Anda di halaman 1dari 19

PENELITIAN TENTANG EKONOMI REGIONAL

DI SUSUN

OLEH:

ILHAM SYAH SUKRI DONGORAN

NPM: 174114074

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUSLIM NUSANTARA
AL-WASLIYAH MEDAN
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat taufiq serta hidayah-Nya lah, maka penyusunan makalah ini dapat terselesaikan
dengan baik dan tepat pada waktunya. Selanjutnya, sholawat beriring salam penulis
hadiahkan kepada Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬serta keluarga dan sahabatnya. Semoga
nantinya di Yaumil Mahsyar kita mendapat syafa’at dari beliau. Aamiin. Dengan
adanya makalah ini semoga menambah bahan bacaan. Tujuan penulisan makalah ini
adalah sebagai salah satu syarat pendukung suatu proses pembelajaran mata kuliah.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih sangat jauh dari kata
sempurna baik itu dari segi penulisan dan penyampaian. Oleh karena itu kami harap
teman-teman dapat memakluminya. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami
khususnya untuk para pembaca maupun pendengar dan kami mohon maaf jika terdapat
kesalahan yang tidak berkenan dalam makalah ini. Terimakasih.

Medan, 2021
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................

DAFTAR ISI....................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................

A. Latar Belakang Masalah........................................................................................


B. Rumusan Masalah................................................................................................
C. Tujuan Masalah.......................................................................................................

BAB II KAJIAN TEORETIS ..........................................................................................

A. Paradigma Idealisme Pendidikan .........................................................................


B. Ideologi Pragmatisme Pendidikan ..........................................................................

BAB III KESIMPULAN ................................................................................................

A. Simpulan ...............................................................................................................
B. Saran .....................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................


DAFTAR SEPPULU SUMBER JURNAL YANG DIKUTIP

1. Pengembangan Daerah Berdasarkan Tripologi Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Sektor


di Wilayah Kedung Sepur
Nama Pengarang: Deky Aji Suseno
Tahun Terbit : Semarang 2015
ISN : 1979-715X
file:///C:/Users/User/Downloads/JURNAL%20EKENOMI%201.pdf

2. Government Size dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Government Size and Economic
Growth in Indonesia
Nama Pengarang : Ary Ratna Santikaa,∗, & Riatu Mariatul Qibthiyyahb
Tahun Terbit : Jakarta Pusat 2 Juli 2020.
file:///C:/Users/User/Downloads/JURNAL%202.pdf

3. Pertumbuhan Ekonomi Regional di Indonesia: Peran Infrastuktur, Modal Manusia dan


Keterbukaan Perdagangan.
Nama Pengaran : Andi Kustanto
Tahun Terbit : Banten 2020
file:///C:/Users/User/Downloads/JURNAL%203.pdf

4. Pembangunan Manusia dan Kinerja Ekonomi Regional di Iindonesia


Nama Pengaran : Aloysius Gunadi Brata
Tahun Terbit : 2020
file:///C:/Users/User/Downloads/JURNAL%204.pdf

5. Analisis Investasi dan Kontribusi Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten


Merangin Provinsi Jambi Dengan Menggunakan Pendekatan Icor.
Nama Pengaran : Suandi1, Arman Delis
Tahun Terbit : Jambi 2020
file:///C:/Users/User/Downloads/JURNAL%205.pdf

6. Aspek Hukum Peraturan dan Kebijakan Pemerintah Indonesia Menghadapi Leberalisasi


ekonomi Regional: Masyarakat Ekonomi Asean 2015

Nama Pengaran : Mansur Turimalda Malau

Tahun Terbit : Jambi 2015

file:///C:/Users/User/Downloads/JURNAL%206.pdf
7. Peran Modal Manusia Terhadap Pertumbuhan Ekonomi regional di Jawa

Nama Pengaran : Aminuddin Anwar

Tahun Terbit : Jakarta 2017

file:///C:/Users/User/Downloads/JURNAL%207.pdf

8. Analisis Pengaruh belanja Pemerintah, tenaga Kerja, dan Pendapatan Asli Daerah terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Regional Provinsi Jawa Timur Tahun 2015

Nama Pengaran : Avlecena si Hidayat, Frederic Wiston Nalle

Tahun Terbit : 2017

file:///C:/Users/User/Downloads/JURNAL%208.pdf

9. Studi Komparasi Ketimpangan Pembangunan Ekonomi Kabupaten/ Kota di Provinsi Tengga


Timur 2018.

Nama Pengaran : Estherlina Sagajoka

Tahun Terbit : 2018

file:///C:/Users/User/Downloads/JURNAL%209.pdf

10. Kualitas Pertumbuhan Ekonomi Daerah Kabupaten / kota di jawa Timur

Nama Pengaran : Ida Nuraini

Tahun Terbit : Malang 2017

file:///C:/Users/User/Downloads/JURNAL%2010.pdf
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pertumbuhan ekonomi merupakan tujuan utama dari negara – negara di dunia. Upaya dilakukan
guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi, termasuk Indonesia. Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional 2010 – 2014 menyebutkan bahwa dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2004 - 2009 telah ditetapkan tiga strategi pembangunan ekonomi, yaitu
pro growth, pro jobs dan pro poor. Melalui strategi pro growth, tujuannya adalah terjadinya percepatan
laju pertumbuhan ekonomi yang disertai dengan perbaikan distribusi pendapatan (growth with equity),
dan dikatakan berhasil. Realita menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang meningkat, namun juga
diikuti dengan adanya peningkatan ketimpangan antar sektor, namun juga ketimpangan pendapatan
antar individu.

Fenomena keterkaitan antara pertumbuhan dan ketimpangan tersebut juga terjadi di Wilayah
Kedung Sepur.Pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan di wilayah Kedung Sepur dapat
dilihat pada Gambar 2. Pada Gambar 2 tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi daerah
yang tinggi, namun ketimpangan juga tinggi, namun pertumbuhan ekonomi yang rendah, ketimpangan
yang ada juga rendah secara relatif. Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan
bahwa masalah yang terdapat dalam pengembangan wilayah di Kedung Sepur adalah pertumbuhan
ekonomi yang selalu meningkat tetapi tidak disertai dengan adanya pemerataan antar sektor.Sehingga
belum sesuai harapan dimana pertumbuhan ekonomi yang tinggi disertai dengan adanya pemerataan.

