain.
b) Memudahkan koordinasi berbagai program pembangunan pada tiap daerah.
c) Mensosialisasikan berbagai program pembangunan kepada aparatur
pemerintah dan masyarakat serta para pengusaha. Secara garis besar,
perwilayahan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu regional generalization
(generalisasi wilayah) dan regional classification (klasifikasi wilayah).

Tujuan Umum Perwilayahan


Tujuan umum perwilayahan untuk mempermudah penganalisisan serta memberikan
jawaban terhadap persoalan-persoalan yang ada pada kelompok-kelompok wilayah tertentu

21
a) Perwilayahan Formal
Penentuan batas-batas wilayah formal berarti pengelompokan unit-unit
lokal yang mempunyai ciri-ciri serupa menurut kriteria tertentu. Suatu wilayah
formal seringkali tidak homogen secara sempurna, namun masih homogen
dalam batas-batas tertentu. Misalnya, wilayah yang memiliki kepadatan
penduduk sedang antara 80-100 jiwa/ha. Pada wilayah tersebut mungkin ada
yang memiliki kepadatan 85 jiwa, 89 jiwa, 90 jiwa, 95 jiwa atau 98 jiwa/ha.
Namun, tidak ada bagian wilayah tersebut yang memiliki kepadatan lebih dari
100 jiwa/ha atau kurang dari 80 jiwa/ha.
Dalam pelaksanaanya, penentuan batas wilayah formal tidak semudah
teorinya, karena biasanya wilayah terdiri atas unsur-unsur yang kompleks.
Untuk itu, dalam wilayah formal terdapat istilah wilayah inti (core region) dan
wilayah peralihan.
(1) Wilayah Inti, yaitu bagian dari wilayah yang memiliki derajat diferensiasi
(perbedaan) yang besar dengan wilayah lain
(2) Wilayah Peralihan, yaitu bagian dari wilayah yang memiliki derajat
diferensiasi kecil dengan wilayah lain
Penentuan batas wilayah akan lebih mudah dilakukan jika menggunakan
kriteria yang sederhana, seperti wilayah yang memiliki ketinggian di atas 1.500
m. Namun, jika kriteria yang digunakan lebih kompleks maka penentuan batas-
batas wilayah formal menjadi lebih sulit. Berikut ini dua cara atau metode
penentuan batas-batas wilayah formal.
1) Metode Bilangan Indeks Tertimbang
Metode ini dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa kriteria.
Misalnya kita akan menentukan wilayah formal yang memiliki tingkat
perekonomian yang rendah. Kriteria yang digunakan adalah jumlah
pengangguran dan pendapatan per kapita. Kedua kriteria ini digunakan
secara bersama-sama untuk menentukan tingkat perekonomian
2) Metode Analisis Faktor
Metode ini merupakan regionalisasi yang rumit. Dalam metode ini,
penentuan batas-batas wilayah menggunakan beberapa faktor. Setiap faktor
terdiri atas beberapa kriteria. Misalnya, penentuan batas wilayah yang

22
memiliki tingkat perekonomian tinggi dengan menggunakan faktor industri
dan faktor sosial ekonomi. Baik atau buruknya metode ini ditentukan oleh
pemilihan dan kualitas data yang digunakan.

b) Perwilayahan Fungsional
Penentuan batas-batas wilayah fungsional merupakan pengelompokan
bagian-bagian wilayah yang memperlihatkan tingkat interdepedensi yang
cukup besar. Wilayah fungsional lebih menekankan pada arus atau interaksi
antarbagian wilayah dan keseragaman unsur wilayah. Ada dua cara pendekatan
untuk melakukan regionalisasi fungsional, yaitu :
(1) Pendekatan Analisis Aliran Barang
Analisis ini menekankan pada arah dan intensitas aliran barang atau orang
antara titik pusat dengan wilayah sekitarnya
(2) Pendekatan Analisi Gravitasi
Didasarkan pada observasi teoritis tentang apa yang mungkin orang
lakukan
(1) Batas perwilayahan
Generalisasi dan klasifikasi wilayah dapat dibagi berdasarkan :
(a) Asas homogenitas, yaitu adanya kesamaan karakteristik fisik dan
kondisi sosial ekonomi wilayah
(b) Asas fungsional, yaitu berdasarkan kesatuan wilayah pengaruh
kegiatan social dan ekonomi dari suatu pusat
(2) Generalisasi wilayah
Generalisasi wilayah merupakan proses pembagian permukaan Bumi
tertentu menjadi beberapa bagian. Generalisasi dilakukan dengan menya-
makan beberapa unsur sehingga menyebabkan hilangnya beberapa faktor
yang dianggap kurang penting atau kurang sesuai dengan tujuan general-
isasi. Hal ini ditujukan untuk menampakkan karakter-karakter tertentu
yang ingin ditonjolkan.
(3) Klasifikasi wilayah

23
Klasifikasi wilayah merupakan suatu upaya mengelompokkan suatu
wilayah secara sistematis menjadi beberapa bagian tertentu. Berikut ini be-
berapa penggolongan atau klasifikasi wilayah tersebut.
(a) Core Region, yaitu inti wilayah yang biasanya berupa daerah
metropolitan yang terdiri atas dua atau lebih kota-kota yang
berkelompok. Contoh: Kota Jakarta
(b) Development Axes (poros pembangunan), yaitu daerah yang
menghubungkan dua atau lebih core region. Biasanya berupa jalur
memanjang di koridor transportasi. Contoh: Jalur transportasi yang
menghubungkan Kota Yogyakarta, Solo, dan Semarang.
(c) Resource Frontier Region, yaitu suatu wilayah baru yang mulai
berkembang dan nantinya akan menjadi daerah yang produktif.
Daerah ini biasanya terletak jauh dari core region. Contoh: daerah
transmigrasi, kawasan industri, daerah perkebunan, dan lain
sebagainya.
(d) Depresed Region atau daerah tertekan, yaitu suatu daerah yang
mengalami penurunan tingkat ekonominya dan daerahnya sulit untuk
berkembang. Daerah ini biasanya tertekan secara sosial dan
ekonomi, sehingga cenderung menjadi daerah yang tertinggal
dibandingkan dengan daerah lainnya.
(e) Special Problem Region, yaitu suatu daerah yang terletak pada lokasi
yang khusus dengan karakteristik tertentu. Contoh: daerah
perbatasan, daerah cagar purbakala, perumahan militer, dan lain
sebagainya.

Generalisasi Wilayah Klasifikasi Wilayah


 Dilakukan dengan cara menonjolkan  Dilakukan tidak untuk menonjolkan
karakteristik tertentu dan menghi- karakteristik tertentu melainkan un-
langkan factor-faktor yang kurang tuk mencari diferensiasi antar
relevan wilayah
 Diferensiasi wilayah terbagi atas
diferensiasi jenis dan diferensiasi
tingkat
Tabel. 3. Cara penentuan batas wilayah

24
25
c. Analisis Perwilayahan, Dinamika dan Strategi Pengembangan Wilayah
1) Metode Perwilayahan dan regionalisasi
Metode perwilayahan digolongkan menjadi dua, yaitu:
a) Penyamarataan Wilayah (regional generalization)
Penyamarataan wilayah adalah suatu proses untuk usaha membagi
permukaan bumi atau membagi permukaan bumi tertentu menjadi
beberapa bagian dengan cara mengubah atau menghilangkan faktor-faktor
tertentu dalam populasi yang dianggab kurang penting atau kurang
relevan, dengan maksud untuk menonjolkan karakter tertentu. Hal yang
perlu diperhatikan dalam generalisasi regional adalah:
(a) Skala peta, dimana semakin besar skala peta (makin detail feature
yang diamati) akan semakin kecil derajat penyamarataan wilayah yang
dilakukan. Sebaliknya semakin kecil skala peta akan semakin besar
derajat penyamarataan wilayah yang dilakukan.
(b) Tujuan perwilayahan, semakin luas tujuan perwilayahan makin sulit
melakukan proses generalisasi, sebaliknya semakin rinci tujuan maka
generalisasi makin mudah. Tujuan memiliki pengaruh terhadap
kriteria yang digunakan dalam perwilayahan.
(c) Delimitasi dalam Generalisasi Regional, yaitu cara-cara penentuan
batas terluar suatu wilayah untuk tujuan tertentu. Terdapat dua teknik
penetuan batas, yaitu delimitasi kualitatif (menggunakan analisis
deskriptif, interpretasi foto udara) dan delimitasi kuantitatif
(menggunakan bobot analisis faktor, metode hirarkis).
b) Klasifikasi Wilayah (Regional Classification)
Klasifikasi adalah metode untuk mengatur data secara sistematis
menjadi golongan-golongan atau beberapa bagian yang dalam hal ini dapat
berupa grup, kelas, atau keluarga. Klasifikasi wilayah adalah usaha untuk
mengadakan penggolongan wilayah secara sistematis kedalam bagian-
bagian tertentu berdasarkan properti tertentu. Penggolongan tersebut
haruslah memperhatikan keragaman sifat dan semua unit (wilayah).
Semua wilayah mendapat tempat dalam golongan masing-masing.
Tujuan utama klasifikasi wilayah adalah untuk tidak menonjolkan sifat-

26
sifat tertentu dari sejumlah individu, melainkan mencari diferensiasi antar
golongan. Cara klasifikasi dapat dikerjakan dengan sifat kualitatif maupun
kuantitatif. Klasifikasi dapat bertujuan untuk mengetahui deferensiasi jenis
dan deferensiasi tingkat. Klasifikasi adalah alat yang ampuh untuk
mendeskripsikan fenomena, termasuk pengembangan wilayah, karena
mampu menggambarkan keragaman fenomena permukaan bumi secara
spasial, sehingga dapat dikenali wilayah-wilayah sesuai karakteristiknya.
Singkatnya, perwilayahan adalah alat untuk memotret kehidupan nyata
yang beragam secara spasial.
Klasifikasi dapat digolongkan menjadi dua tipe, yaitu:
(1) Diferensiasi jenis
Diferensiasi jenis dilakukan untuk memberikan gambaran mengenai
sifat suatu wilayah menurut jenis. Jenis ini biasanya menggunakan
data bersifat nomodal. Contoh: klasifikasi wilayah berdasarkan fungsi
kawasan budidaya yaitu kawasan pertanian, kawasan industri,
kawasan pemukiman, dll.
(2) Diferensiasi tingkat
Deferensiasi wilayah mendasarkan klasifikasi yang bersifat ordinal
atau bertingkat. Dari aspek metode dapat dikelompokkan menjadi dua
cara, yaitu:
(a) Metode interval (Interval method),perwilayahan yang dikaukan
dengan membuat urutan data kuantitatif kedalam sejumlah
kelas yang ditetapkan pada interval tertentu.semakin banyak
kelas, maka interval semakin kecilnsehingga diferensiasi
wilayah semakin nyata, sedangkan jika kelas yang ditentukan
sedikat, makan intervalnya semkin klkebar dan diferensiasi
semakin kasar.
(b) Metode hirarki (hirarchical Method), masing-masing kelas
mempunyai hubungan dengan kelas-kelas di bawahnya atau di
atasnya, karena orde yang lebih tinggi merupakan gabungan
dari kelas di bawahnya. Sebagai contoh hirarki administrasi
Propinsi (yang merupakan gabungan seluruh kabupaten),

27
hirarki struktur tata ruang seperti Pusat Kegiatan Nasional
yang wilayahnya berpengaruh pada hirarki di bawahnya yaitu
pusat kegiatan wilayah dan pusat kegiatan lokal.
2) Faktor Dinamika Perkembangan Wilayah
Muta′ali (2008) menjelaskan tentang dinamika perkembangan wilayah
dengan mengilutrasikan elemen faktor dari dinamika wilayah tersaji dalam
gambar berikut:
Faktor managemen

Faktor internal (Sumber daya Faktor eksternal (iInteraksi


wilayah) Dinamika wilayah
interpedency)

Faktor geografis (Posisi Faktor historis (Sejarah,


dan letak geografi) sosial, ekonomi dan budaya)

Bagan 1. Keterkaitan elemen faktor dalam dinamika wilayah

Berdasarkan gambar tersebut, dinamika wilayah dari dimensi tahun 0 ke


tahun n secara keruangan ditandai dengan perkembangan fisik spasial dan non
spasial. Perkembangan fisik wilayah terjadi dalam bentuk ekstensifikasi
(perluasan wilayah) dan intensifikasi (Pemadatan pemanfaatan ruang). Sedangkan
perkembangan non spasial dicirikan oleh perbaikan dan kenaikan idikator, sosial,
ekonomi, budaya dan administrasi, seprti pertumbuhan ekonomi, kenaikan
pendapatan, perbaikan pendidikan dan kesehatan masyarakat termasuk angka
kualitas manusia dan juga perbaikan admistrasi wilayah.
Dinamika perkembangan wilayah dipengaruhi faktor internal, ekstenal,,
politis atau kebijakan, dan faktor historis.
a) Faktor internal

28
Faktor internal dalam perkembangan suatu wilayah minimal dipengaruhi oleh
lima faktor dan berperan terhadap optimalisasi sumberdaya suatu wilayah,
yaitu sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya buatan,
sumberdana, dan sumberdaya teknologi.
b) Faktor eksternal
Faktor eksternal berhubungan dengan dua faktor yakni:
(1) Faktor interaksi, interelasi, interpedensi, dengan wilayah lain
(2) Faktor aksesibilitas (keterjangkauan). Semakin tinggi kedua faktor
eksternal bekerja maka proses dinamika wilayah akan semakin tinggi
dan sebaliknya
c) Faktor geografis
Berhubungan erat dengan konsep posisi dan jarak wilayah terhadap wilayah
lain. Jarak mempengaruhi biaya transportasi dan pada akhirnya berpengaruh
terhadap biaya produksi dan berdampak pada naiknya daya saing wilayah
dikarenakan output regional memilki harga rendah dan efisien. Selain itu,
posisi absolut dan relatif wilayah terhadap pusat pertumbuhan ekonomi
(growth center) dan wilayah perkotaan memberikan peluang berusaha dan
berkembang lebih cepat dibandingkan wilayah yang jauh.
d) Faktor managemen wiayah
Berkaitan dengan aspek leadership, politik, kelembagaan dan kebijakan.
e) Faktor historis
Maisng-masing wilayah dalam perkembangannya memiliki sejarah tersendiri,
baik yang bersifat sosial budaya maupun ekonomi
3) Tahapan Perkembangan Wilayah
a) Tahapan perkembangan wilayah dalam tinjauan sosial ekonomi
(1) Teori pentahapan perpektif klasik
James Stuart dan Adam Smith menjelaskan 3 tahapan, yaitu (1) tahap
dominasi pertanian, yang menetukan perkembangan dan distribusi
penduduk, memunculkan sektor pendukung, (2) kegiatan ekonomi
beragam, khususnya jasa dan perdagangan, yang mendukung pertanian
dan, (3) industrialisasi, untuk peningkatan produktivitas dan memenuhi
kebutuhan.

29
Friederich List (1844), mengungkan lima tahap perkembangan wilayah
yaitu , (1) kehidupan masyakat primitif, (2) pekebunan, (3) pertanian, (4)
manufaktur dan (5) perdagangan
(2) Teori tahap tinggal landas
WW Rostow (1960) mengelompokan tahapan pembangunan dalam lima
tahapan, yaitu (1) masyarakat tradisional, berciri statis dan mendominasi
kegiatan pertanian, ilmu pengetahuan dan teknolodi belum maju.
Masyarakatnya konservatif dan sulit berubah. Produksi sangat terbatas,
masyarakat statis, produksi hanya dipakai untuk konsumsi. Tidak ada
investasi. (2) Pra kondisi untuk tinggal landas, ditandai dengan perubahan
revolusioner dalam masyarakat (terjadi akibat campur tangan dari luar).
Tabungan masyarakat mulai ada dan berkemabang. Investasipun terjadi,
termasuk juga dalam pendidikan dan kesehatan. (3) Masa tinggal landas,
hambatan ekonomi sudah tidak ada. Investasi berjalan efektif hingga
mencapai 5-10% dari pendapatan nasional. (4) Masa pendewasaan,
masyarakat terus bergerak maju. Investasi 10-20% dari pendapatan
nasional. Industri berkemang pesat. Pertumbuhan ekonomi meluas
kesemua sektor ekonomi yang ada. Keadaan ini dapat dicapai sekitar 40-
60 tahun dari tahap lepas landas. (5) Konsumsi masyarakat tinggi. Pada
periode ini, investasi untuk meningkatkan tidak lagi menjadi tujuan yang
paling utama. Seseudah taraf kedewasaan dicapai, surplus ekonomi akibat
proses politik yang terjadi dialokasikan untuk kesejahteraan sosial dan
penambahan dana sosial.
b) Tahapan perkembangan wilayah dalam tinjauan geografis
Tahapan perkembangan secara geografis diawali dari (1) pusat kota
sebagai pusat pemikman yang terus berkembang dan jika mencapai titik jenuh
berkembang ke arah (2) pinggiran kota dan selanjutnya menjadi perkotaan
yang besar dan luas. Selanjutnya perkmbangan mengarah ke area (3) koridor
transpotasi yang menghubungkan antar kota satu dengan kota yang lain, dan
secara alamiah juga berdampak pada perkembangan wilayah (4) pedesaan.

30
4) Strategi Pengembangan Wilayah
Dari berbagai kajian literatur telah banyak strategi yang dilakukan dalam
pengembangan wilayah dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi masing-
masing wilayah dan negara. Di bawah ini akan disampaikan bentuk strategi yang
bersifat klasik yang masih digunakan sebagai dasar dalam penyusunan strategi
kebijakan pengembangan wilayah, diantaranya disampaikan Rondinelli (1985),
ada tiga konsep strategi dalam pengembangan wilayah, yaitu : ada tiga konsep
strategi dalam pengembangan wilayah yaitu : (1) kutub-kutub pertumbuhan
(growth pole), (2) integrasi fungsi (functional integration), dan (3) pendekatan
pendesentralisasian wilayah (decentralized territorial approches). Selain itu
ditambahkan strategi rural urban linkages dan strategi regional networking.
Secara singkat strategi-strategi tersebut diuraikan sebagai berikut :
a) Kutub-Kutub Pertumbuhan (growth pole)
Growth Pole atau kutub pertumbuhan pertama kali dipergunakan oleh
Francois Perroux (1950). Dengan tesisnya :
“pertumbuhan tidak terjadi disembarang tempat dan juga tidak terjadi secara
serentak, tetapi pertumbuhan terjadi pada titik-titik atau kutub-kutub
pertumbuhan dengan intensitas yang berubah-ubah, lalu pertumbuhan itu
menyebar sepanjang saluran yang beraneka ragam dan dengan pengaruh
yang dinamis terhadap perekonomian wilayah”.
Konsep pertumbuhan kutub yang di sampaikan oleh Francois Perroux ini
merupakan konsep ekonomi, sehingga tidak memiliki dimensi ruang. Namun
growth pole dikaitkan dengan ruang sebagai suatu kumpulan kekuatan
ekonomi, yang didefenisikan sebagai pusat yang memilki gaya sentrifugal
dengan kekuatan untuk mendorong, dan sentripetal yang memiliki kekuatan
untuk menarik.
Dalam konteks pertumbuhan, Francois Perroux menyatakan bahwa yang
menjadi medan magnet adalah kegiatan industri. Industri-industri dan kegiatan-
kegiatan yang akan berkembang dan membentuk kutub pertumbuhan tersebut
memilki beberapa ciri-ciri sebagai Leading Industries dan Propulsive
Industries, antara lain :
Karakteristik Leading Industries.

31
(1) Relatif baru, dinamis, dan mempunyai teknologi yang maju yang
menginjeksikan iklim pertumbuhan ke dalam suatu daerah.
(2) Permintaan terhadap produknya memilki elastisitas pendapatan yang
tinggi, produk tersebut biasanya dijual ke pasar-pasar nasional.
(3) Mempunyai berbagai kaitan antar industri yang kuat dengan sektor-
sektor lainnya.
Karakteristik Propulsive Industries.
(1) Relatif besar.
(2) Tingkat dominasinya tinggi, yaitu kebalikan dari tingkat
ketergantungan industri lain terhadap industri tersebut.
(3) Menimbulkan dorongan yang nyata terhadap linkungan.
(4) Mempunyai kemampuan berinovasi yang tinggi.
Friedman memperkaya konsep growth pole dengan mengemukakan konsep
Center-Periphery (pusat-pinggiran). Pengembangan wilayah menurut Friedman
akan melahirkan kota utama dan wilayah sekitarnya yang menjadi inti (core), dari
sistem kota-kota nasional dan pinggiran (periphery) yang berada diluar dan
bergantung pada inti.
Dampak negatif strategi growth pole
Konsep kutub pertumbuhan memberikan peluang untuk mendekatkan dua
cabang penting dalam analisis regional, yaitu analisis mengenai pertumbuhan
ekonomi regiaonal dan analisis stuktur ruang regional.
(1) Konsep kutub pertumbuhan memberikan kemungkinan pemakaian
dan pengembangan teknik-teknik analisis input-output, aglomerasi,
dsb.
(2) Konsep kutub pertumbuhan ini dapat digunakan sebagai alat strategi
intervensi oleh pemerintah dalam menetapkan kebijaksanaan-
kebijaksanaan investasi bagi pembangunan daerah.
Dampak negatif strategi growth pole
(1) Kerangka permasalahan sering dikembangkan dalam setting
masyarakat industri dan cendrung tidak melihat problem spesifik
wilayah.

32
(2) Dalam hubungan pusat-pinggiran, efek balik sering bekerja lebih
cepat dari efek pemancaran.
b) Strategi Disentralisasi Teritorial
Pendekatan disentralisasi teritorial merupakan strategi pembangunan
dari bawah (development from below). Staregi dari bawah ini memberikan
alternatif bagi elemen-elemen dalam pembangunan seperti alokasi faktor
produksi, sistem pertukaran, pembentukan organisasi sosial ekonomi yang
spesifik, dan perubahan konsep dasar pembangunan yang hanya menekankan
konsep ekonomi.
Menurut Stohr (1981) teori pembangunan disentralisasi ini didasarkan
pada beberapa hipotesa, yaitu:
(1) Kegagalan strategi devolopment from above di banyak negara dalam
menciptakan integrasi ekonomi wilayah, yang berakibat pada pada
ketimpangan wilayah. hal ini diakibatkan tidak terjadinya integrasi
ekonomi dari program-program pembangunan yang dikembangkan
dalam skala besar.
(2) Kondisi fisik dan sosial ekonomi internal merupakan kunci sukses
penerapan strategi pembangunan.
(3) Dorongan bagi pengembangan suatu konsep pembangunan hendaknya
berasal dari masyarakat dengan mempertimbangkan sumber daya lokal.
(4) Sistem ekonomi lokal berperan dalam membentuk pola interkasi
ekonomi antar wilayah untuk meningkatkan nilai tukar barang produksi
lokal sehingga tidak hanya memiliki nilai guna namun juga memeliki
nilai tukar.
Berbeda dengan strategi pembangunan dari atas, strategi pembangunan
dari bawah ini tidak didukung oleh teori-teori ekonomi yang berstuktur jelas.
Hanya terdapat beberapa konsep pengembangan wilayah yang dikembangkan
berdasarkan strategi ini seperti konsep Agropolitan Development
(dikembangkan oleh Fredman dan Douglass).
c) Strategi Agropolitan
Strategi ini pembangunan tidak hanya kemajuan ekonomi yang
sentralistik, tetapi memberikan kesempatan bagi individu-individu,

33
kelompok-kelompok sosial dan organisasi masyarakat untuk memobilisasi
kemampuan dan sumberdaya lokal bagi kemajuannya. Pendekatan ini menitik
beratkan pada upaya untuk menciptakan dorongan bagi pembangunan
dinamis di wilayah-wilayah pedesaan yang relatif terbelakang.
Alasan munculnya strategi agropolitan atau tipe-tipe pembangunan dari
bawah antara lain:
(1) Kegagalan strategi devolopment from above, yang berakibat pada
ketimpangan wilayah, karena konsentrasi pada program pembangunan
skala besar (large scale).
(2) Kondisi fisik dan sosial ekonomi internal merupakan kunci sukses
penerapan strategi pembangunan.
(3) Konsep pembangunan hendaknya berasal dari masyarakat itu sendiri
dengan mempertimbangkan sumberdaya lokal dan partisipasi.
(4) Sistem ekonomi lokal harus berperan dalam membentuk pola interaksi
ekonomi antar wilayah.
d) Strategi Integrasi Spasial (Functional Spatial Integration)
Strategi integrasi spasial merupakan jalan tengah antar pendekatan
sentralisasi yang menekankan pertumbuhan pada wilayah perkotaan
(metropolitan) dan desentralisasi yang menekankan penyebaran investasi dan
sumberdaya pembangunan pad kota-kota kecil dan pedesaan. Hali ini
dilakukan dengan menciptakan suatu jaringan produksi, distribusi, dan
pertukaran yang mantap mulai dari desa – kota kecil - kota menegah - kota
besar (metropolitan).
Pendekatan altrnatif ini didasari pemikiran bahwa dengan adanya
integrasi sistem pusat-pusat pertumbuhan yang berjenjang dan berbeda
karakteristik fungsionalnya, maka pusat-pusat tersebut akan memacu
penyebaran pembangunan wilayah. Pendekatannya adalah memacu
perkembangan sektor pertanian yang diintegrasikan dengan sektor industri
pendukungnya. Dengan begitu sasaran strategi ini adalah meningkatkan
produksi pertanian, memperluas lapangan kerja, dan meningkatkan
pendapatan bagi sebagian besar penduduk.

