Anda di halaman 1dari 63

Bab 1

Wilayah dan Tata Ruang


A. Konsep Wilayah, Perwilayahan, dan Tata Ruang
Wilayah adalah kesatuan objek dan kesatuan manusia yang mempunyai
karakteristik sama. Setiap wilayah memiliki ciri khas tersendiri. Wilayah
dapat dibedakan dengan ruang. Ruang adalah tepat yang memiliki batas
geografi yang terdiri dari sebagian permukaan bumi, lapisan tanah
dibawahnya, dan lapisan udara diatasnya.
1. Konsep Wilayah
Wilayah (region) merupakan suatu unit dari geografi yang memiliki
batas-batas tertentu. Dalam geografi, wilayah permukaan bumi sangat
luas sehingga diperlukan pembagian berdasarkan parameter tertentu.
Region bisa dibagi berdasarkan homogenitas tertentu. Tujuan
dibentuknya wilayah adalah untuk memberikan sifat dan kekhasan pada
masing masing wilayah.
a. Pembagian Wilayah
Berikut Pengertian konsep wilayah dari beberapa ahli.
1) Taylor Berpendapat bahwa wilayah adalah suatu daerah tertentu
di permukaan bumi yang dapat dibedakan dengan daerah
tetangganya atas dasar kenampakan karakteristik yang menyatu.
2) Rustiadi berpendapat bahwa wilayah adalah unit geografis
dengan batas-batas saling berinteraksi secara fungsional.
3) A.J. Heriston berpendapat bahwa wilayah merupakan suatu
komplek tanah, air, udara, tumbuhan, hewan serta juga manusia
dengan hubungan khusus ialah sebagai kebersamaan yang
kelangsungannya itu mempunyai karakter khusus dari permukaan
bumi.
Dapat disimpulkan bahwa wilayah mempunyai batas-batas
tertentu yang dapat digunakan untuk mengenali karakteristiknya
sehingga dapat dibedakan engan wilayah tetangganya.
b. Unsur-Unsur Wilayah
Komponen-komponen wilayah mencangkup komponen biofisik
alam, sumberdaya buatan (infrastruktur), manusia, serta bentuk-
bentuk kelembagaan. Adapu Unsur-unsur wilaah sebagai berikut.
1) Daerah geografis yang mempunyai ciri-ciri dan luas tertentu.
2) Dapat dibedakan dengan daerah lainnya.
3) Mempunyai batas dan system tertentu.
4) Dapat ditentukan berdasarkan aspek administratif atau fungsional
Menurut Hillhorts, ada empat faktor yang menentukan struktur
ruang wilayah, yaitu.
1) Distribusi sumberdaya yang dieksploitasi (menyangkut sumber
daya tambang)/
2) Ekologi yang menguntungkan.
3) Banyaknya sumber daya yang berpengaruh pada system nasional.
4) Tingkat sentralisasi pemerintahan.
c. Jenis-Jenis Wiilayah
Suatu wilayah merupakan kesatuan ekosistem yang terdiri atas
komponen biotik (manusia, hewan, dan tumbuhan) dan abiotik (air,
udara, dan tanah). Wilayah dapat dibedakan menjadi dua macam,
yaitu.
1) Wilayah fungsional (nodal region)
Wilayah fungsional merupakan wilayah yang dicirikan oleh adanya
kegiatan yang saling berhubungan antara beberapa pusat
kegiatan secara fungsional.
2) Wilayah formal (formal region)
Wilayah formal merupakan wilayah yang dicirikan berdasarkan
keseragaman atau homogenitas tertentu, ditinjau dari criteria fisik
atau social budaya.
Berdasarkan cirri-ciri umum, wilayah dapat dibedakan sebagai
berikut.
1) Wilayah homogen
Merupakan wilayah yang memiliki satu parameter dengan sifat
atau ciri yang hamper sama.
2) Wilayah nodal
Merupakan wilayah yang secara fungsional memiliki sifat saling
ketergantungan antara daerah pusat dan daerah di sekitarnya.
Contoh wilayah nodal adalah kota.
3) Wilayah administrasi
Merupakan wilayah yang mendasarkan pada kepentingan
administrasi pemerinthan dengan batas yang telah ditentukan.
Contoh wilayah administrasi adalah kabupaten, kecamatan,
desa.
4) Wilayah perencanaan
keputusan ekonomi. Wilayah perencanaan memiliki ciri-ciri
sebagai berikut.
a) Masyarakat yang berada di wilayah perencanaan
mempunyai kesadaran terhadap permasalahan yang
dihadapi di daerahnya.
b) Memiliki kemampuan untuk mengubah industry yang
dilaksanakan sesuai tenaga kerja yang tersedia.
c) Menggunakan salah satu model perencanaan
d) Memiliki setidaknya satu usat pertumbuhan.
Selain itu Bintaro dan Surastopo juga membagi wilyah
berdasarkan unsure-unsur wilayah menjadi 5 sebagai
berikut.
1) Wilayah Seragam (uniform region), yaitu wilayah yang dibagi
berdasarkan keseragaman atau kesamaan dalam criteria
tertentu. Contoh: wilayah pertanian dan pertumbuhan.
2) Wilayah nodal (nodal region), yaitu wilayah yang banyak hal
diatur oleh beberapa pusat kegiatan yang saling dihubungkan
dengan garis lingkar. Contoh: Kota DKI Jakarta memiliki
beberapa pusat kegiatan yang dihubungkan oleh jalur
transpotasi
3) Wilayah generic (generic region), yaitu klasifkasi wilayah yang
didasarkan atas jenisnya dan bukan fungsinya. Contoh: wilayah
iklim dan wilayah fisiografis.
4) Wilayah khusus (specific region), yaitu klasifikasi wilayah
menurut kekhususannya merupakn daerah tunggal dan
mempunyai ciri-ciri geografis tertentu. Contoh: ciri kusus Asia
Tenggara dalam hal lokasi, penduduk, adat istiadat, bahasa.
5) Wilayah statistic (statistic region), yaitu wilayah yang dalam
klasifikasinya menggunakan metode statistic sebagai factor
analisis. Contoh: klasifikasi wilyah berdasarkan pendapatan
penduduk.
2. Konsep Perwilayahan
Perwilayahan merupakan suatu proses penggologan wilayah
berdasarkan criteria tertentu. Perwilayahan disebut juga regionalisasi.
a. Tujuan Perwilayahan
Tujuan perwilayahan di muk bumi sebagai berikut.
1) Memisahkan sesuatu yang berguna dari yang kurang berguna.
2) Menggunakan keanekaragaman permukaan bumi.
3) Menyederhanakan informasi dari suatu gejala atau fenomena di
permukaan yang sangat beragam.
4) Memantau perubahan-perubahan yang terjadi, baik gejala alam
atau manusia.
b. Manfaat Perwilayahan
Manfaat dari perwilayahan secara umum sebagai berikut.
1) Informasi dari suatu gejala atau fenomena di permukaan bumi
yang sangat beragam dapat disederhanakan.
2) Terpisahkannya fenomena yang tidak berguna dari yang kita
butuhkan atau akan kita gunakan.
3) Mengurutkan keanekaragaman permukaan bumi
4) Pemantauan dinamika yang terjadi, baik gejala alam maupun
manusia dapat dilakukan dengan lebih mudah..
c. Ciri-Ciri Perwilayahan
Dalam geografi dikenali dengan tiga criteria perwilayahan dengan
ciri-ciri sebagai berikut.
1) Perwilayahan berciri tunggal (Single topic region)
2) Perwilayahan berciri majemuk (multi topic region)
3) Perwilayahan berciri keseluruhan (total region)
d. Metode Perwilayahan
Metoe perwilayahan berdasarkan fenomena geografis dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu.
1) Generalisasi wilayah (region generalization)
Generalisasi wilayah adalah suatu proses atau usaha untuk
membagi permukaan atau bagian dari permukaan bumi tertentu
menjadi beberapa bagian dengan cara mengubah atau
menghilangkan faktor-faktor tertentu yang dianggap kurang
penting atau kurang relevan untuk menonjolkan unsure-unsur
tertentu.
Dalam membuat perwilayahan perlu dilakukan delimitasi.
Delimitasi adalah cara penentuan batas terlur suatu wilayah untuk
tujuan tertentu. Delimitasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu.
a. Delimitasi kualitatif adalah cara penentuan batas terluar suatu
wilayah berdasarkan ketampakan-ketampakan yang dominan
pada suatu tempat. Contoh: Pembagian wilayah Indonesia ke
dalam sepuluh wilayah pembangunan.
b. Delimitasi kuantitatif adalah cara penentun batas wilayah
berdasarkan ukuran-ukuran yang bersifat kuantitatif (angka).
Contoh: Pembagian wilayah klimatologis.
2) Klasikasi wilayah (region clasificasion)
Klasifikasi wilayah adalah usaha untuk mengadakan
pengglolongan wilayah secara sistematis ke dalam bagian-bagian
tertentuberdasarkan kriteria tertentu. Dalam klasifikasi wilayah
tidak mengubah atau menghilangkan data. Tujuan klasifikasi
bukan untuk menonjoklan karakteristik tertentu, melainkan
mencari perbeddaan dari tiap bagian wilayah.
e. Tata Cara Pembuatan Region
Perwilayahan selalu berdasarkan criteria dan kepentingan tertentu.
Misalnya, pembagian wilayah berdasarkan iklim, maka permukaan
bumi dapat dibedakan atas unsur cuaca, seperti suhu, curah hujan,
peguapan, kelembapan, dan angin.
Berikut langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam pembuatan
region.
1) Pembuatan wilayah nodal
Didalam pembuatan wilayah nodal, core area atau daera inti
harus sangat diperhatikan. Ciri region nodal adalah adanya
gerakan yang mengarah ke titik pusat. Sementara daerah
belakang penopang atau daerah yang sering terkena pengaruh
disebut sebagai hinterland.
2) Pembutan wilayah uniform
Langkah-langkah pembuatan wilayah uniform adalah sebagai
berikut.
a) Mengelompokkan tempat-tempat berdasarkan jenis objek
atau peristiwa yang di inginkan. Misalnya, jika bertujuan
membagi satu wilayah ke dalam region-region bentang alam
(landform), harus mengelompokkan wilayah itu menjadi tipe
permukaan lahan, seperti dataran rendah (plains), perbukitan
(hill), dan pegunuhan (mountains).
b) Mengelompokkan jenis atau tipe-tipe yang sama dari objek-
objek dan menarik garis batas yang memisahkan setiap zona
tersebut dengan cara:
(1) Region sedapat mungkin harus homogeny, yaitu memiliki
tingkat kesamaan yang kuat diantara tempat-tempat yang
ada di dalam setiap region;
(2) Setiap bagian dari region itu harus merupakan satu
kesinabungan maka tidak ada bagian yang tidak termasuk
ke dalam salah satu region;
(3) Semua tempat harus ditentukan menjadi beberapa region
dan tidak ada satu tempat yang dikelompokkan ked lam
lebih dari satu region.
3. Konsep Tata Ruang
Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola pemanfaatan ruang,
baik direncanakan maupun tidak. Struktur ruang adalah susunan pusat-
pusat permukiman system jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi
sebagai pendukung kegiatan sosisal ekonomimasyarakat yang secara
hierarkis memiliki hubungan fungsional. Sementara itu, yang dimaksud
penataan ruang adalah suatu system proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemaanfaatan ruang.
a. Fungsi dan Manfaat Tata Ruang Kota
Fungsi dari tata ruang kota sebagai berikut.
1) Acuan dalam penyusunan Rencana Penyusunan Jangka Panjang
Daerah (RPJPD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD).
2) Acuan dalam pemanfaatan ruang / pengembangan wilayah
provinsi.
3) Acuan untuk mewujudkan keseimbangan pembangunan dalam
wilayah provinsi.
4) Acuan lokasi investasi dalam wilayah provinsi yang dilakukan
pemerintah, masyarakat, dan swasta.
5) Pedoman untuk penysunan rencana tata ruang kawasan strategis
provinsi.
6) Dasar pengendalian pemanfaatan ruang dalam penataan
/pengembangan wilayah provinsi yang meliputi indikasi arahan,
peraturan zonasi, arahan perizinan, arahan insentif dan
disensentif serta arahan sanksi.
7) Acuan dalam administrasi pertanahan.
Adapun manfaat dari tata ruang kota sebagai berikut.
1) Mewujudkan keterpaduan pembangunan dalam wilayah provinsi
2) Mewujudkan keserasian pembangunan wilayah provinsi dengan
wilayah sekitarnya.
3) Menjamin terwujdnya tata ruang wilayah provinsi yang
berkualitas.
b. Tujuan Penyelenggaraan Penataan Ruang
Berdasarkan Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang pentaan
ruang , penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang
meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan
penataan ruang.
Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan
ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan
berkelanjutan, berlandaskan wawasan Nusantara dan Ketahanan
Nasional dengan:
1) Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan
lingkungan buatan.
2) Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam
dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya
manusia.
3) Terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak
negatif terhada lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
c. Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan Dalam Penataan Ruang
Hal-hal yag harus diperhatikan dalam penataan ruang sebagai
berikut.
1) Kondisi fisik wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
rentan terhadap bencana.
2) Potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber
daya buatan; kondisi ekonomi, social, budaya, politik, hukum,
pertahanan keamanan, lingkungan hidup, serta ilmu pengetahuan
serta teknologi sebagai satu kesatuan.
3) Geostrategi, geopolitik, dan geoekonomi.
B. Pembangunan dan Pertumbuhan Wilayah
Setiap Wilayah mempunyai potensi untuk dapat tumbuh dan
berkembang. Potensi sumber daya alam di masing masing wilayah akan
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan wilayah tersebut.
1. Pembangunan
Pembangunan merupakan upaya secara sadar dari manusia untuk
memanfaatkan lingkungan dalam usaha memenuhi kebutuhan
hidupnya. Dengan adanya pembangunan perkehidupan, dan
kesejahteraan manusia dapat meningkat. Tujuan pembangunan dapat
dicapai dengan memperhatikan berbagai permasalahan sebagai berikut.
a. Pengendalian pertumbuhan dan kualitas sumber daya manusia.
b. Pemeliharaan daya dukung lingkungan.
c. Pengendalian ekosistem dan jenis spesies sebagai sumber daya bagi
pembangunan.
d. Pengembangan industry, dan
e. Mengantisipasi krisis energy sebagai penopang utama industrialisasi.
2. Pertumbuhan Wilayah
Hakikat pembangunan nasional termasuk pembangunan nasional
termasuk pengembangan wilayah adalah memacu pertumbuhan
wilayah, dan menyebarkannya secara merata sehingga dapat tercapai
kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan sosial.
a. Pengertian Pusat Pertumbuhan
Pusat pertumbuhan adalah suatu wilayah yang berkembang
secara pesat khususnya kegiatan ekonomi sehingga menjadi pusat
pembangunan daerah. Pusat pertumbuhan akan mendorong
perkembangan wilayah sekitarnya.
Batas wilayah pertumbuhan dapat ditentukan melalui beberapa
cara atau metode sebagai berikut.
1) Gaya tarik-menarik (gravitasi) yang dikemukakan oleh W.J.
Reilly, mengemukakan bahwa kekuatan (gravitasi) interaksi
antara dua wilayah atau lebih dapat diukur dengan
memperhatikan penduduk masing-masing wilayah serta
jarak dua wilayah tersebut.
2) Terminal jasa distribusi yang dikemukakan oleh
PurnomosidiHadjisarosa, pertumbuhan dan wilayah
pengaruh suatu kota ditentukan oleh terminal jasa
distribusi (jasa perdagangan).
b. Faktor-Faktor Penentu Pertumbuhan Wilayah
Pusat pertumbuhan yang muncul di suatu wilayah dipengaruhi
oleh karakteristik wilayahnya. Perkembangan pusat pertumbuhan
di suatu wilayah ditentukan oleh faktor-faktor sebagai berikut.
1) Sumber daya alam
Daerah yang mempunyai kekayaan sumber daya alam berpotensi
menjadi pusat pertumbuhan. Sebagai contoh, penambangan
bahan tambang yang bernilai ekonomi Tinggi di suatu wilayah
merangsang kegiatan ekonomi, memberikan kesempatan kerja,
dan meningkatkan pendapatan daerah serta berpengaruh
terhadap munculnya kegiatan ekonomi penunjang.
2) Sumber daya manusia
Pusat pertumbuhan akan berkembang dan pembangunan
berjalan lancar apabila tersedia sumber daya manusia yang andal.
Oleh sebab itu, dalam pengelolaan sumber daya alam diperlukan
sumber daya manusia yang terampil, ahli, dan andal.
3) Kondisi fisiografi/lokasi
Lokasi yang strategis memudahkan transportasi dan angkutan
barang sehingga pusat pertumbuhan berkembang cepat. Sebagai
contoh, daerah dataran rendah yang berelief rata memungkinkan
pusat pertumbuhan berkembang lebih cepat dibanding daerah
pedalaman yang berelief kasar atau berpegunungan.
4) Fasilitas penunjang
Beberapa fasilitas penunjang, antara lain jalan, jaringan listrik,
jaringan telepon, pelabuhan laut dan udara, fasilitas air bersih,
penyediaan bahan bakar, serta prasarana kebersihan akan
mendukung berkembangnya pusat pertumbuhan.
Pengembangan kawasan-kawasan yang menjadi pusat
pertumbuhan tingkatan atau skalanya berbeda-beda. Ada yang
berskala nasional, regional, atau daerah. Pusat pertumbuhan
berskala nasional, misalnya pusat-pusat pertumbuhan di
Indonesia seperti Kota Makassar dikembangkan sebagai pusat
pertumbuhan di kawasan Indonesia Timur. Medan sebagai pusat
pertumbuhan di kawasan Indonesia Barat. Pusat-pusat
pertumbuhan regional atau daerah, seperti “JABODETABEK”
(Jakarta-Bogor-Depok- Tangerang-Bekasi).
c. Teori Pusat Pertumbuhan
Beberapa teori tentang pusat pertumbuhan yang dikembangkan
oleh para ahli sebagai berikut.
1) Teori potensi daerah setempat
Teori pusat pertumbuhan lainnya adalah “Potensial Model”.
Konsepnya adalah bahwa setiap daerah memiliki potensi
untuk dikembangkan, baik alam maupun manusia. Sumber
daya seperti luas lahan yang terdapat di suatu daerah
merupakan potensi untuk dikembangkan, misalnya untuk
pertanian, perikanan, pertambangan, rekreasi atau wisata,
dan usaha-usaha lainnya.
2) Teori polarisasi ekonomi
Teori ini dikemukakan oleh Gunar Myrdal. Menurut Myrdal,
setiap daerah mempunyai pusat pertumbuhan yang
menjadi daya tarik bagi tenaga buruh dari pinggiran. Pusat
pertumbuhan tersebut juga mempunyai daya tarik
terhadap tenaga terampil, modal, dan barang-barang
dagangan yang menunjang pertumbuhan suatu lokasi.
Demikian terus-menerus akan terjadi pertumbuhan yang
makin lama makin pesat atau akan terjadi polarisasi
pertumbuhan ekonomi (polarizationofeconomicgrowth).
3) Teori tempat yang sentral (centralplacetheory)
Teori tempat sentral dikemukakan oleh WalterChristaller
(1933). Teori ini didasarkan pada lokasi dan pola
persebaran permukiman dalam ruang. Dalam suatu ruang
kadang ditemukan persebaran pola permukiman desa dan
kota yang berbeda ukuran luasnya.
Konsep dasar dari teori tempat sentral sebagai berikut.
a) Populationthreshold, yaitu jumlah minimal penduduk
yang diperlukan untuk melancarkan dan kesinambungan
dari unit pelayanan.
b) Range (jangkauan), yaitu jarak maksimum yang perlu
ditempuh penduduk untuk mendapatkan barang atau
jasa yang dibutuhkannya dari tempat pusat. Hal-hal yang
perlu diperhatikan sebagai berikut.
(1) Range selalu lebih besar dibanding daerah tempat
populationthreshold.
(2) Inner limit (batas dalam) adalah batas wilayah yang
didiami populationthreshold.
(3) Outer limit (batas luar) adalah batas wilayah yang
mendapatkan pelayanan terbaik sehingga di luar
batas itu penduduk akan mencari atau pergi ke pusat
lain.
Teori WalterChristaller dapat diterapkan secara baik di
suatu wilayah dengan syarat-Syarat sebagai berikut.
a) Topografi dari wilayah tersebut relatif seragam sehingga
tidak ada bagian yang mendapat pengaruh lereng atau
pengaruh alam lainnya dalam hubungannya dengan
jalur angkutan.
b) Kehidupan atau tingkat ekonomi penduduk relatif
homogen dan tidak memungkin- kan adanya produksi
primer yang menghasilkan padi-padian, kayu, atau batu
bara. Menurut teori Christaller, tempat yang sentral
merupakan suatu titik simpul dari suatu bentuk
heksagon/segi enam. Daerah segi enam ini
menggambarkan suatu wilayah yang penduduknya
mampu terlayani oleh tempat yang sentral tersebut.
Berdasarkan jenis pusat pelayanannya, hierarki tempat
yang sentral dapat dibedakan sebagai berikut.
a) Tempat sentral berhierarki 3 (K = 3) adalah pusat
pelayanan berupa pasar yang senantiasa me-
nyediakan barang-barang bagi daerah sekitar- nya
atau disebut kasus pasar optimal.
b) Tempat sentral berhierarki 4 (K = 4) dinamakan
situasi lalu lintas yang optimum, artinya di daerah
tersebut dan daerah-daerah sekitarnya yang
terpengaruh tempat yang sentral itu senantiasa
memberikan kemungkinan rute lalu lintas yang
paling efisien. Situasi lalu lintas optimum memiliki
pengaruh setengah bagian dari wilayah-wilayah
tetangga di sekitarnya.
c) Tempat sentral berhierarki 7 (K = 7) dinamakan
situasi administratif yang optimum. Selain
memengaruhi wilayahnya itu sendiri, tempat sentral
ini juga memengaruhi seluruh bagian wilayah
tetangganya.
4) Teori kutub pertumbuhan (growth poles theory)
Teori ini dikemukakan oleh FrancoisPerroux, seorang ahli
ekonomi dari Prancis, pada tahun 1955. Perroux
menyatakan bahwa pada kenyataannya pembangunan di
mana pun adanya bukanlah suatu proses yang terjadi
secara serentak, tetapi muncul di tempat-tempat tertentu
dengan kecepatan dan intensitas yang berbeda- beda.
Tempat atau kawasan yang menjadi pusat pembangunan ini
dinamakan kutub pertumbuhan. Selanjutnya, proses
pembangunan akan menyebar ke wilayah sekitarnya.
d. Dampak Pusat Pertumbuhan Pertumbuhan
Pertumbuhan wilayah memberikan dampak positif dan negatif.
Kemajuan suatu kota akan menyebar dan mendorong perkembangan
wilayah sekitarnya (spreadeffect).
Berikut dampak positif dan negatif dari pusat pertumbuhan.
1) Dampak positif efek penetasan ke bawah (trickledowneffect)
Dampak positif dari pusat pertumbuhan, yaitu terciptanya
peluang kerja, meningkat- nya pendapatan, majunya teknologi,
lengkapnya fasilitas pelayanan, dan terciptanya kesempatan kerja.
2) Dampak negatif efek perputaran ke atas (backswasheffect)
Dampak negatif dari pusat pertumbuhan, yaitu berkurangnya
lahan pertanian, berkurangnya tenaga kerja usia produktif,
masuknya pengaruh budaya negatif kota ke desa, dan
meningkatnya jumlah pengangguran.
3. Pusat Pertumbuhan di Indonesia
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah
membagi wilayah Indonesia menjadi empat pusat
pertumbuhan dengan kota utamanya, yaitu Medan, Jakarta,
Surabaya, dan Makassar. Setiap pusat pertumbuhan atau
regional membawahi beberapa wilayah. Dalam Repelita II
wilayah Indonesia dibagi menjadi empat pusat wilayah
pembangunanutama. Pusat wilayah pembangunan utama
tersebut dapat Anda perhatikan pada tabel berikut.