Penelitian mengenai pengaruh antara pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi


terus diteliti oleh para ekonom dari waktu ke waktu. Konsep teoretis dan model empiris dari penelitian
tersebut terus mengalami perkembangan. Dalam banyak penelitian, baik secara teoretis maupun
empirisyangtelahdilakukan,pengeluaranpemerintah dilihat dari rasio antara pengeluaran pemerintah
denganProdukDomestikBruto(PDB)ataudikenal dengan istilah government size.

Beberapapenelitimenggunakanpengertianyang berbeda mengenai governmentsize. Namun,


pengertian government size yang paling banyak digunakan peneliti adalah rasio belanja pemerintah
dengan PDB seperti pada penelitian Barro (1990). Selain itu, government size dapat diartikan sebagai
rasio daripenerimaanpajakterhadapPDB(DeWittedan Moesen,2010).Belanjapemerintahyangdigunakan
untuk menghitung government size dapat berbedabeda,yaitu:(i)totalbelanjapemerintahsepertipada
penelitian Vedder dan Gallaway (1998); (ii) total belanja pemerintah nonbunga (Ferris dan Voia,
2015); (iii) pengeluaran konsumsi pemerintah (Chiou-Wei etal., 2010); serta (iv) pengeluaran investasi
pemerintah (Abounoori dan Nademi, 2010).
luaranpemerintahterhadappertumbuhanekonomi dapat berdampak positif dan negatif. Dampak
negatif dari pengaruh pengeluaran pemerintah terhadappertumbuhanekonomikarena:(a)pengeluaran
pemerintahtidakefisien;(b)prosespembuatanperaturan menimbulkan biaya yang besar; serta (c)
kebijakan fiskal dan moneter dapat menimbulkan distorsi insentif ekonomi dan mengurangi
produktivitas dalam perekonomian. Namun, Ram (1986) juga menyatakan bahwa pengaruh antara
pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi dapat juga memiliki dampak positif karena:
(a) pemerintah bisa menyelaraskan kepentingan pribadi dan sosial dalam perekonomian; (b) pemerintah
dapat mencegah terjadinya eksploitasi oleh negara asing;dan(c)pemerintahdapatmendorongterjadinya
kenaikan dalam investasi yang produktif dan dapat mengoptimalkan pertumbuhan dan pembangunan.
Oleh karena itu, para ekonom kemudian melakukan penelitian secara konsep teoretis maupun empiris
tentang bagaimana dampak total pengeluaranpemerintahpadapertumbuhanekonomi. Sebagian peneliti
menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh secara linier terhadap pengeluaran pemerintah,
namun sebagian peneliti lagi menyatakan bahwa pengaruhnya adalah tidak linier.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, berikut disajikan rumusan
masalah yaitu:

1. Berdasarkan hasi lestimasi dengan model fixedeffect seberapa besarkah pengaruhnya?


2. Seberapa penting indikator dalam melakukan analisis pembangunan dan mengukur prestasi
dari perkembangan suatu perekonomian ?
3. Seberapa besar Pengaruh dari pembangunan manusia atau kualitas sumber daya manusia
terhadap pertumbuhan atau kinerja ekonomi regional di Indonesia ?
4. Apa Penyebab lambatnya laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Merangin ?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pembahasan estimasi dengan model fixedeffect

Berdasarkanhasilestimasidenganmodelfixedeffect pada Tabel 2, terlihat bahwa government size


berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di daerah. Sementara itu,
government
sizekuadratberpengaruhnegatifdansignifikanterhadappertumbuhanekonomidaerah.Halinimembuktikanb
ahwapengaruhgovernmentsizeterhadap pertumbuhan ekonomi daerah berbentuk kurva U terbalik
sehingga terdapat thresholdgovernmentsize. Ketikagovernmentsizemasihrelatifkecilataubelum
mencapai threshold, kenaikan governmentsize akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di daerah.
Namun, ketika governmentsize relatif besar atau telah melewati titik optimal, maka adanya kenaikan
government size akan menurunkan pertumbuhan ekonomi daerah. Hal tersebut sejalan dengan teori
yang dibangun oleh Barro (1990) dan sama dengan penelitian empiris yang telah dilakukan sebelumnya
(Asimakopoulos dan Karavias, 2016; Facchini dan Melki, 2013; Ferris dan Voia, 2015).

Thresholdgovernmentsize yang mencapai 38,98% dapat disebabkan oleh sumber belanja


pemerintah daerah di Indonesia yang sebagian besar dari dana transferkedaerah. Barro (1990)
menyatakan bahwa peningkatan belanja dengan sumber belanja dari penerimaan pajak pada awalnya
akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Namun, ketika pajak sudah terlalu besar, maka
penambahan belanja akan mengurangi pertumbuhan ekonomi. Karena sebagian besar pemerintah
daerah tidak menggunakan pajak dari daerah sendiri untuk membiayai belanja
didaerahtersebut,makaefeknegatifdaripajakterhadap pertumbuhan ekonomi menjadi lebih kecil
sehingga threshold governmentsize yang dihasilkan model menjadi lebih tinggi. Rata-rata provinsi di
Indonesia memiliki government size sebesar 19,8%. Nilai ini jauh lebih kecil dari perhitungan
thresholdgovernmentsize pada penelitian ini. Government size provinsi di Indonesia dapat dibagi
menjadi tiga kategori, yaitu: (1) provinsi yang kurang dari government size rata-rata; (2)
provinsiyangadadiantaragovernmentsizerata-rata dan government size threshold; dan (3) provinsi yang
lebih dari threshold.
Ada dua provinsi yang melebihi threshold governmentsize, yaitu Maluku dan Maluku Utara
dengan rata-ratagovernmentsizeperiode2009–2015masingmasing adalah 49,89% dan 45,80%.
Government size di Maluku dan Maluku Utara dapat dikatakan sudah inefektif. Government size di
kedua provinsi tersebut jauh lebih besar dibandingkan government size rata-rata. Namun, pertumbuhan
ekonomi kedua provinsi tersebut relatif sama dengan provinsi yang memiliki governmentsize rata-rata
atau kurang dari government size rata-rata. Kenaikan government
sizepadakeduaprovinsitersebuttidakefektifuntuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah tersebut.
Selain Maluku dan Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur (NTT) juga sudah mengalami penurunan.

