Anda di halaman 1dari 9

Kajian Pendekatan Perencanaan Kota dalam Merespon

Pandemi Covid 19

Disusun untuk memenuhi Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Teori Perencanaan
(TPW 21327)

Dosen Pengampu:
Dr. Ir. Hadi Wahyono, MA.

Disusun oleh
Fathiyyah Nur Andina
21040117130068
Kelas A

DEPARTEMEN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2020
Kajian Pendekatan Perencanaan Kota dalam Merespon Pandemi Covid 19

Kajian pendekatan perencanaan kota dalam merespon pandemi Covid 19 ini


penting untuk dilakukan sebab adanya Pandemi Covid 19 yang sedang dilanda saat
ini akan memengaruhi perencanaan dan perkembangan kota dimasa yang akan
datang. Sehingga dalam kajian ini akan membahas tiga hal yang dapat dijadikan
pembelajaran. Adapun tiga bahasan tersebut yaitu mengenai Karakteristik
Masalah yang Dihadapi Kota pada Situasi Pandemi Covid 19, Pendekatan
Pemikiran Perencanaan dalam Menghadapi Pandemi Covid 19 dan Implementasi
Pendekatan Pemikiran Perencanaan dalam Menghadapi Pandemi Covid 19.
Bencana pandemi Covid 19 berdampak pada kondisi kehidupan masyarakat.
Tidak hanya infrastruktur kesehatan, pandemi ini juga berdampak pada kondisi
perkotaan dan menggempur kegiatan, aktivitas, dan perekonomian. Bahkan
prospek pertumbuhan ekonomi pada tahun ini negatif. Pandemi tidak hanya
membatasi sektor publik dan keuangan, tetapi juga membatasi kehidupan pribadi
mayarakatnya. Pandemi Covid 19 ini menghantam warga dan entitas di kota dengan
dampak yang berbeda- beda. Seluruh lapisan masyarakat, baik tua, muda, miskin,
kaya, penguasa, tak ada yang luput dari horornya pandemi. Semua orang diminta
untuk mengambil tanggung jawab yang sama untuk mencegah penyebaran
pandemi dengan salah satunya menerapkan Work From Home.
Namun disisi lain pada realitanya, terdapat kaum marjinal kota yang bekerja
untuk memenuhi kebutuhan hariannya. Dimana kaum marjinal kota hidup from day
to day. Jika hari ini kaum rentan kota tidak keluar rumah untuk mencari nafkah,
menahan lapar adalah satu- satunya pilihan. Pada akhirnya, krisis pandemi Covid
19 ini menempatkan kelompok miskin kota pada posisi yang semakin rentan: di satu
sisi adalah risiko penularan dari aktivitas yang tetap dilakukan, di sisi lainnya adalah
ketiadaan jaminan ekonomi untuk bisa hidup layak di tengah kegiatan ekonomi
yang lesu. Pemangku kebijakan kota pun harus turut mengambil langkah konkret
untuk melindungi kaum rentan kota. Nyatanya, tidak hanya kaum marjinal kota
yang kesulitan, tetapi juga pengusaha, pebisnis, dan wirausahawan yang
kebanyakan berada di kelas menengah kota turut merasakan kesulitan.
Kota sebagai aglomerasi penduduk akibat kegiatan ekonomi non-primer yang
melayani daerah lainnya. Kota menciptakan efek berganda untuk penduduknya.
Satu sama lain, penduduk kota saling membutuhkan dan saling menyokong. Kota
seolah jaring laba- laba yang besar. Ketika satu rapuh, yang lain ikut rapuh. Ketika
satu jatuh, semua ikut jatuh. Lambat laun, jaring itu akan runtuh. Sifat saling
membutuhkan itulah yang membuat efek domino pandemi terasa sangat nyata di
kota. Jasa transportasi mulai goyah karena minimnya penduduk yang melakukan
mobilisasi. Begitu pun dengan berbagai bisnis seperti mall, taman bermain, tempat
hiburan, bahkan kebun binatang. Belum lagi industri kuliner yang kini hanya
ditopang jasa antar makanan daring melalui aplikasi. Industri tak luput dari
perlambatan, seperti industri manufaktur, otomotif, konstruksi, elektronik yang