34
e) Strategi Pengembangan Kota-Kota Kecil Menengah.
Dengan semakin berkembangnya kota-kota besar dengan
permasalahannya, maka sejak dua dekade terakhir ini berbagai pihak mulai
menyadari pentingnya strategi pengembangan peranan kota kecil dan kota
menengah sebagi bagian dari upaya penyelesaian permasalahan yang terjadi
di kota besar dan metropolis.(Peter Hall, 1975).
Beberapa alasan yang mendasari potensi strategis pembangunan kota
kecil dan menengah, diantaranya adalah dekonsentrasi perkotaan, khususnya
akibat over-population di perkotaan besar (metropolitan) yang
mengakibatkan peningkatan harga dan nilai lahan dan kebutuhan sosial
ekonomi serta penurunan kualitas lingkungan perkotaan.
Berikut peranan yang harus dilakukan oleh kota-kota kecil menengah
dalam mendorong pembangunan wilayah pedesaan adalah sebagai berikut:
(1) Pusat untuk menyediakan barang-barang tahan lama dan tidak tahan
lama.
(2) Pusat jasa publik dan jasa privat.
(3) Sebagai penghubung kepasar yang lebih besar bagi produk-produk
pedesaan.
(4) Pusat suplai faktor-faktor produksi.
(5) Pusat agro-processing dan resource-processing.
(6) Pusat pengetahuan dan informasi.
f) Strategi Rural Urban Lingkages
Strategi growth pole telah mengakibatkan polarisasi atau kesenjangan
spasial wilayah, khususnya wilayah pedesaan dan perkotaan. Karena
kebijakan lebih menguntungkan kawasan perkotaan, pada saat yang sama
memperlemah daerah pedesaan. Pada tahun 1980 strategi keterkaitan desa-
kota muncul. Bappenas, UNDP dan UNHCR melakukan joint program
tentang keterkaitan desa-kota pada tahun 1998 yang diberi nama PARUL
(poverty Alleviation Through Rural-Urban Linkages) yang dilksanakan di
Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara serta Kota Sorong.
Sebelumnya UNHCRD juga melakukan pilot project di Daerah Istimewa
Yogyakarta tentang keterkaitan desa-kota.

35
Keterkaitan (linkages) diartikan sebagai hubungan atau interaksi antar
wilayah yang saling mempengaruhi satu sama lainnya, dan saling
komplementaritas dan take and give. Prandhan (2003) mengemukakan bahwa
dalam system interaksi antar wilayah terdapat tiga komponen utama, yaitu :
(1) Wilayah perkotaan adalah tempat produksi barang (industri), pelayanan,
teknologi, ide-ide, dan kesempatan kerja dan upah yang tinggi.
(2) Wilayah pedesaan merupakan tempat dihasilkannya bahan mentah,
produksi pertanian, kerajinan dan industri kecil rumah tangga, tenaga
kerja dan modal.
(3) Saran dan prasarana serta kelembagaan yang memungkinkan terjadinya
interaksi antar wilayah perkotaan dan pedesaan, khususnya tranportasi
dan komunikasi.
g) Strategi Regional Networking
Model ini merupakan respon kegagalan konsep growth poles yang
justru memberikan efek balik backwash effect yang merugikan pembangunan
pedesaan dan menimbulkan kesenjangan yang semakin melebar antar
pedesaan dan perkotaan. Perbedaan antara konsep growth poles dengan
regional networking meliputi lima aspek, yaitu :
(1) Aspek pengembangan sektor basis, dalam regional networking model
semua sektor dapat dijadikan sebagai leading sector dalam pengembangan
ekonomi wilayah tergantung potensi masing-masing wilayah. Sedangkan
growth poles model lebih fokus pada ekonomi perkotaan.
(2) Aspek sistem perkotaan, pada model growth poles pengembangan sistem
perkotaan berdasrkan system center place dengan menerapkan hubungan
pusat dan hinterland. Sedangkan model regional networking selain model
hubungan pusat dengan hinterland juga memperhatikan hubungan yang
sifatnya horizontal.
(3) Aspek keterkaitan desa-kota (Urban-Rural Linkages).
growth poles : menekankan hubungan desa-kota yang besifat satu arah.
regional networking : memberikan posisi yang seimbang dan dua arah
antara perkotaan dan pedesaan.

36
(4) Aspek Perencanaan (Style of Planning),
growth poles : bersifat top-down yang mengandalkan pada perencanaan
sektoral melalui kantor pemerintahan dan bawahannya.
regional networking : bersifat bottom-up dengan prinsip
desentralisasi,dimana daerah dan masyarakat ikut terlibat lebih aktif.
(5) Aspek Kebijakan (Major Policy Areas)
growth poles: berorentasi pada tujuan menarikpelaku ekonomi dan
investasi sebesar-besarnya dipusat pertumbuhan,sehingga kebijakan
intensif, perpajakan, tax holiday menjadi pilihan utama.
regional networking: tipe kebijakan yang diambil mengarah pada
perluasan infrastuktur pedesaan, yang lebih menekankan kepada
pembangunan jalan lokal dan jaringan transportasi diantara pedesaan dan
perkotaan.
2. Tata Ruang dan Penataan Ruang
a. Pengertian Ruang dan Penataan Ruang
Penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan
penataan ruang wilayah kabupaten/kota harus dilakukakn secara berjenjang dan
komplementer. Komplementer yang dimaksud disini adalah bahwa penataan
ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang
wilayah kabupaten/kota saling melengkapi satu sama lain, bersinergi, dan dalam
penyelenggaraannya tidak terjadi tumpah tindih kewenangan.
Penataan ruang mengandung makna proses menata ruang. UU No. 26 Tahun
2007 memberikan pemahaman tentang tata ruang sebagai wujud struktur ruang
dan pola ruang. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan
sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan
sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional,
sedangkan pola ruang merupakan distribusi peruntukan ruang untuk fungsi
lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.
Ruang sebagai wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang
udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat
manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara
kelangsungan hidupnya. Wadah mengandung makna sebagai tempat dari adanya

37
kegiatan-kegiatan sosial ekonomi yang memiliki keterbatasan serta kesempatan
ekonomi (economic opportunities) yang berbeda. Ruang juga dimaknai sebagai
sebuah sumberdaya dan media pendukung perikehidupan dalam ekosistem,
sehingga setiap aktivitas penggunaan ruang dapat menimbulkan dampak positif
maupun negatif terhadap kegiatan lain (externalities), atau dengan kata lain ruang
memiliki potensi untuk menimbulkan ketidaksepahaman (konflik) antara kegiatan
satu dengan lainnya. Hal ini merupakan salah satu alasan terpenting mengapa
Rencana Tata Ruang (RTR) perlu dilakukan secara terpadu mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, sampai pengendalian. Pembangunan yang terarah
lokasinya diharapkan akan memberikan hasil yang lebih besar bagi wilayah
secara keseluruhan. Perkembangan pesat berbagai sektor pembangunan perlu
diakomodasikan dalam ruang. Dalam konteks tersebut, RTR yang dimaksud
dilakukan secara dinamis dalam memenuhi kebutuhan penggunaan ruang yang
meningkat dengan cara optimum, berdaya guna, serasi, dan berkelanjutan.
Tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik
direncanakan maupun tidak. Tata ruang yang dituju dengan penataan ruang adalah
tata ruang yang direncanakan. Sedangkan tata ruang yang tidak direncanakan
adalah tata ruang yang terbentuk secara alamiah seperti wilayah aliran sungai,
danau, suaka alam, gua, gunung, dan sebagainya
Pengertian ruang dan penataan ruang berdasarkan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang adalah
sebagai berikut:
1) Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,
termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia
dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan
hidupnya.
2) Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
3) Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan
prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial
ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional.

38
4) Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang
meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk
fungsi budi daya.
5) Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
6) Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan,
pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang.
Hal tersebut merupakan ruang lingkup penataan ruang sebagai objek Hukum
Administrasi Negara. Jadi, hukum penataan ruang menurut Undang-Undang
Nomor 26 Tahun 2007 yaitu hukum yang berwujud struktur ruang dan pola ruang.
Penataan ruang dilaksanakan berdasarkan beberapa azas. Undang-Undang
No. 26 tahun 2007 menetapkan azas penataan ruang yang akan berfungsi sebagai
titik tumpu kajian proses penataan ruang diselenggarakan dengan berdasarkan
kepada:
1) Keterpaduan, yaitu dengan mengintegrasikan berbagai kepentingan yang
bersifat lintas sektor, lintas wilayah, dan lintas pemangku kepentingan yaitu
pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat
2) Keserasian, keselarasan, dan keseimbangan
Yaitu keserasian antara struktur ruang dan pola ruang, keselarasan antara
kehidupan manusia dengan lingkungannya, keseimbangan pertumbuhan dan
perkembangan antardaerah serta antara kawasan perkotaan dan kawasan
perdesaan
3) Keberlanjutan, dengan menjamin kelestarian dan kelangsungan daya dukung
dan daya tampung lingkungan dengan memperhatikan kepentingan generasi
mendatang
4) Keberdayagunaan dan keberhasilgunaan dengan mengoptimalkan manfaat
ruang dan sumberdaya yang terkandung di dalamnya serta menjamin
terwujudnya tata ruang yang berkualitas
5) Keterbukaan, dengan memberikan akses yang seluas-luasnya kepada
masyarakat untuk mendapatkan informal yang berkaitan dengan penataan
ruang

39
6) Kebersamaan dan kemitraan dengan diselenggarakan dengan melibatkn
seluruh pemangku kepentingan.
7) Perlindungan kepentingan umum dengan mengutamakan kepentingan
masyarakat
8) Kepastian hukum dan keadilan, dengan berlandaskan hukum/ketentuan
peraturan perundang-undangan dan bahwa penataan ruang dilaksanakan
dengan mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat serta melindungi hak
dan kewajiban semua pihak secara adil dengan jaminan kepastian hokum
9) Akuntabilitas yaitu dapat dipertanggungjawabkan, baik prosesnya,
pembiayaannya, maupun hasilnya.
Penyelenggaraan penataan ruang harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Kondisi fisik wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang rentan
terhadap bencana.
2) Potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan,
kondisi ekeonomi, sosial, budaya, politik, hukum, pertahanan keamanan,
lingkungan hidup, serta ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai satu
kesatuan.
3) Geostrategi, geopolitik, dan geoekonomi.

Tujuan penataan ruang sebagaimana yang tercantum dalam UU No. 26


Tahun 2007 untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman,
produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan
Nasional dengan:
1) Terwujudnya keharmonisan antar lingkungan alam dan lingkungan buatan
2) Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumberdaya alam dan
sumberdaya buatan dengan memperhatikan sumberdaya manusia
Terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif
terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
b. Klasfisikasi Penataan Ruang
Berdasarkan UU nomor 26 tahun 2007, penataan ruang diklasifikasikan
berdasarkan sistem, fungsi utama kawasan, wilayah administratif, kegiatan
kawasan, dan nilai strategis kawasan.

40
1) Penataan ruang berdasarkan sistem terdiri atas sistem wilayah dan sistem
internal perkotaan.
a) Sistem wilayah, yaitu struktur ruang dan pola ruang yang mempunyai
jangkauan pelayanan pada tingkat wilayah
b) Sistem perkotaan, yaitu struktur ruang dan pola ruang yang mempunyai
jangkauan pelayanan pada tingkat internal perkotaan.
2) Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan terdiri atas kawasan
lingung dan kawasan budi daya.
a) Kawasan Lindung, yaitu wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian hidup yang mencakup sumber daya alam dan
sumber daya buatan.
b) Kawasan Budidaya, yaitu wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
untuk dibudidayakan atas dasar kondisi da potensi sumber daya alam,
sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.
3) Penataan ruang berdasarkan Wilayah administratif, yaitu kegiatan penataan
ruang berdasarkan hirarki sistem administratif yang terdiri atas penataan
ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang
wilayah kabupaten/kota.
4) Penataan ruang berdasarkan Kegiatan kawasan terdiri atas penataan ruang
kawasan perkotaan dan penataan ruang kawasan pedesaan.
a) Penataan ruang kawasan perkotaan, yaitu wilayah yang mempunyai
kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai
tempat pemukiman perkotaan, pemusatan dan pusat distribusi pelayanan
jasa pemeritahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
b) Penataan ruang kawasan pedesaaan wilayah yang mempunyai kegiatan
utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam.
5) Penataan ruang berdasarkan Nilai strategis kawasan terdiri atas penataan
ruang kawasan strategis nasional, penataan ruang kawasan strategis provinsi,
dan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota. Penataan ruang dengan
pendekatan nilai strategis kawasan dimaksudkan untuk mengembangkan,
melestarikan, melindungi dan/atau mengoordinasikan keterpaduan
pembangunan nilai strategis kawasan yang bersangkutan demi terwujudnya

41
pemanfaatan yang berhasil guna, berdaya guna, dan berkelanjutan. Kawasan
strategis merupakan  kawasan yang di dalamnya berlangsung kegiatan yang
mempunyai pengaruh besar terhadap:
a) Tata ruang di wilayah sekitarnya;
b) Kegiatan lain di bidang yang sejenis dan kegiatan di bidang lainnya;
dan/atau
c) Peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Jenis kawasan strategis, antara lain, adalah kawasan strategis dari sudut
kepentingan pertahanan dan keamanan, pertumbuhan ekonomi, sosial,
budaya, pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi, serta
fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.
c. Struktur Penataan Ruang
Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan
prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi
masyarakat yang secara hierarki memiliki hubungan fungsional. Seperti
diamanatkan dalam UU no 26 tahun 2007,terdapat tiga batasan struktur ruang
menurut hirarkinya khususnya dari provinsi, kabupaten, dan kota.

Struktur ruang menurut hierarki RTR


Defenisi dan arah Struktur ruang
provinsi kabupaten Kota
Permen pu 15/2009 Permen pu 16/2009 Permen pu 17/2009
Rencana yang Rencana yang Rencana yang mencakup
mencakup rencana mencakup sistem rencana sistem perkotaaan
sistem perkotaan dalam perkotaan wilayah wilayah kota dalam wilayah
wilayah provinsi yang kabupaten yang pelayanannya dan jaringan
berkaitan dengan berkaitan dengan prasarana wilayah kota yang
kawasan perdesaan kawasan perdesaan dikembangkan untuk
dalam wilayah dalam wilayah mengintegrasi wilayah kota
pelayanannya, dan pelayanannya dan selain untuk melayani
rencana sistem jaringan prasarana kegiatan skala kota, meliputi
prasarana wilayah wilayah kabupaten yang sistem jaringan transportasi,
provinsi yang dikembangkan untuk sistem jaringan energi dan
mengintegrasi kan mengintegrasikan kelistrikan, sistem jaringan
wilayah provinsi serta wilayah kabupaten telekomunikasi, sistem
melayani kegiatan skala selain untuk melayani jaringan sumber daya air ,
provinsi, yang akan kegiatan skala dan sistem jaringan lainnya.
dituju sampai dengan kabupaten yang meliputi

42
akhir masa perencanaan sistem jaringan
transportasi, sistem
jaringan energi, dan
kelistrikan, sistem
jaringan telekomunikasi,
sistem jaringan sumber
daya air termasuk
seluruh daerah hulu
bendungan atau waduk
dari daerah aliran
sungai, dan sistem
jaringan prasarana lain
Tabel. 4. Struktur penataan ruang
Sumber : Muta’ali 2014

Adapun elemen-elemen yang membentuk struktur ruang kota (Sinulingga,


2005: 97, yaitu
1) Kumpulan dari pelayanan jasa termasuk di dalamnya perdagangan,
pemerintahan, keuangan yang cenderung terdistribusi secara berkelompok
dalam pusat pelayanan. 
2) Kumpulan dari industri sekunder (manufaktur) pergudangan dan perdagangan
grosir yang cenderung untuk berkumpul pada suatu tempat. 
3) Lingkungan permukiman sebagai tempat tinggal dari manusia dan ruang
terbuka hijau. 
4) Jaringan transportasi yang menghubungkan ketiga tempat di atas.

1) Defenisi dan arah struktur ruang provinsi


Menurut permen tahun 15 tahun 2009 adalah rencana yang mencakup rencana
sistem perkotaan dalam wilayah provinsi yang berkaitan dengan kawasan
perdesaan dalam wilayah pelayanannya, dan rencana sistem prasarana
wilayah provinsi yang mengintegrasi kan wilayah provinsi serta melayani
kegiatan skala provinsi, yang akan dituju sampai dengan akhir masa
perencanaan
2) Defenisi dan arah struktur ruang kabupaten
Menurut permen pu 16 tahun 2009 adalah rencana yang mencakup sistem
perkotaan wilayah kabupaten yang berkaitan dengan kawasan perdesaan
dalam wilayah pelayanannya dan jaringan prasarana wilayah kabupaten yang

43
dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah kabupaten selain untuk
melayani kegiatan skala kabupaten yang meliputi sistem jaringan transportasi,
sistem jaringan energi, dan kelistrikan, sistem jaringan telekomunikasi, sistem
jaringan sumber daya air termasuk seluruh daerah hulu bendungan atau
waduk dari daerah aliran sungai, dan sistem jaringan prasarana lain.
3) Defenisi dan arah struktur ruang kota
Menurut Permen pu 17 tahun 2009 adalah Rencana yang mencakup rencana
sistem perkotaaan wilayah kota dalam wilayah pelayanannya dan jaringan
prasarana wilayah kota yang dikembangkan untuk mengintegrasi wilayah
kota selain untuk melayani kegiatan skala kota, meliputi sistem jaringan
transportasi, sistem jaringan energi dan kelistrikan, sistem jaringan
telekomunikasi, sistem jaringan sumber daya air , dan sistem jaringan lainnya.

Rencana sistem perkotaan merupakan rencana susunan kawanan perkotaan


sebagai pusat kegiatan di dalam suatu wilayah yang menunjukkan keterkaitan saat
ini maupun rencana ke depan yang membentuk hirarki pelayanan dengan cakupan
dan dominasi fungsi tertentu dalam suatu wilayah. Sistem perkotaan dalam
RTRW terdiri dari :
1) Pusat Kegiatan Nasional
Pusat Kegiatan Nasional merupakan kawasan perkotaan yang berfungsi untuk
melayani kegiatan skala internasional, nasional, atau beberapa provins.
Kegiatannya dapat berupa ekspor-impor atau pintu gerbang menuju kawasan
internasional pusat kegiatan industri dan jasa skala nasional atau yang
melayani beberapa provinsi simpul utama transportasi skala nasional atau
melayani beberapa provinsi
2) Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN)
Pusat Kegiatan Strategis Nasional merupakan kawasan perkotaan yang
ditetapkan untuk mendorong pengembangan kawasan perbatasan negara.
Fungsi PKSN adalah pos pemeriksaan lintas batas dengan negara tetangga,
pintu gerbang internasional, simpul utama transportasi yang menghubungkan
wilayah sekitarnya, pusat pertumbuhan ekonomi yang dapat mendorong
perkembangan kawasan disekitarnya.

44
3) Pusat Kegiatan Wilayah (PKW)
Pusat Kegiatan Wilayah merupakan kawasan perkotaan yang berfungsi untuk
melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota. Kegiatannya
dapat berupa simpul kedua kegiatan ekspor-impor yang mendukung PKN,
pusat kegiatan industri dan jasa yang melayani skala provinsi atau beberapa
kabupaten, simpul transportasi yang melayani skala provinsi atau beberapa
kabupaten. Cakupan wilayahnya adalah provinsi
4) Pusat Kegiatan Lokal
Kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten/
kota atau beberapa kecamatan. Kegiatannya adalah kegiatan industri dan jasa
yang melayani skala kabupaten atau beberapa kecamatan dan sebagai simpul
transportasi yang melayani skala kabupaten.
5) Pusat Pelayanan Kawasan ( PPK)
Pusat Pelayanan Kawasan ( PPK) merupakan kawasan perkotaan yang
berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa
6) Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL)
Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) merupakan pusat pelayanan permukiman
yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa

B. Pembangunan dan Pertumbuhan Wilayah


1. Pembangunan Wilayah
a. Konsep Pembangunan
1) Secara etimologik : Berasal dari kata bangun, diberi awalan pem- dan akhiran
–an guna menunjukkan perihal pembangun kata bangun mengandung arti,
aspek fisiologi bangun dalam arti sadar atau siuman, aspek perilaku bangun
dalam arti bangkit atau berdiri, aspek anatomi bangun dalam arti bentuk,
gabungan aspek fisiologi, aspek perilaku dan aspek bentuk bangun dalam arti
kata membuat.
2) Secara ensiklopedik : kata pembangunan telah menjadi bahasa dan konsep
dunia. Konsep itu antara lain, pertumbuhan (growth), rekontruksi
(recontruktion), modernisasi (modernization), westernisasi (westernization),
perubahan social (social change), pembebasan (liberation), pembaharuan

45
(innovation), pembangunan bangsa (nation building), pembangunan nasional
(national development), pembangunan (development), pengembangan
(progress/developing), pembinaan (contruction ).

Menurut (Rowles, 2001) menjelaskan bahwa pembangunan adalah suatu


proses sejauh mana suatu wilayah, daerah, ataupun Negara telah menyadari penuh
potensi sumber daya manusia dan fisik untuk dapat mengurangi tingkat
kemiskinan dan untuk meningkat kualitas. (Drs. Nurul Huda, Ms.Ed. 2014.
Suplemen Sumber Belajar Olimpiade Geografi 2 : PT. Bina Prestasi Insani).
Pembangunan biasanya didefenisikan sebagai “rangkaian usaha mewujudkan
pertumbuhan dan pembangunan secara terencana dan sadar yang ditempuh oleh
suatu Negara bangsa menuju modernitas dalam rangka pembinaanb bangsa /
nation-building. Dari defenisi diatas akan mucul tujuh ide pokok :
1) Pembangunan merupakan suatu proses, pembangunan dilakukan secara
berkelanjutan dan terdiri dari tahap-tahap yang bersifat tanpa akhir.
2) Pembangunan merupakan upaya yang secara sadar ditetapkan sebagai sesuatu
untuk dilaksanakan
3) Pembangunan dilakukan secara terencana, baik jangka waktu pendek, Jangka
sedang, dan jangka panjang, yang dimana dilakukan untuk jangka waktu
tertentu.
4) Rencana pembangunan mengandung makna pertumbuhan dan pembangunan
5) Pembangunan mengarah modernitas yang diartikan sebagai cara hidup yang
baru dan lebih baik dari sebelumnya.
6) Modernitas yang ingin dicapai bersifat multi dimensional.
7) Pembangunan ditujukan kepada usaha pembinaan bangsa sehingga semakin
kukuh fondasinya dan menjadi negara yang sejajar dengan bangsa lain.
(Sondang P. Siagian: 2001)

Dari berbagai macam pengertian dari pembangunan maka dapat


disimpulkan bahwa pembangunan merupakan suatu upaya yang melibatkan
masyarakat untuk melakukan proses perubahan dan sebuah transformasi yang
dilakukan dalam rangka menunjang kesejahteraan masyarakat baik dalam bidang

46
ekonomi maupun sosial yang bertujuan untuk mengurangi kemiskinan tanpa
merusak lingkungan atau kehidupan sosial dan memiliki kehidupan yang layak.
b. Indikator Pembangunan
Penggunaan indikator dan variable pembangunan bisa berbeda untuk setiap
negara. di negara-negara yang masih miskin, ukuran kemajuan dan pembangunan
mungkin masih sekitar kebutuhan-kebutuhan dasar seperti listrik masuk desa,
layanan kesehatan pedesaan, dan harga makanan pokok yang rendah. Sebaliknya,
di negara-negara yang telah dapat memenuhi kebutuhan tersebut, indikator
pembangunan akan bergeser kepada faktor-faktor sekunder dan tersier
(Tikson, 2005).
1) Indikator Kuantitatif
a) Faktor Ekonomi, meliputi GNP (Gross National Product) per kapita,
GDP (Gross Domestic Product), tingkat pengangguran, konsumsi energi.
GNP (Gross National Product) perkapita merupakan ukuran yang paling
umum dipakai. GNP merupakan total nilai pendapatan dari barang dan
jasa yang dihasilkan oleh suatu Negara dibagi dengan jumlah penduduk.
b) Faktor politik, meliputi tingkat korupsi, peran pemerintah
c) Faktor social, ketersediaan jasa pendidikan seperti pendidikan dan
kesehatan, meliputi akses air bersih dan sanitasi (mengindikasikan
tingkat pembangunan infrastruktur pada suatu Negara), tingkat melek
huruf orang dewasa.
d) Faktor demografis, meliputi tingkat kelahiran, tingkat kematian, tingkat
fertilitas, persentase tenaga kerja dibidang pertanian.
e) Indikator lingkungan, berbicara mengenai prilaku atau sikap suatu
Negara dalam menjaga klestarian lingkungan.
2) Indikator Kualitatif
Indikator kualitatif meliputi gambaran kondisi kehidupan dan kualitas hidup
masyarakat. Indikator kualitatif digunakan untuk menganalisa komponen
yang tidak mudah dihitung atau diukur dengan sebuah angka, seperti
kebebasan, korupsi atau keamanan.
3) Ukuran Alternatif Dalam Pembangunan

47
(Goulet, 1971 dalam Chant, 2009) menyebutkan bahwa ada 3 komponen
utama untuk mengartikan dan mengukur sebuah pembangunan :
a) Life sustenance dalam konteks kebutuhan dasar
b) Self-esteem yang berhubungan dengan self-respect dan kebebasan
c) Kebebasan yang berhubungan dengan kemampuan masyarakat untuk
memilih pilihan mereka
Pengukran alternative yang sering digunakan adalah Human
Development Index (HDI)yang dibuat oleh UNDP pada akhir 1980an .
Human Development Index (HDI), didasari oleh :
a) GDP perkapita yang mengindikasikanstandarhidupdanpenurunan level
minium
b) Tingkat melek huruf orang tua yang mengindikasikan tingkat pengetahuan
haran hidup pada saat kelahiran untuk mecerminkan tingkat kesehatan.
2. Pertumbuhan Wilayah
a. Pusat Pertumbuhan Wilayah di Indonesia

Gambar 4. Jalan di Jakarta dulu dan sekarang

Jakarta adalah adalah satu wilayah di indonesia yang mengalami


perkembangan yang pesat, begitu juga kota kota lainnya di Indonesis sehingga
setiap daerah mempunyai pusat pertumbuhan yang menjadi daya tarik bagi tenaga
buruh dari pinggiran, mempunyai daya tarik terhadap tenaga terampil, modal, dan
barang-barang dagangan yang menunjang pertumbuhan suatu lokasi.