pertumbuhan ekonomi jika terjadi kenaikan government size, walaupun government size di
NTT hanya sebesar37,34%yangartinyanilainyatidakmelebihi threshold. Jika disesuaikan dengan teori
dari Ram (1986), maka kondisi yang terjadi di Maluku, Maluku Utara, dan NTT kemungkinan karena
relatif lemahnya produktivitas pemerintah dalam mengelola resources sehingga kenaikan government
size pada ketiga provinsi tersebut akan menurunkan pertumbuhan ekonomi. Sehingga, untuk
meningkatkanpertumbuhanekonomipadaketigaprovinsi
tersebutharusmeningkatkankemampuanpemerintah daerah dalam meningkatkan produktivitasnya.
Sementara itu, provinsi yang mempunyai nilai government size yang cukup tinggi, namun masih di
bawah threshold adalah Papua Barat, Gorontalo, Aceh,danPapua.ProvinsiAceh,Papua,danPapua Barat
memang telah menjadi prioritas nasional untuk diberikan dana otonomi khusus sesuai dengan UU
Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua serta UU Nomor 18 Tahun 2001
Tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Walapun government size
Gorontalo tergolong tinggi, namun nilai.

Rata-ratapertumbuhanekonomiGorontaloyangsebesar7,42%jauhlebihtinggidibandingkandengan
rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,95%. Nilai pertumbuhan ekonomi di Gorontalo yang
lebih tinggi kemungkinan dapat terjadi karena pemerintah di Gorontalo relatif lebih produktif
dibandingkan dengan pemerintah diPapua,Papua Barat, dan Aceh. Provinsi yang mempunyai
governmentsize disekitarnilai rata-ratanya 19,8% dan mempunyai pertumbuhan ekonomi yang tinggi
adalah Sulawesi Selatan dengan nilai pertumbuhan ekonomi 8%, Sulawesi Tenggara (8,39%), dan
Sulawesi Tengah (9,43%). Jika dianalisis dengan menggunakan teori Barro (1990), maka diduga bahwa
penggunaan resources di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara relatif sudah
tinggi walaupun belum mencapai titik maksimal. Hal ini dapat dilihat dari ratarata jumlah perusahaan
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) (yang merupakan proksi dari entrepreneurship) pada
periode 2013–2015 di ketiga provinsi sudah relatif lebih banyak dibandingkan provinsilainnya, yaitu
sebanyak 31.960 diSulawesi Tengah, 61.290 di Sulawesi Tenggara, dan 109.126.

C. Indikator Penting Dalam Melakukan Analisis Pembangunan

Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator penting dalam melakukan analisis
pembangunan dan mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian. Pertumbuhan ekonomi
adalah pusat perhatian dari ilmu ekonomi makro baik secara teoritis maupun dalam aplikasinya.
Pertumbuhan ekonomi tidak lain merupakan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara
atau wilayah tertentu (Panennungi dan Xu, 2017). Produk Domestik Bruto (PDB) sangat diperlukan
dalam membandingkan tingkat kesejahteraan antarwaktu maupun antarnegara yang lebih tepatnya
ketika dilihat tingkat pertumbuhannya. Peran pemerintah sebagai

Mobilisator pembangunan sangat strategis dalam mendukung peningkatan kesejahteraan


masyarakat serta pertumbuhan negaranya (Prasetyo dan Firdaus, 2009). Bahkan, pemerintah di semua
negara berlomba-lomba untuk mendapatkan pertumbuhan ekonomi tinggi dari tahun ke tahun sebagai
sinyal bahwa aktivitas perekonomian negara tersebut terus mengalami kemajuan. Perencanaan
pembangunan untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi tinggi dan berkualitas antara lain melalui
pembangunan infrastruktur, modal manusia dan keterbukaan perdagangan.

Selain kurangnya infrastruktur yang memadai, titik lemah lain terlihat pada kualitas sumber
daya manusia yang menempuh pendidikan dasar dan pendidikan tinggi dengan skor 5.4 dan 4.5, ini
membuktikan bahwa kualitas pembangunan manusia yang rendah akan berdampak pada daya saing
Indonesia secara keseluruhan. Untuk ukuran pasar dengan skor 5.7, bertolak belakang dengan
kebijakan yang dijalankan bahwa sejak 2009, Indonesia terus meningkatkan hambatan perdagangan
secara signifikan dibandingkan negara tetangganya (World Bank, 2018). Hal tersebut justru akan
menghambat ekspor-impor dan investasi asing langsung untuk menambah produktivitas dan
pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi kompetitif di kancah global.

Otto et al., (2014) mendefinisikan infrastruktur sebagai kebutuhan dasar fisik dalam
mengembangkan kegunaan sektor publik melalui pelayanan barang dan jasa untuk fasilitas umum yang
disediakan secara gratis atau dengan harga yang terjangkau. Tanpa infrastruktur, kegiatan produksi
pada berbagai sektor kegiatan ekonomi tidak dapat berfungsi. Peran infrastruktur dalam pertumbuhan
ekonomi telah menjadi tema sentral dalam lingkaran kebijakan pembangunan (Chakamera dan
Alagidede, 2018). Infrastruktur yang memadai sebagai penunjang aktivitas ekonomi akan berdampak
pada pertumbuhan ekonomi (Dash dan Sahoo, 2010). Pembangunan infrastruktur merupakan prasyarat
bagi sektorsektor lain untuk berkembang dan sebagai sarana penciptaan hubungan antara satu dengan
yang lain. Pemberdayaan sumber daya untuk membangun infrastruktur akan memicu proses ekonomi
sehingga menimbulkan penggandaan dampak ekonomi maupun sosial.

