Anda di halaman 1dari 10

1.

Pemahaman Wilayah Secara Cepat (Rapid District Appraisal/RDA) Metode RDA yang dapat menghasilkan berbagai informasi tentang keadaan suatu wilayah perencanaan, akan sangat membantu bagi pelaksanaan proses PPD dengan menggunakan teknik-teknik yang lebih detail. Karena itu, proses pemahaman wilayah secara cepat dapat dijadikan sebagai proses awal yang dilakukan sebelum melaksanakan proses-proses berikutnya. Sebagai suatu metoda yang dapat digunakan dalam rangka mengumpulkan berbagai informasi yang diperlukan dalam proses PPD, RDA dipandang sebagai metoda yang relevan dengan biaya murah, hemat waktu, dan efektif. Namun demikian, perlu ditekan-kan pula di sini, bahwa RDA akan efektif jika digunakan untuk menghasilkan data-data dan informasi yang sifatnya jangka pendek (maksimal 1 tahun). Sedangkan jika akan dikembangkan untuk PPD yang sifatnya jangka panjang, hal itu masih perlu ditindaklanjuti dengan teknik-teknik PPD yang lebih detail lagi. Itulah sebabnya, RDA merupakan proses awal dalam rangka pelaksanaan PPD (untuk jangka panjang). Ada dua prinsip dasar yang perlu diketahui untuk melaksanakan RDA ini, yang menurut Chambers (1981) meliputi: a. Optimal Ignorance (Ketidakpedulian Optimal) Prinsip ini merujuk pada pentingnya mengetahui apa yang tidak perlu diketahui. Prinsip ini secara implisit menekankan perlunya persiapan dan kesiapan yang matang untuk melakukan penilaian secara cepat. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga efektivitas dan efisiensi di lapangan, sehingga dari segi waktu dan biaya dapat dihemat, dan informasi yang relevan dapat diperoleh sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan. Dengan kata lain, sebelum terjun ke lapangan dalam rangka melakukan pemahaman secara tepat, setiap perencana harus mengetahui informasi dan bahan-bahan yang dibutuhkan, sekaligus mengetahui apa yang tidak dibutuhkannya. b. Proportionate Accuracy (Ketepatan Proporsional) Prinsip ini merujuk pada tingkat ketepatan yang benar-benar diperlukan.

Pencarian data dan informasi dalam metoda rapid appraisal ini lebih difokuskan pada variabel-variabel inti yang dinilai, sehingga dari segi waktu dan biaya akan lebih efektif. Tenik penelitian yang dilakukan dalam rapid appraisal ini bersifat dialog interaktif dan partisipatif yang dilakukan dengan berbagai unsur di kalangan masyarakat daerah perencanaan. Dalam melaksanakan rapid appraisal, melakukan dialog dengan masyarakat merupakan strategi yang sangat dianjurkan. Dengan dialog dapat digali berbagai informasi penting bagi perencana dalam rangka merumuskan hasil-hasil perencanaannya, sehingga dapat menghasilkan rencana pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan daerah dan masyarakatnya. Dalam Rapid District Appraisal sebagai metoda penilaian cepat dalam lingkup yang lebih luas (untuk Distrik/Kabupaten/ Kota) terdapat metoda-metoda lain yang lingkupnya untuk daerah yang lebih kecil/sempit dengan substansi yang lebih spesifik, yaitu Rapid Rural Appraisal/RRA atau penilaian pedesaan secara cepat, dan Rapid Settlement AnalysislRSA atau analisis pemukiman wilayah secara cepat. Pada dasarnya konsep RRA dan RSA tidak jauh berbeda dengan konsep RDA. Kesemuanya merupakan suatu metoda penilaian atau analisis terhadap suatu wilayah. RRA lebih difokuskan pada penggalian informasi yang menyangkut ruang, situasi dan kondisi, sosio-ekonomi, karakteristik, dan sebagainya, di wilayah pedesaan. Pengenalan tentang kondisi wilayah pedesaan tersebut diperlukan sebagai bahan data atau informasi yang penting bagi pelaksanaan PPD yang lebih luas lagi. Untuk melaksanakan penilaian secara cepat, agar dapat meng-hasilkan hasil yang optimal dan relevan, perlu diperhatikan bebe-rapa.hal, yang menurut Chambers (1981) antara lain: a. Gunakan Waktu Secukupnya (Take Time) Penentuan tempat bisa diklasifikasikan berdasarkan karakteristik yang dimiliki, potensi yang ada, dan sebagainya, sehingga untuk daerah/wilayah yang memiliki klasifikasi yang sama hanya dikunjungi sebagian saja, yang ditentukan dengan menggunakan teknik sampling. Jangan dipaksakan untuk