Pusat Provinsi /Daerah


N Regiona Pertumbuha Wilaya
o l n h
(Kota
Utama)
1. A Medan I Aceh dan Sumatra Utara
berpusat di Medan
II Sumatra barat, Riau, dan
Kepulauan Riau berpusat di
Pekanbaru

2. B Jakarta III Jambi, Sumatra Selatan,


Bengkulu dan Bangka
Belitung berpusat di
Palembang.
IV Lampung,Banten, Jawa
Barat, Jakarta, Jawa Tengah
dan Yogyakarta berpusat di
Jakarta.
V Kalimantan Barat berpusat
di Pontianak.
3. C Surabaya VI Jawa Timur berpusat di
Surabaya.
VII Kalimantan Tengah,
Kalimantan Timur, serta
Kalimantan Selatan
berpusat di Balikpapan dan
Samarinda.
4. D Makassar VIII NTB, NTT, Sulawesi Selatan
dan Sulawesi Tenggara
berpusat di Makassar.
IX Sulawesi Tengah, Sulawesi
Utara, dan Gorontalo
berpusat di Manado.
X Maluku, Maluku Utara, dan
Irian Jaya (Papua) berpusat
di Sorong.
Selanjutnya dalam Repelita IV pusat pembangunan utama berkembang menjadi
lima yaitu pembangunan utama D dipecah menjadi dua dengan wilayah
pembangunan utama E dengan pusat di Ambon. Tujuan penetapan perwilayahan
pembangunan utama ini sebaga alat strategis dalam meningkatkan pembangunan
nasional maupun pembangunan regional provinsi dan regional kabupaten/kota.

Wilayah pembangunan yang ada di provinsi atau daerah selanjutnya


dikembangkan lagi menjadi wilayah pembangunan yang lebih kecil. Contohnya,
Jawa Barat dibagi menjadi beberapa wilayah pembangunan sebagai berikut.

a. Wilayah pembangunan JABOTABEK (termasuk sebagian kecil wilayah


Kabupaten Sukabumi). Pada wilayah ini dikembangkan berbagai aktivitas
industri yang tidak tertampung di Jakarta.
b. Wilayah pembangunan Bandung Raya, Wilayah ini dikembangkan pusat
aktivitas pemerintah daerah, pendidikan tinggi, perdagangan daerah
industri kecil, untuk konservasi tanah, dan rehabilitasi lahan kritis
dipusatkan di wilayah Kabupaten Garut, Cianjur, Bandung.
c. Wilayah pembangunan Priyangan Timur. Wilayah ini meliputi daerah di
Kabupaten Tasikmalaya dan Ciamis.
d. Wilayah pembangunan Karawang. Wilayah ini dikembangkan sebagai
produksi pangan dan palawija. Meliputi pula daerah-daerah dataran rendah
pantai utara (pantura) seperti Purwakarta, Subang, dan Karawang.
Pusatnya di Karawang.
e. Wilayah pembangunan Cirebon dan sekitarnya. Wilayah ini dikembangkan
sebagai pusat industri pengelola bahan agraris, industri petrokimia, pupuk,
dan semen. Untuk keperluan tersebut, Pelabuhan Cirebon ditingkatkan
fungsinya untuk menampung kelebihan arus keluar masuknya barang dari
Pelabuhan Tanjung Priok.
f. Wilayah pembangunan Banten. Wilayah ini berpusat di Serang dan Cilegon.
Wilayahnya terdiri atas empat zona, yaitu bagian utara diutamakan untuk
perluasan dan intensifikasi areal persawahan teknis, bagian selatan untuk
wilayah Teluk Lada untuk intensifikasi usaha pertanian dan daerah sekitar.
Cilegon dikembangkan sebagai pusat industri berat (besi baja).
C. Perencanaan Tata Ruang Wilayah Nasional, Provinsi, dan
Kabupaten/Kota
Tata ruang wilayah merupakan wujud susunan dari suatu tempat
kedudukan yang berdimensi luas dan isi dengan memperhatikan struktur
dan pola dari tempat tersebut berdasarkan sumber daya alam dan buatan
yang tersedia serta aspek administratif dan aspek fungsional untuk
mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan demi kepentingan generasi
sekarang dan yang akan datang (Kodoatie dan Sjarief, 2010). Untuk
mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan, maka diperlukan upaya
penataan ruang. Penataan ruang menyangkut seluruh aspek kehidupan
sehingga masyarakat perlu mendapat akses dalam proses perencanaan
tersebut.
1. Perencanaan Wilayah
Perencanaan adalah mengetahui dan menganalisis kondisi saat ini,
meramalkan perkembangan berbagai faktor noncontrollable yang relevan,
memperkirakan faktor-faktor pembatas, menetapkan tujuan dan sasaran
yang diperkirakan dapat dicapai, menetapkan langkah-langkah untuk
mencapai tujuan tersebut serta menetapkan lokasi dari berbagai kegiatan
yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan atau sasaran tersebut.
a. Tujuan dan Manfaat Perencanaan Wilayah
Tujuan perencanaan wilayah adalah menghasilkan rencana yang
menetapkan lokasi dari berbagai kegiatan yang direncanakan, baik oleh
pihak pemerintah maupun pihak swasta. Lokasi yang dipilih memberikan
efisiensi dan keserasian lingkungan yang paling maksimal, setelah
memperhatikan benturan kepentingan dari berbagai pihak. Sifat
perencanaan wilayah sekaligus menunjukkan manfaatnya dapat
dikemukakan sebagai berikut.
1. Perencanaan wilayah haruslah mampu menggambarkan proyeksi dari
berbagai kegiatan ekonomi dan penggunaan lahan di wilayah
tersebut pada masa yang akan dating.
2. Sebagai bahan acuan bagi pemerintah untuk mengendalikan atau
mengawasi arah pertumbuhan kegiatan ekonomi dan arah
penggunaan lahan.”
3. Sebagai landasan bagi rencana-rencana lainnya yang lebih sempit,
tetapi lebih detail, misalnya perencanaan sektoral dan prasarana.
4. Lokasi itu sendiri dapat dipergunakan untuk berbagai kegiatan.
5. Dapat membantu atau memandu para pelaku ekonomi untuk
memilih kegiatan yang perlu dikembangkan pada masa yang akan
datang dan lokasi kegiatan itu masih diizinkan.