Kualitas modal manusia yang diukur melalui pendidikan, kesehatan dan pendapatan adalah
faktor yang sangat penting dalam menentukan produktivitas suatu perekonomian. Farah dan Sari
(2014) mendefiniskan modal manusia sebagai dimensi kualitatif dari sumberdaya manusia. Keahlian
dan keterampilan, yang dimiliki oleh seseorang akan mempengaruhi kemampuan produktif seseorang
tersebut. Keahlian, keterampilan dan pengetahuan tersebut dapat ditingkatkan melalui proses
pendidikan yang baik dan kondisi kesehatan yang terjaga. Pendidikan dan kesehatan memainkan peran
potensial dalam pengembangan suatu negara dalam mengakumulasi sumberdaya manusia dan proses
pembangunan (Khan et al., 2016). Pengeluaran untuk pendidikan dan kesehatan adalah merupakan
investasi seperti halnya dengan investasi modal fisik yang akan menghasilkan pengembalian pada masa
yang akan datang.
Hal lain yang menarik untuk diperhatikan dari pertumbuhan ekonomi regional adalah
keterbukaan perdagangan. Pada umumnya daerah-daerah yang menjadi sentra perdagangan
internasional memiliki pertumbuhan ekonomi tinggi. Peningkatan ekspor-impor tentunya menuntut
ketersediaan infrastruktur dan modal manusia yang baik. Interaksi modal manusia dan keterbukaan
perdagangan akan berpengaruh positif terhadap produktivitas faktor produksi. Suatu negara yang
menerapkan kebijakan keterbukaan perdagangan akan berpengaruh positif pada terbentuknya hubungan
internasional, perluasan pasar ekspor, peningkatan modernisasi teknologi dan pengembangan ilmu
pengetahuan, mendorong arus penanaman modal asing serta mencegah terjadinya monopoli pada pasar
global (Rahmaddi dan Ichihashi, 2011).

Secara empiris, penelitian mengenai dampak pembangunan infrastruktur, modal manusia dan
keterbukaan perdagangan telah banyak dilakukan dan menunjukkan hasil yang positif terhadap
pertumbuhan ekonomi dengan mempertimbangkan beberapa faktor terkait kebijakan pemerintah,
struktur ekonomi dan masyarakat. Dalam penelitian ini, variabel infrastruktur diagregasi dalam tiga
jenis, yaitu infrastruktur jalan, infrastruktur listrik dan infrastruktur kesehatan.

D. Pengaruh dari pembangunan manusia atau kualitas sumber daya manusia terhadap
pertumbuhan atau kinerja ekonomi regional di Indonesia

Pengaruh dari pembangunan manusia atau kualitas sumber daya manusia terhadap pertumbuhan
atau kinerja ekonomi regional di Indonesia secara empiris sudah dikaji misalnya oleh Garcia dan
Soelistianingsih (1998) serta Wibisono (2001). Namun, kajian empiris pada sisi sebaliknya, yaitu
pengaruh dari capaian pembangunan manusia terhadap kinerja ekonomi regional agaknya masih
terbatas. Masih terbatasnya kajian empiris pada sisi ini sebetulnya juga menjadi kecenderungan umum.
Seperti disebutkan oleh Ramirez dkk (1998), studi-studi yang ada umumnya lebih menekankan pada
pengaruh dari kemajuan dalam kualitas sumber daya manusia terhadap pertumbuhan ekonomi,
sebagaimana juga tampak dari sejumlah studi yang diungkap dalam Meier dan Rauch (2000). Menurut
Ramirez dkk, kendati adanya hubungan dua arah (twoways relationship) antara modal manusia dan
pertumbuhan ekonomi itu sudah diterima secara luas, namun faktor-faktor spesifik yang
menghubungkannya masih kurang dieksplorasi secara sistematis.

Berdasarkan latar belakang itu, artikel ini dimaksudkan untuk mengkaji secara empiris
hubungan dua arah antara pembangunan manusia dan kinerja ekonomi regional di Indonesia. Selain itu
hal ini didorong oleh perkembangan yang terjadi beberapa tahun terakhir ini dimana krisis ekonomi
telah membalikkan tingkat pembangunan manusia regional yang sudah dicapai selama periode
pertumbuhan (Bappenas-BPS-UNDP, 2001; Saadah, dkk, 2001) dan membawa dampak pada
merosotnya ekonomi regional (Akita dan Alisjahbana, 2002).

Sudah banyak diungkapkan bahwa modal manusia (human capital) merupakan salah satu faktor
penting dalam proses pertumbuhan ekonomi. Dengan modal manusia yang berkualitas kinerja ekonomi
diyakini juga akan lebih baik. Kualitas modal manusia ini misalnya dilihat dari tingkat pendidikan,
kesehatan, ataupun indikator indikator lainnya sebagaimana dapat dilihat dalam berbagai laporan
pembangunan manusia yang dipublikasikan oleh Badan PBB untuk Pembangunan Manusia (UNDP).
Dengan pertimbangan itu maka dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi perlu pula dilakukan
pembangunan manusia, termasuk dalam konteks ekonomi regional. Hal ini penting karena kebijakan
pembangunan yang tidak mendorong peningkatan kualitas manusia hanya akan membuat daerah yang
bersangkutan tertinggal dari daerah yang lain, termasuk dalam hal kinerja ekonominya. Dengan kata
lain, peningkatan kualitas modal manusia diharapkan juga akan memberikan manfaat dalam
mengurangi ketimpangan antardaerah yang merupakan persoalan pelik bagi negara dengan wilayah
yang luas dan tingkat keragaman sosialekonomi yang tinggi. Antara modal manusia dan pertumbuhan
ekonomi sebetulnya terdapat hubungan yang saling mempengaruhi. Kendati demikian kajian yang ada
pada umumnya lebih mengamati pengaruh modal manusia terhadap pertumbuhan ekonomi dan kurang
menaruh perhatian pada pengaruh dari pertumbuhan ekonomi terhadap modal manusia (Ramirez, dkk,
1998). Sejumlah studi mengenai sumber daya manusia yang diungkap dalam Meier dan Rauch (2000),
misalnya, juga lebih menonjolkan aspek pengaruh dari modal manusia terhadap pertumbuhan ekonomi.
Begitu pula dengan studi-studi yang relatif baru lainnya, seperti Kreuger dan Lindahl (2000) yang
mengkaji kembali pengaruh pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Berkaitan dengan hal itu, Hers
(1998) menyebutkan adanya persoalan simultanitas dalam model empiris yang banyak digunakan
dalam studi-studi yang mengkaji pengaruh modal manusia terhadap pertumbuhan ekonomi.
Simultanitas tersebut merupakan salah satu hal yang mengemuka dalam kritikkritik yang ditujukan
kepada studi-studi yang mengestimasi pengaruh modal manusia terhadap pertumbuhan ekonomi. Studi
Ramirez dkk (1998) mengenai interaksi model manusia dan pertumbuhan ekonomi juga berangkat dari
latar belakang bahwa kajian mengenai two-way relationship antara modal manusia dan pertumbuhan
ekonomi masih relatif terbatas serta masih kurangnya eksplorasi secara sistematis terhadap faktor-
faktor spesifik yang menghubungkan kedua aspek tersebut. Adapun penjelasan mengenai dua rantai
hubungan yang dimaksudkan oleh Ramirez dkk tersebut di atas adalah sebagai berikut.