mengunjungi tempat survey sebanyak-banyaknya, tapi hasil yang diperoleh hanya sedikit. Lebih baik sedikit tempat survey yang dikunjungi, tetapi banyak hasil yang diperoleh. Dan yang penting, hasil yang diperoleh harus mampu menggambarkan/merepresentasikan kondisi wilayah perencanaan secara luas. b. Hindari Prasangka (Offset the Biases) Lihatlah kondisi wilayah apa adanya sesuai dengan fakta yang ditemukan. Jangan berasumsi tentang kondisi suatu wilayah tanpa dasar informasi yang lengkap dan valid. Dengan demikian diharapkan penyimpangan (bias) informasi dari hasil analisis dan penilaian dapat diminimalkan dalam rangka menarik suatu kesimpulan yang obyektif. c. Bertindak sebagai Orang yang Tidak Penting (Be Unimportant)

Berbaur dan beradaptasilah dengan situasi dan kondisi masyarakat secara fleksibel, dinamis, dan harmonis sehingga informasi-informasi aktual dan faktual dapat diperoleh secara efektif. d. Dengar dan Pelajari (Listen and Learn) Dalam hal ini seorang perencana hendaknya memperlakukan masyarakat sebagai "guru" yang akan menjadi sumber informasi; dengarkan apa yang disampaikan-nya. Namun di sisi lain, ia pun harus tetap mempelajari apa yang dikemukakan-oleh masyarakat dalam kaitannya dengan kondisi aktual/fakta lapangan agar dapat terhindar dari kemungkinan terjadinya bias informasi. e. Periksa Kembali, Uji Silang (Cross-Check) Lakukan penelitian/pemeriksaan ulang terhadap data-data dan informasi yang diperoleh, apakah sudah sesuai dengan apa yang ditemukan di lapangan. Uji silang ini bisa dilakukan dengan menggunakan metoda lain (jika memungkinkan) untuk memperoleh hasil yang benar-benar valid dan meyakinkan. Dari hal-hal di atas, jelas sekali bahwa kemampuan komunikasi, penguasaan teknik-teknik perencanaan/penelitian, dan pengalaman, sangat dibutuhkan untuk dapat melakukan metoda rapid appraisal dengan baik. Poppe,

mengemukakan bahwa metoda rapid appraisal bergantung pada kemampuan perencana untuk berkomunikasi dan berdialog dengan penduduk pengalaman perencana yang terlibat, kepribadian yang istimewa, dan keinginan yang kuat untuk belajar dan mendengar. Terkait dengan masalah kemampuan yang perlu dimiliki oleh setiap perencana tersebut, Poppe juga mengemukakan bahwa hal itu diperlukan dalam rangka melakukan: a. Pembicaraan dengan informan kunci seperti pemimpin setempat, pejabat, pemberi pelayanan, dan guru. b. Wawancara informal dengan penduduk c. Wawancara dengan kelompok masyarakat d. Pertemuan atau lokakarya dengan sebagian besar penduduk. a. Prinsip-prinsip/Ciri-ciri RDA Selain prinsip-prinsip dasar seperti yang dikemukakan oleh Chambers di atas, ada prinsip-prinsip lain yang oleh LAN DSE disebut pula sebagai ciri-ciri RDA, yaitu: 1) Jangka pendek dan biaya murah 2) Pelaksana multidisiplin 4)Dialog dengan masyarakat 5)Informasi kualitatif 6)Kombinasi berbagai teknik 7)Triangulasi 8)Pengurangan bias 9)Pengabaian optimal {optimal ignorance) 10)Kecermatan yang memadai {appropriate imprecision) 11)Berjalan langkah demi langkah 12)Keluwesan 13)Belajar sambil berjalan