b. Langkah-Langkah Perencanaan Wilayah


Perencanaan wilayah di Indonesia setidaknya memerlukan unsur-
unsur dengan urutan atau langkah-langkah sebagai berikut.
1) Gambaran kondisi saat ini dan identifikasi persoalan, baik jangka
pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang.
2) Tetapkan visi, misi, dan tujuan umum. Visi, misi, dan tujuan umum
haruslah merupakan kesepakatan bersama sejak awal.
3) Identifikasi pembatas dan kendala yang sudah ada saat ini maupun
yang diperkirakan akan muncul pada masa yang akan datang.
4) Proyeksikan berbagai variabel yang terkait, baik yang bersifat
controllable (dapat dikendalikan) maupun noncontrollable (di luar
jangkauan pengendalian pihak perencana).
5) Tetapkan sasaran yang diperkirakan dapat dicapai dalam kurun
waktu tertentu, yaitu berupa tujuan yang dapat diukur.
6) Mencari dan mengevaluasi berbagai alternatif untuk mencapai
sasaran tersebut. Dalam mencari alternatif perlu diperhatikan
keterbatasan dana dan faktor produksi yang tersedia.
7) Memilih alternatif yang terbaik, termasuk menentukan berbagai
kegiatan pendukung yang akan dilaksanakan.
8) Menetapkan lokasi dari berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan.

c. Bidang-Bidang dalam Perencanaan Wilayah


Ilmu perencanaan wilayah dapat dibagi menjadi berbagai subbidang
sebagai berikut.
1) Subbidang perencanaan ekonomi sosial wilayah
Subbidang ini dibagi menjadi tiga, yaitu ekonomi sosial wilayah;
ekonomi sosial perkotaan; dan ekonomi sosial pedesaan.
2) Subbidang perencanaan tata ruang atau tata guna lahan
Subbidang ini dibagi menjadi lima, yaitu tata ruang tingkat nasional;
tata ruang tingkat provinsi; tata ruang tingkat kabupaten atau kota;
tata ruang tingkat kecamatan atau desa; dan detaileddesign
penggunaan lahan untuk wilayah yang lebih sempit, termasuk
perencanaan teknis, terutama di wilayah perkotaan (misalnya untuk
pengaturan IMB).

3) Subbidang perencanaan khusus


Subbidang ini dibagi menjadi tiga, yaitu perencanaan lingkungan;
perencanaan permukiman atau perumahan; dan perencanaan
transportasi.
4) Subbidang perencanaan proyek (siteplanning)
Subbidang ini dibagi menjadi enam, yaitu perencanaan lokasi proyek
pasar; perencanaan lokasi proyek pendidikan; perencanaan lokasi
proyek rumah sakit; perencanaan lokasi proyek real estate;
perencanaan lokasi proyek pertanian; dan perencanaan lain-lain.
d. Jenis-Jenis Perencanaan Wilayah
Di Indonesia dikenal jenis perencanaan top-downandbottom-
upplanning, vertikal and horizontal planning, serta perencanaan yang
melibatkan masyarakat secara langsung dan tidak melibatkan
masyarakat sama sekali.
1) Vertical versus horizontal planning
Verticalplanning adalah perencanaan yang lebih mengutamakan
koordinasi antar- berbagai jenjang pada sektor yang sama. Model ini
mengutamakan keberhasilan sektoral, yaitu menekankan pentingnya
koordinasi antarberbagai jenjang pada institusi yang sama (sektor
yang sama). Tidak diutamakan keterkaitan antarsektor atau apa yang
direncanakan oleh sektor lainnya, melainkan lebih melihat kepada
kepentingan sektor itu sendiri dan bagaimana hal itu dapat
dilaksanakan oleh berbagai jenjang pada instansi yang sama di
berbagai daerah secara baik dan terkoordinasi untuk mencapai
sasaran sektoral.
Horizontal planning menekankan keterkaitan antarberbagai sektor
sehingga berbagal sektor itu dapat berkembang secara bersinergi.
Horizontal planning melihat pentingnya koordinasi antarberbagai
instansi pada level yang sama, ketika masing-masing instansi
menangani kegiatan atau sektor yang berbeda. Horizontal planning
menekankan keterpaduan program antarberbagai sektor pada level
yang sama.
2) Perencanaan yang melibatkan masyarakat secara langsung dan tidak
sama sekali Perencanaan yang melibatkan masyarakat luas hanya
mungkin untuk wilayah yang lebih luas, biasanya dilakukan dengan
cara mengundang tokoh-tokoh masyarakat ataupun pemimpin
organisasi kemasyarakatan. Seringkali tokoh masyarakat atau
organisasi kemasyarakatan hanya dilibatkan pada diskusi awal untuk
memberikan masukan dan pada diskusi rancangan akhir untuk
melihat bahwa aspirasi mereka sudah tertampung. Perencanaan
yang menyangkut kepentingan masyarakat banyak biasanya harus
mendapat persetujuan DPRD sebagai perwakilan dari kepentingan
masyarakat.
Perencanaan yang tidak melibatkan masyarakat adalah apabila
masyarakat tidak dilibatkan sama sekali dan hanya dimintakan
persetujuan dari DPRD untuk persetujuan akhir. Perencanaan yang
tidak melibatkan masyarakat, misalnya apabila perencanaan itu
bersifat teknis pelaksanaan, bersifat internal, menyangkut bidang
yang sempit, dan tidak secara langsung bersangkut paut dengan
kepentingan orang banyak. Persetujuan DPRD umumnya tidak
dimintakan untuk perencanaan seperti itu.
3) Top-down versus bottom-upplanning
Perencanaan model top-down adalah apabila kewenangan utama
dalam perencanaan itu berada pada institusi yang lebih tinggi di
mana institusi perencana pada level yang lebih rendah harus
menerima rencana atau arahan dari institusi yang lebih tinggi.
Rencana dari institusi yang lebih tinggi tersebut harus dijadikan
bagian dari institusi yang lebih rendah. Sebaliknya, bottom-
upplanning adalah apabila kewenangan utama dalam perencanaan
itu berada pada institusi yang lebih rendah, di mana institusi
perencanaan pada level yang lebih tinggi harus menerima usulan-
usulan yang diajukan oleh institusi perencanaan pada tingkat yang
lebih rendah.

2. Perencanaan Tata Ruang Wilayah Nasional


Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang selanjutnya disebut RTRWN
adalah arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah negara.
Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional ditetapkan melalui
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Pedoman
Penyusunan RTRWN. Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
adalah 20 (dua puluh) tahun.
a. Muatan dan Fungsi Rencana Tata Ruang
Rencana tata ruang wilayah nasional memuat:
1) Tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah nasional;
2) Rencana struktur ruang wilayah nasional yang meliputi sistem
perkotaan nasional yang terkait dengan kawasan pedesaan dalam
wilayah pelayanannya dan sistem jaringan prasarana utama.
3) rencana pola ruang wilayah nasional yang meliputi kawasan lindung
nasional dan kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis
nasional;
4) Penetapan kawasan strategis nasional;
5) Arahan pemanfaatan ruang yang berisi indikasi program utama
jangka menengah lima tahunan;
6) Arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional yang
berisi indikasi arahan peraturan zonasi sistem nasional, arahan
perizinan, arahan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.
Rencana tata ruang wilayah nasional menjadi pedoman untuk:
1) Penyusunan rencana pembangunan jangka panjang nasional;
2) Penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional;
3) Pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di
wilayah nasional;
4) mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan
perkembangan antar wilayah provinsi, serta keserasian antarsektor,
5) Penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi;
6) penataan ruang kawasan strategis nasional;
7) Penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota.

b. Tujuan Perencanaan Tata Ruang Wilayah Nasional


Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) bertujuan untuk
mewujudkan:
1) ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan
berkelanjutan;
2) keterpaduan RTRWN, RTRW Provinsi, dan RTRW
Kabupaten/Kota;
3) pemanfaatan ruang darat, laut, dan udara termasuk ruang di
dalam bumi;
4) Pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional, provinsi,
dan kabupaten/kota;
5) pemanfaatan sumber daya alam bagi peningkatan
kesejahteraan masyarakat,
6) Keseimbangan dan keserasian perkembangan antarwilayah
dan antarsektor;
7) pertahanan dan keamanan negara yang dinamis serta integrasi
nasional.

