Anda di halaman 1dari 17

Kajian Karakteristik dan Contoh Implementasi Teori

Perencanaan Generasi Ketiga: Sosial- Konstruktivistik

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teori Perencanaan


(TPW 21327)

Dosen Pengampu :
Dr. Ir. Hadi Wahyono, MA.
Ir. Agung Sugiri, MPSt.
Dr. –Ing. Prihadi Nugroho, ST, MT, MPP

Disusun Oleh :
KELOMPOK 2A
Euginia Calista Yonita 21040117110001
Mokhamad Rifky P. 21040117120009
Parandita Anisa FM 21040117120030
Bella Shifa 21040117120036
Rani Puspita Sari 21040117120047
Fathiyyah Nur Andina 21040117130068
Reinaldi Widiasmoro 21040117130078
Febriansyah Bima 21040117130074
Ariel Nathasya 21040117130084
M. Ghulam Kamil 21040117140048

DEPARTEMEN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................... 2


BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 3
1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 3
1.2. Tujuan ....................................................................................................... 4
BAB II KARAKTERISTIK TEORI PERENCANAAN GENERASI KETIGA:
SOSIAL KONSTRUKTIVISTIK ........................................................................... 5
2.1.Karakteristik Teori Perencanaan Generasi Ketiga: Sosial- Konstruktivistik 5
2.2.Asumsi Dasar Teori Perencanaan Generasi Ketiga: Sosial- Konstruktivistik6
2.3. Kelebihan dan Kekurangan Teori Perencanaan Generasi Ketiga: Sosial-
Konstruktivistik ................................................................................................... 7
2.4. Kritik terhadap Teori Sosial Konstruktivisme.............................................. 8
BAB III IMPLEMENTASI TEORI PERENCANAAN GENERASI KETIGA:
SOSIAL- KONSTRUKTIVISTIK ........................................................................ 10
3.1. Kondisi dan Permasalahan Objek Perencanaan ......................................... 10
3.2. Proses Perencanaan ................................................................................ 11
3.3. Pelaku Perencanaan ................................................................................ 12
3.4. Katakteristik Perencanaan Sesuai Karakteristik Perencanaan Generasi
Ketiga 14
BAB IV PENUTUP .............................................................................................. 16
4.1. Kesimpulan ................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 17

DAFTAR TABEL
Tabel 1 Karakteristik Desa Wisata Sukajadi ........................................................ 14

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Perencanaan sebagai suatu disiplin ilmu dan praktek yang dapat dijelaskan
sebagai kegiatan manusia yang berorientasi pada masa depan (Priyani, 2007).
Orientasi ke depan tersebut diasosiasikan melalui tindakan preskripsi atau upaya
peramalan dan prediksi yang menjadi ciri perencanaan (Priyani, 2007). Untuk
melakukan preskripsi, diperlukan upaya seleksi elemen-elemen masa lalu yang
digunakan sebagai input dalam analisis kondisi eksisting (Friedmann, 1987).
Perencanaan juga dapat dijelaskan sebagai suatu proses yang dilakukan untuk
mengubah masa depan sesuai dengan harapan (Abbot, 2005). Hubungan dan
keterkaitan antara situasi masa lalu, masa kini, dan masa depan merupakan
komponenkomponen yang berkesinambungan. Ketiga komponen tersebut menjadi
prasyarat yang harus dikuasai oleh perencana, untuk membentuk masa depan yang
lebih baik (Myers & Kitsuse, 2000).
Dasar dari teori perencanaan generasi ini adalah teori sistem, yang
dikembangkan oleh Heidemann pada tahun 1992. Teori perencanaan generasi
ketiga ditandai dengan proses perencanaan yang dilakukan melalui kerjasama
antara pemerintah dan masyarakat, untuk menetapkan konsensus ide, gagasan dan
keputusan berdasarkan pengembangan pengetahuan bersama. Teori perencanaan
generasi ketiga (sosial konstruktivistik) muncul untuk melengkapi teori
perencanaan generasi pertama (rasional komprehensif) yang dilakukan
sepenuhnya oleh pemerintah serta teori perencanaan generasi kedua (post-
positivistik) yang dilakukan sepenuhnya oleh masyarakat. Pada teori perencanaan
generasi ketiga, ide/ gagasan, penetapan tujuan pelaksana rencana program dan
kegiatan dan pembiayaan program berasal dari kerjasama pemerintah dan
masyarakat.
Pada hakikatnya teori perencanaan generasi ketiga ini adalah perencanaan
yang dilakukan melalui kolaborasi antara pemerintah, perencana dan masyarakat.
Pada teori geneasi ketiga ini masyarakat lebih banyak dilibatkan karena pada
dasarnya yang masyarakat yang lebih memahami apa yang mereka butuhkan

