Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH PEREKONOMIAN INDONESIA

“DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PEMERATAAN


PEMBANGUNAN”

DISUSUN OLEH :

1. ALIFIA SHOFIANI (2018001048)

2. AMILGA RISKI MAWARNI (2018001034)

3. RISALAH FAIZUN (2018001024)

JURUSAN : S1 AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN


PEKALONGAN

TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr. wb

Puji syukur kehadirat Allah swt. Yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini
dengan baik. Sholawat serta salam semoga terlimpah dan tercurahkan kepada
baginda tercinta Nabi Muhammad SAW yang kita nantikan syafa’atnya di hari
akhir . makalah ini ditulis sebagai tugas mata kuliah “perekonomian indonesia”
tentang “distribusi pendapatan dan pemerataan pembangunan”.

Kami menyadari, dalam penulisan makalah ini masih ada kekurangan-kekurangan


karena keterbatasan kemampuan kami, untuk itu kritik dan saran yang bersifat
membangun akan sangat membantu kami untuk meningkatkan kemampuan kami.

Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah ini, teman-
teman dan semua pihak yang telah membantu kami dalam penyelesaian tugas ini.
Harapan kami, semoga makalah ini dapat bermanfaat kedepannya. Aamiin

Wassalamualaikum wr. wb

Pekalongan, 11 September 2019

Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................. 1

DAFTAR ISI ................................................................................................................ 3

PENDAHULUAN ....................................................................................................... 4

PEMBAHASAN .......................................................................................................... 5

PENUTUP .................................................................................................................. 16

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 17


PENDAHULUAN

Di Indonesia masih banyak kemiskinan dan pendapatan perkapitanya


yang rendah merupakan salah satu masalah dalam pembangunan ekonomi. Oleh
karena itu rencana pembangunan nasional indoesia tujuan peningkatan pendapatan
dan mengurangi kemiskinan selalu dinyatakan bersamaan dalam setiap
penyusunan Garis Besar Haluan Negara (GBHN).

Sistem distribusi yang tidak merata akan menciptakan kemakmuran bagi


golongan tertentu saja. Dampak yang dirasakan oleh masyarakat indonesia adalah
bertambahnya jumlah rumah tangga miskin di pedesaan maupun di perkotaan,
rusaknya struktur sosial dan kehilangan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan
pokok seperti pendidikan, kesehatan, dan sosial. Oleh karena itu, distribusi
pendapatan dan pemerataan pembangunan saling berkaitan dan berpengaruh
terhadap kesejahteraan ekonomi di indonesia.

Jika kedua hal tersebut mengalami hambatan, maka kesejahteraan ekonomi


indonesia juga terhambat. Dalam hal ini peran pemerintah sangatlah penting agar
distibusi pendapatan dan pemerataan pembangunan berjalan dengan baik.
PEMBAHASAN

I. Pengertian Distribusi Pendapatan


Distribusi pendapatan adalah suatu ukuran yang digunakan untuk
melihat berapa pembagian dari pendapatan nasional yang diterima
masyarakat. Dari perhitungan ini akan dapat dilihat porsi pendapatan
nasional akan dikuasai oleh berapa persen dari penduduk. Gunanya untuk
melihat seberapa besar penguasaan pendapatan nasional tersebut sehingga
diketahui apakah ada penguasaan pendapatan nasional oleh segelintir
orang atau terjadi pemerataan diantara penduduk di negara itu. Untuk
menghitung distribusi pendapatan ada beberapa metode yaitu :