c. Hal-Hal yang Harus Diperhatikan dalam Perencanaan


Tata Ruang Wilayah Nasional
Penyusunan rencana tata ruang wilayah nasional harus
memperhatikan sebagai berikut.
1) Wawasan Nusantara dan ketahanan nasional.
2) Perkembangan permasalahan regional dan global, serta hasil
pengkajian implikasi penataan ruang nasional.
3) Upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan serta
stabilitas ekonomi.
4) Keselarasan aspirasi pembangunan nasional dan
pembangunan daerah.
5) Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.
6) Rencana pembangunan jangka panjang nasional.
7) Rencana tata ruang kawasan strategis nasional.\
8) Rencana tata ruang wilayah provinsi dan rencana tata ruang
wilayah kabupaten/kota.
3. Perencanaan Tata Ruang Wilayah Provinsi
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi yang selanjutnya disingkat RTRWP
adalah rencana tata ruang yang bersifat umum dari wilayah provinsi yang
merupakan penjabaran dari RTRWN yang berisi tujuan, kebijakan, strategi
penataan ruang wilayah provinsi; rencana struktur ruang wilayah provinsi;
rencana pola ruang wilayah provinsi; penetapan kawasan strategis provinsi;
arahan pemanfaatan ruang wilayah provinsi; dan arahan pengendalian
pemanfaatan ruang wilayah provinsi.
Tujuan penataan ruang wilayah provinsi merupakan arahan perwujudan
ruang wilayah provinsi yang diinginkan pada masa yang akan datang.
Tujuan penataan ruang wilayah provinsi berfungsi:
a. Sebagai dasar untuk memformulasi kebijakan dan strategi penataan
ruang wilayah provinsi
b. memberikan arah bagi penyusunan indikasi program utama dalam
RTRW provinsi.
c. Sebagai dasar dalam penetapan arahan pengendalian pemanfaatan
ruang wilayah provinsi.
4. Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota
Rencana umum tata ruang kabupaten/kota adalah penjabaran RTRW
provinsi ke dalam kebijakan dan strategi pengembangan wilayah
kabupaten/kota sesuai fungsi dan peranannya di dalam rencana
pengembangan wilayah provinsi secara keseluruhan, strateg
pengembangan wilayah ini selanjutnya dituangkan ke dalam rencana
struktur dan rencana pola ruang operasional.
Pedoman penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten bertujuan
untuk mewujudkan rencana tata ruang wilayah kabupaten yang sesuai
dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang.
D. Permasalahan dalam Penerapan Tata Ruang Wilayah
Disadari atau tidak bahwa ketersediaan ruang itu sendiri tidak terbatas.
Bila pemanfaatan ruang tidak diatur dengan baik, kemungkinan besar
terjadi inefisiensi dalam pemanfaatan ruang dan penurunan kualitas ruang
serta dapat mendorong ke arah adanya ketidakseimbangan pembangunan
antarwilayah serta kelestarian lingkungan hidup. Oleh karena itu,
diperlukan penataan ruang untuk mengatur pemanfaatannya berdasarkan
besaran kegiatan, jenis kegiatan fungsi lokasi, kualitas ruang, dan estetika
lingkungan.
Penyebab permasalahan tata ruang kota di Indonesia disebabkan oleh
tiga hal penting sebagai berikut.
1. Indonesia tidak punya perencanaan terintegrasi sehingga berbagai
macam persoalan muncul berkaitan dengan pembangunan kota.
2. Konsistensi dalam melaksanakan aturan yang lemah, Misalnya, seluruh
pemerintah, baik pusat maupun daerah terlihat konsistensinya kalau
berhadapan dengan pemodal lemah tetapi sebaliknya jika berhadapan
dengan pemodal besar atau pejabat tinggi pemerintal yang lemah,
seperti kasus yang terjadi sekarang, tiba-tiba kawasan hijau dijadikan
mal atau perumahan real estate dan apartemen.
3. Pemerintah kurang memiliki kemampuan mengantisipasi persoalan-
persoalan pada masa yang akan datang. Adapun bentuk permasalahan
dalam tata ruang wilayah sebagai berikut.
1. Permasalahan teknis.
2. Permasalahan manajerial (pengelolaan).
3. Permasalahan finansial (keuangan).
4. Permasalahan ekonomi.
5. Tidak adanya konsistensi yang jelas dalam kebijaksanaan.
6. Permasalahan keamanan.
7. Sikap sosial masyarakat, apakah dapat menerima kehadiran proyek
atau tidak.
8. Jumlah penduduk yang besar dan kemiskinan.
9. Kesenjangan antarwilayah.
10.Permasalahan dampak lingkungan.
11.Bencana alam.
12.Krisis pangan.
13.Kesesuaian lahan.
14.Sistem transportasi dan penyedia prasarana.
15.Urbanisasi.
16.Sistem pembiayaan pembangunan di daerah.
17.Strategi pengembangan ekonomi wilayah.
E. Upaya Penanggulangan Permasalahan Tata Ruang Kota di
Indonesia
Pemerintah memberikan bantuan teknis penataan ruang sebagai salah
satu program andalan dan sebagai wujud nyata dari penyelenggaraan salah
satu tugas pokok dan fungsi Ditjen Penataan Ruang. Hal tersebut
diwujudkan dengan diturunkannya beberapa staf andalan Ditjen Penataan
Ruang ke daerah-daerah dalam menjawab kebutuhan daerah mengenai
perlu adanya program pendampingan dan advisory oleh aparat pusat ke
daerah dalam upaya mereka me-review, merevisi, atau bahkan menyusun
baru produk-produk rencana tata ruangnya.
1. Penasihat dilakukan oleh Ditjen Penataan Ruang dengan mengirimkan
tenaga ahli yang dibutuhkan dalam proses penataan ruang sesuai
kebutuhan daerah untuk memberikan arahan-arahan dan alternatif-
alternatif solusi teknis secara profesional berkaitan dengan ragam
permasalahan penataan ruang yang dihadapi oleh masing-masing
daerah.
2. Pendampingan dilakukan bila pemerintah daerah memiliki keterbatasan
dalam hal pen- danaan dan sumber daya manusia sehingga
membutuhkan bantuan tenaga ahli teknis penataan ruang dari
pemerintah pusat (Ditjen Penataan Ruang) untuk membantu dan turut
menyusunkan rencana tata ruang maupun dalam proses pemanfaatan
ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
3. Kerja sama pendanaan dilakukan bila pemerintah daerah memiliki
keterbatasan dalam hal pendanaan, namun telah memiliki sumber daya
manusia yang cukup di bidang penataan ruang sehingga bantuan teknis
yang dibutuhkan dari pemerintah pusat hanyalah bantuan bagi kerja
sama pendanaan.
4. Penyusunan oleh pemerintah pusat adalah penyiapan dana dan tenaga
ahli oleh pemerintah pusat dan dalam pelaksanaannya dilaksanakan
dengan keterlibatan intensif dari pemerintah daerah, serta peran aktif
dari berbagai stakeholders terkait lainnya.
Dengan adanya upaya-upaya tersebut diharapkan dinamika
pembangunan yang terjadi, baik yang didorong oleh kondisi di dalam
wilayah Indonesia (fisik, sosial, dan ekonomi) maupun akibat pengaruh
eksternal (globalisasi, demokratisasi, goodgovernance, dan lain-lain)
telah memunculkan berbagai tantangan baru bagi penataan ruang di
Indonesia. Kondisi ini harus disikapi dengan perlunya perubahan cara
pandang dan cara tindak karena tanpa itu penye- lesaian yang dilakukan
hanya akan bersifat sementara dan tidak menyentuh akar permasalahan
yang sesungguhnya. Menyadari hal tersebut, Direktorat Jenderal
Penataan Ruang telah menetapkan kerangka pengembangan strategis
(strategicdevelopmentframework) sebagai upaya terpadu untuk
mengantisipasi/menjawab tantangan yang terjadi.
Untuk dapat mewujudkan kerangka pembangunan strategis tersebut
perlu dipersiapkan langkah-langkah perbaikan terhadap proses
penyelenggaraan penataan ruang. Berikut langkah-langkah yang
dimaksud.
1. Mendorong proses penyusunan RTRW yang tidak hanya bersifat top-
down, akan tetapi juga diimbangi dengan proses bottom-up sehingga
tercipta sinergi antarkepentingan pusat dan daerah, maupun antara
kepentingan pemerintah dan seluruh pelaku pembangunan.
2. Melaksanakan proses penyusunan rencana tata ruang yang bersifat
dinamis dan fokus kepada hal-hal yang strategis (strategicplanning)
serta mempertimbangkan keragaman budaya lokal.
3. Mengembangkan konsep audit penataan ruang sebagai instrumen
monitoring dan evaluasi atau pengendalian pelaksanaan rencana tata
ruang dalam skala wilayah maupun kota.
4. Melanjutkan penyiapan NSPM penyusunan Rencana Tata Ruang
(RTR) dan pemanfaatan ruang dan melakukan diseminasi, sosialisasi,
dan advokasi penyelenggaraan penataan ruang kepada seluruh
pelaku pembangunan (pemerintah, legislatif, dan kelompok-
kelompok masyarakat).
5. Meningkatkan penegakan hukum dengan memasukkan aspek sanksi
di dalam perubahan UU No. 24/1992 tentang Penataan Ruang.
6. Meningkatkan kapasitas perencana, baik dari sisi kualitas maupun
kuantitas dan sistem informasi penataan ruang sebagai alat
monitoring dan evaluasi penyelenggaraan penataan ruang bersama
lembaga- lembaga pendidikan, asosiasi profesi, dan LSM.

Bab 2
Interaksi Desa dan Kota

A. Struktur Keruangan dan Perkembangan Desa


Di Indonesia, istilah desa itu sendiri berbeda-beda di berbagai wilayah.
Sebagian besa istilah tersebut umumnya sesuai dengan bahasa daerah yang
digunakan oleh pendudu setempat. Pada masyarakat Sunda, istilah desa
diidentikkan dengan gabungan beberapa kampung atau dusun. Dalam
bahasa Padang atau masyarakat Minangkabau (Sumatra Bara dikenal istilah
nagari, sedangkan masyarakat Aceh menyebutnya dengan kata gampong. D
Provinsi Sumatra Utara, masyarakat Batak menyebut desa dengan istilah
Uta atau Huta Adapun di kawasan Sulawesi, seperti di Minahasa,
masyarakat menyebutnya dengan istilah wanus atau wanua.
1. Pengertian Desa
Pengertian desa dalam sudut pandang geografi dikemukakan oleh
R. Bintarto dan Paul H. Landis sebagai berikut.
a. R.Bintarto
Desa adalah suatu hasil perpaduan antara kegiatan
sekelompok manusia dan lingkungannya. Hasil perpaduan
tersebut merupakan suatu perwujudan atau ketampakan
geografis yang ditimbulkan oleh faktor-faktor alamiah
maupun sosial, seperti fisiografis, sosial ekonomi, politik, dan
budaya yang saling berinteraksi antarunsur tersebut dan juga
dalam hubungannya dengan daerah-daerah lain.
Selanjutnya, Bintarto mengemukakan bahwa minimal ada
tiga unsur utama desa sebagai berikut.
1) Daerah, dalam arti suatu kawasan perdesaan tentunya
memiliki wilayah sendiri dengan berbagai aspeknya,
seperti lokasi, luas wilayah, bentuk lahan, keadaan tanah,
kondisi tata air, dan aspek-aspek lainnya.
2) Penduduk dengan berbagai karakteristik demografis
masyarakatnya, seperti jumlah penduduk, tingkat ke
lahiran, kematian, persebaran dan kepadatan, rasio jenis
kelamin, komposisi penduduk, serta kualitas
penduduknya.
3) Tata kehidupan, berkaitan erat dengan adat istiadat,
norma, dan karakteristik budaya lainnya.
b. Paul H. Landis
Desa adalah suatu wilayah yang penduduknya kurang dari
2.500 jiwa, dengan ciri-cin antara lain memiliki pergaulan
hidup yang saling nengenal satu sama lain (kekeluargaan) ada
pertalian perasaan yang sama tentang kesukaan terhadap
kebiasaan, serta cara berusaha bersifat agraris dan sangat
dipengaruhi oleh faktor-faktor alam, seperti iklim, keadaan
alam, dan kekayaan alam.
2. Karakteristik Wilayah Perdesaan
Secara khusus, beberapa karakteristik sosial masyarakat desa
menurut Soerjono Soekanto (1982) sebagai berikut.
a. Warga masyarakat perdesaan memiliki hubungan
kekerabatan yang kuat karena umumnya berasal dari satu
keturunan. Oleh karena itu, biasanya dalam satu wilayah
perdesaan, antara sesama warga masyarakatnya masih
memiliki hubungan keluarga atau saudara.
b. Corak kehidupannya bersifat gemeinschaft, yaitu diikat oleh
sistem kekeluargaan yang kuat. Selain itu, penduduk desa
merupakan masyarakat yang bersifat facetofacegroup artinya
antarsesama warga saling mengenal.
c. Sebagian besar penduduk bekerja pada sektor agraris
(pertanian, perkebunan, peternakan, maupun perikanan).
d. Cara bertani masih relatif sederhana atau tradisional
sehingga sebagian besar hasilnya masih diperuntukkan bagi
kebutuhan hidup sehari-hari (subsistence farming).
e. Sifat gotong royong masih cukup tampak dalam kehidupan
sehari-hari penduduk desa.
f. Golongan tetua kampung atau ketua adat masih memegang
peranan penting dan memiliki kharisma besar di masyarakat
sehingga dalam musyawarah atau proses pengambilan
keputusan, orang-orang tersebut sering kali dimintai saran
atau petuah.
g. Pada umumnya sebagian masyarakat masih memegang
norma-norma agama yang cukup kuat.
3. Potensi Desa
Menurut Bintarto, potensi antara satu desa dan desa yang lainnya
tidak sama karena keadaan geografis dan penduduknya berbeda, luas
tanah, macam tanah dan tingkat kesuburan tanah, yang tidak sama.
Sumber air dan tata air yang berlainan menyebabkan cara
penyesuaian atau corak kehidupannya berbeda. Keadaan penduduk
dan dasar kehidupan masyarakat desa yang berbeda mengakibatkan
adanya berbagai karakteristik tingkat kemajuan desa, yaitu desa yang
kurang berkembang, sedang berkembang, dan berkembang atau
desa maju.
Bintarto berpendapat potensi desa dapat diartikan sebagai
berbagai sumber daya alam (fisik) dan sumber daya manusia
(nonfisik) yang tersimpan dan terdapat di suatu desa.
a. Potensi Fisik
Potensi fisik desa terdiri atas sebagai berikut.
1) Tanah, dalam artian sumber tambang dan mineral, sumber
tanaman yang merupakan sumber mata pencaharian, bahan
makanan, dan tempat tinggal.
2) Air, dalam artian sumber air, kondisi dan tata airnya untuk irigasi,
pertanian dan kebutuhan hidup sehari-hari.
3) Iklim, peranannya sangat penting bagi desa yang bersifat agraris.
4) Ternak, sebagai sumber tenaga, bahan makanan, dan
pendapatan.
5) Manusia, sebagai sumber tenaga kerja potensial
(potentialmanpower) baik pengolah tanah dan produsen dalam
bidang pertanian, maupun tenaga kerja industri di kota.
b. Potensi Nonfisik
Potensi nonfisik desa terdiri atas sebagai berikut.
1) Masyarakat desa, yang hidup berdasarkan gotong royong dan
dapat merupakan suatu kekuatan berproduksi dan kekuatan
membangun atas dasar kerja sama dan saling pengertian.
2) Lembaga-lembaga sosial, pendidikan, dan organisasi-organisasi
sosial yang dapatMemberikan bantuan sosial dan bimbingan
terhadap masyarakat.
3) Aparatur atau pamong desa, untuk menjaga ketertiban dan
keamanan demi kelancaran jalannya pemerintahan desa.
4. Klasifikasi Desa
Pada umumnya, setiap desa memiliki karakteristik yang berbeda-
beda. Ada desa yang maju dan ada juga desa yang tertinggal. Berikut
ini merupakan klasifikasi desa berdasarkan kegiatan atau mata
pencarian, jumlah penduduk, perkembangan masyarakat, dan
potensi desa.
a. Berdasarkan Tingkat Perkembangan Desa
Adanya perbedaan kondisi potensi desa membuat
perkembangan desa juga berbeda-beda antara satu desa dan desa
lainnya. Berdasarkan kemampuan desa untuk mengembangkan
potensinya, desa dibedakan menjadi desa swadaya, desa
swakarya, dan desa swasembada.
1) Desa swadaya
Desa swadaya (desa terbelakang) adalah suatu wilayah
desa yang masyarakatnya sebagian besar memenuhi
kebutuhannya dengan cara mengadakan sendiri. Desa
ini umumnya terpencil dan masyarakatnya jarang
berhubungan dengan masyarakat luar sehingga proses
kemajuannya sangat lamban karena kurang berinteraksi
dengan wilayah lain atau bahkan tidak sama sekali.
2) Desa swakarya
Desa swakarya (desa sedang berkembang), keadaannya
sudah lebih maju dibandingkan desa swadaya.
Masyarakat di desa ini sudah mampu menjual kelebihan
hasil produksi ke daerah lain, selain untuk memenuhi
kebutuhan sendiri. Interaksi sudah mulai tampak
walaupun intensitasnya belum terlalu sering.