3
sehingga perencanaan yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pada
teori perencanaan generasi ketiga, perencana memiliki peran sebagai penyedia
informasi serta terlibat dalam musyawarah (memfasilitasi, memediasi, moderator
diskusi, serta melakukan sintesa hasil diskusi). Tujuan dari perencanaan generasi
ketiga adalah pembangunan rasa kepercayaan dan hubungan untuk kolaborasi
selanjutnya serta meningkatkan demokrasi.
Contoh implementasi dari teori perencanaan generasi ketiga di Indonesia
yaitu pada perencanaan pengembangan Desa Wisata Sukajadi, Kecamatan Carita,
Kabupaten Pandeglang dengan menggunakan konsep Community Based Tourism.
Melalui konsep ini, masyarakat dapat turut berperan aktif dalam perencanaan,
pengelolaan, dan penentuan keputusan dalam pengembangan desa wisata ini.
Pembangunan desa wisata ini dapat meningkatkan perekonomian masyarakat
sekitar. Terdapat kelemahan yang menjadi kritik dari teori perecanaan generasi
ketiga ini yaitu teori ini bergantung pada partisipasi masyarakat, sedangkan
karakteristik masyarakat berbeda-beda, perencanaan dapat berhasil jika
masyarakat aktif, dan memerlukan waktu yang lama.

1.2.Tujuan
Adapun tujuan penulisan laporan ini adalah sebagai berikut :
1. Menjelaskan konsep dasar teori perencanaan generasi ketiga
2. Mengkaji karakteristik teori perencanaan generasi ketiga
3. Memberikan contoh implementasi teori perencanaan generasi ketiga di
Indonesia

4
BAB II
KARAKTERISTIK TEORI PERENCANAAN GENERASI KETIGA:
SOSIAL- KONSTRUKTIVISTIK

Teori perencanaan generasi ketiga muncul untuk memperbaiki


kekurangan-kekurangan pada teori generasi pertama dan kedua. Dasar dari teori
perencanaan yang ketiga ini adalah teori sistem yang dikembangkan oleh
Heidemann (1922). Tujuan munculnya teori ini dengan dasar teori sistem tersebut
ialah untuk menstrukturkan substansi perencanaan yang sangat kompleks.
Subtansi perencanaan yang sangat kompleks perlu untuk distrukturkan kembali
dengan berdasarkan pada suatu sistem agar dapat dirumuskan benang merah
permasalahan dan solusi yang tepat. Dalam teori perencanaan generasi ketiga ini
muncul anggapan bahwa tidak ada perencanaan yang berdiri sendiri, perencanaan
selalu diinisiasi oleh manusia yang selalu berinteaksi, berperilaku, dan
beraktivitas dalam lingkungannya.

2.1.Karakteristik Teori Perencanaan Generasi Ketiga: Sosial-


Konstruktivistik
Teori perencanaan generasi ketiga atau social-constructivism adalah
sebagai teori yang menjadi pendekatan ilmu komunikasi pada aspek aktivitas
mendapatkan pemahaman, makna, norma, aturan bekerja melalui komunikasi
yang terjadi secara intensif (Karman, 2015). Social-constructivism menekankan
bahwa substansi perencanaan yang sangat kompleks dengan model struktur
(Heidemann, 1992). Menurut McQuail (2010) dalam proporsi utama dari social-
constructivism adalah masyarakat merupakan sebuah konstruk dan bukan realitas
yang pasti; media memberikan bahan-bahan bagi proses konstruksi sosial; makna
yang ditawarkan media dapat dinegosiasikan; media dapat memproduksi makna-
makna tertentu; dan media tidak bisa memberikan realitas sosial yang objektif
karena semua fakta adalah interpretasi.
Teori dalam social-constructivism kurang memberikan perhatian pada
kajian di level individu walaupun berkaitan dengan bagaimana memproses
informasi secara kognitif. Sebaliknya, teori ini lebih menaruh perhatian pada