b. Alat-alat yang Digunakan untuk Melakukan RDA Untuk melakukan metode RDA, agar dapat menghasilkan hasil yang optimal, perlu digunakan alat-alat penting yang dapat menunjang pelaksanaannya. Menurut LAN DSE, alat-alat tersebut antara lain meliputi: 1) Peta Wilayah Peta dapat memberikan pandangan yang cepat tentang di mana aktivitas ekonomi utama dan usaha masyarakat berada serta dilaksanakan, lahan mana yang diolah dengan tanaman apa, dimana pusat perdagangan utama, dan sebagainya. 2) Perjalanan Eksploratif (Perjalanan Transek) Perjalanan transek adalah perjalanan sederhana melalui daerah pedesaan bersama dengan informan terpilih ke lokasi tertentu yang ditetapkan sebelumnya. 3) Kalender Musim Kalender musim dibuat untuk meningkatkan pengertian tentang sistem kehidupan setempat. la memperlihatkan pola kehidupan masyarakat perbulan misalnya tentang curah hujan, pengolahan lahan/urutan tanam, permintaan tenaga kerja, penyakit tanaman, ketersediaan makanan, dan sebagainya. Disamping alatalat diatas, dapat pula digunakan alatalat lain yang juga cukup penting dan dapat menunjang pelaksanaan RDA,antara lain : a. Data potensi wilayah/desa Dari data potensi wilayah/desa ini akan diketahui kondisi desa-desa yang meliputi: kondisi penduduk, letak geografis, kondisi tanah dengan berbagai fungsinya, data sosio ekonomi penduduk, dan sebagainya. Data-data tersebut biasanya disusun untuk kurun waktu satu tahunan. b. Laporan hasil-hasil pelaksanaan pembangunan yang dilaksanakan di suatu wilayah/daerah dalam kurun waktu tertentu. c. Data-data tentang sumber-sumber pendapatan daerah, dan sebagainya.

c. Hasil RDA Hasil RDA yang secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu: 1) Services Centers (Pusat-pusat Pelayanan) Berkaitan dengan pusat-pusat pelayanan yang ada di suatu wilayah, dapat dikemukakan data-data penting yang diperlukan sebagai bahan untuk merumuskan perencanaan pembangunan wilayah. 2) Market Town (Pusat-pusat Pasar) Akan diketahui sistem perekonomian penduduk dengan berbagai aktivitas perekonomiannya, tingkat aksesibilitas pusat-pusat perekonomian penduduk suatu wilayah atau sebaliknya, termasuk kontribusi masing-masing. 3) Regional Centers Dalam hal ini dikemukan tentang data-data dan informasi yang menyangkut hubungan suatu daerah dengan daerah lainnya. 2. Identifikasi Kebijakan Pembangunan Perencanaan pembangunan daerah hendaknya selalu memperhatikan kebijakan-kebijakan, baik yang sudah ada maupun yang sedang berjalan. Perlu diingat pula bahwa tugas seorang perencana pembangunan tidak berhenti sampai dengan selesainya merumuskan kebijakan pembangunan saja, melainkan harus secara konsisten dan terus-menerus melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap implementasinya di lapangan. Hal ini perlu dilakukan sebagai upaya untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya perkembangan baru yang secara substansial dapat mempengaruhi hasil perencanaan yang sudah ada. Identifikasi kebijakan pembangunan dapat diartikan sebagi upaya untuk mengetahui dan memahami dengan baik tentang kebijakan-kebijakan pembangunan yang berlaku/pernah berlaku sebagai bahan perbandingan dan pertimbangan dalam rangka menyusun perencanaan pembangunan daerah. Identifikasi kebijakan ini dilakukan dengan cara menginventarisasikan berbagai kebijakan pembangunan untuk kemudian dipelajari dengan seksama guna