1. Ratio Gini
2. Kurva Lorenz
3. Kriteria Bank Dunia

II. Penilaian Pembangunan


Teori pembangunan dalam ilmu sosial dapat dibagi ke dalam dua
paradigma besar, modernisasi dan ketergantungan (Lewwellen 1995,
Larrin 1994, Kiely 1995 dalam Tikson, 2005). Paradigma modernisasi
mencakup teori-teori makro tentang pertumbuhan ekonomi dan perubahan
sosial dan teori-teori mikro tentang nilai-nilai individu yang menunjang
proses perubahan. Paradigma ketergantungan mencakup teori-teori
keterbelakangan (under-development) ketergantungan (dependent
development) dan sistem dunia (world system theory) sesuai dengan
klasifikasi Larrain (1994). Sedangkan Tikson (2005) membaginya
kedalam tiga klassifikasi teori pembangunan, yaitu modernisasi,
keterbelakangan dan ketergantungan. Dari berbagai paradigma tersebut
itulah kemudian muncul berbagai versi tentang pengertian pembangunan.
Pengertian pembangunan mungkin menjadi hal yang paling menarik
untuk diperdebatkan. Mungkin saja tidak ada satu disiplin ilmu yang
paling tepat mengartikan kata pembangunan. Sejauh ini serangkaian
pemikiran tentang pembangunan telah berkembang, mulai dari perspektif
sosiologi klasik (Durkheim, Weber, dan Marx), pandangan Marxis,
modernisasi oleh Rostow, strukturalisme bersama modernisasi
memperkaya ulasan pendahuluan pembangunan sosial, hingga
pembangunan berkelanjutan. Namun, ada tema-tema pokok yang menjadi
pesan di dalamnya. Dalam hal ini, pembangunan dapat diartikan sebagai
`suatu upaya terkoordinasi untuk menciptakan alternatif yang lebih banyak
secara sah kepada setiap warga negara untuk memenuhi dan mencapai
aspirasinya yang paling manusiawi (Nugroho dan Rochmin Dahuri, 2004).
Tema pertama adalah koordinasi, yang berimplikasi pada perlunya suatu
kegiatan perencanaan seperti yang telah dibahas sebelumnya. Tema kedua
adalah terciptanya alternatif yang lebih banyak secara sah. Hal ini dapat
diartikan bahwa pembangunan hendaknya berorientasi kepada
keberagaman dalam seluruh aspek kehidupan. Ada pun mekanismenya
menuntut kepada terciptanya kelembagaan dan hukum yang terpercaya
yang mampu berperan secara efisien, transparan, dan adil. Tema ketiga
mencapai aspirasi yang paling manusiawi, yang berarti pembangunan
harus berorientasi kepada pemecahan masalah dan pembinaan nilai-nilai
moral dan etika umat.

Mengenai pengertian pembangunan, para ahli memberikan definisi


yang bermacam-macam seperti halnya perencanaan. Istilah pembangunan
bisa saja diartikan berbeda oleh satu orang dengan orang lain, daerah yang
satu dengan daerah lainnya, Negara satu dengan Negara lain. Namun
secara umum ada suatu kesepakatan bahwa pembangunan merupakan
proses untuk melakukan perubahan (Riyadi dan Deddy Supriyadi
Bratakusumah, 2005).

Siagian (1994) memberikan pengertian tentang pembangunan sebagai


“Suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang
berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan
pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation
building)”. Sedangkan Ginanjar Kartasasmita (1994) memberikan
pengertian yang lebih sederhana, yaitu sebagai “suatu proses perubahan ke
arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana”.

Pada awal pemikiran tentang pembangunan sering ditemukan adanya


pemikiran yang mengidentikan pembangunan dengan perkembangan,
pembangunan dengan modernisasi dan industrialisasi, bahkan
pembangunan dengan westernisasi. Seluruh pemikiran tersebut didasarkan
pada aspek perubahan, di mana pembangunan, perkembangan, dan
modernisasi serta industrialisasi, secara keseluruhan mengandung unsur
perubahan. Namun begitu, keempat hal tersebut mempunyai perbedaan
yang cukup prinsipil, karena masing-masing mempunyai latar belakang,
azas dan hakikat yang berbeda serta prinsip kontinuitas yang berbeda pula,
meskipun semuanya merupakan bentuk yang merefleksikan perubahan
(Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005).

Pembangunan (development) adalah proses perubahan yang


mencakup seluruh system sosial, seperti politik, ekonomi, infrastruktur,
pertahanan, pendidikan dan teknologi, kelembagaan, dan budaya
(Alexander 1994). Portes (1976) mendefenisiskan pembangunan sebagai
transformasi ekonomi, sosial dan budaya. Pembangunan adalah proses
perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai aspek
kehidupan masyarakat.