48
Pusat pertumbuhan akan berpengaruh terhadap daerah di sekitarnya.
Pengaruh tersebut dapat berupa pengaruh positif dan negative yang dikemukakan
oleh Myrdall (1957)
1) Pengaruh Menguntungkan (Spread effect)
a) Terbukanya kesempatan kerja
b) Banyaknya investasi yang masuk
c) Upah buruk semakin tinggi
d) Penduduk dapat memasarkan bahan mentah.
2) Pengaruh Merugikan (Backwash Effect)
1) Ketimpangan regional
2) Ketimpangan Internasional
3) menurunnya tingkat kesejahteraan petani
4) besarnya ketergantungan masyarakat desa terhadap wilayh pusat
pertumbuhan
5) Lingkaran setan kemiskinan.

1) Perkembangan wilayah di Indonesia zaman orde baru dan zaman


sekarang
a) Zaman orde baru
Pada REPELITA II tahun 1974-1978, sistem pembangunan Indonesia
telah dicanangkan. Pembangunan nasional dilaksanakan melalui sistem
regionalisasi atau pewilayahan, dengan kota-kota utama sebagai kutub atau
pusat pertumbuhan. Kota-kota sebagai pusat pertumbuhan nasional ini adalah
Medan, Jakarta, Surabaya, dan Makasar. Bersamaan dengan pengembangan
kota-kota pusat pertumbuhan nasional, wilayah pembangunan utama di
Indonesia dibagi menjadi empat region utama yaitu:
(1) Wilayah Pembangunan Utama A, dengan pusat pertumbuhan utama kota
Medan terdiri atas:
(a) Wilayah Pembangunan I, meliputi daerah-daerah Aceh dan Sumatera
Utara.
(b) Wilayah Pembangunan II, meliputi daerah-daerah di Sumatera Barat
dan Riau, dengan pusatnya di Pakanbaru

49
(2) Wilayah Pembangunan Utama B, dengan pusat pertumbuhan utama
Jakarta. Wilayah ini terdiri atas:
(a) Wilayah Pembangunan III, meliputi daerah-daerah Jambi, Sumsel dan
Bengkulu, dengan pusatnya di Palembang.
(b) Wilayah Pembangunan IV, meliputi daerah-daerah Lampung, Jakarta,
Jawa Barat, Jawa tengah, dan DI Yogyakarta yang pusatnya di Jakarta
(c) Wilayah Pembangunan VI, meliputi daerah-daerah di Kalimantan
Barat, yang pusatnya di Pontianak.
(3) Wilayah Pembangunan Utama C, dengan pusat pertumbuhan utama
Surabaya, wilayah ini terdiri atas:
(a) Wilayah Pembangunan V, meliputi daerah-daerah di Jawa Timur, dan
Bali yang pusatnya di Surabaya.
(b) Wilayah Pembangunan VII, meliputi daerah-daerah di Kalimantan
Tengah, Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan yang pusatnya di
Balikpapan dan Samarinda.
(4) Wilayah Pembangunan Utama D, dengan pusat pertumbuhan utama
Ujung Pandang atau Makasar, wilayah ini terdiri atas:
(a) Wilayah Pembangunan VIII, meliputi daerah-daerah di Nusa
Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi
Tenggara, yang pusatnya di Makasar
(b) Wilayah Pembangunan IX, meliputi daerah-daerah Sulawesi Utara,
Sulawesi Tengah, yang pusatnya di Menado.
(c) Wilayah Pembangunan X, meliputi daerah-daerah di Maluku
(termasuk Maluku Utara dan Irian Jaya (Papua) yang pusatnya di Kota
Sorong. Bisa dilihat pada tabel di bawah.

50
Pusat
pertumbu
No Regional Wilayah Provinsi/daerah
han (kota
Utama)
1 A Medan I Aceh dan sumatera Utara berpusat di medan
II Sumatera Barat, Riau, dan Kepulauan Riau
berpusat di Pekanbaru
2 B Jakarta III Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, dan
Bangka Belitung berpusat di Palembang
IV Lampung, Banten, Jawa Barat, Jakarta, Jawa
Tengah, Dan Yogyakarta Berpusat di Jakarta
V Kalimantan Barat berpusat di Pontianak
3 C Surabaya VI Jawa Timur berpusat di Surabaya
VII Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, serta
Kalimantan Selatan berpusat di Balikpapan dan
Samarinda
4 D Makassar VIII Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur,
Sulawesi Selatan, dan Sulawesi tenggara
berpusat di Makassar
IX Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, dan
Gorontalo berpusat di Manado
X Maluku, Maluku Utara, dan Irian Jaya (Papua)
berpusat di Sorong
Tabel 5.puasat pertumbuhan utama zaman orde baru

b) Zaman sekarang
Pendekatan perwilayahan fungsional di Indonesia zaman sekarang ter-
cantum dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia(MP3EI) tahun 2011-2025.
MP3EI dilaksanakan untuk mempercepat dan memperkuat pembangu-
nan ekonomi sesuai dengan keunggulan dan potensi strategis wilayah dalam
enam koridor.Percepatan dan perluasan pembangunan dilakukan melalui

51
pengembangan delapan program utama yang terdiri atas 22 kegiatan ekonomi
utama. Strategi pelaksanaan MP3EI adalah dengan mengintregasikan tiga ele-
men utama, yaitu
(1) Mengembangkan potensi ekonomi wilayah di enam Koridor Ekonomi
(KE) Indonesia, yaitu :
(a) Koridor Ekonomi Sumatera
(b) Koridor Ekonomi Jawa
(c) Koridor Ekonomi Kalimantan
(d) Koridor Ekonomi Sulawesi
(e) Koridor Ekonomi Bali–Nusa Tenggara
(f) Koridor Ekonomi Papua–Kepulauan Maluku
(2) Memperkuat konektivitas nasional yang terintregasi secara lokal dan ter-
hubung secara global (locally integrated, globally connected)
(3) memperkuat kemampuan sumber daya manusia (SDM) dan iptek na-
sional
(4) Untuk mendukung pengembangan program utama di setiap koridor
ekonomi
Gambar 10. Distribusi 22 kegiatan ekonomi utama dalam setiap koridor
utama
b. Pusat Pertumbuhan Pulau Di Indonesia
Wilayah Indonesiayang luas dan terdiri dari banyak pulau berpengaruh
terhadap kelancaran pelaksanaan pembagunan. Pembangunan nasional akan
lancar apabila pelaksanaannya tidak terpusat dalam satu wilayah, misalnya Jawa
tetapi menyebar dan menjangkau ke seluruh wilayah Indonesia.
Pusat-pusat pertumbuhan dan pengembangan wilayah antar pulau di
Indonesia berbeda-beda. Disebabkanoleh karakteristik atau ciri khas tersendiri
yang dimiliki masing-masing pulau di Indonesia.
1) Pulau Sumatera
Pulau Sumatera kaya akan sumber daya alam yang bernilai ekonomi
tinggi, seperti: batu bara, nikel,timah,dan minyak bumi. Luas wilayahnya
adalah 480.793 km2 , jumlah penduduk sebanyak 50,6 juta jiwa tahun 2010.
Dijuluki sebagai pulau minyak karena 55,1 % produksi minyak nasional

52
dihasilkan di Pulau Sumatera pulau-pulau kecil disekitar Pulau Sumatera
memiliki potensi yang besar seperti Pulau Bintan dengan endapan bauksitnya,
Pulau Bangka, Balitung, Lingga dan singkep dengan timahnya.

Gambar 6. Peta Sumatera

Gmabar 7. Penambangan bauksit di Pulau Bintan, Riau

2) Pulau Jawa
Luas pulau Jawa 129,438 km2 atau 7% dari luas daratan Indonesia dan
jumlah penduduk 136.610.590 jiwa (statistik BPS tahun 2010). Jawa terkenal
memiliki sawah yang subur, memiliki banyak hutan dan sungai serta
kemampuan atau daya dukungnya untuk menghidupi penduduk yang cukup
banyak.sehingga ketimpangan lingkungan hidup terjadi terus menerus hingga
saat ini.
Pengembangan wilayah di Pulau Jawa perlu dioptimalkan dengan cara
intensifikasi pertanian, pengelolaan sumber daya seoptimal mungkin,
memperhatikan kelestarian lingkungan, mengurangi arus urbanisasi,
meningkatkan trasmigrasi ke luar jawa dll
Hutan di pulau jawa sudah semakin sedikit dikarenakan penebangan hutan

53
Gmabar 8. Kerusahan hutan di Jawa Barat

3) Pulau Kalimantan
Sebagian besar tutupan lahan di Pulau Kalimantan berupa hutan rimba
dengan luas daratan 544.150 km2 dengan jumlah penduduk 13,8 juta jiwa
pada tahun 2010. Di Pulau Kalimantan sungai merupakan transportasi utama
juga sebagai pusat aktifitas ekonomi
Pengembangan wilayah di Pulau Kalimantandengan ekstensifikasi
pertanian dan pengelolaan sumber daya alam seoptimal mungkin, misalnya
penolahan kayu (penebangan hutan harus mempertimbangkan kelestarian
lingkungan), peningkatan industri kecil,besar,peningkatan perekonomian
rakyat dll

Gambar 9. Pasar apung di Kalimantan

Undang-undang Perlindungan hutan


a) Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan pasal 50 ayat
3 menyatakan; Setiap orang dilarang :
(1) mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan
hutan secara tidak sah; dan

54
Yang dimaksud dengan mengerjakan kawasan hutan adalah
mengolah tanah dalam kawasan hutan tanpa mendapat izin dari
pejabat yang berwenang, antara lain untuk perladangan, untuk
pertanian, atau untuk usaha lainnya. "Yang dimaksud dengan
menggunakan kawasan hutan adalah memanfaatkan kawasan hutan
tanpa mendapat izin dari pejabat yang berwenang, antara lain untuk
wisata, penggembalaan, perkemahan, atau penggunaan kawasan
hutan yang tidak sesuai dengan izin yang diberikan. Yang
dimaksud deng,,,an menduduki kawasan hutan adalah menguasai
kawasan hutan tanpa mendapat izin dari pejabat yang berwenang,
antara lain untuk membangun tempat pemukiman, gedung, dan
bangunan lainnya
(2) merambah kawasan hutan.
Yang dimaksud dengan merambah adalah melakukan pembukaan
kawasan hutan tanpa mendapat izin dari pejabat yang berwenang.
b) Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 Tentang Perlindungan
Hutan, pasal 8 ayat 2 tentang perlindungan hutan atas kawasan hutan
yang telah menjadi areal kerja pemegang izin pemanfaatan kawasan, izin
usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan,
izin pemungutan hasil hutan, dan pemegang izin pinjam pakai kawasan
hutan dilaksanakan dan menjadi tanggung jawab pemegang izin yang
bersangkutan.
Perlindungan hutan sebagaimana dimaksud pada pasal 8 ayat (2) UU
45/2004 meliputi :
(1) Mengamankan areal kerjanya yang menyangkut hutan, kawasan
hutan dan hasil hutan termasuk tumbuhan dan satwa;
(2) Mencegah kerusakan hutan dari perbuatan manusia dan ternak,
kebakaran hutan, hama dan penyakit serta daya-daya alam;
(3) Mengambil tindakan pertama yang diperlukan terhadap adanya
gangguan keamanan hutan di areal kerjanya;
(4) Melaporkan setiap adanya kejadian pelanggaran hukum di areal
kerjanya kepada instansi kehutanan yang terdekat;

55
(5) Menyediakan sarana dan prasarana, serta tenaga pengamanan hutan
yang sesuai dengan kebutuhan.
c) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan
Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan Dan
Penggunaan Kawasan Hutan, Pasal 47 " Setiap pemegang izin
pemanfaatan hutan berkewajiban: melaksanakan perlindungan hutan di
areal kerjanya dari gangguan keamanan. Perlindungan hutan tersebut
meliputi, antara lain :
(1) Pencegahan adanya penebangan pohon tanpa ijin
(2) Pencegahan atau pemadaman kebakaran hutan
(3) Penyediaan sarana dan prasarana pengamanan hutan
(4) Pencegahan perburuan satwa liar dan atau satwa yang dilindungi
(5) Pencegahan penggarapan dan atau penggunaan dan atau menduduki
kawasan hutan secara tidak sah:
(6) Pencegahan perambahan kawasan hutan; dan atau
(7) Pencegahan terhadap gangguan hama dan penyakit.
4) Pulau Sulawesi
Jumlah penduduk 17,4 juta jiwa pada tahun 2010 dan tersebar tidak
merata pada daerah seluas 188.522 km2. Kondisi fisik pulau ini bergunung-
gunung dan berteluk-teluk. Usaha pengembangan wilayah dilaksanakan
dengan peningkatan pembangunan pertanian, peningkatan industri kecil dan
besar serta peningkatan perekonomian laut

Gambar 10. Wisata Bunaken

56
Gambar 11. Kuburan Toraja

5) Pulau Bali
Luas pulau Bali 5.780 km2 dan jumlah penduduk sekitar 3,8 juta jiwa,
dengan ciri khas yang menonjol adalah keindahan alam dan kekayaan budaya.
Usaha pengembangan wilayah yang utama meningkatkan sektor pariwisata,
intensifikasi pertanian, peningkatan industri kecil, peningkatan perikanan laut
dan lain-lain.

Gambar 12. Pulau dewata

57
Banyaknya Wisatawan Mancanegara yang Datang Langsung ke Bali per
Bulan Tahun 2010 - 2014

Tahun
Bulan
2010 2011 2012 2013 2014
(1) (3) (4) (5) (6) (6)
1 Januari 179 273 209 093 253 286 232 935 279 257
2. Pebruari 191 926 207 195 225 993 241 868 275 795
3. M a r e t 192 579 207 907 230 957 252 210 276 573
4. A p r i l 184 907 224 704 225 488 242 369 280 096
5. M e i 203 388 209 058 220 700 247 972 286 033
6. J u n i 228 045 245 652 244 080 275 667 330 396
7. J u l i 254 907 283 524 271 512 297 878 361 066
8. Agustus 243 154 258 377 254 079 309 219 336 763
9. September 240 947 258 440 257 363 305 629 354 762
10. Oktober 229 904 247 565 255 021 266 562 341 651
11. Nopember 199 861 221 603 242 781 307 276 296 876
12. Desember 227 251 253 591 268 072 299 013 347 370
  J u m l ah : 2 385 122 2 576 142 2 826 709 3 278 598 3 766 638
Pertumbuhan
8.01 9.73 4.34 11.16 14.89
(%)

Tabel 6. Banyaknya Wisatawan Mancanegara yang Datang Langsung ke Bali per Bulan
Tahun 2010 - 2014
Sumber: BPS Provinsi Bali

6) Pulau Papua
Pulau papua memiliki luas 416.060 km2 dengan jumlah penduduk 3,6
juta jiwa. Potensi utama pulau ini adalah emas, tembaga, minyak bumi, kayu,
pariwisata dan budaya suku asmat yang sangat terkenal. Usaha
pengembangan Papua adalah pembukaan jalur darat, pemekaran wilayah
provinsi dan kecamatan,pembangunan pertanian, perikanan, pertambangan,
pengolahan kayu,peningkatan industri kecil dan wisata alam.

58
Gmabar 13. Raja ampat

Gambar 14. Freeport Di Papua

b. Teori-teori Pertumbuhan Wilayah


1) Teori Pusat Pertumbuhan (Perroux, Friedman, dan Hircsman, Rostow)
a) Teori Kutub Pertumbuhan

Gambar 15. Francois Perroux


Sumber : wiki/Fran%C3%A7ois_Perroux

59
Teori ini dikembangkan oleh ahli ekonomi Perancis Francois Perroux pada
tahun 1955. Inti dari teori ini menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi di tiap
daerah tidak terjadi di sembarang tempat melainkan, muncul di lokasi tertentu
dengan kecepatan dan intensitas yang berbeda satu sama lain, lokasi inilah yang
disebut kutub pertumbuhan.
(Muta’ali : 2014)
Konsep kutub pertumbuhan mengambil suatu tempat atau kota sebagai
pusat pembangunan wilayah yang diharapkan dapat menjalankan perkembangan
ke pusat yang tingkatan lebih rendah. Tempat-tempat atau kawasan yang menjadi
pusat pembangunan ini disebut sebagai pusat atau kutub pertumbuhan. Dari
wilayah kutub pertumbuhan ini, proses pembangunan akan menyebar ke wilayah-
wilayah lain di sekitarnya. Dengan kata lain, kutub pertumbuhan dapat
memberikan imbas (trickling down effect) bagi wilayah atau daerah di sekitarnya.
Dalam konteks pertumbuhan, Perroux menyatakan yang menjadi medan
magnet dalam teori tata ruang ekonomi adalah kegiatan industri, karena untuk
mencapai pertumbuhan yang mantap dan berimbang diperlukan konsentrasi
investasi pada sektor-sektor tertentu yang unggul (leading sectors), dengan kata
lain growth poles akan berperan memacu (menarik dan mendorong)
perkembangan ekonomi di wilayah ekonomi.
Adapun ciri-ciri industri yang dapat membangun sebuah pusat pertumbuhan
antara lain :
(1) Tingkat konsentrasi tinggi
(2) Tingkat Teknologi Maju
(3) Mendorong perkembangan industri di sekitarnya
(4) Manajemen yang professional dan modern
(5) Sarana dan prasarana yang sudah lengkap
Konsep Growth pole juga dapat didefinisikan secara geografis dan
fungsional. Secara geografis growth pole dapat digambarkan sebagai suatu lokasi
yang memiliki fasilitas dan kemudahan sehingga menimbulkan daya tarik bagi
berbagai kalangan untuk mendirikan berbagai macam usaha di daerah tersebut dan
masyarakat senang memanfaatkan fasilitas tersebut dan secara fungsional growth
pole dapat diartikan sebagai suatu lokasi konsentrasi kelompok ekonomi (industri,

60
bisnis dll) yang mengakibatkan pengaruh ekonomi ke dalam  maupun keluar
wilayah tersebut

Gambar 16 . Ilustrasi teori kutub pertumbuhan menurut Perroux


Sumber : https://agnazgeograph.wordpress.com

Contoh wilayah pusat pertumbuhan adalah Jakarta sebagai kutub


pertumbuhan bagi perkembangan daerah sekitarnya (Jabodetabek)

Gambar 17: Kota Jakarta


Sumber: https://agnazgeograph.wordpress.com

61
b) Teori Pusat Pertumbuhan Friedman

Gambar 18. John Friedman


Sumber : https://en.wikipedia.org/

John Friedman (1964) mengemukakan konsep Center- Periphery (Pusat-


Pinggiran). Pengembangan wilayah akan melahirkan kota utama dan wilayah sek-
itarnya yang menjadi inti (Core) dari sistem kota-kota nasional dan pinggiran (pe-
riphery) yang berada di luar serta bergantung pada inti. Perkembangan disebarkan
dari inti ke pinggiran melalui pertukaran penduduk, barang, dan jasa. Kota sebagai
inti berpengaruh atas wilayah pinggirannya. (menurut konsep menganalisa aspek-
aspek tata ruang, lokasi dan persoalan-persoalan kebijaksanaan dan perencanaan
pengembangan wilayah dalam ruang lingkup yang lebih general). Friedman telah
menampilkan teori daerah inti. Di sekitar daerah inti terdapat daerah-daerah ping-
giran (periphery regions).
Daerah-daerah pinggiran seringkali disebut daerah pedalaman atau daerah di
sekitarnya.

62
.

Gambar 19 : Daerah inti dan daerah pinggiran


Sumber :www.wikepedia.com

Berdasarkan gambar diatas, dapat diambil simpulan sebagai berikut :


(1) Daerah Inti, pusat-pusat besar pada umumnya berbentuk kota-kota besar, me-
tropolis dan megapolis,
(2) Daerah Pinggiran, daerah-daerah yang relatif statis berupa daerah-daerah
pinggiran
Friedman dan Alonso mengembangkan klasifikasi daerah inti dan daerah
pinggiran menjadi :
(1) Daerah metropolitan (metropolitan region)
(2) Poros pembangunan (development axes)
(3) Daerah perbatasan (frontier region)
(4) Daerah tertekan (depressed region)
Fried man menganjurkan pembentukan agropolis-agropolis atau kota-kota di
ladang. Ini berarti tidak mendorong perpindahan penduduk desa ke kota-kota be-
sar, tetapi mendorong mereka untuk tetap tinggal di tempat mereka semula.
Melalui pengembangan ini diharapkan penduduk di pedesaan mengalami pen-
ingkatan pendapatannya serta memperoleh berbagai fasilitas atau prasarana sosial
ekonomi yang dapat dijangkau oleh penduduk pedesaan tersebut. Dengan
demikian mereka mempunyai kesempatan yang sama pula dalam meningkatkan
kesejahteraannya sebagaimana yang dialami oleh penduduk perkotaan.
Hal tersebut sangat berdampak baik terutama dalam mencegah terjadinya
migrasi atau urbanisasi yang besar-besaran ke kota yang sering membawa dampak
negatif bagi pembangunan di kota. Perkembangan yang dialami setiap daerah ten-

63
tunya sangat berbeda. Hal ini bergantung pada potensi daerah, lokasi, dan sarana
transportasi, serta sumber daya manusia yang ada di wilayah tersebut.
c) Teori Pusat Pertumbuhan Hirschman

Gambar 20. Albert O Hirschman


Sumber http://www.nytimes.com

Hirschman (1958) (Mutaa’li: 2014) mengungkapkan pertumbuhan ekonomi


pada pusat pertumbuhan ekonomi pada pusat pertumbuhan akan berpengaruh pada
daerah belakangnya melalui efek polarisasi atau Polization Effect dan efek
penetasan ke bawah (Trickling Down Effect).
Polarization effect tersebut diperkuat dengan adanya pemusatan investasi
pada pusat pertumbuhan, sedangkan Trickling Down Effect dapat tumbuh
dengan cara meningkatnya daya tarik wilayah sekitarnya. Hirschman lebih
optimis, sehingga Trickling Down Effect lebih besar dibanding Polization
Effect. Kuncinya adalah komplementaritas.
Hal ini berarti perkembangan suatu wilayah tidak terjadi secara bersamaan,
akan tetapi terdapat sistem polarisasi perkembangan suatu wilayah yang
kemudian akan memberikan efek ke wilayah lainnya, atau dengan kata lain,
suatu wilayah yang berkembang akan membuat wilayah di sekitarnya akan ikut
berkembang.

64
d)

65
e) Teori Pusat Pertumbuhan Rostow

Gambar 21 : Walt Rostow


Sumber : http://www.economist.com

Menurut Rostow (Muta’ali : 2014) terdapat lima fase pembangunan yang


didasarkan kepada ciri-ciri umum perubahan keadaan: ekonomi, politik, dan sosial
yang berlaku. Pembangunan ekonomi atau transformasi suatu masyarakat
tradisional menjadi suatu masyarakat modern merupakan suatu proses yang
mempunyai dimensi banyak, tidak sekedar ditandai dengan menurunnya peranan
faktor pertanian dan meningkatnya peranan faktor industri dan jasa. Secara garis
besar kelima fase pembangunan ekonomi Rostow adalah sebagai berikut:
(1) Masyarakat Tradisional (The Traditional Community)
Pada fase ini fungsi produksi terbatas dimana cara produksi yang
digunakan masih relatif primitif dan cara hidup masyarakat masih
dipengaruhi oleh nilai-nilai yang kurang rasional dan bersifat turun temurun.
Tingkat produksi masih sangat terbatas, dan sebagian sumber-sumber daya
masyarakat digunakan untuk kegiatan dalam sektor pertanian. Di sektor
pertanian struktur sosialnya sangat bersifat hirarkhis.
(2) Prasyarat untuk Lepas Landas (The Preconditions for Take Off)
Pada fase ini masyarakat sudah mulai mempersiapkan diri atau
dipersiapkan dari luar, untuk mencapai pertumbuhan yang mempunyai
kekuatan untuk terus berkembang (self sustained growth). Pada fase ini pula

66
dan seterusnya pertumbuhan ekonomi akan berlaku secara otomatis. Ada 2
corak menyertai tahap prasyarat lepas landas ini. Pertama, adalah tahap
prasyarat lepas landas yang dialami oleh negara-negara Eropa, Asia, Timur
Tengah, dan Afrika, dimana tahap ini dicapai dengan perombakan masyarakat
tradisional yang sudah lama ada. Corak yang kedua adalah tahap prasyarat
lepas landas yang dicapai oleh negara-negara "born free" seperti: Amerika
Serikat, Canada, Australia, dan New Zealand, di negara-negara tersebut
mengalami prasyarat lepas landas tanpa harus merombak sistem masyarakat
yang tradisional.
(3) Lepas Landas (The Take Off)
Pada awal tahap ini terjadi perubahan yang drastis dalam masyarakat,
seperti revolusi politik, terciptanya kemajuan yang pesat dalam inovasi, atau
terbukanya pasar-pasar baru. Hambatan-hambatan yang berupa unsur-unsur
tradisional mulai menghilang, modernisasi dan pertumbuhan ekonomi
merupakan gejala umum dimana-mana. Tingkat pendapatan perkapita
semakin besar sebagai akibat adanya pertumbuhan pendapatan nasional yang
melaju melebihi tingkat pertumbuhan penduduk. Kalau pada fase pertama dan
kedua biasanya berlangsung lama, maka pada fase lepas landas ini
berlangsung dalam waktu yang relatif pendek, yaitu 40 s.d. 60 tahun
(Wheeler, 1981:49)
(4) Gerakan ke Arah Kedewasaan (The Drive to Maturity)
Pada masa ini masyarakat sudah secara efektif menggunakan teknologi
modern pada sebagian besar faktor-faktor produksi dan kekayaan alamnya. Di
samping itu struktur dan keahlian tenaga kerja mengalami perubahan, dan
peranan sektor industri semakin penting, dilain pihak sektor pertanian
mengalami penurunan. Sejalan dengan semakin besarnya peranan sektor
industri muncullah kritik-kritik terhadap industrialisasi sebagai akibat dari
ketidak puasan terhadap dampak industrialisasi. Pada fase ini pula
peningkatan keuntungan ekonomi semakin melimpah ke dalam kesejahteraan
sosial dan penanaman modal ke wilayah lain. Demikian pula sifat
kepemimpinan maupun kemahiran dan kepandaian para pekerja menjadi
semakin terspesialisasi secara lanjut.