2
merasakan dampak buruk akibat pandemi Covid 19 sebab tingkat penjualan
menurun.
Dalam merespon krisis yang membutuhkan usaha tanggap, data yang mutakhir
merupakan prasyarat penting agar mekanisme bantuan sosial dapat lebih siap,
transparan, dan juga tepat sasaran. Data kelompok rentan seperti warga miskin,
lansia, serta penyandang disabilitas penting untuk terus diperbarui untuk menjamin
tidak ada warga yang terlewat. Persoalan kelengkapan data memang masih menjadi
salah satu tantangan kota- kota dalam pemenuhan jaminan sosial. Adapun yang
dilakukan yakni urun daya dalam melakukan pendataan masih berorientasi pada
kontrol atau pengawasan kerja pemerintah untuk memastikan transparansi dan
praktik penyelenggaraan pemerintahan yang bersih. Melalui data yang
dikumpulkan bersama, warga secara kolektif mengklaim haknya atas program
bantuan sosial yang diberikan oleh pemerintah. Proses yang dilakukan oleh koalisi
dapat menjadi pembelajaran bahwa di masa mendatang, sebagai sebuah
pendekatan, pendataan kolaboratif yang melibatkan langsung warga serta pihak
seperti akademisi dan lembaga masyarakat, dapat menjadi metode inklusif yang
perlu diarusutamakan untuk mendukung program jaminan sosial di perkotaan.
Kebijakan pemerintah menyediakan jaring pengaman sosial di masa pandemi
ini perlu dilihat dalam kaca mata yang lebih luas. Krisis akibat pandemi menjadi
merefleksikan sejauh mana “negara kesejahteraan” dan “kota untuk semua”
menjadi konsep yang relevan, di mana pemerintah, termasuk pemerintah daerah
bisa memastikan warganya terlindungi melalui berbagai mekanisme jaminan sosial.
Untuk sampai ke sana, data yang mutakhir dan tervalidasi dapat menjadi langkah
awal yang perlu konsisten dilakukan bersama berbagai pihak. Selain itu, mendorong
kolaborasi sumber pendanaan perlindungan sosial baik antara pemerintah pusat
dan daerah, misalnya menggabungkan alokasi anggaran berbagai stakeholder,
perlu menjadi perhatian dalam rangka menjangkau semua warga yang berhak dan
membutuhkan bantuan dari program- program jaminan sosial yang ada.
Transmisi Covid 19 terpantau mencapai angka yang tinggi pada perkotaan.
Namun perdesaan juga tetap terdampak. Terdapat relasi yang kuat antara kota
dengan pedesaan maupun wilayah sekitarnya akibat terjadinya mobilitas
masyarakat. Faktor yang memengaruhi penyakit menular yaitu kepadatan
penduduk (memungkinkan penyebaran lebih cepat), infrastruktur fisik, fasilitas
kesehatan dan sosial seperti rumah sakit, dan tempat sosial di mana masyarakat
berkumpul (tempat ibadah, tempat interaksi, tempat bermain). Sifat terbukanya
kota sebagai melting pot dan kompleksitas kota secara langsung berpengaruh pada
peningkatan penyebaran melaui kontak warga. Wilayah yang ada semakin menjadi
perkotaan akibat urbanisasi, dan dalam kondisi pandemi Covid 19 ini jelas
memengaruhi hubungan kota-desa. Terutama dalam hal manajemen red zone.
Khusus kawasan pedesaan, selain dianggap sebagai "korban" penerima penyakit
dari kota, juga tiba- tiba diharapkan bisa mandiri memberikan layanan kesehatan