Menurut Deddy T. Tikson (2005) bahwa pembangunan nasional dapat


pula diartikan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya secara
sengaja melalui kebijakan dan strategi menuju arah yang diinginkan.
Transformasi dalam struktur ekonomi, misalnya, dapat dilihat melalui
peningkatan atau pertumbuhan produksi yang cepat di sektor industri dan
jasa, sehingga kontribusinya terhadap pendapatan nasional semakin besar.
Sebaliknya, kontribusi sektor pertanian akan menjadi semakin kecil dan
berbanding terbalik dengan pertumbuhan industrialisasi dan modernisasi
ekonomi. Transformasi sosial dapat dilihat melalui pendistribusian
kemakmuran melalui pemerataan memperoleh akses terhadap sumber daya
sosial-ekonomi, seperti pendidikan, kesehatan, perumahan, air
bersih,fasilitas rekreasi, dan partisipasi dalam proses pembuatan keputusan
politik. Sedangkan transformasi budaya sering dikaitkan, antara lain,
dengan bangkitnya semangat kebangsaan dan nasionalisme, disamping
adanya perubahan nilai dan norma yang dianut masyarakat, seperti
perubahan dan spiritualisme ke materialisme/sekularisme. Pergeseran dari
penilaian yang tinggi kepada penguasaan materi, dari kelembagaan
tradisional menjadi organisasi modern dan rasional.

Dengan demikian, proses pembangunan terjadi di semua aspek


kehidupan masyarakat, ekonomi, sosial, budaya, politik, yang berlangsung
pada level makro (nasional) dan mikro (commuinity/group). Makna
penting dari pembangunan adalah adanya kemajuan/perbaikan (progress),
pertumbuhan dan diversifikasi.

Sebagaimana dikemukakan oleh para para ahli di


atas, pembangunan adalah sumua proses perubahan yang dilakukan
melalui upaya-upaya secara sadar dan terencana.
Sedangkan perkembangan adalah proses perubahan yang terjadi secara
alami sebagai dampak dari adanya pembangunan (Riyadi dan Deddy
Supriyadi Bratakusumah, 2005).

Dengan semakin meningkatnya kompleksitas kehidupan masyarakat


yang menyangkut berbagai aspek, pemikiran tentang modernisasi pun
tidak lagi hanya mencakup bidang ekonomi dan industri, melainkan telah
merambah ke seluruh aspek yang dapat mempengaruhi kehidupan
masyarakat. Oleh karena itu, modernisasi diartikan sebagai proses
trasformasi dan perubahan dalam masyarakat yang meliputi segala
aspeknya, baik ekonomi, industri, sosial, budaya, dan sebagainya.

Oleh karena dalam proses modernisasi itu terjadi suatu proses


perubahan yang mengarah pada perbaikan, para ahli manajemen
pembangunan menganggapnya sebagai suatu proses pembangunan di
mana terjadi proses perubahan dari kehidupan tradisional menjadi modern,
yang pada awal mulanya ditandai dengan adanya penggunaan alat-alat
modern, menggantikan alat-alat yang tradisional.

Selanjutnya seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan,


termasuk ilmu-ilmu sosial, para Ahli manajemen pembangunan terus
berupaya untuk menggali konsep-konsep pembangunan secara ilmiah.
Secara sederhana pembangunan sering diartikan sebagai suatu upaya untuk
melakukan perubahan menjadi lebih baik. Karena perubahan yang
dimaksud adalah menuju arah peningkatan dari keadaan semula, tidak
jarang pula ada yang mengasumsikan bahwa pembangunan adalah juga
pertumbuhan. Seiring dengan perkembangannya hingga saat ini belum
ditemukan adanya suatu kesepakatan yang dapat menolak asumsi tersebut.
Akan tetapi untuk dapat membedakan keduanya tanpa harus memisahkan
secara tegas batasannya, Siagian (1983) dalam bukunya Administrasi
Pembangunan mengemukakan, “Pembangunan sebagai suatu perubahan,
mewujudkan suatu kondisi kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang
lebih baik dari kondisi sekarang, sedangkan pembangunan sebagai suatu
pertumbuhan menunjukkan kemampuan suatu kelompok untuk terus
berkembang, baik secara kualitatif maupun kuantitatif dan merupakan
sesuatu yang mutlak harus terjadi dalam pembangunan.”

