Anda di halaman 1dari 24

KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan
terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya. Penulis sangat berharap
semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca
praktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami.
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

BIMA, 10 November 2022


Penyusun

DAFTAR ISI

1
HALAMAN JUDUL
……………………………............................................................. i
KATA PENGANTAR …………….............................................................
…………… ii
DAFTAR ISI
………………………………..................................................................… iii
BAB I PENDAHULUAN …………………...........................................................
…….
A. Latar Belakang ………………………………........................................
…………...
B. Rumusan Masalah
………………………………………........................................
C. Tujuan Penulisan
………………………………………..........................................
BAB II PEMBAHASAN
…………………………...........................................................
A. Analisis SWOT Terhadap Perencanaan Pembangunan
Daerah……………………………………....................................................
....
B. Perencanaan Pembangunan Daerah Di Era
Otonomi……………………………………..................................................
........
C. Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah Berdasarkan UU No. 25 Tahun
2004………………………………………....................................................
....
D. Penganggaran
Daerah………………………………............................................................
...........
BAB III PENUTUP
……………………………………...........................................................
A. Simpulan
……………………………………………………........................................
......
B. Saran
…………………………………………………………................................
................
DAFTAR PUSTAKA
…………………………………............................................................

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pembangunan adalah sebuah kegiatan kolosal, memakan waktu yang

panjang, melibatkan seluruh warga negara, dan menyerap hampir seluruh sumber

daya bangsa. Karena itu, sudah seharusnya jika pembangunan perlu manajemen.

Kata manajemen menyiratkan adanya proses yang berkesinambungan. Secara

generik proses ini dimulai dari perencanaan, disusul pelaksanaan, diakhiri dengan

pengendalian.

Perencanaan adalah kegiatan dari pembangunan yang paling prioritas,

karena perencanaan menentukan arah, prioritas, dan strategi pembangunan.

Perencanaan pada dasarnya merupakan cara, teknik atau metode untuk mencapai

tujuan yang diinginkan secara tepat, terarah dan efisien sesuai dengan sumber

daya yang tersedia. Sehingga, secara umum perencanaan pembangunan adalah

3
cara atau teknik untuk mencapai tujuan pembangunan secara tepat, terarah dan

efisien sesuai dengan kondisi negara atau daerah bersangkutan.

Dikutip dari Conyers (1994: 4), menurut Waterston perencanaan adalah

usaha yang sadar, terorganisasi, dan terus-menerus dilakukan guna memilih

alternatif yang terbaik dari sejumlah alternatif untuk mencapai tujuan tertentu.

Jadi sebenarnya makna perencanaan sangat tergantung pada paradigma yang

dianut.

Menurut Davidoff, et al (2005: 19) bahwa dari perspektif

paradigma rasional memberikan batasan tentang perencanaan sebagai

suatu proses untuk menentukan masa depan melalui suatu urutan

pilihan. Kemudian menurut Dror dalam Hadi (2005) perencanaan

merupakan suatu proses untuk mempersiapkan seperangkat keputusan

untuk melakukan tindakan masa depan. Sedangkan menurut Fridman

dalam Hadi (2005), perencanaan merupakan suatu strategi untuk

pengambilan keputusan sebelumnya sebagai suatu aktivitas tentang

keputusan dan implementasi.

Dari beberapa definisi tersebut jelas bahwa perencanaan

dapat dilihat sebagai bentuk strategi yang diterapkan untuk

organisasi publik maupun privat. Apabila dikaitkan dengan

perencanaan pembangunan daerah, maka perencanaan pembangunan yang

dibuat daerah berkaitan dengan pembangunan daerah di samping

menggambarkan kepentingan lokal juga merupakan penjabaran dari

perencanaan pusat (nasional).

4
Perencanaan pembangunan adalah proses penyusunan tahapan kegiatan

yang melibatkan berbagai unsur pemangku kepentingan di dalamnya, guna

pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya yang ada dalam rangka

meningkatkan kesejahteraan sosial dalam suatu lingkungan wilayah/daerah dalam

jangka waktu tertentu.