3
dan manajemen penanganan pandemi sejajar seperti kota- kota di bagian dunia
mana pun.
Sejarah mencatat perkembangan perencanaan kota merupakan refleksi
terhadap peristiwa yang terjadi saat itu, seperti perubahan sosial budaya
masyarakat, krisis pandemi, atau perkembangan teknologi. Perencanaan
perkotaan pun harus berfokus pada akses layanan paling dasar kota. Adapun
pendekatan pemikiran atau teori perencanaan yang dapat menjadi acuan untuk
menghadapi Pandemi Covid 19 di kawasan perkotaan dengan teori perencanaan
generasi ketiga atau social-constructivism yang membutuhkan kolaborasi. Dimana
perencanaan generasi ketiga ini menitikberatkan pada proses sosial
kemasyarakatan. Sebab perencanaan dalam menghadapi Pandemi Covid 19 tidak
dapat dilakukan dengan perencanaan yang berdiri sendiri, perencanaan harus
diinisiasi oleh manusia yang selalu berinteaksi, berperilaku, dan beraktivitas dalam
lingkungannya.
Pembangunan berketahanan pandemi Covid 19 adalah pembangunan yang
diarahkan untuk mampu mengantisipasi, memitigasi, merespon, menangani, dan
melewati tantangan pandemi. Dengan demikian, kawasan perkotaan tersebut
akan siaga dan proses pembangunan tidak akan terhenti, serta masalah lain seperti
krisis ekonomi, konflik sosial, konflik politik tidak akan terlahir dan memperparah
situasi pandemi Covid 19. Dengan demikian, perencanaan dan pembangunan
berketahanan pandemi sebagai proses perencanaan dan implementasi
pembangunan yang mengarusutamakan pandemi secara holistik, mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi. Proses perencanaan ini menciptakan
masyarakat atau ekosistem yang memiliki ketahanan terhadap pandemi.
Perkotaan sebagai pusat peradaban dan pusat ekonomi harus disiapkan agar
ke depan mampu menghadapi bencana seperti pandemi Covid 19 ini. Rancangan
kota masa depan harus dipersiapkan agar tidak hanya menjadi pusat
perekonomian, tetapi mampu tahan terhadap bencana agar tetap survive. Tiga hal
penataan kota di masa mendatang yang perlu dipersiapkan yakni, digital
infrastruktur, permukiman, dan transportasi. Penataan digital infrastruktur
menjadi hal penting karena semua lini pekerjaan dan kehidupan masyarakat ke
depan akan berkaitan dengan digital. Perencanaan permukiman pun harus
menciptakan lingkungan perumahan yang bisa menjadi tempat kerja, wisata, dan
belajar juga tentunya tempat istirahat. Selain itu, penataan transportasi menjadi
hal yang perlu dipersiapkan dengan baik guna melayani aktivitas mobilitas
penduduknya.
Dalam sudut pendekatan pandemi sebagai bencana, terdapat dua jenis
pandangan yaitu berorientasi pada pengaturan dan berorientasi pada
kesiapsiagaan. Orientasi yang dimaksud untuk menjaga dan memfasilitasi perilaku
masyarakat di ruang publik dan privat. Saat ini, dapat dilakukan pemanfaatan alat
baru (tanpa sentuh), yaitu survei daring dan survei kamera. Selain itu, dapat juga
dilakukan pendalaman tentang penularan penyakit dan susunan rumah atau