3) Desa swasembada
Desa swasembada (desa maju) adalah desa yang sudah
mampu mengembangkan semua potensi yang dimiliki
secara optimal. Hal ini ditandai dengan kemampuan
masyarakatnya untuk mengadakan interaksi dengan
masyarakat luar, melakukan tukar-menukar barang
dengan wilayah lain (fungsi perdagangan), dan
kemampuan untuk saling memengaruhi dengan
penduduk di wilayah lain. Dari hasil interaksi tersebut,
masyarakat dapat menyerap teknologi baru untuk
memanfaatkan sumber dayanya sehingga proses
pembangunan berjalan dengan baik.
b. Berdasarkan Kegiatan atau Mata Pencarian
Berdasarkan kegiatan atau mata pencariannya, desa
dikelompokkan menjadi tiga macam sebagai berikut.
1) Desa agraris merupakan desa yang kehidupannya
didasarkan pada kegiatan pertanian. Pada kegiatan
2) Desa industri merupakan desa yang kehidupannya
didasarkan industri.
3) Desa nelayan merupakan desa yang kehidupannya
didasarkan pada kegiatan perikanan.
c. Berdasarkan Jumlah Penduduk
Berdasarkan jumlah penduduknya, desa dikelompokkan
menjadi tiga macam sebagai berikut.
1) Desa kecil, yaitu desa yang berpenduduk 250-1.000 jiwa.
2) Desa sedang, yaitu desa yang berpenduduk 1.000-1.750
jiwa.
3) Desa besar, yaitu desa yang berpenduduk 1.750-2.000
jiwa.
5. Pola Permukiman Wilayah Desa
Bentuk permukiman antara desa satu dan desa lain mempunyai
perbedaan. Perbedaan tersebut terjadi karena faktor geografi yang
berbeda. Bentuk perkampungan desa antara satu desa dan lainnya
berbeda. Hal ini sangat bergantung pada kondisi fisik geografi
setempat.
Di daerah dataran memperlihatkan bentuk perkampungan yang
berbeda dibandingkan dengan bentuk perkampungan di daerah
perbukitan atau pegunungan.
Bentuk perkampungan atau permukiman di pedesaan pada
prinsipnya mengikuti pola persebaran desa yang dapat dibedakan
atas perkampungan linier, memusat, terpencar, dan mengelilingi
fasilitas tertentu.
a. Bentuk Perkampungan Memusat
Perkampungan memusat merupakan bentuk perkampungan
yang mengelompok (agglomeratedruralsettlement). Pola seperti
ini banyak ditemui di daerah pegunungan biasanya dihuni oleh
penduduk yang berasal dari satu keturunan sehingga merupakan
satu keluarga atau kerabat. Jumlah rumah umumnya kurang dari
40 rumah yang disebut dusun (hamlet) atau lebih dari 40 rumah,
bahkan ratusan yang dinamakan kampung (village).
b. Bentuk Perkampungan Linier
Perkampungan linier merupakan bentuk perkampungan yang
memanjang mengikuti jalur jalan raya, alur sungai, dan garis
pantai. Biasanya pola perkampungan seperti ini banyak ditemui di
daerah dataran, terutama di dataran rendah. Pola ini digunakan
masyarakat dengan maksud untuk mendekati prasarana
transportasi (jalan dan sungai) atau untuk mendekati lokasi
tempat bekerja, seperti nelayan di sepanjang pinggiran pantai.
c. Bentuk Perkampungan Mengelilingi Fasilitas Tertentu
Bentuk perkampungan seperti ini umumnya kita temui di
daerah dataran rendah yang di dalamnya banyak terdapat fasilitas
umum yang dimanfaatkan penduduk setempat untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Fasilitas tersebut, misalnya mata air,
danau, waduk, dan fasilitas lain.
d. Bentuk Perkampungan Terpencar
Perkampungan terpencar merupakan bentuk perkampungan yang
terpencar menyendiri (disseminatedruralsettlement). Biasanya
perkampungan seperti ini hanya merupakan farmstead, yaitu
sebuah rumah petani yang terpencil, tetapi lengkap dengan
gudang alat mesin, penggilingan gandum, lumbung, kandang
ternak, dan rumah petani. Perkampungan terpencar di Indonesia
jarang ditemui. Pola seperti ini umumnya terdapat di Eropa Barat,
Amerika Serikat, Kanada, dan Australia.
B. Struktur Keruangan dan Perkembangan Kota
Pada hakikatnya kota lahir dan berkembang dari wilayah pedesaan.
Hampir sebagian besar wilayah kota arealnya berasal dari budaya manusia
itu sendiri. Berbekal akal dan pikiran yang dimiliki, membuat manusia
berpikir untuk mewujudkan suatu wilayah melalui hasil karyanya sendiri.
Hal inilah yang telah melahirkan berbagai fasilitas penting yang ada di
perkotaan.
1. Pengertian Kota
Secara umum, kota adalah tempat bermukimnya warga kota,
tempat bekerja, tempat kegiatan dalam bidang ekonomi,
pemerintah, dan lain-lain. Kota berasal dari kata urban yang
mengandung pengertian kekotaan dan perkotaan. Kekotaan
menyangkut sifat- sifat yang melekat pada kota dalam artian fisikal,
sosial, ekonomi, dan budaya. Perkotaan mengacu pada areal yang
memiliki suasana penghidupan dan kehidupan modern dan menjadi
wewenang pemerintah kota (Rinaldi Mirsa, 2012: 9).
Menurut Bintarto (1984: 35), dari segi geografis kota diartikan
sebagai suatu sistem jaringan kehidupan yang ditandai dengan
kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata
ekonomi yang heterogen dan bercorak materialistis atau dapat pula
diartikan sebagai bentangan budaya yang ditimbulkan oleh unsur-
unsur alam dan nonalam dengan gejala-gejala pemusatan penduduk
yang cukup besar dengan corak kehidupan yang bersifat heterogen
dan materialistis dibandingkan dengan daerah di belakangnya.
Rinaldi Mirsa (2012: 9-10) mendefinisikan pengertian kota sebagai
salah satu entitas yang sistemik atau utuh. Itu hal pertama yang
harus dipakai. Sebagai suatu etitas yang utuh, apa pun realitas kota,
merupakan wahana hidup bagi seluruh warganya, dengan daya
dukung material kewilayahan apa pun yang ada di kota itu. Pada
konteks seperti ini, hal mendasar yang harus diperhatikan adalah
bagaimana sumber daya kota secara material dan nonmaterial
menjadi wahana hidup bagi seluruh warga.
2. Unsur dan Ciri-Ciri Kota
Kota memiliki beberapa unsur. Adapun unsur-unsur perkotaan
sebagai berikut.
a. Unsur-unsur fisik, antara lain topografi, kesuburan tanah, dan
iklim.
b. Unsur-unsur sosial, yaitu sesuatu yang dapat menimbulkan
keserasian dan ketenangan hidup warga kota.c. Unsur-unsur
ekonomi, yaitu fasilitas yang dapat memenuhi kebutuhan pokok
penduduk perkotaan.
c. Unsur-unsur budaya, yaitu seni dan budaya yang dapat
memberikan semangat dan gairah hidup penduduk perkotaan.
Adapun ciri-ciri kota menurut Bintarto sebagai berikut.
a. Ciri-Ciri Fisik
Di wilayah kota terdapat sarana perekonomian seperti pasar
atau supermarket, tempat parkir yang memadal, tempat rekreasi
dan olahraga; alun-alun; serta gedung-gedung pemerintahan.
b. Ciri-Ciri Sosial
Ciri-ciri masyarakat perkotaan antara lain hubungan sosial
bersifat gesselschaftpatembayan (hubungan jangka pendek);
kehidupan bersifat individualistik masyarakatnya beraneka
ragam; pandangan hidup masyarakatnya lebih rasional; norma-
norma keagamaan tidak begitu ketat; serta adanya lapangan
pekerjaan yang bermacam- macam.
3. Potensi Kota
Potensi kota adalah kemampuan atau kekuatan yang dimiliki dan
kemungkinan untuk dikembangkan dalam wilayah otonomi kota.
Potensi yang dimiliki suatu kota sebagai berikut.
a. Potensi ekonomi, yaitu adanya pasar-pasar, bank-bank, stasiun,
dan kompleks pertokoan yang menunjang sistem perekonomian
kota.
b. Potensi politik, yaitu adanya aparatur kota yang menjalankan
tugas-tugasnya, baik aparatur sipil maupun militer.
c. Potensi sosial, yaitu adanya badan-badan atau yayasan-yayasan
sosial dan organisasi pemuda.
d. Potensi budaya, yaitu adanya bentuk-bentuk budaya yang ada,
antara lain di bidang pendidikan (gedung sekolah, kampus),
gedung kesenian, dan kegiatan lain yang menyemarakkan kota.
4. Klasifikasi Kota
Kota diklasifikasikan berdasarkan berbagai macam faktor, yaitu
berdasarkan tingkat perkembangan fungsi dan jumlah penduduk.
a. Klasifikasi Kota Berdasarkan Tingkat Perkembangannya
Berdasarkan tingkat perkembangannya, kota diklasifikasikan
menjadi enam fase sebagai berikut.
1) Fase eopolis (eopolis stage). Dalam tahap ini dicerminkan oleh
adanya kehidupan masyarakat yang semakin maju walaupun
kondisi kehidupannya masih didasarkan pada kegiatan
pertanian, pertambangan, dan perikanan.
2) Fase polis (polis stage). Tahap ini ditandai oleh adanya pasar
yang cukup besar, sementara itu beberapa kegiatan industri
yang cukup besar mulai bermunculan di beberapa bagian kota.
3) Fase metropolis (metropolis stage). Dalam tahap ini kota sudah
mulai bertambah besar. Fungsi-fungsi perkotaannya terlihat
mendominasi kota-kota kecil lainnya yang berada di sekitar
kota dan daerah-daerah belakangnya (hinterland).
4) Fase megapolis (megapolis stage). Tahap ini ditandai oleh
adanya tingkah laku manusia yang hanya berorientasi pada
materi. Standardisasi produksi lebih diutamakan daripada
usaha-usaha kerajinan tangan.
5) Fase tiranopolis (tyrannopolis stage). Pada tahap ini ukuran
atau tolok ukur budaya adalah apa yang tampak secara fisik
(display). Masalah uang atau materi dan ketidakacuhan
mengenai segala aspek kehidupan mewarnai tingkah laku
penduduknya.
6) Fase nekropolis (nekropolis stage). Tahap ini disebut sebagai
tahap kemunduran dari suatu kota. Hal ini ditandai dengan
kemunduran pelayanan kota beserta fungsi- fungsinya, dan
menunjukkan gejala-gejala kehancuran yang disebabkan oleh
adanya peperangan, kelaparan, dan wabah penyakit yang
melanda hebat.
b. Klasifikasi Kota Berdasarkan Fungsinya
Berdasarkan fungsinya, kota diklasifikasikan menjadi sebagai
berikut.
1) Kota pusat produksi, yaitu kota yang memiliki fungsi
sebagai pusat produksi atau pemasok, baik yang berupa
bahan mentah, barang setengah jadi, maupun barang jadi.
Contoh: Surabaya, Gresik, dan Bontang.
2) Kota pusat perdagangan (centreoftradeandcommerce),
yaitu kota yang memiliki fungsi sebagai pusat
perdagangan, baik untuk domestik maupun internasional,
seperti Jakarta.
3) Kota pusat pemerintahan (politicalcapital), yaitu kota yang
memiliki fungsi sebagai pusat pemerintahan atau sebagai
ibu kota negara.
4) Kota pusat kebudayaan (culturalcentre), yaitu kota yang
memiliki fungsi sebagai pusat kebudayaan. Contoh:
Yogyakarta dan Surakarta.
c. Klasifikasi Kota Berdasarkan Jumlah Penduduknya
Berdasarkan jumlah penduduknya, kota diklasifikasikan
menjadi sebagai berikut.
1) Megapolitan, yaitu kota yang berpenduduk di atas lima
juta orang.
2) Metropolitan (kota raya), yaitu kota yang berpenduduk
antara 1-5 juta orang.
3) Kota besar, yaitu kota yang berpenduduk antara 500.000-
1 juta orang.
4) Kota sedang, yaitu kota yang jumlah penduduknya antara
100.000-500.000 orang.
5) Kota kecil, yaitu kota yang berpenduduk antara 20.000-
100.000 orang.

