b. Jenis-jenis Wilayah
a) Wilayah Homogen/Formal
Konsep wilayah homogen lebih menekankan aspek homogenitas
(kesamaan) dalam kelompok dan memaksimumkan perbedaan antar
kelompok tanpa memperhatikan bentuk hubungan fungsional
(interaksi) antar wilayah-wilayahnya di dalamnya. Dengan demikian,
wilayah homogen tidak lain adalah wilayah yang diidentifikasikan
berdasarkan adanya sumber-sumber kesamaan atau faktor pencirinya
yang menonjol di wilayah tersebut. Pada awalnya kriteria yang
digunakan adalah kondisi fisik, misalnya topografi, iklim, atau jenis
vegetasi. Kemudian, kriteria berkembang menjadi kriteria ekonomi,
seperti industri atau tipe pertanian. Bahkan juga digunakan kriteria
sosial poilitik, seperti pengaruh partai politik.
Gambar. 2. Wilayah pertanian merupakan suatu bentuk wilayah homogen
Sumber : http://assets-a2.kompasiana.com/statics
b) Wilayah fungsional / nodal
Wilayah fungsional adalah suatu kawasan geografis yang
difungsikan menurut jenis dan kekhususan, suatu wilayah yang saling
berhubungan antara bagian yang satu dengan bagian yang lain.
Wilayah fungsional sering merujuk pada suatu wilayah nodal atau
polarisasi yang membentuk suatu keberagaman unit, seperti kota,
kecamatan, atau kelurahan yang secara fungsional saling berhubungan.
Sebagai contoh dalam sistem wilayah Daerah Aliran Sungai
terdapat keterkaitan fugsional antara wilayah hulu, tengah dan hilir.
Wilayah hulu sebagai area resapan atau tangkapan air mempengaruhi
sistem kesediaan air tanah dan banjir di wilayah hilir. Dalam
manajemen lingkungan dan bencana, sistem wilayah fungsional
menjadi dasar perumusan perencanaan dan kebijakan.
2. Indikator Pembangunan
Penggunaan indikator dan variable pembangunan bisa berbeda untuk
setiap negara. di negara-negara yang masih miskin, ukuran kemajuan dan
pembangunan mungkin masih sekitar kebutuhan-kebutuhan dasar seperti
listrik masuk desa, layanan kesehatan pedesaan, dan harga makanan pokok
yang rendah. Sebaliknya, di negara-negara yang telah dapat memenuhi
kebutuhan tersebut, indikator pembangunan akan bergeser kepada faktor-
faktor sekunder dan tersier(Tikson, 2005).
Faktor alam: pegunungan, dataran tinggi, dataran rendah, cuaca, iklim, rawa-rawa, dan
kesuburan tanah.
Faktor ekonomi, yaitu perbedaan kebutuhan antara tempat yang satu dengan yang lain.
Faktor industri, yaitu kebutuhan tenaga kerja, tempat tinggal, dan peralatan rumah.
Faktor sosial, yaitu pendidikan, pendapatan, dan kesehatan.
Faktor lalu lintas, yaitu jenis transport, kondisi jalan, dan fasilitas lalu lintas.
K=3
= 6 (1/3 + 1) = 3
K=4
= 6 (1/2 + 1) = 4
K=7
=6 (1) + 1 = 7
Gambar : Berhierarki 7 dengan kekuatan pengaruh seluruh wilayah, yang disebut
juga Situasi administrasi yang optimum
Sumber : www.wikipedia.com
Jangka waktu rencana tata ruang wilayah nasional adalah dua puluh tahun dan dapat
ditinjau kembali satu kali dalam lima tahun. Pengesahan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional dan disahkan DPR. Penetapan rencana tata ruang menjadi produk
hukum sehingga mengikat semua pihak untuk melaksanakannya adalah sebuah tahap dari tahap
penyusunan “Perencanaan Pembangunan” yang terdiri dari empat tahapan yaitu:
a) Penyusunan rencana
b) Penetapan rencana
c) Pengendalian pelaksanaan rencana
d) Evaluasi pelaksanaan rencana
Menurut UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional,
RTR sepadan dengan rencana pembangunan jangka panjang nasiona/ daerah yang selanjutnya
didetilkan dalam rencanaan pembangunan jangka menengah nasional/ daerah dan rencana
pembangunan tahunan nasional/ daerah yang juga dijadikan dasar atau pertimbangan dalam
penyusunan RTR. Produk hukum dari rencana tata ruang wilayah nasional adalah PP No. 26
Tahun 2008 tentang rencana tata ruang wilayah nasional. Sedangkan untuk skala peta tata ruang
wilayah diatur menurut PP No. 8 Tahun 2013 tetntang ketelitian peta rencana tata ruang
berpedoman pada tingkat ketelitian minimal berskala 1: 1.000.000.