4
bangunan terkait arah angin, pipa air, ventilasi, dan air sebagai medium
penyebaran.
Kota dan kesehatan memegang peranan penting terhadap bentuk perkotaan,
desain perkotaan, dan konektivitas. Kota-kota yang memiliki perencanaan dengan
pendekatan lingkungan dan kesehatan diyakini lebih berdaya tahan menghadapi
pandemi ke depan. Perencana kota diharapkan mampu memahami pola dan
proses perubahan yang terus terjadi di kota dan komunitas warga sejak awal
pandemi, PSBB total (karantina), PSBB transisi (adaptasi atau pola kebiasaan baru),
hingga memasuki kenormalan baru. Mewujudkan konsep kota sehat dalam
menghadapi pandemic Covid 19 membutuhkan dukungan aspek sosial dan
lingkungan, khususnya pemerintah (pusat dan daerah) dalam mewujudkan konsep
kota yang sehat bagi masyarakatnya melalui penyediaan fasilitas publik dan
pelayanan kesehatan yang memadai serta partisipasi masyarakat dalam
mendukung terlaksananya kota sehat yang ideal.
Dalam penyediaan fasilitas publik, maka perencanaan spasial wilayah
perkotaan menjadi salah satu tools pemerintah, bersama dengan masyarakat
untuk mewujudkan kota yang sehat. Merujuk kepada imbauan WHO dimana
physical distancing merupakan salah satu mekanisme paling efektif dalam
pencegahan pandemi Covid19, namun dalam skala kota, kepadatan (density) tidak
serta merta menyebabkan infeksi yang lebih tinggi. Sebaliknya, berbagai penelitian
menunjukkan urban sprawling justru memiliki dampak yang lebih buruk karena
berpotensi menyebarkan Covid 19 ke area lain yang lebih tidak siap menangani
pandemi.
Dalam konteks perencanaan wilayah kota, konsep demarkasi penggunaan
lahan dapat diimplementasikan dimana adanya pemisahan antara masing-masing
blok (perumahan, perdagangan dan jasa, perkantoran, industri) secara agregat
untuk mencegah transmisi penyebaran Covid 19 secara lokal. Dengan begitu, jika
diperlukan adanya lockdown untuk satu area atau blok, hal tersebut akan
memudahkan pelaksanaan dan menghambat penyebaran. Kebijakan yang
dihadirkan tidak serta merta merubah tatanan konsep di pola ruangnya, namun
fokus penekanannya adalah di pengelompokan peruntukan. Penegasan penguatan
yang diperlukan, zona perdagangan jasa harus berdiri sendiri begitupun dengan
zona pemukiman. Maka jika nanti terjadi klaster di salah satu zona, tidak
menghambat supply bahan baku nya. Untuk menyiasati hal tersebut, konsep mixed
land use dan high density tetap dapat diterapkan dengan melakukan pemisahan
sub-blok berdasarkan fungsi agar dapat memudahkan dalam upaya memutuskan
rantai penyebaran Covid 19 lokal.
Untuk tercapai kota yang sehat dalam menghadapi Pandemi Covid 19, maka
karakteristik seperti sanitasi lingkungan dan pengelolaan persampahan yang baik,
pedestrian yang layak dan nyaman serta RTH (ruang terbuka hijau) minimal itu
harus terpenuhi. Kawasan tak terbangun dan ruang terbuka hijau perlu
dipertahankan keberadaannya. Pada akhirnya, pengaruh pandemi dan penataan