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada dasarnya pembangunan


tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan, dalam arti bahwa pembangunan
dapat menyebabkan terjadinya pertumbuhan dan pertumbuhan akan terjadi
sebagai akibat adanya pembangunan. Dalam hal ini pertumbuhan dapat
berupa pengembangan/perluasan (expansion) atau peningkatan
(improvement) dari aktivitas yang dilakukan oleh suatu komunitas
masyarakat.

III. Standar Pengukuran Ratio Gini


Indeks atau ratio gini adalah suatu koefisien yang berkisar dari angka
0 hingga 1, menjelaskan kadar kemerataan (ketimpangan) distribusi
pendapatan nasional. Semaki kecil (semakin mendekati 0) koefisiennya,
pertanda semakin baik atau merata distribusi. Dilain pihak, koefisien yang
besar (semakin mendekati 1) mengisyaratkan distribusi yang kian timpang
atau senjang. Angka ratio gini dapat ditaksir scar visual langsung dari
kurva lorenz yaitu perbaningan luas area yang terletak diantara kurva
lorenz dan diagonal terhadap luas area segitiga OBC. Rasio gini dapat
dihtung secara matematik dengan rumus :

n
KG= 1 – ∑ (Xi+1 – Xt) (Yt + Yt+1)
1

KG = Angka Koefien Gini


Xi = Proporsi jumlah rumah tangga kumulatif dalam kelas i
Fi = Proporsi jumlah rumah tangga dalam kelas I
Yi= Proporsi jumlah pendapatan rumah tangga kumulatif kelas I
IV. Standar Pengukuran Kurva Lorenz
Kurva Lorenz menggambarkan distribusi kumulatif pendapatan
nasional di kalangan lapisan-lapisan penduduk secara kumulatif juga.
Selain itu kurva ini juga memperlihatkan hubungan kumulatif aktual antara
persentase jumlah penduduk penerimaan pendapatan tertentu dari total
penduduk dengan persentase pendapatan yang benar-benar mereka peroleh
dari total pendapatan selama, misalnya satu tahun.

Sumbu horizontalnya menggambarkan persentase kumulatif penduduk,


sedangkan sumbu vertikalnya menggambarkan persentase kumulatif
pendapatan nasional. Garis diagonal yang membagi bujur sangkar disebut
“garis kemerataan sempurna” dimana Kurva Lorenz akan ditempatkan.
Kurva Lorenz yang semakin dekat ke diagonal (semakin lurus)
menggambarkan distribusi pendapatan nasional yang semakin merata,
sebaliknya jika kurva Lorenz semakin jauh dari diagonal (semakin
lengkung) berarti distribusi pendapatan nasional semakin timpang atau
tidak merata.
V. Kriteria Bank Dunia
Kriteria ketidakmerataan versi bank dunia didasarkan atas porsi
pendapatan nasional yang dinikmati oleh tiga lapisan penduduk, yakni
40% penduduk berpendapatan rendah (penduduk termiskin), 40%
penduduk berpendapatan menengah, serta 20% penduduk berpendapatan
tertinggi (penduduk terkaya). Ketimpangan atau ketidakmerataan distribusi
dinyatakan parah apabila 40% penduduk berpendapatan rendah menikmati
kurang dari 12% pendapatan nasional. Ketidakmerataan dianggap sedang
atau moderat bila 40% penduduk termiskin menikmati antara 12% hingga
17% pendapatan naional. Sedangkan jika 40% penduduk yang
berpendapatan rendah menikmati lebih dari 17% pendapatan nasional,
maka ketimpangan atau kesenjangan dikatakan lunak, distribusi
pendapatan nasional dianggap cukup merata.