Pertama adalah dari pertumbuhan ekonomi ke pembangunan manusia. Kinerja ekonomi


mempengaruhi pembangunan manusia, khususnya melalui aktivitas rumah tangga dan pemerintah,
selain adanya peran civil society seperti melalui organisasi masyarakat dan lembaga swadaya
masyarakat. Alokasi antar dan dalam lembaga-lembaga tersebut dan perbedaan perilakunya dapat
menjadi penyebab perbedaan kinerja pembangunan manusia sekalipun tingkat kinerja ekonominya
setara. Sementara itu, kecenderungan rumah tangga untuk membelanjakan pendapatan bersih mereka
untuk barang-barang yang memiliki kontribusi langsung terhadap pembangunan manusia (seperti
makanan, air, pendidikan dan kesehatan) tergantung dari sejumlah faktor seperti tingkat dan distribusi
pendapatan antar rumah tangga dan juga pada siapa yang mengontrol alokasi pengeluaran dalam rumah
tangga. Sudah umum diketahui bahwa penduduk miskin menghabiskan porsi pendapatannya lebih
banyak ketimbang penduduk kaya untuk kebutuhan pembangunan manusia. Dicatat pula bahwa
perempuan juga memiliki andil yang tidak kecil dalam mengatur pengeluaran rumah tangga dan hal ini
tidak lepas dari tingkat pendidikannya. Psacharopoulos misalnya mencontohkan bahwa perempuan
yang berpendidikan baik dapat menyediakan kondisi sanitasi yang lebih baik bagi seluruh anggota
keluarga dan makanan yang lebih bergizi (lihat Meier dan Rauch, 2000). Oleh sebab itu makin tinggi
pendidikan perempuan akan makin positif pula manfaatnya bagi pembangunan manusia.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pembangunan manusia ditentukan bukan hanya oleh
tingkat pendapatan, tetapi juga oleh distribusi pendapatan dalam masyarakat, termasuk peran
perempuan dan peran pemerintah. Alokasi sumber daya untuk pembangunan manusia dari sisi
pemerintah tersebut merupakan fungsi dari tiga hal, yakni: total pengeluaran sektor pemerintah, berapa
banyak yang diagihkan untuk sektor-sektor pembangunan manusia, dan bagaimana dana tersebut
dialokasikan di dalam sektor sosial tersebut. Adapun peran organisasi masyarakat dan LSM sendiri
umumnya sebagai pelengkap, hanya di sejumlah negara tampak sangat dominan karena menjadi
pendorong terpenting bagi pembangunan manusia. Grameen Bank sebagaimana diungkapkan Khandker
dkk adalah salah satu bukti peran organisasi masyarakat dalam pembangunan manusia dengan
mengutamakan perempuan (lihat Meier dan Rauch, 2000). Hal ini didasari pula peran penting
perempuan dalam menyiapkan kesehatan, pendidikan dan nutrisi. Adapun jalur kedua adalah dari
pembangunan manusia ke pertumbuhan ekonomi. Tingkat pembangunan manusia yang tinggi akan
mempengaruhi perekonomian melalui peningkatan kapabilitas penduduk dan konsekuensinya adalah
juga pada produktifitas dan kreatifitas mereka. Pendidikan dan kesehatan penduduk sangat menentukan
kemampuan untuk menyerap dan mengelola sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baik dalam
kaitannya dengan teknologi sampai kelembagaan yang penting bagi pertumbuhan ekonomi. Dengan
pendidikan yang baik, pemanfaatan teknologi ataupun inovasi teknologi menjadi mungkin untuk
terjadi. Begitu pula, modal sosial akan meningkat seiring dengan tingginya pendidikan. Seperti
diungkapkan oleh Meier dan Rauch (2000), pendidikan, atau lebih luas lagi adalah modal manusia,
dapat memberikan kontribusi bagi pembangunan. Hal ini karena pendidikan pada dasarnya adalah
bentuk dari tabungan, menyebabkan akumulasi modal manusia dan pertumbuhan output agregat jika
modal manusia merupakan input dalam fungsi produksi agregat. Tentu dalam kaitan itu juga penting
adanya investasi dan distribusi pendapatan. Dengan distribusi pendapatan yang baik membuka
kemungkinan bagi tercapainya pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Hal ini karena dengan meratanya
distribusi pendapatan maka tingkat kesehatan dan juga pendidikan akan lebih baik dan pada gilirannya
juga akan memperbaiki tingkat produktifitas tenaga kerja.

