Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam suatu Negara tentunya memerlukan pertumbuhan dalam Negara tersebut, baik
itu dari infrastrukturnya maupun dari yang lainnya sehingga suatu Negara dapat berkembang
dan memiliki nilai jual dimata dunia. Pertumbuhan wilayah biasanya merupakan wujud dari
keinginan masyarakat di suatu daerah untuk tumbuh dan berkembang dari segi ekonomi,
politik, sosial, budaya dan keamanan dalam dimensi geografis. Dari perkembangan wilayah
inilah yang nantinya menunjukkan tingkat keberhasilan pembangunan yang dilaksanakan oleh
pemerintah dengan suatu indikator-indikator dan variable pembangunan. Karena
perkembangan wilayah berasal dari wujud keinginan masyarakat, maka antara satu daerah
dengan daerah lain tentunya memiliki indikator dan variable pembangunan yang berbeda
tergantung dari tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat itu sendiri.
Pemahaman yang memadai tentang indikator pertumbuhan wilayah ini akan berimplikasi
pada semakin terarahnya pelaksanaan pembangunan yang dilaksanakan dan semakin
tingginya responsi masyarakat dalam menyukseskan dan mencapai sasaran atau target dari
perkembangan wilayah. Secara umum, tingkat perkembangan wilayah dapat dilihat dari rasio
luas wilayah terbangun (buily-up area) terhadap total luas wilayah. Semakin luas wilayah
terbangunnya dapat diartikan semakin tinggi aktivitas ekonomi masyarakatnya.
Kondisi tersebut dapat dilihat dari semakin padatnya jaringan jalan, semakin meluasnya
wilayah perkantoran dan  perdagangan, semakin menyebarnya wilayah permukiman dengan
kepadatan penduduk yang tinggi dan tingginya peluang kerja. Disamping itu, pertumbuhan
wilayah juga diketahui dari semakin meningkatnya kegiatan ekonomi mulai dari pusat-pusat
bisnis  yang cenderung berkembang ke arah luar, baik secara difusif maupun secara leaf frog
atau lompatan katak, mengakibatkan tumbuhnya kota satelit. Proses inilah yang kemudian
menyebabkan wilayah administratif tetangganya memperoleh manfaat dengan semakin
berkembangnya daerah perbatasan .

B.     Rumusan Masalah
Adapun Rumusan Masalah dalam Pembuatan Makalah ini adalah :
1. Bagaimana peran indikator dalam pertumbuhan wilayah ?
2. Apa sajakah indikator dalam pengembangan wilayah ?
3.
C.    Tujuan
Adapun  Tujuan dalam Pembuatan Makalah ini adalah :
1. Untuk Mengetahui peran indikator dalam pertumbuhan wilayah
2. Untuk Mengetahui indikator dalam pengembangan wilayah

1
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Wialayah
Berbagai konsep nomenklatur kewilayahan seperti “wilayah”, “kawasan”, “daerah”,
“regional”, “area”, “ruang”, dan istilah-istilah sejenis, banyak dipergunakan dan saling dapat
dipertukarkan pengertiannya walaupun masing-masing memiliki penekanan pemahaman yang
berbeda-beda. Ketidakkonsistenan istilah tersebut kadang menyebabkan kerancuan
pemahaman dan sering membingungkan. Tidak ada konsep wilayah yang benar-benar
diterima secara luas. Para ahli cenderung melepaskan perbedaan-perbedaan konsep wilayah
terjadi sesuai dengan fokus masalah dan tujuan–tujuan pengembangan wilayah.