Perencanaan pembangunan juga merupakan suatu proses yang terus

berulang selama pemerintahan berjalan. Perencanaan digunakan sebagai dasar

dalam melaksanakan pekerjaan pembangunan, pelaksanaan pembangunan

dievaluasi kesesuaiannya dengan perencanaan dan perangkat regulasi yang

mengikatnya, kemudian hasil evaluasi digunakan sebagai bahan dalam

penyusunan perencanaan selanjutnnya.

Perencanaan Pembangunan menurut Arthur W. Lewis (1965) adalah suatu

kumpulan kebijaksanaan dan program pembangunan untuk merangsang

masyarakat dan swasta untuk menggunakan sumberdaya yang tersedia secara

lebih produktif. Kemudian M.L. Jhingan (1984) mengatakan bahwa perencanaan

pembangunan pada dasarnya adalah merupakan pengendalian dan pengaturan

perekonomian dengan sengaja oleh suatu penguasa (pemerintah) pusat untuk

mencapal suatu sasaran dan tujuan tertentu di dalam jangka waktu tertentu.

Setelah reformasi, perencanaan pembangunan di Indonesia diatur dalam

Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan

Nasional (SPPN). SPPN merupakan payung hukum bagi pelaksanaan perencanaan

pembangunan dalam rangka menjamin tercapainya tujuan negara, yang digunakan

sebagai acuan dalam Sistem Perencanaan Pembangunan secara nasional.

5
Menurut SPPN, rencana pembangunan terdiri dari Rencana

Pembangunan Jangka Panjang (yang selanjutnya disebut RPJP),

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (yang selanjutnya disebut

RPJM), dan Rencana Kerja Pemerintah (yang selanjutnya disebut

RKP). Rencana pembangunan ini memuat arahan kebijakan pembangunan

yang dijadikan acuan bagi pelaksanaan pembangunan di seluruh

wilayah Indonesia. Terkait hal ini, daerah akan menyusun RPJP

Daerah dan juga RPJM Daerah yang mengacu pada RPJP dan juga RPJM

Nasional serta membuat program pembangunan dan kegiatan pokok yang

akan dilaksanakan melalui RKP yang disusun oleh Kementerian atau

Lembaga.

Dalam ketentuan Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional disebutkan bahwasanya RPJP

Nasional merupakan penjabaran daripada tujuan dibentuknya

pemerintahan negara Indonesia yang mana tercantum dalam Pembukaan

UUD 1945, dalam bentuk visi, misi, dan arah pembangunan nasional

(Pasal 4 ayat 1 Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem

Perencanaan Pembangunan Nasional).

Sedangkan RPJM Nasional merupakan penjabaran dari visi,

misi, dan juga program dari Presiden yang penyusunannya berpedoman

pada RPJP Nasional, yang mana memuat strategi pembangunan

Nasional, kebijakan umum, program Kementerian/Lembaga dan lintas

Kementerian atau Lembaga, kewilayahan dan lintas kewilayahan,

6
serta kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian

secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal dalam rencana

kerja yang berupa kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang

bersifat indikatif (Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang No. 25 Tahun 2004

tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional).

Di tingkat lokal, pemerintah Propinsi, Kabupaten/ Kota

menyusun sendiri RPJP Daerah. Setelah itu, dijabarkan dalam RPJM

Daerah, yang memuat visi, misi dan program pembangunan dari kepala

daerah terpilih. Permasalahannya, dokumen RPJP Nasional dan RPJP

Daerah ini sangat visioner dan juga hanya memuat hal-hal yang

mendasar, karena memang dimaksudkan untuk dapat memberi

keleluasaan yang cukup bagi penyusunan rencana jangka menengah dan

tahunannya.

Namun, keleluasaan yang diberikan ini berpotensi menimbulkan

ketidaksinambungan dan ketidaksinergian antara perencanaan

pembangunan nasional dan daerah, dan antara daerah yang satu

dengan daerah yang lainnya. Menjadi sesuatu yang mana menjadi

terunifikasi, jika perencanaan pembangunan nasional terintegrasi

dengan baik dengan perencanaan pembangunan di tingkat Propinsi.