Studi Alesina dan Rodric (lihat Meier dan Rauch, 2000) menemukan bahwa distribusi
pendapatan yang tidak merata berdampak buruk terhadap pertumbuhan ekonomi. Adapun investasi
juga memungkinkan sumber daya manusia untuk bermanfaat bagi pertumbuhan ekonomi. Dengan kata
lain, pengaruh pembangunan manusia terhadap pertumbuhan ekonomi akan lebih meyakinkan jika
memang sudah ada kebiasaan untuk mendukung pendidikan yang baik yang juga ditentukan oleh
tahapan pembangunan itu sendiri. Selain itu, pengaruh positif dari pembangunan manusia tersebut
akan kuat jika terdapat tingkat investasi yang tinggi, distribusi pendapatan yang lebih merata, dukungan
untuk modal sosial yang lebih baik, serta kebijakan ekonomi yang lebih memadai. Dari hasil estimasi
empiris dengan data cross-country (1970-1992), Ramirez dkk (1998) menemukan adanya hubungan
positif yang kuat antara pembangunan manusia dan pertumbuhan ekonomi pada kedua jalur.
Pengeluaran pemerintah untuk sektor pelayanan sosial dan tingkat pendidikan perempuan terbukti pula
mempunyai peran penting sebagai penghubung yang menentukan kekuatan hubungan antara
pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia, sedangkan tingkat investasi dan distribusi
pendapatan adalah penguat hubungan antara pembangunan manusia dan pertumbuhan ekonomi.

E. Penyebab lambatnya laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Merangin

Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Merangin dalam selang waktu (2010-2013) mencapai 6,95
per tahun (Badan Pusat Statistik Kabupaten Merangin, 2015). Pertumbuhan tertinggi dalam periode
tersebut terjadi pada tahun 2010 yang mencapai 7,85 persen, akan tetapi laju pertumbuhan tersebut
cenderung menurun dalam tahun berikutnya menjadi 7,02 persen (2011), 6,47 persen (2012), dan 6,45
persen pada tahun 2013. Angka-angka ini lebih rendah dari laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi
yang tercatat sebesar 7,76 persen per tahun pada periode yang sama (Badan Pusat Statistik Provinsi
Jambi, 2015). Jika diamati pergerakannya dalam periode tersebut, pertumbuhan ekonomi Provinsi
Jambi justru meningkat dari 6,84 persen (2010) menjadi 6,93 persen (2011) dan bahkan naik mencapai
8,69 persen (2012) sebelum turun kembali menjadi 8,59 persen (2013). Ini berarti pola pergerakan laju
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Merangin berkebalikan dengan pertumbuhan ekonomi Provinsi
Jambi.

Menurut Laporan Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi (2015), laju pertumbuhan ekonomi
Kabupaten Merangin menempati peringkat ke-6 dari rata-rata pertumbuhan ekonomi seluruh
kabupaten/kota di Provinsi Jambi. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Merangin selama periode
2010-2014 tergolong lambat. Oleh karena itu, perlu dicermati lebih lanjut perkembangan laju
pertumbuhan ekonomi tersebut sehingga dapat diidentifikasi penyebabnya dan dapat dicarika solusi
untuk mengatasinya agar tingkat kesejahteraan masyarakat dapat dipertahankan ataupun ditingkatkan
pada periode berikutnya. Penyebab lambatnya laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Merangin adalah
keterbatasan sumber dana investasi dan tingkat efisiensi penggunaan barang modal yang merupakan
komponen utama pendongkrak laju pertumbuhan ekonomi.

Oleh sebab itu, analisis kebutuhan investasi untuk sektor-sektor ekonomi sangat diperlukan,
agar setiap Rupiah yang diinvestasikan dapat diperhitungkan hasilnya dalam upaya mencapai laju
pertumbuhan ekonomi yang telah ditargetkan. Seperti diungkapkan oleh Sulistiawati (2012) bahwa
investasi berpengaruh signifikan dan mempunyai hubungan yang positif perekonomian nasional
terutama penyerapan tenaga kerja. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa kenaikan investasi akan
diikuti dengan kenaikan pada penyerapan tenaga kerja provinsi di Indoensia. Badan Pusat Satistik
(BPS) Indonesia melaporkan bahwa jumlah tenaga kerja yang terlibat disektor pertanian sebesar 31,87
persen dari total tenaga kerja Indonesia (Badan Pusat Statistik Indonesia, 2019). Berdasarkan data
tersebut maka peran Investasi sektor pertanian terhadap perekonomian daerah sangat penting diadakan.
Hal ini sejalan dengan penelitian di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) bahwa sektor pertanian
sebagai salah satu sektor prioritas untuk investasi karena mempunyai ICOR terendah.

Demikian pula berdasarkan serapan tenaga kerja, sektor pertanian masih menjadi tumpuan
prioritas utama untuk investasi (Badan Pusat Statistik dan Badan Perencanaan Pembangunan Derah
Daerah Istimewa Yogyakarta, 2013). Menurut Sayifullah & Emmalian (2018) bahwa tenaga kerja
sektor pertanian dan pengeluaran pemerintah (investasi) sektor pertanian secara bersama-sama
berpengaruh signifikan terhadap PDB sektor pertanian. Berdasarkan logika pemikiran demikian,
dipandang perlu untuk melakukan analisis Incramental Capital Output Ratio (ICOR) dan kontribusi
sektor pertanian terhadap peningkatan perekonomian daerah. Tujuan penelitian (1) menganalisis
investasi dan perekonomian Kabupaten Merangin, dan (2) menganalisis kontribusi sektor pertanian
terhadap perekonomian Kabupaten Merangin.