mendapatkan input-input penting bagi pelaksanaan perencanaan pembangunan berikutnya. 3. Proril Wilayah Profil wilayah merupakan gambaran umum yang memuat peta suatu wilayah dengan menggambarkan keadaan alam, sosial, ekonomi, budaya, politik, kelembagaan, dan sebagainya, yang pada umumnya dituangkan dalam bentuk' data-data baik bersifat kualitatif maupun kuantitatif (angka-angka). Dalam proses perumusan PPD, profil wilayah merupakan salah satu bahan yang sangat penting, karena disitulah seorang pereneana akan mendapatkan informasi-informasi awal yang relatif lengkap tentang gambaran umum suatu wilayah perencanaan. Dari informasi awal tersebut, perencana dapat menentukan langkah-langkah yang akan ditempuh, termasuk merumuskan hal-hal yang akan dicari di lapangan dalam rangka perumusan PPD. Secara umum, yang biasanya menjadi fokus dari analisis profil wilayah antara lain meliputi: a. Keadaan alam/lingkungan dan ciri-ciri fisik (Physical Setting) meliputi: Topografi/ peta wilayah. Iklim dari curah hujan. Ciri-ciri tanah, keasaman, karakter dan kontur tanah, dan sebagainya. Sumber air dan kandungan mineralnya. b. Keadaan sosial ekonomi (Economic Setting) meliputi: Kegiatan-kegiatan ekonomi yang ada. Industri non-pertanian, UKM. Potensi-potensi ekonomi yang bisa dikembangkan. Luas lahan yang diolah oleh petani. Komoditi-komoditi yang dihasilkan. c. Keadaan sosialbudaya dan politik (Socio-Cultural Setting) meliputi: Perkeinbangan penduduk dan populasi. Fasilitas-fasilitas pelayanan umum (pendidikan dan kesehatan).

Latar belakang budaya yang mempengaruhi. Organisasi-organisasi kemasyarakatan yang ada. d. Keadaan administrasi/kelembagaan (Institutional Setting) meliputi: Kebijakan-kebijakan pembangunan yang ada. Lembaga-lembaga swadaya masyarakat. Rencana-rencana pembangunan yang sedang dan akan dilaksanakan. 4. Sumber-sumber Keuangan Daerah Berkenaan dengan sumber-sumber keuangan ini, pasal 79 UU Nomor 22/ 1999, menyatakan bahwa sumber pendapatan daerah terdiri atas: a. Pendapatan Asli Daerah, yaitu: 1)hasil pajak Daerah; 2)hasil retribusi Daerah; 3)hasil perusahaan milik Daerah, hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan, dan 4)Iain-lain pendapatan asli Daerah yang sah. b. Dana perimbangan; c. Pinjaman Daerah; dan d. Lain-lain pendapatan Daerah yang sah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber penerimaan keuangan daerah yang digali dari potensi-potensi yang dimiliki oleh daerah yang bersangkutan. Dalam beberapa kasus,subsidi pemerintah pusat kepada daerah memang masih diperlukan, tetapi seyogyanya hal itu tidak dijadikan sebagai andalan yang selalu diharapkan. Di pihak lain pemerintah pusat hendaknya benar-benar memberikan keleluasaan kepada daerah untuk mampu hidup mandiri dengan memberikan peluang-peluang yang nyata guna memperoleh sumber-sumber keuangannya.