Jangka waktu rencana tata ruang wilayah provinsi adalah dua puluh tahun dan
dapat dilakukan peninjauan kembali satu kali dalam lima tahun. Pengesahan Rencana
Tata Ruang Wilayah Provinsi, penetapan rancangan peraturan daerah provinsi tentang
rencana tata ruang wilayah provinsi dan rencana rinci tata ruang terlebih dahulu harus
mendapat persetujuan substansi dari Menteri.
Ketentuan mengenai muatan, pedoman, dan tata cara penyusunan rencana tata
ruang wilayah provinsi diatur dengan peraturan Menteri, pengesahannya oleh DPRD
provinsi. Produk hukum dari Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi adalah peraturan
daerah, yang dikeluarkan masing-masing provinsi. Skala peta tata ruang wilayah provinsi
menurut PP No. 8 Tahun 2013 tentang ketelitian peta rencana tata ruang yakni tingkat
ketelitian minimal berskala 1: 250.000.
Penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi mengacu pada:
Gambar : RTRWK
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota yang selanjutnya disingkat
RTRWK/K adalah hasil perencanaan tata ruang yang merupakan penjabaran RTRWP ke
dalam struktur dan pola ruang wilayah kabupaten/kota. Muatan isi dari RTRW
Kabupaten adalah:
a) Tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah kabupaten
b) Rencana struktur ruang wilayah kabupaten yang meliputi sistem perkotaan di
wilayahnya yang terkait dengan kawasan perdesaan dan system jaringan
prasarana wilayah kabupaten
c) Rencana pola ruang wilayah kabupaten yang meliputi kawasan lindung
kabupaten dan kawasan budi daya kabupaten
d) Penetapan kawasan strategis kabupaten
e) Arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi indikasi program
utama jangka menegah lima tahunan
f) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi
ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan
disentif, serta arahan sanksi.
Sedangkan muatan isi dari RTRWKota ditambahkan:
a) Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau
b) Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka non hijau
c) Rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki,
angkutan umum, kegiatan sector informal dan ruang evakuasi bencana, yang
dibutuhkan untuk menjalankan fungsi wilayah kota sebagai pusat pelayanan sosial
ekonomi dan pusat pertumbuhan wilayah.
12) Mengurutkan Susunan RTRW Kabupaten/Kota
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan rencana tata ruang wilayah provinsi;
pedoman dan petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang; dan
rencana pembangunan jangka panjang daerah.
Penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten harus memperhatikan:
Pembangunan tanpa memperhatikan kaidah Tata Ruang baik itu Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
(RTRWP) dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten /Kota (RTRWK), adalah
salah satu sumber terjadinya bencana. Ada beberapa jenis kegiatan yang
menyebabkan pelanggaran tata ruang, yaitu sebagai berikut
Backwash effect
Konsep ini pada dasarnya menjelaskan bahwa jika satu wilayah tertentu di sebuah
negara mulai tumbuh atau berkembang, maka akan menyebabkan orang, modal
manusia serta modal fisik (infrastruktur, keuangan, mesin dll) dari bagian lain negara
itu untuk tertarik masuk ke dalam pusat pertumbuhan ini. Konsep ini menunjukkan
bahwa daerah belakang atau pinggiran akan menjadi lebih buruk karena sumber daya
nya pindah ke daerah pusat pertumbuhan. Ini berarti bahwa pertumbuhan di satu
daerah merugikan dan mempengaruhi pertumbuhan lainnya. Contohnya adalah
Jabodetabek.
Polarization effect
Dalam teori ini berpendapat bahwa perkembangan suatu wilayah tidak terjadi
secara bersamaan. Dalam teori ini terdapat system polarisasi perkembangan suatu
wilayah yang kemudian akan memberikan efek ke wilayah lainnya, atau dengan kata
lain, suatu wilayah yang akan berkembang akan membuat wilayah di sekitarnya akan
ikut berkembang.