5
bagaimana memahami orang menciptakan realitas secara bersama-sama di
kelompok organisasi. Tradisi ini tidak berkaitan dengan usaha memahami
bagaimana karakteristik individu. Semua pengetahuan menurut tradisi ini bersifat
interpretif dan dikonstruksi. Budaya konteks dalam tradisi ini dinilai memainkan
peran penting dalam komunikasi. Simbol dianggap penting pada semua interaksi
namun maknanya berbeda-beda sesuai dengan situasi (Littlejohn & Foss, 2008;
Craig & Muller, 2007). Intinya, masyarakat dianggap memiliki perasaan dan
pengalaman yang lebih di berbagai aspek dibanding seorang perencana karena
mereka menempati lingkungan tempat tinggal yang sudah menjadi bagian
identitas mereka.
Karakteristik utama perencanaan generasi ketiga yaitu menitikberatkan
pada proses sosial kemasyarakatan. Peran perencana menurut teori perencanaan
generasi ketiga yaitu sebagai komunikator, mediator, fasilitator, dan tokoh yang
menginisiasi masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses perencanaan.
Perencana dengan kapasitas dan kemampuannya merumuskan langakah-langkah
atau tindakan yang sesuai, dengan mempertimbangkan keberadaan masyarakat
sebagai subjek serta objek perencanaan. Pada teori perencanaan generasi ketiga ini
perencanaan merupakan output dari kerjasama dan kolaborasi antara pemerintah
dan masyarakat. Perumusan isu hingga penetapan tindakan-tindakan implementasi
rencana dilakukan bersama-sama antara pemerintah dan masyarakat. Masyarakat
merupakan subjek dan objek dalam perencanaan, dimana masyarakat merupakan
salah satu pihak yang merumuskan rencana sekaligus sebagai pelaksana rencana
program-programnya.

2.2.Asumsi Dasar Teori Perencanaan Generasi Ketiga: Sosial-


Konstruktivistik
Asumsi yang digunakan sebagai dasar dalam pembentukan Teori Sosial
Konstrutivistik menurut Kukla (2005) yaitu sebagai berikut.
1. Informasi tidak sepenuhnya tersedia, keadaan suatu masalah hanya dapat
dipahami sedikit demi sedikit.
2. Tindakannya bersifat subjektif, setiap tindakan presepsi dan kognisi sarat
teori, oleh karenanya tidak pernah memiliki nilai yang netral.

6
3. Tindakan dipengaruhi oleh perangkap kognitif
4. Masing-masing bagian dari pemahaman situasi oleh seseorang, dibedakan
satu sama lain tetapi tidak dapat dipisahkan.
5. Tidak ada solusi yang optimal, karena pihak-pihak yang terlibat hampir
selalu memiliki preferensi yang berbeda-beda, terlebih lagi tidak selalu
stabil dalam kurun waktu yang lama.
Sementara itu menurut Berger dan Luckman (1990) Asumsi yang digunakan
sebagai dasar dalam pembentukan Teori Sosial Konstrutivistik adalah sebagai
berikut:
1. Realitas merupakan hasil ciptaan manusia kreatif melalui kekuatan
konstruksi sosial terhadap dunia sosial di sekelilingnya.
2. Hubungan antara konteks sosial dan pemikiran manusia, bersifat
berkembang dan dilembagakan
3. Kehidupan masyarakat dikonstruksi secara terus menerus
4. Membedakan antara pengetahuan dengan realitas. Pengetahuan
didefinisikan sebagai kepastian bahwa realitas-realitas itu nyata dan
memiliki karakteristik spesifik. Sementara itu realitas merupakan kualitas
yang terdapat dalam kenyataan yang diakui sebagai keberadaan yang tidak
bergantung pada kehendak manusia.