Demikian juga antara perencanaan pembangunan setiap Propinsi

dengan perencanaan pembangunan Kabupaten dan Kota di wilayahnya.

Ini akan membuat semua perencanaan pembangunan terjadi konsistensi

7
satu sama lain, saling bersinergi dan juga berpotensi memberikan

output dan outcome yang lebih cepat dan lebih baik.

Pada era otonomi daerah, di mana kewenangan pembangunan menjadi

salah satu hak daerah, maka sistem perencanaan pembangunan bergeser dari

sistem sentralisasi menjadi desentralisasi. Hal ini juga berimplikasi luas dalam

sistem perencanaan pembangunan yang ada di daerah. Implikasi tersebut dapat

diamati melalui perubahan yang mendasar dalam proses Perencanaan

Pembangunan Nasional yang juga berpengaruh pada proses Perencanaan

Pembangunan Daerah.

Sejak diterapkannya otonomi daerah, setidaknya, telah terjadi empat

perubahan penting yang memengaruhi sistem perencanaan pembangunan yang

salah satunya adalah penerapan otonomi daerah menyebabkan tiap daerah

(provinsi, kabupaten, dan kota) leluasa untuk menentukan rencana pembangunan

mereka masing-masing.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, maka penulis mencoba

untuk membuat makalah dengan judul ”Perencanaan Pembangunan Daerah Di Era

Otonomi”

1.2 Perumusan Masalah

Dengan mengacu pada latar belakang masalah yang telah dikemukakan

diatas, maka perumusan permasalahan makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana analisis SWOT terhadap perencanaan pembangunan di daerah?

2. Bagaimana perencanaan pembangunan daerah di era otonomi?

8
3. Bagaimana sistem perencanaan pembangunan berdasarkan UU No. 25 Tahun

2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional?

1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis menyusun tujuan

penulisan ini sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui analisis SWOT terhadap perencanaan pembangunan di

daerah.

2. Untuk mengetahui perencanaan pembangunan daerah di era otonomi.

3. Untuk mengetahui sistem perencanaan pembangunan berdasarkan UU No.

25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Analisis SWOT Terhadap Perencanaan Pembangunan Daerah

Analisis SWOT merupakan suatu cara untuk mengidentifikasi berbagai

faktor secara sistematis dalam rangka merumuskan strategi perencanaan

pembangunan. Analisis ini didasarkan pada logika dapat memaksimalkan

9
kekuatan (strength) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat

meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats).

Analisis SWOT mempertimbangkan faktor lingkungan internal yaitu

kekuatan dan kelemahan serta lingkungan eskternal yaitu peluang dan ancaman

yang dihadapi (Marimin, 2004). Analisis SWOT membandingkan antara faktor

eksternal peluang dan ancaman dengan faktor internal kekuatan dan kelemahan

sehingga dari analisis tersebut dapat diambil suatu keputusan (Marimin, 2004).

Menurut John A. Pearce II dan Richard B. Robinson, analisis SWOT

merupakan teknik dimana para manajer menciptakan gambaran umum secara

cepat mengenai strategi perencanaan. Analisis ini didasarkan pada asumsi bahwa

strategi yang efektif diturunkan dari “kesesuaian” yang baik antara sumber daya

internal (kekuatan dan kelemahan) dengan situasi eksternalnya (peluang dan

ancaman), kesesuaian yang baik akan memaksimalkan kekuatan dan peluang serta

meminimalkan kelemahan dan ancaman.

Metode analisis SWOT bisa dianggap sebagai metode analisis yang paling

dasar, yang bermanfaat untuk melihat suatu topik maupun suatu permasalahan

dari empat sisi yang berbeda. Hasil dari analisis SWOT ini biasanya berupa

arahan ataupun rekomendasi untuk mempertahankan kekuatan dan untuk

menambah keuntungan dari segi peluang yang ada, dan mengurangi kekurangan

serta menghindari ancaman. Analisis SWOT merupakan instrumen yang

bermanfaat dalam melakukan analisis strategi, instrumen ini menolong para

perencana terhadap apa yang bisa dicapai dan hal-hal apa saja yang perlu

diperhatikan oleh mereka.

