Anda di halaman 1dari 3

FATHIYYAH NUR ANDINA 21040117130068

MKP PEMODELAN TRANSPORTASI

Transformasi Perilaku Manusia Akibat Covid-19 di Bidang Transportasi

Bukan hanya dampak kesehatan, Covid-19 juga membatasi pergerakan manusia.


Protokol kesehatan yang diberlakukan seperti physical distancing dan kebijakan work from
home yang gencar diterapkan membatasi perpidahan manusia yang notabene diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan. Sebelum Covid-19 menjangkit dunia, orang- orang merencanakan dan
melakukan kegiatan di luar rumah guna meningkatkan kesejahteraannya seperti pergi bekerja
dan pergi ke sekolah untuk belajar.
Diberlakukannya social distancing tidak hanya sebatas menurunkan intensitas interaksi
terhadap manusia, namun dapat berimplikasi pada banyak hal baik aspek mobilitas, ekonomi
pendapatan, hingga kesehatan. Memaksa manusia untuk dirumah saja memunculkan
kebiasaan baru. Dengan tidak bergerak dan melakukan mobilitas baik tidak maupun dengan
kendaraan berimplikasi pada kesehatan psikis. Pengembangan diri dan tingkat stres yang lebih
tinggi mungkin saja dialami bila social distancing ini berkelanjutan karena tidak lagi memiliki
tujuan untuk bepergian. Untuk menanggapi tingkat stress yang lebih tinggi di masyarakat,
masyarakat akan cenderung beraktivitas dengan jarak yang dekat dari tempat tinggal dengan
melakukan kegiatan jogging dan bersepeda,
Tidak menutup kemungkinan kebiasaan masyarakat untuk tidak bepergian dengan jarak
yang jauh memunculkan keputusan baru. Salah satunya dengan mendekatkan rumah tinggal
dengan tempat bekerja ataupun sekolah. Mungkin bagi masyarakat yang memiliki tingkat
ekonomi yang tinggi tidak akan merasa kesulitan untuk memilih keputusan dalam pemilihan
lokasi hunian. Namun bagaimana dengan masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah?
Tentu saja kebijakan work from home bagi sebagian pekerja suatu waktu bisa saja
dicabut dan mereka diharuskan pergi ke kantor. Hal ini yang harus dipikirkan kembali, tentang
bagaimana pengguna transportasi umum (yang memiliki kemampuan ekonomi menengah)
dapat tetap aman melakukan pergerakan dengan tetap menerapkan physical distancing. Sebab
kebijakan dari perusahaan si pekerja merupakan suatu hal yang mengikat. Sehingga
dibutuhkan penyesuaian layanan baik dari penyesuaian moda maupun lokasi transit (halte
maupun stasiun). Penyesuaian dapat berupa pengurangan muatan (load factor) dan
pengaturan tempat duduk serta pengaturan jam operasional untuk menghindari penumpukan.
Hal tersebut dapat berimplikasi pada kebutuhan akan penambahan armada sehingga
berdampak pada kenaikan harga tiket yang tentunya akan memberatkan penumpang yang
berasal dari golongan ekomoni menengah. Selain itu, penyesuaian pada lokasi transit
(stasiun/halte) seperti penggunaan sistem pembayaran berbasis kartu (dalam mengisian saldo
juga menggunakan mesin) dan screening kesehatan calon penumpang, Penyesuaian ini
dilakukan untuk mempertahankan kepercayaan pengguna terhadap transportasi umum.
Lain halnya dengan cara menjangkau pemenuhan kebutuhan (basic needs) yang lebih
fleksibel. Tidak ada kebijakan yang mengikat layaknya peraturan di kantor. Manusia dapat
memilih bagaimana cara menjangkau kebutuhannya. Untuk saat ini belanja online dirasa aman
karena tetap dapat memenuhi kebutuhan dengan menerapkan social distancing. Pada awalnya,
pemenuhan kebutuhan manusia yang bersifat tersier sudah terfasilitasi tanpa perlu berpindah
tempat, yakni dengan adanya perusahaan e-commerce.
Salah satunya yakni perusahaan e-commerce yang dipublikasinya di televisi (O Channel
TV) menawarkan kebutuhan tersier seperti alat elektronik, alat olahraga, dan alat memasak.
Konsumen hanya perlu menelpon call center dan memesan via telepon lalu barang dapat
diantar ke rumah. Seiring berjalannya waktu muncullah perusahaan- perusahaan e-commerce
seperti tokopedia, shopee, bukalapak, lazada, Sorabel, Blibli, JD.ID dan lainnya yang
menawarkan dan menyediakan barang yang lebih beragam dan merampah ke kebutuhan
primer seperti pakaian (fashion). Cara pemesanannya pun lebih mudah dengan via website
atau aplikasi pada smart phone. Kemunculan e-commerce ini memang sangat mempermudah
FATHIYYAH NUR ANDINA 21040117130068
MKP PEMODELAN TRANSPORTASI