1. Definisi Wilayah menurut Undang-Undang No. 24/92 tentang Penataan Ruang


Definisi wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur
terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek
fungsional. 
2. Pengertian Wilayah Secara Teoritis
Secara teoritik tidak ada perbedaan nomenklatur antara istilah wilayah, kawasan dan daerah.
Semuanya secara umum dapat diistilahkan dengan istilah yang lebih umum, yaitu wilayah
(region).  
Setiap kawasan atau sub kawasan memiliki fungsi-fungsi khusus yang tentunya memerlukan
pendekatan program tertentu sesuai dengan fungsi yang dikembangkan tersebut. 
3. Pengertian Wilayah Menurut Para Ahli
Definisi wilayah menurut Murty (2000) yaitu sebagai suatu area geografis, teritorial atau
tempat, yang dapat berwujud sebagai suatu negara,  negara bagian, provinsi, distrik
(kabupaten), dan perdesaan.
Definisi wilayah menurut Isard (1975): wilayah pada dasarnya bukan sekedar areal dengan
batas-batas tertentu, namun suatu area yang memiliki arti (meaningful) karena adanya
masalah-masalah yang ada di dalamnya. Ahli regional memiliki interest di dalam menangani
permasalahan tersebut, khususnya karena menyangkut permasalahan sosial. 
Dengan demikian, wilayah dapat didefinisikan sebagai unit geografis dengan batas-batas
spesifik (tertentu) dimana komponen-komponen wilayah tersebut (sub wilayah) satu sama lain
saling berinteraksi secara fungsional. 

B.       Teori Pertumbuhan Wilayah


Pertumbuhan terjadi pada suatu wilayah, yang menurut para ahli dianggap wilayah
adalah suatu organisme yang hidup dan secara alami akan berkembang. Menurut Alkadri et.

2
Al (1999: 11) pertumbuhan wilayah merupakan suatu proses dinamika perkembangan internal
dan eksternal wilayah tersebut, pertumbuhan wilayah pada awalnya dipicu oleh adanya pasar
yang dapat menyerap hasil produksi wilayah yang bersangkutan. Perkembangan wilayah ini
dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Teori yang mengungkapkan tentang faktor internal yang mempengaruhi pertumbuhan wilayah
adalah teori sektor dan teori tahap yang merupakan perluasan dari teori sektor. Teori sektor
diungkapkan proses pertumbuhan wilayah berdasarkan asumsi kenaikan pendapatan perkapita
akan diikuti oleh relokasi sumber daya. Teori tahap memberikan gambaran umum mengenai
tahap-tahap perkembangan wilayah dan menunjukkan syarat-syarat untuk berpindah dari
suatu tahap ke tahap lainnya. Faktor-faktor internal ini meliputi distribusi faktor-faktor
produksi seperti tanah, tenaga kerja, dan modal.
Cara faktor-faktor internal mempengaruhi pertumbuhan wilayah dapat diuraikan sebagai
berikut (Perroux dalam Glasson, 1990:88):
1. Tahap pertama, tahap perekonomian subsistem swasembada. Pada tahap ini masih
sedikit investasi di wilayah tersebut dan didominasi oleh sektor pertanian.
2. Tahap kedua, terjadi setelah adanya kemajuan transportasi dan perdagangan yang
mendorong spesialisasi wilayah yang memunculkan industri sederhana di desa-desa
untuk memenuhi kebutuhan para petani. Lokasi industri desa ini dekat dengan lokasi
pertanian setempat.
3. Tahap ketiga, dengan semakin bertambahnya perdagangan antar wilayah, wilayah
yang bersangkutan akan maju melalui suatu urutan perubahan tanaman pertanian.
4. Tahap keempat, penduduk semakin bertambah dan berkurangnya tambahan hasil
pertanian akan memaksa wilayah yang bersangkutan melakukan industrialisasi (tanpa
industrialisasi akan mengakibatkan tekanan penduduk, menurunnya taraf hidup,
stagnasi, dan kemerosotan kehidupan masyarakat). Industri sekunder mulai
berkembang, mengolah produk primer dan akan mengarah ke spesialisasi.
5. Tahap kelima atau terakhir, merupakan pengembangan industri tersier yang
berorientasi ekspor. Wilayah ini akan menyalurkan/mengekspor model, ketrampilan,
dan jasa-jasa yang bersifat khusus ke wilayah yang kurang berkembang.
Pengaruh eksternal dalam pertumbuhan wilayah didekati melalui teori basis ekspor (export
base theory). Teori ini menyatakan bahwa pertumbuhan suatu wilayah dipengaruhi oleh
eksplotasi sumber daya alam dan pertumbuhan basis ekspor wilayah yang bersangkutan serta
dipengaruhi oleh tingkat permintaan eksternal dari wilayah lainnya.