10
Proses yang harus dilakukan dalam pembuatan analisis SWOT agar

keputusan yang diperoleh lebih tepat perlu melalui berbagai tahapan sebagai

berikut:

1. Tahapan pengambilan data.

2. Tahap penilaian data untuk diidentifikasi.

3. Tahapan analisis.

4. Tahap pengambilan keputusan.

Secara lebih spesifik, ada manfaat dari penggunaan analisis SWOT dalam

penyusunan perencanaan pembangunan.  Dengan menggunakan analisis SWOT

pembahasan tentang kondisi umum daerah akan menjadi lebih tajam dan terarah

kepada hal-hal yang berkaitan langsung dengan penyusunan perencanaan. Hal ini

sangat penting artinya karena kondisi umum (existing condition) adalah

merupakan dasar utama penyusunan perencanaan pembangunan. Perumusan

perencanaan pembangunan akan menjadi lebih tepat dan terarah bilamana analisis

tentang kondisi umum daerah juga dapat dilakukan dengan cara lebih baik dan

tajam, dan demikian pula sebaliknya terjadi apabila analisis tentang kondisi umum

daerah dilakukan terlalu umum dan tidak terarah.

2.2 Perencanaan Pembangunan Daerah Di Era Otonomi

Otonomi adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat

setempat sesuai dengan peraturan perundangan-undangan. Pelaksanaan otonomi

daerah selain berlandaskan pada acuan hukum, juga sebagai implementasi

11
tuntutan globalisasi yang harus diberdayakan dengan cara memberikan daerah

kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggungjawab, terutama dalam

mengatur, memanfaatkan dan menggali sumber-sumber potensi yang ada di

daerah masing-masing.

Adapun tujuan dari adanya otonomi daerah berdasarkan Pasal 31 Ayat (2)

Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yaitu :

1. Mewujudkan efektivitas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

2. Mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat

3. Mempercepat peningkatan kualitas pelayanan publik

4. Meningkatkan kualitas tata kelola pemerintahan

5. Meningkatkan daya saing nasional dan daya saing Daerah dan

6. Memelihara keunikan adat istiadat, tradisi, dan budaya Daerah.

Prinsip otonomi daerah berdasarkan undang-undang pemeintahan daerah

pada dasarnya menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dimana daerah

diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di

luar yang menjadi urusan Pemerintah yang ditetapkan dalam undang-undang

tersebut.

Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

penyelenggaraan pemerintahan daerah tersebut, dapatlah ditarik benang merah

bahwa setiap daerah memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus

kepentingan masyarakat setempat menurut prakarasa sendiri berdasarkan aspirasi

masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

12
Penyelenggaraan otonomi daerah merupakan dasar perubahan paradigma

dalam pelaksanaan pemerintahan, pengelolaan anggaran negara dan daerah serta

sebagai perwujudan tuntutan agenda reformasi dalam upaya mencapai

kesejahteraan masyarakat. Adapun perubahan paradigma tersebut disikapi oleh

daerah dengan menyesuaikan dan merubah berbagai mekanisme penyelenggaraan

pemerintahan di daerah, terutama dalam melaksanakan pembangunan yang baik

dan tepat sasaran.

Berbagai perubahan tersebut terwujud dalam pergeseran paradigma

pembangunan di daerah, yakni perubahan dari paradigma yang sentralistik menuju

paradigma yang desentralistik. Paradigma sentralistik dianggap terlalu

mementingkan kedudukan pemerintah sebagai pusat perencana dan pelaksana

pembangunan tanpa melibatkan masyarakat sebagai bagian penting dari

pembangunan itu sendiri. Paradigma pembangunan yang lebih mementingkan

kekuasaan pemerintah tersebut tidak lagi relevan untuk diterapkan.

Pergeseran paradigma pembangunan tersebut, secara teoritis merupakan

perwujudan dari perubahan pola perencanaan pembangunan dengan pola top down

menjadi pola bottom up. Seperti yang diungkapkan oleh Hirtsune Kimura dalam

Jurnal Ketahanan Nasional : Lebih lanjut, mengubah pola pikir para pejabat

publik yang sudah terbiasa birokratis tidaklah mudah. Meskipun setelah tiga

dekade, dengan pemerintahan yang baru, akan masih ada suatu tradisi yang kuat

dalam birokrasi yang terpusat, namun hal itu merupakan sebuah langkah besar

dari proses desentralisasi di Indonesia yang masih berada di titik awal.

13
2.3 Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah Berdasarkan UU No. 25

Tahun 2004

Sistem perencanaan nasional yang terintegrasi dari daerah sampai pusat

selama ini belum memiliki landasan aturan yang mengikat setingkat undang-

undang. Kebijakan otonomi daerah di satu sisi dan dihapuskannya GBHN (Garis-

Garis Besar Haluan Negara) yang selama ini menjadi landasan perencanaan

nasional dan daerah di sisi yang lain, membawa implikasi akan perlunya kerangka

kebijakan yang mengatur sistem perencanaan nasional yang bersifat sistematis dan

harmonis. Alasan itulah antara lain sebagai landasan dikeluarkannya Undang-

undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan

Nasional (SPPN).

Menurut SPPN yang disebut perencanaan adalah suatu proses untuk

menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan

memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Sementara pembangunan daerah

adalah pemanfaatan sumber daya yang dimiliki untuk peningkatan kesejahteraan

masyarakat yang nyata, baik dalam aspek pendapatan, kesempatan kerja, lapangan

berusaha, akses terhadap pengambilan kebijakan, berdaya saing, dan peningkatan

indeks pembangunan manusia.

Dengan demikian perencanaan pembangunan daerah adalah suatu proses

penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur pemangku

kepentingan didalamnya, guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya yang

ada dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial dalam suatu lingkungan

daerah dalam jangka waktu tertentu.

14
Perencanaan pembangunan daerah harus dirumuskan secara transparan,

responsif, efisien, efektif, akuntabel, partisipatif, terukur, berkeadilan dan

berkelanjutan yang meliputi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah

(RPJPD) yang dilaksanakan untuk 20 tahun, Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Daerah (RPJMD) yang dilaksanakan selama 5 tahun dan Rencana

Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) untuk periode satu tahun.

Berdasarkan SPPN, dikenal empat pendekatan dalam proses perencanaan,

yaitu teknokratik, partisipatif, politis serta bottom-up dan top-down. Empat proses

perencanaan tersebut memiliki pendekatan dan cara tersendiri, yaitu:

1. Teknokratis, menggunakan metoda dan kerangka berpikir ilmiah untuk

mencapai tujuan dan sasaran pembangunan daerah.

2. Partisipatif, dilaksanakan dengan melibatkan semua pemangku kepentingan

(stakeholders).

3. Politis, bahwa program-program pembangunan yang ditawarkan masing-

masing calon kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih pada saat

kampanye, disusun ke dalam rancangan RPJMD.

4. Pendekatan perencanaan pembangunan daerah bawah-atas (bottom-up) dan

atas-bawah (top-down), hasilnya diselaraskan melalui musyawarah yang

dilaksanakan mulai dari desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi,

dan nasional, sehingga tercipta sinkronisasi dan sinergi pencapaian sasaran

rencana pembangunan nasional dan rencana pembangunan daerah.

Keterkaitan antar dokumen perencanaan berdasarkan Undang-undang

Nomor 25 Tahun 2004 :

15
1. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah dengan periode waktu

20 tahun memuat visi, misi, dan arah pembangunan daerah. Sehingga

kedudukan RPJP Daerah ini menggantikan kedudukan Pola Dasar

Pembangunan (POLDAS) Daerah yang selama ini menjadi dokumen induk

pemerintah daerah atau ”GBHN-nya” daerah. RPJP Daerah menurut undang-

undang ini ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Perda) sehingga tidak

menjamin bahwa dalam 20 tahun tersebut dokumen RPJP Daerah tidak

berubah seiring dengan pergantian pimpinan daerah. Jika setiap 5 tahun sekali

diubah maka nasib dokumen RPJP Daerah itu mungkin tidak berbeda dengan

RPJP Daerah yang setiap 5 tahun sekali disusun.

2. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah (RPJM) Daerah

merupakan penjabaran visi, misi dan arah pembangunan daerah yang ada

dalam RPJP Daerah. RPJM Daerah memuat arah kebijakan keuangan daerah,

strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, dan program satuan Kerja

Perangkat Daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana-rencana

kerja dalam rangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.

RPJM Daerah disusun berpedoman pada RPJP Daerah dan memperhatikan

RPJM Nasional. Prosedur itu memungkinkan terjadi ketidaksinkronan antara

RPJM Daerah dengan RPJM Nasional. RPJM Daerah merupakan penjabaran

dari visi, misi, dan program kepala daerah terpilih sedangkan RPJM Nasional

adalah penjabaran visi, misi dan Program Presiden terpilih. Misalnya,

Presiden terpilih dati partai A dengan ideologi X, sementara di daerah tertentu

Kepala Daerah terpilih dari partai B dengan ideologi Y, sehingga akibatnya

16
RPJM nasional dapat saja berbeda jauh dengan RPJM Daerah tertentu

tersebut.

3. Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) disusun mengacu pada Rencana

Kerja Pemerintah Pusat dan merupakan Penjabaran dari RPJM Daerah.

RKPD memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan

daerah, rencana kerja dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung

oleh pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi

masyarakat. Kritikan dalam penyusunan RKPD dalam hal ini adalah

keterlibatan masyarakat. Penyusunan RPJP dan RPJM Daerah yang berjangka

panjang dan menengah saja diatur supaya melibatkan masyarakat secara aktif.

Penyusunan RKPD yang berjangka waktu tahunan dan produk perencanaan

yang paling up to date serta langsung dapat dirasakan masyarakat,

penyusunannya justru tidak diatur harus melibatkan masyarakat. Demikian

pula dengan kekuatan hukum bagi RKPD itu yang dapat ditetapkan hanya

dengan Peraturan Kepala Daerah, padahal dokumen RKPD itu menjadi acuan

bagi penyusunan RAPBD dan RAPBD memiliki kekuatan hukum ditetapkan

dengan Peraturan Daerah.

4. Penganggaran program atau kegiatan di daerah dalam undang-undang ini

tercermin dalam penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah (RAPBD). Penyusunan RAPBD dalam peraturan perundangan ini

mengacu pada Rencana Kegiatan Pemerintah Daerah (RKPD).

2.4 Penganggaran Daerah

A. Pengertian Penganggaran dan Fungsi Anggaran (APBD)

17
Keberhasilan sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah yang nyata,

luas dan bertanggungjawab amatlah ditentukan oleh sistem perencanaan

dan penganggaran yang baik. Perencanaan dan penganggaran merupakan

proses yang terintegrasi, mengingat bahwa output dari perencanaan adalah

penganggaran. Pentingnya keterkaitan antara penganggaran dan

perencanaan terbukti dari keluarnya UU No 25 tahun 2004 tentang Sistem

Perencanaan

Pembangunan Nasional. Anggaran merupakan pernyataan mengenai

estimasi kinerja yang hendak dicapai selama

periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial. Blocher

(2005) mendefinisikan anggaran sebagai ekspresi formal mengenai

rencana aksi dimasa mendatang (budget is a fromal

expression of plans for future plans). Hal ini berarti anggaran yang

disusun setiap tahun oleh pemerintah daerah tidak terlepas dari

perencanaan kegiatan yang telah disusun sebelumnya yang berjangka

menengah dan panjang. Secara umum, penganggaran dapat didefinisikan

sebagai suatu cara atau metode yang sistimatis untuk mengalokasikan

sumberdaya-sumberdaya, terutama sumber daya keuangan dan merupakan

aktivitas utama dari organisasi pemerintahan.

Anggaran yang dimaksud tersebut adalah tercermin dalam

RAPBD/APBD yang disusun setiap tahun oleh pemerintah daerah.

Penyusunan RAPBD yang transparan, akuntanbel dan partisipatif

sesungguhnya merupakan ciri untuk terciptanya pemerintahan yang baik

18
(Good Governance). Ada beberapa poin yang berkaitan dengan paradigma

baru dalam pengelolaan keuangan daerah yakni;

1. APBD harus lebih berorientasi pada kepentingan dan kesejahteraan

publik. Oleh karena itu, APBD harus menekankan pada tiga aspek

pelayanan publik, yaitu pelayanan administrasi, kebutuhan dasar dan

infrastruktur.

2. APBD merupakan dana publik yang penggunaannya harus

berorientasi pada kinerja yang baik (ekonomi, efisien dan efektif, 3E).

Ekonomi berkaitan dengan pemilihan dan penggunaan sumberdaya

dalam jumlah dan kualitas tertentu pada harga yang paling murah.

3. Penyusunan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban anggaran daerah

harus dilakukan berdasarkan prinsip transparansi dengan memberikan

akses yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk memperoleh

informasi yang berkaitan dengan APBD.

4. Terdapat keterkaitan yang erat antara pengambil kebijakan di DPRD

dengan perencanaan operasional oleh pemerintah daerah dan

penganggaran oleh unit kerja

5. Terdapat upaya untuk mensinergikan hubungan antara APBD, Sistem

dan prosedur Pengelolaan Keuangan Daerah, Lembaga Pengelola

Keuangan Daerah dan Unit-unit Pengelola Layanan Publik dalam

pengambilan kebijakan.

Kelima point tersebut, pada dasarnya telah diimplementasikan dalam 2-3 tahun

terakhir, namun tidak dapat dipungkiri bahwa hasilnya masih jauh dari apa yang

19
diinginkan (Mohammad Khusaini (2006), Ester dkk (2006), Hasan Basri Umar

dkk (2006). Kendala utamanya adalah terletak pada rendahnya komitmen pada

implementasi konsistensi antara perencanaan dan penganggaran. Keterkaitan

antara perencanaan dan penganggaran sangat lemah. Pergeseran Paradigma

Penganggaran Dalam menghadapi kompleksitas penyelenggaraan pemerintahan

dan pembangunan, tuntutan pengelolaan (manajemen) keuangan publik menjadi

semakin penting untuk dibicarakan tidak hanya pada tataran pemerintah pusat

tetapi juga pada tataran pemerintah daerah. Secara garis besar, manajemen

keuangan publik dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu manajemen penerimaan

dan manajemen pengeluaran.

Melalui semangat otonomi daerah, sebagaimana yang diamanatkan dalam UU

No.22 tahun 1999 dan UU No 25 tahun 1999 yang telah diubah menjadi No 32

tahun 2004 dan UU No 33 Tahun 2004, pemerintah daerah dalam

menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan harus

sesuai dengan aspirasi dari masyarakat daerah yang bersangkutan, termasuk dalam

hal pengelolaan keuangan publik. Struktur APBD berdasarkan PP No 58/2005 dan

Permendagri No.13 Tahun 2006 (Permendagri No 59/2007) terdiri atas:

1) Pendapatan Daerah:

a) Pendapatan Asli Daerah yang terdiri atas pajak daerah, retribusi

daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-

lain pendapatan asli daerah yang sah.

b) Dana Perimbangan dibagi atas dana bagi hasil (hasil pajak dan bukan

pajak), dana alokasi umum (DAU), dan dana alokasi khusus (DAK)

20
yang dirinci menurut objek pendapatan menurut kegiatan yang

ditetapkan oleh pemerintah

c) Lain-lain pendapatan daerah yang sah meliputi hibah yang berasal dari

pemerintah, pemerintah daerah lainnya, badan/lembaga/organisasi;

dana darurat dari pemerintah; dana bagi hasil pajak dari pemerintah

provinsi kepada kabupaten/kota; dana penyesuaian dan dana otonomi

khusus,; bantuan keuangan dari provinsi atau dari pemerintah daerah

lainnya.

