Anda di halaman 1dari 36

BAHAN AJAR

PERTEMUAN PERTAMA
A. Wilayah dan perwilayahan
1. Pengertian Wilayah
wilayah menurut ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa wilayah adalah sebagai
bagian dari permukaan bumi yang dalam hal-hal tertentu dapat dibedakan dengan
daerah disekelilingnya .

2. Konsep Wilayah Secara Umum


Secara umum konsep wilayah di permukaan bumi dibedakan atas keadaan
alamiah (natural region) dan keadaan tingkat kebudayaan penduduknya (cultural
region)
a. Berdasarkan keadaaan alamiah
1. Berdasarkan variasi iklim, terdapat wilayah tropik, sub tropik,
sedang, arid (gersang) dan kutub
2. Berdasarkan tinggi rendahnya permukaan bumi terdapat wilayah
dataran rendah, dataran tinggi dan dataran pantai
3. Berdasarkan persebaran vegetasi terdapat wilayah hutan hujan
tropis, hutan campuran, hutan musim, hutan berdaun jarum, tundra,
sabana dan stepa
b. Berdasarkan tingkat kebudayaan penduduk
Wilayah yang didasarkan tingkat kebudayaan penduduk berupa
wilayah agraris, wilayah industri dan wilayah perikanan

3. Konsep wilayah dapat ditinjau dari tiga aspek, yaitu aspek tipe, hierarki, dan
katagori.
a. Konsep wilayah berdasarkan tipe
Konsep wilayah berdasarkan tipe dibedakan menjadi 2 jenis:
1) Konsep wilayah berdasarkan ide homogenitas (Wilayah Formal)
Wilayah Formal (formal region/homogeneous) adalah suatu wilayah yang
memiliki keseragaman atau kesamaan dalam kriteria tertentu, baik fisik
maupun sosialnya. Contoh: suatu wilayah mempunyai kesamaan bentang
alam pegunungan disebut wilayah pegunungan atau suatu wilayah
mempunyai keseragaman dalam bidang kegiatan bercocok tanam disebut
wilayah pertanian.

2) Konsep wilayah berdasarkan ide heterogenitas (Wilayah Fungsional)


Adapun wilayah fungsional atau nodal region adalah suatu kawasan
yang terdiri atas beberapa pusat wilayah yang berbeda fungsinya. Contoh
yang sangat jelas dari suatu nodal region adalah kawasan perkotaan.
Dilihat dari konsep nodal region, wilayah perkotaan terdiri atas tiga
komponen utama, yaitu sebagai berikut.
a) Nodus atau inti yang merupakan pusat kota (city).
b) Internal area (hinterland) yaitu wilayah sekitar kota yang fungsinya
memasok kebutuhan harian kota tersebut.
c) Eksternal area yang merupakan jalur penghubung antara kota wilayah
pemasok kebutuhan kota tersebut. Wilayah yang termasuk dalam suatu
nodal region sering kali dihubungkan dengan garis-garis konsentrik
(lingkaran)
b. Konsep wilayah berdasarkan hierarki
Hierarki wilayah dapat didasarkan pada berbagai segi, misalnya ditinjau dari
segi ukuran, bentuk, fungsi, atau gabungan dari beberapa unsur tersebut.
1) Wilayah yang menunjukkan hierarki ini lebih banyak pada jenis nodal
2) Hierarki wilayah ini dapat dikelompokkan berdasarkan daya jangkau
pelayanan suatu wilayah terhadap wilayah lain disekitarnya, mulai dari
daerah yang memiliki jangkauan pelayanan yang sangat terbatas,
kemudian sedang, dan jauh.
3) Semakin daya jangkau pelayanannya, jumlahnya akan semakin banyak
Sebagai contoh, pelayanan barang mulai dari warung, pasar lokal, sampai
pasar induk, pelayanan kesehatan mulai dari puskesmas membantu,
puskesmas, sampai rumah sakit, dan pelayanan pemerintahan mulai dari
desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten, provinsi, sampai ibu kota negara.
c. Konsep wilayah berdasarkan katagori
Konsep wilayah berdasarkan katagori dapat dibedakan:
1. Wilayah bertopik tunggal
Suatu wilayah yang keberadaannya didasarkan atas satu topic saja.
Contohnya adalah wilayah yang dibatasi oleh fenomena alam berupa curah
hujan saja. Apabila ditinjau dari tipenya, wilayah ini dapat merupakan
wilayah formal atau fungsional. Bogor yang memiliki taman botani dengan
istana presiden di dalamnya merupakan contoh wilayah bertopik tunggal
karena adanya salah satu ciri alamiah utama, yaitu curah hujan yang paling
tinggi daripada kota-kota lain di Indonesia. Oleh karena itu, Bogor dikenal
dengan sebutan “kota hujan”.
2. Wilayah bertopik gabungan
Wilayah yang dibentuk dari gabungan beberapa topik. Contohnya adalah
pembatasan wilayah yang didasarkan atas curah hujan, suhu, dan tekanan
udara. Pembatasan ini dapat menghasilkan wilayah iklim yang mempunyai
karakteristik yang berbeda-beda.
3. Wilayah bertopik banyak
Suatu wilayah yang keberadaannya didasarkan atas beberapa topik yang
berbeda untuk tujuan yang lebih luas. Contohnya guna mengevaluasi lahan
untuk wilayah pertanian, faktor-faktor yang digunakan meliputi iklim,
keadaan tanah, air, dan bentuk lahan.
Selain berdasarkan pada topik-topik yang saling berhubungan, dalam
pembatasan wilayah dapat pula berdasarkan topik-topik yang tidak
berhubungan erat. Contohnya, keberadaan wilayah ekonomi (economic
region). Dalam hal ini faktor-faktor yang digunakan untuk pembatasan
wilayah tidak hanya faktor-faktor ekonomi, tetapi juga perlu
mempertimbangkan faktor-faktor nonekonomi.
4. Wilayah total
Wilayah yang dalam pembatasannya didasarkan atas semua unsur wilayah.
Oleh karena itu, perwilayahannya bersifat klasik karena juga
menggunakan unsur politik sebagai dasar.
Guna keperluan perencanaan, pendekatan wilayah yang mendasarkan pada
cara klasik tersebut banyak menimbulakan kesulitan. Hal itu disebabkan
banyaknya permasalahan yang tercakup di dalamnya. Oleh karena itu,
konsep ini selalu dihindari mengingat derajat homogenitasnya kecil.
5. Compage
Konsep wilayah didasarkan atas dominannya aktivitas manusia sebagai
dasar pembatas. Konsep wilayah ini tidak mendasarkan pada fisik wilayah
tetapi bobot dari kegiatan manusia ditinjau dari kepentingan lokal maupun
nasional. Oleh karena itu, konsep wilayah ini tidak lepas dari usaha untuk
melestarikan dan mengembangkan sumber daya lingkungan.

Sumber belajar
Wardiyatmoko, K. 2014. Geografi untuk SMA/ MA Kelas XII. Jakarta:
Erlangga

PERTEMUAN KEDUA
a) Pengertian perwilayahan (regionalisasi)
Pewilayahan yang dalam geografi disebut juga regionalisasi merupakan suatu upaya
mengelompokkan atau mengklasifikasikan unsur-unsur yang sama. Mengingat lokasi-
lokasi di muka bumi jumlahnya tak terbatas, maka kamu harus menyusun dan
mengelompokkan serangkaian lokasi yang mempunyai sifat-sifat yang sama menurut
kriteria tertentu. Sehingga informasi dapat diperoleh secara efisien dan efektif.
Regionalisasi suatu fenomena atau gejala di muka bumi memberikan berbagai manfaat.
Beberapa manfaat tersebut antara lain sebagai berikut.
1) Membantu memisahkan sesuatu yang berguna dari yang kurang berguna.
2) Mengurutkan keanekaragaman permukaan bumi.
3) Menyederhanakan informasi dari suatu gejala atau fenomena di permukaan
yang sangat beragam.
Tujuan perwilayahan secara umum untuk memudahkan pemecahan masalah di setiap
wilayah
b) Prinsip-prinsip perwilayahan
Prinsip-prinsip perwilayahan terdiri atas :
a. Penyamarataan Wilayah (Regional Generalization)
Penyamarataan wilayah (generalisasi regional) adalah suatu proses/usaha untuk
membagi permukaan bumi atau bagian dari permukaan bumi tertentu menjadi beberapa
bagian dengan cara mengubah atau menghilangkan faktor-faktor tertentu dalam
populasi yang dianggap kurang penting atau kurang relevan, dengan maksud untuk
menonjolkan karakter-karakter tertentu. Walaupun pengertian penyamarataan itu
sendiri memberi kesan yang bersifat kualitatif, namun dalam pelaksanaannya dapat pula
dikerjakan secara kuantitatif. Dalam mengadakan generalisasi regional, perlu
memperhatikan beberapa hal, antara lain sebagai berikut.
1) Skala Peta
Oleh karena masalah skala merupakan faktor yang sangat penting dalam perpetaan,
maka dalam generalisasi derajat generalisasinya pun dipengaruhi oleh besar-kecilnya
skala yang digunakan dalam peta yang bersangkutan. Suatu studi wilayah yang detail
menghendaki ketelitian dan ketepatan pengukuran-pengukuran yang dilakukan
dilapangan. Dalam hal ini umumnya peta-peta berskala besar digunakan untuk
visualisasi data. Daerah survey pada taraf ini biasanya tidak meliputi daerah yang
terlalu luas. Tentu saja, untuk generalisasi regional yang meliputi daerah luas, dengan
sendirinya akan menggunakan peta-peta yang berskala kecil.
Akibat yang timbul dari penggunaan skala-skala peta yang berbeda-beda tersebut
adalah sebagai berikut :
a) makin besar skala peta yang digunakan (makin detail features yang diamati),
akan makin kecil derajat penyamarataan wilayah yang dilakukan;
b) makin kecil skala yang digunakan (makin tidak detail features yang diamati),
akan semakin besar derajat penyamarataan wilayah yang dilakukan. (James,
1952).
2) Tujuan Pewilayahan
Tujuan pewilayahan akan mempengaruhi derajat generalisasi yang dilakukan. Untuk
pemetaan tata guna tanah misalnya, akan mempunyai derajat geeralisasi yang lebih
kecil dianding dengan generalisasi regional untuk tujuan analisis klimatologis. Hal ini
banyak dipengaruhi oleh ‘visual features’ yang ada dalam penelitian yang dimaksud.
Untuk ‘visual data’ akan mengalami derajat generalisasi yang lebih kecil disbanding
dengan ‘unvisual data’, dengan pengertian bahwa faktor-faktor lain adalah sama.