Kriteria ketidakmerataan versi bank dunia ini, sering pula dipakai


sekaligus sebagai kriteria kemiskinan relatif. Kemerataan distribusi
pedapatan nasional bukan semata-mata “pendamping” pertumbuhan
ekonomi dalam meninlai keberhasilan pembangunan. Ketidakmerataan
sesungguhnya tak lepas dari masalah kemiskinan. Keduanya ibarat dua sisi
pada sekeping mata uang. Oleh karenanya, diskusi-diskusi mengenai
pemerataan senantiasa terkait dengan pembahasan tentng kemiskinan.

Isu kemerataan dan pertumbuhan hingga kini masih menjadi debat tak
berkesudahan dalam konteks pembangunan. Kedua hal ini berkaitan
dengan dua hal lain yang juga setara kadar perdebatannya, yaitu efektivitas
dan efisiensi. Pemikiran dan strategi serta pelaksanaan pembangunan
ekonomi tak pernah luput dari perdebatan antara pengutamaan efisiensi
dan pertumbuhan di satu pihak melawan mengutamakan efektivitas dan
kemerataan di lain pihak. Pakar-pakar ekonomi pembangunan tak kunjung
usai memperdebatkannya. Beberapa di antara mereka cenderung lebih
berpihak di salah satu kutub, sementara beberapa selebihnya berpihak di
kutub seberangnya.
VI. Ketidakmerataan Pendapatan
a. Ketidakmerataan pendapatan nasional
Distribusi atau pembagian pendapatan antar lapisan pendapatan
masyarakat dapat ditelaah dengan mengamati perkembangan angka-
angka ratio gini. Koefisien gini itu sendiri, bukanlah indikator paling
ideal tentang ketidakmerataan(ketimpangan,kesenjangan) distribusi
pendapatan antar lapisan. Namun setidaknya cukup memberkan
gambaran mengenai kecenderungan umum dalam pola pembagian
pendapatan. .Derajat ketidakmerataan pendapatan dinyatakan dengan
koefisien Gini (Gini Ratio), yang bernilai 0 (Kemerataan sempurna)
sampai dengan 1 (Ketidakmerataan sempurna). Sebaran Gini Ratio
berkisar antara 0,50-0,70 = ketidakmerataan tinggi, 0,36-0,49 =
ketidakmerataan sedang, dan 0,20-0,35 = ketidakmerataan rendah.
Koefisien Gini dapat diperoleh dengan menghitung rasio bidang yang
terletak antara garis diagonal dan kurva Lorenz dibagi dengan luas
separuh bidang di mana kurva Lorenz itu berada. Dalam Ilmu
Ekonomi Industri, Koefisien Gini juga dapat dipergunakan untuk
melihat konsentrasi pasar.
Koefisien Gini yang ditaksir melalui pendekatan pengeluaran
sebenarnya kurang realistis, cenderung kerendahan.Hal ini mengingat
di dalam data pengeluaran, unsur tabungan yang merupakan bagian
dari pendapatan tidak turut terhitung.Padahal porsi pendapatan
ditabung umumnya cukup besar di lapisan masyarakat berpendapatan
tinggi.

b. Ketidakmerataan pendapatan spasial

Ketidakmerataan distribusi pendapatan antar lapisan masyarakat


bukan saja berlangsung secara nasional akan tetapi hal itu juga terjadi
secara spasial atau antar daerah yakni antara daerah perkotaan dan
pedesaan.
Ketidakmerataan pendapatan yang berlangsung antar daerah tidak
hanya dalam hal distribusinya, tapi juga dalam hal tingkat atau
besarnya

Porsi penduduk pedesaan yang berada pada rentang pendapatan


lapis bawah lebih besar dari pada porsi penduduk
perkotaan.Sebaliknya pada rentang lapis atas, porsi penduduk
perkotaan lebih kecil.

c. Ketidakmerataan pendapatan regional

Secara regional atau antar wilayah, berlangsung pula


ketidakmerataan distribusi pendapatan antar lapisan
masyarakat.Bukan hanya itu, diantara wilayah-wilayah di Indonesia
bahkan terdapat ketidakmerataan tingkat pendapatan itu sendiri. Jadi,
dalam perfektif antar wilayah, ketidakmerataan terjadi baik dalam hal
tingkatan pendapatan masyarakat antara wilayah yang satu dengan
yang lain, maupun dalam hal distribusi pendapatan di kalangan
penduduk masing-masing wilayah.

