Anda di halaman 1dari 6

MODEL DINAMIS PENGELOLAAN SAMPAH KOTA SEMARANG

Persoalan sampah adalah persoalan yang pasti dihadapi oleh semua manusia dan juga
menjadi permasalahan yang dihadapi suatu wilayah, termasuk Kota Semarang. Saat ini, lebih dari 1,8
juta penduduk yang tinggal di Kota Semarang dengan angka pertumbuhan penduduk pertahun yakni
0,0157. Peningkatan jumlah penduduk Kota Semarang juga diperparah dengan adanya migrasi masuk
karena terdapat berbagai daya tarik di Kota Semarang. Hal ini akan menambah tantangan
pengelolaan sampah yang dihadapi. Pengelolaan sampah di Kota Semarang telah menjadi masalah
yang relatif sulit untuk dipecahkan. Permasalahan sampah harus diselesaikan dengan pendekatan
manajemen pengelolaan yang baik. Semakin meningkatnya timbulan sampah dari waktu ke waktu,
sehingga memerlukan penanganan yang serius dengan memperhatikan strategi manajemen
lingkungan.
Gambar 1 Jumlah Penduduk Kota Semarang
Jiwa
Jumlah Penduduk

2,100,000

2,000,000

1,900,000

Jan 1, 2020 Jan 1, 2024 Jan 1, 2028

Sumber: BPS Kota Semarang, 2020

Pengelolaan sampah yang baik merupakan suatu rangkaian kegiatan yang mencakup
pengumpulan, pengangkutan, pengelolaan dan pembuangannya. Setiap kegiatan tersebut
berkaitan antara satu dengan lainnya dan saling berhubungan timbal balik. Besarnya timbulan
sampah setiap hari yang terus mengalami peningkatan yang cukup tajam, sehingga memerlukan
pengelolaan yang harus dilakukan secara efektif dan efisien. Permasalahan sampah bukan hanya
menjadi masalah jangka pendek, tetapi akan menjadi masalah jangka panjang, sehingga perlu
dukungan kebijakan Pemerintah Daerah Kota Semarang, dengan demikian penanganannya akan
lebih terintegrasi dengan hasil yang maksimal.
Pengelolaan sampah disuatu kota adalah serangkaian proses mulai dari pengurangan
timbulan sampah sampai pada penanganan sampah itu sendiri sehingga tidak berdampak terhadap
lingkungan maupun kesehatan. Pengelolaan sampah perkotaan merupakan bagian terintegrasi dari
perencanaan lingkungan perkotaan. Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Semarang No. 6 Tahun 2012,
pengelolaan sampah seharusnya terdiri atas pengurangan dan penanganan sampah. Pengurangan
sampah meliputi pembatasan timbulan sampah, pendaur ulangan sampah, serta pemanfaatan
kembali sampah. Sedangkan penanganan sampah meliputi pewadahan dan pemilahan,
pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir. Karakteristik dan kuantitas
timbulan sampah domestik, komersial dan aktivitas industri pada Kota Semarang pun, selain
dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk juga dipengaruhi oleh naiknya standar hidup penduduk
Kota Semarang.
Pengelolaan sampah yang dilakukan di Kota Semarang berasal dari adanya timbulan sampah,
termasuk sampah rumah tangga yang semakin meningkat setiap tahun dan akan dibuang ke TPA
(Tempat Pembuangan Akhir) yang tentu akan mempengaruhi kapasitas TPA termasuk potensi
dampak terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat disekitar lokasi TPA. Secara umum
pengelolaan sampah Kota Semarang menggunakan alur pengumpulan dari berbagai sumber
timbulan, pemilahan dan pewadahan (dengan adanya peran pemulung dalam mengurangi jumlah
sampah), pengangkutan ke TPS (Tempat Penampungan Sementara), pengolahan sementara karena
adanya peran TPST (Tempat Pengolahan Sampah Terpadu) dan Bank Sampah, pengangkutan ke TPA
serta tahap terakhir yaitu pengolahan akhir di TPA dengan proses pemadatan dan mengkonversi
menjadi gas metan.
Pemodelan dinamis merupakan salah satu instrumen untuk mengestimasi timbulan sampah
yang ada di Kota Semarang yang makin meningkat setiap tahun. Pemodelan dinamis digunakan
untuk menggambarkan perilaku sistem yang rumit dan kompleks. Pengelolaan dan manajemen
persampahan merupakan persoalan kompleks karena berhubungan secara keseluruhan. Pemodelan
dinamis juga bertujuan untuk mengeksplorasi, menilai, dan meramalkan dampak secara terpadu.
Melalui pemodelan dinamis dapat diketahui potensi tingkat reduksi sampah yang bisa dilakukan
dengan skenario kondisi eksisting di Kota Semarang dengan adanya TPST (Tempat Pengolahan
Sampah Terpadu) dan Bank Sampah. Dari hasil simulasi ini, dapat mengestimasi jumlah sampah yang
akan diangkut dan dibuang ke TPA. Dengan mengetahui estimasi timbulan sampah selama beberapa
tahun kedepan, perencanaan pengelolaan sampah akan lebih efektif.
Diagram model pengumpulan sampah di Kota Semarang berdasarkan kondisi eksisting adalah
sebagai berikut.

Gambar 2 Diagram Model Pengumpulan Sampah Kota Semarang

Sumber: Kelas MKP Sistem Dinamis, 2020


Pada gambar 2 diperlihatkan bagaimana setiap komponen variabel yang berinteraksi dengan
menggunakan simbol anak panah. Dalam pembuatan model ini dibuat beberapa sub model supaya
memudahkan rancangan sistematis dari model keseluruhan. Dalam model dinamis pengelolaan
sampah Kota Semarang, terdiri dari beberapa submodel yaitu submodel pengumpulan dari berbagai
sumber timbulan, submodel pemilahan dan pewadahan (dengan adanya peran pemulung dalam
mengurangi jumlah sampah), pengangkutan ke TPS (Tempat Penampungan Sementara), submodel
pengolahan sementara karena adanya peran TPST (Tempat Pengolahan Sampah Terpadu) dan Bank
Sampah, submodel pengangkutan ke TPA dan submodel pengolahan akhir di TPA.
Submodel pengumpulan sampah menghasilkan pertumbuhan sampah di Kota Semarang
berasal dari jumlah penduduk dikalikan dengan sampah per orang per harinya. Pertumbuhan sampah
tersebut akan terakumulasi menjadi volume sampah. Berdasarkan data yang diperoleh dari laman
website Cipta Karya Pekerjaan Umum, timbulan sampah yang dihasilkan di Kota Semarang sebanyak
0,00077465 ton/jiwa/hari. Sampah tersebut terbagi menjadi dua jenis yaitu sampah organik dan
sampah anorganik. Dimana timbulan sampah organik sebanyak 1.150 ton per hari dan timbulan
sampah anorganik sebanyak 493 ton per hari. Sedangkan, untuk jumlah sampah yang terangkut ke
TPA sebanyak 278 ton per hari. Kegiatan pengumpulan sampah dilakukan oleh petugas pengumpul
dan pengangkut sampah dibawah kendali Dinas Lingkungan Hidup Kota Semarang. Pengangkutan
sampah dilakukan setiap hari dengan mobil sampah yang untuk selanjutnya diangkut menuju Tempat
Pembuangan Akhir (TPA). Makin meningkatnya timbulan sampah akan berdampak pada kemampuan
pengelolaan sampah yang bisa dilakukan. Timbulan sampah di Kota Semarang pun berasal dari
sampah rumah tangga dan sampah non rumah tangga. Adapun sampah non rumah tangga meliputi
sampah perkantoran, sampah industri dan sampah jalan, baik jalan arteri, jalan kolektor maupun jalan
lokal.
Timbulan sampah non rumah tangga didapatkan dari timbulan sampah perkantoran sebanyak
0,0001 ton/jiwa/hari, yang mana timbulan sampah perkotaan ini dipengaruhi oleh jumlah pegawai.
Selain itu, timbulan sampah non rumah tangga lainnya yaitu yang berasal dari kawasan industri
dihitung dari luas kawasan dengan rasio timbulan. Dimana luas kawasan industri Kota Semarang
seluas 600 hektar dengan timbulan sampah yang dihasilkan sebanyak 0,3 ton per hektar per hari.
Sumber timbulan sampah lainnya berasal dari timbulan sampah jalan yang dikumpulkan dari jalan
arteri, jalan kolektor dan jalan lokal diperhitungkan dari panjang jalan dan rasio timbulan sampah tiap
kelas jalan. Jalan arteri memiliki panjang jalan sepanjang 63.761 meter dengan jumlah timbulan
sebanyak 0,0001 ton per meter per hari. Jalan kolektor memiliki panjang jalan sepanjang 12.090 meter
dengan timbulan yang dihasilkan sebanyak 0,00005 ton per meter per hari dan jalan lokal memiliki
panjang jalan yaitu 638.520 meter dengan timbulan yang dihasilkan sebanyak 0,000025 ton per meter
per hari.
Submodel pemilahan dan pewadahan. Pada submodel ini, terdapat peran pemulung dalam
mengurangi jumlah sampah. Timbulan sampah dari sumber rumah tangga dan non rumah tangga
diasumsikan terjadi pengurangan oleh pemulung sebanyak 8% dari timbulan yang ada. Pewadahan
sampah rumah tangga di Kota Semarang biasanya ditampung dalam bak yang berada di tiap rumah
tangga. Disisi lain juga timbulan sampah dari rumah tangga juga ada yang mengalami pembakaran
oleh masyarakat. Hal tersebut juga turut serta dalam mengurangi atau mereduksi jumlah sampah
yang dihasilkan. Walaupun pembakaran sampah tidak dianjurkan karena dapat mencemari udara.
Submodel pengangkutan ke TPS (Tempat Penimbunan Sementara) berasal dari timbulan
sampah rumah tangga yang tidak masuk ke pengolahan sementara TPST maupun Bank Sampah.
Adapun moda pengangkutnya berupa motor dengan kapasitas sebesar 0,3 ton per motor dengan
ritasi 2 hari. Biaya operasional pengangkutan sampah ke TPS ini memakan biaya 124 juta rupiah per
hari, sebab biaya bahan bakar Rp.700.000 per motor dan gaji petugas Rp.60.000 per orang. Dengan
luas wilayah Kota Semarang yang mencapai 37.380 hektar, maka tidak heran bila biaya yang harus
dikeluarkan hanya untuk pengangkutan sampah ke TPS hingga menyentuh angka 124 juta rupiah per
hari.
Pada Submodel pengolahan sementara, terdapat peran TPST (Tempat Pengolahan Sampah
Terpadu) dan Bank Sampah. Keberadaan TPST dan Bank Sampah sebagai upaya mereduksi sampah
dan sisi lain dapat menciptakan nilai ekonomi. Upaya reduksi sampah merupakan alternatif terbaik
untuk mengurangi jumlah sampah Kota Semarang yang akan dikelola di TPA. Upaya reduksi sampah
Kota Semarang ini dilakukan melalui daur ulang sampah melalui kerajinan daur ulang dan
pengomposan yang menghasilkan pupuk. Jika dilihat dari komposisi sampah yang dihasilkan Kota
Semarang yang terdiri dari sampah organik dan sampah anorganik, pengolahan alternatif ini cukup
efektif.
Alternatif pengolahan alternatif yang dilakukan Kota Semarang yaitu adanya TPST dan Bank
Sampah. Bank sampah menjadi metode alternatif pengelolaan sampah yang efektif, aman, sehat dan
ramah lingkungan. Hal ini dikarenakan pada bank sampah, masyarakat menabung dalam bentuk
sampah yang sudah dikelompokkan sesuai jenisnya sehingga dapat memudahkan pengelolaan bank
sampah dalam melakukan pengelolaan sampah seperti pemilahan dan pemisahan sampah
berdasarkan jenisnya sehingga tidak terjadi pencampuran antara sampah yang berbeda jenisnya.
Adapun jenis sampah yang dikumpulkan pada Bank Sampah Kota Semarang yang memiliki nilai
ekonomi cukup tinggi yaitu sampah plastik dan sampah logam serta kaca. Persentase sampah plastik
yang tertampung di Bank Sampah Kota semarang sebesar 0,17 ton per hari sedangkan untuk sampah
logam dan kaca sebesar 0,05 ton per hari. Dengan harga masing- masing jenis sampah tiap ton
sebesar 1 juta, maka nilai ekonomi yang didapatkan seharusnya dapat menyentuh angka 73 juta untuk
sampah logam kaca dan 249 juta untuk sampah plastik.
Konsep Bank Sampah membuat masyarakat sadar bahwa sampah pada dasarnya memiliki
nilai jual yang dapat menghasilkan uang, sehingga masyarakat akan memiliki kepedulian untuk
mengelolanya, mulai dari pemilahan, hingga menjadikan sampah sebagai barang yang bisa
digunakan kembali dan bernilai ekonomis. Kehadiran bank sampah telah mendorong adanya
capacity building bagi warga dengan mengupayakan terbentuknya kemandirian dan keswadayaan
warga melalui terbentuknya kesadaran, pengetahuan, dan kemampuan yang mendorong partisipasi
mengelola lingkungan. Dalam konsep bank sampah belum semua penduduk terlayani dengan
cakupan layanan Bank Sampah, sebab konsep Bank Sampah menggunakan konsep keanggotaan.
Pada tiap Bank Sampah di Kota Semarang hanya memiliki jumlah anggota tidak lebih dari 200 rumah
tangga, sedangkan Bank Sampah di Kota Semarang masih terbatas. Nyatanya memang prinsip
keberadaan Bank Sampah yang paling ditekankan adalah bagaimana agar sampah yang sudah
dianggap tidak berguna dan tidak memiliki manfaat dapat memberikan manfaat tersendiri dalam
bentuk uang, sehingga masyarakat termotivasi untuk memilah sampah yang mereka hasilkan. Proses
pemilahan sampah inilah yang akan mengurangi jumlah timbunan sampah yang dihasilkan dari rumah
tangga.
Lain halnya dengan Bank Sampah, keberadaan TPST Kota Semarang untuk mereduksi baik
sampah organik maupun sampah non organik. Untuk mengantisipasi kelebihan muatan di TPA,
Pemerintah Kota Semarang melalui DKP Kota Semarang menerapkan sistem pengelolaan sampah
terpadu melalui Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) yang berada di wilayah kecamatan.
Pengelolaan sampah terpadu bertujuan untuk mengurangi volume timbulan sampah yang akan
diangkut ke TPA, mengantisipasi penggunaan lahan TPA yang semakin terbatas, mengurangi biaya
pengangkutan sampah dari TPS ke TPA, meningkatkan kemandirian masyarakat serta meningkatkan
peran aktif masyarakat dalam mempertahankan kebersihan lingkungan melalui pengelolaan sampah
yang ramah lingkungan. Sampah organik pada TPST diolah menjadi kompos pupuk dan sampah non
organik diolah menjadi produk kerajinan yang dapat dikomersilkan, sehingga sampah yang diangkut
ke TPA menjadi berkurang dan umur pakai TPA bisa lebih lama. Jumlah pupuk organik yang dapat
dikelola oleh TPST eksisting Kota Semarang sebesar 187 ton per hari, sedangkan sampah non organik
yang dapat diubah menjadi kerajinan tangan sebesar 37 ton per hari. Bila proses pengolahan tersebut
dikelola dengan maksimal, dapat dihasilkan omzet nilai ekonomi menembus angka 3 triliun untuk
pupuk kompos, sedangkan untuk omzet kerajinan daur ulang memiliki nilai ekonomi sebesar 750 juta.
Nantinya, sisa sampah organik dan sisa sampah anorganik yang tidak terkelola Bank Sampah dan
TPST akan terakumulasi di sumber sampah ke TPA.
Submodel pengangkutan sampah ke TPA dilakukan oleh kendaraan truck. Timbulan sampah
yang langsung dibawa ke TPA yang berasal dari sampah non rumah tangga dan sampah sisa yang
tidak terolah dari TPST. Adapun kendaraan pengangkutan berupa truck dengan kapasitas truck 5 ribu
ton yang dilakukan dengan ritasi 2 hari. Biaya operasional kendaraan truck untuk mengangkut
sampah ke TPA sejumlah Rp.50.000 tiap truck per hari dengan gaji petugas Rp.150.000. Sehingga
total biaya operasional hanya untuk pengangkutan sampah di Kota Semarang memakan biaya 17
juta rupiah.
Submodel pengolahan akhir di TPA, dilakukan dengan proses pemadatan dan proses
mengkonversi menjadi gas metan. Persentase pemadatan sampah yang dapat dilakukan di TPA
sebesar 0,6 per hari, sehingga diperkirakan jumlah sampah yang dapat dipadatkan sebesar 873.875
ton. Adapun dalam proses pengolahan akhir di TPA terdapat biaya operasional alat berat yang harus
dikeluarkan. Biaya operasional ini didapatkan dari kalkulasi gaji pegawai, biaya bahan bakar dan
jumlah alat berat yang dioperasikan. Dengan jumlah gaji pegawai sekitar Rp.600.000 per hari, maka
biaya operasional yang harus dikeluarkan sekitar 2 juta per hari. Sedangkan untuk proses konversi
menjadi gas metan dapat menghasilkan mencapai 8 ribu kwh per harinya.
Dari tiap submodel yang telah disusun dan dijelaskan sebelumnya, akan membentuk sebuah
model sistem persampahan Kota Semarang. Untuk memudahkan pengambil keputusan maupun agar
memudahkan pengguna lainnya membaca informasi, maka dirancang suatu bentuk interface yang
userfriendly. Tampilan interface dirancang dengan dominasi menyajian data dalam bentuk table dan
grafik dengan penambahan slider. Dalam tampilan interface pun juga memuat tiap judul pada tiap
informasi data. Dengan tersedianya informasi dalam sebuah tampilan model sistem ini, diharapkan
kedepannya permasalahan mengenai sampah Kota Semarang dapat ditekan dan menciptakan
kehidupan yang lebih sehat bagi seluruh penduduk Kota Semarang. Berikut disajikan tampilan
interface sistem persampahan Kota Semarang.
Gambar 3 Tampilan Interface Sistem Persampahan Kota Semarang

Sumber: Kelas MKP Sistem Dinamis, 2020

Daftar Pustaka
Badan Pusat Statistik Kota Semarang Tahun 2020
Deaton M.L., and Winebrake, J.J. 2000. Dynamic Modelling of Environtmental System, Springer
Verlag Publication, New York
Direktorat Cipta Karya Pekerjaan Umum. 2020. Diakses pada 11 Desember 2020. Dalam
www.ciptakarya.pu.go.id.
Kustyardhi, Rizky., Sri, Suwitri., Titik, Djumiarti. 2013. Pengelolaan Sampah Terpadu di Kota
Semarang. Universitas Diponegoro.
Peraturan Daerah Kota Semarang No. 6 Tahun 2012 tentang Pengolahan Sampah
Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan
Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga
Surjandari, I., Hidayatno, A., dan Supriatna, A. 2009. Model Dinamis Pengelolaan Sampah Untuk
Mengurangi Beban Penumpukan. Jurnal Teknik Industri, Vol.11 No.2 pp. 134-147.
ISSN 1411-2485. Jurusan Teknik Industri, Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, UI.
Wildanurrizal., Achmad, Bahauddin., Putro, Ferro. 2014. Perancangan Model Simulasi Pengelolaan
Sampah dengan Pendekatan Sistem Dinamis di Kota Cilegon. Jurnal Ilmiah, Keilmuan, dan
Penerapan Teknik Industri Vol. 2 No. 3. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Anda mungkin juga menyukai