b. Delemitasi dalam Generalisasi regional


Masalah-masalah yang selalu dihadapi oleh para cendikiawan dibidang perencanaan
pengembangan wilayah (regional develo9pment planning) dalam hubungannya
dengan pewilayahan adalah ‘delimitasi regional’. Seorang perencana haruslah
mempunyai keahlian di bidang ini, sehingga regionalisasi yang dilakukan betul-betul
mewakili sejumlah property yang ada dalam sesuatu wilayah untuk tujuan tertentu.
Delimitasi adalah cara-cara penentuan batas terluar sesuatu wilayah untuk tujuan
tertentu. Dalam generalisasi regional, delimitasi dapat dibedakan dalam dua
kelompok, yaitu :
1) Delimitasi Kualitatif dalam Generalisasi Wilayah
Sifat-sifat yang ada dalam suatu wilayah ditinjau secara menyeluruh akan
menimbulkan image tentang kenampakan-kenampakan yang menyolok dari
wilayah tersebut. Dengan kata lain, kenampakan-kenampakan yang dominant
pada sesuatu tempat akan memberi kesan yang lebih menyolok tentang wilayah
yang bersangkutan.Adalah suatu hal yang tidak dapat disangkal lagi bahwa di
permukaan bumi ini tidak ada satu daerah pun yang mempunyai karakteristik-
karakteristik yang sepenuhnya identik.
Masing-masing daerah tersebut secara konseptual akan dibatasi oleh suatu garis
pemisah/garis batas. Masalah garis batas ini selalu menjadi bahan diskusi yang
menarik di kalangan para cendikiawan. Hal ini disebabkan pada hakekatnya garis
pemisah tersebut bukan merupakan batas yang tegas antara wilayah yang satu
dengan yang lainnya, tetapi lebih merupakan suatu wilayah peralihan (zone of
transition) antara dua kenampakan yang berbeda. Jalur wilayah yang mempunyai
deferensiasi kenampakan paling kabur adalah ‘zone of transition’ tersebut,
sedangkan bagian wilayah yang mempunyai deferensiasi kenampakan paling
tegas adalah inti (core region) (Alexander, 1963).
Dalam konsepsi wilayah inti ini ditekankan bahwa arti penting suatu wilayah
bukan terletak pada batas-batasnya, melainkan terletak pada bagian intinya. Hal
ini dikarenakan wilayah inti dianggap sebagai bagian yang betul-betul mewakili
(representative) terhadap sesuatu wilayah. Ide-ide ini sangat menentukan baik-
tidaknya suatu penelitian, karena angat berhubungan dengan teknik-teknik
penentuan pemilihan ‘area sampel’ dalam penelitian tertentu.
Delimitasi kualitatif dalam generalisasi regional banyak dikerjakan dalam
interpretasi foto udara maupun dalam ERTS imagery. Delimitasi kenampakan
yang dijalankan berdasarkan pada rona (tone), tekstur, dan pola yang ada dalam
foto udara yang bersangkutan ataupun dalam ERTS imagery. Dalam hal ini
delimitasi kualitatif lebih menguntungkan dan dapat lebih terpercaya disbanding
delimitasi yang mendasarkan pada peta-peta garis (line maps). Untuk daerah-
daerah yang sempit dapat digunakan foto udara dan untuk daerah0daerah yang
luas dapat digunakan ERTS imagery.Contoh tentang ide delimitasi kualitatif
dalam regionalisasi wilayah adalah pembagian Indonesia ke dalam beberapa
wilayah pembangunan (Hariry Hady, 1974). Dalam hal ini Indonesia dibagi-bagi
kedalam sepuluh wilayah pengembangan, yaitu :
1) Wilayah Pengembangan Utama A, dengan pusat utamanya Medan yang
terdiri dari :
 Wilayah pembangunan I, meliputi propinsi Aceh dan Sumatera Utara;
 Wilayah pembangunan II, meliputi propinsi Sumatera Barat dan Riau.
2) Wilayah Pembangunan Utama B, dengan pusat utamanya Jakarta Raya, yang
terdiri dari :
 Wilayah pembangunan III, meliputi propinsi Jambi, propinsi Sumatera
Selatan, dan propinsi Bemngkulu;
 Wilayah pembangunan IV, meliputi propinsi Lampung, Jakarta Raya,
Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Daerah Istimewa Yogyakarta;
 Wilayah pembangunan VI, meliputi propinsi Kalimantan Barat.
3) Wilayah Pembangunan Utama C, denganm pusat utamanya Surabaya, yang
terdiri dari :
 Wilayah pembangunan V, meliputi propinsi Jawa Timur dan pulau
Bali.
 Wilayah pembangunan VII, meliputi propinsi Kalimantan Tengah,
Kalimantan Selatan, dan propinsi Kalimantan Timur.
 Wilayah Pembangunan Utama D, dengan pusat utamanya Ujung
Pandang, yang terdiri dari :
 Wilayah pembangunan VIII, meliputi propinsi Nusa Tenggara Barat
minus pulau Bali, Nusa Tenggara Timur, propinsi Sulawesi Selatan,
dan pSulawesi Tengah;
 Wilayah pembangunan IX, meliputi propinsi Sulawesi Tengah dan
Sulawesi Utara;
 Wilayah pembangunan X, meliputi propinsi Maluku dan propinsi Irian
Jaya
2) Delimitasi Kuantitatif dalam Generalisasi Wilayah
Delimitasi yang dikerjakan pada golongan yang kedua ini tidak semata-mata
menggunakan parameter-parameter yang sifatnya kualitatif, melainkan lebih
ditekankan pada parameter-parameter yang sifatnya kuantitatif.
Data yang digunakan sebagai dasar untuk generalisasi diambilkan dari
berbagai bidang. Dari data yang terkumpul kemudian dituangkan kedalam peta,
dan akhirnya akan memberikan gambaran penyebaran data tersebut dalam
hubungannya dengan ruang.Salah satu contoh yang sederhana dalam hal ini adalah
pewilayahan klimatologis yang dikerjakan oleh U. S. Weather Beureau. Dalam
delimitasinya, badan ini mendasarkan regionalisasi pada lokasi station-station
meteorologi yang tersebar di seluruh daerah. Dengan menghubungkan beberapa
titik (dalam hal ini diwakili oleh station-station meteorologi tersebut), kemudian
dibuat garis-garis berat dari masing-masing garis penghubung antara dua station.
Maka akan diperoleh wilayah-wilayah klimatologi dengan batas-batas garis berat,
dengan station meteorologi sebagai pusatnya, dan wilayah tersebut berupa bentuk
yang terkenal dengan sebutan polygon. Cara ini mendasarkan pada teknik
pembuatan polygon seperti dikemukakan oleh Thiesen dan dikenal dengan sebutan
Thiesen Polygon (Haggett, 1970).

c. Perwilayahan Formal dan perwilyahan Fungsional


1. Perwilayahan Secara Formal
Penentuan batas-batas wilayah formal adalah pengelompokan unit-unit lokal yang
memiliki ciri-ciri serupa menurut kriteria tertentu, yang dapat dibedakan secara nyata
dari unit-unit luar lainnya. Pada kenyataannya, wilayah formal seringkali tidak
memiliki keseragaman (homogen) secara sempurna. Sehingga, penentuan tersebut
relatif sulit walaupun ada pula yang mudah karena masih homogen dalam batas-batas
tertentu. Misalnya, wilayah formal yang mudah ditentukan adalah dengan kriteria
fisik alamiah seperti wilayah pegunungan, wilayah dengan ketinggian 200 m di atas
permukaan laut atau wilayah pantai. Adapun wilayah formal yang sulit ditentukan
biasanya jika menggunakan kriteria sosial ekonomi yang bersifat dinamis, seperti
wilayah yang memiliki tingkat pengangguran tertentu. Pada wilayah formal
cenderung tidak mempunyai inti (core) walaupun dalam hal-hal tertentu memiliki
jantung wilayah ( heartland) yang dikelilingi oleh wilayah pinggiran (periferal).
Penentuan batas wilayah formal akan lebih mudah dengan menggunakan kriteria yang
sederhana. Namun, jika menggunakan kriteria yang lebih kompleks maka penentuan
batas-batas wilayah formal akan menjadi lebih sulit. Oleh karena itu, perlu beberapa
pendekatan dan metode dalam penentuan batas-batas wilayah formal diantaranya
adalah metode indeks tertimbang dan analisis faktor.

a) Metode Indeks Tertimbang


Metode ini digunakan dengan cara mempertimbangkan beberapa kriteria secara
bersama. Jika kriteria yang digunakan secara sendiri-sendiri, maka akan sukar
untuk membatasi wilayah formal. Akan tetapi, jika kriteria tersebut ditimbang
secara bersama-sama akan lebih mudah. Misalnya dalam menentukan wilayah
formal yang memiliki tingkat perekonomian rendah.
Maka kriteria yang digunakan adalah jumlah pengangguran dan pendapatan per
kapita. Kedua kriteria tersebut digunakan secara bersama-sama untuk menentukan
apakah wilayah tersebut termasuk wilayah yang memiliki tingkat perekonomian
rendah atau tidak. Oleh karena itu, kita perlu menentukan indeks atau nilai kedua
kriteria tersebut. Misalnya, ditentukan untuk wilayah yang mempunyai jumlah
pengangguran lebih dari 3% dan pendapatan per kapita di bawah satu juta rupiah
maka termasuk wilayah yang memiliki tingkat perekonomian rendah.
b) Metode Analisis Faktor
Metode ini digunakan dalam penentuan batasbatas wilayah formal dengan
menggunakan beberapa faktor. Adapun masing-masing faktornya terdiri atas
beberapa kriteria. Sehingga metode ini merupakan regionalisasi yang rumit.
Misalnya, untuk menentukan batas wilayah yang memiliki tingkat perekonomian
tinggi digunakan faktor industri dan faktor sosial ekonomi. Faktor industri tersebut
dapat dipilah lagi berdasarkan kriteria-kriteria industri, begitu pula faktor sosial
ekonominya. Oleh karena itu, penentuan batas wilayah formal dengan metode ini
memerlukan analisis terhadap faktor-faktor dan kriteria-kriterianya yang ditentukan.
2. Perwilayahan secara Fungsional

Perwilayahan secara Fungsional


Penentuan batas-batas wilayah fungsional merupakan pengelompokan unit-unit lokal
yang memperhatikan tingkat kebergantungan atau interdependensi yang cukup besar.
Hal yang ditekankan dalam penentuan batas ini adalah arus yang terkait dengan suatu
titik sentral. Ada dua cara pendekatan untuk melakukan perwilayahan secara
fungsional, yaitu analisis arus dan analisis gravitasional
a. Analisis Arus Analisis arus ( flow analysis)
menentukan batas-batas wilayah fungsional berdasarkan arah dan intensitas arus
atau interaksi antara wilayah inti sebagai pusat yang dominan dan luar wilayah inti
yang mengitarinya. Analisis arus ini berdasarkan pada observasi sebenarnya
mengenai apa yang dikerjakan oleh penduduk. Intensitas arus akan semakin kuat
jika jaraknya semakin dekat dan akan berkurang jika jaraknya semakin jauh dari
pusat. Perbatasan lingkungan pengaruh akan terdapat pada titik yang intensitas
arusnya berada disuatu titik atau daerah yang paling rendah. Arus atau interaksi
dalam wilayah fungsional dapat dikategorikan atas sejumlah tipe untuk dijadikan
petunjuk dalam membatasi wilayah fungsional. Metode ini digunakan dalam
penentuan batas-batas wilayah formal dengan menggunakan beberapa faktor.
Adapun masing-masing faktornya terdiri atas beberapa kriteria. Sehingga metode
ini merupakan regionalisasi yang rumit. Misalnya, untuk menentukan batas
wilayah yang memiliki tingkat perekonomian tinggi digunakan faktor industri dan
faktor sosial ekonomi. Faktor industri tersebut dapat dipilah lagi berdasarkan
kriteria-kriteria industri, begitu pula faktor sosial ekonominya. Oleh karena itu,
penentuan batas wilayah formal dengan metode ini memerlukan analisis terhadap
faktor-faktor dan kriteria-kriterianya yang ditentukan.
a. Tipe ekonomi, seperti arus pengangkutan barang, arus penumpang, jalan raya
atau kereta api.
b. Tipe sosial, seperti arus pelajar dan mahasiswa dari rumah ke tempat belajar
atau pasien dari tempat tinggal ke rumah sakit. 3) Tipe politik, seperti arus
pengeluaran pemerintah.
c. Tipe informasi, seperti arus hubungan telepon, Fax, SMS, surat kabar dan
siaran televisi serta radio. Dalam analisis arus, hal-hal yang perlu diperhatikan
diantaranya adalah mobilitas penduduk dari suatu wilayah ke wilayah lain
dalam berinteraksi.
b. Analisis Gravitasional
Analisis gravitasional mendasarkan bahwa tempat kegiatan perekonomian yang
terdapat di suatu daerah ada yang terdapat di suatu tempat dan ada pula yang
menyebar di banyak tempat. Dengan adanya tempat-tempat kegiatan perekonomian
tersebut dapat menyebabkan adanya mobilitas penduduk, baik secara tetap maupun
secara temporer. Misalnya, para pekerja dan pedagang merupakan penduduk yang
bergerak secara tetap dari tempat tinggalnya ke tempat melakukan kegiatannya
sehari-hari. Jarak yang ditempuh oleh gerakan penduduk ke tempat kegiatan
perekonomian berbeda-beda. Begitu pula jumlah penduduk yang bergerak untuk
setiap jarak tertentu tidak selamanya sama. Dengan analisis gravitasional, dapat
menentukan tingkat mobilitas penduduk dengan memperhatikan jumlah penduduk
yang bergerak dari setiap arah dan jarak yang ditempuhnya.Sehingga untuk
meningkatkan efektifitas mobilitas dan menjadikan wilayah pertumbuhan
berkembang, maka jaringan jalan sebagai sarana transportasi dalam mobilitas harus
diperhatikan. Dari arah arus yang gerakan penduduknya tinggi tentunya jaringan
jalan harus besar, sedangkan dari arah arus gerakan penduduknya rendah
jaringannya tentu disesuaikan.