C.  Indikator Pertumbuhan Wilayah


Indikator diterapkannya konsep pembangunan pertumbuhuan berkelanjutan dalam
penataan ruang dapat dibagi sesuai dengan tiga aspek yang ingin dicapainya, yaitu ekonomi,
sosial-budaya dan lingkungan hidup dengan beberapa contoh sebagai berikut:

3
1. Indikator Ekonomi: PDB/PDRB, pendapatan perkapita, volume ekspor-impor, dan
lain-lain secara stabil serta kemajuan sektor kegiatan ekonomi yang telah ada
sekaligus tumbuhnya sektor kegiatan baru yang mendukung perekonomian nasional.
2. Indikator Sosial Budaya: kualitas sumberdaya manusia, angka harapan hidup,
intensitas kegiatan budaya; tingkat kebergantungan penduduk (desa-kota,
nonproduktif-produktif, jumlah pengangguran, dan lainlain).
3. Indikator Lingkungan Hidup:standardisasi kualitas air, udara, tanah; perubahan suhu
udara, tingkat permukaan air tanah, intrusi air laut, frekuensi bencana, dan lain-lain.

D. Tujuan
1. Meningkatkan kesenjangan antar wilayah
2. Mempertahankan keamanan ketertiban pemungutan pajak
3. Penyelenggaraan umum yang esensial

E. Manfaat
Harapan hidup saat lahir dengan mudah dipengaruhi melalui intervensi pemerintah
pada sarana dan pelayanan program pendidikan formal sedangkan pelayanan masyarakat
mencerminkan kualitas kandungan teknologi Dari aset produksi tersebut. menghitung tenaga
kerja yang aktif dalam kegiatan produksi hanya menghitung kualitas tenaga kerja.

4
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun Kesimpulan dalam makalah ini adalah suatu wilayah mengalami
peningkatan jika mempunyai acuan dalam melaksanakan pembangunan. Dan dikatakan
juga  oleh  Alkadri et. Al (1999: 11) pertumbuhan wilayah merupakan suatu proses
dinamika perkembangan internal dan eksternal wilayah tersebut, pertumbuhan wilayah
pada awalnya dipicu oleh adanya pasar yang dapat menyerap hasil produksi wilayah yang
bersangkutan. Perkembangan wilayah ini dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal
dan faktor eksternal.
Peran indikiator dalam pertumbuhan wilayah adalah sebagai tolak ukur dalam
melaksanakan pembangunan, sebagaimana disebutkan bahwa inikator dalam pertumbuhan
wilayah itu terdiri dari Indikator Ekonomi, Indikator Sosial Budaya, dan Indikator
Lingkungan.

B. Saran
Pemerintah pusat meninggikan tingkat kesenjangan antar wilayah oleh pemerintah
pusat menandai rasa keadaan agar tidak perlu antar terhadap pemerintah pusat rakyat
wilayah yang terbelakang yang berujung gerakan separatis agar mendorong pertumbuhan
wilayah terbelakang menyelenggarakan maju agar tidak menerapkan pajak yang tinggi
hambatan perizinan yang sulit ditempuh agar mudah

5
DAFTAR PUSTAKA

- Armstrong, Harvey, and Jim Taylor. 1993. Regional Economics and Policy.
Henfordshire: Harvester Wheatsheaf.
- Barker, Joel Arthur. 1993. Paradigms: the Business of Discovering the Future. New
York: Harper Baldness,
- Blair, John P., and Michael C. Carroll. 2009. Local Economic Development: Analysis,
Practices, and Globalization. Los Angeles, London, New Delhi, Singapore: Sage
Publications.
- Burnstein, Daniel. 1993. Tumingthe Tables: A Machiavellian Strategy for Dealing
with Japan. New York: Simon &Schuster.

Anda mungkin juga menyukai