2.3. Kelebihan dan Kekurangan Teori Perencanaan Generasi Ketiga: Sosial-


Konstruktivistik
Kelebihan dari Teori Sosial Konstruktivistik dalam Karman (2015) dan
Servillo (2012) diantaranya yaitu sebagai berikut.
1. Masyarakat dianggap sebagai akumulasi pengalaman individu untuk
melihat keseluruhan pengalaman individu yang utuh sebagai patokan
berperilaku dan salah satu sumber solusi bagi pemecahan masaah.
2. Pelibatan berbagai aktor dan kelompok sosial dalam sistem perencanaan
dan kerangka kelembagaan dengan distribusi kekuasaan yang sesuai,
mendorong perwujudkan logika, kepentingan, dan nlai-nilai kolektif yang
membentuk kesepakatan.

7
3. Mempertimbangkan lingkungan sosial dimana proses pembelajaran
berlengsung
4. Memahami kompleksitas keberadaan manusia dalam lingkungan sosial
5. Menyediakan dasar bagi berbagai metodologi dan pendekatan penelitian
karena dalam melakukan pendekatan terhadap masyarakat membutuhkan
berbagai macam metode untuk memahaminya.
6. Mengedepankan peran institusi sosial, dengan tidak mengesampingkan
peran masyarakat umum
Kekurangan dari Teori Sosial Konstruktivistik dalam Long (2017) dan Jacob
et al (2000) adalah sebagai berikut:
1. Ketergantungan pada berbagai jenis data besar dan simulasi
2. Bersifat subjectif karena konstruktivis perencanaan menganggap bahwa
kita membuat realitas perkotaan dan metropolitan kita, dan bahwa
subjektif dan psikologis (pengalaman) adalah apa yang harus dianggap
sebagai motivator sentral dalam teori perencanaan.
3. Konstruksionisme mengistimewakan agen (kelompok) daripada dan di atas
struktur, dimana mengistimewakan lembaga individu dengan
mengorbankan kepentingan struktural dan institusional yang lebih luas
atau singkatnya dapat dikatakan mengabaikan kendala material dan praktis
yang mengekang kapasitas individu untuk mempengaruhi perubahan. Oleh
karena itu terkadang dikatakan sebagai teori subjektif "mikro" yang
mengabaikan gambaran "makro" yang lebih luas.
4. Penggunaan epistemologi konstruksionis sosial mendorong suatu bentuk
penelitian atau perencanaan yang bias dan sulit untuk disebarluaskan

2.4. Kritik terhadap Teori Sosial Konstruktivisme


Teori Sosial Konstruktivisme lebih menekankan pada peran sosial dan
komunitas daripada peran individu (Resnick, 1996). Dalam penerapannya, teori
sosial konstruktivisime dikritik karena selalu melibatkan individu yang memiliki
peran di tiap institusional dan kelompok, tidak melibatkan individu sebagai
individu itu sendiri. Realitas dalam teori sosial konstruktivisme dipandang sebagai
realita yang dibangun oleh kegiatan sosial. Realitas tidak didefinisikan secara
nyata namun didefinisikan dengan bagaimana tiap kelompok sosial mencapai

8
pemahaman tersebut. Teori ini berhubungan dengan penerapan ilmu pengetahuan
dan penelitian kualitatif. Sosial Konstruktivisme tidak dapat disandingkan dengan
metode penelitian kuantitatif, dikarenakan kuantitatif cenderung mengarah ke
pemahaman post-positivistik dimana segala sesuatu realitas bersifat nyata,
sebagaimana pengetahuan tersebut dibuktikan melalui observasi dan bukti yang
nyata.
Validitas dalam penerapan teori sosial konstruktivisme cenderung tidak
memiliki jaminan yang valid dikarenakan tidak memiliki verifikasi yang pasti
terhadap kepastian data di masa yang akan datang. (Hepburn, 2006 dalam
Karman, 2015). Nyatanya, pemikiran sosial tidak selalu memberikan ketajaman
informasi, justru dapat dimodifikasi dan memiliki banyak celah dalam pernyataan.
Teori ini tidak mengikutsertakan metode dalam mencari validitas dalam berpikir
dan lebih mendekonstruksi pola pikir kelompok, masyarakat, dan institusi
(Karman, 2015). Maka dari itu, penerapan teori ini membutuhkan kolaborasi
menggunakan teori yang mengedepankan studi penelitian yang lebih empiris,
sehingga modifikasi dan validitas dapat ditekankan oleh peneliti dengan menggali
informasi menggunakan pendekatan teori yang menyatakan realitas nyata dan
bukti yang nyata.