Berdasarkan beberapa indikator tersebut maka prioritas utama investasi di Kabupaten Merangin
pada sektor pertanian terutama subsektor perkebunan dan subsektor tanaman pangan. Hal ini karena
sektor pertanian mempunyai ICOR terendah dan serapan tenaga kerja yang tinggi serta kepemilikan
sumber daya lahan dan air yang relatif memadai di Kabupaten Merangin. Prioritas investasi selanjutnya
adalah sektor industri pengolahan, dengan nilai ICOR relatif rendah dan mempunyai serapan tenaga
kerja yang tinggi. Sektor yang bisa menjadi prioritas investasi lainnya adalah sektor jasa-jasa, karena
mempunyai serapan tenaga kerja yang cukup tinggi dan mempunyai angka ICOR yang relatif tinggi.
Sektor-sektor lain yang memiliki nilai ICOR yang relatif rendah yaitu sektor konstruksi, pengangkutan
dan komunikasi, keuangan, dan sektor jasa-jasa merupakan sektor-sektor ekonomi yang mempunyai
ICOR relatif rendah (lebih efisien), sedangkan sektor pertambangan, industri pengolahan, perdagangan,
dan listrik dan air bersih merupakan sektor-sektor dengan perolehan ICOR relatif tinggi, yang berarti
relatif kurang efisien. Jika dilihat dari serapan tenaga kerja, maka sektor perdagangan, industri, dan
jasa-jasa merupakan sektor-sektor dengan kemampuan serapan tenaga kerja yang relatif cukup tinggi.
Sektor pertambangan dan industri pengolahan yang memiliki nilai ICOR yang relatif tinggi, tidak
direkomendasikan untuk menjadi pilihan prioritas investasi karena Kabupaten Merangin tidak
menonjol dalam kepemilikan sumber daya alam tambang dan mineral. Oleh sebab itu diperlukan upaya
bersama untuk melindungi lahan pertanian dan daerah aliran sungai (DAS) dari kerusakan lingkungan
dan pencemaran (polusi). Sektor listrik dan air bersih juga bukan merupakan pilihan prioritas investasi
yang urgent karena selain angka ICOR yang relatif tinggi, juga lebih bersifat capital intensive,
sedangkan jika dilihat dari skala usaha, pilihan investasi sebaiknya dilakukan pada skala usaha mikro
dan kecil (UMK). Hal ini karena dari hasil Sensus Ekonomi 2013 Kabupaten Merangin mayoritas
merupakan usaha mikro.

Untuk memberikan kontribusi terhadap aspek lain seperti kesejahteraan dan pengurangan
kemiskinan. Menurut (Becker, 2002) keberhasilan ekonomi individu serta keseluruhan ekonomi
tergantung pada seberapa luas dan efektif orang berinvestasi dalam diri mereka sendiri serta adanya
teknologi dapat menjadi pendorong ekonomi modern, terutama dari sektor teknologi tinggi, tetapi
modal manusia merupakan bahan bakarnya. Secara konseptual menurut beberapa ekonom seperti
(Becker, 2002) modal manusia didefinisikan sebagai pengetahuan, informasi, ide, keahlian dan
kesehatan dari seorang individu. Sementara itu (Acemoglu & Autor, 2005) mendefinisikan modal
manusia sebagai suatu hal yang berhubungan dengan bekal pengetahuan atau karakteristik pekerja yang
dimiliki (baik bawaan atau diperoleh) yang memberikan kontribusi yaitu “produktivitas”.
Perkembangan ide tentang kontribusi modal manusia dijelaskan oleh (Cohen & Soto, 2007) dimana ide
bahwa modal manusia dapat menyebabkan pertumbuhan berkelanjutan merupakan salah satu kritik
yang dimunculkan dari literatur “new growth” yang diinisiasi oleh (Lucas, 1988) dan (Romer, 1990).
Secara teoretis pendekatan awal untuk menganalisis pertumbuhan ekonomi menurut teori pertumbuhan
ekonomi neoklasik oleh (Solow, 1956) dan (Swan, 1956), dimaknai sebagai fungsi dari tenaga kerja,
modal fisik dan adanya faktor eksogen dari teknologi. Menurut (Barro & Martin, 2004) kontribusi
penting dari Solow (Solow, 1956) dan (Swan, 1956), adalah aspek kunci dari model ini yaitu bentuk
fungsi produksi.

Studi awal pertumbuhan ekonomi selalu mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh (Solow,
1956) yang memberikan model dasar pertumbuhan ekonomi dimana tabungan menjadi pendorong
utama pertumbuhan ekonomi. Perkembangan analisis pertumbuhan ekonomi memberikan landasan
tentang peran modal manusia sebagai salah satu bagian penting dalam meningkatkan pertumbuhan
ekonomi (Mincer, 1984; Becker et al., 1990). Beberapa penelitian lanjutan yang memberikan analisis
pengaruh modal manusia terhadap pertumbuhan ekonomi dilakukan oleh (Mankiw et al., 1992)
menggunakan augmented Solow growth model dengan modal manusia sebagai faktor produksi
tambahan sementara itu model pertumbuhan endogen (Lucas, 1988; Romer, 1990) juga
menghubungkan modal manusia dan adopsi teknologi sebagai faktor penting dalam meningkatkan
pertumbuhan.

BAB III

KESIMPULAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa selama periode 2011-2014, investasi
terbesar dilakukan pada sektor pertanian yaitu mencapai 37,45 persen, kemudian diikuti sektor
perdagangan dan sektor industri pengolahan, masing-masing 28,00 dan 16,80 persen, sedangkan empat
sektor lainnya mempunyai investasi terkecil yaitu sektor listrik dan air bersih; sektor konstruksi;
pengangkutan dan komunikasi; dan sektor keuangan, masingmasing 0,39; 0,43; 1,02; dan 0,66 persen.
Besarnya investasi pada sektor pertanian dalam pengembangan perekonomian di Kabupaten Merangin
karena sektor pertanian merupakan lapangan usaha utama, sektor basis serta menyerap banyak tenaga
kerja. Hasil analisis menunjukkan bahwa rata-rata angka ICOR pada periode 2010-2014 sebesar 9.41.
Nilai ICOR tahun 2015 lebih baik dari nilai ICOR tahun sebelumnya. Sektor pertanian memiliki ICOR
terendah dan diikuti sektor pengangkutan; konstruksi; keuangan; dan sektor jasa, sedangkan sektor
pertambangan; industri pengolahan; listrik, dan sektor perdagangan memiliki nilai ICOR tertinggi.
Berdasarkan nilai ICOR tersebut, sektor pertanian memiliki dampak positif dan efisien dalam
berinvestasi. Artinya, sektor pertanian mampu memberikan kontribusi atau nilai tambah terhadap
pengembangan pembangunan ekonomi di Kabupaten Merangin. Kemudian, sektor pertanian memiliki
dampak pengganda yang relatif tinggi (multiplier effects) terhadap sektor primer lainnya, sektor
sekunder, dan sektor tersier.