67
(5) Masa Konsumsi Tinggi (The Age Off Hight Mass Consumption)
Pada fase ini orientasi tidak lagi pada masalah produksi, akan tetapi lebih
difokuskan kepada masalah-masalah yang berkaitan dengan peningkatan
kualitas konsumsi dan kesejahteraan masyarakat. Adapun tujuan masyarakat
pada fase ini antara lain adalah: memperbesar pertumbuhan dan kekuasaan
terhadap wilayah lain: menciptakan welfare state, sehingga kemakmuran
menjadi lebih merata, dan berusaha mempertinggi konsumsi masyarakat di
atas keperluan pokok (sandang, pangan, perumahan) menjadi barang-barang
berkualitas tinggi, tahan lama, dan barang-barang mewah. Berdasarkan teori
Rostow dapat dikatakan bahwa dewasa ini negara-negara berkembang
termasuk di antara fase pertama sampai fase ketiga, sedang negara-negara
maju termasuk dalam fase keempat dan kelima.
Teori dari W.W. Rostow tersebut mempunyai cukup banyak kelemahan
antara lain: tidak ada perbedaan yang pasti antara fase yang satu dengan yang
lain (masih kabur); ciri-ciri dalam setiap tahap kurang dapat diuji secara
empiris; teori tersebut belum tentu dapat menunjukkan tahap pembangunan di
negara-negara berkembang, di samping itu perlu diingat bahwa proses
pembangunan tidak hanya bersifat self-sustained growth, melainkan juga
bersifat self limiting effect, dan laju pembangunan suatu wilayah sangat
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang menciptakan masing-masing kekuatan.

68
2) Teori Polarisasi Ekonomi (Myrdal)

Gambar 22 : Karl Gunnar Myrdal


Sumber : www.mainotes.com

Myrdal (Mutaa’li : 2014) merupakan ilmuwan yang melihat keterkaitan antara


konsep kutub pertumbuhan dengan persebaran keruangan dan proses pembangu-
nan. Menurut Myrdal, jika di suatu lokasi terdapat penanaman modal untuk
mendirikan industri atau kegiatan ekonomi lainnya, tempat tersebut akan lebih
maju dan berkembang dibandingkan wilayah lain.
Adanya pusat pertumbuhan akan berpengaruh terhadap daerah di sekitarnya.
Pengaruh tersebut dapat berupa pengaruh positif dan negatif. Pengaruh positif ter-
hadap perkembangan daerah sekitarnya disebut spread effect (efek sebar) Con-
tohnya adalah terbukanya kesempatan kerja, banyaknya investasi yang masuk,
upah buruk semakin tinggi, serta penduduk dapat memasarkan bahan mentah.
Sedangkan pengaruh negatifnya disebut backwash effect (efek sebar balik), con-
tohnya adalah adanya ketimpangan wilayah, meningkatnya kriminalitas,
kerusakan lingkungan, dan lain sebagainya.
Pengertian ”backwash effects” dan ”spread effects” terdapat dalam teori “in-
ter” dan “intra” wilayah. Backwash effects contohnya adalah makin bertambahnya
permintaan masyarakat suatu wilayah kaya atas hasil-hasil dari masyarakat miskin
berupa bahan makanan pokok seperti beras yang sumbernya dari pertanian
masyarakat wilayah miskin. Sementara Spread effects contohnya adalah makin
berkurangnya kualitas pertanian masyarakat miskin akibat dampak negatif dari
polusi yang disebabkan oleh masyarakat wilayah kaya.

69
Proses pembentukan pusat pertumbuhan mengikuti fase-fase sebagai
berikut:
a) Fase I, yaitu fase praindustri
b) Fase II, yaitu fase industri awal
c) Fase III, yaitu fase transisi
d) Fase IV, yaitu integrasi spasial.
Jadi dapat disimpulkan bahwa daerah yang memiliki pusat pertumbuhan
akan sangat menarik bagi para pemodal, tenaga kerja, tenaga terampil dan barang-
barang dagangan sehingga dalam waktu yang lama akan memunculkan dua
dampak yaitu postif dan negatif. Dampak positifnya antara lain membuka lowon-
gan pekerjaan, menaiknya upah buruh, masuknya investasi dan sebagainya.
Sedangkan dampak negatifnya yaitu adanya ketimpangan wilayah di sekitarnya
sehingga memunculkan kriminalitas, kesenjangan sosial, kerusakan alam dan se-
bagainya. Daerah yang mendapatkan dampak negatif ini merupakan daerah-
daerah pinggiran.
3) Teori Pusat Pelayanan Pemukiman (Christaller)

Gambar 23. Walter Christaller


Sumber: www.wikipedia.com

Walter Christaller seorang geograf jerman tahun 1933 (Tarigan : 2010)


mengemukakan teori lokasi yang dikenal sebagai teori tempat sentral (central
place theory). Christaller memperkenalkan teori ini tahun 1933 dalam tulisannya
yang berjudul ”Die Zentralen Orte la Suddeutschland”.

70
Tempat yang sentral diasumsikan sebagai tempat yang memberikan peluang
kepada manusia yang jumlahnya maksimum untuk berpartisipasi dalam kegiatan
pelayanan, baik sebagai pelayannya maupun sebagai pihak yang dilayani.

Teori Christaller
” Jika persebaran penduduk dan daya belinya sama baiknya dengan bentang alam,
sumber dayanya, dan fasilitas tranportasinya, semuanya sama/seragam, lalu pusat-
pusat pemukiman mennyediakan layanan yang sama, menunjukkan fungsi yang serupa,
dan melayani area yang sama besar, maka hal tersebut akan membentuk kesamaan
jarak antara satu pusat pemukiman dengan pusat pemukiman lainnya”

Konsep Teori Christaller


 Range (Jangkauan) dinyatakan dalam biaya dan waktu
 Jarak yang perlu ditempuh untuk mendapatkan kebutuhannya
 Threshold (ambang penduduk) Jumlah minimal penduduk untuk dapat
mendukung suatu penawaran jasa

Menurut Christaller, pusat-pusat pelayanan cenderung tersebar di dalam


wilayah menurut pola berbentuk heksagon (segi enam). Christaller menggunakan
bentuk hexagon untuk menggambarkan wilayah-wilayah yang saling bersambun-
gan. Lingkaran yang mencerminkan wilayah yang saling bertindih lalu dibelah
dua dengan garis lurus, sehingga dapat dipilih lokasi yang paling efisien. Se-
hingga dengan membayangkan hexagonal-hexagonal tersebut terciptalah hierarki
pemukiman dan wilayah pasaran.
Sesuai dengan luas kawasan pengaruhnya, hierarki tempat sentral dapat
dibedakan sebagai K=3, K=4 dan K=7. Untuk melihat tempat-tempat sentral
berdasarkan hierarkinya, ikutilah gambar-gambar berikut :
a) Tempat Sentral yang Berhierarki 3 (K=3)
Tempat sentral yang berhierarki 3 adalah pusat pelayanan berupa pasar
yang senantiasa menyediakan barang-barang konsumsi bagi penduduk yang
tinggal di daerah sekitarnya. Hierarki 3 sering disebut sebagai kasus pasar op-
timal yang memiliki pengaruh 1/3 bagian dari wilayah tetangga di sekitarnya
yang berbentuk heksagonal, selain memengaruhi wilayahnya itu sendiri.

71
K=3
= 6 (1/3 + 1) = 3

Gambar 24. Tempat Sentral Berhierarki 3 dengan kekuatan pengaruh sepertiga


wilayah sekitarnya, yang disebut Kasus pasar optimum
Sumber : www.wikipedia.com

b) Tempat Sentral yang Berhierarki 4 (K=4)


Tempat sentral yang berhierarki 4 dinamakan situasi lalu lintas yang
optimum, artinya di daerah tersebut dan daerah-daerah di sekitarnya yang ter-
pengaruh tempat sentral itu senantiasa memberikan kemungkinan rute lalu
lintas yang paling efisien. Situasi lalu lintas optimum ini memiliki pengaruh
½ bagian dari wilayah-wilayah lain di sekitarnya yang berbentuk segi enam
selain mempengaruhi wilayah itu sendiri

K=4
= 6 (1/2 + 1) = 4

72
Gambar 25. Berhierarki 4 dengan kekuatan pengaruh setengah wilayah
sekitarnya, yang disebut Situasi lalu lintas yang optimum
Sumber : www.wikipedia.com

c) Tempat Sentral yang Berhierarki 7 (K=7)


Tempat sentral yang berhierarki 7 dinamakan situasi administratif yang
optimum. Tempat sentral ini memengaruhi seluruh bagian (satu bagian)
wilayah-wilayah tetangganya, selain memengaruhi wilayah itu sendiri. Con-
toh tempat sentral berhierarki 7 antara lain kota yang berfungsi sebagai pusat
pemerintahan.

K=7
= 6 (1) + 1 = 7

Gambar 26. Berhierarki 7 dengan kekuatan pengaruh seluruh wilayah,


yang disebut juga Situasi administrasi yang optimum
Sumber : www.wikipedia.com

Untuk dapat menerapkan teori Christaller dalam suatu wilayah, terdapat


dua syarat utama yang harus terpenuhi, yaitu sebagai berikut.
(1) Topografi atau bentuk lahan di wilayah tersebut relatif seragam atau
homogen sehingga tidak ada bagian-bagian wilayah yang mendapat
pengaruh lereng atau pengaruh lainnya yang berhubungan dengan
bentuk muka bumi.
(2) Kehidupan atau tingkat ekonomi penduduk relatif homogeny (selera,
permintaan dan prndapatan)
(3) Kota-kota kecil yang menyediakan barang-barang fundamental seperti
took-toko makanan dan pakain bagi daerah pinggirannya akan

73
terbangundimana para petani terspesialisasi dalam produksi pertanian
komersial
(4) Setiap jenis barang dan jasa yang tersedia bagi penduduknya,
memiliki threshold sendiri( jumlah minimum pelanggan yang
dibutuhkan untuk mendukung penawarannya). Barang-barang seperti
mobil yang mewah dan mahal akan memerlukan threshold yang
tinggi, sedangkan took-toko makanan (Grocery) yang kecil
memerlukan jumlah pelanggan yang lebih sedikit.
Ketika semua asumsi diatas dipertimbangkan bersama-sama maka
hasilnya sebgai berikut:
(1) Sejumlah daerah pasar berbentuk heksagonal yang mencakup seluruh
kawasan akan muncul.
(2) Akan terdapat tempat yang sentral pada pusat setiap daerah pasar
yang berbentuk heksagonal
(3) Ukuran daerah pasar pada tempat yang sentral akan proposional sesuai
dengan jumlah barang dan jasa yang ditawarkan oleh tempat yang
sentral tersebut.
(Lembaga Olimpiade : 2014)

Perbedaan dasar kutub dan pusat pertumbuhan suatu wilayah


Dalam Geografi terdapat dua istilah yang hampir sama, yaitu Kutub
Pertumbuhan dan Pusat pertumbuhan. Kutub pertumbuhan merupakan
konsep ekonomi, sedangkan pusat pertumbuhan berkaitan dengan keruangan.
Perbedaan Kutub dan Pusat Pertumbuhan
Growth Pole Growth Centre
 Konsep ekonomi : suatu  Konsep territorial : suatu pusat kota
perusahaan, kegiatan ekonomi atau dengan “propulsive industry”
sector ekonomi
 Pengaruh yang distimulir suatu  Pengaruh yang distimulir oleh
kegiatan ekonomi yang penting di “propulsive industry” yang secara
dalam suatu ekonomi : kekuatan geografis terpusat di dalam
sentrifugal dan sentripetal yang pembangunan ekonomi suatu
menambah dan makin wilayah : dengan adanya “forward,
memantapkan hubungan intra dan backward dan lateral linkages” saling
inter sector hubungan dan integrasi wilayah makin
 Berfungsi sebagai penyebab mantap

74
perubahan structural dan  Berfungsi sebagai “mesin
pembangunan structural seluruh pertumbuhan wilayah” dan
ekonomi menyebabkan perubahan dan
pembangunan structural (pertumbuhan
ekonomi dan kesejahteraan social di
wilayah sekitarnya
Tabel 7. Perbedaan Kutub dan Pusat Pertumbuhan
1. Pengaruh pusat pertumbuhan bagi wilayah
Menurut Myrdal, setiap daerah mempunyai pusat pertumbuhan yang
menjadi daya tarik bagi tenaga buruh dari pinggiran. Pusat pertumbuhan
tersebut juga mempunyai daya tarik terhadap tenaga terampil, modal, dan
barang-barang dagangan yang menunjang pertumbuhan suatu lokasi. Demikian
terus-menerus akan terjadi pertumbuhan yang makin lama makin pesat atau
akan terjadi polarisasi pertumbuhan ekonomi (Polarization Of Economic
Growth). Teori polarisasi ekonomi Myrdal ini menggunakan konsep pusat-
pinggiran (coreperiphery). Konsep pusat-pinggiran merugikan daerah
pinggiran, sehingga perlu diatasi dengan membatasi migrasi (urbanisasi),
mencegah keluarnya modal dari daerah pinggiran, membangun daerah
pinggiran, dan membangun wilayah pedesaan.
Adanya pusat pertumbuhan akan berpengaruh terhadap daerah di
sekitarnya. Pengaruh tersebut dapat berupa pengaruh positif dan negatif.
1) Pengaruh Menguntungkan (Spread effect)
a) Meningkatkan pendapatan per kapita penduduk di daerah sekitar.
b) Memunculkan berbagai fasilitas ekonomi, seperti pabrik, bank, bursa
saham, dan gudang.
c) Memunculkan berbagai lapangan pekerjaan.
d) Banyaknya investasi yang masuk
e) Upah buruh semakin tinggi
f) Penduduk dapat memasarkan bahan mentah.
g) Adanya gerakan arus barang akan membawa dampak terhadap alat
transportasi, perhubungan perdagangan, perkantoran, dan jasa.
h) Akan memotivasi masyarakat untuk saling berlomba memiliki
pengetahuan, keterampilan, dan kesiapan untuk menghadapi perubahan
sosial budaya.

75
76
2) Pengaruh Merugikan (Backwash Effect)
(a) Ketimpangan regional
(b) Ketimpangan Internasional
(c) Menurunnya tingkat kesejahteraan petani
(d) Besarnya ketergantungan masyarakat desa terhadap wilayah pusat
pertumbuhan
(e) Lingkaran setan kemiskinan
(f) Makin banyaknya penduduk yang datang akan berpengaruh terhadap
keadaan lingkungan hidup di sekitarnya antara lain pemukiman, sanitasi,
keamanan, lalu lintas, dan pencemaran.
Memiliki keterbatasan serta kesempatan ekonomi (economic
opportunities) yang tidak sama. Ruang juga seringkali dimaknai sebagai sebuah
sumberdaya dan media pendukung perikehidupan dalam ekosistem, sehingga
setiap aktivitas pengguna ruang dapat menimbulkan dampak positif maupun
negatif terhadap kegiatan lain (externalities), atau dengan kata lain ruang
memiliki potensi untuk menimbulkan ketidaksepahaman (konflik) antara
kegaitan satu dengan lainnya. Hal ini merupakan salah satu alasan terpenting
mengapa Rencana Tata Ruang (RTR) perlu dilakukan secara terpadu sejak
direncanakan, pelaksanaan, sampai pengendalian.
1) Tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik yang
direncanakan maupun tidak. Tata ruang yang dituju dengan penataan ruang
ini adalah tata ruang yang direncanakan. Tata ruang yang tidak direncanakan
beruoa tata runag yang terbentuk secara alamiah seperti wilayah aliran sungai,
danau, suaka alam, gua, gunung, dan sebagainya.
2) Wujud struktural pemanfaatan ruang adalah susunan unsur-unsur pembentuk
rona lingkungan alam, lingkungan sosial, dan lingkungan buatan yang secara
hirerkis dan struktural berhubungan satu dengan lainnya membentuk tata
ruang. Wujud struktural pemanfaatan ruang di antaranya meliputi hirarki
pusat pelayanan seperti pusat kota, lingkungan, pemerintahan, prasaran jalan
seperti jalan arteri, kolektor, lokal, rancang bangun kota seperti ketinggian
bangunan, jarak antara bangunan, garis langit dan sebagainya.

77
3) Pola pemanfaatan ruang adalah bentuk pemanfaatan ruang yang
menggambarkan ukuran, fungsi, serta karakter kegiatan manusia dan kegiatan
alam. Wujud pola pemanfaatan ruang diantaranya meliputi alokasi, sebaran
pemukiman, tempat kerja, industri, dan pertanian serta pola penggunaan lahan
perdesaan dan perkotaan.
Tujuan penataan ruang, sebagaimana yang tercantum dalam No. 26 tahun
2007 untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman,
produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan
Nasional dengan:
1) Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan
2) Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumberdaya alam dan
sumberdaya buatan dengan memperhatikan sumberdaya manusia
3) Terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif
terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
C. Perencanaan Tata Ruang Wilayah
Sasaran dalam proses perancanaan tata ruang yang telah tersusun dengan
berbagai aspek pertimbangan normatif maupun teknis adalah dalam rangka
mewujudkan konsep pengembangan wilayah yang didalamnya memuat tujuan
dan sasaran yang bersifat kewilayahan Indonesia, oleh karena itu ditempuh
melalui upaya penataan ruang yang terdiri dari 3 proses utama, yakni:
1) Proses perencanaan tata ruang wilayah, yang menghasilkan rencana tata
ruang wilayah (RTRW). Disamping sebagai “guidance of future actions”
RTRW pada dasarnya merupakan bentuk intervensi yang dilakukan agar
interaksi manusia/makhluk hidup dengan lingkunganya dapat berjalan serasi,
selaras, seimbang untuk tercapainya kesejahteraan manusia/makhluk hidup
serta kelestarian lingkungan dan keberlanjutan pembangunan (development
sustainibility).
2) Peroses pemanfaatan ruang, merupakan wujud operasionalisasi rencana tata
ruang atau pelaksanaan pembangunan itu sendiri.
3) Proses pengendalian pemanfaatan ruang yang terdiri atas mekanisme
perizinan dan penertiban terhadap pelaksanaan pembangunan agar tetap
sesuai dengan RTRW dan tujuan penataan ruang wilayahnya.

78
Pendekatan dasar yang dianut dalam RTR bertumpu pada usaha-usaha
untuk mencapai kesejahteraan yang manusiawi dan berkeadilan sosial serta
berawawasan lingkungan. Dalam arti, semua kegiatan yang berhubungan
dengan RTR diarahkan untuk menciptakan dan atau meningkatkan derajat
kesejahteraan masyarakat dengan berprinsip keadilan sosial serta pelestarian
sumberdaya alam dan lingkungan hidup untuk menjamin kesinambungan
pembangunan. Dengan kata lain, terdapat 3 konsep yang mendasari RTR, yaitu:
(1) pertumbuhan dan perkembangan ekonomi, (2) pemenuhan kebutuhan dasar,
dan (3) konservasi lingkungan.
1. Lingkup Tahapan Penataan Ruang Wilayah
Lingkup penataan ruang mencakup penyelanggaraan penataan raung yang
meliputi kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan
pengawasan penataan ruang atau disingkat TURBINLAKWAS yang tahapnya
terbagi atas :
1) Pengaturan penataan ruang adalah upaya pembentukan landasan hukum
pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam penataan ruang yang
dilakukan melalui penetapan peraturan perundang-undangan termasuk
pedoman bidang penataan ruang sebagai acuan penyelenggaraan penataan
ruang.
2) Pembinaan penataan ruang adalah upaya untuk meningkatkan kinerja penataan
ruang yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan
masyarkat dengan fokus kegiatan untuk meningkatkan kinerja penyelenggaraan
penataan ruang.
3) Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang
yang mencakup perencanaan tata ruang. Pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang pada semua tingkat pemerintahan:
a) Perencanaan tata ruang wilayah adalah suatu proses yang menentukan
struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan
rencana tata ruang.
b) Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola
ruang sesuai dengan renacana ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan
program beserta pembiayaannya.

79
c) Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan
tertib tata ruang.
4) Pengawasan penataan ruang adalah upaya agar penyelenggaraan penataan
ruang dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang mencakup pengawasan terhadap kinerja pengaturan,
pembinaan, pelaksanaan penataan ruang, termasuk pengawasan terhadap
kinerja pemenuhan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang melalui
kegiatan pemantauan, evaluasi dan pelaporan.

Perencanaan Tata Ruang


1) Perencanaan tata ruang dilakukan melalui proses dan prosedur
penyusunan serta penetapan rencana yang hasil rencananya akan ditinjau
kembali dalam kurun waktu tertentu.
2) Dalam proses penyusunannya, harus mempertimbangkan secara terpadu
aspek-aspek kondisi fisik wilayah, potensi sumberdaya alam, manusia,
dan sumberdaya buatan; kondisi ekonomi, sosial, budaya, politik, hukum,
pertahanan keamanan, lingkungan hidup, serta ilmu pengetahuan dan
teknologi sebagai satu kesatuan, dan geostrategi, geopolitik, geoekonomi.
3) Perencanaan tata ruang meliputi perencanaan struktur dan pola tata
ruang, kawasan strategis, tata guna lahan, tata guna air, udara dan
sumberdaya alam lainnya.
Hasilnya adalah Rencana Tata Ruang (RTR).

Pemanfaatan Rencana Tata Ruang Wilayah


1) Lingkup pemanfaatan ruang
a) Pemanfaatan ruang dilakukan melalui pelaksanaan program
pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya dengan memperhatikan
SPM dalam penyediaan sarana dan prasarana.
b) Dilaksanakan baik pemanfaatan ruang secara vertikal maupun
pemanfaatan ruang didalam bumi.
c) Program pemanfaatan runag beserta pembiayaannya termasuk jabaran
dari indikasi program utama yang termuat di dalam RTRW.

80
d) Diselenggarakan secara bertahap sesuai dengan jangka waktu indikasi
program utama pemanfaatan ruang yang ditetapkan dalam RTR.
e) Pelaksanaan pemanfaatan ruang di wilayah disinkrosnisasikan
2) Acuan pemanfaatan ruang
a) Pemanfaatan ruang mengacu pada fungsi ruang yang ditetapkan dalam
rencana tata ruang dilaksanakan dengan mengembangkan penatagunaan
tanah, air, udaradan sumberdaya alam lainnya.
b) Penataan ruang pada ruang yang direncanakan untuk pembangunan
prasarana dan sarana bagi kepentingan umum memberikan hak prioritas
pertama Pemerintah dan Pemda untuk menerima hak atas tanah dari
pemegang hak atas tanah.
c) Dalam pemanfaatan ruang pada ruang yang berfungsi lindung,
diberikan prioritas pertama bagi Pemerintah dan Pemda untuk
menerima pengalihan hak atas tanah dari dari pemegang hak atas tanah.
3) Kebijakan dan Program
Dalam pemanfaatn ruang wilayah nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota dilakukan
a) Perumusan kebijakan trategis opersionalisasi rencana tata runag
wilayah dan rencana tata ruang kawasan strategis menurut peruntukan
kawasan.
b) Perumusan program sektoral dalam rangka perwujudan struktur runag
dan pola ruang wilayah dan kawasan strategis
c) Pelasanaan pembangunan sesuai dengan program pemanfaatan ruang
wilayah dan kawasan strategis
4) Prinsip Pemanfaatan Ruang
Dilaksanakan dengan mempertimbangkan:
a) Kawasan budi daya yang dikendalikan dan kawasan budidaya yang
didorong pengembangannya.
b) Standar pelayanan minimal bidang penataan runag.
c) Standar kualitas lingkungan.
d) Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

81
Tabel 8. Contoh Indikasi Program-Program Pembangunan Menurur
Peruntukan Kawasan
Peruntukan Kawasan Lokasi Program Sektor/Instansi Waktu Sumber
dan pembanguna Pelaksanaa dana
Luas n n
1. Kawasan Lindung
a) Hutan
lindung
b) Resapan air
c) Rawan
bencana, dll
2. Kawasan
Budidaya
a) Pertanian
b) Perkebunan
c) Perikanan
d) Peternakan
e) Kehutanan
f) Industri
g) Perdagangan
h) Pariwisata, dll
3. Kawasan Strategis
Sumber : Muta’ali, Lutfhi: 32

Pengendalian Pelaksanaan Rencana Tata Ruang


1) pengawasan, usaha untuk menjaga kesesuain pemanfaatan ruang dengan
fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang.
1) pelaporan pelaksanaan
2) pemantauan dan monitoring
3) peninjauan kembali (evaluasi) dan revisi
2) Penertiban tata ruang, usaha untuk mengambil tindakan dan sangsi agar
pemanfaatan ruang yang direncanakan dapat terwujud.
3) Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan
zonasi. Perizinan, pemberian insentif dan disentif, serta pengenaan sanksi.