5
kota tentunya harus dipertimbangkan dari sisi masyarakat dan sangat dibutuhkan
partisipasi masyarakat. Seluruh lapisan masyarakat ini dapat adaptif menerapkan
konsep protokol kesehatan dengan disiplin, meningkatkan kepedulian dan
perubahan gaya hidup di semua tatanan.
Kemudian, yang sangat penting dalam proses perencanaan pembangunan
yang berketahanan pandemi harus melibatkan semua pihak, mulai dari proses
perencanaan, pengimplementasian, hingga evaluasi. Pemerintah sebagai aktor
penggerak publik seharusnya membuat diskusi pengambilan kebijakan dengan
terbuka dan inklusif. Dimana semua pihak terkait dan duduk berpikir bersama.
Keterlibatan dan partisipasi dari berbagai pihak akan membuat kebijakan dan
perencanaan yang diambil dapat mengakomodasi semua kepentingan. Friksi dan
kontra juga dapat diminimalisasi karena kepentingan berbagai pihak dapat
diupayakan untuk terakomodasi. Pemerintah dan semua pihak tentunya
masyarakat harus mulai memperkuat kolaborasi secara komprehensif. Dengan
demikian, semua pihak akan saling membangun keterhubungan untuk saling
memperkuat dalam kondisi pandemi.
Keterlibatan semua pihak akan membuahkan kebijakan yang holistik dan tepat
sasaran. Sebab banyak kepala yang memikirkan kebijakan itu dan banyak ilmu yang
bisa saling ditukar sehingga pembangunan yang direncanakan atau kebijakan yang
akan ditetapkan adalah hasil diskusi mufakat seluruh pihak. Aktivitas perencanaan
kota mempunyai peran penting dalam membentuk lingkungan perkotaan dan juga
gaya hidup bagi masyarakat pada wilayah perencanaan yang bersangkutan. Hal ini
membawa perencanaan sebagai upaya yang berkesinambungan dalam
menemukan paradigma yang lebih baik untuk menghadapi kompleksitas
lingkungan perkotaan. Dari sinilah kemudian mulai berkembang teori perencanaan
sebagai kerangka panduan dalam melakukan perencanaan. Konsekuensinya,
perencanaan tidak lagi menjadi suatu aktivitas mandiri oleh perencana, melainkan
sebagai sebuah sistem kegiatan yang melibatkan banyak pihak.
Dalam prakteknya, tidak mungkin membicarakan perencanaan secara
terpisah dari konteks institusional dan politik. Kondisi ini menjadi lebih kompleks
dengan adanya kesulitan dalam memadankan relasi kekuasaan dalam diskursus
perencanaan. Kemudian kompleksitas ini ditambah lagi dengan adanya pandangan
bahwa perencanaan sebagai sebuah proses perumusan kebijakan publik yang
memiliki stereotipe sebagai sebuah proses yang kental dengan nuansa teknokratis
dan prosedural. Kegiatan ini melibatkan beragam kepentingan dari para para pihak
yang memegang peranan yang besar dalam menentukan substansi dan hasil
perencanaan.
Kota yang memiliki posisi sebagai pusat peradaban harus ditata agar menjadi
humanistik, mampu memanusiakan warga kota. Serta harus mempersiapkan kota
dalam menghadapi bencana kesehatan seperti yang dihadapi saat ini. Dengan cara
meninjau kembali standar kepadatan dalam ruang perkotaan, penambahan
fasilitas pengamanan kesehatan dalam standar bangunan dan lingkungan.