9
BAB III
IMPLEMENTASI TEORI PERENCANAAN GENERASI KETIGA:
SOSIAL- KONSTRUKTIVISTIK

3.1. Kondisi dan Permasalahan Objek Perencanaan


Desa Sukajadi merupakan salah satu desa di Kecamatan Carita yang
sebagian besar wilayahnya berada digaris pantai Carita, sementara sebagaian yang
lain berada di persawahan dan perkebunan. Letaknya yang berada diantara pesisir
dan persawahan, membuat desa ini memiliki banyak potensi besar untuk
dikembangkan menjadi desa wisata.
Pembangunan desa wisata merupakan realisasi dari pelaksanaan Undang-
Undang Otonomi Daerah (UU No. 22 Tahun 1999). Namun, kenyataan di
lapangan menunjukkan bahwa pengembangan desa wisata belum sepenuhnya
berpihak kepada masyarakat Sukajadi. Contohnya, vila-vila dan penginapan-
penginapan di sekitar pantai merupakan asset pariwisata yang dapat
dikembangkan untuk menunjang kebutuhan dan kepuasan wisatawan. Namun,
pengelolaan dan pengembangan tidak berpihak pada masyarakat lokal, karena
masyarakat sejauh ini masih tetap menjadi penonton sementara investor-investor
dari luar kota ataupun luar negeri untuk mendapatkan keuntungan dari aktifitas
pariwisata ini. Padahal, masyarakat lokal menjadi salah satu faktor penyebab
berkembangnya pariwisata ini.
Keberpihakan pemerintah kepada investor asing membuat aktifitas
pariwisata di desa ini hampir sepenuhnya dikuasai oleh investor asing. Hal
tersebut memicu munculnya area kompetisi ekonomi. Kelompok masyarakat lokal
bersaing dengan para pemodal kuat dari luar daerah. Jika kondisi ini terus
dibiarkan maka akan sangat berpengaruh terhadap kelangsungan ekonomi lokal.
Oleh karena itu, memberikan ruang gerak bagi tumbuhnya ekonomi kerakyatan
sangat dibutuhkan guna memberikan masyarakat kesempatan untuk membuat
wilayahnya jadi sejahtara.
Selain itu ternyata desa ini sudah memiliki struktur pemerintahan yang
cukup bagus dan sangat mendukung untuk menjadi desa wisata. Hal ini bisa
terbukti dengan adanya penataan ruang desa seperti perbaikan-perbaikan akses
menuju desa wisata. Hampir seluruh jalan menuju desa wisata dalam kondisi

10
bagus, begitu juga dengan fasilitas wisata lain seperti condominium dan villa.
Selain pemerintah, masyarakat lokal turut dilibatkan dan tak lepas dari perhatian
terhadap pengembangan yang dilakukan untuk desa. Di tengah keterbatasan
kemampuan dan modal masyarakat tetap memiliki andil besar dalam
pengembangan desa wisata ini. Oleh karena itu, dapat dibuktikan bahwa kunci
dan keberhasilan pembangunan desa wisata yang berkelanjutan adalah peran
masyarakat didalamnya.

3.2. Proses Perencanaan


Proses perencanaan dan pengembangan Desa Wisata Sukajadi, Kecamatan
Carita, Kecamatan Padelangan dilakukan dengan melibatkan masyarakat lokal
secara aktif. Partisipasi masyarakat lokal ini direpresentasikan melalui perannya
yang tidak hanya sebagai penerima manfaat namun juga berpartisipasi dalam
menyumbang pemahaman, bantuan, dan tenaga pengelolaan kawasan. Partisipasi
masyarakat lokal juga dapat ditunjukkan melalui keterlibatannya pada tahap
perencanaan, pelaksanaan maupun pengawasan atau monitoring. Berikut ini
merupakan tahapan proses perencanaan desa wisata dengan melibatkan partisipasi
aktif masyarakat lokal.
1. Tahap identifikasi potensi wisata
Tahap identifikasi potensi wisata dilakukan bersama masyarakat sebagai
pihak yang dianggap paling memahami potensi dan masalah wilayah yang
ada. Pada tahap ini merupakan langkah awal yang akan menentukan daya
tarik wisata yang akan dikembangkan berdasarkan pemahaman, kebutuhan,
dan kemampuan masyarakatnya.
2. Tahap pengembangan desa wisata
Tahap pengembangan desa wisata dilakukan setelah diputuskannya daya
tarik wisata yang akan dikembangkan menjadi salah satu atraksi wisata.
Pada tahap ini, masyakarat lokal terlibat dalam penentuan tujuan,
penyusunan program dan juga rencana kegiatan hingga anggaran biaya
yang dibutuhkan.
3. Tahap penyelenggaraan desa wisata