1) Belanja Daerah:

a) Belanja Tidak Langsung meliputi belanja pegawai, belanja bunga,

belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja bagi

hasil, bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga

b) Belanja Langsung meliputi belanja pegawai, belanja barang dan jasa

dan belanja modal.

21
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat diambil beberapa

kesimpulan terkait dengan penulisan ini, yaitu:

1. Analisis SWOT terhadap perencanaan pembangunan dapat dilakukan dengan

melihat potensi-potensi internal dan eksternal pembangunan di dearah,

sehingga proses perencanaan pembangunan daerah dapat dilaksanakan

dengan baik, tepat sasaran, dan dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

2. Adanya perubahan paradigma pembangunan daerah pada masa otonomi

daerah sekarang jika dilihat pada pola perencanaan pembangunan yang

sekarang sedang diterapkan berdasarkan undang-undang pemerintahan daerah

yaitu paradigma sentralistik menjadi desentralisasi.

3. Ada empat pendekatan perencanaan pembangunan berdasarkan SPPN yaitu

teknokrasi, partisipasi, politik, dan bottom-up dan top-down. Selain itu, ada

dokumen-dokumen perencanaan yang harus disiapkan dalam proses

perencanaan pembangunan berdasarkan SPPN yaitu RPJP, RPJM, RKP, dan

APBD.

3.2 Saran

Pelaksanaan sistem perencanaan pembangunan harus dilakukan dengan

memperhatikan berbagai pihak, sehingga pembangunan yang terlaksana dapat

diterima oleh masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

22
Bappenas.2011. Rancangan Awal Kerangka Proses dan Mekanisme Revitalisasi
Musrembang 2011. Jakarta: Deputi Bidang Pengembangan Regional dan
Otonomi Daerah Bappenas, 21 Januari.

Kuncoro, Mudarajad. 2012. Perencanaan Daerah: Bagaimana membangun


ekonomi lokal, kota dan kawasan. Jakarta: Salemba Empat

Wijaya, HAW. Otonomi Daerah dan Daerah Otonom. Jakarta. PT.Raja grafindo
persada. 2002

Asmara, Lalu Hajar., 2001. Mencari Format Perencanaan Pembangunan yang


Aspiratif Untuk Mendukung Implementasi Otonomi Daerah.

Team Work Lapera, 2001. Politik Pemberdayaan Jalan Mewujudkan Otonomi


Desa. Yogyakarta : Lapera Pustaka Utama.

Prof. H. Rozali Abdullah, S.H. Pelaksanaan Otonomi Luas dengan Pemilihan


Kepala Daerah Secara Langsung, Jakarta: FAJAR GRAPINDO
PERSADA. 2005

Sjafrizal. Perencanaan Pembangunan Daerah dalam Era Otonomi, Jakarta:


RajaGrafindo Persada. 2014

Bintoro Tjoakroamidjojo. Pengantar Administrasi Pembangunan, Jakarta:


Matahari Bhakti. 1981

Undang -Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem


Perencanaan Pembangunan Nasional.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan


Daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2008 tentang tentang Tahapan, Tata Cara
Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana
Pembangunan Daerah;

Isu dan Masalah Perencanaan Pembangunan Daerah, Drs. H. Dadang Solihin MA


dalam Lokakarya Penyusunan Rencana Pembangunan Daerah, November
2008;

Penyusunan Rencana Pembangunan Daerah, Prof. DR. Sadu Wasistiono, M.Si,


Juli 2010
Peraturan Pemerintah No 08/2008 tentang Tata Cara dan Tahapan Penyusunan
Penyusunan

Perencanaan dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Daerah

23
Peraturan Pemerintah No 56/2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah

Peraturan Pemerintah No 58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

24

Anda mungkin juga menyukai