Dalam rangka menjaring dana-dana masyarakat untuk meningkatkan PAD, pemerintah daerah harus mulai dengan terlebih dahulu mengembangkan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Oleh karena itu, pemerintah daerah hendaknya mampu melaksanakan strategi eksplorasi dan ekspansi usaha yang sudah dimiliki oleh masyarakat dengan memberikan kemudahan-kemudahan dan fasilitas-fasilitas tertentu. Selanjutnya mengenai perimbangan keuangan, dinyatakan dalam pasal 80 UU No. 22/99 dan pasal 6 ayat (1) UU No. 25/99, bahwa dana perimbangan keuangan terdiri atas: a. bagian Daerah dari penerimaan pajak Bumi dan, Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan penerimaan dari sumber daya alam; b. dana alokasi umum, dan c. dana alokasi khusus. Kemudian mengenai penerimaan Daerah dari sumber daya alam, menurut ketentuan UU No. 25/99 tersebut, dibagi ke dalam dua bagian, yaitu: a. Sumber daya alam sektor kehntanan, pertambangan umum, dan perikanan, di mana imbangan yang ditetapkan adalah 20% untuk Pusat dan 80% untuk Daerah (ayat 5). b. Sumber daya alam sektor pertambangan minyak dan gas alam, yang terbagi menjadi dua bagian (ayat 6), yaitu: 1)Pertambangan minyak bumi 2)Pertambangan gas alam Sumber keuangan Daerah yang berasal dari Dana Alokasi Umum, ditetapkan dalam pasal 7 UU No. 25/99, yang antara lain dinyatakan bahwa Dana Alokasi Umum sekurang-kurangnya 25% dari penerimaan dalam negeri yang ditetapkan dalam APBN (ayat 1), yang pembagiannya adalah 10% untuk Daerah Propinsi dan 90% untuk Daerah Kabupaten/Kota dari jumlah 25% di atas (ayat 2). Sedangkan sumber keuangan Daerah yang berasal dari Dana Alokasi Khusus sifatnya tidak dapat diperkirakan dan merupakan komitmen atau prioritas

nasional. Sumber keuangan daerah lainnya berupa Dana Pinjaman yang menurut pasal 11 terbagi menjadi dua bagian, yaitu Pinjaman dari sumber Dalam Negeri (ayat 10) dan Pinjaman dari sumber Luar Negeri (ayat 2). Daerah juga dapat memperoleh Dana Darurat dari APBN yang dapat diberikan kepada Daerah untuk keperluan yang mendesak dan tidak dapat ditanggulangi dengan segera oleh Daerah. Meskipun kebijakan tentang sistem keuangan daerah sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang No. 25 tahun 1999 relatif sudah cukup memadai, tetapi hendaknya keleluasaan daerah untuk mengembangkan sistem keuangannya tidaklah dibatasi selama inasih berpegang pada norma dan kebijakan yang berlaku. Seperti misalnya: a. Memberikan peluang kepada daerah untuk membangun kerjasama keuangan melalui sistem peminjaman antar daerah. b. Pemberian Subsidi Berimbang. Pada tahap-tahap awal era otonomi daerah sudah dapat dipastikan bahwa pemerintah, baik pusat maupun daerah, masih mencari bentuk yang dianggap efektif. Begitu pula halnya dalam penerapan sistem keuangan. Meskipun sudah banyak kebijakan pemerintah yang memfasilitasi pelaksanaan otonomi daerah ini, pelaksanaannya tidaklah semudah yang ditetapkan. Oleh karena itu, pada tahap transisi ini pemerintah dapat memberikan fasilitas khusus sebagai bentuk pembinaan kepada daerah dengan memberikan bantuan berupa Subsisi Berimbang. Bantuan ini sebaiknya lebih diarahkan untuk membantu daerah dalam membangun fasilitas-fasilitas umum atau yang memiliki dampak luas bagi terciptanya pertumbuhan daerah dengan pengalokasian dana subsidi secara berimbang.

Anda mungkin juga menyukai