6
Melekatnya protokol kesehatan dalam gaya hidup perkotaan, mengharuskan
perencanaan kembali ruang- ruang publik yang lebih responsif terhadap isu
kesehatan. Serta harus dilakukan peningkatan pada fasilitas sanitasi dan
kebersihan.
Keterbatasan bangunan dan ruang multifungsi yang dapat dijadikan sebagai
tempat karantina atau isolasi di tengah kawasan permukiman yang padat
merupakan juga merupakan salah satu contoh bagaimana ke depan ruang kota bisa
lebih dipersiapkan untuk kondisi krisis. Penyedian perumahan terjangkau dan
ruang publik memadai. Kota dirancang lebih tangguh dari pandemi. Peremajaan
kawasan padat penduduk dan kampung kumuh harus menjadi program prioritas
pembangunan kota pascapandemi. Hunian vertikal akan mengurangi kepadatan
kawasan. Sehingga tempat tinggal lebih lega, layak huni, dan sehat dan terjamin air
bersih, listrik, gas, internet untuk mendukung kegiatan belajar dan bekerja di
rumah.
Adanya ruang terbuka hijau menjadi salah satu yang penting dalam
mengimplementasikan perencaanan kota untuk menyelesaikan permasalahan
pandemi Covid 19. Menempatkan ruang terbuka hijau dan ruang terbuka biru
sebagai dasar merencanakan kota. Ketersediaan taman membantu kota ketika
menerapkan layanan darurat dan protokol evakuasi. Kemampuan perencanaan
kota dan wilayah harus ditingkatkan dan diselaraskan. Perencanaan kota harus
berwawasan luas dan komprehensif, serta menciptakan koalisi lebih kuat terhadap
pandemi. Perencanaan kota terintegrasi dengan perekonomian sekitar, pasokan
air bersih dan gas, penyediaan listrik dan energi terbarukan, transportasi terpadu,
jaringan internet, serta ketahanan pertanian dan pangan sebagai pilar
ketangguhan kota. Pada dasarnya perencanaan dan kesehatan masyarakat juga
harus digunakan sebagai pertimbangan pada suatu pendekatan perencanaan,
sebagai contoh yaitu perencanaan healthy city dengan mempertimbangkan bentuk
perumahan cul de sac, sanitasi terpusat, pengolahan air limbah, matahari, atau
rasio lahan terhadap rumah.
Pada perencanaan pandemi, titik berat dari pengurangan pandemi dapat juga
dilakukan melalui intervensi nonfarmasi seperti penerapan protokol kesehatan,
pengaturan kegiatan masyarakat yang terbatas, dan waktu yang tepat kapan
protokol kesehatan dan strategi tersebut dilaksanakan. Pada perencanaan saat
pandemi, mengarah pada hasil apa yang diinginkan (endgame). Adapun tiga hasil
yang diinginkan yaitu memperlandai kurva (flatten the curve), Goldilock strategy
dengan mengatur jarak sosial serta eksposur berdasarkan kelompok usia, dan
kekebalan massal (herd immunity).
Resiliensi suatu kota atau wilayah bukan hanya untuk kembali ke kondisi
semula. Namun, ada kemampuan absorptivitas untuk menyerap dampak yang
terjadi dan digunakan untuk beradaptasi. Dalam pandemi, mitigasi serta adaptasi
harus berjalan bersamaan karena perubahan dinamis yang selalu terjadi. Sebab,
resiliensi kreatif menjadi konsep baru. Penekanan dilakukan pada knowledge

7
creation, entrepreneurship, dan community spirit. Ada dua hal yang dapat
dilakukan yaitu strategi kolektif (biasa berjalan secara sendiri-sendiri, sekarang
merespons bersama) dan penggunaan teknologi digital untuk memasarkan,
mencari ide baru, atau interaksi dengan konsumen baru. Dan digitalisasi sekarang
telah menjadi suatu keharusan.
Untuk melakukan perencanaan kota yang lebih kuat dan berkelanjutan ke
depan, perencana kota perlu memperhatikan tiga hal, yaitu kepadatan kota, umur
populasi, dan jarak kota ke bandar udara internasional. Proses ideal perencanaan
pembangunan yang berketahanan pandemi dapat diawali dengan studi terhadap
kondisi politik, ekonomi, dan sosial budaya (poleksosbud) masyarakat, baik di
tingkat lokal maupun nasional. Apabila pemerintah sudah memiliki data akurat dan
aktual tentang kondisi politik ekonomi sosial budaya masyarakatnya, pengambilan
kebijakan berketahanan akademi akan lebih tepat sasaran dan sesuai dengan
kebutuhan. Selanjutnya diperlukan melakukan studi tingkat kerentanan setiap
masyarakat dan sektor yang kemungkinan terdampak pandemi. Sudah dapat
dipastikan jika tingkat kerentanan tiap masyarakat atau sektor dalam menghadapi
pandemi itu berbeda- beda. Oleh karena itu, dibutuhkan analisis kerentanan yang
memadai sehingga intervensi dan solusi yang ditawarkan kepada setiap
masyarakat akan berbeda sesuai dengan kebutuhan dan tingkat kerentanan
masing-masing.
Praktek perencanaan kota untuk menyelesaikan persoalan pandemi Covid 19
sebagai sebuah proses penyusunan kebijakan publik di perkotaan. Ada dua
kelompok pelaku kebijakan yaitu negara dan masyarakat, serta ada empat model
jaringan kebijakan, yaitu birokratik, partisipatori, jaringan isu dan jaringan pluralis.
Dari data di lapangan, dapat dianalisis dua aspek utama dalam proses perencanaan
perkotaan dalam kaitannya dengan Pandemi Covid 19. Yaitu, pertama, adalah
aktor kebijakan (policy actors), di mana yang dimaksud di sini adalah orang atau
institusi yang mempengaruhi kebijakan tertentu. Kedua, jaringan kebijakan (policy
network), yaitu bagaimana masing- masing pihak degan gagasan-gagasannya
menjalin hubungan dalam mempengaruhi kebijakan.
Pada dasarnya pendekatan perencanaan perkotaan yang harus diambil untuk
menghadapi Pandemi Covid 19 ini dengan adanya kesatuan dan kepaduan dari
seluruh elemen masyarakat dengan pemerintah dan stakeholders terkait. Sebab
dalam tantangan melawan pandemi Covid 19 ini, kolaborasi dan Kerjasama
merupakan kunci kemenangan melawan pandemi. Peran aktif masyarakat dan
pemerintah maupun pemangku kepentingan lainnya, saat ini dibutuhkan untuk
dapat mewujudkan kota yang tangguh, sehat dan resilien secara fisik, ekonomi,
sosial, dan lingkungan.