5. Pola Penggunaan Lahan di Kota


Struktur ruang kota berbeda dengan desa. Struktur ruang kota
keadaannya lebih kompleks dan teratur. Struktur ruang kota
mengatur pemanfaatan ruang atau lahan untuk keperluan tertentu
sehingga tidak terjadi pemanfaatan yang tumpang tindih. Pola
penggunaan lahan merupakan salah satu bentuk interaksi antara
manusia dengan lingkungan sebagai tempat hidupnya. Melalui
perencanaan sistem penggunaan lahan yang tepat sesuai dengan
kondisi lingkungannya, diharapkan kita dapat memanfaatkan ruang
muka bumi secara maksimal. Apabila kita perhatikan sistem
pemanfaatan lahan serta penataan ruang wilayah perkotaan,
ternyata pola penggunaan lahan kota memperlihatkan bentuk-
bentuk tertentu.
Secara umum struktur penggunaan lahan kota dapat dibedakan
menjadi tiga bentuk sebagai berikut.
a. Teori Konsentrik
Dikembangkan oleh E.W. Burgess, pola penggunaan lahan kota
memperlihatkan zona-zona konsentrik (melingkar). Pusat dari
zona tersebut merupakan inti kota, tempat paling ramai sebagai
pusat kegiatan ekonomi. Semakin ke tepi, zona kegiatan ekonomi
semakin sedikit. Sebaliknya, wilayah permukiman semakin
banyak. Menurut Burgess, struktur penggunaan lahan kota
dikelompokkan dalam enam zona konsentrik sebagai berikut.
1) Zona ini merupakan pusat daerah kegiatan atau
CentralBussinesDistrict (CBD), wilayah ini merupakan inti atau
pusat kota, sering juga disebut downtown. Daerah inti kota ini
ditandai dengan adanya gedung-gedung, pasar, pusat
pertokoan, dan fasilitas umum lainnya.
2) Zona transisi, wilayah ini merupakan daerah industri
manufaktur dan pabrik-pabrik.
3) Zona permukiman kelas rendah, wilayah ini merupakan tempat
tinggal kaum buruh dan masyarakat kelas bawah lainnya.
4) Zona permukiman kelas menengah, wilayah ini merupakan
tempat tinggal masyarakat yang berpenghasilan menengah.
5) Zona permukiman kelas atas, wilayah ini ditandai dengan
adanya kawasan perumahan elite dari masyarakat kelas atas.
6) Zona jalur batas desa kota (rural urban fringezone), wilayah
ini merupakan daerah pinggiran kota dan banyak dijumpai
para penglaju yang pada umumnya tinggal didaerah pinggiran.
b. Teori Sektoral
Dikembangkan oleh Homer Hoyt (1930), pola penggunaan lahan
kota cenderung berkembang berdasarkan sektor-sektor. Pusat
daerah kegiatan (CBD) terletak di pusat kota, namun pola-pola
penggunaan lahan lainnya berkembang menurut sektor-sektor
yang bentuknya menyerupai irisan kue tart. Sektor-sektor yang
memanjang menyerupai kue tersebut disebabkan faktor geografi,
yaitu bentuk lahan dan pengembangan jalan sebagai prasarana
rute, komunikasi, dan transportasi. Di daerah-daerah yang datar,
bentuk jalan umumnya lurus dan sistem penggunaan lahan kota
secara sektoral lebih banyak terlihat karena lokasi permukiman
penduduk mengikuti jalan-jalan tersebut untuk memudahkan
transportasi dan pengangkutan.
1) Pada lingkaran dalam terletak pusat kota (CBD) yang terdiri
atas: bangunan-bangunan kantor, hotel, bank, bioskop, pasar
dan pusat perbelanjaan.
2) Pada sektor tertentu terdapat kawasan industri ringan dan
perdagangan.
3) Dekat pusat kota dan dekat sektor di atas, yaitu bagian
sebelah-menyebelahnya terdapat sektor murbawisma, yaitu
tempat tinggal kaum murba atau kaum buruh.
4) Agak jauh dari pusat kota dan sektor industri serta
perdagangan, terletak sektor madyawisma.
5) Lebih jauh lagi terdapat sektor adiwisma, yaitu
kawasanTempat tinggal golongan atas.
c. Teori Inti Ganda
Dikembangkan oleh CD Harris dan E.L Ullman (1949). Pola
penggunaan lahan di kota tidaklah sederhana seperti yang
dikemukakan oleh teori konsentrik dan teori sektoral, sebab dapat
terjadi pada suatu kota di mana terdapat tempat-tempat tertentu
yang berfungsi sebagai inti-inti kota dan pusat pertumbuhan baru.
Tempat-tempat yang berfungsi sebagai inti kota, antara lain
kompleks perindustrian, pelabuhan, dan jaringan jalan kereta api,
kompleks perguruan tinggi dan kota-kota kecil di sekitar kota
besar.
1) Zona1: Daerah Pusat Kegiatan (DPK) atau Central Business
District (CBD).
2) Zona 2: Daerah grosir dan manufaktur.
3) Zona 3: Daerah permukiman kelas rendah.
4) Zona 4: Permukiman kelas menengah.
5) Zona 5: Permukiman kelas tinggi.
6) Zona 6: Daerah manufaktur berat.
7) Zona 7: Daerah di luar PDK.
8) Zona 8: Permukiman suburban.
9) Zona 9: Daerah industri suburba
c. Interaksi Desa dan Kota
Menurut Bintarto, interaksi merupakan suatu proses yang
sifatnya timbal balik dan mempunyai pengaruh terhadap perilaku
dari pihak-pihak yang bersangkutan melalui kontak langsung dari
berita yang didengar atau surat kabar. Interaksi ini dapat dilihat
sebagai suatu proses sosial, proses ekonomi, proses budaya,
ataupun proses politik dan sejenisnya yang lambat ataupun cepat
dapat menimbulkan suatu realita atau kenyataan.
Interaksi antara desa dan kota dapat terjadi karena berbagai
faktor atau unsur yang ada dalam desa, dalam kota, dan di antara
desa dan kota. Kemajuan masyarakat desa, perluasan jaringan
jalan desa kota, integrasi atau pengaruh kota terhadap desa, dan
kebutuhan timbal balik desa kota, telah memacu interaksi desa
kota secara bertahap dan efektif.
1. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Interaksi Desa-Kota
Terjadinya interaksi antara desa kota dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Edward Ulman memberikan penjelasan
tentang faktor yang memengaruhi interaksi desa-kota sebagai
berikut.
a. Regional Complementarity (Adanya Wilayah yang
Saling Melengkapi)
Suatu daerah tidak dapat mencukupi kebutuhannya
sendiri sehingga memerlukan interaksi dengan daerah lain.
Adanya permintaan dan penawaran suatu komoditas akan
mendorong terciptanya hubungan saling melengkapi
berbagai kebutuhan dari kelompok manusia maupun
daerah yang berbeda.
b. Interventing Opportunity (Adanya Kesempatan
untuk Berintervensi)
Proses perpindahan manusia dan barang memerlukan
biaya dan waktu. Jika transferabilitas mudah, maka arus
komoditas akan semakin besar.
c. Spatial Transfer Ability (Adanya Kemudahan
Pemindahan dalam Ruang)
Peristiwa-peristiwa yang tidak terduga, seperti bencana
alam, wabah penyakit, dan peristiwa lainnya dapat
mengganggu gerak migrasi, transportasi, dan komunikasi.
Hal itu menyebabkan manusia harus mengubah rencana
awalnya dan mengganti dengan rencana baru.
2. Prinsip-Prinsip Interaksi Desa-Kota
Prinsip-prinsip interaksi desa-kota sebagai berikut.
a. Adanya hubungan timbal balik antara dua daerah atau
lebih, misalnya interaksi antara desa dan kota, antara kota
dan kota, atau antara daerah industri dan daerah
pemasaran.
b. Terjadinya proses pergerakan, meliputi:
1) pergerakan manusia;
2) Pergerakan atau perpindahan gagasan dan informasi,
seperti informasi tentang teknologi, keindahan suatu
ayah, dan bencana alam;
3) pergerakan materi atau benda yang disebut
transportasi, seperti perpindahan hasil Pertanian,
produk industri, atau barang tambang.
3. Zona Interaksi Perkotaan
Zona adalah daerah yang membentuk jalur-jalur linier yang
teratur dalam ruang, biasanya mengelilingi pusat daerah
kegiatan. Zona interaksi perkotaan sebagai berikut.
a. City adalah pusat kota atau inti kota.
b. Suburban adalah daerah yang letaknya dekat dengan pusat
kota atau inti kota.
c. Suburban fringe adalah daerah yang melingkari suburban
merupakan daerah peralihan antara kota dan desa.
d. Urban fringe adalah semua daerah batas luar kota yang
mempunyai sifat-sifat mirip kota, kecuali inti kota.
e. Rural urban fringe adalah suatu jalur daerah yang terletak
antara daerah kota dan daerah desa yang ditandai dengan
penggunaan tanah campuran.
f. Rural adalah pedesaan.
4. Gejala-Gejala yang Muncul dari Adanya Interaksi
Desa-Kota
Gejala yang muncul dari adanya interaksi desa-kota sebagai
berikut.
a. Terjadi proses modernisasi pertanian di daerah pedesaan
dalam bentuk kemajuan teknologi pertanian.
b. Terjadinya gejala urbanisme atau gaya hidup kekotaan di
daerah pedesaan, seperti cara berpakaian dan bergaul. Hal
ini sebagai akibat seringnya penduduk desa berinteraksi
dengan penduduk kota.
c. Terjadinya proses urbanisasi, yaitu perpindahan penduduk
dari desa ke kota untuk mencari pekerjaan.
d. Meningkatnya jumlah pengangguran di daerah kota karena
daya tampung lapangan Pekerjaan di perkotaan sangat
terbatas.
5. Teori Interaksi Desa-Kota
Terdapat berbagai macam teori interaksi yang dikemukakan
oleh beberapa ahli sebagai berikut.
a. Model Gravitasi
Sir Isaac Newton telah menyumbangkan hukum fisika
yang berharga berupa hukum gaya tarik (hukum gravitasi)
pada tahun 1687. Dia mengemukakan bahwa tiap massa
akan memiliki gaya tarik terhadap tiap titik di sekitarnya.
Oleh karena itu, bila ada dua massa yang berhadapan satu
sama lain, kedua massa itu akan saling menarik. Gaya tarik-
menarik itu berbanding lurus dengan massa-massanya dan
berbanding terbalik dengan kuadrat jaraknya.
Perbandingan kekuatan interaksi keruangan beberapa
wilayah dengan menggunakan rumus Reilly dapat
diterapkan apabila memiliki syarat-syarat berikut.
1) Kondisi penduduk meliputi tingkat sosial ekonomi,
pendidikan, mata pencaharian mobilitas, keadaan
budaya, dan lain-lain.
2) Kondisi alam, terutama bentuk wilayah atau reliefnya
sama.
3) Keadaan prasarana dan sarana transportasi yang
menghubungkan wilayah-wilayah yang sedang
dibandingkan interaksinya relatif sama.
b. Model Titik Henti
Model ini memperkirakan lokasi garis batas yang
memisahkan wilayah-wilayah perdagangan dari dua kota
yang berbeda ukurannya. Selain itu, juga dapat digunakan
untuk memperkirakan penempatan lokasi industri atau
pelayanan-pelayanan sosial antara dua wilayah sehingga
mudah dijangkau oleh penduduk. Teori ini menyatakan
bahwa jarak titik henti atau titik pisah dari pusat
perdagangan yang lebih kecil ukurannya berbanding lurus
dengan jarak antara kedua pusat perdagangan tersebut,
dan berbanding terbalik dengan satu ditambah akar
kuadrat jumlah penduduk dari wilayah yang penduduknya
lebih besar dibagi dengan jumlah penduduk pada wilayah
yang lebih sedikit penduduknya.
c. Model Grafik
Model grafik dikemukakan oleh K.J. Kansky, yang
memperhitungkan jalur-jalur transportasi tertentu di dalam
ruang di muka bumi (spatialnetworksystems). Untuk
mengetahui kekuatan interaksi antarkota dalam suatu
wilayah dilihat dari jaringan jalan digunakan rumus indeks
konektivitas.
6. Dampak Terjadinya Interaksi Desa-Kota
Interaksi antara dua wilayah akan melahirkan gejala baru
yang meliputi aspek ekonomi, sosial, maupun budaya. Gejala
tersebut dapat memberikan dampak bersifat menguntungkan
(positif) atau merugikan (negatif) bagi kedua wilayah. Demikian
pula halnya gejala interaksi antara dua desa dan kota. Berikut
ini adalah dampak negatif dan positif dari suatu interaksi desa
dan kota.
a. Dampak Interaksi bagi Desa
Dampak positif bagi desa akibat adanya interaksi desa dan
kota sebagai berikut.
1) Pengetahuan penduduk desa menjadi meningkat karena
banyak sekolah dibangun di desa.
2) Perluasan jalur jalan desa-kota dan peningkatan jumlah
kendaraan bermotor telah menjangkau daerah
perdesaan sehingga hubungan desa-kota semakin
terbuka.
3) Produktivitas desa makin meningkat dengan hadirnya
teknologi tepat guna.
4) Pengetahuan tentang kependudukan bisa sampai ke
masyarakat desa yang umumnya memiliki banyak
anggota keluarga.
5) Adanya hubungan yang lancar antara desa dan kota
yang manfaatnya dapat dirasakan oleh penduduk desa.
Adapun dampak negatif bagi desa dengan adanya
interaksi desa dan kota sebagai berikut.
1) Lunturnya kehidupan asli di desa karena pengaruh
kehidupan masyarakat kota.
2) Pengurangan tenaga produktif bidang pertanian di desa,
karena banyak tenaga muda yang lebih tertarik bekerja
di kota.
3) Tata cara dan kebiasaan yang menjadi budaya kota
masuk ke pelosok desa dan cenderung mengubah
budaya desa.
b. Dampak Interaksi bagi Kota
Dampak positif bagi kota akibat adanya interaksi desa dan
kota sebagai berikut.
1) Tercukupinya kebutuhan bahan pangan bagi penduduk
perkotaan yang sebagian besar berasal dari daerah
pedesaan, seperti sayuran, buah-buahan, beras, dan lain
sebagainya.
2) Jumlah tenaga kerja di perkotaan melimpah karena
banyaknya penduduk dari desa yang pergi ke kota.
3) Produk-produk yang dihasilkan di daerah perkotaan
dapat dipasarkan sampai ke pelosok desa sehingga
keuntungan yang diperoleh lebih besar.
Sedangkan dampak negatif bagi kota akibat adanya
interaksi desa dan kota sebagai berikut.
1) Meningkatnya tindak kriminalitas atau kejahatan,
seperti pencurian dan perampokan yang dilakukan
oleh penduduk kota yang gagal memperbaiki tingkat
kehidupannya.
2) Bertambahnya penduduk kota yang menjadi
gelandangan karena mereka tidak mempunyai
tempat tinggal tetap dan tinggal di pinggir-pinggir
jalan, di teras pertokoan, dan di kolong jembatan.
3) Meningkatnya jumlah permukiman kumuh (slump)
berupa gubuk-gubuk liar yang terletak di bantaran
sungai atau di sepanjang rel kereta api. Permukiman
ini biasanya dihuni oleh masyarakat kota yang sangat
miskin.
Eratnya hubungan antara kota dan desa dapat
terlihat dari peran desa (sebagai hinterland) dalam
pengembangan kota, sebagai berikut.
1) Desa sebagai pusat penghasil dan penyuplai
bahan mentah dan bahan baku untuk
pembangunan di kota.
2) Desa menyediakan tenaga kerja yang berperan
dalam pembangunan kota.
3) Desa menjadi daerah pemasaran produk-produk
hasil industri di kota.
Sebaliknya, kota juga berperan besar sehingga
muncul interaksi antara desa dan kota. Adapun
peran kota sebagai berikut.
1) Kota menyediakan pusat-pusat pelatihan bagi
peningkatan keterampilan penduduk desa.
2) Kota menghasilkan barang-barang siap pakai
yang dimanfaatkan di desa.
3) Kota menjadi pusat informasi yang bermanfaat
bagi desa.
4) Kota menjadi pusat permodalan yang
dibutuhkan masyarakat.
D. Usaha Pemerataan Pembangunan di Desa dan Kota
Kegiatan pembangunan di desa tidak sama dengan di kota. Biasanya,
pembangunan sarana dan prasarana di desa menggunakan bahan baku
dari sumber daya alam di desa tersebut. Sementara pembangunan
sarana dan prasarana di kota lebih lengkap dan beragam sehingga
memiliki daya tarik bagi masyarakat yang menempati maupun
wisatawan.
Keadaan ini mengakibatkan ketimpangan pembangunan antara wilayah
desa dan wilayah kota. Untuk mengatasi ketimpangan pembangunan
yang tidak merata antara di desa dan kota ialah dengan melakukan
pemerataan pembangunan. Dengan melihat kondisi kedua wilayah,
pembangunan dapat dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan yang mendesak.
1. Usaha Pembangunan Desa
a. Hakikat Pembangunan di Wilayah Pedesaan
Dalam rumusan pembangunan nasional tersebut ditetapkan
bahwa pembangunan masyarakat desa merupakan bagian
integral dari pembangunan nasional. Secara lebih khusus
pembangunan masyarakat desa memiliki beberapa pengertian
sebagai berikut.
1) Pembangunan masyarakat desa berarti pembangunan
masyarakat tradisional menjadi manusia modern (Horton dan
Hunt, 1976, Alex Inkeles, 1765).
2) Pembangunan masyarakat desa berarti membangun swadaya
masyarakat dan rasa percaya pada diri sendiri (Mukerjee
dalam Bhattacharyya, 1972).
3) Pembangunan pedesaan tidak lain dari pembangunan usaha
tani atau membangun pertanian (Mosher, 1974, Bertrand,
1958).
Pada dasarnya, pembangunan masyarakat desa memiliki
beberapa tujuan. Adapun tujuan tersebut seperti berikut.
1) Menempatkan penduduk desa dalam kedudukan yang
sama dengan penduduk kota. Artinya, tidak ada perbedaan
status antara penduduk desa dan penduduk kota.
2) Mengusahakan peningkatan kehidupan penduduk desa
yang sejahtera atas dasar keadilan dan rasional.
3) Meningkatkan kreativitas penduduk desa dalam
menghadapi masalah dan kesulitan hidup.
Pembangunan pedesaan dilaksanakan dengan prinsip-
prinsip sebagai berikut.
1) Dinamis dan berkelanjutan.
2) Menyeluruh, terpadu, dan terkoordinasi.
3) Terdapat keseimbangan yang serasi antara kewajiban
pemerintah dan kewajiban masyarakat.
Berdasarkan prinsip-prinsip pembangunan desa
tersebut, kebijaksanaan pembangunan desa disusun
berdasarkan pokok-pokok kebijaksanaan sebagai
berikut.
1) Pengembangan tata desa yang teratur dan serasi.
2) Peningkatan kehidupan ekonomi yang kooperatif.
3) Pemanfaatan sumber daya manusia dan potensi alam
yang ada.
4) Pemenuhan kebutuhan masyarakat yang esensial.
5) Peningkatan prakarsa dan swadaya gotong royong
masyarakat.
b. Sasaran Pembangunan Pedesaan
Agar pembangunan wilayah pedesaan menjadi terarah dan
sesuai kepentingan masyarakat desa maka perencanaan
mekanisme pelaksanaan pembangunan desa dilakukan mulai dari
bawah. Proses pembangunan yang dilaksanakan merupakan
wujud keinginan dari masyarakat desa. Dalam hal ini koordinasi
antara pemerintah desa dan jajaran di atasnya (Pemerintahan
Kecamatan, Pemerintahan Kabupaten) harus terus- menerus
dilakukan dan dimantapkan. Apalagi pelaksanaan otonomi daerah
dititikberatkan pada Pemerintah Kabupaten. Sasaran
pembangunan desa dapat dijelaskan seperti berikut.
1) Sasaran PJP 11
Sasaran pokok pembangunan pedesaan dalam PJP II adalah
terciptanya kondisi ekonomi rakyat di pedesaan yang kukuh,
mampu tumbuh secara mandiri dan berkelanjutan; tercapainya
keterkaitan perekonomian di pedesaan dan perkotaan:
terwujudnya masyarakat pedesaan yang sejahtera; dan
teratasinya masalah kemiskinan di pedesaan.
2) Sasaran Repelita VI
Sasaran pembangunan pedesaan dalam PJP II di atas
diupayakan pencapaiannya secara bertahap dimulai dengan
Repelita VI. Dalam Repelita VI akan dilaksanakan percepatan
pembangunan pedesaan yang tercermin dari sasaran
meningkatnya kualitas sumber daya manusia di daerah
pedesaan dilihat dari tingkat kesejahteraan, tingkat
pendidikan, dan keterampilan masyarakat yang dapat
mendorong prakarsa dan swadaya masyarakat pedesaan;
terciptanya struktur perekonomian yang lebih kukuh,
tercermin dari peningkatan diversifikasi usaha yang
menghasilkan berbagai komoditas unggulan setempat serta
didukung oleh sarana dan prasarana perekonomian di
pedesaan yang lebih mantap, makin berkembangnya
pemahaman dan kesadaran masyarakat pedesaan akan
pembangunan yang berwawasan lingkungan serta upaya
pelestarian lingkungan, makin berfungsinya lembaga
pemerintahan desa dan lembaga kemasyarakatan desa untuk
meningkatkan efektivitas pelaksanaan pembangunan
pedesaan; makin terjaminnya kepastian hukum bagi
masyarakat pedesaan mengenal penguasaan dan pengusahaan
tanah sesuai hukum serta tradisi dan adat istiadat setempat;
serta berkurangnya jumlah penduduk miskin di pedesaan dan
jumlah desa tertinggal.
c. Program Pembangunan Desa
Program pembangunan pedesaan merupakan salah satu
prasyarat bagi upaya peningkatan pendapatan masyarakat untuk
mencapai kondisi sosial dan ekonomi yang lebih baik dan
tentunya juga diikuti dengan peningkatan pemerataan dan
pertumbuhan ekonomi untuk mencapai kesejahteraan
masyarakat di desa tersebut. Program-program yang harus
dilakukan dalam pembangunan pedesaan sebagai berikut.
1) Pengembangan kualitas sumber daya manusia
Program untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia
wilayah pedesaan diprioritaskan pada hal-hal berikut ini.
a) Program pengembangan pendidikan.
b) Program peningkatan pelayanan kesehatan.
c) Pembinaan generasi muda, seni budaya, pemuda, dan
olahraga.
d) Program perluasan lapangan kerja dan kesempatan kerja.
e) Pembinaan kehidupan beragama.
f) Peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan masyarakat.
2) Program pengembangan pendidikan dan keterampilan
masyarakat
Program pengembangan pendidikan dan keterampilan
masyarakat meliputi beberapa hal sebagai berikut.
a) Pelaksanaan program wajib belajar sembilan tahun dan
pemberantasan buta hurufmelalui pelaksanaan kelompok
belajar paket A dan B.
b) Pengembangan keterampilan masyarakat sehingga mampu
memasuki pasar kerjayang ada di desa maupun kota.
c) Penyediaan tenaga penyuluh/pembimbing lapangan, baik
dari unsur pemerintah maupun nonpemerintah dalam
bidang produksi, pengolahan dan pemasaran barang dan
jasa, seperti pertanian, kehutanan, pertambangan, industri
kecil, perdagangan, pariwisata.
d) Pengembangan program pendidikan dan keterampilan bagi
pengembangan usaha ekonomi setempat yang berorientasi
pasar.
e) Penyuluhan bagi masyarakat pedesaan dalam rangka
peningkatan keserasian lingkungan hidup di desa. Dalam
program ini perhatian khusus diberikan kepada anak usia
didik dan remaja serta pemuda putus sekolah, terutama di
desa-desa tertinggal.
3) Pengembangan ekonomi kerakyatan
Program prioritas pengembangan ekonomi kerakyatan
meliputi berikut ini.
a) Program pemberdayaan usaha kecil pedesaan dengan
kegiatan berupa penyediaan kredit tanpa bunga.
b) Pembangunan pertanian dalam arti luas dalam rangka
meningkatkan ketersediaan pangan dan meningkatkan
pendapatan petani, nelayan, dan peternak.
c) Pengembangan dan pemberdayaan koperasi serta
pengusaha mikro kecil dan menengah melalui pembinaan
pengusaha kecil, pengembangan industri kecil, serta
pembangunan sarana dan prasarana ekonomi desa.
d) Pengembangan potensi dan pemanfaatan teknologi tepat
guna dalam rangka menunjang industri kecil pedesaan.
4) Program peningkatan kesehatan masyarakat
Program peningkatan kesehatan masyarakat meliputi
beberapa hal sebagai berikut.
a) Peningkatan gizi masyarakat melalui program
penganekaragaman pangan dan penyuluhan cara hidup
sehat.
b) Peningkatan upaya kebersihan lingkungan.
c) Peningkatan aktivitas pos pelayanan terpadu (posyandu)
yang memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat
desa. Dalam program ini perhatian khusus diberikan kepada
kesehatan ibu hamil serta anak balita terutama di desa-
desa tertinggal.
5) Pembangunan infrastruktur
Program yang dilakukan untuk pembangunan infrastruktur
wilayah pedesaan sebagai berikut.
a) Membuka isolasi daerah-daerah yang terisolasi dengan
pembangunan jalan-jalan pedesaan.
b) Pembangunan prasarana perekonomian dan pertanian.
c) Pembangunan prasarana pemerintahan desa/kelurahan.
6) Program peningkatan teknologi pedesaan
Program peningkatan teknologi pedesaan meliputi beberapa
hal sebagai berikut.
a) Pengembangan dan penerapan teknologi yang dapat
memacu tumbuhnya agroindustri di pedesaan.
b) Pengembangan dan pemutakhiran pola usaha tani secara
terpadu.
c) Pengembangan dan penggunaan teknologi lingkungan,
khususnya dalam penyediaan air bersih, sanitasi, dan
lingkungan permukiman.
7) Pelestarian pembangunan desa yang berwawasan lingkungan
Pembangunan pedesaan yang baik tentunya harus yang
berwawasan lingkungan. Misalnya, dengan program sebagai
berikut.
a) Reboisasi pada kawasan hutan serta penghijauan pada
kawasan budi daya.
b) Pembangunan tambak dengan sistem silfofishery, sistem
tandon, dan empang parit.