Dalam perbandingan antara pulau Jawa dengan luar jawa, secara


umum distribusi pendapatan di kalangan lapisan-lapisan luar jawa
lebih baik dari pada di Jawa. Dalam hal tingkat pendapatan sendiri,
terdapat perbedaan yang cukup mencolok diantara wilayah-wilayah
tanah air.Perbandingan ini dapat dilakukan melalui angka-angka
produk domestik regional bruto (PDRB) per kapita antar propinsi.
VII. Ketimpangan Pembangunan
Ketimpangan pembangunan di indonesia Selama ini berlangsung
dan berwujud dalam berbagai bentuk, asepek, atau dimensi. Bukan saja
berupa ketimpangan hasil-hasilnya, misal dalam hal pendapatan per
kapita, tetapi juga ketimpangan kegiatan atau proses pembangunan itu
sendiri. Bukan pula semata-mata berupa ketimpangan spasial atau antar
daerah, yakni antara daerah pedesaan dan daerah perkotaan, akan tetapi
juga berupa ketimpangan sektoral dan ketimpangan regional.

Ketimpangan pertumbuhan antarsektor, khususnya antara sektor


pertanian dan sektor industri pengolahan, harus dipahami secara arif.
Ketimpangan pertumbuhan sektoral ini bukanlah “kecelakaan” atau ekses
pembangunan. Ketimpangan ini lebih merupakan sesuatu yang disengaja
atau memang terencana. Hal itu terkait dengan cita-cita nasional atau
setidak-tidaknya selaras dengan kehendak para perencana pembangunan
untuk menjadikan indonesia sebagai negara industri. Industrialisasi telah
dipilih sebagai jalur pembangunan yang ditempuh untuk menuju
kemajuan. Oleh sebab itu, sektor industri pengolahan harus tumbuha
lebih cepat daripada sektor-sektor lainnya.

Berkenaan dengan ketimpangan pertumbuhan sektoral, persoalan


yang lebih mendasar bukanlah ada tidaknya ketimpangan. Melainkan
seberapa kadar ketimpangan itu bisa ditoleransi.
PENUTUP

Simpulan
1. Distribusi pendapatan merupakan kriteria yang mengindikasikan mengenai
penyebaran atau pembagian pendapatan atau kekayaan antar penduduk
satu dengan penduduk lainnya dalam wilayah tertentu.
2. Indikator distribusi pendapatan: Distribusi Ukuran (Distribusi Pendapatan
Perorangan), Kurva Lorenz, Indeks atau Rasio Gini dan Kriteria Bank
Dunia.

3. Ketidakmerataan pendapatan terbagi menjadi ketidakmerataan pendapatan


nasional, ketidakmerataan pendapatan spasial dan ketidakmerataan
pendapatan regional.

4. Kesejahteraan atau keadaan tidak miskin merupakan keinginan lahiriah


semua orang. Keadaan semacam itu, akan tetapi, barulah sekadar
memenuhi kepuasan hidup manusia sebagai makhluk individu. Padahal,
disamping sebagai makhluk individu, manusia juga merupakan makhlkuk
sosial. Setiap orang merupakan bagian dari masyarakatnya. Dalam
kapasistas sebagai makhluk sosial ini, manusia membutuhkan
“kebersamaan” dengan manusia-manusia lain di dalam masyarakatnya.
Kesetaraan kemakmuran, dalam arti perbedaan yang ada tidak terlalu
mencolok, merupakan salah satu sarana yang memungkinkan orang-orang
bisa hidup bermasyarakat dengan baik dan tenang, tidak menimbulkan
kecemburuan sosial. Kemerataan sama pentingnya dengan kemakmuran.
Pengurangan ketimpangan atau kesejangan sama pentingnya dengan
pengurangan kemiskinan.
DAFTAR PUSTAKA
Dumairy. (1996). Perekonomian Indonesia. Jakarta: Penerbit ERLANGGA.

https://tugas-tugasekonomi.blogspot.com

https://www.slideshare.net/mishelei_loen/distribusi-pendapatan

Anda mungkin juga menyukai