PERTEMUAN KETIGA
Pewilayahan Berdasarkan Fenomena Geografi
Pewilayahan suatu tempat dapat dilakukan secara formal maupun fungsional. Hal ini
bergantung pada kesepakatan atau tujuan yang akan digunakan dalam klasifikasi pewilayahan
tersebut. Pewilayahan berdasarkan fenomena geografis adalah pewilayahan yang didasarkan
pada gejala atau objek geografi misalnya berdasarkan atmosfer, litosfer, hidrosfer, biosfer,
dan antroposfer.

1. Pewilayahan berdasarkan fenomena atmosfer


Fenomena atmosfer yang akan dijadikan dasar klasifikasi pewilayahan berdasarkan
iklim, di antaranya berdasarkan posisi matahari dan ketinggian tempat.
a. Pewilayahan iklim berdasarkan posisi matahari
Dasar pewilayahan dengan menggunakan iklim matahari ialah pewilayahan yang
ditentukan pada posisi matahari dan sinar matahari yang dapat diterima di permukaan bumi.
Garis edar bumi mengelilingi matahari sumbu bumi miring sekitar 23°, sehingga terjadi
perbedaan iklim di tiap- tiap lokasi yang berbeda.
Berdasarkan posisi bumi pada matahari, maka dapat dibagi menjadi wilayah iklim
panas (tropika) yaitu antara °0 LU – 23,5° LS, wilayah iklim sub tropis 23.5° LU – 40° LU
dan 23,5° LS – 40° LS, wilayah iklim sedang 40° LU – 60°LU dan 40°LS – 60° LS. Dan
wilayah iklim kutub 60° LU - 90° LU dan 60° LS - 90° LS.
Fenomena geografi yang dapat membedakan ketiga wilayah tersebut ialah: wilayah
iklim panas (tropika) adalah wilayah yang panas sepanjang tahun, wilayah iklim sedang
adalah wilayah yang mengalami panas dan juga mengalami dingin, sedangkan wilayah iklim
kutub adalah wilayah yang dinginnya sepanjang tahun.
b. Pewilayahan iklim berdasarkan ketinggian tempat
Tiap-tiap lokasi yang memiliki ketinggian dan morfologi yang berbeda akan
memiliki tekanan udara dan luasan daerah yang disinari oleh matahari yang berbeda.
Berdasarkan kriteria ketinggian tempat maka dapat dibedakan menjadi wilayah iklim panas
yaitu daerah yang memiliki ketinggian antara 0 – 700 meter dpl, wilayah iklim sedang yaitu
daerah yang memiliki ketinggian antara 700 – 1500 meter dpl, wilayah iklim sejuk yaitu
daerah yang memiliki ketinggian antara 1500 – 2500 meter dpl, wilayah iklim dingin yaitu
daerah yang memiliki ketinggian lebih dari 2500 meter dpl, dan wilayah iklim kutub yaitu
daerah yang berada di sekitar kutub yang berudara dingin dan tertutup es/salju.
2. Pewilayahan berdasarkan fenomena litosfer
Fenomena litosfer yang akan dijadikan dasar klasifikasi berdasarkan batuan,
kemiringan lereng, dan tanah.
a. Pewilayahan berdasarkan fenomena batuan
Tiap-tiap daerah di permukaan bumi memiliki jenis batuan yang berbeda, hal ini ada
kaitannya dengan proses pembentukan kulit bumi. Berdasarkan umur batuan dapat dibedakan
menjadi wilayah bebatuan tersier dan wilayah bebatuan kuarter. Berdasarkan genesanya
dapat dibedakan menjadi wilayah bebatuan magmatik, wilayah bebatuan metamorfik,
wilayah bebatuan sedimen (endapan), dan wilayah bebatuan gamping. Berdasarkan
kekompakan batuan dapat dibedakan menjadi wilayah bebatuan terkonsolidasi dan wilayah
berbatuan tidak terkonsolidasi
b. Pewilayahan berdasarkan fenomena kemiringan lereng
Tiap-tiap daerah di permukaan bumi memiliki kemiringan lereng yang berbeda, hal
ini ada kaitannya dengan proses dinamika kulit bumi dan sifat batuan. Daerah yang sifat
batuannya rigid (keras) jika ada pergerakan kulit bumi akan terjadi patahan dan rekahan,
sedangkan pada batuan yang lunak jika ada pergerakan kulit bumi akan terjadi lipatan dan
punggungan.
Berdasarkan fenomena tersebut maka permukaan bumi dapat dibedakan wilayah
hampir datar (kemiringan lereng < 2%), wilayah agak miring (kemiringan lereng antara 2-
7%), wilayah miring (kemiringan lereng antara 7-12%), wilayah agak curam ((kemiringan
lereng antara 12-18%), wilayah curam (kemiringan lereng 18-24%), dan wilayah sangat
curam (kemiringan lereng > 24%).

c. Pewilayahan berdasarkan fenomena tanah


Tiap-tiap daerah di permukaan bumi memiliki jenis tanah yang berbeda. Hal ini
berkaitan dengan faktor iklim, organisme, batuan, topografi, dan waktu. Berdasarkan
genesisnya tanah dapat dibedakan menjadi wilayah tanah mineral dan wilayah tanah organik.
Berdasarkan tekstur tanah dapat dibedakan menjadi wilayah tanah berpasir, wilayah tanah
berdebu, dan wilayah tanah berlempung (clay). Berdasarkan kedalaman tanah dapat
dibedakan menjadi wilayah tanah dalam dan wilayah tanah dangkal (litosol). Berdasarkan
perkembangannya dapat dibedakan menjadi wilayah tanah baru (seperti regosol) dan wilayah
tanah yang telah mengalami perke
3. Pewilayahan berdasarkan fenomena hidrosfer
Fenomena hidrosfer yang akan dijadikan dasar untuk klasifikasi berdasarkan
air permukaan, densitas air, dan kedalaman air tanah.
a. Pewilayahan berdasarkan fenomena air permukaan
Tiap-tiap daerah di permukaan bumi memiliki air permukaan yang berbeda. Hal ini,
karena dipengaruhi oleh keadaan morfologi, curah hujan, dan kondisi batuan.
Berdasarkan daerah aliran sungai dapat dibedakan menjadi wilayah hulu sungai,
wilayah tengah sungai, dan wilayah hilir sungai. Berdasarkan genangan air dapat
dibedakan menjadi wilayah tangkapan air, wilayah aliran sungai, wilayah
danau/waduk, wilayah rawa, dan wilayah laut. Berdasarkan kemampuan menampung
air hujan dapat dibedakan menjadi wilayah banjir dan wilayah berdrainase baik.
b. Pewilayahan berdasarkan fenomena density air
Tiap-tiap daerah di permukaan bumi memiliki density air yang berbeda.cHal ini
karena dipengaruhi oleh kandungan mineral yang ada pada air.Berdasarkan density air
daerah di permukaan bumi dapat dibedakan menjadicwilayah perairan laut (asin),
wilayah perairan payau, dan wilayah perairancdarat (tawar).
c. Pewilayahan berdasarkan fenomena kedalaman air tanah
Tiap-tiap daerah di permukaan bumi memiliki kedalaman air yang berbeda. Hal ini,
karena dipengaruhi oleh curah hujan, batuan, kemiringan, dan vegetasi penutup lahan.
Berdasarkan kedalaman air tanah daerah di permukaan bumi dapat dibedakan menjadi
wilayah air tanah dangkal, wilayah air tanah dalam, dan wilayah mata air.
4. Pewilayahan berdasarkan fenomena biosfer
Fenomena biosfer yang akan dijadikan dasar klasifikasi berdasarkancvegetasi dan
fauna.
a. Pewilayahan berdasarkan fenomena vegetasi
Tiap-tiap daerah di permukaan bumi memiliki vegetasi yang berbeda.cHal ini,
karena dipengaruhi oleh curah hujan, suhu, kelembaban, ketersediaan air, drainase, tekstur,
bahan kasar, kedalaman tanah, kejenuhan basa, pH, bahan organik, salinitas, alkalinitas,
kedalaman sulfidik, lereng, bahaya erosi, genangan, batuan di permukaan, dan singkapan
batuan.
Berdasarkan biogeografi dapat dibedakan menjadi wilayah Boreal, wilayah
Paleotropik (yang terdiri atas Afrikan, Indo-Melayu, dan Polynesia), wilayah neotropikal,
wilayah Afrika Selatan, wilayah Australia, dan wilayah Antartik. Berdasarkan lebar daun
dapat dibedakan menjadi wilayah vegetasi berdaun lebar dan wilayah vegetasi berdaun
jarum. Berdasarkan pemanfaatannya dapat dibedakan menjadi wilayah hutan lindung,
wilayah hutan produksi, wilayah hutan konservasi, wilayah pertanian (wilayah lahan basah
seperti padi sawah dan wilayah lahan kering seperti hortikultura), wilayah pemukiman,
wilayah terbuka hijau, wilayah industri, dan lainnya. Berdasarkan umur tanaman dapat
dibedakan menjadi wilayah tanaman tahunan dan wilayah tanaman musiman.
b. Pewilayahan berdasarkan fenomena fauna
Tiap-tiap daerah di permukaan bumi memiliki hewan/binatang yang berbeda. Hal
ini, karena dipengaruhi oleh kondisi iklim, geologi sejarah, dan vegetasi. Berdasarkan
biogeografi dapat dibedakan menjadi wilayah Paleartik, wilayah Ethiopian (Afrika),
wilayah Oriental, wilayah Australia, wilayah Neoarctik,dan wilayah Neotropikal.
Berdasarkan kelangkaan hewan/binatang dapat dibedakan menjadi wilayah hewan yang
dilindungi dan wilayah hewan budidaya (ternak/penggembalaan). Berdasarkan postur tubuh
hewan/binatang dapat dibedakan menjadi wilayah peternakan besar, wilayah peternakan
sedang, dan wilayah peternakan kecil. Berdasarkan habitat ikan dapat dibedakan menjadi
wilayah ikan tawar, wilayah ikan payau, dan wilayah ikan laut.ilayah tanaman tahunan dan
wilayah tanaman musiman.
5. Pewilayahan berdasarkan fenomena antroposfer
Fenomena antroposfer yang akan dijadikan dasar klasifikasi berdasarkan administratif,
kependudukan, teknologi, dan lainnya.
a. Pewilayahan berdasarkan fenomena administratif
Tiap-tiap daerah di permukaan bumi memiliki luas dan batas administratif yang
berbeda. Hal ini, karena dipengaruhi oleh kemampuan dan kekuasaan yang dimiliki oleh
masyarakat suatu bangsa.
Berdasarkan administrasi pemerintahan dapat dibedakan menjadi wilayah negara,
wilayah provinsi, wilayah kabupaten/kota, wilayah desa/kelurahan, wilayah kampung/RW,
dan wilayah RT. Berdasarkan administrasi pengelolaan dan kerjasama internasional dapat
dibedakan menjadi wilayah teritorial, wilayah landas kontinen, wilayah zone ekonomi
eksklusif, wilayah laut bebas, dan wilayah jalur internasional.
b. Pewilayahan berdasarkan fenomena kependudukan
Tiap-tiap daerah di permukaan bumi memiliki fenomena kependudukan yang
berbeda. Hal ini, karena dipengaruhi oleh jumlah, usia, dan jumlah pasangan usia subur
(PUS). Berdasarkan jumlah penduduk dapat dibedakan menjadi wilayah megapolitan,
wilayah metropolitan, wilayah kota, dan wilayah kota kecil.Berdasarkan pendapatan dapat
dibedakan menjadi wilayah kaya, wilayah sedang, dan wilayah miskin. Berdasarkan mata
pencaharian dapat dibedakan menjadi wilayah industri, wilayah jasa, dan wilayah agraris.
c. Pewilayahan berdasarkan fenomena teknologi
Tiap-tiap daerah di permukaan bumi memiliki fenomena penguasaan teknologi yang
berbeda. Hal ini, karena dipengaruhi oleh kemampuan, penguasaan dan ilmu yang dimiliki
berbeda. Berdasarkan penguasaan teknologi dapat dibedakan menjadi wilayah berteknologi
maju, wilayah berteknologi konvensional, dan wilayah berteknologi terbelakang.