2. Hirarki dalam Penataan Ruang di Indonesia


Penataan ruang meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan rencana, dan
pengendalian pelaksanaan rencana tata ruang. Dalam kaitannya dengan
tingkatan wilayah, kegiatan penataan ruang diselenggarakan pada tingkat
nasional, propinsi, kabupaten, kota dan wilayah kecil di bawahnya, hal ini

82
menunjukkan bahwa wilayah perencanaan sangat terkait dengan wilayah
administrasi. Selain itu juga terdapat rencana tata ruang menggunakan wilayah
fungsional, seperti tata ruang kawasan tumbuh cepat, kawasan pariwisata,
kawasan industri, pertambangan, dan lain-lain. Meskipun demikian harus tetap
mengacu kepada pembangunan wilayah administratif.
Perencanaan tata ruang hakikatnya adalah dilakukan untuk menghasilkan:
a. Rencana Umum Tata Ruang
1) Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN)
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang selanjutnya disingkat
RTRWN adalah strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah
nasional sampai dengan 100 meter di bawah permukaan bumi, satu kilometer
diatas permukaan bumi dan batas luar zona ekonomi eksklusif.
Muatan isi dari RTRWN menurut UU Tata Ruang No. 26 tahun 2007:
a) Tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah nasional
b) Rencana struktur ruang wilayah nasional yang meliputi sistem perkotaan
nasional yang terkait dengan kawasan perdesaan dalam wilayah
pelayanannya dan sistem jaringan prasarana utama
c) Rencana pola ruang wilayah nasional yang meliputi kawasan lindung
nasional dan kawasan budi daya yang memiliki nilai strategi nasional
d) Penetapan kawasan strategis nasional
e) Arahan pemanfaatan ruang yang berisi indikasi program utama jangka
menengah lima tahunan
f) Arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional yang berisi
indikasi arahan pengaturan zonasi sistem nasional, arahan perizinan, arahan
insentif dan disentif, serta arahan sanksi.
Jangka waktu rencana tata ruang wilayah nasional adalah dua puluh tahun
dan dapat ditinjau kembali satu kali dalam lima tahun. Pengesahan Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
dan disahkan DPR. Penetapan rencana tata ruang menjadi produk hukum
sehingga mengikat semua pihak untuk melaksanakannya adalah sebuah tahap

83
dari tahap penyusunan “Perencanaan Pembangunan” yang terdiri dari empat
tahapan yaitu:
a) Penyusunan rencana
b) Penetapan rencana
c) Pengendalian pelaksanaan rencana
d) Evaluasi pelaksanaan rencana
Menurut UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional, RTR sepadan dengan rencana pembangunan jangka
panjang nasiona/ daerah yang selanjutnya didetilkan dalam rencanaan
pembangunan jangka menengah nasional/ daerah dan rencana pembangunan
tahunan nasional/ daerah yang juga dijadikan dasar atau pertimbangan dalam
penyusunan RTR. Produk hukum dari rencana tata ruang wilayah nasional
adalah PP No. 26 Tahun 2008 tentang rencana tata ruang wilayah nasional.
Sedangkan untuk skala peta tata ruang wilayah diatur menurut PP No. 8 Tahun
2013 tetntang ketelitian peta rencana tata ruang berpedoman pada tingkat
ketelitian minimal berskala 1: 1.000.000.
2) Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP)
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi yang selanjutnya disingkat RTRWP
adalah hasil perencanaan tata ruang yang merupakan penjabaran strategi dan
arahan kebijakan pemanfaatan ruang wilayah nasional dan pulau/ kepulauan ke
dalam struktur dan pola ruang wilayah Provinsi.
Muatan isi dari RTRWP memuat:
a) Tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah provinsi
b) Rencana struktur ruang wilayah provinsi meliputi sistem perkotaan dalam
wilayahnya yang berkaitan dengan kawasan perdesaan dalam wilayah
pelayanannya dan sistem jaringan prasarana wilayah provinsi
c) Rencana pola ruang wilayah provinsi yang meliputi kawasan lindung dan
kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis provinsi
d) Penetapan kawasan strategis provinsi
e) Arahan pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang berisi indikasi program
utama jangka menegah lima tahunan

84
f) Arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang berisi indikasi
arahan peraturan zonasi system provinsi, arahan perizinan, arahan insentif dan
disentif, serta arahan sanksi.
Jangka waktu rencana tata ruang wilayah provinsi adalah dua puluh tahun
dan dapat dilakukan peninjauan kembali satu kali dalam lima tahun.
Pengesahan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, penetapan rancangan
peraturan daerah provinsi tentang rencana tata ruang wilayah provinsi dan
rencana rinci tata ruang terlebih dahulu harus mendapat persetujuan substansi
dari Menteri.
Ketentuan mengenai muatan, pedoman, dan tata cara penyusunan rencana
tata ruang wilayah provinsi diatur dengan peraturan Menteri, pengesahannya
oleh DPRD provinsi. Produk hukum dari Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi adalah peraturan daerah, yang dikeluarkan masing-masing provinsi.
Skala peta tata ruang wilayah provinsi menurut PP No. 8 Tahun 2013 tentang
ketelitian peta rencana tata ruang yakni tingkat ketelitian minimal berskala 1:
250.000.
3) Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota (RTRWK/K)
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota yang selanjutnya disingkat
RTRWK/K adalah hasil perencanaan tata ruang yang merupakan penjabaran
RTRWP ke dalam struktur dan pola ruang wilayah kabupaten/kota. Muatan isi
dari RTRW Kabupaten adalah:
a) Tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah kabupaten
b) Rencana struktur ruang wilayah kabupaten yang meliputi sistem perkotaan di
wilayahnya yang terkait dengan kawasan perdesaan dan system jaringan
prasarana wilayah kabupaten
c) Rencana pola ruang wilayah kabupaten yang meliputi kawasan lindung
kabupaten dan kawasan budi daya kabupaten
d) Penetapan kawasan strategis kabupaten
e) Arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi indikasi program
utama jangka menegah lima tahunan

85
f) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi
ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan
disentif, serta arahan sanksi.
Sedangkan muatan isi dari RTRWKota ditambahkan:
a) Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau
b) Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka non hijau
c) Rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan pejalan
kaki, angkutan umum, kegiatan sector informal dan ruang evakuasi bencana,
yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi wilayah kota sebagai pusat
pelayanan sosial ekonomi dan pusat pertumbuhan wilayah.
Jangka waktu rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota adalah dua puluh
tahun dan dapat ditinjau kembali satu kali dalam lima tahun. rencana tata ruang
wilayah kabupaten/kota ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten yang
disahkan oleh DPRD kabupaten/kota. Produk hokum dari rencana rencana tata
ruang wilayah kabupaten/kota adalah peraturan daerah yang dikeluarkan masing-
masing kabupaten/kota. Skala peta rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota
menurut PP No.8 Tahun 2013 berpedoman pada tingkat ketelitian minimal
berskala 1: 100.000 (kabupaten) dan skala 1: 50.000 (kota).
b. Rencana Rinci Tata Ruang
Rencana rinci tata ruang merupakan hasil dari perencanaan tata ruang.
Rencana rinci tata ruang merupakan operasionalisasi rencana umum tata ruang
yang dalam pelaksanaanya tetap memperhatikan aspirasi masyarakat sehingga
muatan rencana masih dapat disempurnakan dengan tetap mematuhi batasan
yang telah diatur dalam rencana rinci dan peraturan zonasi. Rencana rinci tata
ruang disusun berdasarkan nilai strategis kawasan atau kegiatan kawasan
dengan muatan substansi yang dapat mencakup hingga penetapan blok dan
subblok peruntukan. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa
rencana rinci tata ruang memuat lima rencana rinci yakni:
1) Rencana Tata Ruang Pulau/Kepulauan
Rencana tata ruang pulau adalah rencana rinci yang disusun sebagai
penjabaran dan perangkat operasional dari RTRWN. Rencana Tata Ruang
Pulau/Kepulauan (Permendagri No. 28 Tahun 2008) yang selanjutnya disebut

86
RTR Pulau/Kepulauan adalah hasil perencanaan tata ruang pada wilayah
pulau/kepulauan yang terbentuk dari kesatuan wilayah geografis beserta segenap
unsure terkait padanya yang batas-batasnya ditentukan berdasarkan aspek
administratif dan aspek fungsional.

87
2) Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional (KSN)
Kawasan Strategis Nasional (UU No. 26 Tahun 2007) adalah wilayah
yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat
penting secara nasional terhadap kedaulatan Negara, pertahanan, dan keamanan
Negara, ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan, termasuk wilayah yang telah
ditetapkan sebagai warisan dunia.
Imam (2012) Dirjen Penataan Ruang PU menjelaskan bahwa secara
umum ada lima hal penting yang akan diatur dalam perpres tata ruang KSN,
yaitu:
a) Membuat prioritas kawasan, apakah akan menjadi kawasan industry,
pariwisata, atau yang lainnya
b) Pembentukan sistem infrastruktur dalam penataan ruang
c) Menentukan peruntukan kawasannya sekitar KSN sehingga membentuk pola
tata ruang tersendiri
d) Tentang kewajiban membuat indikasi program utama dalam kawasan strategis
e) Tentang pengendalian implementasi sistem tata ruang KSN.
3) Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi
Kawasan strategis provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup provinsi
terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan (UU NO. 26 Tahun 2007).
Sedangkan rencana tata ruang kawasan provinsi strategis (Permendagri No. 28
Tahun 2008) yang selanjutnya disebut dengan RTR kawasan strategis provisi
adalah rencana tata ruang yang penataan ruang kawasannya diprioritaskan karena
mempunyai pengaruh yang sangat penting dalam lingkungan provinsi terhadap
kepentingan pertahanan dan keamanan, ekonomi, sosial budaya dan lingkungan.
Rencana rinci tata ruang kawasan strategis provinsi memuat beberapa hal:
a) Sebagai media koordinasi penanganan kawasan strategis dengan
kabupaeten/kota dibawahnya
b) Tidak berbenturan dengan rencana tata ruang dibawahnya (kabupaten/kota)
c) Telah disebutkan dalam RTRW provinsi
d) Kedalam peta tidak detail seperti rencana rinci kabupaten/kota

88
4) Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten/Kota
Kawasan strategis kabupaten kota adalah wilayah yang penataan
ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam
lingkup kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan (UU
No.26 Tahun 2007). Rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota yang
selanjutnya disebut sebagai RTR kawasan strategis kabupaten/kota adalah
rencana tata ruang yang penataan ruang kawasannya diprioritaskan karena
mempunyai pengaruh yang sangat penting dalam lingkup kabupaten/kota
terhadap kepentingan pertahanan dan keamanan, ekonomi, sosial budaya dan
lingkungan.
Rencana rinci tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota memuat
beberapa hal:
a) Berupa kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan yang akan berkembang
menjadi kawasan perkotaan serta kawasan strategis kabupaten
b) Sebagai dasar memberikan izin penataan ruang
c) Dibutuhkan peta dengan tingkat kedalaman minimal 1: 5.000 dan telah
disebutkan dalam RTRW kabupaten/kota
5) Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten/Kota
Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten/Kota yang
selanjutnya disebut dengan RDTR kabupaten/kota adalah rencana tata ruang
diwilayah kabupaten/kota, yang menggambarkan zonasi/blok pemanfaatan
ruang,struktur dan pola ruang, sistem sarana dan prasarana, dan persyaratan
teknik pengembangan tata ruang (Permendagri No.28 Tahun 2008).
Permen PU No. 20 Tahun 2011 tentang pedoman penyusuna RDTR dan
peraturan zonasi (PZ) kabupaten/kota merupakan amanat dari PP No. 15 Tahun
2010. Pedoman penyusuna RDTR umumnya berlaku untuk bagian wilayah
kota (bukan kabupaten). Kriteria perencanaan RDTR dan PZ adalah:
a) RTRW kabupaten/kota belum dapat dijadikan acuan dalampelaksanaan
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang karena tuingkat
ketelitian petanya belum mencapai 1: 5.000
b) RTRW akbupaten/kota sudah mengamanatkan bagian dari wilayahnya yang
perlu disusun RDTR-nya lingkup wilayah perencanaan RDTR, meliputi

89
wilayah administrasi, kawasan fungsional, seperti bagian wilayah kota/ sub
wilayah kota, bagian wilayah kabupaten/kota yang memiliki ciri perkotaan,
bagian wilayah kabupaten/kota yang merupakan kawasan pedesaan dan
direncanakan menjadi kawasan perkotaan.
Muatan RDTR meliputi:
(1) Tujuan
(2) Rencana pola ruang
(3) Rencana jaringan prasarana
(4) Penetapan sub BWP yang diprioritaskan penangannya
(5) Ketentuan pemanfaatan ruang
(6) Peraturan zonasi
RDTR serta PZ berlaku untuk jangka waktu dua puluh tahun, dan ditinjau
kembali setiap lima tahun. Sedangkan wilayah perencanaan RDTR disebut
sebagai bagian wilayah perkotaan (BWP).
Dalam jenjang perencanaan tata ruang, rencana detail perencanaan tata
ruang kabupaten merupakan produk rencana untuk:
a) Rencana operasional arahan pembangunan kawasan (operational action plan)
b) Rencana pengembangan dan peruntukan kawasan (area development plan)
c) Panduan untuk rencana aksi dan panduan rancang bangun (urban design
guidelines)
Rencana, aturan, ketentuan dan mekanisme penyusuna RDTR kabupaten harus
merujuk pada pranata rencana lebih tinggi, baik pada lingkup kawasan maupun
daerah.
D. Permasalahan Dalam Penerapan Tata Ruang Wilayah
1. Pemerataan pembangunan di Indonesia
Kunci dari pembangunan adalah kemakmuran bersama. Pemerataan hasil
pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan tujuan
pembangunan yang ingin dicapai. Tingkat pertumbuhan yang tinggi tanpa disertai
pemerataan pembangunan hanyalah menciptakan perekonomian yang lemah dan
eksploitasi sumber daya manusia. Hipotesis Kusnets (1963) yang menyatakan
bahwa sejalan dengan waktu ketidakmerataan (inequality) akan meningkat akan
tetapi kemudian akan menurun karena adanya penetesan ke bawah (trickle down

90
effect), sehingga kurva akan berbentuk seperti huruf U terbalik (Inverted U).
Akan tetapi pada kenyataannya penetesan ke bawah (trickle down effect) tidak
selalu terjadi, sehingga kesenjangan antara kaya dan miskin semakin besar.

Gambar 27. Kurva Kusnets


Sumber : Yohanli.com

Pemerataan hasil pembangunan di Indonesia masih sangat


memprihatinkan. Ketidakmerataan juga menjadi masalah dunia. Menurut data
World Development Report 2006, 15,7% penduduk Indonesia pada tahun 1996
berada di bawah garis kemiskinan. Jumlah penduduk yang berada di bawah
garis kemiskinan meningkat menjadi 27,1 % pada tahun 1999. Gini Index untuk
pemerataan penghasilan Indonesia adalah 0,34, hal ini menunjukkan adanya
ketidakmerataan penghasilan yang cukup besar di Indonesia. Gini index
merupakan ukuran tingkat penyimpangan distribusi penghasilan, Gini index
diukur dengan menghitung area antara kurva Lorenz dengan garis hipotesis
pemerataan absolut. Gini Index untuk pemerataan kepemilikan tanah di
Indonesia mencapai 0,46, nilai ini menunjukkan adanya ketidakmerataan
kepemilikan tanah yang cukup besar.

91
Gambar 28. Lingkaran Setan (Vicious Circle)
Dari segi pendidikan, Indonesia masih mengalami masalah
ketidakmerataan pendidikan. Gini Index untuk pemerataan pendidikan di
Indonesia mencapai 0,32, angka ini menunjukkan adanya ketidakmerataan
pendidikan. Rendahnya tingkat pendidikan akan mengakibatkan rendahnya
produktivitas dan berakibat pula pada rendahnya tingkat pendapatan, hal ini
terus menjadi lingkaran setan (vicious circle). Kesenjangan tingkat pendidikan
mengakibatkan adanya kesenjangan tingkat pendapatan yang semakin besar.
Kesenjangan ini juga akan mengakibatkan kerawanan sosial.
Di Indonesia persentase balita yang kekurangan gizi mencapai 27,3%
pada tahun 2000. Angka ini cukup besar dan harus menjadi perhatian yang
serius bagi pemerintah. Tingkat gizi yang rendah akan mempengaruhi
produktivitas sehingga tingkat pendapatan akan rendah. Fasilitas kesehatan
yang kurang menjangkau ke daerah terpencil di Indonesia menyebabkan
rendahnya kualitas kesehatan masyarakat. Tingginya tingkat mortalitas balita
yaitu 41 kematian balita per 1.000 balita dan tingkat mortalitas ibu yang
mencapai 230 kematian ibu per 100.000 kelahiran menunjukkan masih
rendahnya kualitas kesehatan.
Pemerataan hasil pembangunan di samping pertumbuhan ekonomi perlu
diupayakan supaya pembangunan dapat dirasakan oleh seluruh rakyat
Indonesia. Pemerataan pendidikan dan pemerataan fasilitas kesehatan
merupakan salah satu upaya penting yang diharapkan meningkatkan
pemerataan hasil pembangunan dengan menciptakan sumber daya manusia
yang berkualitas.

92
Keberhasilan pembangunan sangat berkaitan dengan kebijakan yang
dibuat oleh pemerintah. Pemerintah harus menciptakan kebijakan
pembangunan yang tepat dalam upaya meningkatkan laju pertumbuhan
ekonomi sekaligus menciptakan pemerataan pembangunan. Peningkatan laju
ekonomi tidak selalu dibarengi dengan pemerataan. Kemiskinan tidak dapat
dihilangkan dengan hanya peningkatan laju pertumbuhan ekonomi. Ada tiga
permasalahan umum yang menyangkut kebijakan pemerintah dalam kaitannya
dengan permasalahan pemerataan pembangunan yaitu:
a) Sumber dana pembangunan.
b) Alokasi dana pembangunan.
c) Efektivitas dan efisiensi penggunaan dana pembangunan.
Dalam rangka mendapatkan dana bagi pembangunan, Pemerintah
Indonesia telah menambah hutang dalam bentuk penerbitan surat utang negara.
Padahal disamping menambah hutang banyak alternatif lain yang dapat
digunakan oleh pemerintah. Penambahan hutang guna mendapatkan dana bagi
pembangunan malah menyebabkan masalah baru. Hutang di kemudian hari
harus dibayar beserta bunganya yang akan semakin membebani anggaran
pembangunan.
Krugman dan Obstfeld (2005) menjelaskan bahwa sebagian besar
negara berkembang menarik pinjaman yang begitu besar dari luar negeri.
Jumlah hutang negara berkembang sangat besar jika dibandingkan ukuran
ekonomi negara tersebut dibandingkan dengan ukuran ekonomi negara industri
maju. Jika tabungan nasional (S) lebih kecil dari investasi domestik (I) maka
selisih itu merupakan defisit transaksi berjalan. Tabungan nasional di negara
berkembang umumnya sangat rendah karena miskin modal, sedangkan peluang
investasi produktif begitu melimpah. Untuk memanfaatkan pelung investasi
inilah negara berkembang menarik pinjaman secara besar-besaran dari luar
negeri yang berarti menjalankan neraca transaksi berjalan yang defisit.
Pinjaman atau hutang untuk mengimpor barang modal diharapkan dapat
dilunasi dengan keuntungan yang dihasilkan investasi itu kelak, baik pokok
maupun bunganya.

93
Pinjaman yang ditarik negara berkembang itu bisa dijelaskan dengan
logika perdagangan antar waktu (intertemporal trade). Negara berkembang
terlalu miskin modal untuk mengolah segenap investasi yang tersedia, n
sehingga harus berhutang dengan negara lain. Sebaliknya negara kaya modal
telah mengolah hampir seluruh peluang investasi produktif yang tersedia,
sedangkan tingkat tabungan nasionalnya begitu besar. Oleh sebab itu, wajar
jika para penabung di negara maju lebih tertarik untuk menginvestasikan
uangnya di negara berkembang yang menyajikan keuntungan lebih banyak.
Transaksi ini di atas kertas menguntungkan kedua belah pihak. Namun
kenyaaannya, banyak penarikan pinjaman negara berkembang yang salah.
Banyak yang menggunakan dana pinjaman bagi investasi yang secara ekonomis
tidak menguntungkan, bahkan dana pinjaman digunakan untuk mengimpor
barang konsumsi yang tidak menghasilkan laba. Padahal laba diperlukan untuk
membayar pinjaman baik pokok maupun bunganya. Selain itu rendahnya
tingkat tabungan nasional diakibatkan oleh penerapan kebijakan yang keliru
sehingga negara berkembang makin tergantung pada pinjaman luar negeri.
Penambahan utang merupakan suatu cara paling cepat untuk menambah
dana bagi keperluan tugas umum pemerintahan dan pembangunan. Akan tetapi
dengan menambah utang berarti akan menambah beban bunga yang harus
dibayar di masa yang akan datang. Padahal menambah utang haruslah menjadi
alternatif terakhir yang dapat dilakukan oleh pemerintah. Walaupun demikian
pinjaman bukanlah hal yang buruk, dengan catatan bahwa pinjaman digunakan
untuk membiayai investasi yang kelak menghasilkan manfaat yang lebih besar
dari jumlah pinjaman dan bunganya. Pinjaman tidak akan efektif apabila
digunakan hanya untuk mengimpor barang konsumsi.
Dalam upaya pemenuhan keperluan dana bagi tugas umum
pemerintahan dan pembangunan dapat dicarikan alternatif selain dari
penambahan utang. Banyak hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah sebagai
contoh dengan mengefisiensikan penerimaan pajak, meningkatkan perdagangan
dengan luar negeri, meningkatkan investasi langsung (Foreign Direct
Investment) dan lain sebagainya. Masalah kedua adalah alokasi dana
pembangunan. Hal ini memerlukan pembahasan yang mendalam. Alokasi dana

94
sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi baik dalam jangka pendek
maupun jangka panjang. Dalam makalah ini akan dibahas penggunaan dana
untuk pemerataan pendidikan dan pemerataan fasilitas kesehatan. Pemerintah
harus serius dalam pengalokasian dana dengan benar. Sejak pelaksanaan
otonomi daerah, penyediaan dana kesehatan dari Anggaran Pendapatan Belanja
Nasional (APBN) disatukan dalam Dana Alokasi Umum (DAU). Penyatuan
dana ini berakibat semakin kurang transparan penyediaan dana kesehatan.
Masalah ketiga adalah masalah efektifitas dan efisiensi penggunaan dana. Dana
yang ada harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Kebocoran penggunaan dana
harus diminimumkan, dengan harapan dana yang terbatas dapat menciptakan
pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Penggunaan harus direncanakan dengan
baik sehingga tingkat daya serap (absorptive capacity) dapat tinggi.
Dari tiga masalah di atas pembahasan selanjutnya lebih difokuskan
kepada alokasi penggunaan dana untuk keperluan pemerataan pendidikan dan
fasilitas kesehatan. Alokasi pengunaan dana di negara berkembang masih
belum efisien. Struktur alokasi penggunaan dana di negara maju cenderung
mengalokasikan dananya pada pendidikan dan kesehatan.
Tabel 9. Perbandingan Alokasi Dana untuk Pendidikan dan Kesehatan
terhadap Pengeluaran Pemerintah

Alokasi dana pembangunan untuk pemerataan pendidikan dan


pemerataan fasilitas kesehatan akan lebih menjamin tercapainya pemerataan
dalam jangka panjang. Kebijakan alokasi dana untuk pendidikan dan kesehatan
diharapkan dapat meningkatkan pemerataan pendidikan serta pemerataan
fasilitas kesehatan. Biaya pendidikan yang lebih murah dan tersedianya fasilitas

95
kesehatan yang lebih baik dan lebih terjangkau akan langsung dirasakan
manfaatnya oleh masyarakat.
Dalam bidang pendidikan, kebijakan bantuan operasional sekolah (BOS)
belum mampu meringankan beban bagi masyarakat secara signifikan. Pada
kenyataannya orang tua murid masih terbebani dengan biaya lainnya, seperti
uang seragam yang lebih mahal daripada harga di pasaran, buku yang selalu
ganti setiap tahunnya, dan biaya lainnya. Saat musim pendaftaran sekolah,
banyak orang tua yang tidak mampu menyekolahkan anaknya di sekolah negeri
karena biaya yang tidak terjangkau. Akibatnya mereka hanya menyekolahkan
anaknya di sekolah yang memiliki reputasi kurang baik, bahkan ada juga yang
tidak mampu menyekolahkan anaknya.
Beban biaya pendidikan yang semakin mahal membuat orang tua yang
kurang mampu tidak dapat menyekolahkan anak mereka. Anak yang seharusnya
masih mendapatkan pendidikan justru sudah bekerja mencari nafkah untuk
menyambung hidup keluarga. Rendahnya tingkat pendidikan berakibat
rendahnya tingkat gaji yang diperoleh. Pekerja tanpa pendidikan hanya dinilai
sebagai unskilled labor yang tidak memiliki bargaining position. Daya tawar
yang rendah ini berakibat pada rendahnya tingkat pendapatan yang mereka
peroleh. Sehingga pada waktu mereka masih tetap saja tidak dapat
menyekolahkan anak mereka sampai ke tingkat pendididkan yang tinggi.
Di sisi lain, orang tua yang kaya mampu menyekolahkan anak mereka
sampai ke tingkat pendidikan tinggi. Dengan tingginya tingkat pendidikan
dengan mudah mereka mendapatkan pekerjaan yang bergengsi serta memiliki
bargaining position yang baik sehingga mendapatkan tingkat pendapatan yang
tinggi.
Lingkaran setan ini dapat diputus apabila pemerintah menciptakan
kebijakan supaya rakyat dapat memperoleh pendidikan lebih merata, dengan
jalan meningkatkan subsidi untuk pendidikan, sehingga semua orang
mendapatkan mutu pendidikan yang sama. Dengan tingkat pendidikan yang
merata diharapkan tingkat pendapatan akan lebih merata sehingga rakyat benar-
benar dapat merasakan manfaat pembangunan.