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut : Bedasarkan hasil Analsis Indeks Williamson menunjukan bahwa Ketimpangan
pembangunan sektor sektor ekonomi di 21 kabupaten di propinsi NTT sangat merata (Ketimpangan
rendah) kecuali Kota Kupang yang memiliki nilai IW sebesar 1,49 hal ini mengindikasikan bahwa
Ketimpangan Pembangunan sektor Ekonomi Kota Kupang sangat tinggi (sangat timpang)
dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten lainnya di provinsi NTT pada periode 2013-2018.

Hasil Analisis dengan Indeks Theil Intra menunjukan ketimpangan spasial dalam
kabupaten.kota di propinsi Nusa Tenggara Timur cukup merata dalam kabupaten kecuali Kota
kupang menunjukan ketimpangan yang tidak merata di bandikan dengan 21 kabupaten lainnya.
Melalui perhitungan Indeks Entropi Theil ketimpangan pembangunan antar 21 kabupaten dan kota
kupang cenderung melebar (divergence) yang memiliki Indeks Thei;l sebesar 798.,15,
sedangkan 21 kapupaten lainnya pada periode 2013-2018 memiliki nilai Indeks Entropi Theil 211,
26 untuk Kabupaten dan , TTS 201,11, sedangkan kabupaten lainnya memiliki angka indeks di
bawah 200.

SARAN

Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi poko bahasan dalam
makalah ini. Untuk mengetahui lebih dalam ada baiknya mahasiswa lebih banyak membaca buku-buku
yang terkait di dalam makalah kami ini sekian dan terima kasi.

DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. (2015). Aplikasi Analisis Shift Share pada Transformasi Sektor Pertanian dalam
Perekonomian Wilayah di Sulawesi Tenggara. Informatika Pertanian, 24(2), 165–178.

Ardila, R. (2012). Analisis Pengembangan Pusat Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten


Banjarnegara. Economics Development Analysis Journal, 2, 1–9.

Badan Pusat Statistik dan Badan Perencanaan Pembangunan Derah Daerah Istimewa
Yogyakarta. (2013). Analisis ICOR Sektoral Daerah Istimewa Yogyakarta 20092013.

Badan Pusat Statistik Indonesia. (2019). Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia (Issue 41). Badan
Pusat Statistik Kabupaten Merangin. (2015). Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Merangin
menurut Lapangan Usaha 2010-2014.
Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi. (2015). Tabel-tabel Pokok Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) Provinsi Jambi menurut Lapangan Usaha dan menurut Penggunaan Tahun 2010-2014.
Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi.

Darsono, H. W., & Nurjayanti, E. D. (2016). Identifikasi Posisi dan Kontribusi Sektor Pertanian
dalam Perekonomian Daerah di Kabupaten Temanggung.

MEDIAGRO, 12(1), 17–26. Erna, F., Harisudin, M., & Rahayu, W. (2018). Analisis Peran
Subsektor Pertanian Terhadap Pembangunan Kabupaten Karanganyar; Sebuah Pendekatan
Comparative Performance Index. SEPA: Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian Dan Agribisnis, 14(1), 28–
38. https://doi.org/10.20961/sepa.v14i1.21040

Khairiyakh, R., Irham, I., & Mulyo, J. H. (2015). Contribution of Agricultural Sector and Sub
Sectors on Indonesian Economy. Ilmu Pertanian (Agricultural Science), 18(3), 150–159.
https://doi.org/10.22146/ipas.10616

Pantow, S., Palar, S., & Wauran, P. (2015). Analisis Potensi Unggulan dan Daya Saing Sub
Sektor Pertanian di Kabupaten Minahasa. Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi, 15(04), 100–112.

Qomariyah, S., Mustapit, & Supriono, A. (2018). Analisis Potensi Wilayah Berbasis Komoditas
Pertanian Tanaman Pangan serta Kontribusinya terhadap Perekonomian Kabupaten Bondowoso.
Journal of Social and Agricultural Economic, 11(1), 66–72.

Rauna, U. (2015). Analisis Sektor Basis Dan Subsektor Basis Pertanian. Journal of Social and
Agricultural Economic, 8(3), 10–21.

Rizani, A. (2017). Analisis Potensi Ekonomi di Sektor dan Subsektor Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan Kabupaten Jember. Jurnal Ekonomi Pembangunan, 15(2), 137–156. Sari, F. W. A. W., &

Herawaty, B. R. (2019). Analisis Peranan Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan pada
Perekonomian Kabupaten Deli Serdang. Journal Agroland, 26(3), 198–211.

Sari, S. R. (2018). Kontribusi Sektor Pertanian Dalam Struktur Ekonomi Di Kabupaten Kaur
Provinsi Bengkulu. Jurnal AGRISEP : Kajian Masalah Sosial Ekonomi Pertanian Dan Agribisnis,
17(2), 175–186. https://doi.org/10.31186/jagrisep.17.2.175-186

Sayifullah, & Emmalian. (2018). Pengaruh Tenaga Kerja Sektor Pertanian Dan Pengeluaran
Pemerintah Sektor Pertanian Terhadap Produk Domestik Bruto Sektor Pertanian Di Indonesia. Jurnal
Ekonomi-Qu, 8(1), 66–81. https://doi.org/10.35448/jequ.v8i1.4962

Silaban, L., Edwina, S., & Eliza. (2015). Analisis Sektor Basis dan Perkembangan Sektor
Pertanian di Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau Tahun 2008-2012. Jom Pertanian, 2(1).

Sulistiawati, R. (2012). Pengaruh Investasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Penyerapan


Tenaga Kerja Serta Kesejahteraan Masyarakat di Provinsi di Indonesia. Jurnal Ekonomi, Bisnis Dan
Kewirausahaan Untan, 3(1), 29–50.
Tirani, T., Pranoto, Y. S., & Moelyo, H. (2018). Kontribusi Sektor Pertanian berdasarkan
Keunggulan Wilayah di Kabupaten Bangka. Caraka Tani: Journal of Sustainable Agriculture, 33(1),
42–49. https://doi.org/10.20961/carakatani.v33i1.19662

Anda mungkin juga menyukai