11
Pada tahapan penyelenggaraan desa wisata, masyarakat berperan sebagai
penyelengara sekaligus penerima manfaat akibat adanya kegiatan ini.
Sebagai penyelenggara, masyarakat berperan sebagai pengelola
kerelangsungan dan keberlanjutan desa wisata. Sedangkan sebagai
penerima manfaat, masyarakat merupakan pihak pertama yang
diuntungkan hingga tercapainya kesejahteraan masyarakat di desa tersebut.
4. Tahap evaluasi penyelenggaraan desa wisata
Tahap evaluasi penyelenggaraan desa wisata dilakukan dengan
melibatkan partisipasi masyarakat mengingat masyarakat dianggap paling
mengerti terkait dengan proses perencaan hingga penyelenggaraan desa
wisata. Proses evaluasi ini dilakukan dengan menilai keberhasilan dan
ketercapaian tujuan penyelenggaraan desa wisata. Keterlibatan masyarakat
dalam proses evaluasi ini juga akan mampu meningkatkan kapasitas
mayarakat serta menciptakan akuntabilitas dalam penyelenggaraan desa
wisata.

3.3. Pelaku Perencanaan


Pada proses pengelolaan Desa Wisata Sukajadi ini terdapat beberapa
pelaku dan peran untuk melaksanakan tugas serta fungsinya yang berbeda-beda.
Pelaku perencanaan tersebut memiliki tujuan yang sama yaitu dalam rangka
mewujudkan Desa Wisata Sukajadi menjadi desa wisata yang memiliki
keaslian baik ekonomi, fisik, kultur, serta sosial daerah dengan lebih
menggunakan peran masyarakat lokal setempat melalui konsep CBT
(Community Based Tourism). Desa Sukajadi merupakan desa wisata di
Kecamatan Carita, Kabupaten Pandeglang yang memiliki beberapa destinasi
wisata berbasis keindahan alam, karena letaknya berada di pesisir pantai dan
juga banyaknya lahan persawahan dan perkebunan. Dalam hal ini, Pemerintah
setempat baik Pemerintah Kabupaten Pandeglang, Pemerintah Kecamatan
Carita, dan Pemerintah Desa Sukajadi tentunya merupakan pihak berwenang
sebagai pengambil keputusan dalam hal pengembangan desa wisata ini. Akan
tetapi, tentunya tidak hanya Pemerintah saja yang berperan dalam proses
pengembangan desa wisata, butuh peran-peran lain dari elemen di luar