96
Sejak pelaksanaan otonomi daerah, penyediaan dana kesehatan dari
Anggaran Pendapatan Belanja Nasional (APBN) disatukan dalam Dana Alokasi
Umum (DAU). Penyatuan dana ini berakibat semakin kurang transparan
penyediaan dana kesehatan. Apabila dana kesehatan kurang maka akan terbatas
sekali pengadaan fasilitas kesehatan.
Alokasi dana untuk kesehatan yang hanya 2,3% dari pengeluaran
pemerintah sangat kecil. Di negara maju alokasi dana untuk kesehatan jauh
lebih besar, Korea Selatan mengalokasikan 10,08% pengeluaran pemerintah
untuk kesehatan. Padahal fasilitas kesehatan yang lebih merata dapat
meningkatkan produktifitas sumber daya manusia.
Sumber daya manusia yang sehat akan menghasilkan sumber daya
manusia yang produktif. Dengan produktivitas yang tinggi, suatu negara akan
memperoleh keunggulan kompetitif (competitive advantage). Keunggulan
komparatif dinamis dirintis oleh Michael E. Porter (1990) dan Paul Krugman
(1980). Kedua ahli sepakat bahwa keunggulan komparatif dapat diciptakan
(created comparative advantage). Dengan kata lain, mereka menentang teori
Richardo dan Ohlin yang cenderung memandang keunggulan komparatif yang
alami.
Argumennya faktor yang menopang tingkatan tertinggi dalam
keunggulan komparatif harus diperbaharui atau diciptakan setiap saat lewat
investasi modal fisik dan manusia agar diperoleh keuntungan komperatif dalam
produk yang terdiferensiasi dan teknologi produksi. Karena itu bisa dipahami
apabila industri yang memiliki keunggulan komparatif versi Richardo dan
Ohlin umumnya industri padat sumber daya (misalnya kayu, beras) dan padat
karya yang tidak terampil (misalnya tekstil dan rokok). Ini berlainan dengan
industri yang memiliki keunggulan komperatif versi Krugman dan Porter, yang
umumnya padat modal (misalnya mesin dan baja) dan padat teknologi
(misalnya komputer dan pesawat terbang).
Michael E. Porter menjelaskan bahwa dalam era persaingan global,
suatu bangsa/negara yang memiliki competitive advantage of nation dapat
bersaing di pasar internasional bila memiliki 4 faktor penentu (attribute) yang
digambarkan sebagai suatu diamond (diamond strategy). Michael E. Porter

97
menjelaskan bahwa tidak ada korelasi langsung antara 2 faktor produksi yaitu
sumber daya alam yang melimpah dan sumber daya manusia yang murah, yang
dimiliki oleh suatu negara yang dimanfaatkan menjadi keunggulan daya saing
dalam perdagangan internasional.
Banyak negara di dunia yang jumlah tenaga kerjanya yang sangat besar
yang proporsional dengan luas negaranya tetapi lemah dalam daya saing
perdagangan internasional. Peran pemerintah sangat mendukung dalam
peningkatan daya saing selain faktor produksi yang tersedia dalam berbagai
kebijakan makronya, dalam hal ini menciptakan sumber daya manusia yang
berkualitas.
Bagi pembangunan ekonomi, kualitas buruh adalah lebih penting,
dengan mengadakan pemerataan pendidikan dan fasilitas kesehatan diharapkan
pekerja Indonesia lebih berkualitas dan produktif. Produktifitas ini yang
diharapkan mampu meningkatkan perekonomian. Sumber daya manusia yang
berkualitas juga diharapkan cepat menyerap penguasaan teknologi. Melalui
program pemerataan pendidikan dan fasilitas kesehatan akan menciptakan
sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu mendukung pembangunan.
Sumber daya manusia yang produktif merupakan modal yang paling
menentukan dalam keberhasilan pembangunan dalam jangka panjang.
Pemerataan pendidikan dapat dilakukan dengan jalan menyediakan
sekolah gratis sampai ke tingkat perguruan tinggi. Sekolah gratis ini dalam arti
tidak ada pungutan biaya apapun, baik seragam, biaya operasional, maupun
buku. Diharapkan juga sekolah gratis ini tersedia ke seluruh penjuru nusantara.
Operasional sekolah harus mampu menekan biaya yang tidak perlu sehingga
tidak terlalu membebani keuangan negara. Dengan menyediakan pendidikan
sampai ke tingkat perguruan tinggi, diharapkan tingkat penghasilan penduduk
akan meningkat karena sumber daya manusia yang dihasilkan lebih berkualitas.
Fasilitas kesehatan yang lebih terjangkau oleh masyarakat diharapkan
dapat meningkatkan tingkat produktifitas sumber daya manusia. Penurunan
biaya kesehatan disertai peningkatan mutu pelayanan kesehatan sangat
diperlukan oleh masyarakat sebagai salah satu hasil yang dapat dirasakan
secara langsung oleh rakyat miskin.

98
Di samping alokasi dana yang tepat, pemerintah juga perlu
memperhatikan masalah penggunaan dana yang efisien. Pemerintah harus
mampu menindak kecurangan yang merugikan pembangunan.
Dalam hal ini perlu diadakan tindak lanjut untuk mengatasi masalah
pembangunan yang terjadi di Indonesia, berikut usaha-usaha pemerintah dalam
pemerataan pembangunan Indonesia.

99
1) MDGs (Millenium Development Goal)
Pada tahun 2000, para pemimpin dunia bertemu di New York
mendeklarasikan Millenium Development Goals (MDGs). Pertemuan ini
bertujuan untuk mewujudkan percepatan pencapaian tujuan pembangunan
manusia yang lebih terarah dan diterjemahkan ke dalam sejumlah target dan
tenggat waktu yang diukur dalam kuat. Melalui prestasi patokan MDGs, pe-
merintah Indonesia berhasil mencapai masyarakat yang adil, sejahtera dan
bermartabat dan bebas dari lingkaran kemiskinan. Ini adalah bagian dari
komitmen global untuk mewujudkan kesejahteraan seluruh bangsa di dunia.
Sebagai tujuan pembangunan milenium , MDGs berisi delapan ( 8 ) tar-
get dan tolok ukur sebagai referensi internasional dalam mencapai target
pemberantasan kemiskinan dan kelaparan yang diharapkan akan diterapkan
pada tahun 2015 . Delapan target MDGs meliputi :
a) Memberantas kemiskinan dan kelaparan ekstrem
b) Mewujudkan pendidikan dasar untuk semua
c) Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan
d) Menurunkan angka kematian anak
e) Meningkatkan kesehatan ibu
f) Memerangi HIV dan AIDS, malaria serta penyakit lainnya
g) Memastikan kelestarian lingkungan
h) Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan
2) Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN)
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) adalah doku-
men perencanaan pembangunan nasional yang merupakan jabaran dari tujuan
dibentuknya Pemenrintahan Negara Indonesia yang tercantum dalam Pem-
bukaan Undang-Undang Dasar Negara Repuplik Indonesia tahun 1945 dalam
bentuk visi, misi dan arah pembangunan nasional untuk masa 20 tahun ke de-
pan yang mencakupi kurun waktu mulai dari tahun 2005-2025.
Visi Pembangunan Nasional tahun 2005-2025
“Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur”
Misi Pembangunan Nasional tahun 2005-2025

100
Dalam mewujudkan visi pembangunan nasional tersebut ditempuh melalui 8
(delapan) misi pembangunan nasional sebagai berikut:
a) Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika,
berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila
b) Mewujudkan bangsa yang berdaya-saing
c) Mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum.
d) Mewujudkan Indonesia aman, damai, dan bersatu
e) Mewujudkan pemerataan pembangunan dan
f) Mewujudkan Indonesia asri dan lestari
g) Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju,
kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional
h) Mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia
internasional
Komitmen Indonesia untuk mempercepat pencapaian tujuan pemban-
gunan nasional telah digariskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Pan-
jang Nasional (RPJPN) 2005-2025 yang selanjutnya disebut dalam RPJMN
untuk periode 5 tahun dibagi menjadi 4, yaitu :
a) RPJMN I ( 2005-2009) diarahkan untuk menata kembali dan
membangun Indonesia di segala bidang yang ditujukan untuk
menciptakan Indonesia yang aman dan damai, yang adil dan
demokratis, dan yang tingkat kesejahteraan rakyatnya meningkat
b) RPJMN II (2010-2014) ditujukan untuk lebih memantapkan penataan
kembali Indonesia di segala bidang dengan menekankan upaya
peningkatan kualitas sumber daya manusia termasuk pengembangan
kemampuan ilmu dan teknologi serta penguatan daya saing
perekonomian.
c) RPJMN III (2015-2019) ditujukan untuk lebih memantapkan
pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang dengan
menekankan pencapaian daya saing kompetitif perekonomian
berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia
berkualitas serta kemampuan ilmu dan teknologi yang terus meningkat.

101
d) RPJMN IV (2020-2025) ditujukan untuk mewujudkan masyarakat
Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur melalui percepatan
pembangunan di berbagai bidang dengan menekankan terbangunnya
struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif
di berbagai wilayah yang didukung oleh SDM berkualitas dan berdaya
saing.
Semua empat tahap strategi kebijakan pembangunan jangka menengah
adalah kebijakan strategis yang digunakan untuk mewujudkan pembangunan
yang inklusif dan berkelanjutan . Untuk mendukung pencapaian tujuan terse-
but , pemerintah merancang strategi pembangunan yang terdiri dari empat el-
emen, sebagaimana tercantum dalam RPJMN 2010-2014, yaitu :
a) Pro growth (Pro Pertumbuhan)
dilakukan melalui pengutamaan ekspor dan investasi. Selain itu, strategi
ini juga difokuskan pada sektor-sektor mikro ekonomi yang menjadi
bidang usaha masyarakat kelompok bawah, seperti usaha kecil, mikro,
dan usaha informal.
b) Pro job (Pro penciptaan lapangan pekerjaan)
mencakup peningkatan kapasitas tenaga kerja, perlindungan tenaga
kerja, dan program sektor riil didukung dengan perbaikan iklim inves-
tasi dan kerangka regulasi, kerangka anggaran, dan kerja sama dengan
pihak swasta.
c) Pro-poor (Pro pengurangan kemiskinan)
meliputi dikelompokkan menjadi tiga cluster, yakni (1) Program ban-
tuan sosial berbasis keluarga; (2) Program-program pemberdayaan
masyarakat, dan (3) Program-program pemberdayaan usaha mikro dan
kecil
d) Pro environment (pro lingkungan)
strategi pembangunan pro environment untuk mengantisipasi dampak
perubahan iklim (climate change)
sumber:www.bappenas.go.id/index.php/download_file/view/7691/1306

102
3) Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)
a) PNPM merupakan Salah satu kebijakan pemerintah yang melibatkan
masyarakat di bidang ekonomi, pembangunan, infrastruktur. 
b) PNPM bertujuan untuk mengurangi kemiskinan dan mengembangkan
sistem di masyarakat pedesaan melalui investasi berjangka untuk men-
dukung produktivitas dalam membangun komunitas dengan melibatkan
partisipasi masyarakat dalam desain .
c) Pada tahun 2011 , pendapatan per kapita masyarakat pedesaan yang
menerima program PNPM meningkat 9,1 % . 
Program PNPM Mandiri terdiri dari berbagai program, yaitu:
a) PNPM Mandiri Perdesaan
PNPM Mandiri Perdesaan merupakan bagian dari PNPM inti yang ditujukan
bagi pemberdayaan masyarakat di pedesaan. Program ini dikembangkan
dari Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang telah dilaksanakan
sejak 1998.
Tujuan : Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam membangun daerah.
b) PNPM Perdesaan R2PN (Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pulau Nias)
PNPM R2PN menyediakan fasilitasi pemberdayaanmasyarakat, kelembagaan
lokal, pendampingan masyarakat, pelatihan masyarakat, serta dana
Bantuan Langsung untuk Masyarakat (BLM) dalam mendukung usulan
kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi yang direncanakan, diputuskan dan
dikelola oleh masyarakat
Tujuan : Tujuan umum dari PNPM R2PN adalah mempercepat
penanggulangan kemiskinan denga cara pengembangan kemandirian
masyarakat.
c) PNPM Mandiri Agribisnis/SADI (Smallholder Agribusiness Development
Initiative)
PNPM Mandiri SADI adalah program untuk mempercepat upaya pengentasan
kemiskinan di  daerah perdesaan dengan meningkatkan pendapatan rumah
tangga petani miskin melalui peningkatan kapasitas khusus kelompok yang
dipilih petani untuk meningkatkan produktivitas dan akses ke pasar.

103
Tujuan : sasaran rumah tangga miskin, terutama anggota kelompok tani yang
sangat miskin, lembaga- lembaga masyarakat di bidang pertanian.
d) PNPM Generasi Sehat Dan Cerdas.
PNPM Generasi Sehat dan Cerdas merupakan program pemerintah yang
memfasilitasi masyarakat dalam rangka perencanaan dan pelaksanaan
kegiatan untuk peningkatan derajat kesehatan ibu dan anak, serta peningkatan
akses pendidikan dasar dan menengah
Tujuan : Generasi Sehat dan Cerdas adalah meningkatkan derajat kesehatan
ibu dan anak-anak balita dan meningkatkan pendidikan anak-anak usia
sekolah hingga tamat Sekolah Dasar (SD/MI) dan Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama (SMP/ MTs).
e) PNPM Lingkungan Mandiri Perdesaan (PNPM- LMP)
PNPM-LMP adalah program yang berupaya agar aspek lingkungan dan
pengelolaan sumber daya alam menjadi bagian integral dari aktivitas
pembangunan masyarakat di perdesaan.
Tujuan : Meningkatkan kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin di
perdesaan dengan mendorong kemandirian dalam pengambilan keputusan dan
pengelolaan pembangunan perdesaan melalui pengelolaan lingkungan dan
sumber daya alam secara lestari.
f) Program Pengembangan Sistem Pembangunan Partisipatif (P2SPP)
P2SPP adalah program untuk mengintegrasikan pengelolaan pembangunan
partisipatif pola PNPM-MP ke dalam sistem reguler (Musrenbang), serta
mendorong penyelarasan perencanaan teknokratis, politis dengan partisipatif,
Tujuan : Menyatupadukan sistem pembangunan partisipatif pola PNPM- MP ke
dalam sistem pembangunan reguler dan menyelaraskan perencanaan
teknokratis, politis dengan perencanaan partisipatif.
g) PNPM Mandiri Respek (Rencana Strategis Pengembangan Kampung). Bagi
Masyarakat Papua PNPM Mandiri Respek Bagi Masyarakat Papua adalah
program untuk mengembalikan harga diri orang Papua bahwa mereka
memiliki kemampuan untuk membangun diri dan kampung sendiri.

104
Tujuan : Mengembalikan semangat gotong royong masyarakat, memberdayakan
masyarakat, dan mengembalikan kepercayaan masyarakat Papua kepada
pemerintah daerah.
h) PNPM Mandiri Perkotaan.
PNPM-Mandiri Perkotaan atau Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan
(P2KP) merupakan upaya pemerintah untuk membangun kemandirian
masyarakat dan Pemerintah Daerah dalam menanggulangi kemiskinan di
perkotaan secara mandiri.
Tujuan
(1) Terbangunnya lembaga masyarakat berbasis nilai-nilai universal
kemanusiaan, prinsip- prinsip kemasyarakatan dan berorientasi
pembangunan berkelanjutan, yang aspiratif, representatif, mengakar,
mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat miskin, mampu
memperkuat aspirasi/ suara masyarakat miskin dalam proses
pengambilan keputusan lokal, dan mampu menjadi wadah sinergi
masyarakat dalam penyelesaian permasalahan yang ada di
wilayahnya;
(2) Meningkatnya akses bagi masyarakat miskin perkotaan kepelayanan
sosial, prasarana dan sarana serta pendanaan (modal), termasuk
membangun kerjasama dan kemitraan sinergi ke berbagai pihak
terkait, dengan menciptakan kepercayaan pihak- pihak terkait tersebut
terhadap lembaga masyarakat;
(3) Mengedepankan peran Pemerinatah Kota / Kabupaten agar mereka
makin mampu memenuhi kebutuhan masyarakat miskin, baik melalui
pengokohan Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK) di
wilayahnya, maupun kemitraan dengan masyarakat serta kelompok
peduli setempat.
i) PNPM Mandiri Infrastruktur Perdesaan
PNPM-Mandiri Infrastruktur adalah program yang dapat meningkatkan
kesejahteraan dan pembangunan perekonomian masyarakat di daerah yang
terpilih.

105
Tujuan : Meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Sedangkan tujuan jangka
menengah adalah untuk meningkatkan akses masyarakat miskin dan yang
mendekati miskin ke infrastruktur dasar di wilayah perdesaan.
j) Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW)
PISEW adalah program yang dimaksudkan untuk mengurangi kesenjangan
antar wilayah, pengentasan kemiskinan, dan pengurangan tingkat
pengangguran terbuka.
Tujuan : Mempercepat pembangunan sosial ekonomi masyarakat yang berbasis
sumberdaya lokal, mengurangi kesenjangan antarwilayah, pengentasan
kemiskinan daerah perdesaan, memperbaiki pengelolaan pemerintahan (local
governance) dan penguatan institusi di perdesaan Indonesia.
k) Program Penyediaan Air Minum Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS)
Program WSLIC-3/PAMSIMAS merupakan program dan aksi nyata
pemerintah (pusat dan daerah) dengan dukungan Bank Dunia, untuk
meningkatkan penyediaan air minum, sanitasi, dan meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat terutama dalam menurunkan angka penyakit diare dan
penyakit lainnya yang ditularkan melalui air dan lingkungan
Tujuan : Meningkatkan akses layanan air minum sanitasi bagi masyarakat
miskin khususnya masyarakat di desa tertinggal dan masyarakat di pinggiran
kota (peri-urban).
l) PNPM-Mandiri Daerah Tertinggal Dan Khusus/ Percepatan Pembangunan
Daerah Tertinggal Dan Khusus (P2DTK)
Program P2DTK adalah penanggulangan kemiskinan dengan sasaran daerah
tertinggal dan daerah khusus yang dilakukan Pemerintah Daerah dengan
difasilitasi oleh Pemerintah Pusat (melalui Kementerian Pembangunan
Daerah Tertinggal)untuk meningkatkan kapasitas sosial-ekonomi daerah
melalui pendekatan pemberdayaan dan keswadayaan masyarakat.
Tujuan : Untuk membantu Pemerintah Daerah dalam mempercepat pemulihan
dan pertumbuhan sosial ekonomi di daerah- daerah tertinggal dan khusus.
m)PNPM Mandiri Kelautan Dan Perikanan (PNPM Mandiri-KP)
PNPM Mandiri-KP adalah salah satu program penanggulangan kemiskinan

106
yang berbasis pada pemberdayaan masyarakat di kawasan pesisir atau
masyarakat nelayan pada sektor kelautan dan perikanan.
Tujuan : Meningkatkan kesejahteraan dan kesempatan kerja bagi kelompok
masyarakat yang mencari nafkah di bidang kelautan dan perikanan yang
miskin di 120 Kabupaten/Kota penerima PNPM Mandiri-KP. Mereka adalah
warga yang tinggal di wilayah pesisir atau di luar pesisir yang memiliki
kegiatan di bidang kelautan dan perikanan.
n) PNPM-Mandiri Pariwisata
PNPM Mandiri Pariwisata adalah salah satu program penanggulangan
kemiskinan yang berupaya membantu masyarakat miskin yang tinggal di
sekitar wilayah destinasi pariwisata. Desa-desa miskin yang menjadi sasaran
PNPM-Mandiri Pariwisata adalah desa-desa yang memiliki potensi
pengembangan kegiatan kepariwisataan, dekat dengan Obyek Daerah Tujuan
Wisata (ODTW), maupun fasilitas pendukung pariwisata.

Tujuan
(1) Mendorong pertumbuhan dan perkembangan investasi dalam industri
pariwisata melalui konsep simplifikasi perizinan dan insentif
perpajakan bagi investor.
(2) Mendorong pertumbuhan daya tarik wisata unggulan di setiap provinsi
(one province one primary tourism destination) bersama-sama dengan
pemerintah daerah, swasta, dan masyarakat. 
(3) Pengembangan paket-paket wisata yang kompetitif di masing- masing
destinasi pariwisata.
(4) Revitalisasi dan pembangunan kawasan pariwisata baru, termasuk pula
prasarana dan sarana dasarnya (seperti jaringan jalan, listrik,
telekomunikasi, air bersih dan sarana kesehatan).
(5) Pemberian insentif dan kemudahan bagi pelaku usaha pariwisata dalam
membangun produk pariwisata (daya tarik dan sarana pariwisata).
(6) Pemberian perhatian khusus kepada pengembangan kawasan ekowisata
dan wisata bahari, terutama di lokasi-lokasi yang mempunyai potensi
obyek wisata alam bahari yang sangat besar.

107
(7) Pengembangan pariwisata yang berdaya saing melalui: (a)
terbangunnya komitmen nasional agar sektor-sektor di bidang
keamanan, hukum, perbankan, perhubungan, dan sektor terkait lainnya
dapat memfasilitasi berkembanganya kepariwisataan terutama pada
wilayah-wilayah yang memiliki destinasi pariwisata unggulan; (b)
harmonisasi dan simplifikasi perangkat peraturan baik di tingkat pusat,
daerah dan antara pusat dan daerah; (c) menformulasi, menerapkan, dan
mengawasi standar industri pariwisata yang dibutuhkan.
o) PNPM-Mandiri Perumahan dan Permukiman (PNPM-Mandiri Perkim)
PNPM-Mandiri Perkim adalah salah satu program yang bertujuan mencapai
pemenuhan tempat tinggal layak huni.
Tujuan : Memfasilitasi kegiatan yang terkait dengan bidang perumahan
permukiman dalam upaya menumbuh- kembangkan kemampuan masyarakat
dalam peningkatan kualitas rumah dan perumahan, pemenuhan kebutuhan
rumah dan perumahan, serta peningkatan kualitas permukiman yang berbasis
pemberdayaan masyarakat.
Sumber : http://www.tnp2k.go.id/id/program/program/dprogram-program-
nasional-pemberdayaan-masyarakat-mandiri-pnpm-mandiri/

2. MP3EI (Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia


MP3EI dilaksanakan untuk mempercepat dan memperkuat pembangu-
nan ekonomi sesuai dengan keunggulan dan potensi strategis wilayah dalam
enam koridor. Percepatan dan perluasan pembangunan dilakukan melalui
pengembangan delapan program utama yang terdiri atas 22 kegiatan ekonomi
utama. Strategi pelaksanaan MP3EI adalah dengan mengintregasikan tiga ele-
men utama, yaitu
Mengembangkan potensi ekonomi wilayah di enam Koridor Ekonomi (KE)
Indonesia, yaitu :

108
a) Koridor Ekonomi Sumatera
b) Koridor Ekonomi Jawa
c) Koridor Ekonomi Kalimantan
d) Koridor Ekonomi Sulawesi
e) Koridor Ekonomi Bali–Nusa Tenggara
f) Koridor Ekonomi Papua–Kepulauan Maluku
g) Memperkuat konektivitas nasional yang terintregasi secara lokal
dan terhubung secara global (locally integrated, globally con-
nected)
h) Memperkuat kemampuan sumber daya manusia (SDM) dan iptek
nasional untuk mendukung pengembangan program utama di se-
tiap koridor ekonomi.

109
Gambar 29 . Enam Koridor MP3EI

Dalam memperkuat dan meningkatkan kemampuan SDM dan IPTEK


nasional tersebut, tentu hal pertama yang harus diperhatikan adalah mengenai
tingkat pendidikan nasional kita. Namun, masalah pendidikan Indonesia
ternyata masih belum teratasi.
1) Berdasarkan laporan Education for All Global Monitoring Report yang
dirilis UNESCO 2011, tingginya angka putus sekolah menyebabkan
peringkat indeks pembangunan rendah. Indonesia berada di peringkat
69 dari 127 negara dalam Education Development Index. Sementara, la-
poran Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, setiap menit ada empat
anak yang putus sekolah. Banyak faktor yang mempengaruhi tingginya
angka putus sekolah di Indonesia. Namun faktor paling umum yang di-
jumpai adalah tingginya biaya pendidikan yang membuat siswa tidak
dapat melanjutkan pendidikan dasar. Data pendidikan tahun 2010
menyebutkan 1,3 juta anak usia 7-15 tahun terancam putus sekolah.
2) 54% Guru di Indonesia Tidak Memiliki Kualifikasi yang Cukup untuk
Mengajar. Menurut data Kemendiknas 2010 akses pendidikan di In-
donesia masih perlu mendapat perhatian,  lebih dari 1,5 juta anak tiap
tahun tidak dapat melanjutkan sekolah. Sementara dari sisi kualitas

110
guru dan komitmen mengajar terdapat lebih dari 54% guru memiliki
standar kualifikasi yang perlu ditingkatkan dan 13,19% bangunan seko-
lah dalam kondisi perlu diperbaiki.
3) 34% Sekolah di Indonesia Kekurangan Guru, Distribusi Guru tidak
merata. 21% sekolah di perkotaan kekurangan Guru. 37% sekolah di
pedesaan kekurangan Guru. 66% sekolah di daerah terpencil kekuran-
gan Guru dan 34% sekolah di Indonesia yang kekurangan Guru. Se-
mentara di banyak daerah terjadi kelebihan Guru.
Upaya memahami dan menanggapi ketimpangan ini menjadi pusat dari
kegiatan dan program UNICEF dalam bidang pendidikan, yang meliputi:
1) Memperkuat pengumpulan data mengenai situasi anak-anak di sekolah,
dan di luar sekolah, melalui sistem informasi yang bersumber dari
masyarakat.
2) Menilai alasan-alasan mengapa banyak anak usia dini tidak
berpartisipasi dalam perkembangan awal masa kanak-kanak, yang
membatasi keberhasilan mereka dalam mengikuti dan menyelesaikan
pendidikan dasar dan hambatan dalam pendaftaran dan penyelesaian
pendidikan sekolah dasar.
3) Memperbaiki keterampilan kepala sekolah, pengawas, dan aparat
pendidikan untuk mengelola dan menyampaikan pendidikan berkualitas
utama yang menjangkau semua anak-anak.
4) Melibatkan komunitas dan masyarakat sipil setempat dalam
menyampaikan pelayanan pendidikan yang berkualitas lebih baik bagi
anak-anak yang terpinggirkan, seperti contoh melalui perbaikan
manajemen berbasis sekolah.
Sumber : http://indonesiaberkibar.org/id/fakta-pendidikan
http://www.unicef.org/indonesia/id/education.html
3. NAWACITA
Pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla merancang sembilan agenda
prioritas jika terpilih sebagai presiden dan wakil presiden. Sembilan program
itu disebut Nawa Cita. Program ini digagas untuk menunjukkan prioritas jalan

111
perubahan menuju Indonesia yang berdaulat secara politik, serta mandiri
dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan.
 Nawa Cita atau Nawacita adalah istilah umum yang diserap dari
bahasa Sanskerta, nawa (sembilan) dan cita (harapan, agenda, keinginan).
Dalam konteks perpolitikan Indonesia menjelang Pemilu Presiden 2014,
istilah ini merujuk kepada visi-misi yang dipakai oleh pasangan calon
presiden/calon wakil presiden Joko Widodo/Jusuf Kalla berisi agenda
pemerintahan pasangan itu. Dalam visi-misi tersebut dipaparkan sembilan
agenda pokok untuk melanjutkan semangat perjuangan dan cita-cita Soekarno
yang dikenal dengan istilah Trisakti, yakni berdaulat secara politik, mandiri
dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan.
Berikut inti dari sembilan program tersebut.
1) Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan
memberikan rasa aman pada seluruh warga negara, melalui politik luar
negeri bebas aktif, keamanan nasional yang terpercaya dan
pembangunan pertahanan negara Tri Matra terpadu yang dilandasi
kepentingan nasional dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim
2) Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola
pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya, dengan
memberikan prioritas pada upaya memulihkan kepercayaan publik pada
institusi-institusi demokrasi dengan melanjutkan konsolidasi demokrasi
melalui reformasi sistem kepartaian, pemilu, dan lembaga perwakilan.
3) Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-
daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.
4) Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan
penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya.
5) Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui peningkatan
kualitas pendidikan dan pelatihan dengan program "Indonesia Pintar";
serta peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan program "Indonesia
Kerja" dan "Indonesia Sejahtera" dengan mendorong land reform dan
program kepemilikan tanah seluas 9 hektar, program rumah kampung

112
deret atau rumah susun murah yang disubsidi serta jaminan sosial untuk
rakyat di tahun 2019.
6) Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar
internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama
bangsa-bangsa Asia lainnya.
7) Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-
sektor strategis ekonomi domestik.
8) Melakukan revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penataan
kembali kurikulum pendidikan nasional dengan mengedepankan aspek
pendidikan kewarganegaraan, yang menempatkan secara proporsional
aspek pendidikan, seperti pengajaran sejarah pembentukan bangsa,
nilai-nilai patriotisme dan cinta Tanah Air, semangat bela negara dan
budi pekerti di dalam kurikulum pendidikan Indonesia.
9) Memperteguh kebhinnekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia
melalui kebijakan memperkuat pendidikan kebhinnekaan dan
menciptakan ruang-ruang dialog antar warga.