Sumber:
K. Wardiyatmoko. 2016. Geografi untuk SMA/MA Kelas XI. Jakarta: Erlangga
Bagja Waluyo. 2009. Memahami Geografi SMA/MA Kelas XII Semester1 dan 2,Program
Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta: ARMICO

PERTEMUAN KEEMPAT
Teori Pusat Pertumbuhan dan Kutub Pertumbuha
Pusat pertumbuhan adalah suatu wilayah yang tumbh dengan pesat dan mampu
memengaruhi wilayah sekitarnya yang belum berkembang. Pusat pertumbuhan terkait dengan
konsep keruangan, sedangkan kutub pertumbuhan berkaitan dengan konsep ekonomi yang
berkaitan dengan bidang industri.
 Teori Kutub Pertumbuhan (Growth Pole)
Teori kutub pertumbuhan menyatakan bahwa titik pusat dalam arti keruangan abstrak
merupakan tempat memancarnya kekuatan setrifugal dan tertariknya kekuatan sentripetal.
Kekuatan sentrifugal contohnya perpindahan penduduk sekitar industri ke luar kota karena
kondisi lingkungan yang tidak nyaman. Gaya sentripetal adalah gaya tarik bagi kegiatan lain
akibat adanya kutub pertumbuhan. Contoh timbulnya gaya sentripetal pada sebuah industri
tekstil seperti penyediaan bahan baku tekstil maupun sarana pasar di sekitar kawasan industri
tekstil. Suatu kawasan industri skala besar akan mendorong terjadinya peningkatan kegiatan
ekonomi yang bersifat terus-menerus dan didukung fasilitas memadai, sumber energi
tercukupi serta sarana transportasi yang baik.
Konsep kutub pertumbuhan didukung teori polarisasi ekonomi oleh Gunar Myrdal yang
menyatakan setiap daerah memiliki pusat pertumbuhan sebagai daya tarik terhadap tenaga
terampil, modal dan barang dagangan. Teori polarisasi menggunakan konsep pusat-pinggiran
(core-periphery). Pusat kegiatan sekaligus berperan sebagai pusat pertumbuhan (core),
sedangkan wilayah pinggiran disebut periphery. Adanya polarisasi ekonomi di suatu wilayah
memberi dampak positif maupun negatif.
 Dampak positif polarisasi ekonomi di suatu wilayah antara lain
 Meningkatnya investasi masuk dari daerah lain;
 Terbukanya kesempatan kerja; dan
 Mudah pemasaran bahan mentah.
 Dampak negatif polarisasi ekonomi di suatu wilayah antara lain
 Kesenjangan antarwilayah;
 Menngkatnya tindak kriminalitas; dan
 Menurunnya daya dukung lingkungan.
 Teori Pusat Pertumbuhan (Growth Center)
Seorang ahli ekonomi dari Perancis menyatakan bahwa pusat pertumbuhan merupakan
sekumpulan fenomena geografis dari semua kegiatan di permukaan bumi. Pusat pertumbuhan
merupakan pengembangan suatu wilayah baik dari pengembangan fisik maupun sosial.
Konsep pusat pertumbuhan memiliki keterkaitan erat dengan persebaran keruangan dan dapat
mendorong suatu wilayah menjadi lebih maju. Kondisi tersebut dapat terwujud dengan
adanya trickle down effect yang bertujuan agar pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah dapat
“menetes ke bawah” dan memperbaiki kesejahteraan masyarakat di sekitar wilayah pusat
pertumbuhan.
Adanya pusat pertumbuhan menyebabkan timbulnya efek menyebar (spread effect)
yang bersifat mendorong perkembangan wilayah di sekitarnya dan efek menyerap (backwash
effect) yang mengakibatkan perpindahan material atau orang dari wilayah pusat pertumbuhan
ke wilayah di sekitarnya.
 Teori Tempat Sentral
Walter Christaller (1933) menyatakan bahwa pusat pertumbuhan didasarkan atas lokasi
dan pola persebaran permukiman dalam ruang. Pada suatu ruang kadang ditemukan
persebaran permukiman desa dan kota yang berbeda ukuran. Pernyataan tersebut diperkuat
oleh August Losch (1945) yang menyatakan cara terbaik menyediakan pelayanan
berdasarkan aspek keruangan adalah membentuk jaringan heksagonal.lokasi ini terdapat pada
sentral yang memungkinkan partisipasi manusia dengan jumlah maksimum. Secara
keseluruhan, konsep dasar teori tempat sentral adalah sebagai berikut.
 Population threshold, yaitu jumlah minimal penduduk yang diperlukan untuk
melancarkan dan kesinambungan dari unit pelayanan.
 Range (jangkauan), yaitu jarak maksimum yang harus ditempuh penduduk untuk
mendapatkan barang/ jasa yang dibutuhkannya dari tempat pusat. Beberapa hal yang
harus diperhatikan dalam penentuan konsep ini adalah sebagai berikut.
 Range selalu lebih besar dibandingkan daerah tempat population threshold.
 Inner limit (batas dalam) adalah batas wilayah yang didiami population threshold.
 Outer limit (batas luar) adalah batas yang mendapatkan pelayanan terbaik
sehingga di luar batas itu penduduk akan mencari atau pergi ke pusat lain.
Tempat sentral memiliki batas-batas pengaruh yang berbentuk melingkar. tempat
sentral dapat bernetuk kota-kota besar, ibu kota provinsi, kota/kabupaten, rumah sakit dan
pusat perbelanjaan. Syarat-syarat wilayah yang menjadi tempat sentral berdasarkan teori
Walter Christaller yaitu sebagai berikut.
 Wilayah yang menjadi tempat sentral harus memiliki relief seragam, sehingga
aksesibilitas transportasi terjangkau karena tidak adanya penghalang berupa lereng.
 Tingkat sosial ekonomi penduduk relatif homogen dan tidak ada kegiatan pertanian
dan kehutanan.
Faktor Penentu Pusat Pertumbuhan
 Sumberdaya Alam
Wilayah yang memiliki sumberdaya alam melimpah dan dapat mengelolanya dengan
baik berpotensi menjadi pusat pertumbuhan. Selain berpeluang meningkatkan ekonomi
sekitarnya, pemanfaatan tersebut mendorong perluasan kesempatan kerja, meningkatkan
pendapatan daerah, serta mendorong munculnya kegiatan ekonomi penunjang.
 Sumberdaya Manusia
Pemanfaatan sumberdaya alam secara optimal harus melibatkan sumberdaya manusia
yang handal, terampil dan professional, sehingga peran SDM sangat penting dalam
membangun dan membentuk pusat pertumbuhan di suatu wilayah.
 Kondisi Topografi
Daerah di wilayah dataran rendah umumnya memiliki relief datar yang berpotensi
menyediakan aksesibilitas jaringan transportasi yang tinggi. Kondisi tersebut memungkinkan
perkembangan pusat pertumbuhan lebih cepat dibandingkan dengan wilayah dataran tinggi
yang berelief kasar. Meskipun demikian, wilayah dataran tinggi juga berpotensi menjadi
pusat pertumbuhan apabila didukung fasilitas umum yang memadai, seperti Kota Bandung.
 Fasilitas Penunjang
Jaringan jalan, jaringan telekomunikasi, jaringan listrik, pelabuhan laut dan udara, air
bersih, penyediaan bahan bakar, serta prasarana kebersihan yang memadai adalah factor
terpenting perkembangan psat pertumbuhan. tanpa fasilitas tersebut, maka suatu wilayah
tidak dapat melakukan aktivitas sosial ekonomi dengan baik.

Arah Pengembangan Kawasan Metropolis


Menurut Undang-Undang Tahun 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,
mendefinisikan kawasan metropolitan sebagai kawasan perkotaan yang terdiri atas sebuah
kawasan perkotaan yang berdiri sendiri atau kawasan perkotaan inti dengan kawasan
perkotaan di sekitarnya yang saling memiliki keterkaitan fungsional yang dihubungkan
dengan sistem jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi dengan jumlah penduduk secara
keseluruhan sekurang-kurangnya 1.000.000 jiwa.

Metropolis Menyebar
Pengembangan di bagian pinggir kota, pusat kota paling jarang
penduduknya, penyebaran prasarana sosial ekonomi, dan kota
sebelumnya di bangun kembali dengan kepadatan penduduk rendah.
Secara lebih spesifik ciri dari metropolis menyebar sebagai berikut:
Ciri-ciri metropolis menyebar:
 Pusat kota paling jarang penduduknya
 Prasarana sosial ekonomi dari pusat kota yang lama disebar
 Kota lama dibangun kembali dengan kepadatan penduduk yang lebih rendah
 Memerlukan kendaraan pribadi dalam transportasi dan komunikasi untuk
menjembatani jarak
 Metropolis menyebar terbentuk dengan mengembangkan pertumbuhan pada bagian
pinggiran kota
Metropolis Galaktika
Kepadatan penduduk tinggi di sekitarnya terdapat kawasan pertanian
dengan kepadatan penduduk rendah, terbentuk dari permukiman kota kecil,
dan arus lalu lintas menyebar, tetapi memusat menuju kawasan pusat kota.
Ciri metropolis galatika secara lebih rinci sebagai berikut:
 Berpenduduk rapat dan padat
 Terbentuk dari permukiman kota yang kecil
 Kegiatan sosial ekonomi terbagi menjadi berbagai unit kecil
 Arus lalu lintas menyebar tetapi kemudian akan memusat menuju pusat permukiman
atau CBD
 Dipisahkan sejauh beberapa kilometer oleh kawasan pertanian yang rendah sekali
kepadatan penduduknya atau tidak berpenduduk
Metropolis Memusat
Ciri dari metropolis memusat ialah sebagai berikut:
 Kegiatan sosial ekonomi yang tinggi mempunyai kepadatan
penduduk yang tinggi di puat kota
 Kota sebagai tempat pertemuan secara periodik
 Sistem lalu lintas lebih khusus dengan berbagai model
transportasi
 Alat transportasi umum lebih diperlukan daripada kendaraan pribadi
 Banyak penduduk yang tinggal di apartemen, rumah susun dan sebagainya
 Mudahnya pelayanan dan transportasi yang efisien akibat penduduk yang banyak
 Tingkat jangkauan sangat tinggi ke berbagai kegiatan khusus maupun ke alam terbuka
dan pedesaan dipinggir kota
 Diperlukan juga jalan bebas kendaraan (pedestrian), jalan untuk pejalan kaki
disamping jalan raya (sidewalks) dan sabuk luncur (flying belt).
 Terdapat suatu tingkatan tertentu dimana kepadatan penduduk yang sangat tinggi akan
menyulitkan komunikasi antar penduduk.
Metropolis Bintang
Wilayah pusat berbentuk bintang dan memiliki pusat kota utama.
Kawsan berbentuk linear yang ditopang oleh kawasan pertanian.
Adapun secara spesifik ciri-ciri metropolis bintang sebagai berikut:
 Mempunyai pusat kota utama
 Perubahan-perubahan dapat dilakukan dengan mudah
 Pertumbuhan dapat berlangsung ke luar dari lengan-lengan
 Lengan-lengan kota metropolitan ini mempunyai kepadatan penduduk yang sedang
 Tersedianya lahan pertanian (alam terbuka) dapat mendukung perkembangan kawasan
linear tersebut
 Inti kota utama sebagai pusat kota yang dikelilingi oleh banyak kota kedua yang
terletak sepanjang lengan-lengan yang linear tersebut
 Pola kepadatan penduduk pada wilayah pusat berbentuk bintang dengan perpanjangan
beberapa bagian kota yang linear seperti lengan di alam terbuka

Metropolis cincin
Metropolis cincin memiliki karakteristik penduduk rendah di tengah
kawasan kota, kepadatan penduduk lebih tinggi di sekeliliing kota
sehingga membentuk jalur melingkar menuju pusat-pusat kota. Secara
spesifik ciri dari metropolis cincin ini adalah:
 Kawasan yang jarang penduduknya terdapat ditengah kota (pusat kota)
 Kepadatan yang tinggi terdapat disekeliling tengah kota sehingga bentuk ini
menyerupai cincin
 Pergerakan lalu lintas utama juga berbentuk cincin dan dibantu oleh beberapa jalur
yang menuju ke CBD
 Bentuk kota seperti ini banyak terdapat di Belanda, misalnya kota Haarlem,
Amsterdam, Utrecht, Rotterdam dan sebagainya

SUMBER
Anonim. 2014. “Teori Pertumbuhan Wilayah”. Terdapat pada
https://perencanaankota.blogspot.co.id/2014/12/teori-pertumbuhan-wilayah-
perroux.html?m=1. Diakses pada Rabu, 17 Mei 2017.
Lestari, Tuti Lina. “Arah Perkembangan Kawasan Metropolis”. Terdapat pada
http://smartgeografi.blogspot.co.id/2015/04/arah-perkembangan-kawasan-
metropolis.html. Diakses pada Jumat, 19 Mei 2017.
Majid, R.L.G.W., dkk. 2015. Geografi Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial. Klaten: Intan Pariwara.
Syamsiah. 2009. “Pengertian Pembangunan”. Terdapat pada
https://profsyamsiah.wordpress.com/2009/03/19/pengertian-pembangunan/. Diakses
pada Rabu, 17 Mei 2017.
Wardiatmoko, K. 2015. Geografi untuk SMA Kelas XII. Jakarta: Erlangga.
PERTEMUAN KELIMA

A. Wilayah Pusat Pertumbuhan di Indonesia

Bappenas membagi wilayah di Indonesia menjadi empat pusat pertumbuhan, yaitu


Wilayah A sampai D. Masing-masing wilayah dibagi lagi menjadi beberapa wilayah
pembangunan. Pembagian wilayah Indonesia tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Pusat
No. Regional Wilayah Daerah-Daerah Cakupan
Pertumbuhanan
Aceh dan Sumatera Utara, pusatnya di
I
Medan
Sumatera Barat, Riau, dan Kepulauan
1 A Medan II
Riau, Pusatnya di Pekanbaru
Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, dan
III
Bangka Belitung pusatnya di Palembang
Lampung, Jakarta, Jawa Barat, Jawa
IV Tengah, Banten, dan DI Yogyakarta,
2 B Jakarta
pusatnya di Jakarta
V Kalimantan Barat, pusatnya di Pontianak
Jawa Timur dan Bali, pusatnya di
VI
Surabaya
3 C Surabaya Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur,
VII dan Kalimantan Selatan, pusatnya di
Balikpapan dan Samarinda
Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara
VIII Timur, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi
Utara, Pusatnya di Makassar
4 D Makassar Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, dan
IX
Gorontalo, pusatnya di Manado
Maluku, Maluku Utara, dan Papua,
X
pusatnya di Sorong
Tabel : Wilayah Pusat Pertumbuhan di Indonesia

Wilayah pembangunan di atas selanjutnya dikembangkan lagi menjadi wilayah


pembangunan yang lebih kecil lagi yaitu tingkat daerah pada provinsi. Contohnya Jawa Barat
dibagi menjadi 6 wilayah pembangunan daerah, sebagai berikut.
1. Wilayah Pembangunan JABOTABEK (termasuk sebagian kecil wilayah Kabupaten
Sukabumi). Pada wilayah ini dikembangkan berbagai aktivitas industri yang tidak
tertampung di Jakarta.
2. Wilayah Pembangunan Bandung Raya, Wilayah ini dikembangkan pusat aktivitas
pemerintahan daerah, pendidikan tinggi, perdagangan daerah, industri tekstil. Untuk
konservasi tanah dan rehabilitasi lahan kritis dipusatkan di wilayah-wilayah
Kabupaten Garut, Cianjur, Bandung, dan Sumedang.
3. Wilayah Pembangunan Priangan Timur. Wilayah ini meliputi daerah Kabupten
Tasikmalaya dan Ciamis.
4. Wilayah Pembangunan Karawang. Wilayah ini dikembangkan sebagai produksi
pangan (beras/ padi) dan palawija. Meliputi pula daerah-daerah dataran rendah pantai
utara (Pantura) seperti Purwakarta, Subang, dan Karawang. Pusatnya adalah Kota
Karawang.
5. Wilayah Pembangunan Cirebon dan sekitarnya. Wilayah ini dikembangkan sebagai
pusat industri pengolahan bahan agraris, industri, petrokimia, pupuk, dan semen.
Untuk keperluan tersebut, Pelabuhan Cirebon ditingkatkan fungsinya untuk
menampung kelebihan arus keluar masuk barang dari Pelabuhan Tanjung Priok.
6. Wilayah Pembangunan Banten. Wilayah ini berpusat di Kota Serang dan Cilegon.
Wilayahnya terdiri atas 4 zone yaitu, bagian utara diutamakan untuk perluasan dan
intensifiksi areal pesawahan teknis, bagian selatan untuk wilayah perkebunan dan
tanaman buah-buahan, wilayah Teluk Lada untuk intensifikasi usaha pertanian, dan
daerah sekitar Cilegon dikembangkan sebagai pusat industri berat (besi baja).

Pembagian wilayah seperti ini bermanfaat untuk mencapai pembangunnan yang serasi
dan seimbang, baik antarsektor di dalam suatu wilayah pembangunan maupun antarwilayah
pembangunnan. Prinsip perwilayahan di atas juga diterapkan dalam skala yang
memperhatikan hubungan yang saling berkaitan antara kabupaten dan kecamatan dalam
satuan wilayah yang lebih kecil.
Pembagian wilayah seperti ini juga bermanfaat bagi negara yang besar dan luas
seperti Indonesia untuk menjamin tercapainya pembangunan yang serasi dan seimbang.
Penetapan empat wilayah pusat pembangunan utama disertai sepuluh wilayah
pembangunan tersebut dimaksudkan agar wilayah tersebut benear-benar berfungsi sebagai
penggerak dalam memeratakan pembangunan di Indonesia secara menyeluruh. Hasilnya
dapat kita lihat, kini Indonesia bagian timur mulai terlihat peningkatan kegiatan Ekonomi.
Pabrik-pabrik, terutama yang berkaitan dengan industri pertambangan dan industri
pengolahan kayu, mulai tumbuh di kawasan Indonesia timur. Dengan adanya pusat-pusat
kegiatan industri di kawasan atau wilayah tersebut, diharapakan dapat memberi lapangan
kerja kepada banyak orang baik dari daerah itu sendiri maupun pendatang dari daerah lain.

Beberapa Pengaruh Pusat Pertumbuhan


Dengan adanya pusat-pusat pertumbuhan itu, ternyata memberikan pengaruh dan manfaat
bagi manusia dalam segala aspek kehidupannya. Pengaruh-pengaruh dan manfaat tersebut
adalah sebagai berikut.

1. Pengaruh terhadap pemusatan dan persebaran sumber daya, antara lain:


a) pola mobilitas penduduk meningkat,
b) teknologi dan transportasi semakin meninggi.
2. Pengaruh terhadap perkembangan ekonomi, antara lain:
a) meningkatkan kondisi ekonomi penduduk sehingga kesejahteraan dan kualitas
hidupnya lebih baik,
b) menjadikannya sebagai pusat perdagangan.
3. Pengaruh terhadap perubahan sosial budaya masyarakat, antara lain:
a) pendidikan penduduk semakin meningkat,
b) masuknya budaya asing atau budaya luar sehingga timbulnya asimilasi budaya di
masyarakat.

Gambar : Pusat-pusat Wilayah pembangunan di Indonesia

B. Pusat Pertumbuhan Antarpulau di Indonesia


Pusat-pusat pertumbuhan dan pengembangan wilayah antarpulau di Indonesia
berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh karakteristik atau ciri khas tersendiri yang dimiliki
masing-masing pulau di Indonesia.