12
Pemerintah seperti pihak swasta, investor, organisasi, serta masyarakat lokal
setempat.
Penerapan konsep CBT (Community Based Tourism) tentunya
memberikan kuasa penuh untuk masyarakat lokal sebagai pelaku utama dalam
proses pengembangan Desa Wisata Sukajadi, karena CBT (Community Based
Tourism) merupakan bentuk konsep yang menekankan pada pemberdayaan
komunitas agar lebih memahami dan menghargai semua aset yang mereka
miliki seperti, kebudayaan, adat istiadat, kuliner, serta sumber daya alam
lainnya. Maka dari itu, perencanaan ide kegiatan, pengelolaan, serta
pengawasan seluruhnya dilakukan oleh masyarakat secara partisipatif, serta
manfaatnya juga nantinya akan dirasakan oleh langsung oleh masyarakat.
Dengan demikian peran masyarakat sebagai pemegang kepentingan merupakan
unsur yang penting dalam pengembangan desa wisata berbasis masyarakat.
Dalam hal ini, beberapa kalangan masyarakat tentunya termasuk ke dalam
komunitas-komunitas kecil yang terdapat di masyarakat, seperti Pokdarwis
ataupun Karang Taruna. Beberapa komunitas lokal biasanya tumbuh dan hidup
berdampingan dengan suatu objek wisata yang mana akhirnya menjadi bagian
dari sistem ekologi yang saling kait mengait
Pihak swasta yang terlibat dalam pengelolaan Desa Wisata Sukajadi
mungkin lebih tepatnya berupa investor-investor, mayoritas investor
merupakan investor asing yang mana pada dasarnya tidak sejalan dengan
konsep pengembangan desa wisata berbasis masyarakat. Akan tetapi, tidak
semua hal dikuasai oleh investor. Investor hanya berperan pada sebagian
elemen wisata ataupun fasilitas yang dibutuhkan di Desa Wisata Sukajadi,
seperti hotel, villa, dll. Dengan adanya konsep CBT (Community Based
Tourism) juga pada dasarnya masyarakat lokal mulai mengurangi ataupun
memilah-milah investor yang akan ikut berperan di Desa Wisata Sukajadi.
Peran Pemerintah sendiri pada dasarnya memiliki peran sebagai fasilitator dan
monitoring serta evaluasi. Pada dasarnya basis sistem Pemerintahan di Desa
Sukajadi, Kecamatan Carita sudah bagus, karena Pemerintah benar-benar
memfasilitasi dan berperan penting dalam rangka pengembangan Desa Wisata
Sukajadi ini, tetapi pada beberapa momen tertentu peran Pemerintah cenderung

13
melebihi atau melewati dari peran masyarakat lokal sendiri, walaupun
seharusnya Pemerintah di sini hanya sekadar sebagai fasilitator dan monitoring
serta evaluasi saja. Pada intinya, adanya beberapa elemen yang beperan dalam
pengembangan Desa Wisata Sukajadi ini memberikan dampak positif dan
tentunya saling bersinergi satu sama lain dalam mewujudkan tujuan utama dari
pengembangan Desa Wisata Sukajadi, Kecamatan Carita.

3.4. Katakteristik Perencanaan Sesuai Karakteristik Perencanaan


Generasi Ketiga
Berdasarkan karakteristik generasi ketiga yang telah dijelaskan
sebelumnya, maka dalam pengimplementasi di Indonesia khususnya di Desa
Sukajadi dapat dilihat di tabel di bawah ini.
Tabel 1 Karakteristik Desa Wisata Sukajadi

Karakteristik Teori
Perencanaan Generasi Karakteristik Desa Wisata Sukajadi
Ketiga
Memiliki tujuan untuk Kelompok masyarakat lokal sadar akan adanya
dapat meningkatkan desa wisata Sukajadi yang dibuktikan adanya
kesejahteraan dan persaingan ekonomi dengan investor asing.
kualitas hidup Oleh karena itu, masyarakat ikut serta dalam
pengembangan desa wisata untuk dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Sukajadi.
Perencanaan untuk Pembangunan Desa Wisata Sukajadi menjadi
transformasi aktivitas desa wisata dapat merubah kehidupan sosial
sosial masyarakat ekonomi masyarakat. Pariwisata dan kegiatan
didalamnya telah membuka peluang untuk
usaha dan pekerjaan guna menjadi aktivitas
pendukung dari pariwisata tersebut.
Terjadinya aksi sosial Terjadinya kompetisi ekonomi antara
untuk menciptakan masyarakat dengan investor asing, sehingga hal
kesejahteraan bersama ini dapat menjadi dorongan masyarakat
Sukajadi untuk dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat lokal Sukajadi.
Perencana sebagai Pengembangan desa wisata tidak hanya
fasilitator berdasar dari pemerintah setempat, akan tetapi,
masyarakat lokal lebih dominan yang
diperlukan untuk dapat mengembangkan Desa