8
Daftar Pustaka

Anonim. 2020. Kota Sehat, Bangsa Sehat. Diakses pada 10 Desember 2020. Dalam
www.nasional.sindonews.com
Djonoputro, Bernadus. 2020. Pandemi, Kota, dan Desa Masa Depan. Diakses pada 10
Desember 2020. Dalam www.properti.kompas.com.
Forddanta, Disyasa. 2020. Ahli: Pandemi corona akan mengubah struktur tata ruang
kota. Diakses pada 10 Desember 2020. Dalam www.nasional.kontan.co.id
Joga, Nirwono. 2020. Kita, Kota, dan Corona. Diakses pada 10 Desember 2020. Dalam
www.investor.id.
Muhyidin. 2020. Covid-19, New Normal dan Perencanaan Pembangunan di Indonesia.
The Indonesian Journal of Development Planning 240 Volume IV
Nabila, Mutiara. 2020. Ahli Perencanaan Kota: Pemerintah Bisa Regenerasi Kota Saat
PSBB. Diakses pada 10 Desember 2020. Dalam www.ekonomi.bisnis.com
Paripurno dan Jannah. 2011. Community Based Disaster Risk Management (CBDRM)
Guideline, Masyarakat Peduli Bencana Indonesia.
Permana, Adi. 2020. Pandemic in Planning: Konsep dan Implikasi pada Perencanaan
Wilayah dan Perdesaan di Indonesia. Diakses pada 10 Desember 2020. Dalam
www.itb.ac.id.
Pede, Elena. 2020. Planning for Resilience: New Paths for Managing Uncertainty.
Rao. 2011. Participatory Development Reconsidered.
Sugiharti, Tantri. 2020. Pandemi Corona, Bagaimana Tata Ruang Kota Dipersiapkan
Agar Ramah Bencana Non Alam?. Diakses pada 10 Desember 2020. Dalam
www.rmoljabar.id.
Sekretariat Dirjen Tata Ruang. 2020. Pengembangan Kota Sehat dalam Tatanan
Kenormalan Baru. Diakses pada 10 Desember 2020. Dalam
www.tataruang.atrbpn.go.id
Usman, Yusdi. 2020. Perencanaan dan Pembangunan yang Berketahanan Pandemi.
Diakses pada 10 Desember 2020. Dalam www.iap2.or.id
Wisner and Kelman. 2012. Framing disaster: theories and stories seeking to
understand Hazards, vulnerability and risk.

Anda mungkin juga menyukai