1. Pulau Jawa
Pulau Jawa memiliki luas 129.438 km2 atau sekitar 7% dari seluruh luas daratan
Indonesia. Jawa terkenal memiliki tanah subur, gunung api aktif terbanyak (35 dari 128
gunung apai) di Indonesia, berikilim Am (menurut klasifikasi iklim Koppen), memiliki
banyak hutan dan sungai. Keistimewaan yang dimiliki Pulau Jawa adalah kemampuan atau
daya dukungnya untuk menghidupi penduduk yang cukup banyak. Secara ekologis,
ketimpangan lingkungan hidup di Jawa telah terjadi dan terus meningkat hingga saat ini. Hal
ini dikhawatirkan oleh para ekologi dan demografi.
Jawa merupakan pulau berpenduduk paling padat di Indonesia. Pada tahun 2010 Pulau
Jawa memiliki penduduk sebanyak 136,6 juta jiwa atau sebanyak 58% dari seluruh
penduduk yang tersebar di seluruh Indonesia. Penduduk Pulau Jawa akan bertambah terus
karena penduduk yang ditransmigrasikan, kenyataannya, rata-rata hanya 2% dari
pertambahannya, sementra migrasi penduduk dari luar Jawa ke Jawa terus bertambah
Pengembangan wilayah di Pulau Jawa perlu dioptimalkan antara lain dengan cara
intensifikasi pertanian, pengolahan sumber daya alam seoptimal mungkin, dan memerhatikan
kelestarian lingkungan, memperbanyak usaha-usaha di bidang industri untuk memperluas
tenaga kerja, mengurangi arus urbanisasi, meningkatkan transmigrasi ke luar Pulau Jawa, dan
lain-lain.
2. Pulau Sumatera
Pulau Sumatera kaya akan sumber-sumber mineral ekonomi tinggi, seperti batu bara,
nikel, timah, dan minyak bumi. Luas wilayahnya adalah 480.793 km2, dengan jumlah
penduduk sebanyak 50,6 juta jiwa pada tahun 2010. Sumatera dijuluki sebagai pulau minyak
karena 55,1 % produksi minyak nasional dihasilkan dari pulau ini. Pulau-pulau kecil lain di
sekitar Pulau Sumatera memiliki potensi yang besar, di antaranya Pulau Bangka, Belitung,
Lingga, dan Singkep. Pulau-pulau ini berlokasi di daerah jalur timah; Pulau Bintan dikenal
dengan endapan bauksitnya (bijih alumunium); Pulau Batam merupakan pulau bebas visa
yang langsung berhubungan dengan Singapura dan Johor, Malaysia.

3. Pulau Kalimantan
Sebagian besar tutupan lahan di Pulau Kalimantan berupa hutan rimba dengan luas
daratan 544.150 km2 dan jumlah penduduk sebanyak 13,8 juta jiwa pada tahun 2010.
Keadaan topografi atau relief di Pulau Kalimantan cukup kasar. Daerah perbatasan antara
Indonesia dengan Malaysia di Kalimantan berupa perbukitan, yakni pegunungan Kapuas
Hulu, Bukit Kelintang, dan Pgunungan Iban, Di selatan, di hulu Sungai Kapus terdapat
Pegunungan Muller dan Schwaner dengan puncaknya Bukit Raya, sedangkan di bagian
tenggara terdapat pegunungan Meratus.
Transportasi utama di pulau di Kalimantan adalah transportasi air (sungai). Namun, jalan
darat yang menghubungakan provinsi yang satu dengan provinsi yang lain di Kalimantan
sudah di bangun. Dataran rendah di Kalimantan terdapat di tepi pantai dan sangat luas.
Daerah pantai dan muara sungai umumnya terdiri dari rawa-rawa , dan sebagian kecil telah
dimanfaatkan sebagai lahan persawahan pasang surut. Delta-delta di muara sungai juga
sangan luas. Delta terluas adalah delta pada muara Sungai Barito.
Pengembangan wilayah di Pulau Kalimantan antara lain dengan ekstensifikasi pertanian
dan pengolahan sumber daya alam seoptimal mungkin, misalnya pengolahan kayu.
Penebangan kayu hutan harus mempertimbangkan kelestarian lingkungan. Usaha
pengembangan lainnya, yaitu peningkatan industri kecil, peningkatan industri besar,
peningkatan perekonomian rakyat, dan lain-lain.

4. Pulau Sulawesi
Pulau Sulawesi memiliki jumlah penduduk 17,4 juta jiwa pada tahun 2010 yang tesebar
tidak merata pada daerah seluas 188.522 km2. Kondisi fisik Pulau Sulawesi bergungung-
gunung dan berteluk-teluk denga ciri utama daratan rendanhya sangat sempit, sungainya
pendek-pendek sehingga tidak baik untuk pelayaran, misalnya sungai Poso, Sungai Sampara,
Sungai Laring, dan Sungai Bone.
Daerah Palu di bagian tengah Pulau Sulawesi merupakan daerah banyangan hujan yang
menjadikan daerah ini gersang. Namun demikian, telah dilakukan upaya oleh Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk menghijaukan daerah ini dengan
teknologi pertanian maupun dengan hujan buatan.
Usaha pengembangan wilayah dilaksanakan dengan peningkatan pembangunan pertanian,
peningkatan pembangunan pertanian, peningkatan industri kecil dan besar, peningkatan
perekonomian laut, dan lain-lain.
5. Pulau Bali
Luas Pulau Bali adalah 5.780 km2 dengan jumlah penduduk sekitar 3,8 juta jiwa pada
2010. Ciri khas Pulau Bali yang paling menonjol adalah keindahan alam dan kekayaan
budaya. Seni budaya penduduk Bali sejiwa dengan agama yang dianutnya yang dituangkan
dalam seni ukiran batu, kayu, logam, seni lukisan, dan seni tari. Bangunan yang memiliki
nilai religi dan moral ditambah dengan keindahan alamnya membuat Pulau Bali dikenal
sebagai “Pulau Dewata”
Usaha pengembangan wilayah yang utama meningkatkan kepariwisataan, itensifikasi
pertanian, peningkatan industri kecil, peningkatan perikanan laut, dan lain-lain.

6. Pulau Papua
Pulau Papua memiliki luas wilaya 416.000 km2 dengan jumlah penduduk pada 2010
sebanyak 3,6 juta jiwa dengan persebaran yang tidak merata. Pulau Papua memiliki beberapa
teluk yang sangat dalam, dan sebagian besar daerahnya terdiri dari daratan rendah, serta tepi
pantainya berupa rawa-rawa. Potensi utama pulau ini berupa emas, tembaga, minyak bumi,
kayu hutan, pariwisata, dan budaya suku Asmat yang terkenal.
Usaha pengembangan wilayah di Pulau Papua yaitu pembukaan jalur darat, pemekaran
wilayah provinsi dan kabupaten, pembangunan pertanian dan perikanan, pertambangan,
pengolaha kayu hutan, peningkatan industri kecil, dan peningkatan periwisata alam.

Sumber :
1. Dewi, Nurmala. 2009. Geografi 3 : untuk SMA dan MA Kelas XII. Jakarta : CV. Epsilon
Group
2. Wardiyatmoko, K. 2013. Geografi SMA/MA untuk kelas XI. Jakarta: Erlangga.

PERTEMUAN KEENAM
WILAYAH PUSAT PERTUMBUHAN INDUSTRI (WPPI)

Wilayah pusat pertumbuhan industri (WPPI) adalah suatu bentang alam yang terdiri dari
atas beberapa daerah yang berpotensi untuk tumbuh dan berkembangnya kegiatan industri
serta memiliki keterkaitan ekonomi yang bersifat dinamis karena disukung oleh sistem
penghubungan yang mantap.
WPPI adalah wilayah yang dirancang dengan pola berbasis pengembangan industri
dengan pendayagunaan potensi sumberdaya wilayah melalui penguatan infrastruktur industri
dan konektivitas yang memiliki keterkaitan ekonomi kuat dengan wilayah di sekitarnya;
WPPI bertujuan untuk menekan kesenjangan (disparity) pendapatan dan mengurangi
kesenjangan kemiskinan antar wilayah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) serta kesenjangan
antara kota dan desa; Konsep utama WPPI adalah terbentuknya suatu wilayah dengan
karakteristik tertentu yang berpotensi untuk menumbuhkan dan mengembangkan industri
tertentu yang akan berperan sebagai penggerak utama (prime mover) bagi pengembangan
wilayah tersebut serta membawa peningkatan pertumbuhan industri dan ekonomi pada
wilayah lain di sekitarnya dalam suatu wilayah regional atau provinsi dengan batas-batas
yang jelas;
Pemilihan dan penetapan WPPI bukan hanya dimaksudkan untuk memberikan prioritas
pembangunan industri pada suatu wilayah, namun juga menjadi strategi agar percepatan
penyebaran dan pemerataan pembangunan industri dapat diwujudkan. Wilayah Pusat
Pertumbuhan Industri (WPPI) berperan sebagai penggerak utama (prime mover) ekonomi
dalam WPI. WPPI disusun berdasarkan kriteria sebagai berikut:
1. Potensi sumber daya alam (agro, mineral, migas);
2. Ketersediaan infrastruktur transportasi;
3. Kebijakan affirmatif untuk pengembangan industri ke luar Pulau Jawa;
4. Penguatan dan pendalaman rantai nilai;
5. Kualitas dan kuantitas SDM;
6. Memiliki potensi energi berbasis sumber daya alam (batubara, panas bumi, air);
7. Memiliki potensi sumber daya air industry;
8. Memiliki potensi dalam pewujudan industri hijau;
9. Kesiapan jaringan pemanfaatan teknologi dan inovasi.

Selain WPPI, dpemerintah membentuk kesatuan wilayah industri secara berurutan di


bawah WPPI, antara lain:
1. Zona Industri adalah wilayah di dalam WPPI yang memiliki daya ikat spesial
dalam kegiatan ekonomi pada umumnya dan kegiatan industri khususnya dalam
batasan jarak tertentu.
2. Kawasan indutri adalah kompleks tertentu bagi berbagai industri dasar yang
berperan sebagai pendorong pertumbuhan zona industri. Kegitan industri kecil
terdapat di dalam atau di luar kawasan industri.
3. Lingkungan/permukiman industri kecil dalah wilayah target berlangsungnya
kegiatan indutri kecil.
4. Sentra indutri kecil adalah pusat dalam kegiatan industri kecil.

C. PENGELOMPOKKAN WILAYAH PUSAT PERTUMBUHAN INDUSTRI (WPPI)


Tujuan pembangunan kawasan industri adalah untuk mempercepat pertumbuhan industri,
memberi kemudahan bagi kegiatan industri, dan mendorong percepatan kegiatan industri.
Pada suatu kawasan industri tersedia fasilitas tenaga listrik, air, fasilitas komunikasi, fasilitas
pemadam kebakaran, dan fasilitas kebutuhan konsumsi. Indonesia dibagi menjadi delapan
WPPI dengan potensi sebagai berikut:
1. WPPI Sumatra bagian utara, berlandaskan pada sumber daya alam.
2. WPPI Sumatra bagian selatan (termasuk banten), berlandaskan pada potensi
ekonomi batu bara, minyak bumi, timah, dan mineral industri, seperti kaolin dan
kapur.
3. WPPI Jawa dan Bali (tanpa Banten), berlandaskan pada prasarana yang baik,
tenaga kerja yang terampil, sumber energi, dan sistem pertanian yang maju.
4. WPPI Kalimantan bagian timur, berlandaskan pada potensi gas dan batu bara.
5. WPPI Sulawesi, berlandaskan pada potensi pertanian, perikanan, nikel, aspal,
kapur, dan kayu.
6. WPPI Batam dan Kalimanta Barat, berlandaskan pada letak yang strategis, potensi
hasil hutan dan cadangan gas alam.
7. WPPI Indonesia Timur bagian selatan, berlandaskan potensi sumber daya alam,
budaya, dan tenaga terampil industri kecil.
8. WPPI Indoneisa Timur bagian utara, berlandaskan atas potensi hasil laut, hutan
dan mineral.

Hadirnya pusat-pusat pertumbuhan akan menarik tenaga kerja yang dilihat dari arus
mobilitas penduduk dari desa ke kota maupun antarprovinsi. Mobilitas penduduk dari
pedesaan menuju kota besar di Indonesia menunjukkan angka yang terus meningkat sejalan
dengan pesatnya pertumbuhan kota. Pengaruh pusat-pusat pertumbuhan itu secara umum
memiliki multidimensi, misalnya persebaran sumber daya, perkembangan ekonomi, dan
perubahan sosial budaya masyarakat.

Kawasan indutri yang telah beroprasi penuh antara lain berlokasi di DKI Jakarta,
Cilegon, Cilacap, Surabaya, Makassar, dan Medan. Selain itu, 89 kawasan industri lainnya
belum beroprasi penuh, yaitu terdapat di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Batam
(Riau), Palu (Sulawesi Tengah), Bitung (Sulawesi Utara), Kalimanta Selatan, Sumatera
Barat, Lampung , dan Bontang (Kalimantan Timur).

Kawasan berikut menjadi tempat pengolahan dan penyimpanan barang yang berasal
dari dalam dan luar negeri. Wilayah ditetapkan sebagai kawasan berikat berdasar keputusan
presidendan BUMN. Contoh kawasan berikat di Indonesia adalah Cilincing (Jakarta), yang
,erupakan kawasan berikat terluas di Indonesia, dan Tanjung Emas Export Processing Zone
(TEPZ) yang berlokasi di Semarang.

PERTERMUAN KETUJUH

A. Interaksi Antara Pusat Pertumbuhan dan Daerah Sekitarnya


Interaksi antara pusat pertumbuhan secara sosial, ekonomi, budaya, dan ilmu
pengetahuan dan teknologi dapat terjadi dalam lingkup daerah yang sempit maupun luas
seperti penjelasan berikut:
(1) Interaksi pada lingkup daerah yang sempit, yaitu antara kota dan daerah disekitar
kota. Bentuk interaksi pada gambar Interaksi Sosial
(2) Interaksi pada lingkup daerah yang luas, yaitu interaksi pusat pertumbuhan dengan
wilayah sekitarnya dan negara lain. Bentuk interaksi pada gambar Interaksi Luas
Menurut Hagett, sistem keruangan pada pertumbuhan kota berlaku sebagai berikut:
(a) Perbedaan keruangan dalam beberapa kelompok masyarakat menyebabkab adanya
keinginan berinteraksi sehingga akan muncul pola perpindahan.
(b) Proses perpindahan terlihat tanpa ada rintangan dan bergerak ke seluruh atrah tanpa
melalui jalur tertentu.
(c) Proses dekomposisi, yaitu pembentukan pusat atau nodes. Kemunculan
dekomposisi dari pusat-pusat wilayah (nodal region) yang disebabkan oleh
kenggulan dari beberapa lokasi pusat yang satu akan muncul dari yang lainnya.
(d) Perkembangan proses dekomposisi yang akan mengarah pada terbentuknya
perjenjangan hierarki pusat-pusat tersebut merupakan suatu sistem organisasi dari
pusat pertumbuhan.
(e) Perlu analisis daerah pembentukan asosiasi, tempat elemen yang ada di permukaan
tersebut. Surface yang berupa areal lahan yang disita terdapat fenomena pusat
permukiman dan jaring-jaring jalan yang tersusun dalam bentuk bermacam-macam
penggunaan lahan.
(f) Perubahan yang terjadi tidak merata di seluruh permukaan bumi, hanya terjadi
pada satu atau beberapa lokasi tertentu. Lokasi tersebut disebarkan sepanjang rute
melalui pusat tertentu dan menyebar dengan sistem perjenjangan. Proses perubahan
melalui ruang dan waktu disebut difusi keruangan.
Klasifikasi kota atas dasar karakteristik pertumbuhan menurut Houston J.M. adalah
sebagai berikut:
(a) Stadium pembentukan inti kota (Nuclear Phase)
Stadium ini merupakan tahap pembentukan central business distric (CBD). Pada
masa ini baru dirintis pembangunan gedung-gedung tama sebagai penggerak
kegiatan yang ada dan baru meningkat. Pada saat ini pula daerah yang mula-mula
terbentuk oleh banyak gedung
yang berumur tua dan bentuk
klasik serta pengelompokkan
fungsi kota yang termasuk
penting.
Pada tahap ini, kenampakan kota
akan terbentuk bulat karena masih
berada pada tahap awal
pembentukan kota, kenampakan
kota yang terbentuk hanya meliputi daerah sempit.

(b) Stadium Formatif (Formative Phase)


Pada tahap ini perkembangan industri dan teknologi mulai meluas termasuk sektor
transportasi, komunikasi, dan perdagangan. Semakin maju sektor industri,
transportasi, komunikasi dan pedagangan semakin meluas dan kompleks keadaan
pabrik dan kondisi perumahan masyarakat kota. Daerah-daerah perkembangan
tersebut lokasinya berada disepanjang jalur transportasi dan komunikasi.
(c) Stadium Modern (Modern Phase)
Pada tahap ini kenampakan
kota jauh lebih kompleks dan
mulai timbul gejala
penggabungan dengan pusat-
pusat kegiatan di satelit dan
kota lainnya. Usaha
identifikasinya kenampakan
kota mengalami kesulitan,
terutama pada penentuan
batas-batas fisik
terluar dari kota yang
bersangkutan.
Kenyataan ini terjadi
karena persebaran fungsi
pelayana telah masuk ke daerah
pedesaan.
Kota-kota di Indonesia mulai
menunjukkan gejala-gejala pada
stadium modern, sehingga perlu untuk mulai merumuskan upaya pengembangan
wilayah kota dengan kota-kota disekitarnya.
B. Batas Wilayah Pertumbuhan
Untuk menentukan batas wilayah pertumbuhan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
kualitatif dan kuantitatif.
(a) Kualitatif
Suatu wilayah pertumbuhan harus memiliki ciri-ciri khusus sehingga dapat dibedakan
dengan wilayah pertumbuhan yang lainnya. Contohnya pada wilayah perkebunan
kelapa sawit dan kopi memiliki ciri khas daerah yang terhampar luas. Diwilayah inti
penduduk menanam kelapa sawit, dan makin jauh dari wilayah inti, persentase
penduduk yang menanam kelapa sawit makin berkurang. Adapun yang jauh dari
wilayah inti keadaan terbalik, di mana penduduk yang menanam kelapa sawit makin
berkurang, dan sebagian besar penduduk menanam pohon kopi. Dengan demikian,
dua wilayah tersebut terdapat wilayah yang tumpang tindih. Dalam menentukan batas
wilayah dengan cara ini kurang memuaskan dan memungkinkan munculnya masalah.
Penentuan batas pertumbuhan wilayah dengan cara ini dinamakan dengan penentuan
batas wilayah secara kualitatif.

(b) Kuantitatif
Menentukan batas wilayah pertumbuhan secara kuantitatif dapat dilakukan dengan
beberapa model yaitu:
 Model Thiesen
Untuk menentukan batas wilayah pembangunan dengan model ini, di
perlukan data yang bersifat kuantitatif. Misalnya data jumlah penduduk, curah
hujan, dan iklim. Adapun untuk menentukan batas perwilayahan digunakan
stasiun-stasiun pengamat cuaca yang tersebar di berbagai wilayah sebagai inti
(core). Di antara dua stasiun yang berdekatan dihubungkan dengan garis lurus,
kemudian dibuat garis berat. Garis berat ini merupakan batas antara stasiun yang
satu dengan stasiun yang lainnya. Jika beberapa stasiun berdekatan dibuat garis
sejenis akan terbentuk sebuah poligon yang dikenal dengan nama Poligon
Thiesen.

Poligon Thiesen
Gambar di bawah ini mengenai contoh dari penentuan batas wilayah
dengan metode Thiesen pada Tiga Stasiun (core)
 Model Reilly’s Law
Model ini didasarkan atas jarak jangkau pengaruh suatu pusat kegiatan. Antara
dua pusat pertumbuhan memiliki gaya tarik menarik. Kekuatan daya tarik
menarik setiap pusat akan berpengaruh terhadap jarak jangkau pengaruh pusat
pertumbuhan yang bersangkutan. Dengan rumus:

𝒅
𝑫𝑨−𝑩 =
𝑷𝑩
𝟏+√
𝑷𝑨

Keterangan :
𝑫𝑨−𝑩 = batas terluar pusat pertumbuhan (kegiatan) dihitung dalam mil/km
sepanjang jalan dari A menuju B
𝑷𝑨 = jumlah penduduk kota A (dalam hal ini penduduk yang jumlah kecil)
𝑷𝑩 = jumlah penduduk kota B (dalam hal ini penduduk yang jumlah besar)
𝒅 = jarak kota A dan kota B (dalam mil/km)

Contoh:
Kota A sebagai pusat pertumbuhan berpenduduk 900.000 jiwa. Kota B sebagai
pusat pertumbuhan berpenduduk 100.000 jiwa. Jarak kota A menuju kota B
adalah 120 km. Berapa batas terluar kota A terhadap kota B?
Jawab:
𝑑
𝐷𝐴−𝐵 =
𝑃
1 + √𝑃 𝐵
𝐴

120 𝑘𝑚
𝐷𝐴−𝐵 =
100.000
1 + √900.000
120 𝑘𝑚
𝐷𝐴−𝐵 =
1 + 0,333333333

120 𝑘𝑚
𝐷𝐴−𝐵 =
1,333333333

𝐷𝐴−𝐵 = 90,0000000023 dibulatkan jadi 90 km

Sumber :
Wardiyatmoko, K, 2014. Geografi untuk SMA / MA kelas XII. Jakarta : Erlangga
http://danageo99.blogspot.co.id/2012/11/konsep-wilayah-dan-pusat-
pertumbuhan.html?m=1diakses pada tanggal 22 April 2017

C. Kerja Sama Antarwilayah Untuk Memajukan Potensi Wilayah


Keterbatasan sumber daya yang dimiliki seiap daerah di Indonesia bisa saja
menghambat penyelenggaraan pemerintahan di daerah tersebut. Oleh karena itu, daerah
dituntut untuk lebih proaktif dalam melakukan inovasi untuk mengatasi keterbatasan-
keterbatasan tersebut untuk mengembangkan dan menoptimalkan semua potensi yang ada
di daerahnya. Hal ini dapat dilakukan dengan mengadakan kerja sama antardaerah
sebagaimana telah disebutkan dalam UU No 32 tahun 2004 pasal 195 ayat 1 dan pasal 196
ayat 1, yaitu “Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat bahwa daerah dapat
mengadakan kerja sama dengan daerah lain yang didasarkan pada pertimbangan efisiensi
dan efektivitas pelayanan publik, sinergi, , dan saling menguntungkan.”

(a) Tujuan kerja sama antarwilayah


Berikut ini adalah tujuan dari kerja sama antarwilayah:
 Menunjang upaya mewujudkan proses pembangunan yang berlanjutan di daerah
 Memenuhi kewajiban pemerintah daerah dalam membangunan dan
menyelenggarakan fasilitas pelayanan umum
 Menanggulangi masalah yang timbul, baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam pelaksanaan pembangunan daerah dan membawa pengaruh
terhadap kesejahteraan masyarakat
 Mengoptimalkan dan memberdayakan potensi yang dimiliki oleh masing-masing
pihak, baik potensi SDM, SDA, dan teknologi untuk dimanfaatkan bersama
secara timbal balik.
(b) Faktor Pendorong dalam Kerja Sama Antarwilayah
Adapun beberapa faktor pendorong dalam kerja sama antarwilayah atau antardaerah
adalah sebagai berikut:
 Adanya perbedaan SDA anatarwilayah
 Mobilitas fakror produksi dan pemasaran rendah
 Perdedaan kualitas SDA, teknologi, dan modal
 Adanya perbedaan hasil produksi setiap daerah
 Perbedaan jumlah dan penyebaran penduduk
 Kurang lancarnya perdagangan antardaerah
 Kegiatan konsentrasi ekonomi berbeda-beda
 Untuk mencukupi kebutuhan daerah

(c) Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kerja sama antarwilayah


Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kerja sama antarwilayah adalah sebagai
berikut:
 Perlu ada upaya dari semua pihak untuk mendorong tumbuhnya pemahaman agar
urgensi pelaksanaan kerja sama antardaerah. Hal ini dapat ditindaklanjuti dengan
sikap dan komitmen menempatkan urusan kerja sama antardaerah sebagai salah
prioritas kebijakan pemerintah dalam bentuk produk-produk hukum.
 Untuk mendukung merealisasi tersebut, pemerintah daerah dituntut
menyelenggarakan langkah-langkag untuk urusan pemerintah dalam kerangka
kerja sama antardaerah
 Sosialisasi peraturan perundangan secara terus-menerus dan berkelanjutan yang
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
 Koodinasi yang lebih optimal antarpemerintah terkait, mulai dari tingkat pusat,
provinsi, dan kabupaten/kota. Upaya koordinasi yang intensif diperlukan untuk
menyamakan persepsi, sinkronisasi program, dan kegiatan-kegiatan yang akan
dilakukan nantinya.
 Anatara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota perlu adanya upaya peningkatan
kerja sama di antara aparatur penyelenggara kerja sama karna hal ini turut
menentukan tingkat keberhasilan kerja sama.
 Mengoptimalkan pelaksanaan model-model peran pemerintah provinsi dalam
mewujudkan kerja sama antardaerah. Bahakan sagat memungkinkan untuk
melakukan inovasi dengan karakteristik dan permasalahan yang dihadapi masing-
masing daerah.
 Menuangkan model-model peran pemerintah provinsi ke dalam dokumen
kebijakan sebagai landasan legalitas dalam mengoptimalkan peran provinsi dalam
kerja sama antardaerah.
 Menumbuh kembangkan pemahaman dan kesadaran masyarakat dalam partisipasi
untuk pembangunan kerja sama antardaerah. Hal ini tidak boleh di abaikan
karena dukungan masyarakat tersebut menjadi salah satu faktor pendukung bagi
keberhasilan kerja sama antar daerah.
 Untuk mendapatkan keberhasilan dalam pembangunan, perlu dilakukan
penggabungan proses politik dengan rencana pembangunan hasil proses teknorat.
Kedua proses ini dapat berjalan selaras jika dituntun oleh suatu visi jangka
panjang.

(d) Pengembangan Wilayah Tertinggal dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang


periode 2004-2014
Hampir seluruh pulau-pulau kecil terluar dan terdepan di dalam wilayah NKRI
merupakan kategori kawasan tertinggal. Berbagai masalah yang menjadi penyebab
suatu daerah kabupaten menjadi daerah tertinggal dapat dikelompokkan sebagai
berikut:
 Aspek pengembangan ekoniomi lokal, yaitu keterbatasan pengelolaan sumber
daya dan belum terintegrasi dengan kawasan pusat pertumbuhan.
 Aspek pengembangan sumber daya manusia, yaitu rendahnya sumber daya
manusia.
 Aspek kelembagaan, yaitu rendahnya kemampuan kelembagaan aparat dan
masyarakat.
 Aspek sarana dan prasarana, terutama dalam hal transportasi darat, laut, dan
udara; telekomunikasi dan energi; dan keterisolasian daerah.

PERTEMUAN KEDELAPAN

A. PENGERTIAN TATA RUANG

 Tata ruang atau dalam bahasa Inggrisnya spatial plan adalah wujud struktur ruang
dan pola ruang disusun secara nasional, regional dan lokal. Secara nasional
disebut Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, yang dijabarkan ke dalam
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, dan Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) tersebut perlu dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
(RTRWK).

 Ruang didefinisikan sebagai wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan
ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat
manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara
kelangsungan hidupnya.

 Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.

 Struktur ruang

Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem


jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan
sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan
fungsional.

 Pola ruang

Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang
meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang
untuk fungsi budi daya.

B. PENGERTIAN PERENCANAAN TATA RUANG

Perencanaan tata ruang adalah proses penyusunan rencana tata ruang untuk
meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan kualitas manusianya dengan
pemanfaatan ruang yang secara struktur menggambarkan ikatan fungsi lokasi yang
terpadu bagi berbagai kegiatan. Perencanaan tata ruang pada dasarnya mencakup
kegiatan penyusunan dan peninjauan kembali rencana tata ruang.

Pelaksanaan atau pemanfaatan rencana tata ruang adalah Suatu proses usaha agar
rencana tata ruang yang telah ditetapkan dapat terwujud sesuai dengan rencana.
Dalam hal ini pelaksanaan atau pemanfaatan rencana tata ruang terutama dalam
bentuk Penyusunan program pembangunan kota dan Pemanfaatan ruang kota yang
sesuai dengan rencana.

C. PERENCANAAN TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN/KOTA

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota disingkat RTRWK disebut juga sebagai Urban
Planning atau Urban Land use Plan dalam bahasa Inggrisnya adalah dukumen rencana
tata ruang wilayah kota yang dikukuhkan dengan Peraturan Daerah.

Tujuan penyusunan RTRWK

Tujuan penyusunan rencana tata ruang menurut Buyung Azhari


 terselenggaranya pemanfaatan ruang yang berwawasan lingkungan berlandaskan
Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional

 terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung dan kawasan


budidaya

 tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas untuk mewujudkan kehidupan


bangsa yang cerdas, berbudi luhur, dan sejahtera

 mewujudkan keterpaduan dalam penggunaaan sumber daya alam dan sumber


daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia

 meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya buatan untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia

 mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta menanggulangi


dampak negatif terhadap lingkungan (contoh yang paling sering kita alami adalah
banjir, erosi dan sedimentasi) dan

 mewujudkan keseimbangan kepentingan kesejahteraan dan keamanan

Penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten mengacu pada

 Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan rencana tata ruang wilayah provinsi

 pedoman dan petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang

 rencana pembangunan jangka panjang daerah

Penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten harus memperhatikan:

 perkembangan permasalahan provinsi dan hasil pengkajian implikasi penataan


ruang kabupaten

 upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi kabupaten

 keselarasan aspirasi pembangunan kabupaten

 daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup

 rencana pembangunan jangka panjang daerah

 rencana tata ruang wilayah kabupaten yang berbatasan

 rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten.

Rencana tata ruang wilayah kabupaten memuat:

 tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah kabupaten


 rencana struktur ruang wilayah kabupaten yang meliputi sistem perkotaan di
wilayahnya yang terkait dengan kawasan perdesaan dan sistem jaringan prasarana
wilayah kabupaten

 rencana pola ruang wilayah kabupaten yang meliputi kawasan lindung kabupaten
dan kawasan budi daya kabupaten

 penetapan kawasan strategis kabupaten

 arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi indikasi program utama
jangka menengah lima tahunan

 ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi


ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan
disinsentif, serta arahan sanksi.

Rencana tata ruang wilayah kabupaten menjadi pedoman untuk:

 penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah

 penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah

 pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah kabupaten

 mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antarsektor

 penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi

 dan penataan ruang kawasan strategis kabupaten.

Rencana tata ruang wilayah kabupaten menjadi dasar untuk penerbitan perizinan lokasi
pembangunan dan administrasi pertanahan. Jangka waktu rencana tata ruang wilayah
kabupaten adalah 20 (dua puluh) tahun.

Tata ruang perkotaan lebih kompleks dari tata ruang perdesaan, sehingga perlu lebih
diperhatikan dan direncanakan dengan baik. Kawasan/zona di wilayah perkotaan dibagi
dalam beberapa zona sebagai berikut:

 Perumahan dan permukiman

 Perdagangan dan jasa Industri

 Pendidikan

 Perkantoran dan jasa

 Terminal

 Wisata dan taman rekreasi

 Pertanian dan perkebunan


 Tempat pemakaman umum

 Tempat pembuangan sampah

Dampak dari rencana tata ruang di wilayah perkotaan yang tidak diikuti adalah
kesemrawutan kawasan mengakibatkan berkembangnya kawasan kumuh yang
berdampak kepada gangguan terhadap sistem transportasi, sulitnya mengatasi dampak
lingkungan yang berimplifikasi kepada kesehatan, sulitnya mengatasi kebakaran bila
terjadi kebakaran

D. PERENCANAAN TATA RUANG WILAYAH NASIONAL

Di Indonesia, Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional adalah arahan kebijakan dan
strategi pemanfaatan ruang wilayah negara yang dijadikan acuan untuk perencanaan
jangka panjang.
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional merupakan:

 pedoman untuk penyusunan rencana pembangunan jangka panjang nasional

 penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional

 pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah nasional

 mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan


antarwilayah provinsi, serta keserasian antarsektor;

 penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi;

 penataan ruang kawasan strategis nasional;

 penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota.

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional memuat:

 Tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah nasional;

 Rencana struktur ruang wilayah nasional yang meliputi sistem perkotaan nasional
yang terkait dengan kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya dan sistem
jaringan prasarana utama;

 Rencana pola ruang wilayah nasional yang meliputi kawasan lindung nasional
dan kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis nasional;

 Renetapan kawasan strategis nasional;

 Arahan pemanfaatan ruang yang berisi indikasi program utama jangka menengah
lima tahunan; dan

 Arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional yang berisi indikasi


arahan peraturan zonasi sistem nasional, arahan perizinan, arahan insentif dan
disinsentif, serta arahan sanksi.
E. PERENCANAAN TATA RUANG WILAYAH PROVINSI

Penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi mengacu pada:

 Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional

 pedoman bidang penataan ruang

 dan rencana pembangunan jangka panjang daerah.

Penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi harus memperhatikan:

 perkembangan permasalahan nasional dan hasil pengkajian implikasi penataan ruang


provinsi

 upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi provinsi

 keselarasan aspirasi pembangunan provinsi dan pembangunan kabupaten/kota

 daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup

 rencana pembangunan jangka panjang daerah

 rencana tata ruang wilayah provinsi yang berbatasan

 rencana tata ruang kawasan strategis provinsi dan rencana tata ruang wilayah
kabupaten/kota.

Rencana tata ruang wilayah provinsi memuat:

 tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah provinsi

 rencana struktur ruang wilayah provinsi yang meliputi sistem perkotaan dalam
wilayahnya yang berkaitan dengan kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya
dan sistem jaringan prasarana wilayah provinsi

 rencana pola ruang wilayah provinsi yang meliputi kawasan lindung dan kawasan
budi daya yang memiliki nilai strategis provinsi

 penetapan kawasan strategis provinsi

 arahan pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang berisi indikasi program utama
jangka menengah lima tahunan; dan arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
provinsi yang berisi indikasi arahan peraturan zonasi sistem provinsi, arahan
perizinan, arahan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.

Rencana tata ruang wilayah provinsi menjadi pedoman untuk:

 penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah

 penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah


 pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang dalam wilayah provinsi

 mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan


antarwilayah kabupaten/kota, serta keserasian antarsektor

 penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi

 penataan ruang kawasan strategis provinsi dan penataan ruang wilayah


kabupaten/kota.

Anda mungkin juga menyukai