113
d) Peluang dan Tantangan Pengembangan Wilayah

Gambar 30. Reklamasi Pulau Teluk Jakarta


Sumber: www.google.com/imgres

Bapennas (2006) merumuskan berbagai peluang dan tantangan pengembangan


wilayah di Indonesia diantaranya :
a. Pengembangan wilayah sebagai upaya mengurangi kesenjangan wilayah
Kesenjangan yang terjadi baik antar sektor, antar daerah, antar
golongan, maupun antar kelompok pendapatan, menjadi masalah utama
pembangunan nasional. Hal ini disebabkan adanya perbedaan faktor geografis
suatu wilayah, faktor ekonomi, faktor politik, faktor sejarah, faktor
administratif, dan faktor sosial antar wilayah. Penegembangan wilayah
diharapkan menjadi instrumen pengurangan kesenjangan antar wilayah
khususnya melalui kkebijaka pemerintah yang seimbang dan lebih berpihak
kepada wilayah terbelakang dan berkembang.
b. Pengembangan wilayah sebagai antisipasi globalisasi dan perdangangan
bebas

114
Keterkaitan antar negara yang telah menimbulkan proses globalisasi
yang semakin kuat berpengaruh terhadap dinamika pengembangan wilayah.
Globalisasi adalah peningkatan interaksi dan integrasi dalam perekonomian
didalam atau antar negara yang meliputi aspek perdagangan, investasi,
perpindanhan faktor tenaga kerja dan modal asing. Semua faktor ekonomi tidak
lagi dibatasi secara geografi dan dapat mengalir ke belahan dunia manapun
yang memiliki peluang menarik. Wilayah indonesia sebagai bagian sub
nasional harus mampu menarik peluang positif akibat globalisasi dan skema
perdagangan bebas untuk meningkatkan perkembangan wilayah
c. Tantangan pengembangan wilayah dalam era otonomi daerah
Semangat pengembangan wilayah linier dengan mensentralisasikan
pembangunan yang terpusat pada pemerintah derah. Disentralisasi dan otonomi
daerah dimaksud untuk mendorong dan memmpercepat pertumbuhan wilayah
dan daerah akan lebih cepat mengambil keputusan serta bertanggung jawab
lansung atas keputusan yang diambil. Pelaksanaan otonomi daerah akan lebih
meningkatkan kemandirian daerah baik organisasi keuangan dan sumber daya
manusia.
Prinsip-prinsip pengembangan wilayah adalah sebagai berikut:
a) Pengembangan wilayah harus berbasispada sektor unggulan
Dimana sektor ini akan mengarahkan sumberdaya kepada sektor yang
diunggulkan melalui pemetaan antara sektor unggulan dengan sektor yang
menjadi pendukungnya.
b) Pengembangan wilayah dilakukan atas dasar karakteristik daerah yang
bersangkutan, baik aspek ekonomi, sosial, budaya, dan politik
c) Penegmbangan wilayah harus dilakukan secara komprehensif dan terpadu
d) Pengembangan wilayah mutlak harus mempunyai keterkaitan kedepan dan
kebelakang (forward and back ward linkage) secara kuat atau
pengembangan kawasan prokdutif di hinterland harus dikaitkan dengan
penegmbangan kawasan industri pengolahan di perkotaan, untuk
memberikan nilai tambah yang lebih tinggi terhadap pertumbuhan
perekonomian suatu wilayah.

115
e) Pengembangan wilayah dilaksanakan sesuai dengan prinsip otonomi dan
desentralisasi. Pemerintah daerah memiliki wewenang penuh untuk
mengembangkan sumber daya manusia, menciptakan iklim usaha untuk
dapat menarik modal dan investasi.
Dengan demikian, pengembangan suatu wilayah atau kawasan harus
didekati berdasarkan pengamatan terhadap kondisi internal dan sekaligus
mengantisipasi perkembangan eksternal. Faktor-faktor kunci dari sisi internal
adalah pola-pola pengembangan sumber daya manusia, informasi, sumber-
sumber daya modal, dan investasi, kebijakan dalam investasi, pengembangan
infrastruktur, pengembangan kemampuan kelembagaan lokal, dan
kepemerintahan, serta berbagai kerja sama dan kemitraan yang harus digalang
untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Faktor eksternal adalah perhatian
pada masalah kesenjangan wilayah dan pengembang kapasitas otonomi daerah,
perdagangan bebas terutama pengembangan produk dalam pasar bebas untuk
meningkatkan daya saing.
Tantangan Penataan Ruang
Untuk menciptakan ruang yang nyaman, produktif dan berkelanjutan
dirasakan masih menghadapi tantangan berat. Tantangan berasal dari kondisi
lingkungan fisik, implementasi penataan ruang dan perubahan faktor eksternal.
Beberapa tantangan penataan ruang diantaranya:
a. Posisi indonesia di kawasanyang sangat cepat berkembang yaitu Pasific
ocean rim Indian ocean rim yang berimplikasi pada perlunya mendorong
daya saing perekonomian khusus dalam rangka pertumbuhan ekonomi
wilayah. Disisi lain penyediaan prasarana dan sarana dalam mendukung
pengembangan wilayah terutama wilayah timur Indonesia masih harus
terus ditingkatkan
b. Ketersediaan sumberdaya alam yang semakin terbatas di Pulau Jawa dan
Sumatera, dan sebaliknya lebih melimpah di kawasan Timur Indonesia
namun belum dimanfaatkan secara optimal. Adaoun peningkatan intensitas
kegiatan pemanfaatan ruang terutama yang terkait dengan eksploitasi
sumber daya alam yang terjadi dihampir seluruh wilayah Indonesia telah
sangat mengancam kelestarian lingkungan

116
c. Letak Indonesia pada kawasan pertemuan tiga lempeng tektonik, yang
mengakibatkan rawan bencana geologi geologi seperti gempa bumi,
tsunami, dan gunung berapi, menuntut prioritisasi pertimbangan aspek
mitigasi bencana dalam penataan ruang yang berbasis pada pengurangan
resiko bencana
d. Keberadaan pulau-pulau kecil terluar pada kawasan perbatasan negara
yang memerlukan perhatian khusus demi menjaga kedaulatan negara
Kesatuan Republik Indonesia
e. Kesenjangan pembangunan antar wilayah perlu dieleminir tidak hanya
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat diseluruh wilayah
Indonesia, tetapi juga untuk menjaga stabilitas dan kesatuan nasional.
Tujuan penting dan mendasar yang akan dicapai untuk mengurangi
kesenjangan antarwilayah bukan untuk memeratakan pembangunan fisik
disetiap daerah, terutama utntuk mengurangi kesenjangan kualitas hidup
dan kesejahteraan masyarakat, baik di masing-masing daerah maupun
antar daerah
f. Ekspansi pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan hidup saat ini,
apabila tidak diantisipasi dengan kebijakan dan tindakan yang tepat akan
dihadapkan pada tiga ancaman, yaitu krisi pangan, krisi air, dan krisi
energi. Ketiga krisis itu menjadi tantangan nasional jangka panjang yang
perlu diwaspadai dan direspon oleh penataan ruang agar tidak
menimbulkan dampak buruk bagi kehidupan masyarakat dan bangsa, yaitu
teramcamnya persatuan bangsa, meningkatnya semangat separatisme, dan
menurunnya kesehatan masyarakat. Krisis pangan diakibatkan
ketidakmampuan tata ruang melindungi lahan pertanian produktif (sawah),
serta krisis energi dalam penataan tata ruang untuk mengurangi
ketergantungan terhadap minyak dan meningkatkan kontribusi gas,
batubara, serta energi terbarukan seperti biogas, biomassa, panas
(geothermal) energi matahari, arus laut, dan tenaga angin serta tenaga
nuklir yang tepat lokasi
g. Selain faktor-faktor tersebut, tantangan penataan ruang berasal dari faktor
eksternal khususnya respon dinamika persaingan global yang semakin kuat

117
berpengaruh pada pembangunan nasional pada masa yang akan datang.
Perekonomian nasional menjadi lebih terbuka dan akan berpengaruh
perkembangan dan pertumbuhan daerah-daerah di Indonesia. Selanjutnya
akan diikuti dengan peningkatan investasi pemanfaatan sumber daya dan
kebutuhan ruang yang meningkat dan harus direspon secara baik oleh
perangkat penataan ruang untuk memberikan kepastian hukum dalam
berinvestasi
h. Tantangan-tantangan baru penataan ruang muncul perubahan ragam
paradigma perencanaan, yang ditandai dengan globalisasi dan pasar
bebas/kapitalisme, demokratisasi dan desentralisasi, pluralisme, good
gove-nance, partisipatif, gender, kerusakan lingkungan, kemiskinan dan
ketidakadilan sosial, konsepsi peran negara, dan sebagainya. Selain itu
perubahan nilai-nilai perencanaan, seperti:
a. Orientasi oada asoek fisik-estetissemata mulai ditinggalkan
b. Lebih fokus pada kepentingan publik dan lingkungan
c. Tidak lagi berasumsi dan berorientasi pembuatan cetak biru
d. Mengakui pentingnya proses
e. Menyadari aspek politis perencanaan
f. Proses perencanaan adalah proses pembentukan kesepakatan dan
negoisasi
g. Keharusan untuk melibatkan masyarakat dan seluruh stakeholder
h. Model kerjasama regional
Ratna (2013) menambahkan bahwa sekarang yang menjadi bagian
terberat dari penataan ruang adalah pengendalian perizinannya. Metode
perizinan harus diteliti agar penataan ruang dapat dilakukan dengan baik.
Penataan ruang yang baik nantinya akan menjadikan suatu daerah nyaman,
aman, lancar, produktif, dan membantu pembangunan berkelanjutan.
Sedangkan Triyana (2012) menggarisbawahi bahwa terdapat dua masalah atau
tantangan besar terkait pengelolaan ruang yaitu efektifitas pelaksanaan tugas
dan wewenang dalam koordinasi dan pengelolaan rung diantara institusi-
institusi di daerah.

118
Secara ringkas beberapa tantangan dan kendala penataan ruang secara
umum sering ditemui diantaranya:
1) Kebijakan dalam RTRW masih dirasakan bersifat makro dan tidak
operasional, sehingga sehingga perlu diterjemahkan dalam langkah-
langkah detil mulai dari tahap perencanaan, tahap pemanfaatan dan
tahap pengendalian pemanfaatan tat ruang
2) Belum ada instrumen atau peraturan perundang-undangan yang dapat
dijadikan dasar dalam penyelesaian permasalahan sengketa runag
3) Belum terintegrasinya peraturan perundang-undangan terkait penataan
ruang serta ego sektoral masih nampak pada masing-masing instansi
4) Perencanaan ruang relatif lebih jelas, sehingga perlu ada proses yang
lebih detil operasional dengan RDTR
5) Banyak kasus pemanfaatan ruang/pembangunan yang terjadi diluar
perencanaan
6) Pemanfaatan ruang lebih dinamis dan komples, termasuk yang
dilakukan oleh pihak swasta dan masyarakat sendiri
7) Masyarakat harus tetap waspada mengamati dan mengontrol proses-
proses pemanfaatan ruang
Kendala/tantangan dalam penataan ruang (konteks kekinian)
diantaranya:
1) Beru 43% Propinsi dan Kab/kota di Indonesia memiliki perda RTRW
(sampai tahun 2011), Perda sebelumnya tidak ada atau sudah tidak berlaku
sehingga pelaksanaan pembangunan terhambat
2) Munculnya berbagai konflik sektoral dalam memanfaatkan ruang seperti:
kehutanan, pertambangan, perkebunan, perindustrian, pertanian,
lingkungan hidup, periwisata, dan sebaginya
3) RTRW yang telah menjadi perda belum dapat dijadikan alat pengendalian
dalam pemanfaatan ruang
4) Peta yang digunakan dalam Perda RTRW belum seluruhnya sesuai dengan
kaidah pemetaan serta kualitas data yang rendah
5) Pemanfaatan kawasan perbatasan antar daerah masih memiliki
permasalahan

119
6) Penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) dan ruang terbuka
hijau belum ditetapkan sebaran dan luasnya dalam RTRW
7) Pihak legislatif belum dilibatkan secara penuh sejak penyusunan
perencanaan RTRW
8) RTRW belum konsisten dengan RTRW diatasnya (inkonsistensi)
9) Keingian daerah untuk melakukan review RTRW sebelum waktunya (5
tahun)
10) Pengembangan pusat-pusat kegiatan baru (PKN,PKL,PKK,PPL) masih
memerlukan kajian.

5. Permasalahan dan Strategi Penataan Ruang dan Wilayah


a. Problem penataan ruang
Penataan ruang sebagai pendekatan dalam pelaksanaan pembangunan
telah memiliki landasan hukum sejak pemberlakuan Undang-Udang Nomor
24 Tahun 1992 tentang penataan ruang (diperbaharui melalui UU Nomor 26
Tahun 2007). Dengan penataan ruang di harapkan dapat terwujud ruang
kehidupan yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Tetapi hingga
saat ini kondisi yang tercipta masih belum sesuai dengan harapan.
Hal ini terlihat dari tantangan yang terjadi terutama semakin
meningkatnya permasalahan bencana banjir dan longsor. semakin
meningkatnya kemacetan lalu lintas di kawasan perkotaan belum
terselesaikannya masalah permukiman kumuh. semakin berkurangnya ruang
publik dan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan; serta belum
terpecahkannya masalah ketidakseimbangan perkembangan antarwilayah.
UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang rencana pembangunan jangka
panjang nasional Tahun 2005-2025 secara eksplisit mensitir bahwa tata
ruang Indonesia saat ini dalam kondisi kritis. Krisis tata ruang terjadi
karena pembangunan yang terjadi di suatu wilayah masih sering di lakukan
tanpa mengikuti rencana tata ruang, tidak mempertimbangkan keberlanjutan
dan daya dukung lingkungan, serta tidak memperhatikan kerentanan
wilayah terhadap terjadinya bencana alam. Keinginan untuk memperoleh
keuntungan ekonomi jangka pendek seringkali menimbulkan keinginan

120
untuk mengekploitasi sumber daya alam dan lingkungan hidup, serta
memperbesar resiko timbulnya korban akibat bencana alam.
Beberapa permasalahan yang berkaitan dengan penataan ruang secara
umum dapat di kelompokkan menjadi dua yaitu : permasalahan lingkungan
dan wilayah dan permasalahan manajemen tata ruang.
b. Permasalah Lingkungan
1) Menurunnya kualitas lingkungan hidup yang dipicu oleh inkonsistensi
pemanfaatan ruang. Konversi lahan dari kawasan lindung menjadi
kawasan budidaya guna adalah praktek pembangunan yang kerap terjadi.
BPS (2001) menyampaikan bahwa di Pulau Jawa misalnya, hutan
lindungnya telah terkonversi dengan laju sebesar 19.000 Ha/Tahun.
Selain itu, terjadi konversi lahan pertanian untuk penggunaan non-
pertanian seperti untuk industri, permukiman dan jasa di pulau jawa yang
mencapai 1.002.005 Ha atau 50.100 Ha/Tahun antara 1979-1999
(Deptan,2001). Akibatnya cakupan areal hijau smakin berkurang drastis.
Selain itu, berkurangnya areal pertanian khususnya sawah memberikan
tekanan dan ancaman bagi ketahanan pangan.
2) Penurunan luas hutan tropis (deferestasi) akibat pembalakan liar,
meluasnya perambahan dan konversi hutan alam, atau untuk
pengembangan kepentingan budidaya seperti perkebunan dan
pertambangan. Tahun 2004, kerusakan lahan dan hutan sudah mencapai
59,2 juta Ha dengan laju deferestasi setiap tahun mencapai 1,6-2 juta Ha
bahkan WWF (2000) memberikan angka kerusakan 2-3,5 juta Ha selama
periode 1997-1998. Dengan kerusakan hutan yang berfungsi lindung
tersebut maka akan menimbulkan run-off yang besar mengganggu siklus
hidrologis, memperluas kelangkaan air bersih pada jangka panjang, serta
meningkatkan resiko pendakalan dan banjir pada kawasan pesisir.
3) Penurunan luas dan fungsi kawasan resapan air mislokasi pemanfaatan
ruang untuk kepentingan pemukiman, budidaya pertanian dan pariwisata
telah mempercepat kerusakan Daerah Aliran Sungai. Data kementerian
PU diakhir tahun 2000 menunjukkan dari keseluruan 89 Satuan wilayah
Sungai (SWS) yang ada di indonesia, pada tahun 1984 terdapat 22 SWS

121
berada dalam kondisi kritis. Pada tahun 1992 semakin meluas sehingga
menjadi 39 SWS. Perkembangan yang buruk terus meluas hingga tahun
1998, dimana 59 SWS di Indonesia dalam kondisi kritis, termasuk hapir
seluruh SWS di Pulau Jawa. Seluruh SWS kritis tersebut selain
mendatangkan bencana banjir pada musim hujan, sebaliknya juga
menyebabkan kekeringan yang parah pada musim kemarau. Dari sisi
ketahanan pangan bilamana kecenderungan negatif dalam pengolahan
SWS tersebut terus berlanjut, maka produktivitas sentra-sentra pangan
yang terletak di SWS-SWS potensial akan terancam pula.
4) Meningkatnya fenomena bencana yang di akibatkan miss manajemen
relasi alam dan manusia seperti banjir, longsor dan kekeringan yang
terjadi secara merata di berbagai wilayah di indonesia. Pada dasarnya,
indikasi yang kuat terjadinya ketidakselarasan dalam pemanfaatan ruang,
antara manusia dengan alam maupun antara kepentingan ekonomi
dengan pelestarian lingkungan. Selain faktor geografis dan alamiah
kejadian bencana tersebut juga terjadi akibat aktivitas sosial-ekonomi
manusia yang dinamis, seperti pengundulan hutan, konversi lahan pada
kawasan lindung, pemanfaatan sempadan sungai untuk permukiman,
pemanfaatan wilayah retensi banjir, prilaku masyarakat, dan sebagainya.
5) Degradasi kualitas lingkungan pada kawasan pesisir yang di tandai
semakin rusak dan menurunnya luas hutan mangrove. Dalam 10 tahun
(1982-1993), terjadi penurunan mangrove lebih kurang 50 % dari total
luasan semula. Akibatnya, peningkatan abrasi pantai, pencemaran dari
sungai ke laut, dan zona aquaculture pun akan terancam, banjir ROB,
intrusi air laut yang diakibatkan oleh kanaikan muka air serta land
subsidence akibat penghisapan air tanah secara berlebihan. Disisi lain
intensitas pembangunan khususnya permukiman semakin meningkat di
kota-kota yang sebagian besar di kawasan pesisir waterfront city yang
akan semakin mempercepat proses degradasi lingkungan pesisir.
6) Ancaman dampak global warming semakin memperparah kondisi resiko
kerusakan lingkungan khususnya pada sebagian besar perkotaan pesisir
di Indonesia. Kenaikan permukaan air laut telah menyebabkan banjir

122
ROB dan tenggelamnya beberapa wilayah pesisir termasuk hilangnya
beberapa pulau kecil di Indonesia.
7) Meningkatnya urbanisasi dan aglomerasi perkotaan akibat imigrasi desa-
kota yang berimplikasi pada terjadinya alih fungsi lahan pertanian
produktif menjadi lahan pertanian produktif menjadi lahan permukiman
secara signifikan. Terjadi peningkatan level urbanisasi yang meningkat
drastis, bahkan sejak tahun 2010 jumlah dan komposisi penduduk urban
telah melampaui wilayah pedesaan. Isu lainnya dari urbanisasi adalah
menyangkut perkembangan kota-kota yang tidak terarah, cenderung
membentuk konurbasi antara kota inti dengan kota-kota sekitarnya.
Konurbasi dicirikan dengan munculnya 9 kota metropolitan dengan
penduduk di atas 1 juta jiwa (Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan,
Bekasi, Tanggerang, semarang, palembang dan makassar) dan 9 kota
besar (Bandar Lampung, Padang, Samarinda, Pekan Baru, Banjarmasin,
Solo, Yogyakarta, dan Denpasar). Konurbasi yang terjadi pada kota-kota
tersebut menimbulkan berbagai permasalah kompleks, seperti
kemiskinan perkotaan, penyediaan permukiman, pelayanan prasarana dan
saran kota yang terbatas, kemacetan lalu lintas, dan pencemaran
lingkungan. Isu turunan lain di perkotaan adalah hilangnya ruang publik
dan ruang terbuka hijau (RTH) untuk artikulasi sosial dan kesehatan, baik
RTH publik maupun Private.
8) Pengembangan struktur ruang dan sistem perkotaan yang terpusat pada
pertumbuhan kota-kota besar dan metropolitan saat ini masih sangat
terpusat di pulau Jawa-Bali, sedangklan pertumbuhan kota-kota
menengah dan kecil, terutama di luar jawa, berjalan lambat dan
tertinggal. Model perkembangan kawasan perkotaan yang membentuk
pola linier yang terkenal dengan ribbon development, seperti yang terjadi
di pulau utara Jawa secara intensif pun mulai terjadi di pantai Timur
sumatera. Konsentrasi perkembangan kawasan perkotaan telah
menimbulkan kesenjangan antar-wilayah pulau yang cukup signifikan
serta inefisiensi pelayanan prasarana-sarana. Sebagai gambaran
konsentrasi kegiatan ekonomi di Pantura Jawa mencapai 85 % jauh

123
meninggalkan pantai selatan (15%) pertumbuhan perkotaan yang tidak
seimbang ini di tambahkan dengan adanya kesenjangan pembangunan
antarwilayah menimbulkan urbanisasi yang tidak terkendali.
Kecenderungan perkembangan semacam itu berdampak negatif terhadap
perkembangan kota-kota besar dan metropolitan itu sendiri maupun kota-
kota menengah dan kecil di wilayah lain.
9) Masih tingginya kesenjangan antar dan di dalam wilayah, seperti antara
Indonesia bagian barat (Sumatera, Jawa-Bali) dengan indonesia bagian
timur, antara kawasan pedesaan dan kawasan perkotaan, dan kawasan di
wilayah perbatasan kawasan terpencil, terluar dan tertinggal. Kondisi
sosial ekonomi masyarakat yang tinggal di pedesaan umumnya masih
jauh tertinggal di bandingkan yang tertinggal di perkotaan. Hal itu
merupakan konsekuensi dan perubahan struktur ekonomi dan proses
industrialisasi, baik investasi ekonomi oleh swasta maupun pemerintah,
sehingga infrastruktur dan kelembagaan cenderung terkonsentrasi di
daerah perkotaan . selain itu, kegiatan ekonomi di wilayah perkotaan
masih banyak yang tidak sinergi dengan kegiatan ekonomi yang di
kembangkan di wilayah pedesaan. Akibatnya peran kota yang diharapkan
dapat mendorong perkembangan pedesaan justru memberikan dampat
yang merugikan pertumbuhan perdesaan. Pada umunya masyarakat yang
berada di wilayah-wilayah tertinggal masih mempunyai keterbatasan
akses terhadap pelayan sosial, ekonomi, dan politik serta terisolir dari
wilayah di sekitarnya. Oleh karena itu, kesejahteraan kelompok
masyarakat yang hidup di wilayah tertinggal memerlukan perhatian dan
keberpihakan pembangunan yang besar dari pemerintah. Sedangkan
wilayah perbatasan, termasuk pulau-pulau kecil terluar meskipun
memiliki potensi SDA yang cukup besar dan di tetapkan sebagai
Kawasan Strategi Nasional (KSN), namun kondisinya sosial ekonomi
masyarakat jauh lebih rendah di bandingkan dengan kondisi sosial
ekonomi warga negara tetangga.
10) Desentralisasi pembangunan dan otonomi daerah telah mengakibatkan
meningkatnya konflik pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam

124
dan konflik peruntukan ruang, baik antarwilayah, antar pusat dan daerah,
serta antar penggunaan. Untuk itu, kebijakan pengolaan sumberdaya
alam dan lingkungan hidup secara tepat akan dapat mendorong prilaku
masyarakat untuk menerapkan prinsip-prinsip masyarakat untuk
menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dalam 20 tahun
mendatang agar indonesia tidak mengalami krisis sumberdaya alam,
khususnya krisis air, krisis pangan dan krisis energi.
Berbagai persoalan yang muncul ke permukaan pada implementasi
rencana tata ruang dapat saja di sebabkan oleh berbagai hal misalnya kurang
ditaatinya rencana tata ruang dapat saja disebabkan oleh berbagai hal
misalnya kurang ditaatinya rencana tata ruang atau berbagai sebab lainya,
namun dapat pula disebabkan kurang dipahaminya substansi atau hakekat
penataan ruang itu sendiri terutama dalam proses penyusunan tata ruang.
Memahami secara mendalam peraturan perundang-undangan terkait tata
ruang di temukan bahwa selain masalah lingkungan di atas, implementasi
penataan ruang juga di hadapkan pada persoalan penataan ruang khususnya
yang terkait dengan aspek-aspek kelembagaan diuraikan pada bagian berikut.
c. Permasalahan Pengelolaan Penataan Ruang
Rencana tata ruang wilayah belum sepenuhnya efektif menjadi acuan
dalam penataan ruang, sehingga menjadi inkonsistensi pelaksanaan
pembangunan terhadap rencana tata ruang serta lemahnya pengendalian dan
penegakan hukum terhadap pemanfaatan ruang. Hal ini juga di sebabkan
permasalahan internal penataan ruang khususnya terkait dengan aspek
kelembagaan manajemen. Beberapa permasalahan pengelolaan lingkungan
adalah sebagai berikut:
1) Belum tepatnya kompetensi sumberdaya manusia dalam bidang
pengelolaan penataan ruang, karena banyak menajemen tata ruang di
daerah tidak memiliki kompetensi (pendidikan, keterampilan, dan
pengalaman) yang memadai untuk merencanakan, melaksanakan,
memantau atau mengawasi penyelenggaraan tata ruang;
2) Rendahnya kualitas hasil rencana tata ruang baik disebabkan sulitnya
memperoleh data dan peta dasar, kompetensi penyusun yang rendah