8) Program peningkatan peran serta masyarakat


Program ini bertujuan mendukung peningkatan peran serta
masyarakat pedesaan termasuk pemuda dan wanita dalam
berbagai kegiatan pembangunan melalui kegiatan-kegiatan
penyuluhan, penerangan, dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan
pembangunan di pedesaan, serta kegiatan peningkatan
keterampilan masyarakat berpenghasilan rendah di pedesaan.
Selain itu, program ini juga dilakukan melalui kegiatan
kelembagaan di pedesaan, antara lain Lembaga Ketahanan
Masyarakat Desa (LKMD), pemberdayaan dan kesejahteraan,
karang taruna, pramuka, dan koperasi.
9) Program peningkatan sarana dan prasarana pedesaan Program
pembangunan sarana dan prasarana pedesaan meliputi
beberapa hal sebagai berikut.
a) Pengembangan sarana dan prasarana perhubungan yang
meliputi jalan dan jembatan, sarana angkutan, dermaga,
serta pengembangan listrik pedesaan serta pos, dan secara
bertahap telekomunikasi antara pedesaan dan pusat
antardesa serta antara desa dan kota terdekat.
b) Peningkatan pelayanan air bersih pedesaan.
c) Peningkatan prasarana dan sarana kesehatan dan
pendidikan pusat antardesa.
10) Pengembangan pariwisata
Berikut ini pengembangan pariwisata yang dimaksud.
a) Pemeliharaan dan peningkatan manfaat objek wisata lokal.
b) Pengembangan objek wisata baru.
c) Pelestarian dan pengembangan nilai-nilai budaya lokal.
d) Pengembangan kesenian tradisional.
e) Pengembangan industri cenderamata.
11) Program pemantapan kelembagaan pedesaan
Program pemantapan kelembagaan pedesaan meliputi
beberapa hal berikut.
a) Peningkatan kemampuan aparatur pemerintah desa dalam
mengelola pembangunan disertai perbaikan sarana dan
prasarana pemerintahan desa.
b) Pemantapan fungsi dan peran LKMD.
c) Peningkatan program PKK sebagai salah satu wadah
kegiatan wanita dalam pembangunan.
d) Pemantapan fungsi dan peran KPD, kader konservasi alam,
dan KPSA untuk membimbing dan mengorganisasi
masyarakat.
e) Peningkatan kegiatan pramuka dan karang taruna untuk
mempersiapkan para remaja serta merangsang dan
memacu pemuda untuk berperan dalam pembangunan.
f) Pemantapan sistem dan mekanisme Unit Daerah Kerja
Pembangunan (UDKP) sebagai sarana koordinasi
pembangunan desa pada tingkat kecamatan.
g) Peningkatan lembaga pelayanan sosial lainnya bagi
masyarakat pedesaan, terutama yang menyangkut
penyelesaian kepastian hukum bagi masyarakat pedesaan
mengenai penguasaan dan pengusahaan tanah.
Sementara itu, pemantapan lembaga ekonomi pedesaan
dilakukan melalui:
a) Peningkatan kapasitas dan jangkauan pelayanan
Koperasi Unit Desa (KUD) dalam pemberian kredit dan
pemasaran hasil produksi;
b) Pembinaan dan pelatihan untuk meningkatkan
kemampuan kelompok usaha masyarakat agar
berpotensi menjadi lembaga perkoperasian yang lebih
Andal;
c) Penyempurnaan mekanisme penyaluran kredit untuk
meningkatkan aksesibilitas masyarakat pedesaan
terhadap sumber pendanaan;
d) Bantuan khusus pengembangan kegiatan ekonomi
rakyat;
e) Peningkatan prosedur dan mekanisme peran serta dunia
usaha dalam pembangunan ekonomi pedesaan;
f) Pemantapan struktur penguasaan tanah atau “land
reform” dan penyertifikatan tanah pertanian sehingga
dapat dipergunakan untuk meningkatkan kepastian
usaha dan kegiatan usaha masyarakat.
d. Faktor Penghambat Pembangunan Desa dan Usaha
Mengatasinya
Pembangunan desa tidak terlepas dari permasalahan. Berikut ini
merupakan faktor- faktor yang menghambat pembangunan desa.
1) Penyebaran penduduk di Indonesia belum merata (65%
bermukim di Pulau Jawa yang luasnya ±7% dari luas seluruh
Indonesia). Hal ini mengakibatkan daerah yang padat
penduduknya kurang memiliki tanah garapan.
2) Perbedaan adat kebiasaan dan perbedaan tingkat sosial
ekonomi di setiap desa.
3) Mayoritas penduduk desa bermatapencaharian sebagai petani
dan buruh tani. Apabila laju perkembangan penduduknya
tinggi dan lapangan kerja di desa semakin sempit akan
mengakibatkan terjadinya urbanisasi.
4) Struktur desa bersifat dualistis, yaitu sebagian sudah
mengalami pengaruh kehidupan kota dan sebagian lagi masih
tradisional.
5) Tingkat kehidupan masyarakat desa masih sangat rendah.
Beberapa usaha untuk mengurangi faktor-faktor
penghambat pembangunan desa sebagai berikut.
1) Menyelenggarakan tempat permukiman baru dengan cara
transmigrasi.
2) Memperluas dan menyempumakan jaringan pemasaran
hasil produksi dari desa.
3) Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat
desa.
4) Meningkatkan usaha penerangan ke daerah pedesaan
melalui berbagai media yang langsung berkaitan dengan
kegiatan produksi pedesaan dan kesejahteraan sosial,
termasuk keluarga berencana.
5) Memperluas fasilitas kesehatan pedesaan, terutama
dengan pembangunan puskesmas, penyediaan air minum,
dan jamban keluarga.
6) Menyediakan dan memperluas lapangan kerja baru di desa.
Perluasan lapangan kerja itu dengan jalan mengembangkan
sektor industri kecil, kerajinan rakyat, dan pertanian.
7) Melaksanakan pembangunan di daerah yang tergolong
daerah minus, seperti desa pantai dan desa yang
terbelakang.
8) Meningkatkan dan menyempurnakan aparatur
pemerintahan desa, baik struktural, operasional, maupun
kualitas personal sehingga mampu melaksanakan fungsinya
sebagai administrator tunggal di desa.
9) Mengembangkan dan meningkatkan efektivitas KUD
sebagai wadah kegiatan pembangunan desa di bidang
ekonomi.
10) Mengembangkan dan meningkatkan partisipasi
masyarakat desa dengan meng- efektifkan Lembaga Sosial
Desa (LSD) sebagai wadah kegiatan pembangunan desa di
bidang sosial.
2. Usaha Pembangunan Kota
Meningkatnya peranan perkotaan dalam ruang wilayah nasional
menuntut pelaksanaan pembangunan yang tanggap terhadap
peningkatan dan perkembangan kebutuhan masyarakat perkotaan.
Pembangunan kota harus memperhatikan alam dan lingkungan
sebagaimana konsep E. Howard dengan Garden City-nya. Hakikat
pembangunan perkotaan adalah upaya meningkatkan kesejahteraan
masyarakat pada umumnya dan warga kota pada khususnya yang
didukung oleh ketangguhan unsur kelembagaan pemerintah dan
kemasyarakatan dalam mewujudkan cita-cita warga kota.
a. Sasaran Pembangunan Kota
Pada dasamya setiap pembangunan diharapkan dapat tercapai
sesuai sasaran yang telah ditentukan. Adapun sasaran dalam
pembangunan wilayah kota sebagai berikut.
1) Sasaran PJP II
Sasaran pembangunan perkotaan pada akhir PJP II meliputi
terwujudnya keserasian dan keseimbangan pembangunan
antara desa-kota, antardesa dan antarkota, terwujudnya
masyarakat kota yang sejahtera secara merata; teratasinya
masalah kemiskinan di perkotaan; dan terwujudnya lingkungan
perkotaan yang sehat serta lestari.
2) Sasaran Repelita VI
Dalam Repelita VI berbagai sasaran tersebut diupayakan untuk
dicapai secara bertahap yang kemajuannya ditandai dengan
terselenggaranya pengelolaan pembangunan perkotaan yang
lebih efektif dan efisien dalam pemanfaatan sumber daya
alamnya, mengacu pada rencana tata ruang kota yang
berkualitas, termasuk pengelolaan administrasi pertanahan
yang lebih tertib dan adil, dan ditunjang oleh kelembagaan
pemerintah yang makin siap melaksanakan otonomi daerah;
makin mantapnya kemitraan pemerintah daerah dengan
masyarakat dan dunia usaha dalam pelaksanaan
pembangunan perkotaan, baik melalui organisasi
kemasyarakatan, lembaga swadaya maupun pengusaha
perseorangan; meningkatnya kesejahteraan masyarakat yang
ditunjukkan oleh rheningkatnya pendapatan per kapita dan
kualitas hidup penduduk yang makin merata; berkurangnya
jumlah penduduk miskin di perkotaan; serta meningkatnya
kualitas fisik lingkungan di perkotaan sesuai baku mutu
lingkungan.
b. Program Pembangunan Kota
Untuk mewujudkan amanat GBHN 1993 serta mencapai
berbagai sasaran di atas, kebijaksanaan pembangunan perkotaan
dalam Repelita VI meliputi sebagai berikut.
1) Program pemantapan fungsi kota
Untuk menjamin penyebaran kegiatan ekonomi, pengendalian
urbanisasi dan efisiensi pembangunan prasarana perkotaan,
kota perlu dikembangkan sesuai fungsi dan strukturnya dalam
sistem kota. Program pemantapan fungsi kota ini dilaksanakan
melalui:
a) pengidentifikasian dan pemantapan sistem kota-kota
nasional yang dijabarkan dari tata ruang nasional;