para pekerja yang sibuk dan tak cukup waktu untuk pergi ke pusat perbelanjaan seperti mall.
Kebijakan yang ditawarkan e-commerce seperti Sorabel yang memiliki tagline “Coba Dulu, Baru
Bayar!” yakni penukaran barang pembelian yang tidak sesuai pun menambah kepercayaan
konsumen untuk membeli barang di e-commerce.
Berdasarkan data pengguna internet di Indonesia pada tahun 2018 dari website
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, menyebutkan bahwa pengguna internet di
Indonesia sebesar 64,8% yang penggunanya didominasi oleh para pekerja, mahasiswa, dan
disusul dengan ibu rumah tangga. Hal ini memperjelas bahwa kemampuan akan internet di
masyarakat sudah sangat baik.
Munculnya wabah Covid-19 memunculkan protokol kesehatan social distancing dan
diberlakukannya kebijakan work from home. Hal ini memaksa masyarakat untuk dirumah saja.
Lalu bagaimana tiap orang memenuhi kebutuhan terutama kebutuhan primer (pangan)?
Peluang ini ditangkap oleh para e-commerce bahkan retail seperti indomaret yang menawarkan
KlikIndomaret sebagai inovasi layanan pesan antar agar tetap dapat menggaet pembeli, mesti
dilakukan di rumah yakni dengan memanfaatkan koneksi internet yang sudah mengjangkau
mayoritas masyarakat di Indonesia. Dilansir pada website inet.detik.com, e-commerce Shopee
mencatat tren utama pada platform e-commerce di tengah wabah Covid-19, yaitu meningkatkan
permintaan atas produk- produk perlengkapan rumah, makanan dan minuman, serta kebutuhan
bayi. Peningkatan permintaan produk makanan dan minuman mengalami lonjakan dua kali lipat
dari saat sebelum pandemi (sumber : koran.tempo.co, April 2020). Selain itu juga terdapat e-
commerce Sayurbox yang mengalami peningkatan pesanan lima kali lipat setelah
diberlakukannya work from home (sumber : finance.detik.com, April 2020). Sayurbox
merupakan sebuah platform online yang mengusung konsep bisnis farm-to-table yang
menyediakan sayur segar dan produk sehat.
Melihat bergeseran paradigma masyarakat yang ditimbulkan oleh tren belanja online
yang semula hanya untuk memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier, kini telah bergeser ke
kebutuhan primer. Tentu hal ini akan memengaruhi kebiasaan dan pola pergerakan masyarakat
saat pasca pandemi. Semakin pesatnya perkembangan e-commerce, pertanyaan tentang
bagaimana e-commerce memengaruhi perjalanan belanja menjadi menarik perhatian. Faktor-
faktor lain pun turut memengaruhi pilihan setiap orang baik dari segi sosiodemografi,
pengalaman akan internet, kepemilikan kendaraan, serta faktor lokasi tempat belanja. Efek dari
adanya e-commerce ini tentu berimbas pada frekuensi perjalanan belanja. Diduga dengan
segala bentuk inovasi yang dilakukan para pelaku e-commerce dapat menjadi solusi kemacetan
perkotaan dan dalam jangka panjang dapat menurunkan jumlah toko maupun pusat
perbelanjaan secara fisik.

Daftar Pustaka :
De Vos, Jonas. 2020. The effect of COVID-19 and subsequent social distancing
on travel behavior
Shi, K., De Vos, J., Yang, Y., Witlox, F., 2019. Does e-shopping replace
shopping trips? Empir_x0002_ical evidence from Chengdu, China. Transp. Res. A 122,
21–33
FATHIYYAH NUR ANDINA 21040117130068
MKP PEMODELAN TRANSPORTASI

Anda mungkin juga menyukai