125
maupun proses penyusunan tata ruang yang tidak partisipatif dan
memperhatikan dinamika wilayah dan masyarakat-nya.
3) Belum diacukan perundangan penataan ruang sebagai payung
kebijakan pemanfaatan ruang bagi semua sektor, yang mengakibatkan
semakin menguatnya konflik kepentingan sektoral seperti
pertambangan, perkebunan, lingkungan hidup, kehutanan, prasarana
wilayah, dan sebaginya. Konflik kepentingan regional juga terjadi
khususnya antar daerah hulu dengan hilir dan serta antara kotan dan
pinggiran kota atau desa;
4) Belum berfungsinya secara optimal penataan ruang dalam rangka
menyelaraskan, mensinkronkan, dan memadukan berbagai rencana
dan program sektoral dan wilayah;
5) Ego sektoral dan regional yang ditandai dengan kurangnya
kemampuan menahan diri dari keinginan membela kepentingan
masing-masing secara berlebihan;
6) Dukungan terhadap pengembangan wilayah belum optimal, seperti
diindikasikan dari minimnya dukungan kebijakan sektor terhadap
pengembangan kawasan-kawasan strategis nasional dalam RTRWN
seperti kawasan perbatasan negara, kawasan andalan, dan kawasan
lainnya. Hasil serupa juga terjadi di tingkat Provinsi, Kabupaten, dan
Kota.
7) Terjadinya penyimpangan pemanfaatan ruang dari ketentuan dan
norma yang seharusnya ditegakkan. Penyebabnya adalah inkonsitensi
kebijakan terhadap rencana tata ruang serta kelemahan dalam
pengendalian pembangunan sehingga terjadi degradasi lingkungan.
8) Masih belum lengkapnya alokasi fungsi-fungsi ruang pada skala detil
dan operasional yang secara langsung dapat digunakan untuk
pemberian ijin pemanfaatan ruang;
9) Masih lemahnya pemenuhan hak dan kewajiban serta peran serta
masyarakat dalam penataan ruang. Penyaluran hak-hak masyarakat
dalam penataan ruang belum terjamin sepenunya, terlebih pelaksanaan
kewajibannya masih jauh dari yang diharapkan. Perbedaan persepsi

126
mengenai hak dan kewajiban masyarakat seringkali juga
menghadirkan konflik pemanfaatan ruang yang sulit di cariakn
solusinya, tingginya transaction cost, dan cenderung merugikan
kepentingan publik;
10) Lemahnya dukungan teknologi informasi dalam proses pengambilan
keputusan (decision support system) atau intervesnsi kebijakan
penataan ruang sehingga belum optiman pemanfaatannya, walaupun
komplesitas permasalahan perkembangan wilayah dan pemanfaatan
ruang semakin kompleks dan nyata;
11) Masih terbatasnya kompatibilitas dan kesesuaian standar peta yang
digunakan dalam perencanaan tata ruang wilayah pada berbagai
macam skala (ketelitian peta), khususnya peta dasar;
12) Problem teknis materi dari peraturan tentang penataan ruang yang
meliputi :
a) Pembagian kewenangan secara tegas antara pemerintahan,
pemerintah provinsi dan pemerintahan Kabupaten/Kota;
b) Penegasan muatan rencana tata ruang;
c) Sifat komplementer antara RTRWN, RTRWP, dan RTRWK;
d) Penerapan standar pelayanan minimal dalam penyelenggaraan
penataan ruang
e) Perhatian yang lebih besar terhadap kelestarian lingkungan hidup;
f) Keterkaitan antara rencana tata ruang dengan program
pembangunan;
g) Penegasan mengenai hak masyarakat
h) Penegasan kawajiban dan larangan serta ketentuan sanksi.
i) Batas waktu penyesuaian rencana tata ruang dengan ketentuan
undang-undang penataan ruang (Ernawi 2009).
13) Lemahnya penerapan hukum berkenaan dengan pemanfaatan ruang
dan penegakan hukum terhadap pelanggaran berkenaan dengan
pemanfaatan ruang.
Selain permasalahan di atas, dalam penyelenggaraan penataan ruang,
Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKTRN) mengendentifikasi

127
problem penataan ruang di Indonesia dalam (enam) masalah utama
diantaranya (Dirjen penataan ruang, 2008):
a). Pengaturan penataan ruang.
Masalah yang menyangkut pengaturan penataan ruang adalah :
(1) Belum selesainya penyusunan seluruh peraturan perundang-
undangan sebagai pelaksanaan amanat UU No.26 tahun 2007,
yang mencakup PP tentang penyelenggara penataan ruang,
perpres tentang RTR pulau dan KSN, perda tentang RTRW
Provinsi, Kabupaten, dan Kotadi Indonesia belum NSPK
terkait; dan
(2) Belum tersusunnya aturan dalam bentuk peraturan pemerintah
hingga peraturan meteri yang mengsinkronkan pelaksanaan UU
No.26 Tahun 2007 dengan UU sektoral seperti kehutanan,
pertanian, pertambangan, transportasi, pengairan, penanaman
modal, pertahanan, dan lain-lain.
b). Pembinaan Penataan Ruang
masalah yang menyangkut pembinaan penataan rung adalah
(1) Belum optimalnya kapasitas kelembagaan yang mencangkup
kuantitas dan kualitas SDM di pusat dan daerah, dan masing-
masing terbatasnya penyediaan sistem informasi dan data
bidang tata ruang.
(2) Masing kurangnya pemahaman mengenai UU No.29 tahun
2007 oleh pemangku kepentingan terkait di pusat dan daerah,
yang disebabkan oleh kurangnya sosialisasi dan advokasi
khususnya mengenai NSPK dan aturan pelaksanaannya.
(3) Koordinasi penyelenggaraan penataan ruang antar sektor dan
antar wilayah masih perlu di tingkatkan dengan lebing
mengoptimalkan peran BKPRN dan BKPRD dalam
penyelenggaraan ruang.
c). Perencanaan Tata Ruang
masalah yang terkait dengan perencanaan tata ruang adalah :

128
(1) Masih diperlukan percepatan pengesahan Perda RTRW sesuai
dengan amanat UU No.26 Tahun 2007 sebagai acuan
pelaksanaan pembangunan.
(2) Penyususnan RTR belum didasarkan pada kualitas dan
kuantitas data yang memadai, peta dasar dan peta tematik
yang up-to-date, serta NSPK yang telah di legalisasi, dan
(3) Masih perlu ditingkatkannya alokasi anggaran daerah untuk
penyusunan RTRW Provinsi, Kabupaten/Kota yang selain
mengakomodasi proses teknokratik, juga perlu
mengakomodasi proses politis dan pelibatan masyarakat.
d). Pemanfaatan Ruang
masalah yang terkait dengan pemanfaatan ruang adalah :
(1) Belum adanya sinkronisasi program pembangunan antar
sektor dan antar wilayah yang mengacu pada RTR sehingga
masih ditemukan adanya konflik antar sektor dan antar
wilayah; dan
(2) Masih adanya penyimpangan penggunaan lahan terhadap
RTRW yang dicerminkan dari deviasi tingkat ketidaksesuaian
penggunaan tanah terhadap RTRW banyak daerah di
Indonesia.
e). Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Masalah yang terkait dengan pengendalian pemanfaatan ruang adalah
belum tersedianya instrumen pengendalian yang optimal,
mekanisme perizinan yang mengacu kepada RTRW, dan petunjuk
pelaksanaan pemberian sanksi terhadap pelanggaran RTRW.
f). Pengawasan Penataan Ruang
Masalah yang terkait dengan pengawasan penataan ruang adalah belum
terbentuknya Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) penataan
ruang yang mencukupi untuk meningkatkan fungsi pengawasan
dalam penataan ruang yang didukung oleh SDM dan ketersediaan
NSPK
b. Strategi Penataan Ruang dan Wilayah Di Indonesia

129
1) Strategi Kutub Pertumbuhan (Growth Poles)
Pengertian Growth Poles yang terkait dengan ruang sebagai suatu
kumpulan kekuatan ekonomi, yang didefinisi oleh Perroux sebagai pusat
memiliki gaya sentrifugal dengan kekuatan untuk mendorong, dan gaya
sentripetal dengan kekuatan untuk menarik. Setiap pusat mempunyai daya tarik
dan daya tolak dalam suatu medan bersama dengan pusat lainnya. Dalam kutub
pertumbuhan terdapat kecenderungan terkonsentrasinya kegiatan ekonomi pada
titik tertentu karena adanya faktor saling keterkaitan dan ketergantungan
aglomerasi (munir, 1984)
Pengembangan wilayah melalui konsep ini secara nyata akan terlihat
dari perkembangan kota-kota sebagai kutub pertumbuhan disuatu wilayah.
Kota-kota pusat pertumbuhan wilayah tersebut memiliki tingkat kemajuan
berbeda dan saling berinteraksi, sehingga pada kondisi ideal dapat membentuk
suatu pola kota yang hirarkis. Dari hirarki kota ini diharapkan dapat terjadi
proses penyebaran kemajuan antar kota di wilayah yang pada dasarnya
berlangsung dalam beberapa cara (munir, 1984) yaitu sebagai berikut:
(1) Perluasan kegiatan ekonomi kewilayah pasar yang baru yaitu dari pusat
terbesar epada yang kecil.
(2) Perpindahan kegiatan berupah rendah dari pusat yang besar kepusat yang lebih
kecil karena meningkatnya upah dikota (pusat) yang lebih besar
(3) Memberikan alternative lokasi yang lebih baik untuk kegiatan industri yang
mempunyai wilayah pasar dan kebutuhan prasarana yang berbeda sehingga
operasinya lebih efisien
(4) Dorongan investasi dari kewirausahaan yang disebarkan melalui hirarki
Dampak positif : Growth Pole
Konsep kutub pertumbuhan memberikan peluang untuk mendekatkan
dua cabang penting dalam analisis regionalyaitu analisis mengenai
pertumbuhan ekonomi regional dan analisis struktur ruang regional.
(1) Konsep kutub pertumbuhan memberikan kemungkinan pemakaian dan
pengembangan teknik-teknik analisis seperti analisis input-auput, analisis
aglomerasi

130
(2) Konsep kutub pertumbuhan ini dapat digunakan sebagai alat strategi
intervensi oleh pemerintah dalam menetapkan kebijaksanaan-kebijaksanaan
investasi bagi pembangunan daerah
Dampak negative (Growth Pole)
(1) Kerangka permasalahan dikembangkan dalam setting masyarakat industry
dan cenderung tidak melihat problem spesifik wilayah, khususnya wilayah
pedesaan yang di dominasi sector pertanian
(2) Dalam hubungan pusat pinggiran, efek balik, sering bekerja lebih cepat dari
efek pemancaran, sehingga kesenjangan wilayah semakin melebar. Kondisi
ini terjadi karena kurang jelasnya hirarki kota-kota dan wilayah pinggiran
tidak memiliki kekuasaan untuk mengendalikan sumber dayanya (Firman
1989)
2) Strategi Desentralisasi Teritorial
Pendekatan desentralisasi territorial merupakan strategi pembangunan
dari bawah (development from bellow). Strategi dari bawah ini memberikan
alternative bagi elemen-elemen dalam pembangunan seperti alokasi faktor
produksi, sistem pertukaran, pembentukan organisasi soaial ekonomi yang
spesifik, dan perubahan konsep dasar pembangunan yang hanya menekankan
aspek ekonomi.
Menurut Stohr 1981 strategi pembangunan disentralisasi ini didasarkan
pada hipotesa yaitu:
(1) Kegagalan strategi development from above di banyak Negara (terutama
Negara berkembang) dalam menciptakan integrasi ekonomi wilayah, yang
berakibat pada ketimpangan wilayah.
(2) Kondisi fisik dan sosial ekonomi internal merupakan kunci sukses penerapan
strategi pembangunan. Oleh kerena itu banyak factor internal yang harus
dipertimbangkan dalam perencanaan dan pelaksanaan suatu onsep
pembangunan
(3) Dorongan bagi pengembangan suatu konsep pembangunan hendaknya berasal
dari masyarakat dengan mempertimbangkan sumber daya lokal.
(4) Sistem ekonomi lokal berperan dalam membentuk pola interaksi ekonomi
antar wilayah untuk meningkatkan nilai tukar barang-barang produksi lokal

131
sehingga tidak hanya memiliki nilai guna, namun juga memiliki nilai tukar
dan meningkatkan nilai tambah.
3) Strategi Agropolitan
Strategi ini muncul sebagai respon kegagalan development from above,
seperti kutub pertumbuahan. Menurut strategi ini pengertian pembangunan
tidak hanya kemajuan ekonomi yang sentralistik, tetapi memberikan
kesempatan bagi individu-individu, kelompok-kelompok sosial dan organisasi
masyarakat untuk memobilitasi kemampuan dan sumber daya lokal bagi
kemajuannya. Pendekatan ini menitik beratkan pada upaya untuk menciptakan
dorongan bagi pembangunan dinamis di wilyah-wilayah (pedesaan) yang
relative terbelakang.
Alasan munculnya strategi agropolitan:
(1) Kegagalan strategi development from above, yang berakibat pada ketimpangan
wilayah, karena terkonsentrasi pada program pembangunan skala besar (large
scale)
(2) Kondisi fisik dan sosial ekonomi internal merupakan kunci sukses penerapan
strategi pembangunan
(3) Konsep pembangunan hendaknya berasal dari masyarakat itu sendiri dengan
mempertimbvangkan sumber daya lokal dan partisipasi
(4) Sistem ekonomi lokal harus berperan dalam membentuk pola interaksi
ekonomi antar wilayah. Sehingga dapat meningkatkan nilai tambah (value
added)
Agropolitan merupakan pendekatan pengembangan wilayah yang
menitik bertkan pada upaya untuk menciptakan dorongan bagi pembangunan
dinamis di wilayah-wilayah pedesaan dan wilayah yang relatif terbelakang.
4) Strategi Integrasi Spasial
Strategi ini merupakan jalan tengah antara pendekatan sentralisasi yang
menekankan pertumbuhan pada wilayah perkotaan (metropolitan) dan
desentralisasi yang menekankan penyebaran investasi dan sumber daya
pembangunan pada kota-kota kecil dan pedesaan.
5) Strategi Pengembangan Kota Kecil Menengah

132
Menurut Anwar (2001) pembangunan kota kecil menengah sangat
diperlukan untuk mendorong kegiatan sektor pertanian dan sector
komplemennya di wilayah pedesaan. Sedangkan menurut Rondinelli (1985)
kota kecil menengah dapat menunjang berbagai fungsi sosial, ekonomi, dan
jasa yang sangat penting bagi proses pengembangan wilayah baik secara
regional maupun nasional, meskipun tidak semua kota-kota itu bisa
menyediakan berbagai fungsi dengan baik.
Peranan yang harus dilakuksn oleh kota-kota kecil menengah dalam
mendorong pembangunan wilayah pedesaan sebagai berikut (Rondinelli, 1979,
De Jong, 1998) :
(1) Pusat untuk menyediakan barang-barang tahan lama dan tidak tahan lama
(2) Pusat jasa public dan jasa privat
(3) Sebagai penghubung ke pasar yang lebih besar bagi produk-produk pedesaan
(4) Pusat suplai factor-faktor prouksi
(5) Pusat agro-prosesing dan resource-prosesing
(6) Pusat pengetahuan dan informasi
6) Strategi Rural Urban Lingkages
Pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi dan
penerapan strategi kutub-kutub pertumbuhan telah mengakibatkan polarisasi
atau kesenjangan spasial antar wilayah khususnya wilayah pedesaan dan
perkotaan. Strategi growth poles mengakibatkan munculnya primate city yang
berupa dominasi kota-kota besar dalam distribusi penduduk dan perekonomian
wilayah.
Model interaksi dwesa-kota dalam konteks ekonomi pembangunan,
khususnya ketenaga kerjaan dikemukakan oleh Lewis. Dalam bukunya
Economic Development With Unlimited Suplies of Labour, mengemukakan
model perubahan struktur ekonomi dan sektor secara implisit mensyaratkan
proses perpindahan tenaga kerja dari desa ke kota.
Pradhan (2003) mengemukakan bahwa dalam sistem interaksi antar
wilayah khususnya perdesaan dan perkotaan terdapat tiga komponen utama,
yaitu:

133
(1) Wilayah perkotaan, adalah tempat produksi barang (industri), pelayanan,
teknologi, ide-ide dan kesempatan kerja dan upah yang tinggi
(2) Wilayah pedesaan merupakan tempat dihasilkannya bahan mentah, produksi
pertanian, kerajinan dan industri kecil rumah tangga, tenaga kerja dan modal
(3) Sarana dan prasarana serta kelembagaan yang memungkinkan terjadinya
interaksi antara wilayah perkotaan dan pedesaan khususnya transportasi
(darat, laut, dan udara) dan komunikasi.
7) Strategi Regional Networking
Model strategi ini merupakan respon kegagalan konsep growth poles
yang justru memberikan efek balik yang merugikan pembanguna pedesaan dan
menimbulkan kesenjangan yang semakin melebar antara pedesaan dan
perkotaan. Selain itu konsep ini juga memberikan koreksi dari model hubungan
desa kota, dari yang sifatnya hubungan satu arah baik desa ke kota mauypun
dari kota ke desa menjadi hubungan yang lebih melebardalam bentuk jejaring
yang lebih kompleks dan berdampak signifikan bagi pengembangan wilayah
secara keseluruhan.
Douglas (1998) menyajikan perbandingan perbedaan antara konsep
growth poles dengan regional network, yang terdiri dari lima aspek :
(1) Aspek pengembangan sektor basis, dalam regional network semua sektor
dapat dijadikan sebagai leading sector dalam pengembangan ekonomi
wilayah tergantung potensi masing-masing wilayah khususnya berbasis pada
wilayah dengan ukuran kecil menengah. Sedangkan growth poles lebih
terfokus pada industry perkotaan di kota besar sebagai leading sector dalam
pembanguna regional, terutama penekanannya pada leading orpropulsive
industries yang berskala besar dan footloose production
(2) Aspek sistim perkotaan
Pada model growth pole pengembangan sistem perkotaan berdasarkan sistem
center place dengan menerapkan hubungan pusat dan hinterland yang lebih
bersifat hirarki top-down, dengan pengandalkan pusat kota besar yang
memiliki peran dominan yang dicirikan oleh konsentrasi jumlah penduduk
dan pusat pelayanan terpusat. Sedangkan pada model regional network, selain

134
model hubungan pusat horizontal (antar wilayah yang berhirarki sama) yang
memiliki spesifikasi dan keunggulan komparatifnya.
(3) Aspek keterkaiatan desa kota (urban-rural lingkages)
(4) Aspek perencanaan
(5) Aspek kebijakan

GLOSARIUM
Teori tempat Sentral : Dikemukakan oleh Walter Christaller seorang ahli
geografi Jerman. Konsep Christaller mengungkapkan
teorinya dalam jangkauan(range) dan ambang (threshold).
( Central Place Theory)
Range : Jarak yang perlu ditempuh orang untuk mendapatkan
barang-barang kebutuhannya yang hanya kadang-kadang
saja.
Threshold :Jumlah minimal dari penduduk yang menunjang
keseimbangan dan kelancaran suplai barang. 
Growth Poles Theory : Teori kutub pertumbuhan
Growth Centres Theory :Teori pusat pertumbuhan
Spread Effect : Efek Sebar antar wilayah positif
Backwash effect : Efek sebar balik wilayah negatif
Center-periphery : Pusat pinggiran wilayah
Polization Effect : Efek polarisasi
Trickling Down Effect : Dapat tumbuh dengan cara meningkatnya daya tarik
wilayah sekitarnya
BWP : Bagian wilayah perkotaan
RDTR : Recana detail tata ruang
RTH : Ruang terbuka hijau

135
RTR : Rencana tata ruang
Mengekploitasi : Suatu tindakan untuk memanfaatkan sesuatu secara
berlebihan atau sewenang-wenang.
Inkonsistensi : Mempunyai bagian-bagian yang tidak bersesuaian.
Advokasi : Suatu bentuk tindakan yang menjurus pada pembelaan,
dukungan, atau suatu bentuk rekomendasi yaitu dukungan
aktif
Konversi lahan : Perubahan fungsi seluruh atau sebagian lahan dari
fungsinya semula.
Deforestasi : Pengalihan hutan untuk menjadi suatu lahan yang
digunakan untuk tujuan tertentu
run-off : Aliran permukaan.
Degradasi : Proses dimana kondisi lingkungan biofisik berubah akibat
aktivitas manusia terhadap suatu lahan.
Teknokratik : Pengelolaan organisasi dan manajemen.

136
DAFTAR PUSTAKA

(Drs. Nurul Huda, Ms.Ed.2014.Suplemen Sumber Belajar Olimpiade Geografi 2 :


PT. Bina Prestasi Insani)
Claudia. 2012. Ringkasan Materi.
http://claudia-na.blogspot.co.id/2012/04/ringkasan-materi-sosiologi-untuk-
ujian.html (Online) diakses pada tanggal 4 Mei 2017.
Diakses di http://www.bakosurtanal.go.id/artikel/show/kebijakan-nasional-dalam-
perencana-an-tata-ruang pada tanggal 4 Mei 2017 pukul 20.55 WIB
Diakses di https://id.wikipedia.org/wiki/Tata_Ruang pada tanggal 4 Mei 2017
pukul 20.19 WIB.
Diakses tanggal 04 Mei 2017.
Djamaluddin, H. M. Arief. 2006. Diktat Kuliah Perencanaan Pembangunan.
Universitas Borobudur: Jakarta.
Endarto, Danang.,dkk. 2006. Geografi untuk Kelas XII SMA/MA. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional
Endraw, Wawan. 2011. Di akses di
http://geografitok.blogspot.co.id/2011/01/wilayah-dan-
pembangunan.html. pada tanggal 4 Mei 2017 pukul 20.33 WIB.
Fandi Harlal. 2014. Bahan Ajar Kelas XII – Percepatan Pembangunan Wilayah.
Padang : UNP.

https://www.slideshare.net
Huki, Luci. 2016. Pengaruh Pusat Pertumbuhan terhadap Perubahan
Lingkungan.
K. Wardiyatmoko, 2013. Geografi untuk SMA Kelas XI. Jakarta : Erlangga.
Krugman, Paul R., dan Obstfeld, Maurice. 2004. Ekonomi Internasional, Teori
dan Kebijakan, Edisi Kelima, Jilid 1. PT Indeks Kelompok
Gramedia:Jakarta.
Lembaga Olimpiade Pendidikan Indonesia. 2014. Suplemen Sumber Belajar
Olimpiade Geografi. Jakarta : Bian Prestasi Insani.

137
Mulyono Ssdyohutomo, 2008. Manajemen Kota dan Wilayah. Jakarta : Bumi
Aksara.
Muta’ali. 2013. Penataan Ruang Wilayah dan Kota. Badan Penerbit Fakultas
Geografi: Yogyakarta
Muta’ali. 2014. Perencanaan Pengembanga Wilayah. Badan Penerbit Fakultas
Geografi: Yogyakarta
Mutaa’li, Lutfi. 2014. Perencanaan Pengembangan Wilayah. Yogyakarta : Badan
Penerbit Fakultas Geografi UGM
Nasir. 2013. Pengertian, Fungsi dan Hirarki Rencana Tata Ruang. (online)
http://acehutarapenataanruang.blogspot.co.id/2013/03/pengertian-fungsi-
dan-hirarki-rencana.html. Diakses tanggal 5 Mei 2017
Planologi, Radar. 2015. Teori Perkembangan Wilayah.
http://www.radarplanologi.com/2015/10/teori-teori-perkembangan-
wilayah.html. (Online) diakses tanggal 4 Mei 2017.
Setiabudi, agus eka. 2012. Di akses di
http://aguseka1991.blogspot.co.id/2012/12/konsepsi-wilayah-dan-
pewilayahan.html pada tanggal 4 Mei 2017 pukul 20.12 WIB.
Setiawan, Agnaz. 2013. Teori Kutub Pertumbuhan.
https://agnazgeograph.wordpress.com/2013/01/31/growth-pole-theory-
kutub-pertumbuhan/. (Online) diakses pada tanggal 4 Mei 2017.
Soegimo, Dibyo dan Ruswanto. 2009. Geografi : untuk SMA/ MA Kelas XI.
Jakarta. CV
Staff of Asian Development Bank. 2006. Asian Development Outlook 2006.
Asian Development Bank. Available online at http://www.adb.org.
Staff of the International Bank for Reconstruction and Development / The World
Bank. 2005. World Development Report 2006: Equity and Development.
Oxford University Press: New York.
Suwastono, Andik dan Mustofa. 2016. Modul Pelatihan Geografi. Jakarta :
Kemendikbud
Tarigan, Robinson. 2010. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jakarta : PT.
Bumi Aksara

138
Taty. 2012. Di akses di https://tatyalfiah.wordpress.com/2012/04/25/5-klasifikasi-
penataan-ruang/2/ pada tanggal 4 Mei 2017 pukul 20.42 WIB
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan
ruang
Utoyo, Bambang. 2006. Geografi untuk Kelas XII SMA/MA. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional
Wardiyatmoko. 2012. Geografi SMA Kelas XII. Jakarta : Erlangga
Wirasasmita, Yuyun. 2006. Catatan Kuliah Ekonomi Pembangunan. Universitas
Borobudur: Jakarta.

139

Anda mungkin juga menyukai