b) penataan kota untuk kota besar dan padat yang


mempunyai fungsi menunjang kegiatan ekonomi
nasional/wilayah (industri, pertanian, dan sebagainya);

c) penataan kota menengah ataupun kota lainnya sekitar


pusat kawasan cepat berkembang untuk berfungsi sebagai
kota penyangga;

d) Pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat kota bagi kota-


kota di luar kawasan cepat berkembang disesuaikan dengan
potensi dan permasalahan daerah setempat.

2) Program pembangunan sarana dan prasarana kota Untuk


meningkatkan kemampuan dan produktivitas kota dilakukan
pembangunan sarana dan prasarana kota, baik prasarana dan
sarana dasar maupun pendukung ekonomi perkotaan.
Pembangunan sarana dan prasarana kota dilakukan secara
terpadu sesuai tata ruang kota. Dalam hal ini termasuk
peningkatan pengelolaan pemanfaatan prasarana kota
terutama dalam hal pengoperasian dan pemeliharaannya.
Program ini meliputi:
a) Peningkatan penyediaan jaringan listrik dan telekomunikasi,
terutama untuk kawasan khusus, seperti kawasan industri
dan kawasan cepat berkembang;
b) Pengembangan sarana dan prasarana transportasi kota
yang ditujukan untuk meningkatkan tingkat pelayanan kota
dalam hal penyediaan aksesibilitas di dalam kota,
kelancaran, keamanan, dan kenyamanan pemakai jalan di
dalam kota dengan tarif terjangkau;
c) Peningkatan pelayanan air bersih kepada masyarakat kota
dan kawasan industri;
d) pembangunan prasarana penyehatan lingkungan
permukiman, seperti jaringan pengolahan limbah, dan
persampahan;
e) pengembangan dan perbaikan fasilitas perumahan
termasuk pengembangan kawasan perumahan berskala
besar dan pembangunan kota baru.
3) Program pengembangan ekonomi perkotaan
Untuk merangsang perkembangan investasi di sektor ekonomi
andalan dan mengembangkan kegiatan perekonomian di
perkotaan, dilaksanakan program pengembangan ekonomi
perkotaan, yang meliputi:
a) Pemantapan ketersediaan fasilitas pasar, sentra produksi,
dan fasilitas perdagangan lainnya termasuk kemudahan
prosedur dan perizinan bagi kegiatan usaha masyarakat di
perkotaan;
b) Pemantapan lembaga perekonomian sekaligus peningkatan
kemudahan pencapaian fasilitas keuangan guna menunjang
kegiatan usaha masyarakat;
c) pembinaan pengusaha skala menengah, kecil, dan
tradisional termasuk koperasi disertai pemantapan pola
hubungan perdagangan yang saling menunjang:
d) Perluasan kesempatan kerja terutama bagi tenaga kerja
setempat.
4) Program pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan
Untuk meningkatkan kemampuan pengelolaan pembangunan
perkotaan maka dilaksanakan program pendidikan, pelatihan,
dan penyuluhan yang meliputi:
a) Pendidikan formal kejuruan dan keterampilan bagi aparat
pemerintahan kota dalam pengelolaan pembangunan dan
keuangan perkotaan;
b) Pelatihan peningkatan kemampuan aparat pemerintahan
kota sesuai pengem- bangan jabatan dan kebutuhan
pemerintah yang bersangkutan;
c) Penyuluhan yang terencana dalam meningkatkan
kedisiplinan serta mengembangkan kehidupan perkotaan
yang lebih tertib dan sadar hukum.
5) Program peningkatan peran serta masyarakat
Untuk menyiapkan masyarakat kota agar mampu berperan
aktif dalam penyelenggaraan Pembangunan perkotaan,
dilaksanakan program peningkatan peran serta masyarakat
yang meliputi:
a) peningkatan keterampilan dan pengetahuan masyarakat
berpenghasilan rendah sehingga dapat memasuki pasar
tenaga kerja dan atau berwiraswasta;
b) penyuluhan yang efektif dalam mengerahkan partisipasi
masyarakat; dan
c) Pengembangan sistem kelembagaan yang memberikan
iklim keterbukaan di dalam pembangunan perkotaan.
6) Program pemantapan keuangan perkotaan
Untuk meningkatkan pendapatan pemerintah kota dan
efisiensi penggunaannya diselenggarakan program
pemantapan keuangan perkotaan yang meliputi:
a) penyempurnaan dan perbaikan sistem bantuan kepada
pemerintah kota berdasarkan kebutuhan pembangunan di
perkotaan dan potensi sumber dana lokal serta
kemampuannya untuk meminjam;
b) peningkatan pendapatan kota untuk kepentingan
pembangunan perkotaan:
c) penyempurnaan dan penyederhanaan mekanisme
pinjaman untuk pembiayaan pembangunan; dan
d) mobilisasi tabungan masyarakat setempat dan dunia usaha.
7) Program kelembagaan pemerintahan kota
Untuk mendorong pelaksanaan pembangunan perkotaan
secara mandiri oleh pemerintah kota, diselenggarakan
program pemantapan kelembagaan pemerintahan kota, yaitu:
a) penyempurnaan fungsi dan struktur kelembagaan
pemerintahan serta pemantapan tugas dan tanggung jawab
aparat pemerintah daerah dalam pengelolaan
pembangunan perkotaan;
b) peningkatan kemampuan aparat pemerintah daerah dalam
pembangunan perkotaan yang dikaitkan dengan
peningkatan kemampuan pengelolaan/ manajemen
perkotaan, penjenjangan karier, dan pengembangan
struktur organisasi pemerintah daerah;
c) penyiapan kelembagaan bagi terselenggaranya kerja sama
dengan masyarakat dan dunia usaha;
d) pemantapan kerja sama dan koordinasi antartingkatan
pemerintahan untuk menangani pembangunan kawasan di
kota-kota metropolitan, di kota besar yang mencakup
beberapa wilayah administratif, dan di kawasan
permukiman baru;
e) pemantapan sistem informasi kota guna mendukung
efektivitas dan efisiensi perencanaan pembangunan
perkotaan.
8) Program penataan ruang, pertanahan, dan lingkungan
perkotaan
Untuk memelihara lingkungan perkotaan dan mendukung
pembangunan yang berkelanjutan, dilaksanakan program
penataan ruang, pertanahan, dan lingkungan perkotaan yang
meliputi:
a) penyusunan dan pengendalian pemanfaatan rencana tata
ruang kota;
b) peningkatan/pengembangan pengelolaan administrasi
pertanahan, pemantapan tertib administrasi, tertib hukum,
tertib penggunaan serta tertib pemeliharaan tanah di
wilayah perkotaan, terutama bagi kepentingan
pembangunan perkotaan;
c) peremajaan kawasan kumuh dan penanganan kawasan
kritis;
d) pembinaan sektor informal dan pengusaha kecil untuk
membuka kesempatan lapangan pekerjaan dalam upaya
pengentasan masyarakat dari kemiskinan di perkotaan;
e) peningkatan konservasi kawasan budaya dan bernilai
historis serta penyediaan fasilitas sosial budaya guna
memelihara kelestarian budaya daerah dan meningkatkan
pariwisata nasional;
f) Pemantapan luasan ruang terbuka hijau.
E. Dampak Perkembangan Kota terhadap Masyarakat Desa dan
Kota
Dengan adanya globalisasi yang terjadi pada masyarakat kota maka
terjadi banyak perubahan, baik dalam pola pikir atau keadaan
masyarakatnya. Berikut ini dampak perkembangan kota bagi masyarakat
desa dan kota.
1. Dampak Positif Perkembangan Kota terhadap Masyarakat
Desa dan Kota
a. Dampak Positif Perkembangan Kota terhadap
Masyarakat Desa
1) Kesejahteraan penduduk desa meningkat, karena penduduk
yang berhasil di kota akan mengirimkan uang ke desa.
2) Munculnya penduduk desa yang punya pendidikan tinggi,
karena ada penduduk yang sekolah pada perguruan tinggi di
kota.
3) Adanya alih teknologi. Penduduk desa yang di kota akan
memberikan pengetahuannya kepada penduduk desa tentang
teknologi yang sudah berkembang di kota.
4) Adanya perhatian dari pemerintah untuk membangun desa
supaya pemerintah bisa sukses untuk menghambat laju
urbanisasi.
5) Adanya industri kecil dan keluarga yang berkembang di desa,
karena penduduk kota yang kembali ke desa akan membuat
industri skala kecil di desa, di mana pengetahuan kerajinan itu
dia dapatkan sebelumnya di kota.
b. Dampak Positif Perkembangan Kota terhadap
Masyarakat Kota
Berikut ini dampak positif perkembangan kota terhadap
masyarakat kota.
1) Jumlah tenaga kerja di perkotaan melimpah karena banyaknya
penduduk dari desa yang pergi ke kota.
2) Produk-produk yang dihasilkan di daerah perkotaan dapat
dipasarkan sampai ke pelosok desa sehingga keuntungan yang
diperoleh lebih besar.
3) Tercukupinya kebutuhan bahan pangan bagi penduduk
perkotaan yang sebagian besar berasal dari daerah pedesaan,
seperti sayuran, buah-buahan, beras, dan lain sebagainya.
2. Dampak Negatif Perkembangan Kota terhadap Masyarakat
Desa dan Kota
Berikut ini merupakan dampak negatif perkembangan kota
terhadap masyarakat desa dan kota.
a. Jumlah penduduk desa yang pergi ke kota tanpa keahlian
menimbulkan permasalahan bagi daerah perkotaan, yaitu
semakin meningkatnya jumlah pengangguran dan penduduk
miskin.
b. Penduduk dengan pendapatan rendah kesulitan mencukupi
kebutuhan hidupnya, seperti sandang, pangan, papan, kesehatan,
pendidikan, hiburan, dan lain sebagainya.
c. Nilai lahan di perkotaan yang mahal memaksa warga
menggunakan lahan atau tempat yang tidak layak untuk
permukiman, misalnya di bantaran sungai, pinggiran rel kereta
api, kuburan, dan kolong jembatan. Umumnya permukiman yang
terbentuk adalah permukiman kumuh. Menurut para geograf,
wilayah perkampungan kumuh memiliki empat ciri khas, yaitu
tidak tersedia air bersih untuk minum, tidak ada saluran
pembuangan air, penumpukan sampah dan kotoran, serta akses
ke luar perkampungan yang sulit.
d. Terjadi degradasi kualitas lingkungan. Peningkatan jumlah
penduduk kota yang pesat mendorong pembangunan rumah-
rumah di wilayah kota. Permukiman baru muncul di kota-kota,
seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya,
Medan, Balikpapan, dan Makassar. Pertumbuhan permukiman
yang cepat di perkotaan berpengaruh terhadap penurunan atau
degradasi kualitas lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai