SEWINDU IMPLEMENTASI
UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2004
DALAM PERSPEKTIF STAKEHOLDERS
i
KATA PENGANTAR
Puji Sukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya
penulisan laporan akhir Kajian “Sewindu Implementasi Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2004 Dalam Perspektif Stakeholders” ini.
Kami menyadari kajian ini masih belum sempurna baik dalam kualitas,
cakupan materi maupun jumlah stakeholders yang dijadikan sampel dalam
kajian ini. Oleh karena itu, semua saran dan kritik demi kesempurnaan
kajian ini akan sangat kami hargai.
Tidak lupa kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah menyumbangkan ide, waktu, dan tenaga hingga selesainya
penyusunan laporan ini. Akhirnya semoga kajian ini bermanfaat bagi kita
semua.
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perencanaan merupakan bagian dasar dalam manajemen
pembangunan. Menurut Profesor Widjojo Nitisastro, Perencanaan
pada asasnya berkisar pada dua hal. Pertama adalah penentuan
secara sadar mengenai tujuan-tujuan konkret yang hendak dicapai
dalam jangka waktu tertentu atas dasar nilai-nilai yang dimiliki
masyarakat bersangkutan, dan yang kedua adalah pemilihan
diantara cara-cara alternatif yang efisien serta rasional guna
mencapai tujuan-tujuan tersebut1. Oleh karena itu, untuk dapat
menjalankan suatu pembangunan nasional yang baik diperlukan
suatu perencanaan yang matang sehingga tujuan-tujuan yang ingin
dicapai dan usaha-usaha yang akan dilakukan untuk mencapai
tujuan tersebut dapat dilaksanakan.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (UU 25/2004) merupakan
landasan hukum pelaksanaan perencanaan pembangunan di
Indonesia. Undang-undang ini lahir disaat yang diperlukan, yaitu
setelah amandemen UUD 1945 yang menghapuskan fungsi MPR
dalam menyusun dan menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara
(GBHN). Sebelumnya tujuan negara disusun dan ditetapkan dalam
GBHN. Saat ini, tujuan negara dituangkan dalam bentuk Rencana
Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dengan jangka waktu 20 (dua
puluh) tahun, yang kemudian dijabarkan lagi dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dengan jangka waktu 5
(lima) tahun. Dengan adanya UU 25/2004, diharapkan Perencanaan
Pembangunan Nasional dapat disusun secara sistematis, terarah,
terpadu, menyeluruh, dan tanggap terhadap perubahan.
Dalam pelaksanaannya, undang-undang ini telah berjalan lebih
dari 8 (delapan) tahun dan telah melibatkan banyak stakeholders baik
di pusat maupun di daerah, sehingga perlu dilakukan evaluasi
terhadap pelaksanaannya untuk kemudian diketahui kendala dan
hambatan. Stakeholders dalam kajian ini adalah pemerintah daerah
dalam hal ini diwakili oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(Bappeda) dan pemerintah pusat yang diwakili oleh Biro Perencanaan
dari Kementerian/Lembaga.
1
MustopadidjajaAR,“Bappenas Dalam Sejarah Perencanaan Pembangunan Indonesia 1945-2025”, LP3ES,
Jakarta,2012,Hal.3
2
B. Tujuan
Tujuan Kajian ini adalah untuk :
1. mendapatkan informasi perspektif Kementerian/Lembaga dan
Bappeda mengenai pelaksanaan UU 25/2004;
2. mengetahui kendala pelaksanaan UU 25/2004 menurut perspektif
Kementerian/Lembaga dan Bappeda; dan
3. mendapatkan saran dan solusi atas permasalahan yang ada.
C. Metodologi
1. Metode Pelaksanaan Kegiatan.
Kegiatan ini dibagi ke dalam 5 (lima) tahap pelaksanaan
kegiatan yaitu Penyusunan Desain Kuesioner, Pengambilan Data,
Pengolahan Data, Analisis Data dengan Pakar, dan Pengambilan
Kesimpulan. Semua tahap tersebut dilakukan secara paralel
untuk menghasilkan sebuah kesimpulan, yang dapat digunakan
untuk memberikan solusi dan masukan terhadap permasalahan
yang ditemukan.
Pada tahap awal, Penyusunan Desain Kuesioner dilakukan
dengan menggunakan pendekatan ROCCIPI. Pendekatan ini
digunakan untuk menentukan pertanyaan-pertanyaan yang akan
digunakan dalam Kuesioner dari masing-masing komponen
analisis yaitu Rule, Opportunity, Capacity, Communication, Interest,
Process dan Ideology. Diharapkan pendekatan ROCCIPI akan
memudahkan identifikasi persoalan hukum dan mengetahui
perspektif stakeholders terhadap pelaksanaan UU 25/2004.
Selanjutnya dilakukan rapat Focus Group Discussion
(FGD). Dalam rapat ini, Biro Hukum melakukan pembagian
kuesioner kepada responden untuk mendapatkan data dari
pertanyaan-pertanyaan yang diberikan. Data-data tersebut
kemudian diolah dengan mengidentifikasi jawaban-jawaban
responden, yang kemudian ditampilkan dalam bentuk gambar
diagram. Pengolahan data tersebut akan dibedakan berdasarkan
jenis responden yang diundang, yaitu Bappeda
Kabupaten/Kota/Provinsi dan Kementerian/Lembaga.
Setelah Biro Hukum menerima data dari para responden
dan mengolahnya, maka data tersebut akan dibuat menjadi bahan
3
kajian awal sebagai hasil temuan survey dan FGD yang kemudian
diberikan kepada pakar untuk dilakukan analisis data. Analisis
atas gambar diagram yang dihasilkan dilakukan untuk
mengidentifikasi permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan
UU 25/2004. Analisis tersebut akan dituangkan dalam Bab IV
tentang Analisis Hasil Survey dan FGD, yang kemudian dari
analisis tersebut dihasilkan kesimpulan dari pelaksanaan UU
25/2004 dari perspektif stakeholders. Pada akhir bab diuraikan
saran untuk perbaikan dalam pelaksanaan UU 25/2004 yang
efektif dan efisien.
b. Data Sekunder
Data Sekunder adalah data yang didapatkan dari:
1) Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional;
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara;
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 jo Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah;
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah
Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 2004 tentang
Rencana Kerja Pemerintah;
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah;
Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang
Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan
Rencana Pembangunan;
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang
Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional;
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang
tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan dan Evaluasi
Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah;
Permen Dagri Nomor 54 Tahun 2010 tentang
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun
2008 Tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan,
Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana
Pembangunan Daerah;
Peraturan perundang-undangan lainnya.
a. Rule (Peraturan)
Dalam kajian ini hal yang akan dilihat dari unsur Rule
adalah mengenai sistematika urutan pasal pada UU
25/2004, kejelasan substansi pasal, serta apakah ada
pasal yang saling bertentangan dengan pasal lainnya atau
dengan peraturan perundang-undangan yang lain.
b. Opportunity (Kesempatan)
Dalam kajian ini unsur Opportunity yang ingin dikaji
adalah sejauh mana stakeholders merespon aturan yang
telah ditetapkan UU 25/2004. Apakah aturan-aturan
tersebut menciptakan peluang baru (eksternalitas) bagi
stakeholders untuk tidak mematuhi ketentuan yang diatur
dalam UU 25/2004.
c. Capacity (Kemampuan)
Dalam kajian ini hal yang akan dilihat dari unsur Capacity
adalah mengenai kemampuan pelaksanaan stakeholders
berkaitan dengan pengaturan waktu yang telah diatur
untuk proses penyusunan dan penetapan dokumen
perencanaan yang diatur dalam UU 25/2004.
d. Communication (Komunikasi)
Dalam kajian ini akan dilihat komunikasi pada UU
25/2004, apakah sosialisasi atas undang-undang tersebut
telah dilakukan, dan apakah stakeholders memiliki akses
untuk memberikan feedback.
e. Interest (Minat)
Dalam kajian ini akan dilihat dampak positif UU 25/2004
bagi kepentingan stakeholders sehingga mereka berminat
untuk mematuhi ketentuan UU 25/2004.
f. Process (Proses)
Dalam kajian ini hal yang akan dilihat dari unsur Process
adalah mengenai apakah proses penyusunan dan
penetapan perencanaan sudah baik dalam mencapai
tujuan yang diinginkan. Hal ini berkaitan pula dengan
proses yang diatur dalam Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional. Apakah mekanisme/proses
perencanaan yang diatur dapat dipahami oleh
stakeholders.
g. Ideology (Keyakinan)
Dalam kajian ini akan dilihat sejauh mana stakeholders
meyakini bahwa Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional (SPPN) masih diperlukan.
6
E. Sistematika
Untuk memudahkan membaca dan memahami kajian ini, maka
penulisan kajian ini dibagi atas beberapa Bab dengan sistematika
sebagai berikut:
I. BAB I PENDAHULUAN
Bab ini merupakan pengantar sebelum memasuki bab-bab
berikutnya yang berisi latar belakang kajian, tujuan kajian,
metodologi yang digunakan baik metode pengumpulan data dan
informasi maupun metode pengolahan data dan informasi,
pelaksanaan survey dan FGD serta sistematika.
II. BAB II SPPN DAN MASALAH PERENCANAAN
Bab ini merupakan bab yang memaparkan tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional dan permasalahan yang
terjadi dalam sistem perencanaan.
III. BAB III HASIL SURVEY DAN FGD
Bab ini merupakan bab yang berisi hasil-hasil survey dan FGD
yang didapatkan dari Rapat FGD di Semarang dan Jakarta.
IV. BAB IV ANALISA HASIL SURVEY DAN FGD
Bab ini berisi analisis yang menyajikan statistik, bagan, chart
dan hasil yang diberikan para stakeholders dari survey dan
FGD.
V. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan bab yang yang merupakan bab penutup
yang berisikan kesimpulan atas pelaksanaan UU 25/2004
menurut perpektif stakeholders dan saran dari permasalahan
dan kendala yang dialami stakeholders.
9
BAB II
2
“Statistik Indonesia 2012”, Badan Pusat Statistik, 2012, hal.9
3
Mustopadidjaja AR, “Bappenas, Dalam Sejarah Perencanaan Pembangunan Indonesia 1945-2025”, LP3ES,
Jakarta,2012, hal.483
10
4
Penjelasan atas UU 25/2004
11
Pedoman Diacu
Dijabar
kan
RPJP Nasional Pedoman RPJM Pedoman
RKP RAPBN APBN
Nasional
Pemerintah
Daerah
Pedoman Diacu
UU SPPN
UU KeuNeg
Pusat
J F M A M J J A S O N D
A E A P E U U G E K O E
N B R R I N L T P T V S
T L I I S T
PENYUSUNAN MUSRENBANG PERPRES PENYELESAIAN PENYELESAIAN PENGESAHAN
KERANGKA PENELAAHAN
EKONOMI MAKRO RKP PEMBAHASAN DOKUMEN
RKA-K/L
DAN PERKIRAAN RANCANGAN PELAKSANAAN
KAPASITAS
FISKAL
APBN DAN RUU ANGGARAN
Th X + FE 3 th APBN OLEH MENKEU
J F M A M J J A S O N D
A E A P E U U G E K O E
N B R R I N L T P T V S
Bappenas
T UU SPPN
L I I S T Kemenkeu
UU KN
5
Bahan Paparan Dr. Yulius, MA-Kepala Sub Direktorat Perencanaan Ekonomi Makro, Bappenas yang
disampaikan dalam acara FGD Perspektif Stakeholders Terhadap UU 25/2004 di Semarang pada tanggal 16 Mei
2013.
14
Jumlah
Jumlah Terpetakan
Prioritas dalam RKP 2012 Jumlah Jumlah Tidak
NO Indikator % %
(Buku 1) Program Kegiatan Terpetak
Kinerja Tidak
Langsung Jumlah an
Langsung
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1 Prioritas Reformasi
Birokrasi dan Tatakelola 17 52 144 55 32 87 60,4 57 39,6
2 Prioritas Pendidikan 7 22 71 26 37 63 88,7 8 11,3
3 Prioritas Kesehatan 9 25 66 18 17 35 53,0 31 47,0
4 Prioritas Penanggulangan
Kemiskinan 28 60 153 91 27 118 77,1 35 22,9
6
Tim Sinergitas Bappenas, “Sinergi Perencanaan dan Penganggaran”, Jakarta, 2013.
7
Bahan Paparan Staf Ahli Hubungan Kelembagaan dalam acara FGD Perspektif Stakeholders Terhadap UU
25/2004 di Semarang pada tanggal 16 Mei 2013.
15
5 Prioritas Ketahanan
Pangan 27 80 322 227 22 249 77,3 73 22,7
6 Prioritas Infrastruktur 16 40 169 51 51 102 60,4 67 39,6
7 Prioritas Iklim Investasi
dan Iklim Usaha 15 35 117 72 16 88 75,2 29 24,8
8 Prioritas Energi 13 27 80 41 16 57 71,3 23 28,8
9 Prioritas Lingkungan Hidup
12 43 134 84 22 106 79,1 28 20,9
dan Pengelolaan Bencana
10 Prioritas Daerah
Tertinggal, Terdepan, 25 64 219 121 12 133 60,7 86 39,3
Terluar dan Pasca Konflik
11 Prioritas Kebudayaan,
Kreatifitas dan Inovasi 7 19 41 24 2 26 63,4 15 36,6
Teknologi
12 Prioritas Lainnya Bidang
Perekonomian 23 34 84 45 13 58 69,0 26 31,0
13 Prioritas Lainnya Bidang
Kesejahteraan Rakyat 12 17 53 19 13 32 60,4 21 39,6
14 Prioritas Lainnya Bidang
Politik, Hukum dan 10 36 62 49 7 56 90,3 6 9,7
Keamanan
TOTAL 221 554 1715 923 287 1210 70.6 505 29.4
Catatan :
- Terpetakan langsung : terkait langsung antara indikator kegiatan
yang ada di RKP dengan output kegiatan yang ada di RKA K/L, baik
secara nomenklatur, maupun target/volume kegiatan.
- Tidak Terpetakan Tidak Langsung : indikator kinerja yang tidak
terkait langsung secara nomenklatur tetapi secara subtansi terkait
dengan output kegiatan yang ada di dokumen RKA K/L.
- Tidak terpetakan : Indikator kinerja yang ada dalam RKP tidak terkait
sama sekali/tidak dapat/sulit diterjemahkan dengan output kegiatan
yang ada dalam RKA K/L, baik nomenklatur maupun subtansi.
SUMATERA 37.213 15,65 62.138 27,65 1.133 11,29 8.400 31,52 193.749 15,44 117.393 18,79
JAWA-BALI 157.630 66,31 78.519 34,94 8.516 84,91 14.729 55,26 913.352 72,78 408.768 65,43
KALIMANTAN 11.721 4,93 30.487 13,57 283 2,82 1.916 7,19 67.483 5,38 33.704 5,40
SULAWESI 15.950 6,71 23.811 10,60 76 0,76 1.402 5,26 56.483 4,50 43.281 6,93
NUSA
TENGGARA 5.995 2,52 9.965 4,43 8 0,08 21 0,08 12.436 0,99 11.971 1,92
MALUKU 4.278 1,80 5.889 2,62 7 0,07 0,3 0,00 4.006 0,32 3.523 0,56
PAPUA 4.942 2,08 13.890 6,18 5 0,05 185 0,70 7.442 0,59 6.068 0,97
TOTAL 237.729 100,00 224.698 100,00 10.030 100,00 26.654 100 1.254.951 100 624.708 100,00
3 RPJMD Merupakan penjabaran visi, misi dan program kepala Rencana Pembangunan Jangka Menengah
daerah yang penyusunannya berpedoman kepada Daerah selanjutnya disebut RPJMD untuk
RPJP Daerah dengan memperhatikan RPJM Nasional jangka waktu 5 tahun, merupakan
(Pasal 5 ayat 2). penjabaran visi, misi dan program kepala
Memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi daerah yang penyusunannya berpedoman
pembangunan Daerah, dan program kewilayahan kepada RPJP Daerah dengan memperhatikan
disertai dengan rencana-rencana kerja dalam kerangka RPJM Nasional (Pasal 150 ayat 3b)
regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat Ditetapkan dengan Perda berpedoman pada
indikatif (Pasal 5 ayat 2). PP (Pasal 150, Ayat 3, huruf e)
Musrenbang RPJMD dilaksanakan paling lambat 2
(dua) bulan setelah Kepala Daerah dilantik (Pasal 17
ayat 2).
RPJMD ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah
paling lambat 3 (tiga) bulan setelah Kepala Daerah
dilantik (Pasal 19 ayat 3).
4 Renstra SKPD Renstra-SKPD memuat visi, misi, tujuan, strategi, Satuan kerja perangkat daerah menyusun
kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan yang rencana strategis yang selanjutnya Renstra-
disusun sesuai dengan tugas dan fungsi Satuan Kerja SKPD memuat visi, misi, tujuan, strategi,
Perangkat Daerah serta berpedoman kepada RPJM kebijakan, program dan kegiatan
Daerah dan bersifat indikatif (Pasal 7 ayat 1). pembangunan sesuai dengan tugas dan
Renstra-SKPD ditetapkan dengan peraturan pimpinan fungsinya, berpedoman kepada RPJMN
Satuan Kerja Perangkat Daerah setelah disesuaikan Daerah dan bersifat indikatif (Pasal 151 ayat
dengan RPJM Daerah (Pasal 19 ayat 4). 1)
Renstra SKPD dirumuskan dalam bentuk
Renja SKPD yang memuat kebijakan,
program, dan kegiatan pembangunan baik
yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah
daerh maupun yang ditempug dengan
mendiring partisip[asi masyarakat ( Pasal
151 ayat 2)
5 RKPD • Merupakan penjabarandari RPJM Daerah dan Rencana Kerja Pembangunan Daerah, selanjutnya
mengacu pada RKP (Pasal 5 ayat 3). disebut RKPD merupakan penjabaran dari RPJMD
• Memuat rancangan kerangka ekonomi Daerah, untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang memuat
prioritas pembangunan Daerah, rencanakerja, dan rancangan kerangka ekonomi Daerah, prioritas
pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pembangunan Daerah, rencana kerja dan
pemerintah maupun yang ditempuh dengan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung
mendorong partisipasi masyarakat (Pasal 5 ayat 3). oleh pemerintah maupun yang ditempuh dengan
• Musrenbang RKPD dilaksanakan paling lambat mendorong partisipasi masyarakat dengan
BulanMaret (Pasal 23). mengacu Rencana Kerja Pemerintah
• RKPD menjadi pedoman penyusunan RAPBD (Pasal 25) (Pasal150ayat 3d).
• RKPD ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah
(Pasal 26).
7 Turunan a. PP Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara a. PP Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan,
Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan
Pembangunan. Evaluasi Pelaksanaan Rencana
b. PP Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pembangunan Daerah
Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional. b. PermendagriNomor 54 Tahun 2010
tentang Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang
Tahapan, Tata Cara Penyusunan,
Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan
Rencana Pembangunan Daerah
c. Permendagri yang dikeluarkan setiap
tahun, terakhir Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 23 Tahun 2013 tentang
Pedoman Penyusunan, Pengendalian dan
Evaluasi Rencana Kerja Pembangunan
Daerah Tahun 2014.
8
Bahan paparan Kepala Bapeda Provinsi Jawa Tengah yang disampaikan dalam acara FGD Perspektif
Stakeholders Terhadap UU 25/2004 di Semarang pada tanggal 16 Mei 2013
22
BAB III
A. Hasil Survey
Dalam bagian hasil survey ini Biro Hukum berpendapat perlu
dipisahkan antara 2 (dua) hasil survey tersebut dikarenakan jenis
kuesioner yang diberikan kepada Bappeda dan
Kementerian/Lembaga berbeda. Ada beberapa pertanyaan yang
khusus diberikan untuk pemerintah daerah, dalam hal ini diwakili
oleh Bappeda dan ada beberapa pertanyaan yang khusus diberikan
untuk pemerintah pusat, dalam hal ini diwakili oleh Biro
Perencanaan dari Kementerian/Lembaga.
Salah satu asas yang disebutkan oleh I.C. van der Vlies
adalah asas tentang terminologi dan sistematika yang benar.
Suatu peraturan dapat diimplementasikan dengan baik jika
komposisi pasal disusun dengan terminologi bahasa dan
urutan yang sistematis yang benar. Terkait dengan hal
tersebut dan berdasarkan hasil survey diperoleh data bahwa
sebagian besar responden (75%) mengaku urutan pasal-pasal
UU 25/2004 sudah sistematis, sedangkan 25% menyatakan
belum sistematis.
Salah satu asas pembentukan peraturan perundang-
undangan yaitu asas dapat dilaksanakan10, dimana setiap
pembentukan peraturan perundang-undangan harus
memperhitungkan efektifitas peraturan perundang-undangan
tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, yuridis
maupun sosiologis. UU 25/2004 dinilai masih dapat
digunakan dalam menjalankan perencanaan pembangunan
karena 50% responden menyatakan telah menggunakan
undang-undang tersebut.
Pelaksanaan perencanaan pembangunan diatur secara
bersamaan dalam 2 (dua) peraturan perundangan, yaitu pada
UU 25/2004 dan UU 32/2004. Mengenai perencanaan
pembangunan daerah, dalam UU 32/2004 peraturan
mengenai RPJMD ditetapkan dalam bentuk Peraturan Daerah
yang berpedoman kepada peraturan pemerintah. Sedangkan
9
Maria Farida Indrati Soeprapto, “Ilmu Perundang-undangan –Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan1”, Kanisius,
Yogyakarta,2011, hal.253-254
10
Maria Farida Indrati Soeprapto, “Ilmu Perundang-undangan –Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan1”, Kanisius,
Yogyakarta,2011, hal.258
24
Gambar 8
Pendapat Responden Mengenai Kelengkapan Turunan UU 25/2004
Gambar 9
Pendapat Responden Mengenai Perlunya Aturan Teknis Lainnya
Untuk UU 25/2004
Gambar 10
Pendapat Responden Mengenai Pernahkah Menemukan Rumusan
Pasal yang Tidak Jelas dalam UU 25/2004
b. Opportunity
UU 25/2004 merupakan salah satu dasar hukum yang
digunakan daerah untuk membuat Rencana Kerja Pemerintah
Daerah (RKPD). RKPD adalah dokumen perencanaan daerah
untuk periode 1 (satu) tahun11. RKPD merupakan penjabaran
dari RPJM Daerah dan mengacu pada RKP.
11
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004. Pasal 1 angka 9
26
Gambar 11
Pendapat Responden Mengenai Hal-hal yang Diutamakan dalam
Penyusunan RKPD
c. Capacity
Sebagaimana dijelaskan pada bagian sebelumnya, salah
satu asas pembentukan peraturan perundang-undangan
adalah asas dapat dilaksanakan. Oleh karena itu, agar suatu
peraturan dapat dilaksanakan, perlu mempertimbangkan
aspek kemampuan daerah untuk melaksanakan UU 25/2004.
Berkaitan dengan waktu, 67% responden menyatakan
bahwa aturan waktu dalam UU 25/2004 dapat dilaksanakan.
Sebaliknya, 33% responden menyatakan waktu yang
ditentukan tidak dapat dilaksanakan. Salah satu alasannya
27
Gambar 12
Pendapat Responden
Mengenai Pengaturan Waktu Dalam UU 25/2004
Gambar 13
Pendapat Responden
Mengenai peningkatan kompetensi staf
Gambar 14
Pendapat Responden Mengenai Kesulitan Dalam
Menyelenggarakan Musrenbangda
d. Communication
Suatu peraturan akan efektif jika banyak pihak yang
melaksanakan. Oleh karena itu, peraturan tersebut harus
disosialisasikan dan disampaikan kepada masyarakat. Hasil
survey menunjukkan angka yang buruk, sebanyak 58%
responden menyatakan bahwa mereka tidak pernah
mendapatkan sosialisasi dari Bappenas. Sedangkan yang
menyatakan pernah mendapatkan sosialisasi hanya 42% saja.
Sosialisasi tersebut membantu daerah dalam pelaksanaan
Perencanaan Pembangunan Daerah. Dalam prakteknya,
sosialisasi tidak hanya didapatkan oleh daerah dari Bappenas.
67% responden menyatakan bahwa mereka mendapatkan
sosialisasi juga dari instansi lain. Sosialisasi yang diberikan
instansi tersebut menurut 67% responden tersebut membantu
mereka. Instansi-instansi yang turut memberikan sosialisasi
antara lain:
Dirjen Pembinaan Pembangunan Daerah - Kementerian
Dalam Negeri;
Local Governance Support Program - United State Agency for
International Development (LGSP – USAID).
Gambar 15
Pendapat Responden Mengenai Sosialisasi dari Bappenas
29
Gambar 16
Pendapat Responden Mengenai Sosialisasi dari Instansi Lain
Gambar 18
Pendapat Responden Mengenai Frekwensi Fasilitas, Bimtek dan
Substansi yang Diberikan Oleh Instansi Lain
e. Interest
Suatu peraturan akan dapat dilaksanakan dengan
maksimal apabila memiliki subtansi yang dapat dilaksanakan,
bermanfaat dan berkesesuaian dengan peraturan
perundangan-undangan yang lain. Berkenaan dengan hal
tersebut, sebesar 92% responden menyatakan pelaksanaan
UU 25/2004 memberikan dampak positif bagi daerah dalam
pelaksanaan perencanaan pembangunan. Ada manfaat yang
mereka peroleh dengan melaksanakan ketentuan UU 25/2004.
Dampak positif yang diterima antara lain karena hal-hal
sebagai berikut:
UU 25/2004 dapat digunakan sebagai pedoman teknis
dalam melaksanakan tugas pokok fungsi;
Dengan UU 25/2004, pelaksanaan kegiatan dapat sesuai
dengan program/kegiatan pembangunan;
Secara hierarki administrasi, UU 25/2004 yang digunakan
untuk substansi dokumen perencanaan;
Dengan mengacu pada UU 25/2004, maka penyusunan
dokumen RPJMD akan lebih mudah dan murah;
Dalam UU 25/2004, jadwal penyusunan dokumen
perencanaan sudah sesuai.
31
Gambar 19
Pendapat Responden Mengenai Apakah Dengan Melaksanakan UU
25/2004 Dapat Memberi Dampak Positif Bagi Instansi
f. Process
Menurut 50% responden, mekanisme pelaksanaan Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional yang diatur dalam UU
25/2004 belum sistematis, terarah, terpadu, menyeluruh, dan
tanggap terhadap perubahan. Beberapa alasan yang
dikemukakan responden antara lain karena:
belum ada sinergi antara perencanaan dan penganggaran;
belum ada peraturan mengenai perubahan dokumen
perencanaan;
belum ada kesinkronan waktu untuk mencapai renstra K/L
dan Renja K/L yang akan diacu SKPD.
32
Gambar 20
Pendapat Responden Mengenai Pengaturan SPPN dalam UU 25/2004
Gambar 21
Pendapat Responden Mengenai Peranan UU 25/2004 dalam
Mendukung Koordinasi Pelaku Pembangunan
Gambar 23
Pendapat Responden Mengenai Sinkronisasi Penyusunan Antara
Dokumen Daerah dan Dokumen Pusat
Gambar 24
Pendapat Responden Mengenai Kesulitan dalam Proses
Penyusunan Dokumen Perencanaan
Gambar 25
Pendapat Responden Mengenai Perlunya Perbaikan dari
Pelaksanaan Musrenbangnas
g. Ideology
Gambar 26
Pendapat Responden Mengenai Urgensi SPPN
Diatur Dalam UU 25/2004
38
a. Rule
Sebagian besar responden berpendapat bahwa UU
25/2004 merupakan undang-undang yang cukup baik. Hal ini
dapat kita lihat dalam hasil survey dari beberapa pertanyaan
berikut ini:
89% responden menyatakan urutan pasal-pasal di UU
25/2004 sudah sistematis. Sedangkan hanya 11% yang
menyatakan belum sistematis;
44% responden menyatakan tidak pernah menemukan
pasal dengan rumusan yang tidak jelas. Sedangkan 33%
menyatakan masih pernah menemukan rumusan pasal
yang tidak jelas;
100% responden menyatakan tidak pernah menemukan
pasal yang saling bertentangan dalam UU 25/2004.
Gambar 27
Pendapat Responden Mengenai Keselarasan
UU Sektor dengan UU 25/2004
b. Opportunity
Berdasarkan hasil survey, 44% responden menyatakan
bahwa hal yang paling diutamakan dalam menyusun Renja
K/L ataupun Renstra K/L adalah membuat dengan merujuk
pada RPJM/RKP. 11% responden yang lain menyatakan
bahwa mereka membuat Renja K/L ataupun Renstra K/L
dengan merujuk sesuai pada kebutuhan K/L tetapi tidak
41
Gambar 28
Pendapat Responden Mengenai Mekanisme yang Diatur
dalam UU 25/2004
c. Capacity
Pembahasan mengenai perspektif stakeholders
berdasarkan kriteria Capacity hampir sama dengan uraian
survey yang dilakukan pada Bappeda
Kabupaten/Kota/Provinsi. Dalam kuesioner K/L, pertanyaan
hanya dititikberatkan pada aspek waktu dan ketersediaan
sumber daya manusia.
42
Gambar 29
Pendapat Responden Mengenai Aturan Waktu Dalam UU 25/2004
d. Communication
Sosialisasi merupakan salah satu sarana komunikasi
yang digunakan untuk dapat mengaplikasikan suatu
peraturan. Sosialisasi juga dapat membantu pelaksanaan
ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam suatu peraturan
perundang-undangan. Menurut para responden, Bappenas
sudah mengadakan sosialisasi dan membantu dalam proses
perencanaan pembangunan.
Gambar 30
Pendapat Responden Mengenai Sosialisasi dari Bappenas
Gambar 31
44
Gambar 32
Pendapat Responden Mengenai Pemberian Fasilitas dan Bimtek
e. Interest
Menurut 78% responden, menjalankan UU 25/2004
memberikan dampak positif bagi instansinya. Hanya 11% yang
45
f. Process
Menurut 22% responden, mekanisme pelaksanaan Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional yang diatur dalam UU
25/2004 belum sistematis, terarah, terpadu, menyeluruh, dan
tanggap terhadap perubahan. Alasan yang dikemukakan
responden antara lain:
karena tidak tanggap terhadap perubahan berkenaan
dengan waktu perencanaan untuk tahun selanjutnya yang
terlalu dini ditetapkan;
belum sinkron antara kebijakan otonomi daerah dengan
penerapan standar minimal dan Norma, Standar, Prosedur,
dan Kriteria (NSPK);
proses perumusan RKP belum bagus.
46
Gambar 34
Pendapat Responden Mengenai Pengaturan SPPN dalam UU 25/2004
Gambar 35
Pendapat Responden Mengenai Peranan UU 25/2004 Dalam
Menciptakan Integrasi, Sinkronisasi dan Sinergi
47
Gambar 36
Pendapat Responden Mengenai Pelaksanaan Musrenbangnas
g. Ideology
Gambar 37
Pendapat Responden Mengenai Urgensi SPPN
Diatur dalam UU 25/2004
49
B. Hasil FGD
a) Hasil FGD dengan Daerah
Dalam diskusi yang dilakukan dengan Bappeda Kabupaten/Kota
dan Provinsi, ada beberapa hal yang menjadi permasalahan dalam
pelaksanaan UU 25/2004, antara lain:
1. Dari segi dokumen perencanaan, idealnya dokumen
perencanaan yang menjadi pedoman atau acuan dokumen
perencanaan lainnya harus lebih dahulu ditetapkan menjadi
dokumen resmi. Dalam prakteknya proses penyusunan RKPD
50
BAB IV
12
Bahan Paparan Kepala Bappeda Jawa Tengah “ Efektivitas Pelaksanaan UU 25/2004 ttg SPPN”,di Semarang
Tanggal 16 Mei 2013.
56
BAB V
A. Kesimpulan
Dari uraian Bab IV tentang Analisis Hasil Survey dan FGD, dapat
disimpulkan bahwa UU 25/2004 belum mencapai tujuan dari SPPN
sebagaimana tertulis dalam Pasal 2 ayat (4) yaitu:
dinilai kurang dapat dilaksanakan dan dijalankan secara efektif dan efisien.
Sehingga dengan demikian perlu adanya beberapa perbaikan dan
pembenahan mekanisme serta penambahan aturan pelaksanaan dari UU
25/2004 untuk dapat memperjelas dan mengoptimalkan UU 25/2004
dalam mendukung pelaksanaan SPPN.
B. Saran