14
Sukajadi.
Mengikutsertakan Dalam proses pengembangan desa wisata
masyarakat lokal dalam Sukajadi, masyarakat lokal diberikan pelatihan
proses perencanaan guna untuk dapat meningkatkan kemampuan
dan kreativitas guna untuk dapat meingkatkan
nilai ekonomi baik untuk masyarakat maupun
Desa Sukajadi.
Sumber: Hasil Analisa Kelompok 2A, 2020

15
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Teori perencanaan generasi ketiga atau social-constructivism adalah
sebagai teori yang menjadi pendekatan ilmu komunikasi pada aspek aktivitas
mendapatkan pemahaman, makna, norma, aturan bekerja melalui komunikasi
yang terjadi secara intensif. Social-constructivism menekankan bahwa substansi
perencanaan yang sangat kompleks dengan model struktur. Karakteristik utama
perencanaan generasi ketiga yaitu menitikberatkan pada proses sosial
kemasyarakatan. Peran perencana menurut teori perencanaan generasi ketiga yaitu
sebagai komunikator, mediator, fasilitator, dan tokoh yang menginisiasi
masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses perencanaan. Penerapan teori
perencanaan generasi ketiga atau social-constructivism membutuhkan kolaborasi
menggunakan teori yang mengedepankan studi penelitian yang lebih empiris,
sehingga modifikasi dan validitas dapat ditekankan oleh peneliti dengan menggali
informasi menggunakan pendekatan teori yang menyatakan realitas nyata dan
bukti yang nyata. Teori perencanaan generasi tiga atau social-constructivism telah
diimplementasikan pada proses perencanaan dan pengembangan yang dilakukan
dengan melibatkan masyarakat lokal di Desa Wisata Sukajadi, Kecamatan Carita,
Kecamatan Padelangan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Agus, I., & Wicaksono, D. (2013). Mekanisme Pengendalian dalam Perencanaan


Generasi Ketiga. Studi Kasus : Pengendalian dalam Mewujudkan Kota
Hijau Pendahuluan Perkembangan Model Perencanaan. Jurnal
Perencanaan Wilayah Dan Kota Universitas Brawijaya.
Allmendinger, P. (2002). Towards a post-positivist typology of planning theory.
Planning Theory, 1(1), 77–99.
https://doi.org/10.1177/147309520200100105
Altshuler, A. (1965). The Goals of Comprehensive Planning. Journal of the
American Institute of Planners, 31:3, 186-195
Friedmann, J. (1987). Planning in the Public Domain: From Knowledge to Action.
Princeton NJ: Princeton University Press
Jacobs, Keith dan Tony Manzi. 2000. Evaluating the Social Constructionist
Paradigm inHousing Research. Journal Housing, Theory and Society 17: 35–
42
Karman. (2015). Konstruksi Realitas Sosial Sebagai Gerakan Pemikiran (Sebuah
Telaah Teoretis Terhadap Konstruksi Realitas Peter L. Berger). Penelitian
Dan Pengembangan Komunikasi Dan Informatika, 5(3), 11–23.
Kukla, A. (2005). Social Constructivism and the Group-as-a-Whole. In Group
(Vol. 29, Issue 2). http://www.jstor.org/stable/41719083
Long, Bruce. 2017. “Urban Planning Constructivism: The Constructivist State of
the Art”. Dalam www.armchairgeographer.com.au. Diakses pada 1
Desember 2020
Lamoureux, P., Zheng, J., Buxbaum, R. E., & Heidemann, S. R. (1992). A
cytomechanical investigation of neurite growth on different culture surfaces.
The Journal of cell biology, 118(3), 655-661.
Priyani, R. (2007). Pluralitas Dalam Teori Perencanaan. Jurnal Perencanaan
Wilayah Dan Kota, 18(3), 23–37
Peter L Berger dan Thomas Luckman, Tafsir Sosial atas Kenyataan,
(Jakarta :LP3S, 1990)
Resnick, L. (1996). "Situated learning" In E. De Corte and F. E. Weinert
(Eds) International Encyclopaedia of Developmental and Instructional
Psychology, pp. 341-347. Pergamon Press.
Servillo, L. A., & van den Broeck, P. (2012). The Social Construction of Planning
Systems: A Strategic-Relational Institutionalist Approach. Planning Practice
and Research, 27(1), 41–61. https://doi.org/10.1080/02697459.2012.661179

17

Anda mungkin juga menyukai